Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat : Sebuah Upaya Meningkatkan kesejahteraan ummat 1. Iftitah Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis data Maret 2014 di situsnya www.bps.go.id bahwa angka kemiskinan di negeri ini mencapai 11,25 persen dengan total jiwa sekitar 28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa betapa masih banyaknya rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan itu membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari kesejahteraan, dimana masalah kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan Negara sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Akan tetapi, semua itu masih jauh dari apa yang diharapkan. Kemudian, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia sebenarnya dalam masalah kesejahteraan memiliki konsep yang telah teruji yakni melalui zakat. Zakat adalah bagian dari resources yang dimiliki oleh sebuah rumah-tangga (household) yang harus disisihkan untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat yang berhak menerimanya. Zakat merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yaitu rukun Islam yang ke empat, akan tetapi sepertinya zakat diposisikan sebagai “anak tiri” bila dibandingkan dengan rukun yang lainnya. Padahal zakat selain berdimensi ubudiyah, ia juga berdimensi sosial kemasyarakatan secara langsung dalam bentuk materi. Dimensi sosial dalam bentuk materi 1
24
Embed
Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat :Sebuah Upaya Meningkatkan kesejahteraan ummat
1. Iftitah
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis data
Maret 2014 di situsnya www.bps.go.id bahwa angka
kemiskinan di negeri ini mencapai 11,25 persen dengan
total jiwa sekitar 28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan
bahwa betapa masih banyaknya rakyat Indonesia yang
berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan itu
membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari
kesejahteraan, dimana masalah kesejahteraan rakyat
merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan Negara
sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Akan tetapi,
semua itu masih jauh dari apa yang diharapkan.
Kemudian, Islam sebagai agama mayoritas di
Indonesia sebenarnya dalam masalah kesejahteraan
memiliki konsep yang telah teruji yakni melalui zakat.
Zakat adalah bagian dari resources yang dimiliki oleh
sebuah rumah-tangga (household) yang harus disisihkan
untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat
yang berhak menerimanya. Zakat merupakan salah satu
ajaran pokok agama Islam yaitu rukun Islam yang ke
empat, akan tetapi sepertinya zakat diposisikan sebagai
“anak tiri” bila dibandingkan dengan rukun yang
lainnya. Padahal zakat selain berdimensi ubudiyah, ia
juga berdimensi sosial kemasyarakatan secara langsung
dalam bentuk materi. Dimensi sosial dalam bentuk materi
1
itu dapat dirasakan dan dinikmati oleh rakyat Indonesia
apabila potensi zakat dapat direalisasikan secara
maksimal.
Para pakar di bidang hukum Islam menyatakan bahwa
potensi zakat di Indonesia sangat besar dan secara
komplementer dapat menopang pembangunan nasional.
Potensi zakat itu dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang
kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Namun
persoalannya di Indonesia saat ini adalah kesediaan
umat Islam mengeluarkan zakat umumnya masih terbatas
pada zakat fitrah, karena sebagian umat masih enggan
untuk menyisihkan harta yang bukan haknya. Hal ini
dikarenakan adanya pendapat bahwa zakat mal identik
dengan pajak, sehingga kalau sudah bayar pajak, apa
perlunya kita harus mengeluarkan zakat. Pendapat lain
menyatakan bahwa ada keengganan mengeluarkan zakat
karena akan memberatkan atau membebani keuangan rumah-
tangga, apalagi dalam keadaan krisis moneter seperti
yang terjadi saat ini. Zakat mal masih dilihat sebagai
sebuah beban atau bahkan sebagai pengeluaran yang sia-
sia, bukan sebagai suatu pengeluaran dari kewajiban
ummat Islam yang akan memberikan kepuasan atau utilities,
serta zakat dianggap sebagai pengeluaran sukarela bukan
sebagai pengeluaran yang wajib. Sehingga, fungsi dan
peranan zakat yang begitu besar, tidak sebanding dengan
2
yang ada saat ini, ditambah kurangnya perhatian dan
pelaksanaannya dari pemerintah dan umat Islam itu
sendiri.
Kurangnya perhatian pemerintah dan ummat Islam itu
menyebabkan zakat tidak maksimal dalam sistem
akumulasinya serta tidak tepat dalam
pendistribusiannya. Oleh karena itu, salah satu upaya
penting agar sistem akumulasi dan pendistribusian zakat
terlaksana dengan baik dan maksimal, maka pemerintah
dan umat Islam harus merubah paradigma lama ke
paradigama baru, dimana zakat merupakan kewajiban yang
mesti dilaksanakan ummat Islam secara optimal, bukan
hanya sekedar pemberian sukarela. Bahkan zakat itu
wajib dipungut oleh amil zakat, sehingga dengan
demikian zakat mampu dijadikan sebagai solusi bagi
rakyat Indonesia khususnya umat Islam dalam membangun
kesejahteraan bersama.
Fenomena di atas menarik perhatian penulis untuk
menulis mengenai zakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umat secara komprehensif. Oleh sebab itu,
penulis tertantang untuk mengangkat judul “Revitalisasi
Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat; Sebuah
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Ummat”.
2. Zakat dan Potensinya
a. Pengertian Zakat
3
Zakat menurut bahasa (lughat) berasal dari kata
zakaa, , yang artinya bertambah dan terus
berkembang, sebagaimana ungkapan arab;
artinya pohon tersebut tumbuh dan berkembang, atau
ungkapan; . (Institute Manajemen
Zakat, 2003: 17)
Secara etimologi, zakat adalah menyucikan,
memperbaiki, berkembang, dan memuji. Zakat adalah
berkembang, barakah, dan tambahan kebaikan. Zaka al-
Zuru’, artinya tumbuhan berkembang. Zakat al-Nafaqah
itu diberi berkah. Sedangkan secara terminology, zakat
merupakan nama sebagian dari sesuatu yang dikeluarkan
dari harta atau badan dengan cara tertentu(DEPAG
RI,2009: 29).
Kata zakat merupakan salah satu kosa kata bahasa
Arab yang telah direduksi ke dalam bahasa Indonesia.
Kata tersebut berasal dari kata zaka, yang memiliki
beberapa makna yaitu: ath-thaharah (suci), as-salah
(baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan
berkembang). Zakat merupakan penyerahan kepemilikan
harta tertentu kepada orang yang berhak menerimanya
dengan syarat tertentu pula (Tarmizi Tohor, 2013: 5).
Zakat seperti tertulis dalam surat At Taubah ayat
103 mengandung pengertian bahwa setiap muslim yang
mempunyai harta benda yang telah cukup nisab wajib
4
membersihkan harta bendanya dengan memberikan
sebahagian hartanya kepada orang-orangyang berhak.
Zakat merupakan pemberian wajib yang dikenakan
pada kekayaan seseorang beragama Islam, yang telah
terakumulasi nisab dan haul dari hasil perdagangan,
pertanian, hewan ternak, emas, dan perak, serta
berbagai bentuk dari hasil
pekerjaan/profesi/investasi/saham dan lain
sebagainya(Ahmad Supardi Hasibuan, 2013: 81).
Dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan
kepada orang-orang yang berhak. (Nuruddin Mhd. Ali,
2006 : 6).
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 pasal 1 ayat 2
tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam, sedangkan
Yusuf Qardhawi berkesimpulan bahwa zakat adalah ibadah
ma’liyah yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan
orang-orang yang membutuhkan (Al-Zakah).
Selanjutkan menurut ulama Hanafiah zakat adalah
peralihan kepemilikan bagian harta tertentu dari harta
tertentu untuk disalurkan kepada orang tertentu yang
sesuai dengan ketentuan syar’i, dalam rangka mengharap
ridho Allah. Menurut ulama Malikiah, zakat adalah
5
mengeluarkan sebagian harta tertentu dari harta yang
telah mencapai nishab untuk diserahlkan kepada
mustahiq. Menurut ulama Syafi’iyah, zakat adalah nama
bagi apa yang dikeluarkan dari harta atau badan melalui
ketentuan khusus. Sedangkan menurut ulama Hanabilah
zakat adalah sejumlah harta yang wajib diserahkan
kepada kelompok (mustahiq) yang telah ditentukan pada
waktu yang telah ditentukan pula (Tarmizi Tohor, 2013:
5).
Dari pengertian di atas, zakat dimaknai sebagai
bentuk kewajiban mengeluarkan sebagian harta yang
diperoleh setiap ummat Islam yang telah sampai pada
nisabnya menurut aturan dan ketentuan Islam yang akan
diberikan kepada orang tertentu. Orang tertentu
tersebut merupakan mereka yang memiliki hak atas dana
zakat yang terkumpul oleh lembaga penerima zakat.
3. Jenis-jenis Zakat
Bila ditinjau dari kewajiban zakat, maka zakat
dapat diklasifikasikan kepada dua jenis, yaitu zakat
fitrah dan zakat harta.
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah terdiri dari suku kata, yaitu zakat
dan fitrah. Kata zakat berarti ath-taharah (suci), as-salah
(baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan
berkembang). Adapun kata fitrah, merupakan isim masdar
dari kata aftara-if-taran, yang artinya “jiwa atau
6
diri”. Dengan demikian, secara etimologi zakat fitrah
adalah “pensucian jiwa, perbaikan jiwa, keberkatan
jiwa, dan menumbuh kembangkan potensi jiwa”. Sedangkan
secara terminology, zakat fitrah adalah zakat yang
diwajibkan bagi setiap individu (umat Islam), baik
anak-anak maupun orang dewasa, merdeka maupun hamba
sahaya.
Defenisi di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya
bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban individu yang
tidak boleh ditinggalkan, baik oleh orang kaya maupun
miskin. Penafsiran selanjutnya, jika seseorang tidak
memiliki sesuatu apapun yang dapat dijadikan zakat
fitrah, baik berupa makanan pokok maupun uang senilai
dengannya, maka diharuskan orang tersebut diharuskan
berhutang, sehingga dapat membayar zakat. (Tarmizi
Tohor, 2013 : 10-11).
Hal di atas tentunya merupakan wujud penafian
terhadap fuqaha’ yang membatasi kewajiban zakat fitrah
tersebut bagi mereka yang memiliki kelebihan makanan
untuk satu hari di hari raya ‘idul fitri.
Kemudian hikmah dari zakat fitrah ada dua.
Pertama, menyempurnakan puasa Ramadhan jika di dalamnya
ternodai oleh perkataan-perkataan kotor. Kedua,
menunjukkan kepada fakir miskin akan perhatian saudara
mereka di hari Idul Fitri untuk ikut bergembira bersama
7
mereka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas
r.a berkata :
Artinya : Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu
sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan
kotor, juga berbagi makanan dengan fakir miskin.(HR.
Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim), (Yusuf Qardawi, 2013 :
86)
b. Zakat Mal (harta)
Mengenai zakat mal (harta), banyak defenisi yang
dikemukakan oleh ulama, yaitu bagian harta yang
disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Zakat mal, bila ditinjau dari segi harta yang
diwajibkan dapat diklasifikasikan kepada emas, perak,