Top Banner

of 74

Ringkasan 4 Keg Litbang 2013 Balai Kim

Mar 02, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

2434.001.107.B

LAPORAN AKHIR

KAJIAN EFEKTIFITAS PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU MENDUKUNG PEMBANGUNAN KOTA

TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGUndang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perwujudan kualitas penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/ yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, melalui penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30%. Terkait dengan amanat Undang-undang tersebut Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang menginisiasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang merupakan program untuk meningkatkan dan memberikan jaminan keberlanjutan kualitas ruang kota yang baik, serta tanggap perubahan iklim. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) meliputi 8 atribut Kota Hijau, yang meliputi Green Community terkait peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut Kota Hijau, Green Planning and Design terkait perencanaan dan perancangan yang sensitif terhadap agenda hijau, Green Open Space terkait perwujudan kualitas dan kuantitas jejaring RTH Perkotaan, Green Waste terkait penerapan prinsip 3R yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah, Green Transportation terkait pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan, Green Water terkait peningkatan efisiensi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air, Green Energy terkait pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan, dan Green Building terkait penerapan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi, struktur). Pelaksanaan P2KH dilakukan dengan mekanisme yaitu Pemerintah Pusat melalu Direktorat Jenderal Penataan Ruang memfasilitasi Pemerintah Daerah yang sudah menyusun RAKH, dalam bentuk kegiatan non fisik meliputi kegiatan sosialisasi P2KH, menyiapkan peta hijau kota, serta penyusunan master plan RTH Kota/Kabupaten.Keberhasilan penerapan Program Pengembangan Kota Hijau, dapat mulai diketahui dari tahap awal motivasi Kota/Kabupaten dalam melakukan inisiasi program. Hal ini dapat ditandai dengan adanya komitmen, sinkronisasi program, penataan kelembagaan dan hal lain yang menunjukkan motivasi yang benar dalam pengejawantahan program. Keberhasilan program juga perlu ditelusur dengan menggunakan indikator yang dapat terukur, valid, terpercaya, dan dapat diterapkan diberbagai tempat dan situasi. Ukuran keberhasilan kota hijau sudah ada di negara lain, namun ukuran tersebut belum tentu pas jika dipakai di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui motivasi dan ukuran keberhasilan penerapan RAKH, misalnya terhadap penurunan angka kriminalitas, penurunan angka orang sakit, kenaikkan angka kesehatan, kenaikkan produktivitas dan hal lain terkait program pemerintah pro poor, pro job, pro growth dan pro environment. B. PERTANYAAN PENELITIANBagaimana efektifitas penerapan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dalam pembangunan perkotaan?C. MAKSUD DAN TUJUANMaksud Umum: Untuk mengetahui efektifitas keberhasilan penerapan dan pelaksanaan Program Pengembangan Kota Hijau dalam pembangunan perkotaan.Maksud Khusus:1. Mendeskripsikan capaian kegiatan P2KH yang tercantum dalam RAKH tiap kota/kabupaten berdasarkan atribut kota hijau yang meliputi Green Planning and Design, Green Open Space, dan Green Community.2. Mendeskripsikan presepsi masyarakat sebelum dan sesudah adanya program P2KH melalui uji statistic3. Mendeskripsikan manfaat yang didapatkan dari program P2KH melalui valuasi ekonomi4. Mengukur motivasi pemerintah daerah terhadap adanya program P2KH Tujuan penelitian adalah tersusunnya Naskah Ilmiah Kajian Efektifitas Program Pengembangan Kota Hijau Mendukung Pembangunan KotaD. KELUARANIndikator KeluaranIndikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah tentang Efektifitas Program Pengembangan Kota Hijau Mendukung pembangunan Kota.E. LOKASIPenelitian ini mengambil lokasi di kota Tasikmalaya (Prop. Jawa Barat), kota Bukit Tinggi (Prop. Sumatera Barat), Kota Jogjakarta (DIY) dan kota Badung (Prop. Bali).

Gambar I.1. Lokasi Penelitian Kota HijauTabel I.1. Justifikasi Lokasi PenelitianLokasi PenelitianJustifikasi Lokasi

Tasikmalaya (Prop.Jawa Barat)Sebelum pelaksanaan P2KH minim RTH, kemudian Pemkab berkomitmen menambah RTH

Bukittinggi (Prop. Sumatera Barat)Pemkot berkomitmen menyediakan RTH 30%

Badung (Prop. Bali)Pemkab berkomitmen menyediakan RTH sd.59%

Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta)Peringkat baik dalam pelaksanaan program

F. MANFAATManfaat penelitian ini adalah diperolehnya informasi dari efektifitas penerapan dan pelaksanaan Program Pengembangan Kota Hijau terhadap penataan ruang suatu daerah dalam lingkup perkotaan. Selain itu dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pemerintah Daerah untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan Rencana Aksi Kota Hijau terhadap penataan ruang suatu daerah dalam lingkup perkotaan.BAB III METODE PENELITIANA. PENDEKATAN PENELITIANPenelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode campuran (kuantitatif dan kualitatif). Dimana pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan efektifitas implementasi P2KH dalam pembangunan perkotaan yang didukung dengan data-data kuantitatif untuk mengetahui indikator tingkat efektifitas P2KH.Untuk melihat implementasi dari program maka digunakan checklist index. Sedangkan untuk membuktikan efektifitas penerapan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terhadap pembangunan perkotaan, maka dilakukan uji normalisitas dengan uji t data berpasangan untuk melihat persepsi masyarakat yang mendapat program dan yang tidak mendapat program dan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah adanya program. Selain hal tersebut, maka juga dilakukan valuasi sosekling manfaat dengan adanya program tersebut.Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian penulusuran, yaitu untuk menelusuri jejak dari alokasi anggaran yang diberikan sebagai stimulasi P2KH ke Kota/Kabupaten. Program memberikan dana 1,5 milyar yang dapat dicari ke arah mana saja alokasi program kota hijau diterapkan dalam pembangunan kota. Jika digambarkan alur, dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Manfaat programProses penyesuaian dengan APBDHasil implementasi programDAKkota hijauSumber daya: 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets

Gambar III.1. Alur Program

B. OPERASIONALISASI KONSEPOperasionalisasi konsep pengukuran kinerja sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya dilakukan dengan menetapkan indicator-indikator yang mampu mengidentifikasi besaran Input, Output, Outcome, Benefit dan Impact. Penetapan indicator dilakukan dengan memperhatikan cakupan P2KH yang meliputi green planning and design, open space, waste, transportation, water, energy, building, community dengan indikator kesejahteraan kota sebagaimana ditetapkan dalam UN Habitat. Dokumen-dokumen tersebut telah diimplementasikan dalam berbagai rencana kebijakan pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (RAPBD), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), serta dokumen yang khusus mengatur mengenai rencana implementasi P2KH seperti Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Keseluruhan dokumen kebijakan tersebut diharapkan akan mencapai sasaran yaitu kebijakan yang pro poor, pro job, pro growth dan pro environment.Dalam kajian ini, cakupan P2KH dibatasi pada capaian pada green planning and design, green open space dan green community. Indikator-indikator yang diusulkan untuk setiap tahapan program meliputi: 1) Indikator Input, meliputi: anggaran dalam APBD, pihak yang dilibatkan (SDM), 2) Indikator Proses, meliputi: Indikator Proses

Inisiasia. Sosialisasi/ Kampanye Kota Hijaub. Fasilitasi Penyusunan RAKHc. Penandatangan Komitmen terhadap RAKH

Implementasia. Fasilitasi Penyusunan Masterplan RTHb. Fasilitasi Penyusunan Peta Komunikasi Hijauc. Fasilitasi Pembentukan Green Communityd. Fasilitasi Penyusunan DED percontohan Taman Kota Hijaue. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau

Replikasi/ Up-Scalinga. Fasilitasi Penyempurnaan RAKHb. Fasilitasi Green Communityc. Fasilitasi Penyusunan DEDd. Fasilitasi Percontohan Taman Kota Hijau

Institusionalisasi Lintas Sektora. Urban Climate Planb. Pemantapan Perwujudan Kota Hijau pada KSN KSN Perkotaan, Kebun Raya/ RTH Perkotaan Strategis, Bantaran Sungai Nasional

Sumber: Presentasi Ditjen Tata Ruang, 2013

3) Indikator Output, meliputi: Keberadaan Dokumen Tata Ruang/ Masterplan Kota Hijau, Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) , Keberadaan Green Community.1) Keberadaan Dokumen/Masterplan Kota Hijau,NoJenis Dokumen Tata Ruang/ Masterplan Kota Hijau

1.Rencana Tata Ruang

a. RTRWK

b. RUTRK

c. RDTRK

2.Rencana Pembangunan Berjangka

a. RPJP

b. RPJM

3.Peraturan Daerah

a. Perda tentang air

b. Perda tentang RTH

c. Perda tentang pengelolaan sampah/limbah

d. Perda tentang green building

e. Perda tentang lahan

f. Perda tentang pengadaan transportasi ramah lingkungan

g. Perda tentang pembentukkan komunitas hijau

2) Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)NoJenisRTH PublikRTH Privat

1.RTH Pekarangan

a. Pekarangan Rumah TinggalV

b. Halaman Perkantoran, pertokoan, dan tempat usahaV

c. Taman atap bangunanV

2.RTH Taman dan Hutan Kota

a. Taman RTVV

b. Taman RWVV

c. Taman KelurahanVV

d. Taman KecamatanVV

e. Taman KotaVV

f. Hutan KotaVV

g. Sabuk Hijau (Green belt)VV

3.RTH Jalur Hijau Jalan

a. Pulau jalan dan median jalanVV

b. Jalur pejalan kakiVV

c. Ruang dibawah jalan layangV

4.RTH Fungsi Tertentu

a. RTH sempadan rel kereta apiV

b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggiV

c. RTH sempadan sungaiV

d. RTH sempdadan pantaiV

e. RTH pengamanan sumber air baku/ mata airV

f. PemakamanV

3) Keberadaan Green CommunityNoKomunitas Hijau (Green Community)

1.Komunitas yang diinisasi Pemerintah

Lingkup RT/RW

Lingkup Desa/ Kelurahan

Lingkup Kecamatan

Lingkup Kota/ Daerah

2.Komunitas yang diinisasi Masyarakat/ Swadaya

Lingkup RT/RW

Lingkup Desa/ Kelurahan

Lingkup Kecamatan

Lingkup Kota/ Daerah

4) Indikator Outcome, meliputi: penurunan polusi udara, penurunan polusi air, penurunan polusi tanah, peningkatan kegiatan sosial masyarakat (keberadaan klub olahraga, arisan), 5) Indikator Benefit, meliputi: peningkatan kualitas kesehatan (penurunan penderita ISPA, diare, penyakit kulit), penurunan tingkat kriminalitas. Pencarian data kondisi kabupaten atau kota sebelum dan sesudah P2KH antara lain Data Kualitas Air, Data Kualitas Udara, Data Volume Sampah, data Distribusi Ruang Terbuka Hijau Publik dan Privat. Diperlukan pula dokumen-dokumen rencana atau program yang mendukung Kota Hijau maupun dokumen laporan pelaksaanaan program tersebut. Selain itu dibutuhkan pula peta-peta tematik yang mendukung data-data statistik diatas misalnya peta tutupan hijau kota.C. UNIT ANALISIS, POPULASI, DAN SAMPELPopulasi dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten peserta P2KH yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: Pemenang PKPD PU (sejak 2008); Telah memiliki Perda RTRW yang telah disesuaikan dengan UUPR No 26 Tahun 2007; Telah mendapat persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU; dan Diperkirakan akan memperoleh persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU (sebelum 30 September 2011). Sedangkan populasi untuk melihat efektifitas program adalah masyarakat yang mendapat program P2KH dan yang tidak mendapat program P2KH.Unit analisis dalam penelitian ini adalah kota/kabupaten yang berkomitmen untuk menambah ruang terbuka hijau (RTH) dan menerapkan secara bertahap standar lingkungan kota hijau (8 atribut kota hijau) yang diinisiasi oleh P2KH. Sedangkan unit analisis untuk melihat efektifitas adalah masyarakat penerima program dan non penerima program. D. METODE PENGUMPULAN DATA1. Pembuatan Skala Prioritas. a. Perolehan data dari DJPR dan Pemkab/Kota setempat peruntukan/ implementasi dana stimulan Kota Hijau(1) Pencarian data kondisi kab/ kota sebelum dan sesudah P2KH (2) Ekonomi perkotaan: jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah aktifitas ekonomi, besaran aktifitas ekonomi (PDRB per sektor), pertumbuhan ekonomi, besaran eksternalitas negatif akibat aktifitas sosial ekonomi (kajian literatur),(3) Lingkungan perkotaan: ketersediaan RTH, jalur hijau, kerentanan bencana, b. Melakukan pemetaan kondisi c. Mengukur efektifitas penerapan2. Pengumpulan Data (Kuesioner, wawancara, FGD) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data (informan) yang merupakan kompilasi dari hasil konsultasi ke Direktorat Jenderal Penataan Ruang, FGD, wawancara mendalam maupun Pengamatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan rekomendasi.3. Analisis Data terkait (model/software)Analisis data sekunder dengan menggunakan data Potensi Desa sebelum dan penerapan P2KH.4. Penarikan kesimpulan E. TEKNIK ANALISIS DATAUntuk pendekatan kualitatif, digunakan check list index. Sedangkan untuk pendekatan kuantitatif digunakan dengan valuasi ekonomi (pendekatan ATP serta produktivitas asset), Pengukuran motivasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui skala motivasi kerja yang berfokus pada goal-setting dan goal-commitment serta efikasi diri. Analisis data deskriptif akan dilakukan untuk memetakan kategorisasi dari level motivasi kerja serta efikasi diri responden. Sementara data kualitatif dalam penelitian ini hanya bersifat data sekunder, diperoleh melalui wawancara. Analisis data kualitatif dilakukan melalui koding dan tematisasi dari jawaban responden.Untuk pendekatan kuantitatif lainnya adalah dengan menggunakan uji normalitas dengan uji t untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi antara masyarakat yang mendapat program (kondisi sebelum dan sesudah)Uji t (t-test) merupakan prosedur pengujian parametrik rata-rata dua kelompok data, baik untuk kelompok data terkait maupun dua kelompok bebas. Untuk jumlah data yang sedikit maka perlu dilakukan uji normalitas untuk memenuhi syarat dari sebaran datanya.Umumnya pada uji t dua kelompok bebas, yang perlu diperhatikan selain normalitas data juga kehomogenan varian. Kehomogenan data digunakan untuk menentukan jenis persamaan uji t yang akan digunakan pada kasus penelitian-penelitian yang ada tersebut1.Persamaan berikut ini digunakan jikavariansi data antara dua kelompok sampel sama.

Dengan perhitungan derajat bebas:

2. Persamaan berikut ini digunakan jikavariansi data antara dua kelompok sampel berbeda.

Dengan perhitungan derajat bebas (degree of freedom)

F. LINGKUP DAN TAHAPAN PENELITIAN1. Lingkup Check list index untuk melihat output program Kuesioner Validasi instrumen Uji statistik (uji normalitas uji t) Analisis valuasi ekonomi Analisis motivasi pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah penerima Program P2KH) Rumusan naskah ilmiah efektifitas program pengembangan kota Hijau2. TahapanTahapan Penelitian ini adalah, melakukan:Penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dan informasi pada survei pendahuluan dan lapangan melalui angket (kuesioner), wawancara, diskusi kelompok fokus, observasi, studi dokumentasi atau kombinasi diantaranya. Setelah ditemukan data penelitian maka dilakukan analisis sebagai berikut:a. Analisis kualitatif yang dapat digunakan antara lain: Analisis tematik (thematic analysis), atau Analisis isi (Content Analysis), atau Analisis Wacana (discourse analysis), atau Analisis Semiotik (Semiotic Analysis), atau Analisis Kebijakan.b. Analisis statistik dengan melakukan uji normalitas (uji-t)c. Analisis valuasi sosial, ekonomi,dan lingkungand. Analisis psikologi mengenai motivasi pemerintah daerah terhadap adanya program P2KH BAB V KESIMPULAN

Dari hasil analisis data yang diolah maka didapatkan rekapitulasi hasil analisis sebagai berikut:1. Kabupaten Badung

2. Kota Bukitinggi

3. Kota Yogyakarta

4. Kota Tasikmalaya

Rekapitulasi Hasil analisisKotaBadungBukittinggiYogyakartaTasikmalaya

Skor Efikasi Diri 43,00 43,00 41,00 42,00

Skor Goal setting and commitment 54,00 53,00 47,00 50,00

Skor Total (motivasi) 97,00 96,00 88,00 92,00

Skor Konversi 77,00 76,00 70,00 73,00

Bobot (25%) 19,25 19,00 17,50 18,25

Skor Check List Index 0,78 0,71 0,81 0,72

Skor Konversi 78,00 71,00 81,00 72,00

Bobot (25%) 19,50 17,75 20,25 18,00

Perbedaan Persepsi 0,00 0,00 0,00 0,00

Konversi 100,00 ---- 100,00 100,00

Bobot (25%)25,00 ---- 25,00 25,00

Valuasi 3,24 ---- 5,29 1,70

Konversi 57,96 ---- 100,00 30,41

Bobot (25%) 15,00 ----- 25,00 7,60

Skor Agregat 78,75 36,75 87,75 68,85

BadungBukittinggiYogyakartaTasikmalaya

Nilai 78,7536,7587,7568,85

Kategori TinggiKurangTinggiCukup

Kesimpulan Hasil Studi adalah sebagai berikut :1. Terkait checklist index, Kota Yogyakarta, Badung, Tasikmalaya, dan Bukittinggi memiliki skor yang tinggi. Peringkat tertinggi adalah Kota Yogyakarta dan terendah adalah Bukittinggi.2. Untuk motivasi dan efikasi, tampak bahwa efikasi diri dan motivasi tim pelaksana P2KH berada pada level yang memadai untuk melaksanakan tugas. Kondisi ini dapat berkembang ke arah yang lebih baik mana kala adanya target yang jelas, pemahaman yang lebih komprehensif mengenai P2KH serta dukungan yang cukup dari pimpinan daerah dan komunitas/masyarakat.3. Untuk valuasi, Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) melalui pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa Taman Kota, telah memberikan manfaat kepada masyarakat luas, baik berupa manfaat ekologis maupun manfaat ekonomis. Manfaat ekologis dan manfaat ekonomis Taman Kota ini ditunjukkan oleh kesediaaan membayar (willingness to pay) yang sangat tinggi dari masyarakat, baik dalam bentuk in kind maupun in cash contribution. Lebih dari itu, keberadaan Taman Kota ternyata telah layak secara ekonomi (berdasarkan kriteria investasi) karena memiliki rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio) yang lebih besar daripada satu (1). Kota Jogjakarta, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Badung mempunyai indicator Benefit Cost Ratio >1. 4. Terkait perbedaan sebelum dan sesudah adanya Taman, berdasarkan intensitas kunjungan ada kenaikan dari 0-2 kali per minggu menjadi >4 kali per minggu dengan durasi kunjungan rata-rata 1 jam tiap kali kunjungan. Berdasarkan aspek kebersihan, keamanan, dan kenyamanan menggunakan penghitungan program SPSS 17 output nilai Sig = 0.000, karena angka tersebut kurang dari 0.05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan nyata pada ketiga aspek tersebut pada saat sebelum dan sesudah adanya taman P2KH.5. Dalam nilai agregat efektifitas, Kota Jogjakarta dan Badung masuk dalam kategori tinggi. Tasikmalaya kategori sedang dan Bukittinggi kategori kurang.

DAFTAR PUSTAKABLH Kota Jogjakarta, 2013, Pedoman Menuju Kampung Hijau Kota YogyakartaBPS Kota Jogjakarta, Kota Jogjakarta dalam Angka 2012BPS Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya dalam Angka,2012BPS Kabupaten Badung, Kabupaten Badung dalam Angka 2012BPS Kota Bukittinggi, Kota Bukittinggi dalam Angka 2012Ditjen Penataan Ruang PU, 2012, Panduan Kegiatan P2KH 2012Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/ 2008 tentang Ruang Terbuka HijauPemerintah Kota Jogjakarta, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Jogjakarta, Pemerintah Kota Bukittinggi, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kota Bukittinggi Pemerintah Kabupaten Badung, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten BadungPemerintah Kabupaten Tasikmalaya, 2011. Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten TasikmalayaBandura, A . ()1982. Self Efficacy Mechanism in Human Agency. American Psychologist: Prentice-Hall.Basri, A. F. M., & Rivai, V. (2005). Perfomance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Greenberg, J., & Baron, R. A., (2003). Behavior in Organizations (8th edition). Upper Saddle River, New Jersey: Prentice HallHasibuan, M. S. P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi AksaraLocke, E. A., &Latham, G. P. (1990). A Theory of Goal Setting and Task Performance. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.Mitchell, T.R., & Daniels, D. (2003). Motivation in Handbook of Psychology, Vol. 12. Industrial Organizational Psychology, ed. W.C. Borman, D.R. Ilgen, R.J. Klimoski, pp. 22554. New York: Wiley.Moleong, L. J. (2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Seijts, G.H., Latham, G.P., Tasa, K., & Latham, B.W. (2004). Goal Setting and Goal Orientation : An Integration of Two Different Yet Related Literature, Academy of Management Journal, 47 (2), 227-239Stoner, J. A. F. (1986). Manajemen (Jilid II). Jakarta : Erlangga

2334.001.001.107.C

Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa

2013

i

BAB IPENDAHULUANI.1. LATAR BELAKANG Renstra Kementerian Pekerjaan Umum mengamanatkan percepatan pembangunan perumahan sebagai upaya untuk mengatasi backlog perumahan yang saat ini mencapai 13,2 juta unit. Backlog tersebut merupakan akibat dari terjadinya penambahan kebutuhan rumah yang rata-rata berjumlah sekitar 820.000 unit per tahun (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010). Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut pemerintah melaksanakan berbagai program percepatan pembangunan rumah.Pembangunan rumah susun umum merupakan salah satu solusi yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan backlog perumahan di kota-kota besar, di mana ketersediaan lahan sangat terbatas. Rumah susun umum tersebut terdiri dari rumah susun umum sewa dan rumah susun umum milik. Rumah susun umum sewa ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kemampuan membeli rumah. Kebijakan tersebut sangat sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) dan Millenium Development Goals (MDGs). Dalam klaster IV MP3KI, pemerintah menetapkan kebijakan program rumah sangat murah. Sementara terkait MDGs, kebijakan pembangunan rumah susun umum sewa merupakan salah satu dukungan untuk mencapai tujuan yang pertama, yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem.Pembangunan rumah susun semakin marak setelah pemerintah mencanangkan program 1000 towers pada tahun 2007. Sejak program tersebut dimulai, terdapat 138 twin blocks yang terbangun (Marpaung, 2012). Dalam mengoptimalkan penghunian, pentarifan dapat dipandang sebagai sebuah strategi optimalisasi dalam penghunian rumah susun. Pentarifan memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai sarana dalam mewujudkan pemeliharaan rumah susun yang baik dan sebagai sebuah alat untuk menarik calon penghuni untuk segera menghuni. 2 fungsi ini juga saling berhubungan dimana ika terapkan dengan pemeliharaan yang baik maka akan menarik calon penghuni untuk segera menghuni rusun. Tarif Rumah Susun Sewa seyogyanya berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan Operasi dan Pemeliharaan Rumah Susun Sewa. Pada sisi lain, tarif rumah susun sewa bisa menjadi daya tarik bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah untuk pindah dari kawasan kumuh ke rumah susun sewa. Fenomena di lapangan menunjukkan banyak rusun yang sudah terbangun masih belum dihuni, tarif sewa rusun yang tidak mencukupi biaya operasi-pemeliharaan dan sebagian masyarakat masih enggan untuk pindah ke rumah susun. Studi ini bertujuan membuat model formulasi tarif rumah susun sewa yang affordable, memotivasi masyarakat sasaran untuk pindah dan mempertahankan tingkat pelayanan.Berdasar permasalahan ini, kajian ini ingin melihat bagaimana formulasi/skema pentarifan rumah susun sewa berdasarkan biaya operasi/ pemeliharaan. Hasil dari penelitian pada nantinya ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah daerah.I.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:a) Faktor-faktor atau hal apa sajakah yang perlu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan tingkat penghunian rumah susun umum sewa menurut pandangan/persepsi penghuni? b) Sebagai alat untuk mendukung proses pengambilan keputusan/kebijakan dalam menentukan besaran tarif sewa, model formulasi tarif sewa yang bagaimanakah yang paling tepat untuk diaplikasikan di masing-masing daerah/rumah susun umum sewa?

I.3. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengoptimalkan fungsi rumah susun umum sewa di setiap daerah dengan menggunakan kebijakan tarif sewa sebagai alat yang dapat menarik minat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memanfaatkan fasilitas rumah susun umum sewa yang telah tersedia sebagai tempat hunian. Sedangkan sasaran penelitian apabila mengacu pada kedua pertanyaan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:a) Mengetahui faktor-faktor/ atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan tingkat penghunian rusun menurut pandangan penghuni di keempat rusun lokasi objek studi. b) Menghasilkan sebuah model formulasi tarif sewa rumah susun umum sewa yang aplikatif sebagai alat pendukung dalam proses pengambilan keputusan terkait besaran tarif sewa di masing-masing rusun.

I.4. KELUARANI.4.1. Indikator KeluaranIndikator Keluaran dari penelitian ini adalah berupa 1 (satu) naskah ilmiah tentang Strategi Penghunian Rusun Umum Sewa (melalui formulasi pentarifan) yang berisi tentang hasil kajian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya fasilitas rusun yang tersedia bagi para MBR di setiap daerah lokasi objek studi dan model formulasi tarif/simulasi pentarifan.

I.5. LOKASI KEGIATAN Penelitian mengambil lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Kriteria pemilihan lokasi dapat diamati pada tabel 1.1.1.1. Kriteria Pemilihan Lokasi Objek StudiDAERAHNAMA RUSUNLOKASI RUSUNJUSTIFIKASI PEMILIHAN

Jakarta dan Jawa BaratRusun Penjaringan (Cipta Karya)Jakarta UtaraManajemen pengelolaan rusunnya baik dan ada subsidi pemeliharaan dari Pemerintah Provinsi/ kota setempat

Rusun Parung PanjangKab. Bogor

Jawa TimurRusun Penjaringan IISurabayaPengelolaan rusun yang baik dan sudah ada subsidi

Rusun PucangSidoarjoPengelolaan rusun yang baik dan sudah tidak ada subsidi dari Pemkab

I.6. MANFAAT PENELITIAN Kajian mengenai strategi penghunian rumah susun memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:a. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses pentarifan rusun sewa pada masa yang akan datang yang direkomendasikan kepada pihak Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah Daerah.b. Output penelitian dapat menjadi sebuah pedoman atau acuan dalam proses menentukan kebijakan bagi pemerintah daerah maupun instansi terkait dengan pentarifan rusun.c. Outcome penelitian diharapkan dapat dipublikasikan/disebarluaskan ke seluruh kalangan pemerintahan, kalangan akademik dan masyarakat umum dalam bentuk artikel jurnal ilmiah guna memperkaya wawasan/pemahaman mengenai pentarifan rusun yang baik dan berkualitas.

METODE PENELITIAN

III.1. PENDEKATAN PENELITIANPenelitian menggunakan pendekatan/metode kuantitatif-kualitatif sebagai sebuah metode campuran (mix-methods) yang akan diarahkan pada upaya untuk mengungkap berbagai faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan rusun oleh para MBR serta untuk menemukan sebuah model formulasi tarif sewa yang mendukung proses pengambilan keputusan dalam menentukan besaran tarif sewa oleh pengelola Rusun. Secara terinci, pendekatan kualitatif digunakan untuk menjelaskan berbagai permasalahan rusun termasuk faktor-faktor yang mengakibatkan kurang optimalnya pemanfaatan fasilitas rusun oleh para MBR di setiap daerah/lokasi penelitian, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk tujuan sebagai berikut:a) menentukan besaran tarif sewa yang paling sesuai untuk diterapkan di keempat rusun sebagai lokasi objek studi berdasarkan pada: kemampuan finansial kelompok sasaran penghuni rusun umum sewa (ability to pay/ATP) dan keinginan membayar (willingness to pay/WTP). lokasi rusun. prosentase KHL. eligabilitas sebagai payung hukum dalam menentukan sasaran rusun dan kriteria MBR. furnish. community development (program-program pengembangan masyarakat)b) menghitung berbagai besaran biaya tarif sewa yang dapat diberlakukan di setiap rusun dengan mempertimbangan: berbagai jenis komponen biaya dalam aspek pemeliharaan dan perawatan gedung/bangunan, besaran KHL di setiap daerah/lokasi rusun, asuransi-pajak, tarif impas operasional dan besaran biaya subsidi yang dapat ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

III.2. OPERASIONALISASI KONSEPPencarian data dilakukan pertama di kebijakan, bagaimana kebijakan pemerintah pusat (Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Koperasi dan UKM) dan Pemerintah daerah. Diperlukan juga dokumen-dokumen as-built drawing, sarana prasarana rusun, komponen biaya- tariff, data KHL masing- masing daerah, community development. Hal ini diperlukan guna menghitung kebutuhan pemeliharaan- perawatan bangunan rusun tersebut. Setelah itu dapat dilakukan survey kepada penghuni untuk menghitung besaran ATP dan WTP serta 3 bulan gratis sewa rumah susun.Rumus perhitungan tarif sewa dasar rusunawa dihasilkan sebagai sebuah produk kajian yang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan teknik saja namun juga didasarkan pada pertimbangan humanistik. Karakteristik penghuni rusunawa, nilai-nilai sosial yang diusung dalam proyek pembangunan rusunawa dan visi rusunawa untuk menyediakan rumah sederhana yang layak huni dan terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan aspek-aspek penting yang harus terlebih dahulu digali. Dengan demikian, model rumus perhitungan tarif sewa dapat menjadi sebuah pedoman/acuan/standar yang layak untuk melakukan perhitungan tarif sewa bagi setiap rusunawa. Pada dasarnya, karakteristik masyarakat penghuni rusunawa di setiap daerah penelitian bersifat khas karena demografi penduduk dan kondisi politik daerah, ekonomi dan sosial budaya setempat yang saling berbeda. III.3. LOKASI, POPULASI, UNIT ANALISIS DAN SAMPELLokasi penelitian adalah di Jabodetabek (DKI Jakarta, Jawa Barat) dan Surabaya, Sidoarjo (Jawa Timur). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah rumah susun setempat serta kelompok penghuni sasaran rusun sewa. Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini rumah susun setempat dan penghuni. Kriteria sampel adalah sebagai berikut :

Untuk Rusun Umum Sewa :a. Rumah susun adalah rumah susun bantuan dari Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umumb. Umur rusun tersebut sudah > 2 tahunc. Rusun tersebut sudah diserahterimakan dari Pusat kepada daerahUntuk penghuni Rusun Umum Sewa :a. Kepala Keluarga, menghuni bersama keluargab. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masuk kategori miskin Penerima BLT dan Non-penerima BLT sesuai indikator BPSc. Menghuni rusun bantuan Ditjen Cipta Karyad. Sudah tinggal di rusun > 2 tahune. Tidak pernah menunggak pembayaran sewaMenurut Riduwan (2005), jumlah dan ukuran sampel dapat dihitung berdasarkan Rumus Slovinsebagai berikut.N = n/N(d)2+ 1..(3.1)Keterangan : n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.Gambaran umum mengenai kemampuan dan keinginan membayar, karakteristik latar belakang dan persepsi penghuni terhadap rusunawa dirangkum melalui metode wawancara dan questionnaire yang didistribusikan kepada setiap penghuni rusunawa yang disasar sebagai objek penelitian. Sebagaimana dijelaskan bahwa objek penelitian mencakup 4 (empat) kota besar di Indonesia dengan kompleksitas karakteristik penghuni yang khas.

Tabel 3.1. Objek Kajian Beberapa Rusunawa di Kota Besar di Indonesia dengan Distribusi Jumlah Responden

Daerah/KotaRusunawaJumlah Responden(orang)

SurabayaPenjaringan Sari I60

Penjaringan Sari II62

SidoarjoRusunawa III Sidoarjo Pucang Sidoarjo30

Rusunawa IV Sidoarjo Bulu Sidokare Sidoarjo40

Rusunawa V Sidoarjo Ngelom Sidoarjo70

JakartaRusunawa VI Jakarta109

BogorRusunawa VII Bogor122

Total responden di seluruh rusunawa objek kajian493

Sumber: Peneliti, 2013

Jumlah responden yang ditargetkan dalam setiap rusunawa adalah antara 30 orang sampai dengan 100 orang dan sangat tergantung pada tingkat atau jumlah penghuni di masing-masing rusunawa. Dalam praktiknya, setiap rusunawa memiliki kondisi tingkat kepenghunian yang berbeda, sebagian telah memiliki jumlah penghuni lebih dari total unit kamar yang tersedia namun terdapat pula rusunawa yang jumlah penghuninya hanya mencapai kurang dari 1/3 total unit kamar yang tersedia. Mengingat kondisi tingkat hunian setiap rusunawa yang saling berbeda, maka diatur setidaknya jumlah responden di setiap rusunawa harus dapat memenuhi minimal 1/3 dari jumlah total hunian dari masing-masing rusunawa dengan asumsi bahwa 1/3 dari jumlah total hunian dapat mewakili karakteristik penghuni di rusunawa tersebut.Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka diperlukan metode dan prosedur untuk mengumpulkan dan analisis data. Variabel dan Indikator dapat dijelaskan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Tujuan Riset, Variabel, dan Indikator

Tujuan risetVariabelIndikatorAnalisis

Tarif Sewa RusunAffordable ATP

ATP : Income/ pengeluaranCheking validasi WTP dari KHLCVM

Subsidi

Kapasitas fiskal daerahRata- rata prosentase

KHL

Prosentase dari komponen perumahan dari KHLRata- rata prosentase nasional

Eligibilitas BKKBN PNPM TKPKN/D (Daftar BLT)Klasifikasi penerima manfaat

Pelayanan Operasional dan Pemeliharaan

Biaya Prakonstruksi Biaya Konstruksi Biaya pengawasan Biaya OPRata- rata prosentase

Sinking FundProsentase terhadap investasiRata- rata prosentase nasional

Motivasi Penghuni menempati Rusun Lokasi CBD (11,2) Urban (8) Peri Urban (4) Rural (0)Rata- rata Prosentase komponen transportasi terhadap KHL berdasarkan kuartil

1. Tahapan Pengumpulan DataData penelitian dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : a) Data PrimerData primer diperoleh melalui kuisioner yang dibagikan kepada para penghuni Rusun sebagai responden, wwawancara dengan pengelola rusun dan aparatur pemerintah daerah dan kota, serta berdasarkan observasi/ pengamatan langsung terhadap kondisi dan operasionalisasi rusun sewa di ketiga lokasi objek studi yang mencakup Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.b) Data SekunderData sekunder yang akan digunakan dalam penelitian bersumber dari berbagai dokumen yang terkait dengan perencanaan dan pembangunan rusun sewa dari setiap Dinas Cipta Karya di tingkat provinsi, teori terkait dengan aspek pemeliharaan, perawatan dan penggantian komponen gedung dari berbagai sumber literatus/pustaka termasuk dokumen KHL (Kebutuhan Hidup Layak) Kabupaten/Kota dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), dokumen prosentase komponen perumahan pada KHL daerah setempat, dokumen mengenai karakteristik penduduk dan daerah yang bersumber dari dokumen Daerah dalam Angka dari BPS, standar SBU Kementerian Keuangan dan berbagai literatur yang terkait dengan kebijakan tarif sewa yang berlaku di berbagai rusun di manca negara.Berdasarkan pada jenis data yang dibutuhkan, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan langkah-langkash sebagai berkut:a) Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan teknik: Observasi/ Pengamatan LangsungObservasi lapangan dilakukan kepada rusun dan wawancara kepada para stakeholders rusun setempat (UPTD/ Pengelola dan Penghuni) KuesionerKuesioner dilakukan untuk mengakomodir contingent valuation survey untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan kelompok penghuni rusun dalam membayar tariff sewa serta mengetahui keinginan masyarakat dalam membayar tariff sewa rusun. b) Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran data kepada pihak- pihak terkait di lapangan, termasuk dengan melakukan studi pustaka/literature yang berkaitan dengan upaya optimalisasi rusun melalui kebijakan tarif sewa dan kriteria pertimbangan dalam membuat sebuah model formulasi/perhitungan tarif sewa rusun.

2. Tahapan Analisis Analisis merupakan tahapan yang paling krusial dalam kegiatan penelitian karena di dalamnya melibatkan proses olah pikir untuk memecahkan seluruh permasalahan penelitian berdasarkan metodologi penelitian yang telah ditentukan. Tahapan analisis dalam penelitian Kajian Optimalisasi Rumah Susun Umum Sewa dapat dijelaskan sebagai berikut:a) Mengidentifikasi hal-hal yang menjadi daya tarik masing-masing rusun menurut pandangan/persepsi penghuni sehingga akhirnya fungsi hunian pada fasilitas rusun dapat berfungsi optimal. Hasil identifikasi diperoleh dengan menghitung majoritas atau kecenderungan pilihan jawaban para responden terhadap alternatif jawaban yang tersedia di dalam kuesioner. Tujuan identifikasi adalah untuk mengetahui/mengidentifikasi faktor-faktor yang dinilai sebagai daya tarik utama rusun bagi para MBR sehingga dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan tingkat penghunian rusun di masa yang akan datang oleh para MBR.b) Melakukan estimasi perhitungan terhadap besaran biaya yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masing-masing rusun untuk menjalankan kegiatan administrasi/operasionalisasi rusun dan pemeliharaan gedung. Komponen biaya gedung atau rusun mencakup biaya prakonstruksi, biaya konstruksi, biaya pengawasan termasuk biaya OP. Tujuan perhitungan adalah memperoleh gambaran mengenai besaran biaya/tarif sewa rusun yang sesungguhnya harus dibayar oleh penghuni atau yang harus ditanggung oleh Pemerintah setempat.c) Melakukan komparasi (perbandingan) antara jumlah pendapatan dengan jumlah pengeluaran rutin para penghuni masing-masing rusun setiap bulan di setiap lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta). Tujuan komparasi adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun (ability to pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi objek studi.d) Menghitung rata-rata kemampuan membayar (ATP) seluruh penghuni masing-masing rusun di setiap lokasi berdasarkan pada tipe unit hunian. Tujuan perhitungan adalah untuk mengetahui kemampuan rata-rata seluruh penghuni di masing-masing rusun dalam membayar tarif sewa berdasarkan tipe unit hunian. e) Mengidentifikasi berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal berdasarkan pada KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya yang berkaitan dengan komponen perumahan. f) Melakukan komparasi antara standar hidup layak hunian menurut aturan Daerah (dalam bentuk KHL kabupaten atau kotamadya) dengan jumlah pengeluaran rutin penghuni untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Tujuan komparasi adalah untuk menilai ada atau tidaknya kesenjangan (gap) antara standar hidup layak yang ideal di masing-masing daerah dengan kondisi real masyarakat penghuni rusun. Hasil komparasi akan memberikan gambaran mengenai kondisi/kualitas hidup penghuni rusun, apakah telah memenuhi standar hidup layak minimal atau belum. Selain itu, hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran tarif sewa yang akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni sekaligus besaran subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah/Kota sehingga standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun dapat terpenuhi.g) Menghitung besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau kotamadya dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun berdasarkan pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten atau kotamadaya. Besaran subsidi yang diberikan oleh Pemerintah tergantung pada besaran tarif sewa yang mampu dibayar oleh penghuni rusun. demikian sebaliknya, besaran tarif sewa tergantung pada inisiatif Pemeintah Daerah dalam memberikan subsidi pada masing-masing rusun.h) Mengidentifikasi tingkat keinginan/kemauan membayar penghuni rusun di ketiga lokasi objek studi (Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta) berdasarkan pada perhitungan kuesioner terhadap jawaban penghuni rusun dalam aspek Willingness to Pay (WTP). Tujuan identifikasi adalah untuk memperoleh gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran penghuni rusun dalam membayar tarif sewa rusun.

3. Tahapan KesimpulanKesimpulan merupakan tahap akhir penelitian yang diperoleh sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang mencakup pada permasalahan optimalisasi penghunian rumah susun umum sewa dan model formulasi tarif sewa rusun yang paling ideal untuk diaplikasikan. Berdasarkan hasil analisis, kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu:a) Faktor-faktor yang dinilai menjadi daya tarik utama rusun bagi para MBR sehingga dapat menjadi acuan bagi Pemerintah untuk mengoptimalkan tingkat penghunian rusun di masa yang akan datang.b) Besaran biaya/tarif sewa rusun yang sesungguhnya harus dibayar oleh penghuni atau yang harus ditanggung oleh Pemerintah setempat.c) Kondisi keuangan/perekonomian masing-masing penghuni rusun sekaligus untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar tarif sewa rusun (ability to pay/ATP) yang sesungguhnya oleh para penghuni di setiap lokasi objek studi.d) Gambaran mengenai kemampuan rata-rata seluruh penghuni di masing-masing rusun dalam membayar tarif sewa berdasarkan tipe unit hunian. e) Berbagai komponen hidup layak dengan standar minimal berdasarkan pada KHL yang berlaku di masing-masing daerah khususnya yang berkaitan dengan komponen perumahan. f) Gambaran mengenai tingkat kesenjangan (gap) antara standar hidup layak yang ideal di masing-masing daerah dengan kondisi real masyarakat penghuni rusun. Hasil komparasi bermanfaat untuk menentukan besaran tarif sewa yang akan ditanggung/dibebankan kepada penghuni rusun sekaligus besaran subsidi yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah/Kota sehingga standar hidup layak penghuni di masing-masing rusun dapat terpenuhi.g) Besaran kemampuan masing-masing daerah kabupaten atau kotamadya dalam memberikan subsidi terhadap biaya tarif sewa rusun berdasarkan pada data kapasitas fiskal masing-masing daerah kabupaten atau kotamadaya. h) Gambaran mengenai motivasi dan tingkat kesadaran penghuni rusun dalam membayar tarif sewa rusun berdasarkan pada perhitungan terhadap jawaban responden terkait dengan aspek Willingness to Pay (WTP).

KESIMPULAN DAN SARANV.1. KESIMPULAN Model perhitungan tariff rusunawa ini terbukti mengakomodasi kemampuan bayar (affordabilitas) penghuni rusunawa berdasarkan KHL dan faktor lokasi rusunawa. Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong peningkatan kualitas pelayanan rusunawa dengan mengakomodasi biaya OP dan memasukkan sinking fund untuk perawatan jangka panjang. Model perhitungan tariff rusunawa ini mendorong calon penghuni untuk pindah ke rusunawa dengan daya tarik tarif sesuai tingkat kemampuan dan faktor lokasi rusunawa yang diperhitungkan sebagai akses menuju pusat ekonomi dan pelayanan social. Secara teknis model perhitungan tariff rusunawa ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan metode perhitungan konvensional : Mengakomodasi tiga aspek sekaligus dalam satu formula ; affordabilitas, tingkat pelayanan dan memotivasi pindah calon penghuni, Berbiaya murah karena memanfaatkan berbagai data yang telah tersedia oleh berbagai instansi pemerintah dan pemerintah daerah sehingga tidak memerlukan survey lapangan yang panjang, Mudah diaplikasikan karena dari formula dan simulasi perhitungan bisa dikembangkan menjadi software aplikasi yang user friendly, Memperhitungkan kapasitas fiskal daerah sehingga dapat menyesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota Model perhitungan tariff rusun memiliki langkah- langkah merumuskan dan menetapkan indikator affordabilitas, motivasi, dan mempertahankan servis, mengumpulkan data sekunder dan primer (observasi) memilih tipe perawatan/ renovasi, memperhitungkan tarif berdasarkan OP, menetapkan prosentase subsidi SF dan OM dari Pemerintah Daerah, menetapkan ATP dari KHL dan lokasi, melihat gap kapasitas fiskal, mentapkan tariff RoI, Tarif subsidi final . Untuk kesanggupan Membayar sewa (ATP dari KHL dan Lokasi, dari model ini Penghuni rumah susun sewa di Sidoarjo mempunyai kesanggupan membayar Rp.258.000,- dan Penghuni rumah susun sewa di Bogor sanggup untuk membayar sebesar Rp. 256.000. Sedangkan ability to pay KHL dari model di Sidoarjo adalah sebesar Rp.258.000,-. Tarif eksisting di lapangan adalah sebesar Rp.250.000,- Sedangkan dari Bogor diperoleh hasil Tarif Subsidi Final dari model ini Rp.256.000,-. Sedangkan ability to pay KHL dari model adalah sebesar Rp.227.000,-. Tarif eksisting di lapangan adalah sebesar Rp.250.000,-. Model perhitungan ini sudah cukup sensitif diterapkan di Kabupaten Sidoarjo, sedangkan di Bogor terdapat sedikit kesenjangan antara model dan riil di lapangan.

V.1. SARAN Model ini perlu diujicobakan terhadap daerah- daerah yang lain yang memiliki tingkat heterogenitas penghuni rusunawa yang lebih kompleks. Model ini perlu dikembangkan dalam bentuk software aplikasi yang dapat dioperasikan oleh para pemangku kepentingan terkait.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Bogor, Kota Bogor dalam Angka 2012

BPS Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara dalam Angka,2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya dalam Angka 2012

BPS Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo dalam Angka 2012

Dinas Cipta Karya, Kajian Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sidoarjo,2010

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.18/ 2007 tentang Petunjuk Perhitungan Tarif Rumah Susun yang dibiayai APBN/APBNP

Pedoman Pengelolaan Rumah Susun, Depkimpraswil,2007

Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.3/2007 tentang Rumah Susun

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak

Suharyadi, 2012 kemiskinan di Indonesia : Definisi, Pengukuran dan Karakteristik disampaikan pada Workshop ARG- Kemiskinan dan Pengukurannya

Trihandoko,2012, Modul Pengembangan Komunitas, disampaikan pada acara Workshop Pengelola Rusun Batam

Undang- Undang No.20/ 2011 tentang Rumah Susun

Undang- Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Akses internet :

http://portal.hud.gov/hudportal/HUD?src=/program_offices/public_indian_housing/programs/hcv/forms/guidebook diakses pada 14 April 2013 http://www.bchousing.org/Options/Rental_market/RAP/Calculator diakses pada 6 Mei 2013

http://vosdroits.service-public.fr/F12006.xhtml diakses pada 20 Februari 2013

2434.001.107.A

LAPORAN AKHIR KAJIAN KUANTIFIKASI NILAI EKONOMI LINGKUNGAN DAN SOSIAL PRODUK TEKNOLOGI PERMUKIMANTAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPenerapan dan pengembangan teknologi hasil litbang merupakan salah satu tugas utama dari sebuah badan penelitian dan pengembangan. Hal ini seperti yang disebutkan dalam UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mana mendefinisikan kegiatan litbang terdiri dari penelitian, pengembangan, pengujian, penyiapan SPM, penerapan, perekayasaan, inovasi, difusi teknologi, alih teknologi, pengkajian, pelayanan teknis dan informasi serta penyelenggaraan labolatorium lapangan. Balitbang Kementerian Pekerjaan umum sebagai unit kerja yang memiliki peran dalam pengembangan teknologi terkait infrastruktur memiliki empat Pusat Litbang Teknis dan satu pusat litbang yang menangani aspek sosial ekonomi lingkungan (Puslitbang Sosekling). Pengembangan teknologi dalam reorientasi Tusi Puslitbang Sosekling, terdapat pada Sistem Inovasi Teknologi Hasil Litbang Kemen PU yang terdiri dari 5 tahapan screening yaitu seleksi gagasan, uji labolatorium, uji skala penuh dan valuasi, launching dan pasca launching. Pusat Litbang Teknis berperan pada 4 tahapan di awal. Puslitbang Sosekling berperan pada tahapan terakhir, yaitu pasca launching setelah puslitbang teknis dan mitra kolaborasi.Teknologi yang dihasilkan Puslitbang Permukiman sebagai bagian dari teknologi Balitbang PU mempunyai varian produk antara lain sebagai berikut : Biority, HOSE (honai sehat), Mobile Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit, pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem Sanita, dll. Puslitbang Permukiman selama ini berdiri sebagai pencipta teknologi yang tidak berorientasi pada keuntungan usaha (non profit). Kondisi ini menyebabkan orientasi dari penemuan teknologi hanya sebatas pada sisi teknis teknologi. Puslitbang Permukiman melakukan kerjasama dengan direktorat teknis, perusahaan, perorangan, UKM, Pemerintah Daerah untuk mengembangkan dan mendiseminasikan produk mereka. Nilai keuntungan ekonomis dari teknologi tersebut, hanya diperoleh pihak yang melakukan kerjasama dengan Puslitbang permukiman. Puslitbang Permukiman itu sendiri belum dapat memanfaatkan hak royalti dari setiap penjualan produk teknologi tersebut. Hal ini disebabkan belum terimplementasikannya Permen PU terkait royalti. Jika Permen PU tersebut dapat dilaksanakan maka peneliti juga akan memikirkan keuntungan ekonomis dari teknologi yang diciptakannya.Puslitbang Permukiman yang berorientasi pada aspek teknis teknologi kurang dapat melihat aspek ekonomi juga sosial dan lingkungan. Interaksi dengan masyarakat dan lingkungan dalam pengembangan dan diseminasi teknologi terjadi sebagian besar dengan autonomos. Peran Puslitbang Sosekling diharapkan muncul untuk menjembatani kebutuhan manfaat ekonomi dari teknologi, memastikan keberhasilan interaksi teknologi dengan masyarakat dan lingkungan.Berdasarkan identifikasi kegiatan advis teknis bidang perumahan dan permukiman yang telah dilakukan oleh Puslitbang Permukiman, terdapat asumsi sebagai berikut (pu.go.id) :1. Masih belum optimalnya kinerja prasarana dan sarana permukiman yang telah dibangun, yang disebabkan oleh perencanaan, pembangunan dan pemeliharaannya belum menerapkan SPM secara benar;2. Teknologi hasil Litbang Bidang Permukiman belum banyak diaplikasikan di masyarakat;3. Berdasarkan laporan akhir kegiatan Aplikasi SPM dalam Pembangunan Infrastruktur Perumahan dan Permukiman bahwa 30,6 - 60,5 % responden menyatakan kurang diterapkannya SPM/SNI disebabkan kekurang jelasan materi.Asumsi di atas terutama pada poin kedua, menunjukkan perlunya strategi aplikasi teknologi permukiman di masyarakat dengan memperhatikan kelayakan sosekling dan teknis. Salah satunya adalah dengan menyusun sebuah konsep perencanaan usaha (business plan) sebelum sebuah TTG diaplikasikan di masyarakat.

1.2. Pertanyaan PenelitianBerdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Bagaimana membuat dokumen perencanaan usaha (business plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi yang memiliki nilai keuntungan ekonomis? 2. Bagaimana dapat memberikan ukuran keberlanjutan investasi pengembangan usaha dari teknologi yang dihasilkan oleh Puslitbang Permukiman? 3. Bagaimana menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek sosekling?

1.3. Maksud dan TujuanMaksud penelitian ini adalah menyusun dokumen perancanaan usaha (business plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi bidang permukiman dan mengukur keberlanjutan investasi pengembangan usaha dari teknologi yang dihasilkan oleh Puslitbang Permukiman .Tujuan penelitian ini adalah merumuskan naskah kebijakan tekait pengembangan dan penyebaran teknologi permukiman berdasarkan dokumen perencanaan usaha (business plan).

1.4. KeluaranKeluaran dari kegiatan ini adalah satu buah naskah kebijakan tentang perencanaan usaha (business plan) terkait pengembangan dan penyebaran teknologi bidang permukiman.

1.5. ManfaatHasil penelitian ini berupa naskah kebijakan yang bermanfaat bagi para stakeholders yang terlibat dalam pemanfaatan TTG tersebut, terutama Puslitbang Permukiman sebagai pemilik TTG. Naskah tersebut akan memberikan panduan kepada Puslitbang Permukiman dalam proses penyebar luasan TTG permukiman serta sebagai panduan dalam proses memasyarakatkan TTG permukiman.

1.6. LokasiKegiatan ini dilakukan di Propinsi Jawa Barat dan D.K.I Jakarta. Pemilihan lokasi tersebut karena lokasi labolatorium pembuatan teknologi dan pelaksanaan uji teknologi berada diwilayah tersebut.

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan analisis kualitatif yang didukung data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipilih untuk menggali secara mendalam mengenai indikator kelayakan dan keberterimaan teknologi dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan data kuantitatif digunakan dalam menyusun konsep kuantifikasi teknologi permukiman dari aspek sosekling.Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang akan diperoleh di lapangan kearah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan.

3.2. Kriteria Pemilihan Lokasi UjicobaPenelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan merupakan tempat labolatorium dari penciptaan teknologi dan penerapan uji coba dilakukan.

3.3. Metode Pengumpulan DataLangkah pengumpulan data dan analisis terkait keberterimaan, kelayakan dan kuantifikasi TTG:

MasalahDaftar pemilik, mediator dan pengguna TTGPenyampaian MasalahSetiap aktor memberikan jawaban atau rekomendasiTim peneliti mengumpulkan pendapat aktor kemudian mendistribusi kembali ke aktor tersebutTukar menukar informasi di antara aktor Pemilik teknologi memberikan komentar atas pendapat pemilik teknologi yang lain. Dimungkinkan muncul jawaban lain. Tidak ada konsesus Diambil keputusan Ada konsesusSolusi

Gambar 1. Metode pengumpulan data

Masalah terkait kelayakan, keberterimaan dan kuantifikasi TTG permukiman yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, dijabarkan ke dalam definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi operasional diterjemahkan dalam panduan penggalian data yang dapat berbentuk pertanyaan wawancara ataupun kuesioner. Tim peneliti melakukan rekapitulasi pemilik TTG permukiman beserta produk yang dihasilkan, mediator difusi TTG dan konsumen pengguna TTG. Penyampaian Masalah, masalah yang disampaikan adalah keinginan dari pemilik TTG, yang dibandingkan dengan kenyataan dari hasil difusi TTG. Metode penggalian masalah adalah kombinasi antara wawancara terstruktur dan bebas. Setiap aktor memberikan jawaban atau rekomendasi. Setiap pemilik TTG memberikan masukan terkait dengan masalah difusi yang dihadapi oleh Puslitbang Permukiman, terkait penggunaan Teknologi di masyarakat. Tim peneliti mengumpulkan pendapat aktor kemudian mendistribusi kembali ke aktor tersebut. Pendapat dari masing-masing peneliti ditampung untuk kemudian dikembalikan kepada peneliti tersebut. Terjadi tukar menukar informasi di antara aktor pemilik TTG. Pemilik teknologi memberikan komentar atas pendapat pemilik teknologi yang lain. Dimungkinkan muncul jawaban lain. Diambil keputusan terkait dengan tiga instrumen (kelayakan, keberterimaan dan kuantifikasi) dengan menggunakan teknik content analysis. Dari hasil keputusan dicarikan apakah ada/ tidak konsesus Sehingga dapat dimunculkan solusi terbaikPenelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data (informan) yang merupakan kompilasi dari hasil konsultasi publik, FGD, wawancara mendalam maupun pengamatan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang ada hubungannya dengan penyempurnaan kriteria sebagai bahan pelengkap dan pendukung penyempurnaan kriteria. Cara utama yang akan digunakan untuk pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan focus group discussion (FGD). Di samping itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan observasi lapangan dan telaah terhadap dokumen-dokumen sekunder (studi literatur).1. Wawancara Mendalam (depth interview), yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan bercakap-cakap antara pengumpul data dengan pemberi informasi. Wawancara dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun. Pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan yang mengarahkan pembicaraan pada data yang dibutuhkan. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci, yaitu orang-orang tertentu yang dianggap sangat mengerti dan memahami permasalahan dalam konteks penelitian ini. Informan kunci tersebut adalah pihak pemilik teknologi, penciptanya dan user yang menggunakan teknologi tersebut. 2. Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), yaitu mengumpulkan para informan dan tim peneliti dalam satu acara diskusi untuk menggali data dan informasi kualitatif. Pada kegiatan ini, salah satu anggota tim bertindak sebagai moderator dan beberapa anggota tim yang lain berperan sebagai pencatat proses/ hasil diskusi, baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman suara atau audiovisual. Peserta diskusi adalah seluruh informan kunci dalam penelitian. Diskusi dilaksanakan di tempat dan waktu yang nyaman, sehingga memberikan keleluasaan bagi informan kunci untuk menyampaikan permasalahan, pemikiran, dan tanggapannya terhadap pendapat peserta lain. Moderator mengarahkan diskusi dengan topik diskusi dan daftar pertanyaan. Pencatat proses diskusi dilengkapi dengan alat tulis, laptop, alat perekam suara dan alat perekam audiovisual. Alasan dipilihnya diskusi kelompok terarah adalah untuk: Memberi kesempatan kepada peserta saling berinteraksi untuk mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak diperoleh dengan wawancara mendalam Memberi kesempatan peserta mengungkapkan wawasannya mengenai persepsi, kondisi dan harapan terhadap teknologi tersebut. Mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas; Mengumpulkan data secara lebih efektif dan efisien.Meskipun demikian, metode ini juga memiliki resiko yaitu peserta merasa kurang nyaman dan aman untuk menyampaikan pendapatnya karena dikhawatirkan beresiko konflik dengan peserta lain. Hal ini dapat terjadi bila peserta yang hadir tidak dalam kedudukan yang setara, misalnya atasan dan bawahan. Untuk mengantisipasi resiko tersebut, metode FGD harus diimbangi dengan wawancara mendalam untuk menggali data yang sifatnya lebih kontradiktif dengan stakeholder lain.3. Pengamatan (observasi) lapangan, yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung kepada obyek penelitian. Menurut Soeratno & Lincolin Arsyad (1993), pengamatan atau observasi merupakan cara pengumpulan data dengan jalan melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Teknik observasi biasanya dilakukan bersamaan dengan teknik lain untuk mengamati keadaan fisik, lokasi atau daerah penelitian secara sepintas lalu (on the spot) dan dengan melakukan pencatatan seperlunya. Observasi dilakukan dengan mengamati potensi bahan baku, potensi sumber daya manusia sebagai podusen, potensi keberlanjutan bahan baku, proses pengenalan teknologi, proses dan pelatihan dalam alih teknologi. 4. Studi kepustakaan, yaitu menelaah berbagai rujukan konseptual dan teoritis bagi keseluruhan proses kegiatan, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, dan analisis data, diharapkan diperoleh melalui studi kepustakaan, agar kesahihan hasil kegiatan dapat dipertanggungjawabkan. Studi kepustakaaan juga dilakukan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku yang terkait dengan mekanisme difusi TTG serta potensi dan kebijakan pengembangan teknologi tersebut.

3.4. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu tahap identifikasi (sesuai dengan kondisi & karakteristik data lapangan); kategorisasi (pengelompokkan data lapangan); interpretasi (menterjemahkan setiap hasil pengelompokkan menjadi sebuah pernyataan), dan penarikan kesimpulan (Neuman, 1997).Penjelasan prosedur analisis data adalah sebagai berikut : Tahap IdentifikasiData primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, observasi lapangan, wawancara mendalam, dan FGD diidentifikasi berdasarkan pokok-pokok permasalahannya. Pada tahap ini dilakukan screening terutama terhadap data yang tidak relevan/kurang sesuai dengan kebutuhan. Tahap KategorisasiDiterapkan pada saat data yang sudah teridentifikasi, kemudian dikelompok-kelompokkan antara satu dengan yang lain sehingga diperoleh kelompok-kelompok data yang menjadi satuan analisis. Tahap InterpretasiDiterapkan ketika data yang sudah dikategorisasi kemudian dilakukan pengaitan antara satu dengan lain untuk selanjutnya dilakukan interpretasi (penafsiran). Dalam penelitian ini data- data yang sudah di kategorisasikan dimaknai sebagai alat untuk menarik kesimpulan Tahap Penarikan KesimpulanDigunakan ketika data yang sudah diinterpretasi, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari arah kebijakan dan strategi pengembangan sebagai acuan/rekomendasi untuk merumuskan alternatif solusi dari indikator yang ada mengacu pada realitas dan interpretasi di lokasi penelitian.

3.5. Strategi Validasi Temuan Penelitian Penelitian kualitatif dipandang oleh beberapa pihak sebagai penelitian yang subjektif karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan kapasitas para penelitinya. Oleh karena itu, perlu adanya strategi untuk menjaga agar data dan hasil analisis yang dituliskan sebagai dasar pembuatan kebijakan tetap valid. Penelitian ini menerapkan strategi validasi berlapis, mengingat pentingnya hasil penelitian ini bagi banyak stakeholders. Strategi tersebut adalah: Teknik triangulasiValidasi data dilakukan dengan teknik triangulasi, di mana penelitian kualitatif yang menggunakan data kualitatif dilengkapi dengan data kuantitatif sebagai pendukung dan alat untuk memvalidasi temuan penelitian dan hasil analisis. Focus Group Discussion (FGD) Data dan hasil analisis juga akan divalidasi dengan cara pengecekan silang dengan para pemangku kepentingan yang terkait. Pengecekan silang dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) di masing-masing lokasi penelitian. Dalam FGD pengecekan silang ini, masing-masing pemangku kepentingan dapat memberikan tanggapan dan mengoreksi data dan analisis yang dihasilkan dari data tersebut. Pelibatan narasumber dan pakarNarasumber dan pakar dilibatkan dalam penelitian ini sebagai reviewer utama terkait substansi, termasuk data dan hasil analisis. Pada setiap tahap penulisan laporan, narasumber dan pakar akan memberikan masukan dan koreksi sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Review oleh peneliti-peneliti senior dan penentu kebijakan di Puslitbang Sosekling dalam pembahasan laporan penelitianPada setiap tahap pelaporan, hasil penelitian akan dipresentasikan kepada para peneliti senior dan penentu kebijakan di lingkungan Puslitbang Sosekling untuk mendapatkan masukan lisan. Lebih lanjut buku laporan akan dibagikan pada para pejabat untuk mendapatkan masukan tertulis.

3.6. Penarikan sampelKegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi Lingkungan dan Sosial Produk Teknologi Permukiman, melibatkan populasi yang terdiri dari empat aktor sesuai dengan siklus kegiatan difusi TTG (berdasarkan hasil penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2012, yang berjudul Difusi Teknologi Tepat Guna Bambu Laminasi dan Bebak Laminasi) yaitu Pemilik TTG, Produsen, Mediator dan Konsumen. Pemilik TTG dalam penelitian ini adalah Puslitbang Permukiman, unit analisis adalah peneliti penemu TTG tertentu. TTG dapat Biority, HOSE (honai sehat), Mobile Unit, Model MCK plus, Pengembangan Bambu Komposit, pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem Sanita, RISHA, RIKA, Biofil, Biotur dan produk TTG Permukiman yang lain.Produsen TTG dapat berupa pelaku industri, baik yang memiliki kualifikasi industri besar sampai kecil maupun rumah tangga. Jenis produksi TTG Permukiman yang sudah memiliki kualifikasi industri besar contohnya adalah produk Biofil. Jenis produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri kecil contohnya adalah RISHA. Jenis produksi TTG permukiman yang memiliki kualifikasi industri rumah tangga adalah komposter. Mediator TTG Permukiman paling tidak dibagi menjadi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kota atau Kabupaten, dunia usaha serta masyarakat luas. Mediator TTG Permukiman diproyeksikan sesuai dengan keterangan dari pemilik TTG yang telah melakukan upaya difusi TTG. Konsumen TTG Permukiman merupakan pihak penerima manfaat akhir dari keberadaan produk. Dalam hal ini dapat berbentuk perorangan atau keluarga, komunitas masyarakat dan juga instusi organisasi atau kewilayahan.

bisnis

Sumber: Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman, 2012Gambar 2. Pemilihan sampel kajian

Sampel penelitian kualitatif diambil dengan metode purposive. Sampel yang diambil akan dianggap cukup, apabila data atau informasi yang disampaikan telah sama, sehingga menghindari keterangan yang berulang.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. KesimpulanKesimpulan dari kegiatan Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi dan Sosial Produk Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :1. Kebutuhan proker untuk survey kebutuhan teknologi di ditjenSelama ini, program/kegiatan banyak yang merupakan instruksi dari atasan, sedikit ruang inisiatif peneliti, sehingga peneliti dalam posisi yang sulit untuk menyeleksi teknologi yang akan diriset.2. Keberterimaan paradigma baruBussiness plan dipahami sebagai sebuah kebutuhan untuk membantu peneliti mencapai tidak hanya output tetapi juga outcome tetapi juga mempertinggi hasil dari investasi puskim. Juga dipakai untuk memprioritaskan program.3. Hubungan antara proses riset dan kedalaman bussiness plan (sistem inovasi balitbang)Perlu dikaitkan proses riset di puslitbang ABC (penetapan judul, uji lab, uji lapangan, launching, evaluasi), dengan kebutuhan dan kedalaman bussiness plan. Dan hal ini terintegrasi dalam sebuah sistem. 4. Fungsi bussiness plana. Integrasi pemikiran dan mensistematisasi gagasan dan upaya peneliti untuk mengembangkan pasar dari teknologi yang diteliti.b. Media komunikasi yang mampu menjembatani semua stakeholder (pemerintah, swasta, pemda dan komunitas).c. Value for money investasi 100 juta kembali 200 jutad. Komersialisasi khususnya sebelum dilakukan launching.e. Membantu peneliti mencapai tidak hanya output, tetapi juga outcome5. Pembagian perana. Puslitbang sosekling dan puslitbang ABC, terkait bussiness plan dan follow up bussiness plan.b. Pembagian peran antara bidang proker (kerjasama) dengan penelitic. Pembagian peran antara peneliti dengan mitra usahanya6. Complete bussiness plan dilengkapi dengan panduan pengisiana. Ringkasan eksekutif: penerima manfaat (user), kebutuhan, benefit, masalah yang ditimbulkan, keunikan b. Deskripsi Perusahaanc. Target Pasard. Kompetisie. Strategi Pemasarandan Penjualanf. Operasional Bisnisg. Struktur Manajemenh. Perkembangan Bisnis Ke Depani. Finansial7. Quick bussiness planCara pandang dari respon, bukan waktu pengisian, 8. Evaluasi bussiness planPerlu formalisasi bussiness plan, untuk itu diperlukan sebuah format penilaian kelayakan bussiness plan. Termasuk siapa yang melakukan dan menandatangani bussiness plan.9. Otomasi (software)User friendly, spreadsheet, otomasi kelayakan10. Kompetensi peneliti untuk menyusun bussiness planBagaimana membantu peneliti untuk menyusun bussiness plan (peningkatan kompetensi atau outsourcing)

6.2. RekomendasiRekomendasi yang dapat diberikan dari hasil Kajian Kuantifikasi Nilai Ekonomi dan Sosial Produk Teknologi Permukiman ini adalah sebagai berikut :1. Pengadaan pelatihan penyusunan businessplan untuk peneliti di lingkungan Puslitbang Permukiman2. Penyusunan regulasi agar setiap peniliti dengan produk yang bernilai ekonomis wajib menyertakan produknya dengan businessplan3. Perlu pembuatan software untuk menyusun businessplan dengan mudah khusus untuk peneliti di Puslitbang Permukiman

Laporan Akhir

Peningkatan Kapasitas Adaptasi Masyarakat Daerah Rentan Air Minum dan Sanitasi terkait Dampak Perubahan Iklim

TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangKenaikan suhu menyebabkan frekuensi pemanasan ekstrim semakin meningkat dengan pertumbuhan populasi mengakibatkan pertambahan kebutuhan akan air, beberapa tempat di dunia menjadi lebih kering dalam beberapa musim, jika pola ini berlanjut, keterbatasan sumber air akan semakin parah.Perubahan iklim terkait perubahan presipitasi dan tinggi muka air laut dan menyebabkan kualitas dan pengolahan air di perkotaan, intrusi air garam, dapat terjadi lebih sering terjadi dan mengkontaminasi air tanah dan permukaan hal ini dapat mengurangi suplai air minum dan menyebarkan polutan berbahaya melalui sistem pengelolaan air.Panas yang ditimbulkan bangunan dan jalan menyebabkan pemanasan kota di pulau, pemanasan ini menyebabkan peningkatan suhu di air sungai dan telaga. Dapat meningkatkan polusi air termasuk polusi suhu yang meningkatkan jumlah algal dan bakteri dan jamur yang terkandung di dalam air. Hal ini yang meningkatkan biaya menyediakan air bersih siap minum.Dampak perubahan iklim pada kehidupan juga tergantung pada lokasi geografis peri kehidupan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya perbedaan tingkat kerentanan perubahan iklim yang dihadapi masyarakat yang tinggal di berbagai konteks kehidupan pada lokasi spesifik.Resiko yang harus dikurangai dengan adaptasi dapat secara langsung, seperti bahaya banjir yang besar atau lebih sering, intensitas dan atau badai yang lebih sering dari gelombang panas; dampak tidak langsung seperti efek negatif dari perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan atau suplai makanan (dan hanya) akses pada kebutuhan air pada kebutuhan konsumsi untuk air minum dan sanitasi. Kovats S, dkk, 2008 menyebutkan Iklim merupakan penentu utama ketersediaan air. Ketersediaan air tergantung pada waktu dan volume curah hujan. Beban penyakit saat ini sebagai akibat dari kurangnya akses terhadap air dan sanitasi telah lama diakui, khususnya tingkat kematian bayi yang sangat tinggi dari di daerah perkotaan. Dalam kajian yang sama disebutkan, Aspek sosial dan ekonomi terkait kurangnya akses ke peningkatan air di tingkat rumah tangga. Kota-kota di beberapa negara berpenghasilan rendah telah mengalami kegagalan dalam menyediakan pasokan air karena peristiwa kekeringan ekstrim. Akses terhadap air di dalam kota tidak merata, dan setiap penurunan pasokan cenderung memiliki dampak yang lebih besar pada populasi miskin. Perubahan iklim dapat mempengaruhi pasokan air untuk populasi di kota-kota melalui berbagai mekanisme.Hasil Penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman di Tahun Anggaran 2012, menghasilkan rumusan penghitungan kemampuan adaptasi di berbagai tingkat entitas masyarakat. Kapasitas adaptasi yang dimiliki dapat diukur, dan perlu kemudian untuk ditingkatkan. Perhatian perlu dilihat terutama di daerah yang memiliki tingkat kerentanan air dan sanitasi yang terkait perubahan iklim. B. Pertanyaan Penelitian Apakah model dapat berlaku di tempat lain, dengan karakter masyarakat dan sektor yang berbeda (air minum dan sanitasi)? Apakah model sudah cukup lengkap menggambarkan perubahan iklim dan kesiapan masyarakat? C. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian adalah untuk menguji kesesuaian komponen model kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat. Tujuan penelitian adalah tersusunnya Model kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang merupakan dasar untuk penyusunan strategi adaptasi.D. KeluaranKeluaran yang dihasilkan dalam kegiatan ini adalah 1 (satu) buah Model kesiapan Adaptasi Perubahan Iklim oleh Masyarakat dalam sektor Air Minum yang berisi tentang faktor-faktor determinan dan interaksi faktor tersebut untuk menghasilkan masyarakat yang diharapkan siap beradaptasi.E. Lokasi Lokasi dipilih dengan menggunakan dasar peta kerentanan kekeringan yang dikeluarkan oleh World Bank, dengan memperhatikan kriteria pemilihan lokasi penelitian tahun 2012. Lokasi penelitian adalah di Serang, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.F. ManfaatPenelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Dirjen Cipta Karya, Puslitbang Permukiman dan Pemerintah Daerah untuk mengukur tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim sektor air minum dan sanitasi.

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis tematikPenelitian kualitatifPerumusan masalahNomologi Diskriminan KovergenKonsepKriteriaKandungan Konsistensi internalBentuk AlternatifPengujian/ Uji ulangKemampuan GeneralisasiValiditasKeandalanSkala indeks Penelitian 2012Uji modelInstrumen adaptasi perubahan iklim sektor air minumPenelitian kuantitatifInstrumen kesiapan masyarakatFaktor determinanKerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir PenelitianPendekatan Penelitian dilakukan dengan menggunakan penggabungan teori dasar terkait kesiapan masyarakat dan kerentanan perubahan iklim. Teori terkait kesiapan membagi kelompok populasi menjadi 3 tataran, yaitu individu/keluarga, komunitas dan lembaga/institusi. Teori terkait kerentanan perubahan iklim membagi kelompok indikator menjadi 3 bagian, yaitu kapasitas adaptasi, paparan dan sensitifitas. Model dikembangkan untuk dapat menemukan tingkat kesiapan dan kerentanan dari wilayah yang diukur. Dari perbandingan wilayah yang diukur, ditemukan hasil tingkat kapasitas adaptasi di wilayah yang tidak mengalami kelangkaan air adalah rendah, demikian sebaliknya di daerah yang mengalami kelangkaan air. Tingkat paparan di wilayah penelitian cenderung mengarah ke rentan, dan tingkat sensitifitas lebih ditentukan ada-tidaknya kesepakatan institusional, terkait program-program air bersih. Pada tahun pertama penelitian telah menemukan koefisien regresi estimasi masing-masing variabel. Koefisien digunakan untuk membangun indeks dari kapasitas adaptasi di wilayah penelitian. Dengan menggunakan data regresi, indeks merupakan alat prediksi yang baik untuk penilaian kerentanan perubahan iklim, dapat juga digunakan sebagai alat ukur bagi variabel determinan dari sensitifitas dan kerentanan. Pada tahun kedua dilaksanakan uji model dengan mengujikan model di wilayah lain dengan karakter serupa, dan menambahkan sektor sanitasi untuk validitas model.

VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL KESIAPAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM AKIBAT PEMANASAN GLOBALValidasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan representasi berarti dan akurat dari sistem nyata? (Hoover dan Perry, 1989); validasi adalah penentuan apakah mode konseptual simulasi (sebagai tandingan program komputer) adalah representasi akurat dari sistem nyata yang sedang dimodelkan (Law dan Kelton, 1991).

Data dan analisispemrogramanMenjalankan modelKirim hasil ke manajemenvalidasiverifikasivalidasiModel kredibel terbentukSystem nyataModel konseptualProgram simulasiHasil benar tersediaImplementasi hasil

Gambar 2. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibelAturan Verifikasi Dan Validasi Dalam SimulasiKetika membangun model simulasi sistem nyata, kita harus melewati beberapa tahapan atau level pemodelan. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1, pertama kita harus membangun model konseptual yang memuat elemen sistem nyata. Dari model konseptual ini kita membangun model logika yang memuat relasi logis antara elemen sistem juga variabel eksogenus yang mempengaruhi sistem. Model kedua ini sering disebut sebagai model diagram alur. Menggunakan model diagram alur, lalu dikembangkan program komputer, yang disebut juga sebagai model simulasi, yang akan mengeksekusi model diagram alur.Pengembangan model simulasi merupakan proses iteratif dengan beberapa perubahan kecil pada setiap tahap. Dasar iterasi antara model yang berbeda adalah kesuksesan atau kegagalan ketika verifikasi dan validasi setiap model. Ketika validasi model dilakukan, kita mengembangkan representasi kredibel sistem nyata, ketika verifikasi dilakukan kita memeriksa apakah logika model diimplementasikan dengan benar atau tidak. Karena verifikasi dan validasi berbeda, teknik yang digunakan untuk yang satu tidak selalu bermanfaat untuk yang lain.Baik untuk verifikasi atau validasi model, kita harus membangun sekumpulan kriteria untuk menilai apakah diagram alur model dan logika internal adalah benar dan apakah model konseptual representasi valid dari sistem nyata. Bersamaan dengan kriteria evaluasi model, kita harus spesifikasikan siapa yang akan mengaplikasikan kriteria dan menilai seberapa dekat kriteria itu memenuhi apa yang sebenarnya.Tabel 3. Hal yang harus diperhatikan dalam verifikasi dan validasi

Prinsip Pemodelan Simulasi Valid:ModelVerifikasiValidasi

Konseptual Apakah model mengandung semua elemen, kejadian dan relasi yang sesuai?

Apakah model dapat menjawab pertanyaan pemodelan?

Logika Apakah kejadian direpresentasikan dengan benar?Apakah mode memuat semua kejadian yang ada pada model konseptual?

Apakah rumus matematika dan relasi benar?

Apakah ukuran statistik dirumuskan dengan benar?Apakah model memuat semua relasi yang ada dalam model konseptual?

Komputeratau simulasiApakah kode komputer memuat semua aspek mode logika?Apakah model komputer merupakan representasi valid dari sistem nyata?

Apakah statistik dan rumus dihitung dengan benar?Dapatkah model komputer menduplikasi kinerja sistem nyata?

Apakah model mengandung kesalahan pengkodean?Apakah output model komputer mempunyai kredibilitas dengan ahli sistem dan pembuat keputusan?

Sumber : http://ocw.gunadarma.ac.id/course/industrial-technology/informatics-engineering-s1/pemodelan-dan-simulasi/verifikasi-dan-validasi-sistem-pemodelan

Praktisi simulasi harus dapat menentukan aspek apa saja, dari system yang kompleks, yang perlu disertakan dalam model simulasi. Petunjuk umum dalam menetukan tingkat kedetailan yang diperlukan dalam model simulasi:1. Mendefinisikan variable prinsip pemodelan simulasi valid:2. Mengilangkan model-model tidak valid secara universal3. Memanfaatkan pakar dalam analisis sensitivitas untuk membantu menentukan level deteil model Berikut adalah rincian langkah-langkah dalam verifikasi dan validasi model1. Validasi Model KonseptualValidasi model konseptual adalah proses pembentukan abstraksi relevan sistem nyata terhadap pertanyaan model simulasi yang diharapkan akan dijawab. Tidak ada metode standar untuk validasi model konseptual, kita hanya akan melihat beberapa metode yang berguna untuk validasi. Pada umunya model konseptual tidak dapat memasukkan semua detil sistem nyata, melainkan hanya elemen yang relevan dengan pertanyaan yang diharapkan akan dijawab. Dalam pembuatan model konseptual, semua kejadian, fasilitas, peralatan, aturan operasi, variabel status, variabel keputusan dan ukuran kinerja harus jelas diidentifikasikan dan akan menjadi bagian dari model simulasi. Kita juga harus mengidentifikasikan dengan jelas semua elemen yang tidak akan dimasukkan dalam model simulasi. Analis simulasi, pengambil keputusan dan manajer harus bergabung untuk memutuskan berapa banyak sistem nyata harus dimasukkan untuk menghasilkan representasi valid sistem nyata.Berikut adalah model konseptual yang dilakukan oleh tim peneliti untuk memasukan elemen yang relevan (system nyata) dengan mengidentifikasikan secara jelas semua elemen sehingga menghasilkan representasi valid system nyata.

MulaiStudi Pustaka Penetuan Tingkat Kesiapan MasyarakatKUALITATIF (Studi Kasus)Analisis TematikPrimerMENGGALI INFORMASI SekunderTahap 1: Mengidentifikasi Teori Kesiapan dengan Catatan LapanganTahap 2: Memberikan Codding pada Topik-Topik Pembicaran PentingTahap 3: Melakukan VerifikasiTahap 4: Membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.

HASIL 1:MENGHASILKAN FAKTOR DETERMINANT (TEMA) YANG DIDUGA MEMPENGARUHI KESIAPAN MASYARAKAT

Gambar 3. Tahapan Pembuatan Model Konseptual

Dua filosofi yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak sistem nyata harus dimasukkan dalam model simulasi:a. Masukkan semua aspek sistem yang dapat mempengaruhi perilaku sistem dan menyederhanakan model begitu dapat memahami elemen relevan sistem.b. mulai dengan model sederhana sistem dan biarkan model berkembang semakin kompleks sejalan degan semakin jelasnya eleme-elemen sistem yang harus dimasukkan dalam model untuk menjawab pertanyaan.Kita juga percaya bahwa filosofi berikut ini juga perlu diikuti :c. Keluarkan usaha dan waktu yang lebih banyak dengan mereka yang lebih memahami sistem nyata, identifikasikan semua elemen yang akan memberikan dampak signifikan akan jawaban pertanyaan model yang diharapkan akan dijawab.Hasil yang diperoleh dibuat dalam 2 model konseptual, yaitu:a. Adaptive capacity refers to the ability to anticipate and transform structure, functioning, or organization to better survive hazards (Saldaa-Zorrilla, 2007). 1) Kesiapan IndividuNoKonstrak PenelitianDimensi Konstrak

1Karakteristik respondenUsia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Pendapatan

2Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

3Kesiapan sikapDukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

4Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air sehari-hariJumlah dan jenis air yang dimiliki keluarga

Ketersediaan sumber air yang dimiliki keluarga

Kesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baik

Kesediaan membayar untuk mendapatkan sumber air

Kesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutin

Perubahan sumber air berdasarkan musim

5Status penyakait karena masalah airKondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air

6Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air saat musim langka airTerjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber air

Terjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka air

Terjadi kebiasaan menyimpan air

Penambahan pengeluaran biaya

Persiapan menghadapi perubahan musim langka air

Mengurangi kegiatan saat musim langka air

Munculnya konflik saat musim langka air

Menderita sakit

7Perilaku pemanfaatan air untuk usahaKebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam kehidupan keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi

2) Kesiapan KomunitasNoKonstrak PenelitianDimensi Kontrak

1Karakteristik respondenUsia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Pendapatan

Kedudukan tokoh dan lamanya menjabat di Masyarakat

2Kearifan lokalPengetahuan lokal

Mempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan Lokal

Mengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami

Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial

3Pengelolaan air pada musim langka airPerubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber Air

Perbedaan Cara Memperoleh Air

Upaya Mengatasi Kelangkaan Air

Upaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)

4Keterlibatan komunitas dalam organisasiTerlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas Umum

Keinginan Membayar terhadap Out Put Proyek

Terlibat dalam Pemeliharaan Fisik

5KepemimpinanMempunyai Visi

Cara Memilih Pemimpin

Cara Memilih Pengurus

Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota

Cara Pengambilan Keputusan

Cara Berinteraksi dengan Anggota

Melakukan Evaluasi

Melakukan Monitoring

6

Keberadaan organisasiPenunjukkan Pengurus Organisasi

Adanya Aturan Untuk Masyarakat dalam PAB

Adanya Pemeliharaan Rutin Sarana Air Bersih

Adanya Struktur Organisasi

Membuat AD/ART

3) Kesiapan KelembagaanNoKonstrak PenelitianDimensi Kontrak

1Jaringan Upaya dari suatu lembaga di masyarakat untuk menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga lain

2Ketersediaan informasiBanyaknya informasi yang diperoleh lembaga dalam 6 bulan terakhir

Menyampaikan informasi kepada warga dan mudah untuk dijangkau

3Saluran/ channel komunikasiBanyaknya saluran komunikasi yang ada di masyarakat

Penanganan terhadap pengaduan memuaskan

4Kesepakatan program dan dukungan kebijakan tentang penyediaan air bersihMengikuti musyawarah

Mempunyai catatan kesepakatan

Mencari pendanaan

Memiliki rencana pembangunan air bersih tertulis

Masyarakat mengetahui program-program air bersih kelompok

Masyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintah

Pemerintah melakukan pembinaan

Mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PAB

Puas terhadap pelayanan PAB pemerintah

Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah

5Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunal

Layanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahun

Keinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunal

Adanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

b. The propensity or predisposition to be adversely affected. Vulnerability is a function of the character, magnitude, and rate of climate change and variation to which a system is exposed, its sensitivity, and its adaptive capacity (IPCC, 2007c, p. 883).1) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat paparan subjek dari variabilitas iklim atau aset yang dapat terdampak bencana perubahan iklimNoKonstrak PenelitianDimensi Kontrak

1Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air saat musim langka airTerjadinya perubahan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumber air

Terjadinya pembatasan penggunaan air saat musim langka air

Terjadi kebiasaan menyimpan air

Penambahan pengeluaran biaya

Persiapan menghadapi perubahan musim langka air

Mengurangi kegiatan saat musim langka air

Munculnya konflik saat musim langka air

Menderita sakit

2Pengelolaan air pada musim langka airPerubahan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Sumber Air

Perbedaan Cara Memperoleh Air

Upaya Mengatasi Kelangkaan Air

Upaya Untuk Aspek Pengelolaan (Tata Atur)

2) Variabel yang dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas yang terkait dengan perubahan ketersediaan air minumNoKonstrak PenelitianDimensi Kontrak

1Kesiapan perilaku masyarakat dalam penggunaan air sehari-hariJumlah dan jenis air yang dimiliki keluarga

Ketersediaan sumber air yang dimiliki keluarga

Kesediaan mengeluarkan biaya untuk berganti sumber air yang lebih baik

Kesediaan membayar untuk mendapatkan sumber air

Kesediaan mengeluarkan biaya untuk merawat instalasi sumber air secara rutin

Perubahan sumber air berdasarkan musim

2Status penyakait karena masalah airKondisi dimana ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit karena masalah air

3Perilaku pemanfaatan air untuk usahaKebiasaan atau perbuatan masyarakat terkait dengan pemanfaatan air dalam kehidupan keluarga untuk meningkatkan status sosial ekonomi

4Kesepakatan program dan dukungan kebijakan tentang penyediaan air bersihMengikuti musyawarah

Mempunyai catatan kesepakatan

Mencari pendanaan

Memiliki rencana pembangunan air bersih tertulis

Masyarakat mengetahui program-program air bersih kelompok

Masyarakat mengetahui program-program air bersih pemerintah

Pemerintah melakukan pembinaan

Mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah daerah tentang PAB

Puas terhadap pelayanan PAB pemerintah

Bersedia mematuhi kebijakan pemerintah terkait air bersih di daerah

5Manfaat Semua KK telah memanfaatkan sumber air bersih komunal

Layanan sumber air bersih komunal dapat terjangkau sepanjang tahun

Keinginan dan kelancaran membayar masyarakat terhadap output fasilitas komunal

Adanya usaha untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih

3) Variabel yang dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi menghadapi perubahan iklim (Data adaptif kapasitis) NoKonstrak PenelitianDimensi Kontrak

1Karakteristik respondenUsia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Pendapatan

2Pengetahuan Pengetahuan tentang kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

3Kesiapan sikapDukungan responden untuk memberi respon positif atau negatif terhadap kesiapan masyarakat dalam menghadapi permasalahan perubahan ketersediaan sumber daya air akibat perubahan iklim

4Kearifan lokalPengetahuan lokal

Mempunyai dan Menjalankan Keterampilan dan Kearifan Lokal

Mengetahui dan Menggunakan Sumber Air Alami

Mempunyai dan Mematuhi Peran Sosial

5Keterlibatan komunitas dalam organisasiTerlibat dalam Pembuatan Sarana Fasilitas Umum

Keinginan Membayar terhadap Out Put Proyek

Terlibat dalam Pemeliharaan Fisik

6Kepemimpinan

Mempunyai Visi

Cara Memilih Pemimpin

Cara Memilih Pengurus

Cara Mendelegasikan Tugas Kepada Anggota

Cara Pengambilan Keputusan

Car