Top Banner
Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat : Sebuah Upaya Meningkatkan kesejahteraan ummat 1. Iftitah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis data Maret 2014 di situsnya www.bps.go.id bahwa angka kemiskinan di negeri ini mencapai 11,25 persen dengan total jiwa sekitar 28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa betapa masih banyaknya rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan itu membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari kesejahteraan, dimana masalah kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan Negara sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Akan tetapi, semua itu masih jauh dari apa yang diharapkan. Kemudian, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia sebenarnya dalam masalah kesejahteraan memiliki konsep yang telah teruji yakni melalui zakat. Zakat adalah bagian dari resources yang dimiliki oleh sebuah rumah-tangga (household) yang harus disisihkan untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat yang berhak menerimanya. Zakat merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yaitu rukun Islam yang ke empat, akan tetapi sepertinya zakat diposisikan sebagai “anak tiri” bila dibandingkan dengan rukun yang lainnya. Padahal zakat selain berdimensi ubudiyah, ia juga berdimensi sosial kemasyarakatan secara langsung dalam bentuk materi. Dimensi sosial dalam bentuk materi 1
24

Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

Mar 04, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat :Sebuah Upaya Meningkatkan kesejahteraan ummat

1. Iftitah

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis data

Maret 2014 di situsnya www.bps.go.id bahwa angka

kemiskinan di negeri ini mencapai 11,25 persen dengan

total jiwa sekitar 28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan

bahwa betapa masih banyaknya rakyat Indonesia yang

berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan itu

membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari

kesejahteraan, dimana masalah kesejahteraan rakyat

merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan Negara

sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Akan tetapi,

semua itu masih jauh dari apa yang diharapkan.

Kemudian, Islam sebagai agama mayoritas di

Indonesia sebenarnya dalam masalah kesejahteraan

memiliki konsep yang telah teruji yakni melalui zakat.

Zakat adalah bagian dari resources yang dimiliki oleh

sebuah rumah-tangga (household) yang harus disisihkan

untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat

yang berhak menerimanya. Zakat merupakan salah satu

ajaran pokok agama Islam yaitu rukun Islam yang ke

empat, akan tetapi sepertinya zakat diposisikan sebagai

“anak tiri” bila dibandingkan dengan rukun yang

lainnya. Padahal zakat selain berdimensi ubudiyah, ia

juga berdimensi sosial kemasyarakatan secara langsung

dalam bentuk materi. Dimensi sosial dalam bentuk materi

1

Page 2: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

itu dapat dirasakan dan dinikmati oleh rakyat Indonesia

apabila potensi zakat dapat direalisasikan secara

maksimal.

Para pakar di bidang hukum Islam menyatakan bahwa

potensi zakat di Indonesia sangat besar dan secara

komplementer dapat menopang pembangunan nasional.

Potensi zakat itu dapat digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang

kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Namun

persoalannya di Indonesia saat ini adalah kesediaan

umat Islam mengeluarkan zakat umumnya masih terbatas

pada zakat fitrah, karena sebagian umat masih enggan

untuk menyisihkan harta yang bukan haknya. Hal ini

dikarenakan adanya pendapat bahwa zakat mal identik

dengan pajak, sehingga kalau sudah bayar pajak, apa

perlunya kita harus mengeluarkan zakat. Pendapat lain

menyatakan bahwa ada keengganan mengeluarkan zakat

karena akan memberatkan atau membebani keuangan rumah-

tangga, apalagi dalam keadaan krisis moneter seperti

yang terjadi saat ini. Zakat mal masih dilihat sebagai

sebuah beban atau bahkan sebagai pengeluaran yang sia-

sia, bukan sebagai suatu pengeluaran dari kewajiban

ummat Islam yang akan memberikan kepuasan atau utilities,

serta zakat dianggap sebagai pengeluaran sukarela bukan

sebagai pengeluaran yang wajib. Sehingga, fungsi dan

peranan zakat yang begitu besar, tidak sebanding dengan

2

Page 3: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

yang ada saat ini, ditambah kurangnya perhatian dan

pelaksanaannya dari pemerintah dan umat Islam itu

sendiri.

Kurangnya perhatian pemerintah dan ummat Islam itu

menyebabkan zakat tidak maksimal dalam sistem

akumulasinya serta tidak tepat dalam

pendistribusiannya. Oleh karena itu, salah satu upaya

penting agar sistem akumulasi dan pendistribusian zakat

terlaksana dengan baik dan maksimal, maka pemerintah

dan umat Islam harus merubah paradigma lama ke

paradigama baru, dimana zakat merupakan kewajiban yang

mesti dilaksanakan ummat Islam secara optimal, bukan

hanya sekedar pemberian sukarela. Bahkan zakat itu

wajib dipungut oleh amil zakat, sehingga dengan

demikian zakat mampu dijadikan sebagai solusi bagi

rakyat Indonesia khususnya umat Islam dalam membangun

kesejahteraan bersama.

Fenomena di atas menarik perhatian penulis untuk

menulis mengenai zakat dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan umat secara komprehensif. Oleh sebab itu,

penulis tertantang untuk mengangkat judul “Revitalisasi

Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat; Sebuah

Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Ummat”.

2. Zakat dan Potensinya

a. Pengertian Zakat

3

Page 4: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

Zakat menurut bahasa (lughat) berasal dari kata

zakaa, , yang artinya bertambah dan terus

berkembang, sebagaimana ungkapan arab;

artinya pohon tersebut tumbuh dan berkembang, atau

ungkapan; . (Institute Manajemen

Zakat, 2003: 17)

Secara etimologi, zakat adalah menyucikan,

memperbaiki, berkembang, dan memuji. Zakat adalah

berkembang, barakah, dan tambahan kebaikan. Zaka al-

Zuru’, artinya tumbuhan berkembang. Zakat al-Nafaqah

itu diberi berkah. Sedangkan secara terminology, zakat

merupakan nama sebagian dari sesuatu yang dikeluarkan

dari harta atau badan dengan cara tertentu(DEPAG

RI,2009: 29).

Kata zakat merupakan salah satu kosa kata bahasa

Arab yang telah direduksi ke dalam bahasa Indonesia.

Kata tersebut berasal dari kata zaka, yang memiliki

beberapa makna yaitu: ath-thaharah (suci), as-salah

(baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan

berkembang). Zakat merupakan penyerahan kepemilikan

harta tertentu kepada orang yang berhak menerimanya

dengan syarat tertentu pula (Tarmizi Tohor, 2013: 5).

Zakat seperti tertulis dalam surat At Taubah ayat

103 mengandung pengertian bahwa setiap muslim yang

mempunyai harta benda yang telah cukup nisab wajib

4

Page 5: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

membersihkan harta bendanya dengan memberikan

sebahagian hartanya kepada orang-orangyang berhak.

Zakat merupakan pemberian wajib yang dikenakan

pada kekayaan seseorang beragama Islam, yang telah

terakumulasi nisab dan haul dari hasil perdagangan,

pertanian, hewan ternak, emas, dan perak, serta

berbagai bentuk dari hasil

pekerjaan/profesi/investasi/saham dan lain

sebagainya(Ahmad Supardi Hasibuan, 2013: 81).

Dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah

harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan

kepada orang-orang yang berhak. (Nuruddin Mhd. Ali,

2006 : 6).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 pasal 1 ayat 2

tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa zakat adalah

harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau

badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya sesuai dengan syariat Islam, sedangkan

Yusuf Qardhawi berkesimpulan bahwa zakat adalah ibadah

ma’liyah yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan

orang-orang yang membutuhkan (Al-Zakah).

Selanjutkan menurut ulama Hanafiah zakat adalah

peralihan kepemilikan bagian harta tertentu dari harta

tertentu untuk disalurkan kepada orang tertentu yang

sesuai dengan ketentuan syar’i, dalam rangka mengharap

ridho Allah. Menurut ulama Malikiah, zakat adalah

5

Page 6: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

mengeluarkan sebagian harta tertentu dari harta yang

telah mencapai nishab untuk diserahlkan kepada

mustahiq. Menurut ulama Syafi’iyah, zakat adalah nama

bagi apa yang dikeluarkan dari harta atau badan melalui

ketentuan khusus. Sedangkan menurut ulama Hanabilah

zakat adalah sejumlah harta yang wajib diserahkan

kepada kelompok (mustahiq) yang telah ditentukan pada

waktu yang telah ditentukan pula (Tarmizi Tohor, 2013:

5).

Dari pengertian di atas, zakat dimaknai sebagai

bentuk kewajiban mengeluarkan sebagian harta yang

diperoleh setiap ummat Islam yang telah sampai pada

nisabnya menurut aturan dan ketentuan Islam yang akan

diberikan kepada orang tertentu. Orang tertentu

tersebut merupakan mereka yang memiliki hak atas dana

zakat yang terkumpul oleh lembaga penerima zakat.

3. Jenis-jenis Zakat

Bila ditinjau dari kewajiban zakat, maka zakat

dapat diklasifikasikan kepada dua jenis, yaitu zakat

fitrah dan zakat harta.

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah terdiri dari suku kata, yaitu zakat

dan fitrah. Kata zakat berarti ath-taharah (suci), as-salah

(baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan

berkembang). Adapun kata fitrah, merupakan isim masdar

dari kata aftara-if-taran, yang artinya “jiwa atau

6

Page 7: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

diri”. Dengan demikian, secara etimologi zakat fitrah

adalah “pensucian jiwa, perbaikan jiwa, keberkatan

jiwa, dan menumbuh kembangkan potensi jiwa”. Sedangkan

secara terminology, zakat fitrah adalah zakat yang

diwajibkan bagi setiap individu (umat Islam), baik

anak-anak maupun orang dewasa, merdeka maupun hamba

sahaya.

Defenisi di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya

bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban individu yang

tidak boleh ditinggalkan, baik oleh orang kaya maupun

miskin. Penafsiran selanjutnya, jika seseorang tidak

memiliki sesuatu apapun yang dapat dijadikan zakat

fitrah, baik berupa makanan pokok maupun uang senilai

dengannya, maka diharuskan orang tersebut diharuskan

berhutang, sehingga dapat membayar zakat. (Tarmizi

Tohor, 2013 : 10-11).

Hal di atas tentunya merupakan wujud penafian

terhadap fuqaha’ yang membatasi kewajiban zakat fitrah

tersebut bagi mereka yang memiliki kelebihan makanan

untuk satu hari di hari raya ‘idul fitri.

Kemudian hikmah dari zakat fitrah ada dua.

Pertama, menyempurnakan puasa Ramadhan jika di dalamnya

ternodai oleh perkataan-perkataan kotor. Kedua,

menunjukkan kepada fakir miskin akan perhatian saudara

mereka di hari Idul Fitri untuk ikut bergembira bersama

7

Page 8: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

mereka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas

r.a berkata :

Artinya : Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu

sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan

kotor, juga berbagi makanan dengan fakir miskin.(HR.

Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim), (Yusuf Qardawi, 2013 :

86)

b. Zakat Mal (harta)

Mengenai zakat mal (harta), banyak defenisi yang

dikemukakan oleh ulama, yaitu bagian harta yang

disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang

dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan

agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat mal, bila ditinjau dari segi harta yang

diwajibkan dapat diklasifikasikan kepada emas, perak,

logam mulia, uang, surat berharga, perniagaan,

pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

perikanan, pertambangan, perindustrian, pendapatan,

jasa, dan rikaz.

4. Potensi Zakat di Indonesia

Indonesia yang merupakan Negara berpenduduk muslim

terbesar di dunia sudah seharusnya menerapkan zakat

sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi Negara. Hal

ini karena zakat memiliki potensi yang sangat besar,

8

Page 9: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

jika benar-benar dikumpulkan secara baik dan

terkoordinir oleh pemerintah. Sudah banyak contoh

pemimpin Islam yang menerapkan zakat pada masa

kepemimpinannya dan membuktikan keberhasilannya,

seperti para khulafaurasidyn, Umar bin Abdul Aziz dan

pemimpin Islam lainnya.

Menurut Didin, jika terkoordinasi dengan baik,

potensi zakat di Indonesia ini sangat besar. Menurut

riset Baznas dan Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB

tahun 2011 menunjukkan bahwa potensi zakat nasional

mencapai angka 3,4 persen dari total Produk Domestik

Bruto (PDB). Dengan persentase ini, maka potensi zakat

di negara kita setiap tahunnya tidak kurang dari Rp 217

triliun. Namun, potensi zakat yang sangat besar

tersebut hanya terserap satu persen saja, seperti

penerimaan zakat oleh BAZNAS tahun 2011 hanya 1,7

Triliun. Masih kecilnya penyerapan dan pengelolaan

zakat karena berbagai faktor, diantaranya belum

tumbuhnya kesadaran akan penting dan manfaat zakat,

zakat dianggap sebagai bukan pemberian sukarela bukan

sebuah kewajiban, zakat selama ini hanya ditunggu oleh

lembaga amil zakat tidak dipungut satu persatu, serta

kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil

zakat. Selain itu juga, disebabkan oleh sistem

akumulasi yang tidak tepat dan tidak dibuat dengan

9

Page 10: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

sebaik-bainya oleh Negara, sehingga zakat tidak dapat

terkumpul secara maksimal.

Padahal jika umat Islam melihat betapa besarnya

potensi zakat apabila dimaksimalkan sistem

akumulasinya, maka akan sangat banyak rakyat Indonesia

yang miskin terbantu oleh dana zakat tersebut, sehingga

rakyat Indonesia khususnya ummat Islam akan sejahtera.

Semakin banyaknya rakyat Indonesia yang miskin maka

akan banyak pula ummat Islamnya yang miskin, karena

rakyat Indonesia mayoritas ummat Islam. Oleh karena

itu, sudah sepantasnya potensi zakat yang sangat besar

itu dimaksimalkan melalui sistem akumulasi yang baik,

selanjutnya sistem pendistribusiannya yang tepat.

5. Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

a. Sistem Akumulasi Zakat; Belajar dari Sistem

Pemungutan Pajak

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,

dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan

mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya

doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi

mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui.”(QS: At-Taubah Ayat: 103)

Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa Allah

SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk

10

Page 11: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

memungut zakat dari umatnya untuk menyucikan dan

membersihkan mereka dengan zakat itu. Selain itu juga

beliau diperintahkan agar berdo’a dan beristighfar bagi

mereka yang menyerahkan bagian zakatnya.

Dari penjelasan ayat dan tafsir di atas

menjelaskan bahwa sesungguhnya zakat itu sudah

seharusnya di ambil atau dipungut oleh para petugas

amil zakat, bukan seperti yang terjadi sekarang dimana

zakat ditunggu oleh para amil zakat untuk di antar

muzzaki atas dasar kesadaran sendiri. Padahal zakat

sudah wajib diambil sebagaimana layaknya petugas

pemungut pajak yang mengambil pajak dari setiap wajib

pajak. Dimana saat ini pajak merupakan salah satu

primadona sumber penghasilan Negara yang dari tahun

ketahun terus meningkat. Bahkan Anggaran Pendapatan

Belanja Negara (APBN) sebagian besarnya diperoleh dari

hasil pemungutan pajak, mulai pajak penghasilan, pajak

badan, pajak bumi dan bangunan, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, zakat sendiri telah dilupakan dan

dikesampingkan sebagai sebuah sumber pembiayaan Negara

dalam mensejahterakan rakyatnya. Padahal Indonesia

merupakan Negara yang berpenduduk Islam terbesar di

dunia, yang mana seharusnya zakatlah yang menjadi

primadona sumber penghasilan Negara . Karena jika

ditilik dari segi agama dan social zakat memiliki dua

hubungan yang pertama habumminallah (hubungan manusia

11

Page 12: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan sesame

manusia). Artinya selain zakat itu sebagai bentuk

kewajiban setiap umat Islam untuk membersihkan

hartanya, zakat juga memiliki tujuan yang mulia dalam

mensejahterakan ummat Islam. Berbeda dengan pajak yang

hanya berdimensi habluminannas dan tujuannya pun tidak

jelas. Maksud tidak jelas disini kebanyakan dana pajak

itu hanya digunakan untuk membayar hutang Negara.

Selanjutnya, Islam melalui sistem penghimpun dana

zakat telah memiliki sejarah kesuksesan yang panjang,

seperti pada masa khulafaurasyidin, umar bin Abdul

Aziz, dan lain-lain. Dimana pada masa itu selain dana

zakat digunakan untuk delapan asnaf, dana zakat juga

dapat digunakan untuk keperluan Negara. Kemudian pada

masa Abu Bakar As-Shiddiq khalifah pertama telah

mencontohkan betapa tegasnya ia dalam masalah zakat,

sehingga pada zamannya siapapun orang yang tidak

membayar zakat dianggap musuhnya dan akan diperangi.

Pentingnya zakat dikeluarkan oleh ummat Islam

merupakan sebuah sarana ibadah sekaligus membantu

kepada sesame manusia yang berkekurangan. Oleh karena

itu, sudah saatnya zakat di Indonesia belajar dari

sistem pemungutan pajak, yakni dimana zakat perlu

dipungut dari para muzzaki bukan ditunggu. Kemudian

pemerintah harus mendirikan Direktorat Jendral Zakat

dan membuat Undang-Undang dan aturan hukum zakat

12

Page 13: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

sebagaimana Undang-Undang dan aturan pajak yang

berlaku. Mengapa demikian? Karena zakat sebagai sebuah

kewajiban ummat Islam sebagai bentuk sempurnanya amalan

dan ibadah rukun Islam yang lima.

Pendirian Direktorat Jendral Zakat ini dimaksudkan

agar zakat dapat dihimpun atau diakumulasikan secara

maksimal dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena apabila zakat

dipungut oleh Negara dan memiliki Undang-Undang dan

aturan yang jelas sebagaimana pajak yang berlaku di

tanah air, dapat dipastikan potensi zakat yang besarnya

mencapai 200 triliun lebih itu akan terealisasi dan

akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan

semakin sejahteranya ummat Islam dan membayar zakat.

Selain itu, jika zakat hanya dipungut dalam

lembaga yang berbentuk badan seperti yang ada sekarang

ini tidak akan dapat dimaksimalkan sistem akumulasinya.

Karena berbagai factor seperti pandangan ummat Islam

tentang zakat sudah banyak yang berubah dari sebagai

sebuah kewajiban menjadi sesuatu yang tidak wajib atau

sebagai bentuk pemberian sukarela saja serta kurang

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat itu

sendiri.

b. Sistem Pendistribusian Zakat; dari Konsumtif Menuju

Produktif

1. Pengertian Zakat Bersifat Konsumtif

13

Page 14: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

Zakat yang bersifat konsumtif adalah harta zakat

secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak

mampu dan sangat membutuhkan, terutama fakir miskin.

Harta zakat diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan

pokok hidupnya, seperti kebutuhan makanan, pakaian dan

tempat tinggal secara wajar.

Kebutuhan pokok yang bersifat primer ini terutama

dirasakan oleh kelompok fakir, miskin, gharim, anak

yatim piatu, orang jompo/ cacat fisik yang tidak bisa

berbuat apapun untuk mencari nafkah demi kelangsungan

hidupnya. Kebutuhan mereka memang nampak hanya bisa

diatasi dengan menggunakan harta zakat secara

konsumtif, umpama untuk makan dan minum pada waktu

jangka tertentu,pemenuhan pakaian, tempat tinggal dan

kebutuhan hidup lainnya yang bersifat mendesak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang

dinamakan fakir miskin yang mendapatkan harta secara

konsumtif adalah mereka yang dikategorikan dalam tiga

hal perhitungan kuantitatif, antara lain: pangan,

sandang dan papan. Pangan asal kenyang, sandang asal

tertutupi dan papan asal untuk berlindung dan

beristirahat. Pemenuhan kebutuhan bagi mereka yang

fakir miskin secara konsumtif ini diperuntukkan bagi

mereka yang lemah dalam bidang fisik, seperti orang-

orang jompo. Dalam arti kebutuhan itu, pada saat

14

Page 15: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

tertentu tidak bisa diatasi kecuali dengan mengkonsumsi

harta zakat tersebut.

Nabi dalam suatu haditsnya mengenai zakat

konsumtif ini, hanya berkaitan dengan pelaksanaan zakat

fitrah yang konsumtif, di mana pada hari itu (hari

raya) keperluan mereka fakir miskin harus tercukupi.

Bunyi Hadits:

ه1503 لى الل��ه علي��� ول الل��ه ص�� ���رض� رس�� ال : ف �� ا ، ق هم�� ن� ع ى� اهلل) ��ر رض��� م ع ن. 0 اب ن. - عر ك ذ�) وال���� ح����ر) ذ وال ���� عب0 لى ال ر ع عي� Aن. س���� ا م اع و ص���� D����ر ، ا م ن. ت ا م اع ر ص���� ط���� ف� اة ال ����ك لم ر� وس����اس الب�)�� روج. ���ل خ �� ب0 ى ق د) Dؤ �� ن. ت Dا ا ه�� 0ر ب م�� Dن. وا لمي� مس�� ن. ال ر م ي� ��aب ك ر� وال ي� ع� ى والص��) fث �hن Dوالأ

ارى( خ� لأة )رواة الب0 لى الص) tاArtinya:“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan

zakat fitrah sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’

sya’ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan

perempuan, besar kecil dari orang-orang islam, dan

beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-

orang keluar menunaikan sholat Ied”. (HR. Bukhari

No.1503).

Dalam penjelasan hadits di atas dapat dipahami

bahwa zakat yang dikeluarkan pada waktu hari raya dapat

membantu secara psikologis yaitu menghilangkan beban

kesedihan pada hari raya tersebut, juga secara objektif

15

Page 16: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

memang ada kebutuhan yang mendesak yang bersifat

konsumtif yang harus segera disantuni dan dikeluarkan

dari harta zakat. Dalam arti kebutuhan itu pada saat

tertentu tidak bisa diatasi kecuali dengan mengkonsumsi

harta zakat tersebut. Dalam keadaan demikian harta

zakat benar-benar didaya gunakan dengan mengkonsumsinya

(menghabiskannya), karena dengan cara itulah

penderitaan mereka teratasi.

2. Pengertian Zakat Bersifat Produktif

Zakat produktif ialah zakat yang diberikan kepada

mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan

ekonomi, yaitu untuk menumbuhkembangkan tingkat ekonomi

dan potensi produktifitas mustahik. (Abdurrahman Qadir,

1998 : 46).

Kata produktif secara bahasa berasal dari dari

bahasa inggris “productive” yang berarti banyak

menghasilkan; memberikan banyak hasil; banyak

menghasilkan barang-barang berharga; yang mempunyai

hasil baik. “productivity” daya produksi.

Secara umum produktif berarti “banyak menghasilkan

karya atau barang.” Produktif juga berarti “banyak

menghasilkan; memberikan banyak hasil”. Zakat produktif

yang artinya zakat dimana dalam pendistribusiannya

bersifat produktif lawan dari konsumtif. Lebih tegasnya

zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara

produktif yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara

16

Page 17: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran.

Cara pemberian yang tepat guna, efektif manfaatnya

dengan sistem yang serba guna dan produktif, sesuai

dengan pesan syari’at dan peran serta fungsi sosial

ekonomis dari zakat.

Dengan demikian Zakat produktif adalah pemberian

zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan

sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang

telah diterimanya, dimana harta atau dana zakat yang

diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan

tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha

mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat

memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus.

3. Pendistribusian Zakat Konsumtif dan Produktif

Dalam hal pendistribusian zakat, adapun orang yang

berhak menerima zakat tersebut sesuai dengan firman

Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

17

Page 18: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk

orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-

pengurus zakat, para muallaf yang dipujuk

hatinya, untuk memerdekakan hamba, orang-orang

yang berhutang, untuk dijalan Allah, dan orang-

orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai

suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah; dan

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.

At-Attaubah : 60)

Ibnu katsir dalam tafsrinya menjelaskan ayat ini

turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang

pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa

Allah –lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan

tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya,

tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang

disebutkan dalam ayat tersebut. Maksudnya ialah bahwa

zakat wajib ini berbeda dengan sadaqah mustahabah yang

bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada

pengkhususan.

Merujuk kepada maksud dari petikan ayat dan tafsir

di atas, terdapat delapan golongan (Asnaf) yang layak

menerima dan memiliki hak atas dana zakat, yaitu Fakir

(golongan termiskin pendapatan dibawah separuh daripada

garis kemiskinan), Miskin (pendapatan di bawah garis

18

Page 19: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

kemiskinan), Amil (mereka yang dipertanggungjawabkan

untuk memungut dan mengurus zakat), Mualaf (golongan

yang memeluk Islam, dan mereka yang dipujuk hatinya

agar tidak memusuhi Islam), Riqab (membebaskan hamba),

Gharim (orang yang berhutang), Fisabilillah (orang yang

berjuang/bekerja di jalan Allah), Ibnu Sabil (orang

yang dalam perjalanan) (Asmak Ab Rahman, 2008 : 77) .

Di Indonesia, selama ini dalam pendistribusian

zakat muzakki belum bisa membedakan mana Mustahiq yang

layak diberi zakat konsumtif dan mana yang diberi zakat

produktif. Sehingga yang seharusnya Mustahiq yang

mendapat zakat produktif malah mendapat zakat konsumtif

maka tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dana

zakat yang selama ini didistribusikan kepada delapan

asnaf yang disebutkan dalam al-Qur’an surat At-Taubah

ayat 60 hanya sebatas dana yang difungsikan sebagai

konsumsi para penerima zakat tersebut. Sifat konsumtif

pada penggunaan zakat selama ini tidak menimbulkan

dampak yang begitu baik dalam perekonomian umat Islam.

Sudah seharusnya dana zakat yang terkumpul itu

dimanfaatkan secara tepat, yakni pengunaan dan

pengelolaan secara produktif. Walaupun bila

diperhatikan keadaan fakir miskin, anak yatim, orang

jompo, dan yang lainnya zakat yang sifatnya konsumtif

tetap masih dibutuhkan. Sebab mereka tidak mungkin

19

Page 20: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

melakukan kegiatan yang bersifat produktif seperti

membuka usaha dan lain sebagainya.

Sebenarnya pembicaraan tentang zakat produktif

kian hari makin hangat dibicarakan, baik itu di

kalangan akademisi, praktisi bahkan telah menyentuh

lapisan masyarakat umum. Munculnya pembicaraan tentang

zakat produktif ini, tidak terlepas dari kekecewaan

masyarakat tentang zakat yang seyogyanya adalah salah

satu elemen penting dalam mengentaskan kemiskinan,

ternyata tidak kunjung terlihat membuahkan hasil dalam

mengurangi angka kimiskinan di ranah Indonesia.

Selanjutnya zakat produktif ini bukan lagi barang

baru. Penyaluran zakat secara produktif ini pernah

terjadi dan dilakukan di zaman Rasulullah SAW. Hal ini

dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim

dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, “bahwa

Rasulullah telah memberikan zakat kepadanya lalu

menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi”.

Zakat produktif ini sebenarnya lebih kepada tata cara

pengelolaan zakat, dari yang sebelumya hanya digunakan

untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan pemenuhan

kebutuhan sesaat saja, lalu diubah penyaluran dana

zakat yang telah dihimpun itu kepada hal-hal yang

bersifat produktif dalam rangka pemberdayaan umat.

Dengan kata lain dana zakat tidak lagi diberikan kepada

mustahik lalu habis dikonsumsi. Akan tetapi, dana zakat

20

Page 21: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

itu diberikan kepada mustahik untuk mengembangkan

sebuah usaha produktif dimana pelaksanaanya tetap

dibina dan dibimbing oleh pihak yang berwenang.

Karena jika tetap bertahan pada sistem

pendistribuisan zakat yang bersifat konsumtif, maka

keinginan dan cita-cita untuk cepat mengurangi dan

menghapus kemiskinan di Indonesia ini hanya akan jadi

mimpi belaka. Karena mustahik yang menerima zakat pada

tahun ini akan kembali menerima zakat pada tahun tahun

berikutnya. Dengan kata lain, mustahik saat ini akan

melahirkan mustahik-mustahik baru dari keturunanya. Hal

ini tentu tidak akan bisa menggambarkan bahwa zakat itu

adalah salah satu media untuk mencapai pemerataan

kesejahtaraan masyarakat.

Nah, jika kita sedikit ingin merubah tata cara

pendistribusian zakat kepada yang bersifat produktif,

maka diharapkan zakat sebagai salah satu instrumen

penting dalam pengentasan kemiskinan, sehingga dapat

mengurangi atau bahkan menghapuskan kemiskinan di

Republik ini. Dengan adanya zakat produktif ini akan

bisa memunculkan muzakki-muzakki baru. Dengan bahasa

lain, mereka yang tahun ini adalah penerima zakat,

mungkin dengan adanya zakat produktif akan bisa

membayar zakat satu, dua atau tiga tahun ke depan.

Tidak hanya itu, dengan adanya kebijakan zakat prduktif

21

Page 22: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

ini juga akan bisa mengenjot laju pertumbuhan ekonomi

umat.

Bukankah salah satu tujuan disyaria’tkannya zakat

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat khususnya

kaum du’afa, baik dari segi moril maupun materil.

Penyaluran zakat secara produktif adalah salah satu

cara cerdas untuk mewujudkan itu semua. Misalnya dana

zakat yang terkumpul diberikan kepada yang berhak

dengan syarat dana zakat tersebut digunakan untuk

membuka sebuah usaha yang sifatnya menghasilkan atau

sebuah kegiatan produksi. Dengan demikian, jika para

mustahik mampu mengelola dana zakat tersebut secara

baik dan menumbuhkembangkan perekonomiannya, maka jika

ia awalnya adalah penerima zakat ia akan berganti

posisi menjadi pemberi zakat, dikarenakan ia telah

memiliki ekonomi yang baik dari hasil produktifitas

dana zakat yang dikelola secara baik. Karena tujuan

dari zakat produktif ialah untuk merubah status dari

mustahik menjadi muzakki dan pengembangan dari harta

zakat. (Ali Hasan, 2000 : 23)

Selanjutnya agar zakat produktif ini dapat

berjalan sebagaimana yang dikehendaki, maka ada

beberapa hal yang harus dilakukakan oleh pemerintah dan

umat Islam, yakni :

1. Membuat Direktorat Jenderal Zakat agar lebih kuat

dalam sistem akumulasinya.

22

Page 23: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

2. Mengatur dengan tepat prosedur alokasi zakat yang

mencerminkan pengendalian yang memadai sebagai

indokator praktek keadilan

3. Mengatur sistem seleksi mustahiq dan penetapan

kadar zakat yang dialokasikan untuk yang bersifat

zakat konsumtif atau zakat produktif

4. Membuat sistem informasi muzzaki dan mustahik

(Mursyidi, 2003 : 180)

5. Membuat sistem dokumentasi dan pelaporan yang

akuntabel dan transparansi.

Dengan lima hal di atas, diharapkan mampu

memberikan hasil yang ingin dicapai, dan prinsip

akuntabilitas pun dapat dilaksanakan. Jika konsep di

atas dapat diterapkan dengan baik, maka akan dapat

dilihat betapa besarnya potensi zakat itu, sehingga

perolehan zakat dapat membantu ummat dalam upaya

pengentasan kemiskinan di tanah air, yang akhirnya

upaya meningkatkan kesejahteraan umat bisa tercapai

6. Penutup

a. Kesimpulan

Indonesia sebagai Negara berpenduduk Islam

terbesar di dunia, sudah seharusnya menerapkan konsep

zakat sebagai suatu upaya meningkatkan kesejahteraan

ummat dalam proses pengentasan kemiskinan, dengan cara

merevitalisasi sistem akumulasi dan sistem

pendistribusian zakat yang baik dan benar. Adapun

23

Page 24: Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

sistem akumulasi yang dapat dilakukan adalah dengan

cara pemerintah harus memiliki komitmen dan konsistensi

tentang akumulasi zakat di tanah air, salah satu yang

dapat dilakukan ialah mendirikan Direktorat Jendral

Zakat menggantikan badan-badan zakat yang ada sekarang

ini seperti Baznas, Rumah Zakat, dan yang lainnya. Hal

ini karena zakat merupakan suatu kewajiban yang memang

wajib diambil atau dipungut seperti pemungutan pajak

oleh Negara, kemudian juga sebagai bentuk proses

belajar dari sistem akumulasi pajak yang telah sukses

dan berkembang dengan pesat dari segi kuantitasnya,

walaupun jika ditilik secara kualitasnya hanya

digunakan untuk membayar hutang Negara.

Selanjutnya yang harus dibangun adalah sistem

pendistribusian dari zakat konsumtif menuju zakat

produktif. Ini dimaksudkan bahwa zakat konsumtif tetap

ada untuk orang tertentu, namun mulai saat ini harus

lebih mengarah kepada zakat produktif, sebab dengan

zakat produktif diharapkan para mustahiq akan berubah

menjadi muzzaki dalam waktu setahun atau dua tahun

kedepannya. Dengan demikian tujuan zakat untuk

mensejahterakan umat dan mengentaskan kemiskinan dari

muka bumi dapat tercapai dan terlaksana sesuai yang

diharapkan.

24