LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM
PHARMACEUTICAL ANALYSIS
ANALISIS KANDUNGAN NITRIT DAN NITRAT DALAM DAGING BURGER DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI UV.
Disusun oleh :Rossa Adrianti
128114111Andriana Cindy Salim
128114112Astrid Pangestuty
128114114Bartolomeus Widiasta
128114115
Kelompok
: BTanggal Praktikum : 30 September, 7, dan 21 Oktober 2014
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENTAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA2014BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Banyak produk makanan semakin banyak pada zaman sekarang. Banyak
produsen yang memproduksi makanan cepat untuk zaman sekarang. Salah
satunya makanan kegemaran segala kalangan adalah burger. Burger
menggunakan daging pada setiap penyajiannya. Burger menjadi
kegemaran semua kalangan karena harganya yang relatif murah dan
dapat menggantikan makan pagi, siang, dll disaat tidak sempat
makan. Daging didalam burger mempunyai daya simpan yang cukup lama
pula. Hal ini dikarenakan adanya bahan pengawet yang dicampurkan
dalam bahan daging tersebut. Beberapa makanan menggunakan senyawa
nitrat dan nitrit sebagai bahan pengawetnya.
Pada saat ini banyak oknum yang melakukan hal-hal yang melanggar
aturan. Hal ini terutama pada hal produk makanan. Banyak yang
memproduksi daging burger tanpa memperhatikan berapa besar
kandungan senyawa pengawet yang diperbolehkan dalam campuran
adonan. Banyak dari produsen tersebut yang hanya membuat sebuah
produk yang menarik dan dapat tahan lama tanpa memikirkan segi
kesehatan dari produk tersebut.
Senyawa nitrat terbentuk dari senyawa nitrit yang teroksidasi
secara katalitik dengan ammonia. Kedua senyawa tersebut mengandung
nitrogen yang berikatan dengan atom oksigen. Senyawa nitrit dan
nitrat sendiri akan menjadi racun jika diberikan pada porsi secara
berlebih dalam setiap makanan.Senyawa nitrit dan nitrat dapat di
deteksi dengan instrument spektrofotometer UV-Vis. Prinsip dari
spektroftometer UV-Vis sendiri adalah interaksi yang terjadi antara
energy yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan
materi yang berupa molekul.
Pentingnya mengetahui kandungan nitrit dan nitrat dalam sebuah
makanan dalam hal ini daging burger agar terjaminnya makanan yang
beredar dalam masyarakat sehingga tidak
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah Nitrit dan Nitrat dalam sampel Z dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometer?
1.2.2 Berapakah kadar Nitrit dan Nitrat dalam sampel Z?1.3
Tujuan
1.3.1 Mengetahui apakah dapat menganalisis Nitrit dan Nitrat
dalam sampel Z1.3.2 Mengetahui berapa besar kadar Nitrit dan Nitrat
pada sampel Z
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk peneliti : dapat mengetahui metode analisis
dan menghitung kadar nitrit dan nitrat dalam sampel Z.
1.4.2 Manfaat untuk pembaca : mengetahui apakah pada sampel yang
diuji mempunyai senyawa nitrit dan nitrat.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daging Burger
Daging dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu daging segar dan
daging olahan. Daging segar ialah daging yang belum mengalami
pengolahan dan dapat dijadikan bahan baku pengolahan pangan.
Sedangkan daging olahan adalah daging yang diperoleh dari hasil
pengolahan dengan metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan,
misalnya sosis, dendeng, daging burger dan daging olahan dalam
kaleng dan sebagainya (Desroiser, 1988).
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5%
substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie,
2003).
Warna daging segar adalah warna merah terang dari oksimioglobin,
warna daging yang dimasak adalah warna coklat dari globin
hemikromogen, warna daging yang ditambahkan nitrit adalah warna
merah gelap dari nitrikoksidamioglobin dan bila dimasak (Soeparno,
1994).
Burger merupakan produk daging giling segar. Daging burger sapi
merupakan produk olahan daging sapi yang digiling dan dihaluskan,
dicampur bumbu dan kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur
rata dengan proses kuring (Soeparno, 1994). Bahan baku yang
diperlukan dalam pembuatan burger adalah daging giling atau cacah,
lemak, bahan pengikat, bahan pengisi dan aneka bumbu (Senior,
2006).
Bahan tambahan pangan yang sering digunakan adalah pemanis,
pengawet dan pewarna. Pemanis yang dipakai adalah sukrosa,
dekstrosa, laktosa dan sirop jagung. Di dalam burger sering
ditambahkan pewarna buatan khususnya pewarna merah. Selain itu
untuk memperkuat cita rasa pada burger juga biasa ditambahkan
flavor daging seperti daging sapi dan daging ayam. Bahan tambahan
pangan yang sering digunakan sebagai pengawet adalah nitrit
(Senior, 2006). 2.2. Nitrit
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan
nitrit serta natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging
olahan (kuring) selama berabad-abad (Silalahi, 2005).
Curing adalah cara proses daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Natrium nitrit dan atau Natrium nitrat
dan gula serta bumbu-bumbu (Harris, 1989).
Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat
pembentukan WOF (Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma
dan rasa yang tidak menyenangkan pada produk daging yang telah
dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif
menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk
daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa
yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid membentuk warna merah
yang bisa diukur menggunakan spektrofotometer. Angka TBA adalah
angka yang dipakai untuk menentukan adanya ketengikan dari senyawa
aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo,
2006).
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor: 722/MENKES/PER/X/88
tentang bahan tambahan makanan:
2.3. Analisis Nitrit
2.3.1. Analisis Kualitatif.
Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan beberapa
cara yaitu menggunakan asam sulfanilat dan larutan NED, serbuk
antipirin, dan serbuk
kalium iodida. Larutan yang mengandung nitrit bila ditambahkan
beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NED dibiarkan
selama beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah
(Vogel, 1990).
Persamaan reaksinya adalah:
Larutan yang mengandung nitrit, dipekatkan diatas penangas air,
kemudian
pada sisa larutan diteteskan beberapa tetes asam klorida encer
dan ditambahkan sedikit serbuk antipirin, kemudian diaduk akan
memberikan hasil warna hijau (Roth, 1988).
Persamaan reaksinya adalah:
Larutan yang mengandung nitrit, ditambahkan sedikit serbuk
kalium iodide lalu diasamkan dengan asam klorida encer, iod akan
dibebaskan, yang dapat diidentifikasi dengan pasta kanji memberikan
hasil warna biru (Roth, 1988).
Persamaan reaksinya adalah:
2.3.2. Analisis Kuantitatif.
Penetapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode
antara lain spektrofotometri sinar tampak dan volumetri. Metode
spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan
kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang
membentuk warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang
gelombang maximum 540 nm (Herlich, 1990; Vogel, 1994). Metode ini
berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer
aromatic dikopling dengan N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida
(NED). Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang
berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur secara spektrofotometri
sinar tampak (Rohman, 2007).
Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh
suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan
analisa kualitatif dan kuantitatif. Bila suatu molekul dikenakan
radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi
elektromagnetik yang energinya sesuai. Hukum Lambert-Beer
menyatakan bahwa intensitas yang diserap oleh larutan zat
berbanding lurus dengan tebal dan kosentrasi larutan dan berbanding
terbalik dengan transmitan. (Day, 2002; Rohman, 2007). Menurut Day
(2002), hokum tersebut dituliskan dengan:
Pada analisis menggunakan alat spektrofotometri sinar tampak
dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva
kalibrasi. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang
gelombang yang memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku
pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan
antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan
regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung
kadar dalam sampel (Rohman, 2007).
2.4. Validasi Metode
Berikut ini merupakan parameter parameter validasi metode, yaitu
:1. Ketetapan (Akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan
antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai
konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur
sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu
pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk
pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference
material, SRM) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan
pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi
yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data
dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi
RSD. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi
analit pada matriks dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
(Harmita, 2004).
2. Keseksamaan (Presisi)
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan
biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah
sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Dokumentasi
presisi seharusnya mencakup simpangan baku, simpangan baku relatif
(RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian
kajian kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas
atau akurasi. Biasanya replikasi 6 15 dilakukan pada sampel tunggal
untuk tiap tiap konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas suatu metode adalah suatu ukuran seberapa mampu
metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa senyawa
lain yang terkandung didalam sampel. Metode analisis yang paling
selektif melibatkan pemisahan secara kromatografi (Watson,
2007).
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat
penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel
yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap
hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan (Harmita, 2004).
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan.
Yang pertama (dan yang paling diharapkan), adalah dengan melakukan
optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara
sempurna dari senyawa - senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju
2). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan
menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa - senyawa
yang terelusi secara bersama - sama. Sebagai contoh, detektor
elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan mendeteksi
senyawatertentu, sementara senyawalainnyatidak terdeteksi.
Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga
merupakan cara yang efektifuntuk melakukan pengukuran selektifitas
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada percobaan ini, senyawa yang akan diukur kadarnya ada 3
yaitu aspirin, parasetamol, dan kafein. Nilai resolusi yang dapat
diperoleh yaitu nilai resolusi dari parasetamol, sedangkan untuk
aspirin dan kafein tidak dapat dihitung resolusinya. Nilai resolusi
parasetamol pada percobaan minggu pertama yaitu 1.2, sedangkan pada
percobaan minggu kedua yaitu 0.97 dan 0.93. Dari hasil tersebut
dapat dilihat nilai resolusi dari parasetamol < 2, sehingga
tidak memberikan pemisahan antar puncak yang baik dan puncak tidak
turun sampai base line. Dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan
dalam penetapan kadar parasetamol, aspirin, dan kafein ini belum
memenuhi syarat selektivitas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai resolusi, yaitu jumlah lempengan (N), dan faktor retensi (k).
Nilai N mempengaruhi resolusi dari suatu senyawa. Menaikkan faktor
N akan menyebabkan penyempitan 2 puncak sehingga W (lebar puncak)
menjadi lebih kecil dan resolusinya menjadi lebih besar. Penurunan
nilai k akan menghasilkan pemisahan yang jelas dan waktu retensi
yang pendek. Kenaikan k akan memberikan resolusi yang baik. Apabila
resolusinya sudah baik, maka senyawa yang akan diukur akan terpisah
puncaknya dengan yang lain sehingga pengukuran lebih selektif dan
spesifik pada senyawa yang dituju.4. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi
matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam
sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan
tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi
(x). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal
pada konsentrasi yang berbeda beda. Data yang diperoleh selanjutnya
dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien
korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
5. Batas deteksi (LOD)
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat
dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik
menyatakan apakah analit diatas atau dibawah nilai tertentu. Batas
deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar
respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blanko (3Sb)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
6. Batas kuantifikasi (LOQ)
Batas kuantifikasi adalah konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai y yb = 10Sb. Dalam
kasus ini, analit tersebut harus menghasilkan puncak >10 kali
simpangan baku pada garis dasar kromatografi selama analisis
kromatografi (Watson, 2007).
Uji kesesuaian sistem lebih sering diterapkan pada instrumen
analisis. Uji uji tersebut dirancang untuk mengevaluasi komponen
komponen sistem analisis untuk menunjukkan bahwa kinerja sistem
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh metode tersebut. Validasi
metode dilakukan satu kali pada akhir pengembangan metode,
sedangkan uji uji kesesuian system dilakukan terhadap suatu system
secara periodic untuk menentukan apakah system tersebut masih
berjalan dengan baik dan mampu digunakan utuk analisis (Watson,
2007).2.5. Sifat Fisika Kimia
a. NED.2HCl
i. Organoleptis: Serbuk, berwarna agak krem, tidak berbau.
ii. Titik lebur
: 195oC
iii. Bobot molekul: 259.17 g/mole
iv. Inkompatibilitas: Agen pengoksidasi kuat
v. Stabilitas
: Stabil pada temperature dan tekanan ruang. Material kering
terdekomposisi diatas 200oC.
vi. Keamanan: Bahaya jika tertelan atau terhirup. Mengiritasi
mata dan kulit.
vii. Kelarutan
: Larut di air dan larut di asam hidroklorat encer.
viii. Struktur
:
(Labchem, 2004).
b. Sulfanilamid
i. Organoleptis: Berbentuk kristal, berwarna putih.
ii. Bobot molekul: 172.21 g/mole
iii. Titik lebur
: 165.5oC
iv. Kelarutan
: Larut dalam air dingin (7.5 g/L 25oC)
v. Stabilitas
: Stabil pada temperature dan tekanan normal.
vi. Hindarkan dari: Cahaya, debu, kelebihan panas, paparan udara
jangka panjang.
vii. pH
: 5.8 6.1
viii. Massa jenis: 1.08 g/cm3
ix. Inkompatibilitas: Agen pengoksidasi kuat.
x. Keamanan: Mengiritasi kulit dan mata. Bahaya jika terhirup
dan tertelan. Bersifat korosif terhadap mata dan
kulit.
xi. Struktur
:
(Sciencelab, 2013).
c. CH3COOH
i. Organoleptis: Berbentuk cair, tidak berwarna, berbau
cuka.
ii. Bobot molekul: 60.05 g/mole
iii. pH
: 2.4
iv. Titik lebur
: 17oC
v. Titik didih
: 118oC
vi. Kelarutan
: Larut sempurna dalam air, ethanol, ether, aceton. Juga larut
dalam tetrachlorometan, glycerol,
dimetil sulfoxide.
vii. Hindari kondisi: Panas.
viii. Inkompatibilitas: Agen pengoksidasi kuat, agen pereduksi,
metal, asam, basa.
ix. Stabilitas
: Stabil.
x. Keamanan
: Menyebabkan kulit terbakar dan kerusaka
mata.
xi. Struktur
:
(Sciencelab, 2013).
d. -naftilamini. Organoleptis: Serbuk kasar berwarna ungu
kehitaman, berbau
khas ammmonia.
ii. Bobot molekul: 143.19 g/mol
iii. Titik lebur
: 48 oC
iv. Kelarutan
: Sukar larut dalam air (1.7 mg/L), larut dalam eter
alkohol.
v. Keamanan: Bahaya jika terkena mata dan menyebabkan iritasi
kulit. Bahaya jika terhirup dan tertelan.
vi. Stabilitas
: reaktif terhadap udara dan bersifat fotosensitif (Sciencelab,
2013).
BAB III
METODE ANALISIS
3.1. Analisis Nitrit Dalam Daging Burger. 3.1.1. Pembuatan
Reagen Griesse II.
Dilarutkan 0.2 g -naftilamin dalam 150 ml 15% (v/v) CH3COOH.
Disaring, lalu disimpan dalam Beaker glass tertutup alumunium
foil.
3.1.2. Pembuatan Reagen Sulfanilamide.
Dilarutkan 0.5 g sulfanilamide dalam 150 ml 15% CH3COOH (v/v).
Disaring, lalu disimpan dalam Beaker glass tertutup alumunium
foil.
3.1.3. Pembuatan Larutan standar Nitrit:
3.1.3.1. Larutan stok 1000 ppm (g/ml) NaNO2. Dilarutkan 1000 g
NaNO2 dalam H2O dan encerkan 1L
3.1.3.2. Larutan intermediet - 100g/ml NaNO2. Diencerkan 100 ml
larutan stok dalam labu takar 1 L dengan H2O.
3.1.3.3. Working solution - 1g/ml NaNO2. Diencerkan 10 ml
larutan intermediet ke labu takar 1 L dengan H2O.
3.1.4. Kertas saring.
Uji kontaminasi nitrit dengan menganalisa 3 4 lembar kertas
saring secara random. Disaring sejumlah 40 ml aquadest melalui
masing masing kertas saring. Add 4ml reagen Sulfanilamid, dicampur,
dan di biarkan 5 menit, add 4ml reagen Griesse II, dicampur dan
didiamkan selama 15 menit. Jika ada kertas saring yang hasilnya
positif (berupa warna ungu-merah muda), jangan dipakai.3.1.5.
Penentuan Operating Time.Dari larutan kerja konsentrasi 1,0 g/mL
diambil 30 mL lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL, ditambahkan 5
mL reagen sulfanilamid kemudian digojog, dibiarkan 5 menit.
Ditambahkan 5 mL reagen Griesse II, diencerkan hingga batas tanda
kemudian digojog. Larutan ini dibuat sebanyak 5 kali dan
masing-masing diberi label. Tiap-tiap larutan didiamkan selama 10,
20, 30, 40, dan 50 menit kemudian diukur absorbansinya menggunakan
panjang gelombang 540 nm. Absorbansi larutan yang tertinggi
digunakan sebagai operating time.
3.1.6. Optimasi panjang gelombang:Dilakukan pengukuran panjang
gelombang pada seri larutan baku konsentrasi awal, tengah dan
akhir.3.1.7. Determinasi:Ditimbang seksama 5 g daging awetan
(daging burger) yang telah ditumbuk halus dan dicampurkan
seluruhnya ke beaker glass 50 ml. Add dengan aquadest yang telah
dipanaskan 80oC. Diaduk seluruhnya dengan batang pengaduk, seluruh
gumpalan yang ada di hancurkan dengan batang pengaduk, dan
dipindahkan ke labu ukur 500 ml. Dibilas bersih beaker glass dan
batang pengaduk dengan air panas, Air pembilas di masukan ke labu
takar tersebut. Add dengan air panas sampai batas tanda, lalu
dipindahkan ke water bath, dan dibiarkan selama 2 jam, sambil
sekali-kali dikocok. Dinginkan pada suhu ruang, diencerkan sampai
volume dengan aquadest, dan dicampur kembali. Disaring. Jika
kekeruhannya tidak berubah setelah dilakukan penyaringan,
sentrifugasi akan membantu menjernihkan larutan. Add 2.5 ml reagen
Sulfanilamid ke sebagian dari jumlah total larutan yang mengandung
5-50 g NaNO2 dalam labu takar 50 ml, dan dicampur. Setelah 5 menit,
add 2.5 ml reagen Griesse II, campur, diencerkan sampai batas
tanda, campur, dan biarkan warnanya berkembang selama 15 menit.
Diletakan sejumlah larutan pada kuvet spektrofotometer dan
determinasi pada panjang gelombang 540 nm, terhadap 45 mL blanko
aquadest, 2.5 ml reagen sulfanilamid, dan 2.5 ml reagen Griesse II.
Determinasi adanya nitrit dengan membandingkan kurva baku yang
dibuat sebagai berikut: Add 10, 20, 30, dan 40 ml larutan working
standar nitrit ke 50 ml labu takar, add 2.5 ml reagen sulfanilamid,
campur, dan lanjutkan seperti diatas, mulai dari Setelah 5 menit, .
Kurva baku adalah sebuah garis lurus pada 1 g/ml NaNO2 dalam
larutan akhir.3.2. Validasi Metode Analisis.
3.2.1. LinearitasLarutan seri nitrit masing-masing diukur
absorbansi nya, kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi. Dihitung persamaan regresinya, sehigga dapat
dilihat nilai r dari kurva tersebut. Linearitas yang baik yaitu r
mendekati 1.
3.2.2. Presisi
Presisi dihitung menggunakan data replikasi sampel. Data kadar
nitrit dalam sampel kemudian dihitung SD dan CV nya. Presisi yang
baik menunjukkan CV < 5%.
3.2.3. Batas Deteksi (LOD dan LOQ)
Batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon
sebesar respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blanko
(3Sb) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Y = 3Sb/S
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai y yb = 10Sb. Dalam
kasus ini, analit tersebut harus menghasilkan puncak >10 kali
simpangan baku pada garis dasar kromatografi selama analisis
kromatografi (Watson, 2007).
Y = 10Sb/S
3.2.4. AkurasiAkurasi diperoleh dengan membandingkan hasil
pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference
material, SRM). Analisis kadar analit yang ditambahkan kedalam
matriks sampel yang dianalisis(spiked method). Yang dapat
dinyatakan dalam persamaan :
% Recovery = (Ch Cb)/Cs x 100 %
Dengan Ch adalah kadar analit yang diihitung dari metode yang
divalidasi, Cb adalah kadar tanpa analit (blangko), dan Cs adalah
kadar analit teoritis.DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A., Underwood, A. L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif,
edisi ke-6, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 394, 396-404
Desrosier, N. W., 1988, Teknologi Pengawetan Pangan, UI-Press,
Jakarta, hal. 217.
Harris, R.S., Karmas, E., 1989, Evaluasi Gizi pada Pengolahan
Bahan Pangan, ITB-Press, Bandung, hal. 68, 69-70.Herlich, K., 1990,
Official Methods Of Analysis. 15th edition, AOAC Inc, Virginia, pp.
934.
Lawrie, R.A., 2003, Ilmu Daging, UI-Press, Jakarta, hal.176.
Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hal. 94-96.
Roth, H.J., 1988, Analisis Farmasi. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hal. 192.
Senior J.R., 2006, Drug Related Hepatotoxicity, N Engl J Med,
Jakarta, hal. 97-98.
Silalahi, J., 2005, Masalah Nitrit dan Nitrat Dalam
Makanan.Medika, no.7, UI-Press, Jakarta, hal 460-461.
Soeparno, 1994, Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hal.473.
Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta, hal. 239.Vogel, 1994,
Qualitative Inorganic Analysis, Departement of Chemistry Queen
University, Irreland, pp. 208.
14