1
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016
Pendahuluan
Permasalahan lingkungan mulai ramai diperbincangkan dan diperhatikan sejak
terselenggaranya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia
pada tanggal 15 Juni 1972. Di Indonesia tonggak sejarah masalah lingkungan hidup
dimulai dari diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 15 – 18 Mei
1972. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi
manusia atau laju pertumbuhan penduduk (Humairah, 2011). Pertumbuhan manusia
erat kaitannya dengan pembangunan. Semakin besar pertumbuhan manusia, maka
semakin besar adanya pembangunan. Pembangunan yang tidak memperhatikan
masalah lingkungan hidup tentu akan berdampak pada aspek sumber daya alam itu
sendiri.
Setiap wilayah memiliki karakteristik lingkungan hidup yang berbeda, baik dari
sisi sumber daya alam yang tersedia maupun cara masyarakatnya untuk mengelola
lingkungan itu sendiri, seperti halnya dengan Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten
Kulon Progo memiliki keragaman konfigurasi fisik lingkungan yang komplek, mulai
dari wilayah perbukitan, dataran rendah, pesisir, dan laut. Setiap konfigurasi memiliki
karakteristik lingkungan hidup yang berbeda-beda. Sehingga berbagai permasalahan
dan isu lingkungan hidup muncul di Kabupaten Kulon Progo.
2
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Ringkasan ini ditekankan pada pembahasan isu-isu prioritas lingkungan hidup
yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Selain itu ringkasan ini juga menjelaskan tentang
tataguna lahan, kualitas air, kualitas udara, risiko bencana, dan permasalahan
perkotaan. Kemudian untuk mendukung upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup,
Kepala Daerah Kabupaten Kulon Progo membuat inisiatif atau inovasi daerah dalam
bentuk produk atau program yang berbasis lingkungan.
Tujuan
Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiidup
Daerah Kabupaten Kulon Progo bertujuan untuk:
1. memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki
kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo.
2. memberikan gambaran yang nyata kepada masyarakat tentang kondisi lingkungan
hidup di daerahnya, dengan harapan masyarakat memiliki kemudahan untuk
merencanakan dan memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya.
3. mengukur perkembangan dan kemajuan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon
Progo.
Metode
Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah menggunakan metode literatur dan collecting data. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara membaca literatur baik dari buku, internet, maupun data primer
yang menunjang dari instansi-instansi pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Kemudian
dalam pembahasan laporan menggunakan pendekatan PSR (Pressure State and
Response).
Pressure yaitu tekanan yang terjadi terhadap lingkungan di Kabupaten Kulon
Progo akibat dari kegiatan manusia. State atau kondisi pengelolaan lingkungan yaitu
keadaan pengelolaan lingkungan sebagai pengaruh dari kegiatan yang dilakukan pada
lingkungan dilihat dari kondisi pengelolaan pada ruang terbuka hijau, hutan kota, air
3
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
permukaan, air tanah, udara, serta laut dan pesisir yang ada di Kabupaten Kulon Progo.
Response yaitu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dampak tekanan dan
kondisi lingkungan dilihat dari peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan
lingkungan hidup.
Isu Prioritas Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perumusan isu prioritas dilakukan oleh pemangku kebijakan daerah Kabupaten
Kulon Progo dengan pendekatan PSR (Pressure State and Response). Langkah-
langkah dalam penyusunan isu prioritas dilakukan dengan cara:
1. Mereview kembali draf rumusan dari isu prioritas.
2. Membandingkan catatan antar pemangku kebijakan.
3. Merumuskan isu prioritas berdasarkan pendekatan PSR.
Berikut isu prioritas yang menjadi kesepakatan antar pemangku kebijakan
daerah Kabupaten Kulon Progo:
1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang belum menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Secara geografis Kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
bagian utara berupa dataran tinggi/perbukitan Menoreh, bagian tengah berupa
perbukitan, dan bagian selatan berupa dataran rendah sampai dengan laut. Oleh
karena itu, Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi alam yang melimpah. Namun
yang menjadi masalah yaitu pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam
memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup Kabupaten Kulon Progo,
Efek negatif yang timbul yaitu adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran
air dan tanah, bahkan kerusakan lahan. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber
daya alam yang ada di Kabupaten Kulon Progo masih belum memperhatikan aspek
pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi
4
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
kebutuhan dari generasi yang akan datang. Kelestarian lingkungan yang tidak
dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, bahkan akan
hilang. Sebagaimana tencantum dalam SDGs (Sustainable Depelopment Goals)
poin 14 dan 15 yang berbunyi:
“Goals 14 Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber
daya laut secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan.
Goals 15 Melindungi, memperbarui, serta mendorong penggunaan
ekosistem daratan yang berkelanjutan, mengelola hutan secara
berkelanjutan, memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan
degradasi tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.”
Upaya pemerintah dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Kulon
Progo tahun 2005-2025 bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup
merupakan modal utama dalam pembangunan daerah dan sekaligus sebagai
penopang sistem kehidupan.
Dalam RPJP juga tertuang tentang peraturan pemanfaatan sumber daya alam
baik sumber daya alam terbarukan maupun sumber daya alam tidak terbarukan.
Pemanfaatan sumber daya alam terbarukan disebutkan bahwa sumber daya alam
terbarukan, baik di darat dan di laut, harus dikelola dan dimanfaatkan secara
rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan
seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.
2. Maraknya kegiatan penambangan di kawasan perbukitan Menoreh.
Perbukitan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo di sebelah
barat perbatasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Perbukitan menoreh memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi hidrologis, fungsi
geologis, fungsi biologis dan ekologis, serta fungsi ekonomis. Selain fungsi-fungsi
tersebut, Perbukitan Menoreh juga kaya akan hasil tambang mulai dari marmer
merah, andesit, dan mangan. Menurut catatan sejarah, penambangan mangan di
perbukitan Menoreh sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda sekitar
tahun 1894.
5
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Gambar Kawasan Bekas Penambangan Mangan di Kabupaten Kulon Progo
Sumber: www.navigasi-budaya.jogjaprov.go.id, www.rri.co.id, www.kotawates.com
Beberapa penambangan yang dilakukan di Perbukitan Menoreh saat ini seperti
penambangan marmer merah, mangan dan andesit. Penambangan tersebut
dilakukan dalam skala kecil maupun besar. Maraknya penambangan membawa
dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Untuk mengatasi maraknya
penambangan di Kabupaten Kulon Progo maka disusun Peraturan Daerah
Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan
Mineral dan Batubara. Dalam Perda tersebut sudah diatur mengenai perizinan
usaha pertambangan, pelaksanaan penambangan, hingga pemantauan
penambangan. Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah untuk menjamin
agar pemanfaatan potensi mineral dan batubara dapat dilaksanakan berdasarkan
pada azas manfaat, keadilan dan keseimbangan, partisipatif, transparan,
berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan melalui kegiatan pengaturan,
pembinaan, pengawasan, penertiban, dan pengendalian.
6
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
3. Pembangunan Mega Proyek (Bandara, Penambangan Pasir Besi, Jalur Jalan Lintas
Selatan/JJLS, Pelabuhan) dan Pengembangan Kawasan Industri Sentolo (KIS)
yang mempengaruhi laju alih fungsi lahan dan keberlanjutan fungsi ekologi-sosial
daerah terdampak.
Pembangunan Mega Proyek yang telah berjalan di Kabupaten Kulon Progo
dipastikan berpengaruh pada laju alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun
yang semakin tinggi dan akan berdampak pada kelanjutan fungsi ekologi-sosial
daerah setempat. Terdapat empat mega proyek yang sedang berlangsung di
Kabupaten Kulon Progo meliputi pembangunan Bandara Internasional di
Kecamatan Temon, penambangan pasir besi berada di Kecamatan Temon,
Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur, JJLS (Jalur Jalan
Lintas Selatan) sepanjang 122,9 kilometer, serta Pelabuhan Tanjung Adikarto di
Kecamatan Temon.
Ditetapkannya Kecamatan Sentolo sebagai kawasan industri merupakan
peluang yang sangat besar bagi perkembangan Sentolo dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan berdirinya perusahaan-perusahaan
akan banyak menyerap tenaga kerja lokal yang pada akhirnya terjadi peningkatan
perekonomian masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian
berbagai kegiatan tersebut berdampak negatif bagi lingkungan hidup, seperti
terjadi pencemaran air, udara dan tanah. Untuk mencegah permasalahan
lingkungan hidup, maka setiap perusahaan wajib melakukan AMDAL atau
penyusunan dokumen lingkungan hidup yang lain. Hal tersebut tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
7
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
4. Kondisi topografis dan geografis Kulon Progo yang rawan bencana longsor di
daerah utara dan banjir di daerah selatan.
Wilayah bagian utara Kabupaten Kulon Progo yang memiliki kondisi
perbukitan merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana tanah longsor.
Bagian selatan Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9
km, dan apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana tanah longsor
dan banjir. Pada bencana tanah longsor, BPBD bekerja sama dengan TNI dan
polisi untuk memantau lokasi bencana dan memberikan penanganan darurat dalam
mengatasi lokasi tanah longsor seperti mengevakuasi, membersihkan area
bencana, dan mendirikan posko untuk masyarakat/korban bencana. Upaya yang
dilakukan pemerintah dalam mengatasi banjir di area persawahan adalah dengan
memfasilitasi pompa air kepada petani agar dapat mengurangi tinggi genangan air
dengan cara menyedot dan membuang ke aliran sungai.
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
Analisis ini membahas tentang tataguna lahan, kualitas air, kualitas udara,
risiko bencana, dan perkotaan.
Tataguna Lahan
Tataguna lahan atau land use merupakan pengaturan/suatu upaya perencanaan
penggunaan lahan yang memerlukan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya
untuk pembagian wilayah terhadap fungsi-fungsi tertentu. Perencanaan tataguna lahan
pada suatu wilayah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, kemudian dalam
cakupan kabupaten disebut sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau
RTRWK. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) tutupan
lahan dibedakan menjadi empat yaitu tutupan lahan vegetasi, tutupan lahan area
terbangun, tutupan lahan tanah terbuka, dan tutupan lahan badan air. Sedangkan
8
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
berdasarkan nama kawasan dibedakan menjadi dua yaitu kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
Dalam bidang pengembangan pesisir dan pengelolaan hasil laut di Kabupaten
Kulon Progo fokus pada Pantai Trisik, Pantai Karangwuni, Pantai Glagah, dan Pantai
Congot. Saat ini daerah pantai juga dikembangkan untuk kawasan hutan mangrove
yang berada di dua lokasi yaitu Jangkaran Kecamatan Temon dan Banaran Kecamatan
Galur.
Gambar Hutan Mangrove Wana Tirta, Pasir Mendit, Jangkaran Kecamatan Temon
Kabupaten Kulon Progo
Luas penggunaan lahan utama di Kabupaten Kulon Progo terbesar yaitu untuk
non pertanian. Berdasarkan fungsinya, hutan negara di Kabupaten Kulon Progo terdiri
dari hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa dengan luasan terbesar
berupa hutan produksi seluas 601,5 Ha. Luas perubahan penggunaan lahan terbesar
yaitu permukiman sebesar 29,71 hektar. Jenis pemanfaatan lahan di Kabupaten Kulon
Progo meliputi empat bidang, yaitu tambang, perkebunan, pertanian, dan pemanfaatan
hutan.
Pengukuran kualitas lahan dilakukan di Kecamatan Lendah dengan mengambil
10 titik pengujian. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan
Hidup Kabupaten Kulon Progo ada tujuh parameter yang diukur yaitu Berat Isi,
Porositas Total, Derajat Pelulusan Air, pH, Daya Hantar Listrik (DHL), Redoks, dan
jumlah Mikroba. Berdasarkan tujuh parameter tersebut terdapat parameter yang
melebihi ambang kualitas tanah yaitu Derajat Pelulusan Air.
9
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Lahan kritis merupakan lahan yang sangat tandus dan gundul dengan tingkat
kesuburan yang sangat rendah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai lahan
pertanian. Berikut data lahan kritis di Kabupaten Kulon Progo:
Gambar Persentase Luas Lahan Kritis di dalam dan Luar Kawasan Hutan Per
Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah berupaya dalam pengelolaan lahan
kritis yang ditandai dengan menurunnya luas lahan kritis. Pada tahun 2016 dilakukan
penghijauan dengan menanam 28.709 pohon yang berlokasi di sepuluh kecamatan di
Kabupaten Kulon Progo. Di Kecamatan Peengasih seluas 22,54 hektar dan Wates
seluas 0,96 hektar bertujuan untuk memperbanyak ruang terbuka hijau di wilayah
perkotaan dengan harapan lahan serapan air hujan semakin banyak. Beberapa manfaat
kegiatan penghijauan antara lain memulihkan produktivitas tanah pada lahan kritis,
memperluas lahan serapan air hujan, dan meminimalisir terjadinya longsor.
Kualitas Air
Kualitas air menjadi bagian bagian yang penting dalam isu pengembangan
sumberdaya air. Kualitas air mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat
mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian industri, rekreasi,
dan pemanfaatan air lainnya (Chay Asdak, 2014:497). Dalam dokumen ini dibahas
empat kualitas air, yaitu kualitas air sungai, kualitas air tanah, kualitas air laut, dan
kualitas air waduk.
Temon15%
Wates6%
Panjatan13%
Galur14%Lendah
3%Sentolo
9%
Pengasih5%
Kokap3%
Girimulyo9%
Nanggulan2%
Samigaluh9%
Kalibawang12%
LAHAN KRITIS
10
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Pengukuran kualitas air Sungai Serang pada tahun 2016 dilakukan tiga kali
pemantauan yaitu pada bulan Juli, September dan Oktober. Pengujian dilakukan pada
lima titik yaitu lokasi 1 Sungai Serang (Pekik Jamal Bojong IX Panjatan), lokasi 2
Sungai Serang (Jembatan Durungan Wates), lokasi 3 Sungai Serang (Pendem
Sidomulyo Pengasih), lokasi 4 Sungai Serang (Kamal Karangsari Pengasih), dan lokasi
5 Sungai Serang (Kedung Galih Pengasih). Pengukuran kualitas air sungai didasarkan
pada Peraturan Gubernur DIY No 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Secara garis besar dapat disimpulkan kualitas air Sungai Serang
di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan kualitas, penyebab terbesar adanya
pencemaran limbah baik limbah industri maupun limbah domestik. Hal ini ditunjukkan
oleh hasil uji dari beberapa parameter yang memiliki nilai diatas baku mutu air sungai.
Pada pengamatan kualitas air tanah dilakukan pengambilan sampel pada 25 titik
dengan hasil yang tidak memenuhi baku mutu yaitu timbal, mangan, seng, fluorida,
nitrit, fecal coliform, dan total coliform. Pengukuran parameter didasarkan pada
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengukuran kualitas air laut dilakukan di tiga pantai yaitu Pantai Glagah, Pantai
Trisik, dan Pantai Congot. Pantai Glagah dilakukan dua kali pengambilan sampel,
sehingga ada empat titik pengambilan sampel. Pengukuran kualitas air laut
menggunakan tiga parameter yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Pengukuran
kualitas air laut tahun 2016 hanya dilakukan dengan mengukur dua parameter yaitu
parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi warna, bau, kekeruhan, TSS, dan
temperatur. Parameter kimia meliputi pH, salinitas, DO, BOD, amonia, nitrat, fosfat,
sulfida, dan fenol. Berdasarkan hasil uji dapat disimpulkan, kualitas air laut di
Kabupaten Kulon Progo tergolong baik, namun terjadi penurunan disbanding tahun
2015.
Pengukuran kualitas air waduk di Waduk Sermo dilakukan sebanyak lima kali
pengambilan sampel dengan parameter temperatur, pH, TDS, NO2, NO3, detergen, dan
total coliform. Kesimpulan dari pengukuran kualitas air waduk menunjukkan air
11
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Waduk Sermo tergolong baik dan masih layak untuk air baku air minum PDAM Kulon
Progo.
Dalam pengelolaan sumberdaya air diperlukan pemahaman secara menyeluruh
antara daerah hulu dan daerah hilir. Akan tetapi yang menjadi permasalahan, tidak
semua DAS di Kabupaten Kulon Progo terdapat pada lingkup satu Kabupaten, seperti
halnya Sungai Progo yang melewati beberapa kabupaten. Dimana tiap kabupaten
memiliki kebijakan tersendiri. Adapun yang dapat diminimalisir yaitu adanya
pencemaran limbah.
Kualitas Udara
Udara merupakan salah satu sumberdaya alam non hayati yang di dalam
ekosistem merupakan lingkungan fisik yang mempunyai hubungan timbal balik dengan
makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun mikroba. Pemantauan
kualitas udara ambien tahun 2016 dilakukan di lima lokasi. Pemantauan dilakukan dua
periode yaitu Bulan Maret dan Bulan Oktober. Parameter yang dipantau adalah Sulfur
Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Ozon (O3), dan
Total Suspended Particulates (TSP).
Berdasarkan hasil analisis parameter-parameter tersebut di atas dibandingkan
dengan Standar Baku Mutu Udara Ambien Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 153 Tahun 2002 menunjukkan bahwa kualitas udara
ambien tergolong aman atau masih dibawah baku mutu yang ditetapkan.
Risiko Bencana
Berdasarkan pengertian bencana dan risiko bencana, maka bencana dapat
dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Bencana yang terjadi
di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana alam dan bencana sosial. Pada tahun 2016
terjadi dua bencana alam di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana banjir dan tanah
longsor. Bencana banjir terjadi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Wates, Kecamatan
Panjatan, dan Kecamatan Lendah. Total area yang terendam seluas 520 ha, dengan
kerugian mencapai Rp3.511.585.000,-. Kecamatan yang memiliki dampak bencana
12
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
banjir terbesar yaitu Kecamatan Lendah. Tanah longsor terjadi di enam kecamatan,
yaitu Kecamatan Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan
Girimulyo, Kecamatan Nanggulan, dan Kecamatan Samigaluh. Perkiraan kerugian dari
tanah longsor mencapai Rp510.000.000,-. Dalam mengatasi bencana yang terjadi di
Kabupaten Kulon Progo, BPBD dan Dinas Kesehatan berkoordinasi untuk membantu
korban bencana dengan pemberian bantuan kepada korban bencana maupun warga
yang terdampak. Selain itu, pemerintah membuat peta rawan bencana. dan melakukan
mitigasi bencana dengan penyuluhan dan simulasi kepada masyarakat yang bertujuan
untuk bersiapsiaga terhadap bencana alam.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana sosial yang terkait
dengan lingkungan hidup yaitu adanya konflik masyarakat dengan perusahaan, terkait
adanya pencemaran limbah yang dapat mengganggu lingkungan tempat tinggal
masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Kantor Lingkungan Hidup menindaklanjuti
aduan masyarakat dan berupaya memberikan peringatan pada perusahaan yang
melanggar.
Perkotaan
Penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo sebesar 72.821 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki sebesar 35.526 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 37.295 jiwa.
Jika dipersentase jumlah penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo sebesar 17 persen
dari seluruh jumlah penduduk. Oleh karena itu, penduduk Kabupaten Kulon Progo
mayoritas adalah penduduk desa.
Beberapa permasalahan yang muncul di perkotaan yaitu kepadatan penduduk
yang berdampak pada daya dukung lingkungan hidup, seperti munculnya permukiman
kumuh; kemiskinan; kesehatan; dan timbunan sampah. Salah satu solusi untuk
mengatasi permasalan kependudukan yaitu pendidikan, sehingga besarnya penduduk
diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
13
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Adanya permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo juga
merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan penanganan dan perhatian. Luas
permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo adalah 293,79 Ha.
Berdasarkan SK Bupati No 224/A/2016 luasan tersebut tersebar di 14 titik lokasi yang
meliputi 10 Desa/Kelurahan di 5 Kecamatan. Untuk menangani hal tersebut maka
disusun Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Pemukiman Kumuh
Perkotaan (RP2KPKP) yang difokuskan pada penanganan permukiman kumuh di
perkotaan. RP2KPKP di Kabupaten Kulon Progo memfokuskan pada penanganan
limbah, pembangunan septik tank, dan pembangunan rumah layak huni, dengan
harapan dapat menciptakan permukiman perkotaan yang bersih, indah, dan sehat.
Produksi sampah di Kabupaten Kulon Progo tiap harinya mencapai 160,3 ton
dengan produksi terbesar yaitu daerah perkotaan dan daerah padat penduduk seperti
Kecamatan Wates, Sentolo dan Pengasih. Banyaknya produksi sampah tersebut, hanya
33 persen sampah yang dapat diolah. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk
kompos, sedangkan sampah anorganik hanya dilakukan pengepresan. Oleh karena itu,
permasalahan sampah memerlukan banyak perhatian dari pemerintah agar
permasalahan sampah dapat teratasi dengan baik dan tercipta lingkungan yang sehat.
Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo membuat beberapa inovasi tentang
pengelolaan lingkungan hidup yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan
menunjang perekonomian masyarakat. Beberapa inovasi tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
14
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Gambar Inovasi Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2016.
Inovasi pada gambar diatas merupakan program pemerintah yang dalam
implementasinya melibatkan masyarakat setempat untuk menjaga dan meneruskan
program-program tersebut. Terdapat juga kegiatan hasil peran serta masyarakat dalam
upaya pelestarian lingkungan. Kegiatan tersebut adalah upaya dalam hal pengelolaan
sampah yang terwadahi dalam Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM).
Selain masyarakat dan instansi pemerintah, pengelolaan lingkungan hidup di
Kabupaten Kulon Progo juga melibatkan pihak swasta / dunia usaha yaitu
penghijauan/konservasi pesisir, berupa penanaman vegetasi pantai terutama mangrove
di wilayah Jangkaran, Temon serta penghijauan untuk konservasi lahan kritis. Dengan
adanya kerjasama antara pihak pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia
usaha maupun LSM diharapkan seluruh program dan kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo dapat
terlaksana dengan baik.
Inovasi Pengelolaan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
PELESTARIAN VARIETAS UNGGUL LOKAL
CETAK SAWAH BARU
PEMBANGUNAN EMBUNG
INDIKASI GEOGRAFIS
15
R i n g k a s a n E k s e k u t i f
DIKPLHD Kabupaten Kulon Progo 2016
Penutup
Sajian pada ringkasan eksekutif ini berisi gambaran singkat dari Dokumen
Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo
tahun 2016. Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi yang tinggi dalam hal sumber
daya alam dan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan daerah memerlukan
perencanaan yang baik agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan hidup.
Perencanaan yang baik merupakan perencanaan yang menggunakan dasar peraturan
terkait dari peraturan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Dibutuhkan kerjasama
antara pemerintah dan masayrakat dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidup
agar sumber daya yang ada di lingkungan Kabupaten Kulon Progo tetap lestari.