Top Banner
1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis dari saluran pernafasan 1.1. Anatomi makroskopis saluran pernafasan bagian atas Sistem pernafasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari Rongga hidung –Nasopharynx Oropharynx Laryngopharynx. Sedangkan Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari Trakea dan Paru-paru (bronkus, bronkiolus, dan alveolus) Anatomi sistem pernafasan atas terdiri dari : 1. Hidung 2. Tenggorokan (Nasofaring, Orofaring, Laringofaring ) Skema anatomi pernafasan bagian atas dalam proses respirasi : 1. Pertama-tama pada waktu inspirasi, uadara masuk melalui kedua nares anterior verstibulum nasi cavum nasi yang dibatasi oleh septum nasi 2. Lalu udara keluar dari cavum nasi nares posterior (choanae) masuk ke nasofaring 3. Setelah itu masuk orofaring, ketika itu epiglotis membuka aditus laringis (pintu laring) dan dilanjutkan ke laring ( saluran nafas bawah )
51

rhinitis alergi

Oct 27, 2015

Download

Documents

rhinitis alergi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: rhinitis alergi

1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis dari saluran pernafasan

1.1. Anatomi makroskopis saluran pernafasan bagian atas

Sistem pernafasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.

Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari Rongga hidung –Nasopharynx – Oropharynx Laryngopharynx. Sedangkan Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari Trakea dan Paru-paru (bronkus, bronkiolus, dan alveolus)

Anatomi sistem pernafasan atas terdiri dari :

1. Hidung

2. Tenggorokan (Nasofaring, Orofaring, Laringofaring )

Skema anatomi pernafasan bagian atas dalam proses respirasi :

1. Pertama-tama pada waktu inspirasi, uadara masuk melalui kedua nares

anterior verstibulum nasi cavum nasi yang dibatasi oleh septum

nasi

2. Lalu udara keluar dari cavum nasi nares posterior (choanae)

masuk ke nasofaring

3. Setelah itu masuk orofaring, ketika itu epiglotis membuka aditus

laringis (pintu laring) dan dilanjutkan ke laring ( saluran nafas bawah )

Page 2: rhinitis alergi

o Anatomi hidung

Terdiri dari tulang (os nasal), tulang rawan (cartilago) dan otot

Nares anterior atau apertura nasales anterior (lubang hidung)

Vestibulum nasi = tempat nares anterior, terdapat cilia yang kasar yang

berfungsi sebagai saringan udara yang masuk waktu inspirasi (saringan

udara)

Cavum nasi = rongga hidung

Septum nasi = sekat hidung. Yang berasal dari tulang dan cartílago

yaitu : Cartilago septi nasi – Os comer – Lamina parpendicularis os

ethmoidalis

Nares posterior atau apertura nasales posterior

Choanae = lubang keluar pada nares posterior dan dilanjutkan ke

nasofaring

Dinding superior rongga hidung sangat sempit yang dibentuk oleh

lamina cribroformis ethmoidalis, yang memisahkan rongga tengkorak

dengan rongga hidung dan dinding inferior rongga hidung dibentuk

oleh os maxilla dan os palatinum

Dalam cavum nasi terdapat conchae nasales ( tonjolan yang terbentuk

dari tulang tipis dan ditutupi oleh mucosa yang dapat mengeluarkan

lendir

Dalam cavum nasi terdapat 3 conchae nasales yaitu : conchae nasales

superior, media dan inferior

3 buah saluran keluaran cairan melalui yaitu : meatus nasales superior,

media dan inferior

Page 3: rhinitis alergi

Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui “

ductus nasolacrimalis” tempat keluarnya air mata ke hidung melalui

meatus inferior

Pada nasofaring terdapat hubungan antara hidung dengan rongga

telinga melalui O.P.T.A ( Osteum Pharyngeum Tub Audtiva) yang

dikenal dengan Eustachii

Pada tulang neurocranium dan splanchnocranium terdapat rongga-

rongga yang disebut sinus. Sinus-sinus yang berhubungan dengan

cavum nasi dikenal dengan sinus-sinus paranasalis : sinus

sphenoidalis- sinus frontales – sinus maxillaris – sinus ethmoidalis

Persarafan hidung terdiri dari saraf sensorik dan sekremotorik hidung

Nervus opthalmicus(v1) = untuk bagian depan dan atas cavum nasi

saraf sensorik

Ganglion sfenopalatinum = untuk mukosa hidung

Ganglion pterygopalatinum = untuk daerah nasofaring dan konka

nasalis saraf sensorik

Nervus olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribosa

ethmoidalis

Untuk sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mukosa

hidung septum dan konka nasalis

Serabut-serabut N. Olfactorius hanya untuk fungsional penciuman

Page 4: rhinitis alergi

Vaskularisasi hidung berasal dari cabang-cabang A. Opthalmica dan

A.Maxillaris Interna yang mencabangkan :

1.) a. Ethmoidalis antrior dengan cabang-cabangnya a. Nasalis

externa dan lateralis, a. Septalis anterior

2.) a. Ethmoidalis postrior dengan cabang-cabangnya a. Nasalis

posterior lateralis dan septal, a. Palatinus majus

3.) a. Sphenopalatinum cabang a. Maxillaris interna

Ketiga pembuluh darah diatas pada mukosa hidung membentuk

anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan ” plexus

kisselbach”. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/ infeksi sehingga

sering menjadisumber epistaxis ( pendarahan hidung)

o Anatomi Nasofaring

Terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius

o Anatomi Orofaring

Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal

lidah

o Anatomi Laringofaring

Terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan

Page 5: rhinitis alergi

1.2. Anatomi mikroskopis saluran pernafasan bagian atas

o Hidung

Terdiri dari 2 rongga, kanan dan kiri yang dibatasi oleh sekat/septum

mediana. Bagian yang lebar disebut vestibulum dan bagian yang kecil di

bagian belakang disebut respirasi. Epitel vestibulum nasi : epitel berlapis

gepeng tanpa lapisan tanduk, folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar

keringat rambut. Epitel respirasi berupa epitel bertingkat torak, bersilia,

bersel goblet.

Ada 3 tonjolan di dalam hidung yaitu :

1. Konka Nasalis Superior.

2. Konka Nasalis Media.

3. Konka Nasalis Inferior terdapat pleksus pembuluh darah.

Alat penghidu :

Reseptor Mukosa Olfaktoria.

Epitel bertingkat torak tanpa sel goblet

Ada 3 sel :

sel penyokong.

sel basal.

sel olfaktorius.

Page 6: rhinitis alergi

Rongga hidung dihubungkan dengan rongga tengkorak melalui sinus

paranasal yang terdiri :

sinus maksilaris

sinus frontalis

sinus etmoidalis

sinus sphenoidalis

Vestibulum: bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.

Di sekitar permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan

kelenjar keringat. Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk

lagi dan beralih menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

Fosa nasalis (Cavum Nasi): dari masing-masing dinding lateral terdapat

concha. Concha media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi

sedangkan concha superior ditutupi epitel olfaktorius khusus. Di dalam

lamina propria concha terdapat plexus vena besar yang dikenal sebagai

badan pengembang (swell bodies).

Mukosa Olfaktorius

Epitel respiratoris yang melapisi cavum nasi adalah epitel bertingkat

silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel olfaktoris dikhususkan sebagai

reseptor penghidu yang epitelnya bertingkat silindris tinggi tanpa sel

goblet. Epitel olfaktoris dijumpai pada atap setiap cavum nasi, pada

masing-masing sisi septum dan pada concha nasal superior.

Epitel Olfaktorius adalah epitel bertingkat silindris tinggi ,terdiri atas tiga

jenis sel berbeda :

Sel Penyokong :sel sustentakular (3) itu panjang dengan inti

lonjongnya yang terletak lenih ke apikalatau superficial pada

epitel.permukaan apeksnya yang lebar mengandung mikrivili halus

yang menonjol ke dalam lapisan mucus permukaan (2); bagian basal

sel-sel ini lebih langsing.

Sel Olfaktoris : adalah neuron bipolar sensoris (4).inti bulat atau

lonjongnya menempati daerah pada epitel yang terletak diantara inti sel

penyokong (3)dan sel basal (5). Apeks olfaktorius itu langsing selalu

mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini adalah silia

Page 7: rhinitis alergi

olfaktoris non-motil dan panjang yang terletakparalel tarhadap

permukaan epitel dalam mucus diata epitel (2); silia ini berfungsi

sebagai reseptor untuk bau.terjulur keluar dari basis selyang langsing

terhadap akson yang masuk ke dalam jaringan ikat lamina propria di

bawahnya (6),tempat mereka bergabung dalam berkas-berkas kecil

nervus olfaktorius tanpa myelin,yaitu fila olfaktoria (14).saraf ini

akhirnya keluar dari cavum nasidan berjalan ke dalam bulbus

olfaktorius otak.

Sel Basal (5) : sel kecil pendek terletak di basis epiteldan diantara basis

sel-sel penyokong dan sel olfaktoris.

o Faring

Faring merupakan suatu tempat diantara rongga mulut dan esofagus.

Bagian bawah faring berfungsi sebagai saluran udara dan makanan. Faring

terbagi menjadi 3 yaitu :

Nasofaring

Orofaring

Laringofaring

Epitel yang membatasi nasofaring merupakan epitel bertingkat silindris

bersilia atau epitel berlapis gepeng yang mengalami pergesekan yaitu tepi

belakang pallatum molle dan dinding belakang faring tempat kedua

permukaan tersebut mengalami kontak langsung sewaktu menelan.

o Laring

Laring merupakan saluran yang menghubungkan faring dengan trakea.

Peranan dalam pembentukan suara.terdiri dari tulang rawan hialin dan

tulang rawan elastin. Terdapat pita suara.epitel berlapis gepeng tanpa zat

tanduk,bila berhadapan dengan organ lidah. Epitel respirasi bila

berhadapan dengan faring. Didalam lamina propria juga terdapat tulang

rawan laring.tulang rawan lebih besar (thyroid, krikoid, dan kebanyakan

arytenoid) merupakan tulang rawan hialin. Tulang rawan lebih kecil

(epiglotis, kuneiform, kornikulatum, ujung aritenoid) merupakan tulang

rawan elastin.

Page 8: rhinitis alergi

2. Memahami dan menjelaskan secara fisiologis mekanisme saluran pernafasan

Sistem Respirasi Manusia

Respirasi dibedakan menjadi 2, yaitu :

A. Respirasi Eksternal

Mencakup langkah-langkah yang terlinat dalam pertukaran O2 dan CO2 antara

lingkungan eksternal dan jaringan.

Ventilasi : pertukaran gas antara atmosfer dan alveolus di paru

Difusi : pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan

darah dalam kapiler paru

Perfusi : transportasi O2 dan CO2 antara paru dan jaringan oleh

sistem pembuluh darah

Pertukaran O2 dan CO2 antara darah kapiler jaringan dengan sel

jaringan melalui proses difusi

B. Respirasi Internal

Mengacu kepada reaksi-reaksi metabolik intrasel yang terjadi di dalam

mitokondria, yang melibatkan pemakaian O2 untuk menarik energi (ATP) dari

makanan dan menghasilkan CO2.

2.1. Penghiduan

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapatmencapai daerah ini dengan cara difusi dengan

selaput lendir atau bila menarik nafasdengan kuat

2.2. Tahanan jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke

atassetinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah

nasofaring,sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada

ekspirasi,udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang

samaseperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara

memecah,sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan

bergabungdengan aliran dari nasofaring.

Page 9: rhinitis alergi

2.3. Penyesuaian udara

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk

mempersiapkanudara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini

dilakukan dengan cara : 

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut

lendir.Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan

darilapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknyapembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka danseptum yang

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih37oC.

2.4. Fungsi mukosilia

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu

danbakteri dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasib.

b. Silia

c. Selaput lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

selaput lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

refleks bersin. Selaput lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime

2.5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau.

2.6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molleturun

untuk aliran udara.

Page 10: rhinitis alergi

2.7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Mekanisme Pernafasan

Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan

usaha keras pernafasan yang tergantung pada:

  1.      Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi

paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini

disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekananatmosfir ( 760

mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu

inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat,

tekanan intarpleural dan intaralveolar turun dibawah Tekanan

atmosfirc sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga

dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar

meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.

  2.       Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan

aliran dikenal sebagai copliance.

Ada dua bentuk compliance:

a. Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan

saluran nafas ( airway pressure)sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang

dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O

b. Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure)selama fase

pernafasan. Normal: ±50 ml/cm H2O

Compliance dapat menurun karena:

Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edemaparu, fibrosis paru

Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak

Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

Penurunan compliance akan mengakibatkan meningkatnya usaha/kerja nafas.

Page 11: rhinitis alergi

  3.      Airway resistance (tahanan saluran nafas)

Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas

Atmosfer

O2 CO2

↓ ↓ ( ventilasi atau pertukaran gas antar atmosfer dan alveolus paru)

Alveolus paru

↓ ↓ ( pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah)

O2 CO2 Sirkulasi paru

↑ ↓

Jantung (transportasi O2 dan CO2 antara paru dan jaringan)

↑ ↓

O2 CO2 Sirkulasi sitemik

↓ ↑ ( pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan jaringan)

O2 + makanan → CO2 + H2O + ATP

Sel jaringan

Page 12: rhinitis alergi

Sebelum inspirasi dimulai otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang

mengalir, dan tekanan intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awal

inspirasi, otot-otot inspirasi-diafragma dan otot antariga eksternal terangsang untuk

berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Pada akhir inspirasi, otot-

otot inspirasi melemas; sewaktu melemas diafragma kembali ke bentuknya seperti

kubah.

Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi

akibat penciutan elastic paru saat oyot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan

kontraksi otot atau pengeluaran energy. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena hanya

ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot inspirasi dan menggunakan energi. Untuk

mengosongkan paru secara lebih sempurna dan lebih cepat daripada yang terjadi

selama bernapas tenang, ekspirasi bisa menjadi aktif. Tekanan intra alveolus harus

semakin ditingkatkan di atas tekanan atmosfer dibandingkan dengan yang

ditimbulkan oleh relaksasi otot inspirasi dan penciutan paru. Untuk melakukan

ekspirasi aktif atau paksa, otot ekspirasi harus berkontraksi untuk semakin

mengurangi volume rongga toraks dan paru.

Otot Hasil Kontraksi Otot Waktu Stimulasi untuk Berkontraksi

Otot-otot Inspirasi

Diafragma

Otot-otot antariga eksternal

Otot-otot leher (skalenus, sternokleidomastoideus)

Bergerak turun, meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks

Mengangkat iga kea rah depan dan ke arah luar, memperbesar rongga toraks dalam dimensi depan ke belakang dan sisi ke sisi

Mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks

Setiap inspirasi; otot primer inspirasi

Setiap inspirasi;berperan komplementer sekunder terhadap aksi primer diafragma

Hanya pada saat inspirasi paksa; otot inspirasi tambahan

Page 13: rhinitis alergi

Otot-otot Ekspirasi

Otot-otot abdomen

Otot-otot antariga internal

Meningkatkan tekanan intra abdomen, yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma untuk mengurangi dimensi vertikal rongga toraks

Mendatarkan toraks dengan menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam, menurunkan ukuran depan-belakang dan samping rongga toraks

Hanya pada saat ekspirasi aktif (paksa)

Hanya sewaktu ekspirasi aktif (paksa)

Mekanisme batuk

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang

ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Pada dasarnya

mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase

kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah

udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan

meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan

ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari

sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara reflex sudah terbuka. Setelah

udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup

selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat

sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang

membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan

menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis

tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang

lain.

Page 14: rhinitis alergi

Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.

Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang

ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi

yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka,

yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang

dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase

ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%

3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis Alergi

3.1. Definisi

Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi

hidung yang terjadi setelah paparan alergen melalui inflamasi yang

diperantarai IgE pada mukosa hidung.

3.2. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan

predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan

herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi.

Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain,

seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat

berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap

beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya

berupa serbuk sari atau jamur.

Rinitis alergi perenial (sepanjangtahun) diantaranya debu tungau,

terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae

dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti

kecoa dan binatang pengerat.

Page 15: rhinitis alergi

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta

sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.

Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk tumbuhnya jamur.

Riwayat hobi berkebun/rekreasi ke pegunungan membantu identifikasi untuk

terpaparnya serbuk sari.

Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah

beberapa faktornonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma

yang kuat atau merangsang, perubahan cuaca, dan kelembaban yang tinggi.

3.3. Insidens dan Epidemiologi

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari

pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan.

Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi

dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi,

maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.Peran

lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh

lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah

memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang

masuk bersama udarapernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga,

kutu binatang, jamur, serbuk sari,dan lain-lain.

3.4. Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali

dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri

dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat

(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam

setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar

dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore

Page 16: rhinitis alergi

karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan

dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat

(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase

hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-

48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa

pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel

peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada

tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti

dan sekret kental

Mekanisme Terjadinya Alergi :

Kontak pertama dengan alergen atau sensitisasi dengan cara masuk :

1. Alergan inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan (debu, tungau, jamur, dan lain-lain)

2. Alergen ingestan : masuk ke saluran cerna (susu, telur, cokelat dan lain-lain)

3. Alergan injektan : masuk melalui suntikkan atau tusukan (penisilin dan sengatan lebah )

4. Alergen kontaktan : masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa (kosmetik, perhiasan dan lain-lain)

Page 17: rhinitis alergi

Alergan inhalan, Alergen ingestan, alergan injektan, Alergen kontaktan

Makrofag dan monosit

Tangkap alergen yang menempel di mukosa hidung

PROSES

Antigen membentuk fragmen pendek peptida bergabung dengan HLA kelas 2

Peptida MHC kelas 2

Presentasi ke T helper

Sel penyaji atau APC

Lepas sitokin (IL 1 aktifin Tho jadi Th1 dan Th2)

Th2 menghasilkan sitokin (IL 3,IL 4,IL 5,IL 13)

IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptor di permukaan limfosit B

Sel B aktif

Produksi IGE

Sirkulasi di darah masuk jaringan

Page 18: rhinitis alergi

Diikat reseptor IgE di basofil (aktif sehingga menghasilkan mediator tersensitisasi)

Terpapar kembali dengan alergen

Mastosit dan basofil pecah

Histamin dan newly formed mediators

(prostaglandin D2 ,leukotrien C4, Bradikinin, platelet activating factor dan berbagai sitokin)

Keluar

3.5. Manifestasi Klinis

Gejala rinitis alergi adalah :

1. Bersin berulang ( > 5 kali ) : Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process)

2. Beringus (Rinore) : cairan encer, banyak dan hidung tersumbat

3. Hidung dan mata gatal

4. Kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi)

Vasodilatasi sinusoid : TERSUMBAT

Kelenjar mukosa sel goblet hipereksresi dan permeabilitas kapiler ↑ : RINORE

Merangsang reseptor H1 di ujung saraf vidianus : GATAL PADA HIDUNG

Merangsang mukosa : ICAM 1

Page 19: rhinitis alergi

Pada anak :

1. Hidung tersumbat2. Bayangan mata gelap di bawah mata :dikarenakan stasis vena

sekunder karna obstruksi hidung3. Lingkar hitam dibawah mata (Alergic shiner)4. Anak biasanya menggosok hidung keatas dikarenakan gatal dan

lama kelamaan akan terdapat ALERGIC CREASE (lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung )

5. Hidung pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan

6. Lubang hidung bengkak7. Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis

media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii8. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia

submukosa jaringan limfoid9. Bernafas melaui mulut yang lama yang terlihat sebagai hiperplasia

adenoid10. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: Batuk, sakit kepala,

masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah,

post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu,

mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur

3.6 Klasifikasi Rhinitis alergy

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat

berlangsungnya, yaitu :

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative

ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat

berlangsungnya dibagi menjadi :

Page 20: rhinitis alergi

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang

dari 4 minggu

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4

minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

3.7 Diagnosis Rhinitis alergi

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan adanya trias gejala yaitu beringus (rinorea), bersin dan sumbatan hidung, ditambah gatal hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma, dermatitis atopi, injeksikonjungtiva, dan lain sebagainya).

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting

a. Wajah

o Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan

berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung

o Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease)

yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.

b. Hidung

o Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau

bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi

Page 21: rhinitis alergi

o Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah,

berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.

o Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada

rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.

o Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau

perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.

o Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti

polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.

c. Telinga, mata dan orofaring

o Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran

timpani, air - Fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.

o Pada pemeriksaan mata Akan ditemukan injeksi dan

pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.

d. Leher. Perhatikan adanya limfadenopati

e. Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma

f. Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.

3. Pemeriksaan sitologi hidung.

Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

4. Hitung eosinofil dalam darah tepi.

Page 22: rhinitis alergi

Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal. Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.

5. Uji kulit.

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara, yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.

6. Tes penunjang lainnya

Yang lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen –alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+

Page 23: rhinitis alergi

3.7. Diagnosis banding

Rinitis alergika harus dibedakan dengan:

1. Rinitis vasomotor

2. Rhinitis bacterial

3. Rinitis virus

4. Influenza (Flu)

3.8. Penatalaksanaan

Terapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu:

Page 24: rhinitis alergi

o Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa

hidung. Tahapan ini diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab.

o Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa

menuju IgE pada permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan imunoterapi.

o Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai

akibat lebih lanjut reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir dengan obat – obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor H1 dengan histamin.

o Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai

dengan timbulnya gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau lokal.

Secara garis besar penatalaksanaan rinitis terdiri dari 3 cara, yaitu:

Menghindari atau eliminasi alergen dengan cara edukasi,

farmakoterapi, dan imunoterapi, sedangkan tindakan operasi kadang

diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis dan polip hidung.

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan

dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi

yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi

(tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama

menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain

itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap

alergen dan polutan.

2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada

anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan

gejala alergi tahap awal berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan

yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan

dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya

penyakit alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan

Page 25: rhinitis alergi

Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi :

a. Penghindaran alergen.

Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan

untuk mencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari

sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat

dihindari.Namun,dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak

dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk

mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.

b. Pengobatan medikamentosa

Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau

menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi

alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat

dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan

intranasal atau oral.

o Antihistamin-H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga

mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan

takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan

kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,

sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan

loratadin/desloratadin.

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena

mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik,

dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam)

dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi

terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek

antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian

Page 26: rhinitis alergi

besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek

antikolinergik atau kardiotoksisitas.

o Antihistamin-H1 lokal

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga

bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa

aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat

(kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek

samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada

sebagian pasien.

o Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,

flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi

hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif

terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan

efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.

            Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak

dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal

obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah

pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid

topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan

dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada

kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

o Kortikosteroid oral/IM           

Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,

metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan

betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas

nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika

Page 27: rhinitis alergi

memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk

menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM.

Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik

mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak

dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu

dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.

o Kromon lokal (‘local chromones’)

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil,

mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular

sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa

kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat

keamanannya baik.

Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast

dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan

4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.

o Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,

merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala

kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit

jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi,

berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,

kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma

atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian

terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral

efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.

o Dekongestan intranasal

Page 28: rhinitis alergi

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin,

dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat

mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan

efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi

kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa.

Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.

            Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis

alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi

dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi

gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

o Antikolinergik intranasal

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan

gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non

alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek

antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis

alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.

o Anti-leukotrien

Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan

memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik

dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral,

namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek

sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.

Jenis obat yang sering digunakan :

Jenis Obat Umur Dosis KeteranganKromolin - 5,2 mg/dosis obat semprot mengandung kromolin

diberikan 3-4 kali/hari

Page 29: rhinitis alergi

Setirizin 2-5 tahun

> 6 tahun

2.5 mg/dosis

5-10 mg/dosis

1 kali/hari

1 kali/hari

Loratadin 2–5 tahun

> 6 tahun

2.5 mg/dosis

10 mg/dosis

1 kali/hari

1 kali/hari.

Feksofenadin 6-11 tahun

> 12 tahun

30 mg/hari,

60 mg/hari

180mg/hari

2 kali/hari,

2 kali/hari atau

4 kali/hari.

Pseudoephedrine 5–11 tahun

> 12 tahun

1 semprotan

2 semprotan

2 kali/hari.

2 kali/hari

Azelastine 2-6 tahun

6-12 tahun

15 mg/hari

30mg/hari

4 kali/hari

4 kali/hari

Kortikosteroid intranasal

Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

Jenis Obat Umur Dosis KeteranganFluticasone intranasal

> 4 tahun 1-2 semprotan /

dosis

1 kali/hari

Mometasone intranasal

3-11 tahun

> 11 tahun

1 semprotan / dosis

2 semprotan / dosis

1 kali/hari

1 kali/hari

Budesonide intranasal

> 6 tahun 1-2 semprotan /

dosis

1 kali/hari

Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan

keamanannya lebih baik.

Leukotrien antagonis

Page 30: rhinitis alergi

Jenis obat Umur Dosis Keterangan

Zafirlukast Anak-anak 20 mg/dosis 2 kali/24jam

c. Imunoterapi spesifik

Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi

subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan.

Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin yang diberi label

dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal

untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20µ g. Imunoterapi

subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau

selama 20 menit setelah pemberian subkutan.

Indikasi imunoterapi spesifik subkutan

o Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional

o Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan

antihistamin H1 dan farmakoterapi

o Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi

o Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang

tidak diinginkan.

o Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

o Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik

oral

o Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar

dari pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.

o Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi

subkutan.

o Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatan.

3.9. Komplikasi

Komplikasi Rhinitis Alergi adalah :

1. Sinusitis kronis : radang pada hidung. Perlu diobati dulu factor

pemicunya

Page 31: rhinitis alergi

2. Poliposis nasal : adanya massa di hidung

3. Trias asma : gabungan dari Sinusitis kronis, Asma, dan

sensitive terhadap aspirine

4. Obstruksi tuba eustachii

5. Hipertrofi tonsil dan adenoid

6. Gangguan kognitif

3.10. Prognosis

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

4. Memahami dan menjelaskan anatomi pernafasan menurut agama islam

Dr. Bahar Azwar, SpB-Onk, seorang dokter spesialis bedah-onkologi ( bedah

tumor ) dalam bukunya “ Ketika Dokter Memaknai Sholat “ mampu menjabarkan

makna gerakan sholat

1. Manfaat Wudlu

Kulit merupakan organ yang terbesar tubuh kita yang fungsi utamanya

membungkus tubuh serta melindungi tubuh dari berbagai ancaman kuman, racun,

radiasi juga mengatur suhu tubuh, fungsi ekskresi ( tempat pembuangan zat-zat yang

tak berguna melalui pori-pori ) dan media komunikasi antar sel syaraf untuk rangsang

nyeri, panas, sentuhan secara tekanan. Begitu besar fungsi kulit maka kestabilannya

ditentukan oleh pH (derajat keasaman) dan kelembaban. Bersuci merupakan salah

Page 32: rhinitis alergi

satu metode menjaga kestabilan tersebut khususnya kelembaban kulit. Kalu kulit

sering kering akan sangat berbahaya bagi kesehatan kulit terutama mudah terinfeksi

kuman. Dengan bersuci berarti terjadinya proses peremajaan dan pencucian kulit,

selaput lendir, dan juga lubang-lubang tubuh yang berhubungan dengan dunia luar

(pori kulit, rongga mulut, hidung, telinga). Seperti kita ketahui kulit merupakan

tempat berkembangnya banya kuman dan flora normal, diantaranya Staphylococcus

epidermis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Mycobacterium sp

(penyakit TBC kulit). Begitu juga dengan rongga hidung terdapat kuman

Streptococcus pneumonia (penyakit pneumoni paru), Neisseria sp, Hemophilus sp.

Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah tangan setiap kali melakukan

operasi sebagai proses sterilisasi dari kuman. Cara ini baru dikenal abad ke-20,

padahal umat Islam sudah membudayakan sejak abad ke-14 yang lalu. Luar Biasa!!

2. Keutamaan Berkumur Berkumur-kumur

Dalam bersuci berarti membersihkan rongga mulut dari penularan penyakit.

Sisa makanan sering mengendap atau tersangkut di antara sela gigi yang jika tidak

dibersihkan ( dengan berkumur-kumur atau menggosok gigi) akhirnya akan menjadi

mediasi pertumbuhan kuman. Dengan berkumur-kumur secara benar dan dilakukan

lima kali sehari berarti tanpa kita sadari dapat mencegah dari infeksi gigi dan mulut

melalui rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring). Fungsinya

untuk mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar oleh udara kotor dan juga

kuman.Selama ini kita ketahui selaput dan lendir hidung merupakan basis pertahanan

pertama pernapasan. Dengan istinsyaq mudah-mudahan kuman infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) dapat dicegah.

4. Pembersihan telinga sampai dengan pensucian kaki beserta telapak kaki

Untuk mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah terbesar

di negara kita.

5. Manfaat Kesehatan Sholat Berdiri lurus

Pelurusan tulang belakang dan menjadi awal dari sebuah latihan pernapasan,

pencernaan dan tulang. 

6. Takbir merupakan latihan awal pernapasan.

Page 33: rhinitis alergi

Paru-paru adalah alat pernapasan Paru kita terlindung dalam rongga dada yang

tersusun dari tulang iga yang melengkung dan tulang belakang yang mencembung.

Susunan ini didukung oleh dua jenis otot yaitu yang menjauhkan lengan dari dada

(abductor) dan mendekatkannya (adductor). Takbir berarti kegiatan mengangkat

lengan dan merenggangkannya, hingga rongga dada mengembang seperti halnya

paru-paru. 

7. Dan mengangkat tangan

Berarti meregangnya otot-otot bahu hingga aliran darah yang membawa

oksigen menjadi lancar.

8. Dengan ruku’

Memperlancar aliran darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya

letak bahu dengan leher. Aliran akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan

benar yaitu meletakkan perut dan dada lebih tinggi daripada leher. Ruku’ juga

mengempiskan pernapasan. Pelurusan tulang belakang pada saat ruku’ berarti

mencegah terjadinya pengapuran. Selain itu, ruku’ adalah latihan kemih (buang air

kecil) untuk mencegah keluhan prostat. Pelurusan tulang belakang akan

mengempiskan ginjal. Sedangkan penekanan kandung kemih oleh tulang belakang

dan tulang kemaluan akan melancarkan kemih. Getah bening (limfe) fungsi utamanya

adalah menyaring dan menumpas kuman penyakit yang berkeliaran di dalam darah.

9. Sujud Mencegah Wasir

Sujud mengalirkan getah bening dari tungkai perut dan dada ke leher karena

lebih tinggi. Dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu ataupun telinga, memompa

getah bening ketiak ke leher. Selain itu, sujud melancarkan peredaran darah hingga

dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan

getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan otot. Tak heran kalau ada di

sebagian sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering lama dalam bersujud.

10. Duduk di antara dua sujud

Dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya lipatan paha dan

betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Pembuluh darah balik di atas

Page 34: rhinitis alergi

pangkal kaki jadi tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak kaki mulai

dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang. Gerakan ini

menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.

11. Gerakan salam yang merupakan penutup sholat,

Dengan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri bermanfaat untuk menjaga

kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat aliran getah bening di leher

ke jantung.

12. Manfaat Sholat Malam Malam

Hari biasanya dingin dan lembab. Kalau ditanya, paling enak tidur di waktu

tersebut. Banyak lemak jenuh yang melapisi saraf kita hingga menjadi beku. Kalau

tidak segera digerakkan, sistem pemanas tubuh tidak aktif, saraf menjadi kaku,

bahkan kolesterol dan asam urat merubah menjadi pengapuran. Tidur di kasur yang

empuk akan menyebabkan urat syaraf yang mengatur tekanan ke bola mata tidak

mendapat tekanan yang cukup untuk memulihkan posisi saraf mata kita. Jadi sholat

malam itu lebih baik daripada tidur. Kebanyakan tidur malah menjadi penyakit.

Bukan lamanya masa tidur yang diperlukan oleh tubuh kita melainkan kualitas tidur.

Dengan sholat malam, kita akan mengendalikan urat tidur kita.

Sholat Lebih Canggih dari Yoga “Apakah pendapatmu sekiranya terdapat

sebuah sungai di hadapan pintu rumah salah seorang di antara kamu dan dia mandi di

dalamnya setiap hari lima kali. Apakah masih terdapat kotoran pada badannya?”. Para

sahabat menjawab : “Sudah pasti tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya”.

Lalu beliau bersabda : “Begitulah perumpamaan sholat lima waktu. Allah menghapus

segala keselahan mereka”. (H.R Abu Hurairah r.a).

Page 35: rhinitis alergi

Daftar Pustaka

Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. EGC. Jakarta.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2. EGC.Jakarta.

Adams, George L.; Lawrence R. Boies; Peter H. Higlier. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit

THT Edisi 6. EGC. Jakarta.

Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed.

4, Interna Publishing: Jakarta.

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Page 36: rhinitis alergi

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/rinitis-alergika/

http://www.infospesial.com/article/kesehatan/manfaat-gerakan-shalat-dan-wudhu.htm

http://blog.ilmukeperawatan.com/anatomi-sistem-pernafasan.html