BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Malang DPRD dalam Perspektif Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah bagian dari pemerintahan daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. (Pasal 1 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004). DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah memiliki tanggungjawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat. Fungsi DPRD terdiri dari 1) legislasi diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, 2) anggaran diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah Daerah, 3) Pengawasan Diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 64
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Malang
DPRD dalam Perspektif Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah
bagian dari pemerintahan daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. (Pasal 1
ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004). DPRD merupakan Lembaga Perwakilan
Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah
memiliki tanggungjawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam
membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat.
Fungsi DPRD terdiri dari 1) legislasi diwujudkan dalam membentuk
peraturan daerah bersama kepala daerah, 2) anggaran diwujudkan dalam
menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah Daerah, 3) Pengawasan
Diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang,
Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah.
Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Malang berdasarkan Pasal 45 ayat
(1) dan (3) Peraturan DPRD Kabupaten Malang No 40 tahun 2014
1. Pimpinan
Pimpinan DPRD terdiri dari ketua dan wakil ketua, dengan komposisi 1
ketua yang berasal dari partai pemenang pemilu dan 3 wakil ketua dari
partai pemenang pemilu urutan kedua dan seterusnya.
Tugas:
64
a. memimpin sidang dan memutuskan hasil sidang untuk diambil
keputusan
b. menyusun rencana dan pembagian kerja
c. koordinasi agenda dan materi kegiatann alat kelengkapan DPRD
d. juru bicara
e. pelaksanaan dan pemasyarakatan keputusan DPRD
f. wakil DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lain
g. konsultasi dengan bupati dan pimpinan lembaga/instansi
h. mewakili DPRD di pengadilan
i. pelaksana keputusan DPRD berkaitan dengan sanksi atau rehabilitasi
anggota
j. menyusun rencana anggaran bersama sekretariat, pengesahan
dilakukan dalam paripurna
k. menyampaikan laporan kinerja DPRD dalam paripurna khusus
2. Badan Musyawarah
Alat kelengkapan yang bersifat tetap beranggotakan unsur-unsur
fraksi berdasarkan perimbangan dengan jumlah paling banyak setengah dari
total anggota DPRD dan ditetapkan dalam rapat paripurna. Badan
Musyawarah dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua DPRD.
Tugas:
a. Menetapkan agenda pelaksanaan sidang, perkiraan waktu dan
jangka waktu penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah
b. Menyampaikan pendapat kepada pimpinan berkaitan dengan
65
kebijakan pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD
c. Meminta dan/atau memberikan kesempatan alat kelengkapan
DPRD untuk memberikan keterangan tentang pelaksanaan tugas
d. Penetapan jadwal rapat
e. Saran/pendapat untuk kelancaran kegiatan
f. Rekomendasi pembentukan pansus
g. Pelaksanaan tugas lain berdasarkan ketetapan paripurna
3. Komisi
Alat kelengkapan yang bersifat tetap, anggotanya adalah anggota
DPRD kecuali unsur pimpinan. Anggota DPRD wajib menjadi anggota
salah satu Komisi. Komisi dipimpin oleh ketua dan wakil dilengkapi dengan
sekretaris yang dipilih oleh anggota komisi. Jumlah komisi adalah 4 dengan
bidang kerja dan jumlah anggota sebagai berikut:
a. Komisi A, bidang pemerintahan, hukum, dan perundangundangan
beranggotakan 12 anggota DPRD
b. Komisi B, bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
beranggotakan 11 anggota DPRD
c. Komisi C, bidang keuangan, beranggotakan 11 anggota DPRD
d. Komisi D, bidang pembangunan, beranggotakan 12 anggota DPRD
Tugas:
a. mengupayakan terlaksananya kewajiban darah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
b. Pembahasan RPD dan rancangan keputusan DPRD
66
c. Pengawasan pelaksanaan Perda dan APBD
d. Membantu Pimpinan DPRD dalam penyelesaian masalahan
yang disampaikan Bupati/Masyarakat
e. Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti
aspirasi masyarakat
f. Memperhatikan upaya peningkatan kesra
g. Kunjungan kerja berdasarkan persetujuan Ketua DPRD
h. Rapat kerja dan rapat dengar pendapa
i. Usulan kepada Ketua DPRD dalam ruang lingkup kerja komisi
j. Memberikan laporan tertulis tentang pelaksanaan tugas
4. Badan Pembentukan Peraturan Daerah
Alat kelengkapan bersifat tetap, dibentuk dan ditetapkan
keanggotaannya melalui paripurna dengan jumlah anggota setara anggota
komisi. Komposisi anggota merupakan usulan masing-masing fraksi.
Pimpinan terdiri dari 1 ketua dan 1 wakil dipilih dari dan oleh anggota
Badan Legislasi Daerah. Masa keanggotaan dapat diubah pada setiap tahun
anggaran.
Tugas:
a. menyusun rancangan program Pembentukan Peraturan Daerah
b. koordinasi penyusunan program Pembentukan Peraturan Daerah
c. menyiapkan rancangan Peraturan Daerah usulan DPRD
d. harmonisasi dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan
Daerah
67
e. pertimbangan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
f. pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan Rancangan
Peraturan Daerah
g. monitoring dan evaluasi pembahasan materi Rancangan Peraturan
Daerah
h. masukan kepada pimpinan DPRD atas Rancangan Peraturan
Daerah
i. laporan kinerja sebagai bahan kerja bagi Komisi
5. Badan Anggaran
Alat kelengkapan yang bersifat tetap dengan anggota yang diusulkan
masing-masing fraksi dengan pertimbangan keanggotaan pada tiap-tiap
komisi. Jumlah anggota paling banyak setengah dari jumlah anggota DPRD.
Susunan keanggotaan dan unsur pimpinan ditetapkan dalam paripurna.
Tugas:
a. Saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada
Bupati dalam persiapan RAPBD
b. Konsultasi kepada komisi terkait dalam rangka pembahasan
rancangan kebijakan umum APBD
c. Saran dan pendapat tentang perubahan RAPBD dan RPD
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
d. Bersama dengan tim anggaran Pemerintah Daerah melakukan
penyempurnaan RPD APBD dan RPD pertanggungjawaban berdasarkan
hasil evaluasi Gubernur.
68
e. Pembahasan Rancangan Kebijakan Umum APBD serta Rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara bersama dengan tim anggaran
Pemda
f. Saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran
belanja DPRD
6. Badan Kehormatan
Alat kelengkapan yang bersifat tetap dan dibentuk DPRD dan
ditetapkan melalui Keputusan DPRD. Jumlah anggota 5 orang yang dipilih
dan ditetapkan dalam rapat paripurna berdasarka usulan masing-masing
fraksi. Badan kehormatan dipimpin 1 ketua dan 1 wakil dipilih oleh
anggota. Badan kehormatan dibantu Sekretariat DPRD.
Tugas:
a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan anggota
terhadap moral, kodeetik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam
rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD.
b. Meneliti dugaan pelanggaran oleh anggota
c. Penyelidikan, varifikasi, dan klarifikasi pengaduan dari pimpinan,
anggota, dan masyarakat
d. Melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil pada poin c
kepada rapat paripurna
7. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna
Alat kelengkapan lain berupa panitia khusus yang bersifat tidak tetap,
dibentuk melalui paripurna atas usulan anggota ditetapkan melalui
69
keputusan DPRD. Anggota pansus tidak melebihi setengah anggota DPRD
terdiri dari anggota komisi terkait berdasarkan usulan fraksi. Ketua dan
wakil pansus dipilih anggota. Pansus dalam melaksanakan tugas dibantu
Sekretariat.
8. Sekretariat
Sekretariat DPRD Kabupaten Malang berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang
Dalam Urusan Wajib Dan Pilihan merupakan salah satu SKPD yang bersifat
supporting staf, yaitu dalam hal memberikan dukungan administrasi teknis
kepada DPRD Kabupaten Malang atau dengan kata lain Sekretariat DPRD
Kabupaten Malang bukan lembaga politik melainkan institusi tersendiri
yang secara organisatoris merupakan organisasi Pemerintah Kabupaten
Malang yang menjalankan fungsi pelayanan kepada Anggota DPRD
Kabupaten Malang.
Tugas:
a. Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD
b. Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD
c. Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD
d. Penyediaan dan pengkoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh
DPRD
B. Pengawasan DPRD Terhadap Kebijakan Daerah dan Bupati
Sub bab ini memaparkan tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Malang terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan di
70
Kabupaten Malang. Sub pokok bahasan yang diangkat berkaitan dengan tata
aturan dan dan kelembagaan, pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-
hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan.
1. Tata Aturan dan Kelembagaan
Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati diatur dalam pasal 7 ayat 1 huruf a dan b Peraturan DPRD
Kabupaten Malang No.40. Fungsi tersebut menjadi dasar bagi adanya tugas
dan wewenang DPRD Kabupaten Malang untuk melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundangundangan
lain, Peraturan Bupati, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional
daerah.
Berkaitan dengan kewenangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah daerah
menjadi tanggung jawab melekat pada DPRD Kabupaten Malang sesuai
dengan fungsi yang dimiliki yaitu fungsi pengawasan. Hal ini menunjukkan
bahwa disamping memiliki kedudukan sebagai lembaga legislatif, DPRD
Kabupaten Malang juga merupakan unsur pemerintahan dengan kedudukan
yang sejajar dengan Pemerintah Daerah sebagai pengawas berbagai
kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah.
DPRD memiliki perangkat kerja atau yang disebut sebagai alat
kelengkapan lembaga sebagai bagian dalam pelaksanaan berbagai fungsi
yang dimiliki. Alat kelengkapan DPRD yang bertugas dalam kaitannya
71
dengan pengawasan pelaksanaan otonomi daerah yang bekerjasama dengan
Pemerintah Daerah adalah Komisi. Tugas tersebut sebagaimana diatur
dalam Peraturan DPRD No.40 Pasal 58 bahwa salah satu tugas komisi
adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
APBD sesuai dengan ruang lingkupnya. Sesuai dengan bidang yang
diangkat dalam penelitian ini yaitu bidang pembangunan, maka fungsi
pengawasan dilaksanakan dan menjadi tugas Komisi D (Pasal 57 ayat 4
huruf d)
Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa fungsi
pengawasan di bidang pembangunan dalam konteks pelaksanaan otonomi
daerah di Kabupaten Malang telah diatur jelas terkait dengan fungsi itu
sendiri (pasal 7 ayat 1 huruf a dan b) maupun alat kelengkapan yang secara
sistematis memiliki tugas dan kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan
kebijakan di bidang pembangunan yaitu Komisi D (pasal 57 ayat 4 huruf d
dan pasal 58)
2. Implementasi Fungsi Pengawasan
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pelaksanaan atau penerapan, umumnya dikaitkan dengan suatu kegiatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi dalam
bahasa aslinya adalah to implement yaitu menimbulkan dampak atau akibat
yang diharapkan terhadap sesuatu hal. Proses implementasi atau
pelaksanaan menurut Van Meter dan Van Horn merupakan tindakan oleh
organisasi, publik, atau kelompok individual untuk mencapai sasaran yang
72
ditetapkan atau direncanakan sebelumnya.
DPRD memiliki tiga fungsi pokok yaitu legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Fungsi DPRD sebagai legislasi dan anggaran merupakan
pelaksanaan dari fungsi DPRD sebagai pembuat kebijakan publik Fungsi
legislasi adalah fungsi pembuatan kebijakan-kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam bentuk berbagai peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah. DPRD sebagai wakil rakyat berperan dalam menampung
aspirasi masyarakat sehingga berbagai kebijakan dapat mewakili
kepentingan masyarakat atau kepentingan umum dan bukan untuk
kepentingan golongan saja.
Fungsi anggaran menempatkan DPRD dalam peran penyusunan
anggaran. Pokok-pokok pemikiran dalam hal ini adalah tiga fungsi dasar
penganggaran, yaitu (a) fungsi alokasi penyediaan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan masyarakat, (b) fungsi distribusi pemerataan pendapatan
antar warga negara, dan (c) fungsi stabilitas penyediaan kesempatan kerja,
kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi.
Disamping fungsi DPRD sebagai legislasi dan anggaran terdapat
fungsi pengawasan. Berbagai bentuk pengawasan politik yang dapat
dimanfaatkan oleh lembaga ini ialah dengan bertanya, interpelasi, angket
dan mosi tidak percaya. Kapasitas pengawasan dalam kaitannya dengan
fungsi yang dimiiki DPRD dipengaruhi oleh hubungan struktural-fungsional
antara DPRD dengan partai politik, pemerintah dan masyarakat sipil.
Fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Malang
73
dilaksanakan secara bertahap yang diatur berdasarkan program kerja
tahunan. Pengawasan yang dilakukan terhadap implementasi Peraturan
Daerah serta Keputusan Bupati serta didasarkan penilaian awal berkaitan
dengan indikasi Peraturan Daerah yang tidak efektif dijalankan. DPRD
melakukan pemanggilan terhadap Pemerintah Daerah yang biasanya
mengundang dinas terkait, yang selanjutnya dilaksanakan peninjauan
lapangan jika diperlukan, dalam hal ini untuk melihat langsung atas
implementasi suatu peraturan daerah.
Fungsi pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten
Malang merupakan bagian penting dari keseluruhan fungsi yang dimiliki
DPRD Kabupaten Malang. Kegiatan ini prinsipnya adalah sebagai tindakan
pencegahan agar setiap kebijakan yang ditetapkan dan implementasinya
benar-benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan sehingga dapat dilakukan
lebih terarah dan tidak menyimpang.
Tindakan pengawasan meliputi tiga tahapan penting menurut sifatnya
yaitu perencanaan kerja, pelaksanaan, dan evaluasi. Berdasarkan informasi
narasumber
Proses pengawasan dimulai dengan tahap perencanaan untuk menjamin efektivitas kerja pengawasan. Perencanaan menjadi dasar guna menentukan tindakan-tindakan apa saja yang perlu dilaksanakan. Perencanaan didasarkan pada pengkajian berbagai peraturan daerah yang ada, diawali dengan pandangan umum, kajian dan evaluasi normatif. Selanjutnya hasil kajian dibawa dalam rapat komisi atau rapat dengan pimpinan DPRD jika dipandang perlu. (Siadi, wawancara pada 1 Agustus 2015)
Sejalan dengan pendapat tersebut, Kriswiyanto menyatakan bahwa
pada tataran perencanaan khususnya berkaitan dengan kajian dan evaluasi
74
normatif:
Perencanaan tindakan pengawasan dilakukan untuk memberikan garis besar berkaitan dengan tindakan-tindakan pengawasan apa saja yang diperlukan sehingga dapat ditentukan apa bentuk tindakan pengawasan, kapan dilaksanakan, dan seberapa besar kebutuhan anggaran. Tujuan dari perencanaan tersebut secara umum adalah pencapaian efisiensi kerja dan efektivitas dalam implementasi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan realisasinya. (wawancara pada 4 Agustus 2015)
Tahap selanjutnya dari pelaksanaan fungsi pengawasan secara nyata
sebagaimana dikemukakan narasumber adalah pelaksanaan tindakan-
tindakan pengawasan. Dalam konteks ini Siadi menyatakan bahwa:
Implementasi rencana kerja pengawasan didasarkan pada perencanaan yang telah dilakukan. Artinya adalah apa yang dirumuskan dan ditetapkan dalam tahap perencanaan diwujudkan melalui tindakan. Selanjutnya output yang dihasilkan menjadi bahan evaluasi komisi bersangkutan untuk
Berdasarkan uraian narasumber disimpulkan bahwa fungsi
pengawasan merupakan satu rangkaian aktivitas yang dimulai dari
perencanaan kerja. Dalam konsep ini perencanaan kerja menjadi alat bagi
terbentuknya garis besar tindakan pengawasan yang menjadi kerangka kerja
bagi pelaksanaan tindakan pengawasan secara nyata, termasuk didalamnya
bentuk tindakan, waktu, dan anggaran terkait dengan pengawasan.
Selanjutnya kerangka kerja pengawasan tersebut dieksekusi dalam bentuk
pelaksanaan tindakan pengawasan.
Dalam konteks pengawasan kebijakan pemerintah daerah di bidang
pembangunan, penulis menggunakan pendekatan praktis atau tindakan nyata
berkaitan dengan pengawasan tersebut. Dengan demikian konsep
implementasi atau pelaksanaan pengawasan merupakan tindakan-tindakan
75
pengawasan oleh Komisi D yang membidangi pembangunan yang
sasarannya adalah tercapainya sasaran kebijakan pembangunan daerah yang
sesuai dengan kaidah dan norma aturan yang ditetapkan.
3. Mekanisme Pengawasan DPRD
Pengawasan oleh DPRD pada dasarnya memenuhi rincian fungsional
yang berlaku secara umum. Tata Tertib DPRD Kabupaten Malang mengatur
bahwa pengawasan dilaksanakan oleh perangkat DPRD yaitu komisi yang
mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang
komisi masing-masing.
a. Perencanaan Kerja Pengawasan
Komisi merupakan perpanjangan tangan DPRD dalam melakukan
pengawasan terhadap pemerintah daerah. Secara umum dapat dikatakan
bahwa pengawasan oleh DPRD yang dilaksanakan oleh komisi untuk
memberikan pandangan umum, mempelajari dan mengevaluasi secara
berkelanjutan beberapa aspek dalam berbagai kebijakan daerah dan
implementasinya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Siadi memberikan masukan sebagai
berikut:
“DPRD melaksanakan pengawasan untuk menilai penerapan dan keefektifan peraturan perundang-undangan. Pada tataran perencanaan, tindakan alat yang digunakan adalah rapat komisi untuk melakukan penilaian awal tentang indikasi adanya peraturan yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma-norma pemerintahan maupun kepentingan masyarakat. Indikasi bisa muncul dari internal maupun eksternal.”
76
Dalam kesempatan wawancara lainnya, Kriswiyanto menyatakan
hal yang tidak jauh berbeda:
“… melalui rapat komisi dilaksanakan penilaian awal apakah peraturan atau kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah memiliki indikasi penyimpangan; ukurannya adalah peraturan yang lebih tinggi dan kepentingan masyarakat. Indikasi bisa berasal dari rapat kerja rutin internal atau dari keluhan masyarakat yang berhasil dihimpun oleh komisi.”
Sementara itu informasi oleh Andy menunjukkan hal yang sama
terkait dengan mekanisme perencanaan pengawasan yang diawali dengan
rapat kerja komisi secara umum yang didalamnya juga dibahas tentang
indikasi penyimpangan kebijakan baik yang bersumber dari temuan
anggota sendiri maupun keluhan masyarakat. Sebagai tambahan
narasumber menyatakan bahwa:
“Rapat kerja komisi yang menjadi alat penilaian temuan/keluhan berkaitan dengan peraturan atau kebijakan yang menyimpang tersebut memberikan hasil output tentang pandangan umum peraturan/kebijakan. Jika mendesak atau diperlukan dapat dilanjutkan dengan rapat pimpinan untuk memperoleh pertimbangan lebih lanjut. Setelah itu diperoleh rekomendasi hasil rapat yang diterjemahkan dalam rencana kerja pengawasan mencakup tindakan-tindakan pengawasan, pihak-pihak terkait yang menjadi objek pengawasan, serta anggaran yang terserap.”
Berdasarkan uraian narasumber peneliti menyimpulkan bahwa
perencanaan dilakukan melalui rapat kerja komisi dengan terlebih dulu
melakukan kajian berkaitan dengan temuan maupun keluhan masyarakat
yang menjadi indikator dari adanya potensi penyimpangan kebijakan.
Hasil penilain tersebut yang diputuskan dalam rapat internal komisi
terkait yang juga dapat dilanjutkan dengan rapat dengan pimpinan untuk
77
menilai tentang keefektifan peraturan daerah yang berhubungan dengan
komisi masing-masing. Berdasarkan hasil rapat kerja tersebut ditentukan
apakah peraturan dan kebijakan daerah maupun kepala daerah termasuk
pelaksanaannya sesuai dengan maksud dan tujuan dari peraturan daerah
itu sendiri dan tidak menyimpang dari peraturan nasional.
Penilaian tentang peraturan dan kebijakan daerah dalam konteks ini
juga dilakukan terhadap aturan-aturan pendukung yang mencakup
peraturan administratif dan pelaksana yang ditetapkan melalui Keputusan
Kepala Daerah. Hasil rapat kerja komisi menghasilkan rekomendasi-
rekomendasi tindakan yang tertuang dalam rencana kerja pengawasan.
Rencana kerja pengawasan menampung berbagai hal pokok mencakup:
1) jenis tindakan yang diperlukan dalam eksekusi pengawasan serta
waktu pelaksanaannya, 2) koordinasi dengan instansi atau pihak
pelaksana aturan dan kebijakan yang menjadi objek pengawasan, serta 3)
anggaran kegiatan yang dialokasikan.
b. Tindakan Pengawasan
Pelaksanaan kegiatan pengawasan DPRD dirangkai dalam
berbagai kegiatan mencakup dengar pendapat, kunjungan kerja,
pengawasan tentang pengelolaan barang dan jasa, pengawasan tentang
proses pengadaan barang dan jasa dan pengawasan tentang kinerja
pemerintah, serta reses. Jika diperlukan DPRD dapat membentuk panitia
khusus.
Sementara itu terkait dengan komisi, tindakan pengawasan secara
78
umum terbagi menjadi dua bentuk kegiatan yaitu dengar pendapat dan
kunjungan kerja. Hal ini dinyatakan oleh Siadi sebagai berikut:
“Komisi melaksanakan tindakan pengawasan sebatas dengar pendapat dan kunjungan kerja. Sedangkan bentuk-bentuk pengawasan lainnya seperti pengelolaan dan pengadaan barang dan jasa serta kinerja pemerintah di bidang terkait dengan kebijakan yang diawasi merupakan bagian dari mekanisme kunjungan kerja”
Sejalan dengan pendapat tersebut Kriswiyanto menambahkan
beberapa uraian sebagai berikut:
“Dalam sudut pandang umum ada 2 bentuk tindakan pengawasan berupa dengar pendapat dan kunjungan kerja. Keduanya merupakan hirarki, jadi artinya kunjungan kerja tidak dapat dilakukan sebelum adanya dengar pendapat. Sementara sifat khususnya ada pada pengawasan bentuk lain yang lebih praktis yaitu pengadaan dan pengelolaan barang dan jasa terkait dengan pelaksanaan proyek tertentu yang menjadi bagian dari implementasi kebijakan pemerintah serta pengawasan kinerja dari pelaksananya”
Narasumber berikutnya menyatakan hal yang tidak jauh berbeda
dan melengkapi kedua masukan narasumber sebelumnya. Andy
menyatakan bahwa:
“Dengar pendapat dilaksanakan sebelum komisi melakukan kunjungan kerja ke berbagai wilayah yang menjadi lokasi dilaksanakannya suatu eksekusi atau implementasi kebijakan. Kedua tindakan pokok tersebut dilaksanakan sesuai urutannya serta melibatkan pihak lain yaitu instansi pelaksana yang mewakili pemerintah maupun masyarakat terdampak. Tujuannya adalah agar tindakan yang dilakukan di lapangan tepat sasaran dan tidak memboroskan anggaran”
Berdasarkan uraian narasumber dapat disimpulkan bahwa
kewenangan komisi dalam pelaksanaan tindakan pengawasan
sebagaimana diumuskan dalam rencana kerja pengawasan mencakup dua
79
mekanisme pokok yang dilaksanakan secara hirarkis yaitu dengar
pendapat dan kunjungan kerja. Dengar pendapat dilaksanakan dengan
melibatkan instansi terkait sebagai eksekutor kebijakan pemerintah
daerah, masyarakat, dan/atau dengan kedua unsur tersebut. Dengar
pendapat ditindaklanjuti dengan kunjungan kerja ke daerah-daerah
pelaksanaan kebijakan atau lingkungan masyarakat terdampak dari
kebijakan tersebut.
Sedangkan dalam pelaksanaan kunjungan kerja, ada beberapa
tindakan pengawasan yang berkaitan dengan pengadaan dan pengelolaan
barang dan jasa selama implementasi fisik dari kebijakan pemerintah
tersebut berlangsung. Konteks tindakan ini lebih bersifat administratif
berkaitan dengan pelaksanaan proyek termasuk upaya untuk
melaksanakan penilaian kinerja pihak-pihak yang terlibat, mencakup
instansi pelaksana maupun pihak ketiga yang mewakili pemerintah
daerah dalam pelaksanaan kerja.
Untuk melengkapi pembahasan tentang pelaksanaan tindakan
sesuai dengan rencana kerja pengawasan yang telah disusun, penulis
bermaksud menjabarkan mekanisme-mekanisme pokok atau umum
maupun khusus sebagainya disampaikan narasumber pada uraian
sebelumnya.
1) Dengar Pendapat
Dengar pendapat adalah serangkaian kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD dengan lembaga,
80
organisasi kemasyarakatan, perusahaan, atau perorangan. Kegiatan
dengar pendapat dilaksanakan sehubungan adanya indikasi/dugaan
penyimpangan kebijakan baik dalam bentuk peraturan daerah atau
peraturan kepala daerah itu sendiri, atau implementasinya yang
dianggap dapat merugikan Negara atau masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, dinyatakan oleh Siadi sebagai
berikut:
“Dengar pendapat melibatkan lembaga pemerintah daerah baik itu dinas, SKPD atau BUMN daerah sebagai pelaksana kebijakan yang dikaji atau bisa juga pihak swasta yang mewakili pemerintah jika menyangkut proyek yang ditenderkan. Selain itu dilibatkan juga masyarakat baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok jika indikasi penyimpangan kebijakan bersumber dari mereka. ”
Kriswiyanto menambahkan beberapa uraian berkaitan dengan
dengar pendapat sebagai berikut:
“Dalam tataran dengar pendapat yang dikaji bukan hanya informasi yang digali dari pelaksana kebijakan itu sendiri, misalnya dinas atau SKPD, tetapi juga pihak lain yang mungkin terlibat seperti perusahaan pemenang tender yang diatur dalam kebijakan. Pertimbangan dilaksanakannya dengar pendapat dapat bersumber dari komisi sendiri yaitu pandangan umum atau pengaduan masyarakat.”
Narasumber berikutnya menyatakan hal yang tidak jauh berbeda
dari kedua masukan narasumber sebelumnya. Andy menyatakan bahwa:
“Ada tiga pihak yang terlibat di dalamnya yaitu komisi, pelaksana kebijakan yang dalam hal ini pemerintah atau pihak yang mewakili, serta masyarakat. Informasi ketiga pihak tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan pengawasan oleh komisi.”
Berdasarkan informasi tersebut, dengar pendapat dilaksanakan
sehubungan adanya pengaduan dari masyarakat secara tulisan maupun
81
lisan atau hasil pandangan umum Komisi terkait. Pelaksana acara
dengar pendapat adalah alat kelengkapan DPRD atau berdasarkan
pada permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat dilaksanakan oleh
Pimpinan, Komisi atau alat kelengkapan dewan lainnya.
Dengar pendapat diadakan bersama-sama dengan instansi atau
lembaga terkait dan kelompok yang mewakili masyarakat
berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat. Demikian halnya
dengan pelaksanaan Peraturan Daerah, maupun Peraturan Bupati,
sebelum dilaksanakan kebijakan lain maka terlebih dahulu
dilaksanakan dengar pendapat.
2) Kunjungan Kerja
Kunjungan kerja adalah serangkaian kegiatan mengunjungi
suatu tempat di wilayah Kabupaten Malang. Kunjungan kerja ini
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilaksanakan acara dengar
pendapat maupun tanpa didahului acara dengar pendapat.
Informasi Siadi sehubungan dengan dilaksanakannya kunjungan
kerja adalah sebagai berikut:
“Kunjungan kerja tidak harus menjadi kelanjutan dari dengar pendapat. Artinya dengan atau tanpa dilaksanakannya dengar pendapat, kunjungan kerja dapat dilaksanakan jika itu memang diperlukan untuk menunjang kerja komisi. Tetapi pada umumnya kunjungan kerja yang dilakukan komisi di DPRD Kabupaten Malang menjadi tindak lanjut dari dengar pendapat.”
Kriswiyanto menambahkan:
“Hampir secara keseluruhan kunjungan kerja yang dilakukan Komisi terlebih dahulu diawali atau didasarkan pada kegiatan
82
dengar pendapat. Dengan demikian umumnya bersifat tindak lanjut. Tetapi dalam aturannya kunjungan kerja tidak harus didahului dengar pendapat, melainkan dapat dilakukan langsung jika jika dalam rapat kerja diputuskan untuk dilakukan”
Selanjutnya dinyatakan oleh Andy terkait pelaksanaan
kunjungan kerja bahwa:
“Kunjungan kerja pada dasarnya untuk meneliti lebih dekat berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah termasuk program-program yang terkait dengannya. Kegiatan komisi tersebut dilakukan umumnya melalui rangkaian dengar pendapat terlebih dulu meskipun pada dasarnya tidak terikat. Artinya tidak harus dengar pendapat dulu baru dilakukan kunjungan kerja, tetapi dapat dilaksanakan tanpa melalui dengar pendapat jika kunjungan kerja memang diperlukan”
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kunjungan kerja dilaksanakan untuk melihat lebih dekat atas suatu
kegiatan Pemerintah Daerah atas pelaksanaan Peraturan daerah
maupun Peraturan Bupati, termasuk di dalamnya program-program
pembangunan daerah. Melalui kunjungan kerja dapat diketahui lebih
dekat tentang permasalahan yang sesungguhnya sehingga melalui
komisi terkait DPRD dapat merumuskan tindak lanjut yang harus
dilaksanakan setelah dilaksanakan sidang paripurna.
Pelaksana kunjungan kerja adalah alat kelengkapan DPRD, yang
pelaksanaannya diserahkan kepada alat kelengkapan yang
bersangkutan yaitu komisi. Dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten
Malang disebutkan bahwa:
a) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, Pimpinan
83
DPRD dan atau Anggota DPRD dapat melakukan kunjungan kerja
di dalam daerah maupun di lain daerah.
b) Kunjungan kerja dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan.
c) Untuk keperluan kunjungan kerja. DPRD menyediakan sarana
dan fasilitas.
d) Kunjungan kerja disusun dalam kelompok yang terdiri dari
beberapa Anggota DPRD dan berkewajiban menyampaikan
laporannya secara tertulis kepada Pimpinan DPRD semabat-
lambatnya 14 (empat belas) hari dari selesainya kunjungan kerja
e) Kunjungan kerja dan tata cara pelaksanaannya ditetapkan dalam
Keputusan Pimpinan DPRD.
f) Biaya Kunjungan Kerja dibebankan pada Anggaran DPRD yang
berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.
g) Tindak lanjut hasil kunjungan kerja dilaporkan dalam Rapat
Paripurna DPRD.
Berdasarkan aturan tersebut jelas bahwa kunjungan kerja komisi
merupakan salah satu kegiatan DPRD dalam rangka melaksanakan
pengawasan terhadap implementasi Peraturaan Daerah dan Peraturan
Bupati.
2) Pengawasan tentang Pengadaan dan Pengelolaan
Barang dan Jasa
Bentuk pengawasan tersebut dilaksanakan untuk menjamin
84
pengadaan barang dan jasa dapat sesuai dengan baik secara kualitas
maupun secara kuantitas untuk menunjang pelaksanaan kerja
pemerintah daerah. Pengawasan barang dan jasa (procurement) sangat
penting bagi upaya perbaikan layanan publik daerah.
Pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah daerah merupakan
bidang yang rentan terhadap penyalahgunaan sehingga mengakibatkan
kualitas pelayanan publik yang buruk dan menimbulkan
ketidakpuasan publik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
memperbaiki proses procurement daerah, tetapi nampaknya belum
satupun upaya khusus untuk membuat kerangka hukum yang lebih
kuat dalam memberikan sanksi, meningkatkan etika profesional, dan
membangun jaringan pemangku kepentingan dalam mengembangkan
pengawasan publik terhadap pengadaan barang dan jasa.
Sebagaimana uraian tersebut DPRD Kabupaten Malang juga
melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan jasa.
Pengawasan ini bertujuan agar proses pengadaan dapat sesuai dengan
ketetapan dan barang/jasa yang disediakan memiiki kualitas yang
sesuai standar.
Pengawasan pengelolaan barang dan jasa adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Malang melalui Komisi.
Pengawasan pengelolaan barang dan jasa bersifat preventif dengan
tujuan agar barang dan jasa dimanfaatkan secara maksimal.
3) Pengawasan terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
85
Bentuk Pengawasan ini dilaksanakan oleh DPRD terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah melalui komisi dengan cara mengamati
dan mengevaluasi secara langsung pelayanan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam rangka pelayanan publik. Dalam konteks
tindakan pengawasan oleh komisi, kinerja pemerintah yang dimaksud
diarahkan pada instansi terkait yang menjadi pelaksana kebijakan
pemerintah maupun pihak lain yang bertindak atas nama pemerintah.
c. Evaluasi Pengawasan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian pelaksanaan
pengawasan secara menyeluruh. Tanpa mengadakan suatu evaluasi
terhadap suatu kebijakan mustahil akan diperoleh dampak, baik yang
merupakan suatu aktivitas empiris yang dilakukan oleh pembuat
kebijakan. Fungsi dari evaluasi kebijakan adalah untuk memberikan
masukan bagi penyempurnaan kebijakan. Selain itu evaluasi kebijakan
dipergunakan untuk mengukur keberhasilan dalam kondisi pelaksanaan
dan menyelidiki apakah kebijakan dilaksanakan sesuai dengan yang
diinginkan dan direncanakan (Wibawa, 1994:3)
Sehubungan dengan hasil akhir dari tindakan pengawasan yang
dilakukan tersebut, masing-masing narasumber menyatakan hal sama
bahwa Komisi dalam kerangka pelaksanaan fungsi pengawasan
menghasilkan kesimpulan kerja yang diajukan dalam rapat paripurna.
Terkait dengan hal tersebut, Siadi memberikan informasi sebagai
berikut:
86
“Setelah seluruh rangkaian tindakan (dengar pendapat dan kunjungan kerja) berakhir komisi menghasilkan output kesimpulan kerja dalam bentuk laporan yang diserahkan kepada rapat paripurna untuk ditindaklanjuti. Keputusan lebih lanjut terkait dengan kebijakan yang diawasi bergantung pada keputusan rapat paripurna.”
Sementara itu Kriswiyanto memberikan pernyataan yang lebih luas
dengan menjelaskan bahwa:
“Kesimpulan kerja menjadi akhir rangkaian tindakan pengawasan oleh komisi kerja DPRD Kabupaten Malang untuk isu-isu terkait. Laporan tersebut diserahkan pada rapat paripurna untuk diputuskan sebagai keputusan DPRD sebagai kelembagaan secara utuh.”
Narasumber berikutnya, Andy memberikan penjelasan yang sama
dengan tambahan terkait kemungkinan hasil akhir dari rapat paripurna
terkait dengan laporan yang diserahkan oleh komisi. Berikut
pernyataannya:
“Kesimpulan kerja pengawasan oleh komisi diserahkan pada rapat paripurna untuk diputuskan. Dalam hal keputusan yang diambil oleh DPRD secara kelembagaan utuh, terdapat dua kemungkinan yaitu pembentukan panitia khusus jika dirasa isu-isu yang diangkat perlu didalami lebih jauh atau penggunaan hak-hak kelembagaan DPRD jika dianggap laporan tersebut mencukupi sebagai dasar keputusan”
Berdasarkan uraian narasumber kesimpulan kerja komisi dalam
pengawasan kebijakan tertentu diserahkan sebagai dasar pertimbangan
dalam rapat paripurna. Rapat Paripurna menghasilkan kebijakan yang
ditetapkan DPRD, berbentuk keputusan DPRD dan keputusan Pimpinan
DPRD. Keputusan DPRD, ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD yang
ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua yang memimpin rapat pada
hari itu juga. Keputusan Pimpinan DPRD yang berhubungan dengan
87
kepentingan publik ditetapkan setelah mendengar saran Pimpinan Fraksi
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Menurut keterangan narasumber keputusan dapat memiliki dua
kemungkinan yaitu pembentukan panitia khusus jika diperlukan atau
menggunakan hak konstitusional DPRD. Pembentukan panitia khusus
merupakan perwujudan hak melakukan penyelidikan terhadap
pemerintah daerah sementara hak-hak konstitusional merupakan hak
untuk meminta keterangan yang mencakup hak interpelasi, angket, dan
menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 159 ayat (1) UU
No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Tata cara dan pelaksanaan hak penyelidikan dan hak konstitusional
DPRD dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pembentukan Panitia Khusus
Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Malang yang selanjutnya disebut Pansus, adalah panitia yang dibentuk
untuk pembahasan khusus tertentu. Pimpinan DPRD dapat
membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia
Khusus dengan Keputusan Pimpinan DPRD, atas usul dan pendapat
anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah
dengan persetujuan Rapat Paripurna.
Panitia Khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang
bersifat tidak tetap. Panitia khusus bukanlah alat kelengkapan dewan
yang permanen, akan tetapi sifatnya tidak tetap karena pansus
88
dibentuk seiring dengan adanya kasus tertentu atau dalam rangka
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dalam rangka
mempermudah pembahasan yang diajukan kepada DPRD. Masa kerja
pansus berakhir setelah menyampaikan laporannya dalam sidang
paripurna.
Panitia Khusus yang dibentuk pada DPRD Kabupaten Malang
umumnya dibentuk dalam rangka pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah, sedangkan pembentukan pansus dalam rangka pengawasan
implementasi Perda dan Keputusan Bupati selama ini belum pernah
dilaksanakan.
2) Hak Interpelasi
DPRD Kabupaten Malang dalam melaksanakan pengawasan
terhadap Perda dan Keputusan Bupati dalam rangka mempergunakan
hak interpelasi diatur dengan mekanisme (Pasal 17 dan 18 Peraturan
DPRD Kabupaten Malang No.40 tahun 2014):
a) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota DPRD dapat
menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada
DPRD untuk meminta keterangan kepada Kepala Daerah secara
lisan maupun tertulis mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat daerah dan negara;
b) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani
89
oleh para pengusul serta diberikan nomor pokok oleh Sekretariat
DPRD.
c) Usul untuk meminta keterangan sebagaimana dimaksud, oleh
pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD
d) Dalam rapat paripurna sebagaimana para pengusul diberi
kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan
keterangan tersebut
e) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan
dengan memberi kesempatan kepada:
(1) anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan
melalui fraksi;
(2) para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para
anggota DPRD
f) Keputusan Persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan
keterangan kepada Kepala Daerah ditetapkan dalam rapat paripurna
DPRD Kabupaten Malang belum pernah menggunakan hak
interpelasi karena seluruh keterangan yang dibutuhkan DPRD dapat
dilaksanakan melalui dengar pendapat.
3) Hak Angket
Penggunaan hak Angket dalam rangka pengawasan terhadap
kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk berbagai peraturan daerah
dan bupati dilaksanakan dengan cara (Pasal 20 dan 21 Peraturan
DPRD Kabupaten Malang No.40 tahun 2014):
90
a) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota DPRD dapat
mengusulkan penggunaan hak angket untuk melakukan
penyelidikan terhadap kebijaksanaan kepaladaerah yang penting
dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah dan Negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan.
b) Usul sebagaimana dimaksud disampaikan kepada Pimpinan DPRD,
disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul
serta diberikan Nomor Pokok oleh secretariat DPRD.
c) Usul melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud, oleh
pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD setelah
mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah
d) Pembicaraan mengenai usul melakukan penyelidikan, dilakukan
dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya
untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya
pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD
e) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Kepala
Daerah dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat
Paripurna DPRD
f)Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Panitia Khusus dan
hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat
Paripurna DPRD.
Pengawasan DPRD terhadap Kebijakan Kepala Daerah juga
91
dapat dilaksanakan berdasarkan hak angket yang dimiliki DPRD.
Bentuk pengawasan ini dilaksanakan dengan dasar adanya indikasi
kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan. Sebagaimana halnya hak interpelasi,
hak angket belum pernah digunakan oleh DPRD Kabupaten Malang
untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah
yang dimaksud.
Berkaitan dengan pengawasan oleh DPRD, setiap orang yang
dipanggil, didengar, dan diperiksa berkaitan dengan indikasi
permasalahan yang ada wajib memenuhi panggilan kecuali ada alasan
yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang
dipanggil DPRD dalam rangka penyelidikan wajib hadir dan dalam
hal ini dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian.
4) Hak Menyatakan Pendapat
Berikutnya adalah hak menyatakan pendapat yang merupakan
salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten
Malang. Tata Tertib DPRD mengatur tentang objek hak ini adalah
mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Kepala
Daerah atau kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Pelaksanaan
hak menyatakan pendapat tersebut pada dasarnya sama dengan
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Perbedaannya adalah hak
diusulkan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) anggota dan lebih dari 1
92
fraksi serta Keputusan DPRD dapat berupa pernyataan pendapat,
saran penyelesaian, dan peringatan.
Seluruh paparan tentang mekanisme dan muatan pengawasan
tersebut dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi dan tugas
pengawasan DPRD mempunyai dasar dan kerangka yang pasti.
Mekanisme pengawasan terhadap implementasi kebijakan pemerintah
daerah maupun kepala daerah yang dilaksanakan oleh DPRD
Kabupaten Malang dituangkan dalam Perataran Tata Tertib DPRD
Kabupaten Malang.
Tata aturan dalam Tata Tertib DPRD berkaitan dengan
pengawasan tersebut berpedoman pada aturan yang berlaku seperti
UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD dan DPRD, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Peraturan Pemerintah No. 25 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan dalam tataran normatif dapat dilakukan pada
dasarnya pada empat yaitu tingkat implementasi kebijakan, program
pembangunan dan pemerintahan, proyek atau kegiatan khusus serta
kasus-kasus penting dan strategis (Djojosoekarto, 2004). Batasan-
batasan berkaitan dengan keempat tingkatan tersebut diuraikan
sebagai berikut:
a) Tingkat kebijakan
(1) Muatan materi adalah kebijakan pokok mencakup peraturan
93
perundangundangan dan tata tertib.
(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini adalah prioritas
sesuai dengan tata aturan pemerintahan.
(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan rutin dan berkala
oleh alat kelengkapan DPRD yang ditugasi.
(4) Penentuan waktu menjadi bagian dari agenda rutin alat
kelengkapan DPRD.
(5) Lingkup dan lokasi mencakup seluruh daerah atau lingkup
kebijakan.
b) Tingkat Program
(1) Muatan materi adalah program sektoral dalam anggaran
daerah dan program pemerintahan lainnya.
(2) Justifikasi dalam pengawasan adalah program yang
diindikasikan sebagai program dengan dampak negatif atau
bertentangan dengan kebijakan daerah dan/atau nasional.
(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan oleh pansus
berdasarkan temuan indikasi penyimpangan atau masukan dari
masyarakat maupun bawasda.
(4) Penentuan waktu disesuaikan dengan jadwal implementasi
program daerah/nasional.
(5) Lingkup dan lokasi dapat dilakukan menyeluruh atau berfokus
pada program.
c) Tingkat proyek
94
(1) Muatan materi adalah proyek yang diindikasikan sebagai
proyek bermasalahan atau bertentangan dengan kebijakan darah
dan/atau nasional.
(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini adalah proyek
yang diindikasikan terdapat penyimpangan sehingga merugikan
daerah dan/atau negara; misalnya terjadi praktek korupsi atau
KKN.
(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan oleh pansus yang
didukung tim keahlian teknis.
(4) Penentuan waktu didasarkan pada terjadinya kasus-kasus
penyimpangan.
(5) Lingkup dan lokasi difokuskan pada pilihan proyek dengan
tingkat penyimpangan yang serius.
d) Tingkat kasus
(1) Muatan materi adalah kegiatan sosial politik yang
diindikasikan bertentangan dengan aspirasi atau kepentingan
tertentu.
(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini kelompok
masyarakat terdampak atau terancam oleh kasus yang
bersangkutan.
(3) Strategi yang digunakan adalah kunjungan kerja dan tindak
lanjutnya atau pengaduan masyarakat.
(4) Penentuan waktu adalah sesegera mungkin setelah adanya
95
masukan atau pengaduan masyarakat.
(5) Lingkup dan lokasi mencakup aspek dan wilayah tertentu
sesuai dengan pengaduan masyarakat.
Secara umum dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa
implementasi fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Malang melalui
tahapan-tahapan sebagaimana bentuk manajerial secara umum yang secara
sistematik melalui tahapan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan dilaksanakan dalam bentuk penilaian awal tentang
indikasi penyimpangan atau ketidaksesuaian kebijakan pemerintah
dengan norma-norma pemerintahan maupun kepentingan masyarakat.
Indikasi tersebut didasarkan pada temuan internal maupun masukan dari
masyarakat. Mekanisme perencanaan yang digunakan adalah rapat kerja
komisi yang dapat dilanjutkan denga rapat pimpinan jika diperlukan.
Hasil dari rapat tersebut adalah rekomendasi yang diterjemahkan dalam
rencana kerja pengawasan mencakup tindakan, pihak terkait, dan
anggaran.
b. Tindakan pengawasan
Tindakan pengawasan merupakan penterjemahan rencana kerja
pengawasan ke dalam bentuk tindakan praktis atau dapat dikatakan
sebagai implementasi pengawasan. Dalam hal ini pelaksana adalah
komisi dengan mekanisme kerja yang dapat digunakan adalah dengar
pendapat dan kunjungan kerja.
96
c. Evaluasi dan tindak lanjut
Pada tataran ini implementasi pengawasan dalam bentuk tindakan-
tindakan yang diambil melalui dengar pendapat dan kunjungan kerja
diambil kesimpulan yang merupakan pandangan umum komisi.
Kesimpulan tersebut kemudian diserahkan kepada rapat paripurna
sebagai laporan kerja komisi. Berdasarkan laporan tersebut Rapat
Paripurna DPRD akan mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bagan pengawasan
oleh DPRD Kabupaten Malang sebagai berikut:
97
GAMBAR ….
BAGAN PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN
Sumber: Data penelitian diolah, 2015
98
6. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD
Kabupaten Malang terhadap Kebijakan Daerah di Bidang
Pembangunan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pembangunan merupakan
pembidangan yang menjadi tugas Komisi D DPRD Kabupaten Malang yang
beranggotakan 12 (dua belas) orang. Penempatan Anggota DPRD dalam
Komisi didasarkan atas usulan fraksinya secara proporsional. Ketua, Wakil
Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.
Susunan, Kedudukan dan Keanggotaan Komisi dilaporkan dalam Rapat
Paripurna, untuk ditetapkan dengan Keputusan DPRD. Masa jabatan Ketua,
Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi ditetapkan paling lama 2 ½ (dua
setengah) tahun.Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat
Anggota Komisi yang digantikan.
Sebagai alat kelengkapan DPRD, Komisi D membidangi
pembangunan, pengelolaan pariwisata serta lingkungan hidup secara umum
telah melaksanakan kegiatan antara lain rapat kerja, kunjungan dalam
daerah serta koordinasi/konsultasi luar propinsi, adapun volume kegiatan
pengawasan oleh Komisi D dipaparkan sebagai berikut :
a. Rapat Kerja Komisi D
Rapat kerja komisi dalam Masa Persidangan Kedua Tahun Pertama
ini telah dilakukan sebanyak 18 kali selama bulan Januari s.d bulan April
Tahun 2015. Rapat kerja komisi D terdiri dari rapat internal komisi dan
rapat dengar pendapat dengan berbagai instansi atau lembaga
99
pemerintahan daerah dengan berbagai fokus pembangunan di beberapa
bidang. Secara garis besar rapat kerja Komisi D adalah sebagai berikut:
1) Proyek fisik di lingkungan Dinas Kesehatan
Rapat kerja yang dilakukan Komisi D DPRD Kabupaten Malang
dengan Dinas Kesehatan mencakup Evaluasi Program Kerja Terkait
Pembangunan Proyek Fisik T.A 2014 serta Persiapan Proyek Fisik
T.A 2015.
Sebagai penerima anggaran DBHCT (Dana Bagi Hasil Cukai
Tembakau), Dinas Kesehatan saat ini masih menunggu juklak dan
juknis penggunaan anggaran DBHCT di wilayah Kabupaten Malang.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun puskesmas
pembantu (pustu) di wilayah kecamatan-kecamatan maupun wilayah
perkotaan. Hal ini dikarenakan banyak pustu di daerah lain yang tidak
berfungsi selain karena kurangnya sarana prasarana juga kendala
kurangnya tenaga medis.
Akan disiapkan 10 puskesmas nantinya yang akan berubah
status menjadi BLUD dengan pendampingan dari IPD yaitu
Kasembon, Singosari, Dampit, Turen, Gondanglegi. Agar puskesmas
yang ada dapat berfungsi maksimal, pembangunannya nanti harus
disertai layout/masterplan yang matang agar ruangan yang ada dapat
tertata sesuai peruntukannya serta diharapkan Puskesmas dapat lebih
memaksimalkan keberadaan UGD.
100
2) Program-program RPJMD berkoordinasi dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Malang
Rapat kerja yang telah dilakukan dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Kabupaten Malang, direncanakan nantinya akan ada
peningkatan anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten Malang yang diperuntukkan menyusun RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Malang Tahun
2016-2020 serta persiapan LKPJ Tahunan Bupati Malang dan LKPJ
akhir masa jabatan Bupati Malang.
Sebagai upaya pelaksanaan amanah Undang-undang dalam
upaya swasembada pangan maka Kabupaten malang diharapkan dapat
memproritaskan sektor pertanian, dan untuk itu peran Bappekab
dibutuhkan untuk melakukan peninjauan ulang tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah di Kabupaten Malang dan tentunya hal tersebut harus
menyeluruh, karena dengan output dari program swasembada pangan
itu nantinya adalah penambahan lahan pertanian yang saat ini mulai
berkurang untuk wilayah Kabupaten Malang.
Bappeda saat ini juga merupakan koordinator dari kegiatan CSR
(Customer Service Responsibility) perusahaan-perusahaan di wilayah
Kabupaten Malang, dari data yang ada banyak perusahaan yang telah
menyalurkan CSR nya tanpa melakukan koordinasi dengan Pemkab
Malang yaitu Bappeda sehingga berdampak tumpang tindih kegiatan
dengan SKPD lain. Agar kegiatan ini berjalan, diharapkan ada
101
koordinasi antara Bappeda beserta Pokja dan perusahaan-perusahaan
agar realisasi CSR dapat dijalankan secara maksimal dan tentunya
menguntungkan bagi pembangunan fisik di wilayah Kabupaten
Malang.
3) Evaluasi Program Kerja terkait administrasi pembangunan dengan
Bagian Administrasi Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malang.
Rapat kerja antara Komisi D DPRD Kabupaten Malang dan
Bagian Administrasi Pembangunan difokuskan pada pembahasan
Evaluasi Program Kerja Terkait Administrasi Pembangunan Proyek
Fisik Tahun Anggaran 2015. Bagian Administrasi Pembangunan
Pemkab Malang dalam program kegiatannya saat ini telah menangani
terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Malang dan telah dilakukan sosialisasi kepada seluruh
SKPD yang melakukan proses pengadaan barang dan jasa melalui
bagian Administrasi Pembangunan.
Untuk mengakomodir personil yang membidangi pengadaan
barang dan jasa, saat ini telah terdapat 322 PNS yang sudah memiliki
sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan aturan
pengadaan barang dan jasa, untuk anggaran diatas Dua Ratus Juta
Rupiah harus melalui ULP dan diharapkan pengadaan barang dan jasa
ini tetap mengutamakan azas efisiensi penggunaan dan pemanfaatan
anggaran pengadaan.
102
Sesuai tupoksi Bagian Administrasi Pembangunan, hanya
mendata administrasi proyek fisik yang ditangani oleh SKPD yang
selanjutnya dimasukkan ke dalam pencatatan administrasi karena
untuk pengawasan ada pada tupoksi Inspektorat.
4) Rapat kerja terkait dengan Pekerjaan Umum
Rapat kerja terkait dengan Pekerjaan Umum dilaksanakan
dengan melibatkan Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang serta Dinas Pengairan. Dalam rapat kerja tersebut fokus
bahasan ditekankan untuk penetapan kebijakan dan implementasinya
yang mendukung program kerja tahun 2015 yang merupakan Tahun
Kunjungan Wisata. Pekerjaan fisik sebagai bentuk implementasi
program difokuskan pada dukungan sarana infrastruktur terutama
jalan dan PJU menuju lokasi wisata akan segera dilengkapi. Tidak
hanya infrastruktur yang menghubungkan dengan daerah wisata saja
yang akan dibenahi, namun infrastruktur di wilayah Kabupaten
Malang yang masih kurang akan segera dilakukan pembenahan
dikarenakan ruas jalan di wilayah Kabupaten Malang sendiri yang
sangat panjang. Proyek fisik lain yang menjadi penunjang adalah
pembangunan drainase karena dengan drainase yang baik maka sistem
pengairan dapat terjaga tidak sampai terjadi banjir yang berdampak
merusak infrastruktur di sekitarnya.
b. Kunjungan Kerja Dalam Daerah
Kunjungan kerja merupakan kegiatan rutin yang telah dilaksanakan
103
oleh Komisi D DPRD Kabupaten Malang. Banyak hal dan manfaat yang
didapatkan dari kegiatan ini, dan hal tersebut telah sesuai dengan tugas
dan pokok fungsi sebagai Anggota DPRD untuk melakukan pengawasan
terkait realisasi proyek fisik yang dilaksanakan di kecamatan, puskesmas
maupun sekolah-sekolah penerima bantuan proyek fisik.
Terkait hal ini Komisi D DPRD Kabupaten Malang telah
melaksanakan kegiatan kunjungan kerja dalam daerah dengan volume 31
kali. Kunjungan Kerja terkait dengan Pembangunan Proyek Fisik, terbagi
menjadi 4 (empat) macam kegiatan yang antara lain :
1) Penetapan lokasi proyek fisik
Penetapan Lokasi pembangunan proyek fisik ini sangatlah
penting, seperti adanya anggaran DAK, DAU maupun DBHCT (Dana
Bagi Hasil Cukai Tembakau) yang diberikan pada dinas tertentu yang
diperuntukkan bagi pembangunan proyek fisik seperti puskesmas dan
sekolah di wilayah Kabupaten Malang. Penetapan lokasi ini
disesuaikan dengan usulan yang masuk baik dari masyarakat maupun
dinas dalam bentuk proposal yang kemudian direalisasikan sesuai
dengan anggaran yang tersedia.
2) Perencanaan proyek fisik
Perencanaan adalah awal sebuah kegiatan pelaksanaan
pembangunan, dan hal ini sangatlah penting karena sebuah proyek
yang akan dimulai tentunya terlebih dulu ditentukan lokasi proyek
fisiknya, sehingga dari kegiatan ini akan diketahui kebutuhan
104
anggaran dan biaya RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang akan
dikerjakan pada masing-masing Dinas. Dalam hal perencanaan, telah
berjalan baik namun perlu adanya optimalisasi pola koordinasi,
sinkronisasi dan integrasi dalam proses perencanaan terutama untuk
dinas yang terkait agar tidak terjadi overlapping (tumpang tindih) satu
pekerjaan pada dinas yang berbeda.
3) Pengawasan pelaksanaan proyek fisik
Hasil monitoring realisasi proyek fisik beberapa wilayah yang
telah dikunjungi dapat disimpulkan bahwa secara umum:
a) Kegiatan proyek fisik yang berhubungan dengan leading
sector Kabupaten Malang yaitu pertanian terkait dengan sistem
irigasi yang menjadi bagian dari tugas Dinas Pengairan.
Secara umum keseluruhan pekerjaan fisik pada dinas
pengairan telah selesai dilaksanakan dan realisasi di lapangan
sudah sesuai dengan perencanaan. Proyek fisik yang dilaksanakan
bersumber dari anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) dan hasil
pelaksanaannya telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan
diharapkan dapat bertahan lama agar tidak sampai terjadi kerusakan
di kemudian hari. Proyek fisik Dinas Pengairan menggunakan
sistem penunjukan langsung terhadap pelaksana kerja dikarenakan
proyek yang ada nilainya dibawah Rp.200 juta.
Hasil kunjungan kerja berhasil menyerap aspirasi masyarakat
terkait permintaan pengadaan bronjong dari Dinas Pengairan,
105
karena bronjong yang ada sekarang masih dirasa kurang memenuhi
kebutuhan. Disamping itu masukan juga terkait pengelolaan
embung seperti di desa Urek-urek kecamatan Gondanglegi
sangatlah penting manfaatnya karena embung tersebut memiliki
potensi yang besar, dan memberikan banyak manfaat bagi
masyarakat disekitarnya.
b) Kegiatan proyek fisik sekolah yang menjadi bagian dari tugas
Dinas Pendidikan.
Pengawasan Komisi D dalam bidang pembangunan
infrastruktur pendidikan ditekankan pada proyek fisik pada Dinas
Pendidikan di sekolah-sekolah yang memperoleh bantuan DAK.
Berdasarkan kunjungan kerja diperoleh hasil monitoring di
beberapa sekolah seperti hasil rehab bangunan secara umum bagus
dan dapat dilihat semakin tahun realisasi fisik untuk bangunan
kelas maupun pembangunan ruangan baru semakin meningkat
mutu dan kualitas bangunannya.
Hal ini merupakan hasil koordinasi dan kerjasama antara
komite sekolah serta sekolah penyelenggaran dengan sistem
swakelola sehingga didapat hasil proyek fisik yang sesuai
perencanaan dan sesuai dengan peruntukannya. . Diharapkan pada
akhir tahun 2014 semua bangunan fisik dapat terselesaikan dan
untuk jalan lingkungan di sekitar sekolah dapat diusulkan pada
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang.
106
c) Proyek fisik akses jalan yang menjadi bagian dari tugas Dinas
Bina Marga.
Kegiatan pengawasan di bidang tersebut dilakukan Komisi D
dengan koordinasi dengan Dinas Bina Marga. Sehubungan dengan
proyek fisik revitalisasi jembatan akses penghubung Desa
Sumbertempur Kecamatan Wonosari dengan daerah sekitar yang
mengalami ambles, maka diperlukan koordinasi lebih luas dengan
Dinas Pengairan. Dalam kunjungan tersebut Komisi D meninjau
lokasi fisik proyek revitalisasi jembatan.
Hasil monitoring dalam rangka kunjungan kerja Komisi D
DPRD Kabupaten Malang memberikan kesimpulan bahwa
pembangunan fisik masih dalam proses penyelesaian dan
diharapkan pada bulan Desember pembangunan telah selesai dan
rencana di bulan Nopember telah dilakukan pengecoran dan di
bulan Desember proyek fisik telah selesai dilakukan. Dikarenakan
struktur tanah yang merupakan tanah gerak maka konstruksi
bangunan diperkokoh untuk menahan dampak tanah gerak agar
bangunan jembatan dapat bertahan lebih lama dan diusahakan
untuk diminimalisir terjadinya ambles kembali.
d) Kegiatan proyek fisik puskesmas yang menjadi bagian dari
tugas Dinas Kesehatan.
Kunjungan kerja dalam kaitannya dengan pembangunan
sarana dan prasarana fisik di puskesmas daerah dikoordinasikan
107
dengan Dinas Kesehatan. Kegiatan ini menghasilkan masukan
bahwa puskesmas yang ada kurang memiliki layanan yang lengkap.
Sebagai contoh UPT Puskesmas Lawang yang hingga saat ini
membutuhkan fasilitas fisik untuk pelayanan rawat inap dan
persalinan sehingga masyarakat yang membutuhkan dirujuk ke
RSUD Lawang.
Segi bangunan yang ada secara fisik Puskesmas Lawang
sudah termasuk bagus tinggal dilakukan pemeliharaan sedikit
seperti pengecatan agar terkesan bangunan lebih bersih dan rapi.
Secara umum, kondisi ini juga tidak jauh berbeda dengan
puskesmas yang ada di kecamatan lain seperti Puskesmas Dampit
maupun Puskesmas Pujon.
Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan fungsi pengawasan oleh
Komisi D DPRD Kabupaten Malang dapat disimpulkan bahwa secara
umum terdapat dua mekanisme pengawasan. Mekanisme tersebut adalah
rapat kerja komisi dengan instansi terkait sebagai bentuk pelaksanaan
dengar pendapat dan ditindaklanjuti dengan kunjungan kerja. Rapat kerja
komisi dilaksanakan di lingkungan DPRD sendiri dengan mengundang
berbagai SKPD terkait sehubungan dengan kebijakan-kebijakan
pembangunan daerah di bidang masing-masing serta pelaksanaan secara
fisik.
Secara normatif rapat dengar pendapat dilaksanakan jika ada
indikasi kebijakan merugikan daerah dan negara atau masyarakat
108
berdasarkan kajian oleh alat kelengkapan DPRD sendiri maupun
masukan dari masyarakat. Dengan demikian dengar pendapat lebih
bersifat reaktif atau korektif jika dilaksanakan secara demikian,
sementara tidak terdapat upaya pencegahan agar kebijakan pemerintah
daerah tidak terlanjur menimbulkan ekses yang merugikan. Atas dasar
tersebut dalam setiap rapat kerja yang bersifat koordinasi dengan SKPD
tertentu senantiasa disertai dengan dengar pendapat.
Sementara itu kunjungan kerja merupakan tindak lanjut dari rapat
kerja yang sifatnya pengawasan implementatif. Artinya mekanisme
pengawasan ini dilaksanakan untuk memantau secara fisik implementasi
dari berbagai kebijakan pembangunan di wilayah Kabupaten Malang.
Kunjungan kerja memiliki peran penting guna mengetahui lebih dekat
tentang permasalahan riil yang ada dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah sehingga DPRD dapat merumuskan tindak lanjut yang
harus dilaksanakan. Di sisi lain meskipun tidak terdapat indikasi adanya
kebijakan yang merugikan dalam sudut pandang normatif, tetapi tidak
menutup kemungkinan adanya penyimpangan dan penyelewengan yang
dapat merugikan daerah, negara, dan masyarakat dalam implementasinya
secara fisik.
7. Faktor Pendukung dan Penghambat
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD
109
terhadap kebijakan-kebijakan daerah bersifat internal dalam kelembagaan
DPRD sendiri maupun di luar kelembagaan.
Siadi menjelaskan bahwa secara umum anggota DPRD memiliki
kapasitas personal yang memenuhi syarat untuk menjalankan tugasnya.
Selengkapnya adalah sebagai berikut:
“Anggota DPRD memiliki kapasitas personal yang bagus baik secara mental maupun kependidikan. Dari segi mental banyak anggota dewan yang merupakan orang-orang berpengalaman baik di bidang politik maupun praktisi, demikian halnya dengan kapasitas pendidikan. Selain itu ditunjang dengan sarana dan prasarana di lingkungan DPRD Kabupaten Malang yang memenuhi syarat untuk digunakan anggota guna melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.”
Sejalan dengan pendapat tersebut, Kriswiyanto menyatakan sebagai
berikut:
“Individu-individu yang menduduki kursi anggota dewan memiliki pengalaman politik maupun praktis yang memadai, track record mereka umumnya cukup panjang sebagai bekal untuk menduduki jabatan yang dipegang. Apalagi ditunjang dengan sarana dan prasarana di lingkungan DPRD yang lebih dari sekedar cukup.”
Demikian halnya dengan Andy, menyatakan pendapat yang tidak
jauh berbeda:
“Pada dasarnya pandangan saya mungkin sama dengan anggota dewan lainnya berkaitan dengan pengalaman yang panjang sehubungan dengan kapasitas politik maupun praktis secara individual, demikian halnya terkait aspek pendidikan. Saya hanya menambahkan hal yang tidak kalah penting yang mendukung kinerja dewan adalah kesamaan pandangan dengan pemerintah bahwa semata-mata yang diutamakan adalah kepentingan masyarakat.”
Berdasarkan informasi narasumber, penulis menyimpulkan bahwa
dalam kelembagaan, faktor pendukungnya secara umum adalah kapasitas
110
sumber daya manusia yang memadai, sarana dan prasarana kerja yang
memenuhi unsur kelayakan dalam menunjang pelaksanaan kerja DPRD.
Di sisi lain hubungan legislatif dan eksekutif di lingkungan Kabupaten
Malang yang baik sehingga dapat menunjang sinergi antara dua lembaga
pemerintahan tersebut.
Sementara itu berkaitan dengan faktor pendukung dalam lingkup
eksternal, Siadi menjelaskan bahwa:
“ … yang terutama muncul dari partisipasi masyarakat yang semakin tinggi dalam proses pengawasan kebijakan pemerintah secara informal. Dewan bisa bekerjasama dengan masyarakat sebagai bentuk sinergi pengawasan yang saling mengisi. Masyarakat sebagai pihak yang terdampak dari berbagai kebijakan pemerintah menyadari bahwa mereka memiliki ruang untuk berpartisipasi dan bersama-sama melaksanakan pengawasan dengan wakil mereka dalam keanggotaan dewan.”
Sementara itu Kriswiyanto menjabarkan bahwa::
“Otonomi daerah diterjemahkan dengan pemahaman masyarakat sebagai ruang untuk menentukan hidup sendiri. Meskipun pemahaman tersebut terlalu sempit, tapi secara umum tidaklah salah. Atas dasar itulah masyarakat berpandangan jika apa yang mereka lakukan menentukan apa yang mereka hasilkan, ini menjadi dasar peran serta masyarakat dalam pengawasan bersama-sama dengan wakil mereka dalam DPRD”
Berdasarkan uraian narasumber penulis menarik simpulan bahwa
desentralisasi yang yang mengarah pada kekuasaan pemerintah daerah
melalui otonomi relatif berhasil meningkatkan partisipasi warga untuk
memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan
akuntabilitas publik pemerintah daerah. Terbukanya ruang partisipasi
masyarakat tersebut memunculkan kekuatan pengawasan pemerintahan
111
yang bersumber dari masyarakat sebagai pihak yang terdampak dari
berbagai kebijakan pemerintah daerah. Dengan demikian DPRD dalam
menjalankan fungsi pengawasan memiliki sumber-sumber informasi dan
partner yang dapat diposisikan sebagai unsur pengawasan kebijakan dari
sisi masyarakat.
b. Faktor Penghambat
Sama halnya dengan faktor pendukung, terdapat dua kelompok
faktor penghambat yaitu internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan
dengan hambatan yang bersifat legal formal atau didasarkan pada
berlakunya peraturan yang mendasari. UU No. 23 tahun 2014 telah
menggeser tata pemerintahan dari format penekanan legislatif
sebagaimana diperkenalkan oleh UU No. 22/1999, menjadi penekanan
eksekutif.
Pendapat Siadi mengenai kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
“Konsep otonomi semakin berkembang dan diakomodir dalam peraturan perundang-undangan. Ini memberikan dampak pada semakin luasnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan praktis. Dengan demikian jika ditemukan indikasi penyimpangan kebijakan dari aturan pusat, sepanjang itu benar-benar mewakili kepentingan masyarakat dan sesuai kebutuhan daerah maka hal itu tidak bertentangan dengan norma aturan yang berlaku” Pada kesempatan lain mengenai kondisi tersebut Kriswiyanto
menyatakan:
“Daerah memiliki otonomi untuk menentukan nasibnya. Ini berarti sepanjang itu untuk masyarakat dan tidak bertolakbelakang dengan kebutuhan daerah, maka kebijakan tidak dipandang menyimpang. Jika di satu sisi daerah memiliki kewenangan yang lebih luas, maka
112
kewenangan DPRD sebagai lembaga legislatif cenderung menurun”Sejalan dengan pendapat narasumber sebelumnya Andy
menyatakan:
“Apa yang dipandang sebagai penyimpangan dari aturan pusat pada masa-masa belum tentu dipandang sama pada era otonomi daerah. Kata kuncinya adalah kepentingan masyarakat dan kebutuhan daerah”
Berdasarkan uraian narasumber secara keseluruhan, penulis
menyimpulkan bahwa hal tersebut ini berarti kewenangan DPRD
semakin berkurang. Dalam hal ini yang sangat jelas terlihat adalah
kewenangan daerah untuk mengambil kebijakan praktis yang berbeda
dengan pusat sesuai kebutuhan daerahnya.
Hambatan berikutnya adalah fakta bahwa fungsi pengawasan
DPRD terhadap pemerintah daerah pada dasarnya bersifat pengawasan
kebijakan dan bukan pengawasan teknis. Demikian halnya pengawasan
yang telah diuraikan di atas di mana DPRD dalam melaksanakan
pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah maupun Peraturan
Bupati, bersifat pengawasan kebijakan. Artinya pengawasan terhadap
Kebijakan, yang muatannya agar pelaksanaan pengawasan itu sesuai
dengan perundang-undangan maupun tata tertib yang ada.
Pendapat Siadi mengindikasikan bahwa sifat pengawasan tersebut
menjadi permasalahan sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:
“Kebijakan pada dasarnya bersifat umum atau normatif jika dilihat dari sudut pandang peraturannya. Dengan demikian hal tersebut berpotensi memunculkan penafsiran hukum yang berbeda antara pengawas dan yang diawasi terutama jika kebijakan tersebut diterjemahkan dalam pelaksanaan secara fisik. Pada titik inilah
113
permasalahan yang muncul seringkali merupakan perbedaan interpretasi dimana Komisi D mengedepankan penafsiran normatif berkaitan dengan peraturannya, di sisi lain Pemerintah Daerah mengedepankan penafsiran yang sifatnya teknis implementatif ”
Sedangkan pendapat Kriswiyanto secara umum tidak jauh berbeda
dengan menyoroti kurangnya kapasitas teknis dari masing-masing
anggota Komisi D:
“Anggota dewan termasuk dalam Komisi D memiliki latar belakang yang beragam tetapi secara umum jika melibatkan penafsiran suatu kebijakan dalam sudut pandang implementasi fisik terlihat kekurangannya.”
Di sisi lain Andy menekankan pada kurangnya pengawasan teknis
karena secara fungsional DPRD adalah lembaga legislatif. Pendapatnya
adalah sebagai berikut:
“DPRD tidak dapat sepenuhnya menjalankan fungsi pengawasan teknis dalam kaitannya dengan implementasi suatu kebijakan dalam wujud nyata seperti pelaksanaan proyek yang berkaitan dengan kebijakan tersebut karena pada dasarnya merupakan lembaga legislatif yang berurusan dengan perundang-undangan. Dalam sudut pandang inilah terkesan bahwa Komisi melaksanakan pengawasan lapangan – terutama dalam kunjungan kerja – tidak secara komprehensif, sehingga seringkali tidak ditemukan penyelewengan secara langsung, tetapi justru melalui laporan masyarakat.”
Berdasarkan uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa fungsi
sebagai lembaga legislatif memberikan keterbatasan bagi DPRD untuk
melaksanakan pengawasan kebijakan secara komprehensif khususnya
jika pengawasan tersebut masuk dalam ranah implementasi di lapangan.
Hal tersebut disebabkan keterbatasan dalam hal munculnya beda
interpretasi terhadap kebijakan dimana DPRD lebih pada aspek-aspek
peraturannya, sementara pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan
114
lebih menekankan pada aspek implementasi di lapangan.
Sementara itu dalam konteks eksternal, hambatan fungsi
pengawasan khususnya terhadap proyek yang merupakan implementasi
kebijakan seringkali melibatkan pengawasan teknis. Hal ini terkait
dengan uraian sebelumnya tentang keterbatasan wewenang DPRD pada
aspek pengawasan kebijakan.
Dalam hal ini, Siadi memaparkan sebagai berikut:
“Saya ambil contoh misalnya pengawasan terhadap pembangunan gedung atau fasilitas infrastruktur lain. Disamping terbatasnya wewenang pengawasan dalam ranah teknis, pengawasan seperti ini telah menimbulkan hubungan yang kurang harmonis dengan pemerintah daerah. Mengapa? Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, itu berkaitan dengan kapasitas teknis di lingkungan DPRD yang terbatas sehingga perlu pihak lain untuk melaksanakan pengawasan fisik seperti konsultan pengawas atau inspektorat daerah. Lembaga-lembaga tersebut dituntut untuk independen dan obyektif. Tetapi karena pada dasarnya secara struktural mereka bagian dari pemerintahan daerah, maka masih terkesan ada keberpihakan yang menimbulkan pertentangan.”
Sementara itu Kriswiyanto memberikan masukan sebagaimana
dipaparkan berikut:
“Selama ini pengawasan lebih ditekankan pada kajian aspek peraturannya. Oleh karena itu pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap proyek adalah terhadap proyek yang diindikasikan bermasalah dalam kaitan dengan interpretasi terhadap aturan hukumnya atau bertentangan dengan kebijakan daerah maupun nasional. Jadi meskipun dilaksanakan kunjungan kerja, tetapi pengawasan secara penuh diserahkan pada pihak lain yang memenuhi syarat untuk pengawasan teknis”
Andy pada kesempatan lain memberikan informasi sebagaimana
dipaparkan berikut:
“Pengawasan fisik oleh komisi terkesan sebatas pelengkap pengawasan kebijakan, ini terkait dengan model pelaksanaannya
115
yang hanya sebelum dan sesudah pembangunan fisik. Sementara pengawasan selama berjalannya proyek fisik diserahkan pada pihak lain. Tetapi seringkali ada laporan bahwa terjadi beberapa penyelewengan yang sifatnya teknis, contohnya ketidaksesuain dengan bestek awal meskipun target pelaksanaan proyek tercapai. Terkait dengan hal ini perlu ada peran serta masyarakat terutama Kepala Desa beserta warganya untuk ikut serta mengawasi dan melaporkan ke Komisi D apabila dilihat ada penyimpangan. Namun demikian faktanya pengawasan masyarakat sulit terlaksana karena sifatnya nonformal.”
Berdasarkan uraian narasumber, penulis menarik kesimpulan
bahwa pengawasan realisasi pekerjaan proyek fisik oleh Komisi D DPRD
Kabupaten Malang dilaksanakan setelah dan sebelum pembangunan
proyek fisik selesai, ada beberapa pihak yang mengawasi jalannya
pembangunan dimaksud antara lain Konsultan Pengawas yang ditunjuk,
dinas terkait, dan inspektorat. Dalam konteks ini pengawasan oleh DPRD
bersifat legal normatif sebatas apakah kebijakan sesuai dengan peraturan.
Kenyataan di lapangan masih saja banyak pelaksanaan pekerjaan
yang tidak sesuai dengan bestek awal, hal ini menunjukkan bahwa
pengawasan yang dilaksanakan oleh konsultan pengawas selama ini tidak
maksimal begitu pula dengan pengawasan yang dilaksanakan oleh Dinas
maupun oleh Inspektorat. Terkait dengan hal ini Komisi D tidak henti-
hentinya meminta kepada para Kepala Desa beserta masyarakat untuk
ikut serta mengawasi pembangunan yang ada di Desanya masing-masing
dan melaporkan ke Komisi D apabila realisasi pembangunan yang
dilaksanakan tidak sesuai. Masukan tersebut nantinya menjadi catatan
bagi Komisi D saat melakukan kunjungan kerja ke kecamatan-kecamatan
yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan memberikan catatan
116
strategis dalam penyampaian LKPJ Tahunan Bupati.
Perlu juga adanya koordinasi antara pihak pelaksana proyek
dengan perangkat desa/kecamatan setempat dikarenakan selama ini yang
berlangsung adalah perangkat maupun masyarakat terutama di desa tidak
mengetahui secara detail tentang realisasi proyek fisik di wilayahnya.
Kondisi ini menyulitkan dalam melakukan monitoring maupun
berkomunikasi dengan pihak pelaksana proyek apabila terjadi kerusakan
atau bangunan yang tidak sesuai dikarenakan tidak adanya koordinasi
diantara keduanya.
Faktor eksternal lainnya adalah menyangkut kesiapan dalam
membangun jaringan dengan lembaga terkait. DPRD Kabupaten Malang
selama ini belum mampu membangun dukungan publik dalam
menjalankan fungsi pengawasan.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, Siadi memberikan masukan
sebagai berikut:
“Jaringan sosial semakin berkembang pesat dewasa ini seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Tetapi harus diakui bahwa hal tersebut tidak dapat diambil manfaatnya secara maksimal oleh DPRD Kabupaten Malang untuk melaksanakan fungsi pengawasan.”
Menanggapi permasalahan yang sama, Kriswiyanto memberikan
masukan sebagai berikut:
“Sebenarnya komunitas-komunitas masyarakat banyak yang telah terbentuk dan dapat dimanfaatkan oleh DPRD melalui keterlibatan sebagai bagian dari jaringan tersebut. Hal ini sepertinya tidak dimaksimalkan dan justru ada jarak antara DPRD dan jaringan sosial tersebut. ”
117
Selanjutnya Andi menambahkan pendapat yang tidak jauh berbeda
sebagai berikut:
“Sangat disayangkan jika DPRD tidak memposisikan diri sebagai bagian dari masyarakat atau kurang bisa menempatkan jejaring sosial yang tumbuh di masyarakat sebagai bagian dari mekanisme pengawasan yang ada di DPRD. Jika demikian pasti kelemahan dalam sisi pengawasan teknis akan bisa tertutupi. Disamping itu anggota dewan umumnya masih menunjukkan keterikatannya pada partai jika berhadapan dengan masyarakat. Sederhananya, anggota dewan cenderung menggunakan atribut partai pengusung dibandingkan sebagai wakil rakyat ketika berjejaring sosial dengan masyarakat”
Berdasarkan hal tersebut penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
DPRD Kabupaten Malang kurang bisa memanfaatkan kapasitas dan hasil
kerja institusi lain, seperti lembaga pengawasan pemerintah, kekuatan
politik dan organisasi massa; Civil Society Organization; Pers;
Organisasi Profesional dan Masyarakat Umum. Jejaring bermanfaat
untuk membangun komunitas politis dimana jejaring yang sudah
terbangun bisa digunakan sebagai sarana mendorong perubahan-
perubahan tata kelola dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
118
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten
Malang dilaksanakan melalui tahapan perencanaan dengan melaksanakan
rapat kerja internal untuk membahas berbagai masukan terkait dengan
kebijakan pemerintah daerah. Pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui
dengar pendapat yang dilaksanakan sebagai bagian dari rapat kerja dan
dilanjutkan dengan kunjungan kerja. Tahapan selanjutnya adalah evaluasi
hasil pengamatan berupa laporan kerja yang disampaikan sebagai bahan
pertimbangan dalam rapat paripurna. Jika dalam pengawasan ditemukan
indikasi peraturan maupun implementasi yang menyimpang, merugikan
daerah dan negara serta masyarakat, maka dalam rapat paripurna akan
ditentukan tindakan-tindakan dalam bentuk penggunaan hak-hak DPRD.
2. Faktor pendukung pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia yang memadai,
sarana dan prasarana kerja yang terpenuhi dan memenuhi kelayakan dalam
menunjang pelaksanaan kerja DPRD (internal). Dalam lingkup eksternal
berasal dari peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengawasan
kebijakan pemerintah secara informal. Faktor Penghambat internal bersifat
113
legal formal atau didasarkan pada berlakunya peraturan yang semakin
membatasi kewenangan DPRD. Di sisi lain sistem partai yang terpusat
membuat anggota DPRD menjadi lebih berpihak kepada partai sebagai
sumber legitimasi daripada berpihak pada pemilih dan masyarakat.
Hambatan eksternal antara lain implementasi kebijakan seringkali
melibatkan pengawasan teknis sementara fungsi pengawasan DPRD bersifat
pengawasan kebijakan. Faktor eksternal lainnya adalah kekurangsiapan
DPRD dalam membangun jaringan dengan lembaga terkait. DPRD
Kabupaten Malang selama ini belum mampu membangun dukungan publik
dalam menjalankan fungsi pengawasan.
C. Saran
Saran-saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. DPRD Kabupaten Malang melaksanakan fungsi
pengawasan secara komprehensif dengan membangun kerjasama lintas
lembaga baik dari lembaga teknis pemerintahan, keahlian, dan masyarakat.
Hal ini dimaksudkan agar pelaksaan pengawasan dapat berjalan dengan
efektif meskipun terdapat keterbatasan wewenang yang dimiliki DPRD.
2. DPRD Kabupaten Malang hendaknya
memaksimalkan aspek-aspek penunjang guna lebih memberikan manfaat
dalam setiap tugas serta mengeliminasi faktor penghambat diluar peraturan
perundang-undangan sebagai inisiatif positif untuk semakin meningkatkan
120
peran pentingnya.
3. Masyarakat sebagai bagian dari sasaran kebijakan
hendaknya turut menjadi unsur dalam pengawasan khususnya terkait dengan
pelaksanaan kebijakan dalam bentuk proyek lapangan di wilayah masing-
masing. Dalam hal ini dapat dilakukan kerjasama intensif dengan DPRD
khususnya berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan kerja proyek yang
bersangkutan.
4. DPRD Kabupaten Malang, khususnya para anggota
diharapkan mengesampingkan atribut kepartaian dan bertindak sebagai
wakil rakyat ketika berhadapan langsung dengan masyarakat. Hal ini
penting guna membangun jaringan pengawasan yang ideal untuk menunjang
fungsi pengawasan. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan
saluran komunikasi yang ada dan berperan aktif, tidak hanya menunggu
masukan dari masyarakat. Dengan kata lain dibentuk komunikasi dua arah