-
SOUTHERN BLOTTING
Southern Blotting merupakan teknik yang digunakan untuk
mendeteksi DNA. Aplikasi
dari Southern Blotting yaitu dapat mengetahui ukuran fragmen DNA
target. Teknik tersebut
dilakukan dengan cara memisahkan molekul DNA menggunakan teknik
elektroforesis
kemudian molekul DNA tersebut ditransfer ke membran
nitroselulosa dan dihibridisasi
dengan probe DNA yang telah dilabel dengan unsur radioaktif
(Martin 1996: 65).
Tahap-tahap kerja dalam Southern Blotting yaitu
1. elektroforesis fragmen DNA dengan gel agarosa.
2. denaturasi molekul DNA untai ganda menjadi molekul DNA untai
tunggal.
3. transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa.
4. hibridisasi probe radioaktif pada fragmen DNA.
5. membran dibersihkan.
6. deteksi band DNA dengan menggunakan autoradiography
Alat yang digunakan pada praktikum Southern Blotting adalah
membran nitroselulosa
berukuran 20 x 20 cm atau 20 x 14 cm, kertas Whatman 3 MM,
tissue, kertas basah, wadah,
dan pemberat. Bahan yang digunakan pada praktikum Southern
Blotting untuk campuran
larutan A adalah 300 mL 5 M NaCl, 50 mL 10 M NaOH, dan 650 mL
air, untuk campuran
larutan B adalah 200 mL 10 M amonium asetat, 4 mL 10 M NaOH, dan
1796 mL air (Davis
dkk.1994: 184).
Cara kerja pada praktikum Southern Blotting yaitu pertama gel
agarosa dicelupkan ke dalam
larutan A pada suhu kamar selama 30 sampai dengan 45 menit.
Larutan A dipindahkan dan
diganti dengan larutan B. Gel diinkubasi selama 30 sampai dengan
45 menit. Kedua, 500 mL
larutan B ditambahkan ke dalam wadah dan kertas basah diletakkan
di atas pelat kaca pada
wadah. Ketiga, gel diletakkan di atas pelat kaca. Keempat,
membran nitroselulosa
diletakkan di atas gel. Kelima, dua lembar kertas Whatman 3 MM
diletakkan di atas
membran nitroselulosa. Keenam, tumpukan tissue diletakkan di
atas kertas Whatman 3
MM. Ketujuh, pemberat diletakkan di atas tumpukan kertas tissue
dan biarkan selama
semalam hingga semua molekul DNA dari gel berpindah ke membran
nitroselulosa.
Kedelapan, setelah molekul DNA berpindah ke membran
nitroselulosa, semua lapisan yang
ada di atas membran nitroselulosa dipindahkan dan membran
nitroselulosa dihibridisasi
dengan larutan yang mengandung probe radioaktif. Kesembilan,
membran nitroselulosa
yang telah dihibridisasi kemudian dibersihkan (washing).
Kesepuluh, membran nitroselulosa
divisualisasi dengan autoradiography (Davis dkk.1994:
184-185).
-
Pembahsan
Inkubasi gel agarosa pada larutan A bertujuan untuk
mendenaturasi untai ganda molekul
DNA menjadi untai tunggal sehingga dapat ditempeli dengan probe.
Gel diinkubasi pada
larutan B bertujuan untuk mengembalikan pH ke pH netral. Kertas
basah, kertas Whatman
3MM, dan kertas tissue berfungsi sebagai sumbu kapilaritas
tempat molekul DNA berpindah
(Davis dkk.1994: 185). Proses washing pada membran nitroselulosa
bertujuan untuk
menghilangkan probe radioaktif yang tidak berikatan.
Autoradiography berfungsi untuk
melihat fragmen DNA yang telah ditempeli dengan probe radioaktif
(Russell 1994: 301).
Kesimpulan
Southern Blotting adalah teknik yang digunakan untuk mendeteksi
DNA spesifik
dengan menggunakan probe. Probe adalah DNA untai tunggal yang
merupakan komplemen
dari DNA target yang sudah dilabel unsur radioaktif. Prinsip
kerja Southern Blotting adalah
transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa setelah dipisahkan
dengan elektroforesis.
Aplikasi dari Southern Blotting antara lain untuk mengetahui
ukuran fragmen DNA dan
analisis DNA forensik yaitu DNA fingerprinting dan paternity
test.
PCR
Prinsip
PCR merupakan suatu teknik amplifikasi DNA secara in vitro yang
mampu mengamplifikasi
segmen tertentu dari keseluruhan genom bakteri. Proses
amplifikasi PCR melibatkan variasi
suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim
polimerase yang tetap stabil
dalam temperatur yang tinggi. Pada proses PCR, enzim polimerase
yang digunakan berasal
dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan
bersuhu lebih dari 90 oC.
tiga tahap
1. Denaturasi, Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu
94 oC yang
mnyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda DNA menjadi untai
DNA tunggal.
Untai DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA
baru yang akan
dibuat.
2. Penempelan (Annealing), Enzim Taq polimerase dapat memulai
pembentukan suatu
untai DNA baru jika ada seuntai DNA berukuran pendek (DNA yang
mempunyai
panjang sekitar 10 sampai 30 pasang basa) yang menempel pada
untai DNA target
yang telah terpisah. DNA yang pendek ini disebut primer. Agar
suatu primer Dapat
menempel dengan tepat pada target, diperlukan suhu yang rendah
sekitar 55 0C
selama 30-60 detik.
-
3. Pemanjangan (Ektension), Setelah primer menempel pada untai
DNA target, enzim
DNA polymerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang
baru dari
gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida.
komponen reaksi PCR,
a. DNA cetakan / DNA target, Merupakan keseluruhan DNA sampel
yang di dalamnya
terkandung fragmen DNA target.
b. Primer, Primer adalah suatu oligonukleotida yang memiliki 10
sampai 40 pb (pb =
pasangan basa) dan merupakan komplementer dari DNA target
Kriteria :Panjang primer : 15-30 pb, Kandungan GC sekitar 50%,
Temperatur
penempelan kedua primer tidak jauh berbeda, Urutan nukleotida
yang sama harus
dihindari, Tidak boleh terjadi self dimmer, pair dimmer, atau
hairpin
c. DNA Polimerase, Merupakan enzim yang stabil dalam pemanasan
dan umumnya
digunakan enzim Taq DNA polimerase (Taq = Thermus aquaticus).
Enzim ini tetap
stabil mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi berjalan pada
suhu mendekati titik
didih air.
d. Buffer / Dap , Buffer atau dapar yang digunakan umumnya
mengandung MgCl2 yang
mempengaruhi stabilitas dan kerja enzim polymerase
e. dNTPS, dNTPS atau deoxynukleotide Triphosphates merupakan
suatu nukleotida
bebas yang berperan dalam perpanjangan primer melalui
pembentukkan pasangan
basa dengan nukleotida dari DNA target (Innis M. and Gelfand D.
in White
-
ELEKTROFORESIS
Prinsip elektroforesis agarose adalah teknik pemisahan asam
nukleat/ protein
berdasarkan perbedaan medan listrik, molekul dan partikel
bermuatan akan
bergerak ke arah elektrode yang memiliki muatan berlawanan di
bawah pengaruh
medan listrik.
Prinsip elektroforesis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl
Sulfate-Polyacrilamide Gel
Reaction) teknik pemisahan protein darah dengan migrasi komponen
acrilamida
berdasarkan perbedaan berat molekul.
Elektroforesis Agarosa gel
Prinsip teknik elektroforesis adalah berdasarkan migrasi
partikel bermuatan dibawah
pengaruh medan elektronik dalam kondisi yang konstan.
Elektroforesis DNA memisahkan
sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur
fisik molekulnya. Gel
yang biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel
agarosa dapat dilakukan untuk
memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga
20.000 pasang basa
(bp).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik
akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran
molekulnya, makin rendah
laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat
diperkirakan dengan
membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi
fragmen-fragmen molekul DNA standar
(DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visualisasi DNA
selanjutnya dilakukan di
bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel
dalam pembuatannya
ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat
visualisasi DNA adalah gel
direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di
atas sinar ultraviolet
(media UV-transilluminator).
Alat dan Bahan
1. Elektroforesis
2. Sisir pembentuk sumur pada gel
3. Pemasok daya
4. Transimuloator dan sinar ultraviolet
1. Bubuk gel agarose
-
2. Larutan etidium bromide 10 mg/mL
3. Larutan elektroforesis TAE
4. Larutan zat pewarna/loading buffer
IV. Cara Kerja
Pengenceran larutan TAE dari 10% menjadi 1% dengan rumus m1v1 =
m2v2, volume TAE 1%
yang akan dibuat adalah 250 mL. Ukur larutan tae sebanyak 25 mL
kemudian tambahkan
akuades hingga volumnya menjadi 250 mL, sehingga diperoleh
larutan TAE 1%. Untuk
membuat agarose campurkan TAE 1% sebanyak 40 mL dengan agar 0,4
gram. Aduk sampai
merata dan panaskan pada microwave. Setelah itu tuangkan larutan
agarose tersebut
kedalam cetakan yang sudah disiapkan dengan lengkap dengan sisir
pembuat sumur pada
agarose. Diamkan beberapa saat sampai agarose dingin dan
mengeras. Sisa TAE 1% akan
digunakan dalam proses elektroforesis.
Setelah agarose mengeras, dilepaskan dari cerakan dan sisir
pembentuk sumurnya juga
dilepaskan. Kemudian agarose diletakkan ke dalam elektroforesis,
setelah itu bagian kanan
dan kiri di isi dengan larutan TAE 1% sampai menggenangi agarose
yang berperan sebagai
cairan elektrolit. Ambil sampel DNA sebanyak 1L, kemudian
campurkan dengan larutan zat
pewarna/loading buffer 1L.
Cara lain :
1. Pencetakan gel agarosa
2. Upload DNA/RNA
3. Running elektroforesis
4. Pewarnaan (staining) dengan Ethidium bromida
5. Penampakan DNA dengan UV illuminator
Elektroforesi Gel poliakrilamid
Setelah dicampur merata antara sampel DNA dan loading buffer
masukkan ke dalam sumur
pada agarose dengan menggunakan mikropipet tanpa merobek
agarose. Apabila semua
sampel DNA sudah dimasukkan kedalam sumur agarose,
elektroforesis dihubungkan dengan
sumberdaya dan dinyalakan pada tegangan 90 volt selama 30 menit.
Langkah selanjutnya
adalah ambil agarose dari elektroforesis, analisis dengan di
atas transimulator sinar
ultraviolet. Sampel yang terdapat DNA genomnya akan terlihat
berpendar.
-
Akrilamid merupakan suatu monomer, yang jika ada radikal bebas,
biasanya diberikan oleh
ammonium persulfat dan distabilkan oleh TEMED, terjadi reaksi
berantai sehingga monomer
terpolimerisasi menjadi rantai panjang. Gel poliakrilamid dibuat
dengan cara menuangkan
antar dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas dengan
ketebalan tertentu. Gel
poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm panjangnya
tergantung pada keperluannya
dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal.
Tahapan prosedur elektroforesis gel poliakrilamid
1. Pembuatan poliakrilamid (buffer + akrilamid + bisakrilamid +
Ammonium persulfat +
TEMED)
2. Pencetakan gel
3. Running elektroforesis
4. Pewarnaan (staining dengan Coomassie Blue atau perak (silver
staining), atau
kombinasi keduanya
5. Penampakan protein band, Coomassie Blue berwarna biru, dan
silver staining
berwarna coklat-hitam
Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE)
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan
elektroforesis gel
poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein
dipanasi dengan
natrium dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk
menyelubungi molekul protein.
Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu
sehingga molekul protein
dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama
dengan rasio satu molekul
SDS untuk dua residu asam amino. . (David G. Watson, 2007)
Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk
mereduksi ikatan disulfida.
Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah
muatan negatif yang
sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat
pada ikatan SDS ini jauh
lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein
SDS kemudian
dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju
kutub positif. Ketika
elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh
pewarnaan dengan perak
atau zat warna seperti Coonassie biru, yang akan menampakkan
beberapa pita.
SDS-PAGE atau Elektroforesis gel poliakrilamida-Sodium Dodesil
Sulfat adalah teknik
elektroforesis gel yang menggunakan poliakrilamida untuk
memisahkan protein yang
bermuatan berdasarkan berat molekulnya saja.[1] Sodium Dodesil
Sulfat (SDS) merupakan
deterjen ionik yang dapat melarutkan molekul hidrofobik yang
memberikan muatan negatif
pada keseluruhan struktur protein.[1] Cara kerja SDS-PAGE adalah
dengan menghambat
interaksi hidrofobik dan merusak ikatan hidrogen.[1] Metode
SDS-PAGE digunakan untuk
memisahkan protein demi keperluan biokimia, genetika forensik,
dan biologi molekuler.[2]
-
Metode ini diawali dengan preparasi sampel untuk membuat sampel
bermuatan sama
sehingga muatan tidak memengaruhi pergerakan komponen sampel
dalam gel.[1] Preparasi
dilakukan dengan cara mendenaturasi protein menggunakan SDS dan
memutus ikatan
disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol,
bila perlu denaturasi
didukung dengan memanaskan sampel.[1] Selanjutnya gel
poliakrilamida dibuat
menggunakan cetakan gel membentuk lembaran segiempat dengan
ketebalan tertentu.[1]
Setelah sampel dimasukkan dalam sumur gel, gel dialiri arus
listrik sehingga komponen yang
terdapat dalam sampel akan terpisah melewati matriks gel
berdasarkan berat
molekulnya.[1]
Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai
dengan pewarna khusus.
Beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah
Commasie Brilliat Blue
dan Silver Salt Staining.[2] Commasie Brilliant Blue mengikat
protein secara spesifik dengan
ikatan kovalen. Silver Salt Staining memiliki sifat lebih
sensitif dan akurat namun
membutuhkan proses yang lebih lama.[2]
FISH (fluorescence in situ hibridisasi
FISH (fluorescence in situ hibridisasi) adalah sebuah
cytogenetic teknik yang digunakan
untuk mendeteksi dan melokalisasi keberadaan atau ketiadaan
spesifik DNA sekuens pada
kromosom.
Teknik in situ hybridization telah mengalami berbagai macam
modifikasi. Salah satunya
adalah dengan dipergunakannya molekul berpendar dalam teknik
tersebut (Devi, et al.
2005). Lokasi yang diberi molekul tersebut, nantinya akan
berpendar dan akhirnya
pendarannya dapat dilihat dengan menggunakan fluorescent
microscop. Hal inilah yang
membuat lokasi fisik gen pada kromosom dapat dengan tepat
ditentukan. Teknik ini biasa
disebut sebagai Fluorescent In Situ Hybridization (FISH).
Kelebihan teknik ini dibandingan
dengan teknik ISH adalah dapat lebih cepat dalam mendekteksi
lokasi gen atau DNA,
memiliki resolusi yang tinggi, dan sentitif.
Teknik FISH biasa digunakan untuk membedakan kromosom nonhomolog
di dalam genom
(Kato, et al. 2005). Prosedur ini penting untuk mendeteksi
adanya kerusakan pada
kromosom, untuk menentukan kasus aneuploid, untuk mempelajri
perilaku kromosom,
dan untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA berluang pada
genom, lokus, atau gen
introgesi. FISH dapat dipakai untuk mendeteksi sekuen nucleid
acid dengan label probe
berpendar yang disatukan secara spesifik untuk melengkapi sekuen
target dalam sel utuh.
Terdapat 2 metode pewarnaan dalam FISH, yaitu metode langsung
dan metode tidak
langsung (Devi, et al. 2005). Metode langsung dengan menggunakan
fluorochrome-labelled
nucleotide sebagai penanda probe, sedeangkan metode tidak
langsung menggunakan
biotin, digoxigenin, dan dinitrophenol (DNP) sebagai reporter
molekul yang nanti akan
-
terdeteksi oleh fluocrhome-conjugated avidin atau antibodi.
Metode langsung tidak
menggunakan immunochemical sehingga dapat dapat lebih cepat dan
menghasilkan
resolusi yang baik
Berikut adalah tahapan tahapan dalam menggunakan FISH (Moter and
Gobel, 2000):
1. Probe dan labeling
Probes untuk FISH harus spesifik, sensitif, dan mudah untuk
maruk ke dalam
jaringan. Terdapat tiga tipe probe, yaitu oligonucleotide,
double-stranded DNA, dan
single stranded DNA (Mcfadden, 1995). Tipe probe oligonucleotide
berukuran
antara 15 dan 30 bp. Probe yang pendek dapat lebih mudah
mengkses target, tetapi
ia hanya dapat membawa sedikit label. Terdapat cara yang berbeda
dalam
melakukan labeling. Cara langsung atau cara tidak langsung. Cara
langsung lebih
umum digunakan karena lebih cepat, murah, dan mudah.
2. Fluorescent dyes
Pewarna yang umum digunakan untuk FISH dalam microbiology adalah
turunan dari
fluorescein (fluorescein-isothiocyanate,
5-(-6)carboxyfluorescein-N-
hydroxyuccimide-ester) dan turuna dari rodamine
(Tetramethyl-rhodamine-
isothiocyanate, texas red) dan baru baru ini menggunakan pewarna
cyanine seperti
Cy3 dan Cy5. Pendaran berwarna biru dapat dihasilkan oleh
diamidines aromatic
seperti 4,6-diamidino-2-phenylidole dihyrochloride (DAPI).
3. Ribosomal RNA (rRNA) sebagar target untuk FISH
Molekul rRNA yang umum digunakan dalam bidang mikrobiologi
adalah 16S rRNA.
Molekul lainnya yang umum digunakan adalah seperti 5S dan
18S-5,8S-26S rRNA
4. Fixation
Fiksasi dapat dibantu dengan menggunakan agen pengndap seperti
etanol dan
metanol, agen cross-linking seperti aldehid, atau kombinasi
antara keduanya. Fiksasi
yang baik sangat menentukan hasil dari FISH. Fiksasi yang baik
harus bisa
mendapatkan penetrasi probe yang baik, semaksimal mungkin dalam
menyimpan
RNA target, dan menjaga keutuhan sel dan morfologinya. Umumnya,
larutan 3 -4 %
(v/v) formaldehid atau paraformaldehid baik untuk makteri
geram-negatif,
sedangkan untuk organisme geram positif dapat digunakan etanol
(50%),
etanol:formalin (9:1) atau perlakuan pemanasan.
5. Spesimen preparation dan pretreatment
Spesimen yang lebih baik dapat diperoleh dengan memberikan agen
pelapis pada
permukaannya. Bahan kimia yang dapat digunakan diantaranya
adalah gelatin. Pra
perlakuan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan
perlakuan enzimatik
dengan isozyme dan lysostaphin. Prosedur pra perlakuan dapat
meningkatkan
kemampuan probe untuk mengakses target dan mengurangi banding
yang tidak
spesifik.
-
6. Hybridization
Hibridisasi harus dilakukan dalam kondisi yang tepat.
Hibridisasi merupakan step
yang penting dalam prosedur FISH. Hibridisasi dilakukan di
chamber yang gelap dan
lembab. Temperatur yang digunakan antara 37C 50C. Waktu yang
digunakan
bervariasi antara 30 menit sampai beberapa jam. Kemudian,
dibilas denganair
destilasi. Untuk mengurangi jumlah racun dapat digunakan
beberapa konsentrasi
garam atau bahkan formamide. Terakhir, slide dibilas kembali
dengan air dingin,
kemudian keringkan, pasang, dan dokumentasi. Berbagai tahapan
tahapan
tersebut dapat dilihat pada gambar 2 dan 3
Proses hibridisasi dilakukan dengan meneteskan probe pada slide
yang telah
didenaturasi kemudian ditutup dengan coverslip serta bagian
pinggir diolesi lem
kuning untuk mencegah udara masuk (penguapan). Slide diletakkan
dalam lunch
box berwarna gelap dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 16 jam.
Setelah proses
hibridisasi, coverslip dibuka dan slide direndam dalam waterbath
suhu 45C selama
30 menit. Selanjutnya direndam berturut-turut dalam kopling jar
berisi stringency
wash solution dua kali, larutan 1x SSC dua kali dan akhirnya
larutan detergen selama
4 menit. Setelah dikeringkan, slide ditetesi dengan DAPI dan
pengamatan translokasi
dilakukan di bawah mikroskop epi-fluorescence. Prosedur teknik
FISH dapat
berbeda-beda tergantung dari produsen probe kromosom yang
digunakan.
Western Blot
Western Blot adalah proses transfer dan imunodeteksi protein
pada gel yang bertujuan
untuk :
1. mengetahui keberadaan & berat Molekul protein sampel pada
campuran
2. Membandingkan reaksi silang antar protein
3. Mempelajari modifikasi protein selama sintesis
Metode Western Blotting diawali dibagi menjadi 6 tahapan yaitu
:
1. preparasi sample
2. Separasi protein pada gel elektroforesis
3. transfer protein pada Membran NC atau PVDF
4. Blocking nonspesific - binding sites pada membran
5. penambahan antibodi primer, antibodi sekunder
5. deteksi atau visualisasi pengikatan antigen antibody
Transfer protein dari gel ke membran dapat dikerjakan dengan 3
cara yaitu :
1. simple diffusion
2. Vaccum - assisted solvent flow
3. electrophoretic elution, bisa dikerjakan dengan 2 cara yaitu
dengan wet transfer dan semi dry
transfer
Prosedur Western Bloting ( Semi - Dry Sistem )
1. SDS - PAGE 10 -20 mA
2. Preparasi sample, terdiri atas
a. Gel ( dicuci dengan aquadest), soak ke dalam blot buffer
-
b. PVDF membran soak di blot buffer
c. kertas filter soak di blot buffer
3. sandwich of blot transfer, urutanya adalah :
a. kertas Filter ( 6 lembar )
b. Gel
c. Membran PVDF
d. Kertas saring ( 9 lembar )
4. Blocking dengan 5% non fat milk dalam PBST selama 1 jam
5. Cuci dalam PBST 5 menit 2-3x
6. Tambahkan Antibodi primer ( diluted dengan PBST yang berisi 5
% non fat milk) selama 1 jam s/d
semalaman pada suhu 4"c
7. cuci dengan TBS 5 menit 3 - 4 x
8. antibodi sekunder dikonjugat dengan alkaline phospat selama 1
jam di suhu ruang
9. cuci dengan PBST 5 menit, 4x
10. western blue substrat solution 1 1,5 ml semalaman pada suhu
ruang
11. cuci dengan aquadest
HIBRIDISASI SOUTHERN
Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang
menjadi sasaran dan DNA
pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan untuk melacak
adanya DNA yang sesuai
dengan pelacak, misalnya untuk mengetahui integrasi transgen di
dalam organisme
transgenik. Berdasarkan prinsipnya, hibridisasi southern dapat
dibagi ke dalam 4 tahap,
yaitu :
(1) fiksasi DNA di membran (nitroselulosa atau nilon);
(2) pelabelan pelacak;
(3) prehibridisasi dan hibridisasi; dan
(4) deteksi hasil hibridisasi.
Fiksasi DNA di membran dapat dilakukan melalui beberapa cara,
yaitu
(1) penetesan DNA (dot blot) langsung di membran;
(2) fiksasi DNA bakteri replika (plasmid rekombinan) di
membran;
(3) fiksasi DNA fage rekombinan dari satu replika plak di
membran; dan
(4) transfer DNA dari gel agarose (yang sebelumnya telah
dimigrasikan dengan
elektroforesis) ke membran.
ALAT DAN BAHAN
Alat
PCR, Elektroforesis, Gel Dock, Shaker, UV transiluminator,
vacuum dan mesin hibridisasi
Bahan
Fage rekombinan, Film, Probe
Pelabelan Probe
20 ul cross linker solution diencerkan dengan ditambahkan 80 ul
air. DNA (atau RNA)
diencerkan untuk label sampai konsentrasi 10 ng/ul dengan air
yang berbeda. Diambil 10 ul
-
sampel DNA (yang telah diencerkan) dan masukkan ke eppendorf,
kemudian didenaturasi
dalam water bath 100C selama 5 menit. Eppendorf didinginkan di
es selama 5 menit,lalu
spin down. 10 ul buffer reaksi ditambahkan ke dalam ependorf,
lalu di mix. Kemudian
ditambahkan 2 ul labeling reagen, lalu di mix. Ditambahkan 10 ul
cross linker solution, lalu di
mix, kemudian di spin down.kemudian dilakukan diiInkubasi 37C
selama 30
menit. Probe dapat digunakan langsung atau dapat disimpan di es
paling lama 2 jam (untuk
penyimpanan yang lebih lama, probe yang sudah di label dapat
disimpan dalam larutan 50%
(v/v) pada 15C s.d. 30C sampai 6 bulan.
Prehibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi dibuat dengan melarutkan NaCl 0,5
M dan 5 % (b/v) blocking
reagent ke dalam larutan hibridisasi dan dikocok dengan magnetic
stearer selama 1 jam
pada suhu ruang. Membran dimasukkan ke dalam tabung hibridisasi
dengan posisi yang
mengandung DNA pada bagian dalam gulungan dan ditambahkan SSC 3x
sebanyak 5 ml
tanpa menyebabkan terbentuknya gelembung udara antara dinding
tabung dengan
membran. Larutan SSC 3x dibuang dan ditambahkan 15 20 ml larutan
buffer prehibridisasi
ke dalam tabung. Lakukan prehibridisasi selama 1 jam pada suhu
42C.
Hibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi di dalam tabung ditambahkan dengan
DNA pelacak yang sudah
dilabel dengan menggunakan pipet mikro. Tabung eppendorf tempat
DNA pelacak yang
sudah dilabel dibilas dengan larutan prehibridisasi supaya
seluruh pelacak dapat masuk ke
dalam larutan. Hibridisasi dilakukan pada suhu 42C.
Washing
Larutan pembilas pertama dipanaskan pada suhu 42C di dalam oven
hibridisasi, dilakukan 2
kali. Membran diambil dari dalam tabung dan dimasukkan dalam
wadah yang berisi larutan
pembilas kedua menggunakan pinset berujung tumpul. Wadah
diletakkan di atas shaker dan
digoyang selama 5 menit pada suhu ruang, dilakukan 2 kali.
Larutan pembilas kedua dalam
wadah di ganti dengan yang baru dan diinkubasikan kembali selama
5 menit pada suhu
ruang.
Deteksi Sinyal
Larutan deteksi sinyal dibuat dengan mencampurkan detection
reagent 1 dan detection
reagent 2 (1:1) sebanyak 0,125 ml/cm2. Wrapping plastik
disiapkan diatas permukaan kaca
yang rata dan diteteskan dengan larutan deteksi. Kelebihan
larutan pembilas kedua dibuang
dan permukaan membran yang mengandung DNA disentuh (direndam) ke
atas tetesan
cairan pendeteksi, selanjutnya di inkubasi selama 1 menit.
Kelebihan larutan deteksi
dibuang dan membran di bungkus dengan wrapping plastik.
Membran diletakkan dalam kaset dengan permukaan yang mengandung
DNA menghadap
atas. Dalam ruang gelap dengan menggunakan lampu bercahaya merah
(red safe light) film
autoradiografi ECL seukuran membran diletakkan di atas membran
dan dipress di dalam
Film Cassette, dilakukan dalam keadaan gelap pada suhu kamar
selama 4 jam. Film diangkat
dari Film Cassette dan dicuci dengan larutan developer dalam
keadaan gelap pada suhu
kamar selama 5 menit. Film dicuci dengan larutan fixer dalam
keadaan gelap pada suhu
-
kamar selama 5 menit. Film dibilas dengan air pada suhu kamar
selama 5 menit. Film
dikeringanginkan pada suhu kamar. Sinyal yang terdapat pada film
diobservasi.
Hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks stabil antara dua
rangkaian nukleotida yang
saling komplementer melalui perpasangan basa N. Hibridisasi
dapat menunjukkan suatu
keseragaman sekuens. Pasangan DNA-DNA, DNA-RNA, RNA-RNA dapat
dibentuk dengan
proses ini. Sedangkan sequencing by hybridization merupakan
suatu metode sekuensing
yang memanfaatkan lintasan Euler dan graf de Bruijn. Sequencing
by hybridization adalah
masalah dasar dalam suatu proses rekonstruksi DNA. Tujuan
sequencing by hybridization
adalah menentukan sekuens suatu nukleotida dari fragmen DNA yang
tidak diketahui yang
masukan datanya merupakan hasil eksperimen hibridisasi secara
biokimia, yang disebut
spektrum. Spektrum ini merupakan substring dari huruf-huruf yang
melambangkan basa
nukleotida.
Setelah ditentukan spektrum-spektrum yang panjangnya konstan
tersebut, maka bisa dibuat
graf de Bruijn yang tiap simpulnya merupakan representasi dari
spektrum. Setelah graf de
Bruijn berhasil dibuat, lalu tentukan lintasan Eulernya.
LABEL FLUERECENT
Digunakan fluorescently labeled dideoxy nucleotides (yang dapat
digabungkan dalam satu
tabung) dan dipisahkan dengan capillary electrophoresis dan
dibaca dengan laser saat DNAs
melewati jendela detektor.
Komputer akan menghasilkan kromatogram
Automated DNA sequencing pada automated DNA sequencing,
deoxynucleotide
radioaktif tidak digunakan dan ke-4 reaksi dideoxy dikerjakan
dalam satu tabung tunggal.
Ini karena tiap ddNTPs dilabel dengan pewarna flourescent yang
berbeda.
Sehingga warna yang ada pada tiap fragmen yang disintesa
korespon dengan warna yang
berikatan pada dideoxynucleotide yang ditambahkan untuk
menghentikan sintesis fragmen.
Isi dari satu tabung reaksi dimasukkan ke satu jalur pada gel
dan dielektroforesis.
Sebuah flourimeter dan komputer dihubungkan ke gel dan
mendeteksi dan mencatat warna
yang berikatan dengan fragmen saat mereka melewati gel.
Urutan/sekuens ditentukan berdasarkan urutan warna yang keluar
dari gel.
-
Antibodi Monoklonal
Hibridoma
Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang
sama maupun berbeda
sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma
) yang memiliki kombinasi
dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma ini sangat
penting untuk menghasilkan
antibodi dan hormon dalam jumlah yang besar.
Antibodi Monoklonal
Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi
monoklonal. Antibodi monoklonal
adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau
sel klona yang hanya
mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi monoklonal
dilakukan dengan
menggunakan kelinci atau tikus.
Teknik pembuatan antibodi moniklonal untuk pengobatan kanker
langkah pertama adalah menginjeksikan antigen ke dalam tubuh
tikus/ kelinci percobaan,
kemudian limpanya dipisahkan. Sel-sel pembentuk antibodi pada
limpa dilebur ( fusi )
dengan sel-sel mieloma ( sel kanker ). Sekitar 1% dari sel limpa
adalah sel plasma yang
menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir terdiri
dari sel-sel yang
menghasilkan antibodi. Setiap hibridoma hanya dapat menghasilkan
satu antibodi.
Disini teknik seleksi dikembangkan untuk mendidentifikasi sel
tersebut, kemudian dilakukan
pengembangan atau pengklonan berikutnya. Klona yang diperoleh
dari hibridoma berupa
antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat disimpan beku,
kemudian dapat
diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan dalam suatu
kultur untuk menghasilkan
antibodi dalam jumlah yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan
berharap dapat
menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker.
Beberapa jenis sel kanker
membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh
sel-sel sehat. Dengan
teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya
menyerang protein dan
menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Kegunaan antibodi monoklonal lainnya adalah sebagai berikut
1. untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG
) dalam urin
wanita hamil.
2. untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun
tetanus dan
kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi
ini.
3. mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi
jaringan lain.
-
Aplikasi ELISA
ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodI dalam
suatu sampel, karenanya
merupakan metode yang sangat berguna untuk mendeterminasi
konsentrasi antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan
juga untuk mendeteksi
kehadiran antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam
indiustri makanan untuk
mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu,
kacang, walnut, almond, dan
telur. ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk
uji pendugaan cepat pada
berbagai kelas obat.
Beberapa Tipe ELISA
A. Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk
mendeterminasi konsentrasi
antibodi dalam serum adalah:
1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya
ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan
menempel pada permukaan
plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen
yang diketahui ini akan
menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi
konsentrasi antigen dari
suatu sampel yang akan diuji.
-
2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti
bovine serum albumin(BSA) atau
kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap
ini dikenal
sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi
non-spesifik dari protein lain
ke plate.
3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi
dengan sampel serum dari
antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama
dengan yang digunakan
untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap
ini terjadi karena adsorpsi
non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan
antigen standar.
4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk
antigen yang diuji dimasukkan
dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan
lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang
terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi
pendeteksi, ditambahkan
dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi
enzim dengan substrat
spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi
berkonjugasi dengan enzim.
6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi
yang tidak terikat.
7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk
mendapatkan sinyal
kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer,
spektrofluorometer atau alat optik/
elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit
antibodi terikat enzim yang
tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul
sinyal. Kerugian utama
dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya
non-spesifik, sehingga
setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang
platemikrotiter, sehingga
konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi
dengan protein serum lain
saat pengikatan pada permukaan lubang. Mekanismeindirect ELISA
dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
B. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi penangkap
2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
-
4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak
terikat
5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik
dengan antigen
6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan,
yang akan berikatan
dengan antibodi primer
7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak
terikat dapat dibuang
8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi
sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia
9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas
dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya
menguji sampel
yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen
yang dikehendaki. Tanpa
lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada
sampel (termasuk protein
serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng,
menurunkan kuantitas
antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwichELISA dapat
dilihat pada skema berikut
ini:
C. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang
telah dibahas
sebelumnya, yaitu:
1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran
antigennya
2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada
lubang yang telah
dilapisi antigen
3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin
banyak antigen dalam
sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen
yang menempel
pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi
primer. Antibodi
sekunder ini berpasangan dengan enzim
5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi
sinyal kromogenik/
fluoresensi.
Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen
orisinal, semakin lemah sinyal
yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
-
Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat
digambarkan sebagai berikut:
Teknik immunofluorescence (teknik immunofluorescence), juga
dikenali sebagai teknik
antibodi pendarfluor, adalah untuk menandakan teknik imun
membangunkan salah satu
yang paling awal. Ia adalah dalam imunologi, biokimia dan teknik
mikroskopi ditubuhkan
atas dasar teknologi a. Sebahagian ulama telah lama cuba untuk
molekul dengan beberapa
pengesanan antibodi mengikat, reaksi antigen-antibodi
menggunakan tisu atau sel antigen
kedudukan material.
IMUNOHISTOKIMIA
Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi,
imunologi dan biokimia
untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri
tertentu dengan menggunakan
interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang
diberi label. Imunohistokimia
merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas
atau kadar antibodi
atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia
diambil dari nama immune
yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah
penggunaan antibodi dan
histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain,
imunohistokimia adalah
metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel
suatu jaringan dengan
menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen
(Ag) pada jaringan hidup.
Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan
yang bervariasi
tergantung dari tujuan pemeriksaan.
-
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi,
lokalisasi, dan karakterisasi suatu
antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan
prognosis kanker. Teknik ini
diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk
diamati dibawah mikroskop.
Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap
mata. Tempat pengikatan
antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan
marker yang biasanya
dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung
atau dengan reaksi untuk
mengidentifikasi marker. Adapun beberapa marker yang berupa
senyawa berwarna antara
lain :
Luminescence
Zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil
rodhamin
Logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label
radioaktif
Enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline
phosphatase.
Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan
dengan substrat kromogen
(yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan
tidak larut) yang dapat
diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang).
Akan tetapi seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik
imunohistokimia dapat
langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang
menghasilkan warna)
dibawah mikroskop fluorescense.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi
2, yaitu preparasi
sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk
membentuk preparat
jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample
terdiri dari pengambilan jaringan
yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan
formaldehid, embedding jaringan
dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan
jaringan dengan
menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk
membebaskan epitop
jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel
labeling adalah pemberian
bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling
terdiri dari imunodeteksi
menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat,
dan counterstaining
untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. Antibodi adalah
suatu imunoglobulin yang
dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon kehadiran suatu
antigen tertentu. Antibodi
dibentuk berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa
antibodi yang telah
teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen
adalah suatu zat atau substansi
yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara
spesifik dengan antibodi
membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen
divisualisasikan menggunakan
senyawa label/marker.
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki
keuntungan yang luar biasa
untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana
protein tertentu yang
diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk memeriksa
jaringan. Teknik ini telah
-
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk
memeriksa ekspresi protein
dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah
kurang spesifik terhadap
protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat
mendeteksi berat molekul
protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik
ini banyak digunakan dalam
diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan
sebagainya. Adapun marker untuk
diagnosa IHC adalah sebagai berikut:
Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk identifikasi
adenocarcinoma.
Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga
dapat terekspresi dalam
beberapa sarkoma.
CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's
disease
Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma
hepatoselluler
CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic
leukemia
Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens
dan progesterone staining
untuk identifikasi tumor
Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method)
untuk mengukur dengan relative
tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien[1] dengan isotop
radioaktif yang bercampur dengan antibody
yang disisipkan ke dalam sampel. Radioimmunoassay merupakan
revolusi dalam pemeriksaan medis.
Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan
blueprint untuk pengembangan metode
lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis.
Dasar-dasar teknik radioimmunoassay (RIA) atau prinsip
competitive-binding radioassay ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Solomon Berson dan Rosalyn
Yallow[1,2] untuk memeriksa volume
darah, metabolism iodine, menentukan kadar hormone insulin dalam
plasma darah. Dengan menggunakan
prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen, antibodi,
enzim dan obat dalam darah dapat diukur
dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Karena limit
deteksi yang sangat baik ini maka RIA
digunakan sebagai peralatan laboratorium standar.
RIA memanfaatkan radioaktivitas dari isotop radioaktif yang
diinjeksikan ke dalam sampel. Cacahan radiasi
dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger-Muller,
scintillator, dan sebagainya.
Pemanfaatan Radioaktivitas
-
Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada
dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi
yang menggunakan tracer radioaktif[3]. Tracer radioaktif adalah
isotop radioaktif yang akan meluruh pada
melalui proses radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses
peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif) menjadi
isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui
materi berupa partikel-partikel (alpha atau
beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar gamma)[4].
Intensitas dari sumber radioaktif dinyatakan
oleh transformasi inti rata-rata per satuan waktu. Satuan
radioaktivitas dinyatakan dengan Curie (Ci). 1 Ci
awalnya didefinisikan sebagai radiasi yang dipancarkan oleh 1
gram 226Ra, tetapi definisi ini diubah sebagai
kemurnian dari peningkatan nuklida. Nilai absolute dari 1 Ci
sama dengan 3,71010 disintegrasi/sekon.
Satuan lain dari radioaktivitas adalah Becquerel (Bq), 1 Bq sama
dengan 1 disintegrasi/sekon[5,6].
RIA memiliki 2 keampuhan metode[3] antara lain adalah: Pertama,
pengukuran radioaktivitas memberikan
kepekaan dan ketelitian yang tinggi serta tidak terpengaruh oleh
factor-faktor lain yang terdapat dalam
system. Kedua, reaksi immunologi berlangsung secara spesifik
karena antigen hanya dapat bereaksi
dengan antibody yang sesuai dengannya sehingga zat lain atau
antigen lain yang tidak sesuai
karakteristiknya tidak dapat ikut campur dalam reaksi.
Prinsip Kerja
Prinsip radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan
reaksi dalam campuran yang terdiri dari
antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan antigen/hormon
yang tidak berlabel radioisotop. Antigen
radioaktif dicampur dengan sejumlah antibodi. Antigen dan
antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu
zat. Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang
mengandung sedikit antigen. Zat baru
ini merupakan zat yang diuji[1,9].
Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang
dimaksud berkonsentrasi sangat
tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen yang
berlabel dalam molekul antibodi. Pada saat
ikatan kadar protein dan steroid radioaktif konstan,
penghambatan ikatan hormon radioaktif dengan ikatan
protein merupakan fungsi dari jumlah hormon nonradioaktif yang
berada pada sampel.