Top Banner
Rhinitis Alergi Nama : Mohamad Faisal Mohammed Nasim NIM : 11.2013.038 Pembimbing : Dr. Daneswarry, Sp.THT-KL Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
36

Rhinitis Alergi Faisal

Dec 16, 2015

Download

Documents

epoi89

rhinitis alergi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

OTITIS MEDIA SUPURASI KRONIK AURIKULA SINISTRA DENGAN RHINITIS ALERGI

Rhinitis Alergi

Nama : Mohamad Faisal Mohammed NasimNIM : 11.2013.038Pembimbing :

Dr. Daneswarry, Sp.THT-KLKepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaRSUD Tarakan Jakarta

Periode 12 Januari-21 Februari 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat anugerahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah kami kali ini berjudul Rhinitis Alergi.Pada kesempatan ini, kami juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Daneswarry, Sp.THT-KL, yang telah membimbing kami dalam proses pembuatan makalah ini dan yang telah memberi kami kesempatan untuk membuat makalah ini sehingga kami dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami khususnya dalam mata kuliah sistem urogenital.

Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Kami sadar kami dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah kami yang berikutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 6 Februari 2015Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gangguan alergi yang melibatkan hidung ternyata lebih sering daripada perkiraan dokter maupun orang awam, yaitu menyerang 10 % dari populasi umum. Hidung, sebagai salah satu organ yang menonjol pada penyakit alergi, terganggu oleh manifestasi alergi primer, rhinitis kronik dan sinusitis yang menunggangi perubahan alergi, komplikasi pada obstruksi anatomis relatif ringan karena edema, dan akhirnya, efek lanjut karena gangguan alergenik kronik,seperti hipertrofi mukosa dan poliposis. Aliran udara hidung dapat terganggu oleh kongesti hidung dan rinore yang terjadi pada rhinitis alergi, baik langsung atau pun tidak langsung.

Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan alergi terhadap partikel, seperti debu,asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.

BAB II

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung, batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior).1Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), dan tepi kartilago septum.1

Gambar 2 Anatomi hidung

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebtu vibrise. Tiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior.1

Pada dinding lateral terdapat tiga buah konka, yaitu konka superior, konka media, dan konka inferior. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidnung terdapat rongga sempit yang disebut meatur. Terdapat tiga meatus, yaitu meatus inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1

Gambar 3. Dinding lateral nasal

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela.1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung.1

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melaui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan autonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensorius dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisial mayor dan serabut saraf simpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.1

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

Gambar 4. Nervus pada dinding lateral nasal

Gambar 5. Nervus pada septum nasal

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.1

Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup.1

Gambar 6. Perdarahan pada hidung

Fisiologi HidungBerdasarkan teori struktural, teori evolusioner, dan teori fungsional, fungsi fisiologis hidung adalah :21. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh :

Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi Silia Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.4. Indra penghirup Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

Rhinitis AlergiRinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut : bersin, hidung tersumbat, hidung gatal dan rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis alergi merupakan penyebab tersering dari rinitis.1

Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada hidung dan mata. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.1

KlasifikasiDahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu :1

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :1

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu

2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :1

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

EtiologiPenyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya musiman, perenial, ataupun sporadik/episodik. Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan mungkin mendapat rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Ketika alergi makanan dapat menyebabkan rinitis, khususnya pada anak-anak, hal tersebut ternyata jarang menyebabkan rinitis alergi karena tidak adanya gejala kulit dan gastrointestinal.1

Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora jamur. Sedangkan untuk rinitis alergi perenial pencetusnya bulu binatang, kecoa, tikus, tungau, kasur kapuk, selimut, karpet, sofa, tumpukan baju dan buku-buku.1

Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora jamur, debu rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang sering. Alergi makanan jarang menjadi penyebab yang penting. Predisposisi genetik memainkan bagian penting. Kemungkinan berkembangnya alergi pada anak-anak adalah masing-masing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi.

PatofisiologiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :1

1. Immediate Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik.

2. Late Phase Allergic Reactionatau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1yang akan mengaktifkan Th0untuk berproliferasi menjadi Th1dan Th2. Th2menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5dan IL13. IL4dan IL13dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.1

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga danpost nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit, karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.

Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.

Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :1

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.

2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.

4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Gejala KlinikGejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis.1

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).1

Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.

Tanda hidungtermasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.1

Tanda di matatermasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).

Tanda pada telingatermasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii.

Tanda faringealtermasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Seorang anak dengan rinitis alergi perenial dapat memperlihatkan semua ciri-ciri bernafas mellaui mulut yang lama yang terlihat sebagai hiperplasia adenoid.

Tanda laringealtermasuk suara serak dan edema pita suara.

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah,post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.

DiagnosisDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan :1

Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja.

Pemeriksaan rinoskopi anterior

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak.

1. Pemeriksaan naso endoskopi

2. Pemeriksaan sitologi hidung

Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil 5 sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Hitung eosinofil dalam darah tepi

Dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay)

Uji kulit

Untuk mencari alergen penyebab secara invivo. Jenisnyaskin end-point tetration/SET (uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri),prick test(uji cukit),scratch test(uji gores),challenge test(diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk alergi makanan (ingestan alergen) danprovocative neutralization testatauintracutaneus provocative food test(IPFT) untuk alergi makanan (ingestan alergen)

Diagnosis banding

Rhinitis vasomotor

Rhinitis alergi adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien, terdapat rinore yang mukoid atau serosa dalam jumlah banyak serta bersin-bersin walaupun jarang. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1

Tabel 1. diagnosis banding rhinitis alergika dan rhinitis vasomotor

Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif. Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :

1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamine, chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

2. Factor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.

3. Factor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.

4. Factor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

Penatalaksanaan1. Hindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Keduanya merupakan terapi paling ideal. Eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan)

2. Simtomatis. Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik, kortikosteroid dan sodium kromoglikat.

3. Operatif. Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO325% atau triklor asetat.

4. Imunoterapi. Imunoterapi atau hiposensitisasi digunakan ketika pengobatan medikamentosa gagal mengontrol gejala atau menghasilkan efek samping yang tidak dapat dikompromi. Imunoterapi menekan pembentukan IgE. Imunoterapi juga meningkatkan titer antibodi IgG spesifik. Jenisnya ada desensitisasi, hiposensitisasi & netralisasi. Desensitisasi dan hiposensitisasi membentukblocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentukblocking antibodydan untuk alergi inhalan.

Gambar 21. Skema penatalaksanaan rhinitis alergi 1

Komplikasi1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis paranasal.

4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada anak-anak.

5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

SMF ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, JAKARTA

Nama : Mohamad FaisalNIM : 112013038Tanda Tangan:

dr Pembimbing : dr. Daneswarry, Sp. THT

IDENTITAS PASIEN

ANAMNESIS

Diambil secara: Auto anamnesa

Nama : Tn R.Jenis Kelamin: Lelaki

Umur : 18 TahunKebangsaan : Indonesia

Status Perkawinan : Belum MenikahAgama : Muslim

Pekerjaan :Pendidikan :

Alamat : Jl. Bayam I RT 3/6/19 Pondok Cabe Ilir, Tangerang, BantenTanggal Masuk Rumah Sakit : 3-2-2015

Keluhan Utama:

Terasa nyeri di antara kedua mata jika terpapar udara dingin (AC)Keluhan Tambahan :

Sering pilek dan keluar sekret bening dari hidung, merasa gatal di hidung dan sekitarnya.Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Pasien datang dengan keluhan nyeri bagian dalam di antara kedua matanya apabila terpapar udara dingin dari AC. Keluhan ini tidak dirasakan pada waktu lain. Pasien juga mengeluh sering pilek dan keluar cairan bening encer dari hidungnya bila terpapar udara dingin. Keluhan ini juga timbul bila pasien terpapar debu. Keluhan paling sering dirasakan setiap pagi, dan sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu.

Pasien tidak merasakan ada keluhan di tenggorokan atau telinganya.Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):Riwayat trauma disangkal, riwayat alergi debu, asap dan dingin (+), alergi obat disangkal, riwayat asma disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga pasien ada yang pernah mengeluh keluhan yang serupa, riwayat asma pada keluarga disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Denyut Nadi

: 86x/menit

B. Status Lokalis

Kepala

: normosefali, rambut tidak mudah dicabut

Mata

: gerakan bola mata baik, nistagmus (-), dipoplia(-)

Wajah

: Simetris

Telinga

KANANKIRI

Bentuk daun telingaNormotiaNormotia

Kelainan kongenitalBat ear (-), fistula (-), mikrotia (-), atresia (-)Bat ear (-), fistula (-), mikrotia (-), atresia (-)

Radang, tumorHiperemis (-), nyeri (-), hipertermi (-), oedema (-), massa (-)Hiperemis (-), nyeri (-), hipertermi (-), oedema (-), massa (-)

Nyeri tekan tragusTidak AdaTidak ada

Penarikan daun telingaNyeri tarik daun telinga (-)Nyeri tarik daun telinga (-)

Kelainan pre, infra, retroaurikulerFistula (-), Abses (-)

Hiperemis (-), Massa (-)

Nyeri tekan (-), Oedema (-)Fistula (-), Abses (-)

Hiperemis (-), Massa (-)

Nyeri tekan (-), Oedema (-)

Region MastoidAbses (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri tekan (-), Nyeri Ketuk (-), Oedema (-)Abses (-), Hiperemis (-), Massa (-), Nyeri tekan (-), Nyeri Ketuk (-), Oedema (-)

Liang telingaLapang, furunkel (-), jaringan granulasi (-), serumen (+), sekret (-), darah (-), hiperemis (-), edema (-)Lapang, furunkel (-), jaringan granulasi (-), serumen (+), sekret (-), darah (-), hiperemis (-), edema (-).

Membran timpaniIntak, refleks cahaya (+), sekret (-), warna mengkilatIntak, refleks cahaya (+), sekret (-), warna mengkilat

Hidung

KANANKIRI

BentukNormal, deformitas (-)

Tanda peradanganHiperemis (-), oedema (+), Nyeri tekan (-), massa (-)

Sinus frontalis

(Nyeri tekan dan ketuk)Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

Sinus maksilaris

(Nyeri tekan dan ketuk)Hiperemis (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

VestibulumTampak bulu hidung

Sekret(+)

Furunkel (-)

Krusta (-)Tampak bulu hidung

Sekret (+)

Furunkel (-)

Krusta (-)

Cavum nasiLapang

Sekret (+)Lapang

Sekret (+)

Konka inferiorHiperemis (-)

Livid (+)

Edema (-)

Hipertrofi (-)

Sekret (+)Hiperemis (-)

Livid (+)

Edema (-)

Hipertrofi (-)

Sekret (+)

Konka mediusTidak tampak

Sulit dinilaiTidak tampak

Sulit dinilai

Meatus nasi mediusTidak tampak

Sulit dinilaiTidak tampak

Sulit dinilai

Sinus frontalis

(nyeri tekan + nyeri ketuk)Tidak adaTidak ada

Sinus maksilaris

( nyeri tekan + nyeri ketuk)Tidak adaTidak ada

Septum nasiSimetris , tidak ada deviasiSimetris, tidak ada deviasi

Rhinopharynx Koana

: belum dapat dilakukan

Septum nasi posterior

: belum dapat dilakukan

Muara tuba eustachius

: belum dapat dilakukan

Tuba eustachius

: belum dapat dilakukan

Torus tubarius

: belum dapat dilakukan

Post nasal drip

: AdaTenggorok

Faring

Dinding faring: Hiperemis (-), mukosa rata, granul (-), post nasal drip (+)

Arcus

: Hiperemis (-), simetris

Tonsil

: T1-T1 , tenang, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-)

Uvula

: Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-)

Gigi : gigi berlubang (-), karies (-)Laring

Epiglotis

: belum dapat dilakukan

Plica aryepiglotis: belum dapat dilakukan

Arytenoids

: belum dapat dilakukan

Ventricular band : belum dapat dilakukan

Pita suara : belum dapat dilakukan

Rima glotis : belum dapat dilakukan

Sinus piriformis : belum dapat dilakukan

Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak membesar, tidak ada nyeri tekan

RESUME

AnamnesisKeluhan Tambahan :

Sering pilek dan keluar sekret bening dari hidung, merasa gatal di hidung dan sekitarnya.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Pasien datang dengan keluhan nyeri bagian dalam di antara kedua matanya apabila terpapar udara dingin dari AC. Keluhan ini tidak dirasakan pada waktu lain.

Pasien juga mengeluh sering pilek dan keluar cairan bening encer dari hidungnya bila terpapar udara dingin. Keluhan ini juga timbul bila pasien terpapar debu. Keluhan paling sering dirasakan setiap pagi, dan sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu.

Pasien tidak merasakan ada keluhan di tenggorokan atau telinganya.Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):Riwayat trauma disangkal, riwayat alergi debu, asap dan dingin (+), alergi obat disangkal, riwayat asma disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga:

Keluarga pasien ada yang pernah mengeluh keluhan yang serupa, riwayat asma pada keluarga disangkal.

Seorang lelaki berusia 19 tahun datang dengan keluhan nyeri bagian dalam di antara kedua matanya apabila terpapar udara dingin dari AC. Keluhan ini tidak dirasakan pada waktu lain.

Pasien juga mengeluh sering pilek dan keluar cairan bening encer dari hidungnya bila terpapar udara dingin. Keluhan ini juga timbul bila pasien terpapar debu. Keluhan paling sering dirasakan setiap pagi, dan sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien tidak merasakan ada keluhan di tenggorokan atau telinganya.

Os tidak mempunyai riwayat hipertensi, asma dan diabetes melitus. OS mengatakan mempunyai alergi debu, asap, dan dingin.Pemeriksaan Fisik

Hidung

Hidung luar : bentuk normal, tidak ada tanda peradangan, tidak ada nyeri tekan sinus frontalis dan maksilarisHidung dalam :

Kanan: Konka inferior livid, sekret bening encer ( + )Kiri: Konka inferior livid, sekret bening encer ( + )Tenggorok ( Faring ) : Post Nasal Drip (+)Saran Penunjang :

Tes Alergi

WORKING DIAGNOSIS

1. Rhinitis Alergi

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Rhinitis Vasomotor

PENATALAKSANAAN

NON MEDIKAMENTOSA

Pakai masker

Hindari allergen (debu & udara dingin)MEDIKAMENTOSA

Antihistamin generasi 2 (contoh : loratadin 10 mg 1x1 cetirizine 10 mg 1x1,

desloratadin5mg 1x1)

Dekongestan

: golongan agonis adrenergic alfa (oxymetazoline nasal

spray 0,05% 1x1 )EDUKASI

Pakai masker

Hindari allergen (debu)

Mengkonsumsi obat secara teratur

Mempertahankan kondisi tubuh sehat dengan makan yang baik, istirahat cukup dan berolahraga teratur

Segera berobat bila mengalami gejala batuk pilek atau infeksi saluran nafas

Kontrol poli THT satu minggu kemudian untuk evaluasi pengobatan

PROGNOSISAd vitam

: Ad Bonam

Ad fungsionam : Ad BonamAd sanationam : Ad MalamPembahasan

Pada pasien ini didapatkan keluhan bersin-bersin setiap pagi. Pada malam hari, udara dingin dan debu pasien sering mengalami hidung mampet dan pilek sejak waktu beberapa tahun lalu. Keluhan ini disertai dengan keluar ingus berwarna bening, encer.

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan pada rhinoskopi anterior didapatkan mukosa konka inferior kanan dan kiri livid, dan terdapat sekret bening yang encer.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan kemungkinan pasien menderita sakit otitis media supuratif kronis type aman aktif dan rhinitis alergi

Penatalaksanaan rhinitis alergi diberikan obat antihistamin generasi 2 karena anti histamine ini bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar otak jadi tidak menyebabkan efek samping mengantuk. Antihistamin ini dapat diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal. Contoh : loratadin, cetirizine, fexofenadin, desloratadin, levosetirisin. Selain itu diberikan dekongestan golongan agonis aldrenergik alfa untuk mengatasi keluhan hidung mampet pada pasien ini. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti test alergi untuk mengetahui pasien alergi terhadap jenis allergen apa saja.DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto I, Hendarmin H, Bashirrudin J, Djaafar, Zainul, Helmi, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. 2007. h. 10 85.

2. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2007: p.126-7