BAB I LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang Semakin maju dan berkembangnya masyarakat atau
konsumen Indonesia maka semkin banyak tuntutan konsumen akan
hal-hal bersifat praktis.Dan di era global, semakin mudah
beredarnya produk pangan dari dalam dan luar negeri yang masuk ke
pasar domestik. Tidak menutup kemungkinan, produk pangan ini
kadaluarsa, mengandung atau terkontaminasi bahan-bahan berbahaya
dan bahan tambahan pangan yang dilarang (seperti formalin, borax,
rodhamin B, methanyl yellow), atau pangan olahan yang asalnya dari
impor pangan buangan yang substandar. Sebagai gambaran, mari
perhatikan jajanan anak sekolah, contohnya pada pangan olahan tahu,
bakso, mie basah, dan ikan. Sungguh menarik untuk dikonsumsi
berbagai aneka macam bentuk dan warna pangan yang dikemas secara
sederhana. Tapi bagaimana konsumen tahu pangan mana yang aman dan
sehat? Bermula dari upaya menekan biaya produksi, pelaku usaha
kecil menengah tidak jarang menggunakan alternatif bahan baku dari
bahan berbahaya dengan harga relatif murah. Bahkan dengan
memanfaatkan
keterbatasan informasi pada label dan rendahnya daya beli
konsumen, terdapat oknum pelaku usaha yang masih memperjualbelikan
pangan substandar. Tentu hal ini sangat meresahkan karena apabila
dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara
langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari
aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
1
Dari berbagai tuntutan yang terjalin dalam hubungan kausal
tuntutan kosumen terhadap produk yang bersifat praktis menimbulkan
hubungan yang tak terpisahkan antara konsumen dan penghasil produk
atau produsen yang digunakan langsung oleh konsumen. Agar produk
makanan kemasan yang aman tersedia secara memadai, perlu diupayakan
terwujudnya suatu sistem pangan yang mampu memberikan perlindungan
kepada masyarakat yang mengkonsumsi produk makanan kemasan sehingga
produk yang diedarkan dan/atau diperdagangkan tidak merugikan serta
aman bagi kesehatan jiwa manusia. Dengan pemahaman yang lebih
mendetail mengenai konsumen kita akan lebih lanjut mengetahui apa
dan siapa itu konsumen serta ruang lingkup pengawasan produk
makanan kemasan. Untuk itu, konsumen harus cerdas, mengerti akan
hak dan kewajibannya serta kritis terhadap produk pangan yang tidak
memenuhi persyaratan perlindungan konsumen, dan mungkin bisa
menjadi mitra pemerintah dalam mengawasi kegiatan peredaran produk
makanan kemasan di pasaran. Sementara bagi pelaku usaha, persaingan
global yang semakin ketat menuntut diproduksinya pangan yang lebih
bermutu dan aman. Tentu ini merupakan peluang bagi produk-produk
pangan lokal untuk dapat bersaing di pasaran. Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia konsumen sebagai definisi yuridis
formal ditemukan pada UU NO 8 Tahun 1999 Perlindungan konsumen yang
menyatakan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Pengertian konsumen sangat luas, luasnya
pengertian konsumen ini dilukiskan oleh mantan presiden amerika
serikat, John F Kennedy dengan mengatakan consumers
2
by definition include us all3), sedangkan pakar masalah konsumen
di belanda, Hodius menyimpulkan , para ahli hukum pada umumnya
sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produk terakhir bagi
benda dan jasa ( uiteindelijku gebruiker van goerderen en diensten
).4) Tak luput dari berbagai tuntutan masyarakat dalam menggunakan
suatu produk yang sifatnya cepat dan praktis, salah satunya ialah
produk dengan makanan kemasan. produk makanan kemasan
bermacam-macam ragamnya yang berupa hasil laut ataupun bumi
sehingga perlu di standarisasi yang baku dalam mengatur dan
mengawasi beredarnya makanan kemasan ini yang akan membuat tingkat
keamanan untuk konsumen bisa terjamin dari segi kesehatan ataupun
dari segi hukumnya.Di Indonesia pengawasan keamanan pangan ada
dibawah wewenang direktorat jenderal pengawasan obat dan makanan (
POM ) dan dinas kesehatan. Setiap jenis makanan yang diperjual
belikan dengan kemasan tertentu, termasuk ke dalam kelompok yang di
awasi. Makanan demikian harus dilaporkan oleh produsennya kepada
Ditjen POM atau dinas kesehatan, khususnya mengenai bahanbahan
dasar yang dipergunakan dan proses produksinya. Juga harus
diserahkan. Pengawasan standar nasional Indonesia mengenai makanan
kemasan pengawasan dilakukan oleh pemerintah guna mengawasi dan
mengontrol beredarnya produk makanan kemasan khususnya produk
makanan kemasan yang langsung atau konsumen, sehingga kepentingan
konsumen
dikonsumsi oleh masyarakat
dapat terlindungi yaitu produk aman bagi kesehatan.
3)
Mariam Darus Badrulzaman. Perlindungan terhadap konsumen dilihat
dari sudut perjanjian baku (standart) dalam BPHN, Simposium
Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung: Binacipta,
1986),57. 4) Ibid
3
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1991 Tentang Standarisasi
Nasional pada pasal 1 yang menyebutkan : 1. Standar Nasional
Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh instansi teknis
setelah mendapatpersetujuan dari Dewan Standardisasi Nasional, dan
berlaku secara nasional di Indonesia 2. Standar adalah spefisikasi
teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syaratsyarat
kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang
akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.5) Pasal
4 yang berbunyi : Standarisasi Nasional Indonesia Bertujuan : 1.
memberikan perlindungan kepada konsumen, tenaga kerja, dan
masyarakat baik dalam keselamatan maupun kesehatan; 2.
mewujudkan jaminan mutu dengan memperhatikan sektor-
sektor yang terkait; 3. meningkatkan daya guna, hasil guna dan
produktivitas dalam
mencapai mutu produk dan/atau jasa yang memenuhi standar; 4.
perdagangan; 5. Pasal 14 Terhadap produk dan/atau jasa yang telah
menggunakan tanda sertifikasi atau tanda SNI dilakukan
pengawasan.5)
mewujudkan tercapainya persaingan yang sehat dalam
menunjang kelestarian lingkungan hidup.
Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 1991 tentang standarisai
nasional
4
Pasal 15 1. Pengawasan terhadap produk dan/atau jasa yang
dibubuhi tanda sertifikasi dilakukan secara teratur dan
sewaktu-waktu oleh pengawas yang ditunjuk oleh instansi teknis. 2.
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan
melakukan pengujian terhadap produk dan/atau jasa atau pemeriksaan
terhadap fasilitas produksi/pengujian yang digunakan untuk
menghasilkan/menguji produk dan/atau jasa yang bersangkutan. 3.
Pengujian produk dan/atau jasa dilakukan oleh lembaga penguji yang
sudah diakreditasi oleh instansi teknis berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh Dewan. 4. Pemeriksaan terhadap fasilitas
produksi/pengujian dan/atau jasa dilakukan
oleh unit organisasi yang berada di dalam lingkungan dan yang
ditunjuk oleh instansi teknis yang bersangkutan. Berdasarkan
ketentuan tersebut diatas maka pengawasan peredaran terhadap produk
makanan kemasan harus sesuai standarisasi nasional agar memberikan
rasa aman dan nyaman terhadap konsumen dalam hal ini pengguna
produk dan perarturan ini telah disempurnakan lagi dengan Keputusan
presiden Nomor 12 tahun 1991 tentang penyusunan, penerapan, dan
pengawasan standaisasi nasional dalam rangka pembinaan dan
pengembangan standarisasi secara nasional yang menyebutkan6) :
6)
keputusan presiden nomor 12 tahun 1991 tentang penyusunan,
penerapan dan pengawasan standarisasi nasional
5
Pasal 1 Standar yang berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia disingkat SNI. Pasal 2
Penyusunan, penerapan dan pengawasan SNI adalah menjadi kewenangan
Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai
dengan lingkup kewenanganya yang menyangkut lingkup kegiatan
standardisasi dari masing-masing instansi, sesuai dengan sistem
standardisasi nasional yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan
Standardisasi Pasal 7 Untuk mewujudkan jaminan mutu atas produk,
dan/atau jasa, SNI-wajib dan/atau SNI-sukarela sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar
Nasional Indonesia diterapkan oleh perusahaan terhadap produk
dan/atau jasa yang dihasilkannya, dan terhadap produk dan/atau jasa
tersebut yang memenuhi SNI-wajib dan/atau SNI-sukarela dapat
diberikan sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI pada produk,
kemasan ataupun labelnya Pasal 15 Pengawasan dalam rangka pembinaan
teknis terhadap produk dan/atau jasa memenuhi ketentuan/spesifikasi
teknisnya serta bagi yang telah memperoleh sertifikat dilakukan
oleh instansi teknis yang bersangkutan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 16
6
1. Pengawasan terhadap produk atau jasa yang telah menggunakan
tanda SNI baik yang beredar di dalam perdagangan dalam negeri
maupun yang diekspor dilakukan oleh Menteri Perdagangan. 2.
Pegawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus untuk produk
dan/atau jasa yang beredar di dalam perdagangan dalam negeri, dapat
pula dilakukan oleh masyarakat umum dengan dilaporkannya kepada
Departemen Perdagangan. 3. Untuk memberikan jaminan mutu terhadap
produk yang diekspor, pengawasannya dilakukan sebelum pengapalan.
4. Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
antara lain disampaikan kepada intansi teknis yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 untuk pembinaan teknis
selanjutnya. Dengan dterbitkannya peraturan pemerintah Nomor 15
tahun 1991 dan Keputusan presiden Nomor 12 tahun 1991 tentang
penyusunan, penerapan dan pengawasan standar nasional Indonesia
pengawasannya dilakukan oleh pemerintah khususnya badan pengawas
obat dan makanan dan dinas kesehtan untuk mengontrol beredarnya
produk makanan kemasan khususnya makanan kemasan yang dikonsumsi
langsung oleh konsumen, sehingga kepentingan dapat terlindungi
yaitu produk yang aman bagi kesehatan. Pasal 21 ayat 1 UU No 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa Pengamanan makanan
dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari
makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar
dan atau persyaratan kesehatan7). Tanggung jawab pemerintah dapat
berupa pengawasan, penyuluhan, pelatihan, pembinaan, dan tindakan
hukum. Berdasarkan PP No.38 tahun 2007, kewenangan7)
Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
7
dan tanggung jawab pengawasan dan registrasi atas
makanan/minuman produk rumah tangga diserahkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota. pemerintah kabupaten/kota bertindak
sebagai pelaksana pengambilan sampel
makanan/minuman hasil industri rumah tangga. Pemerintah
kabupaten/kota juga bertugas untuk melakukan penyuluhan,
pengawasan, dan pengambilan sampel dalam rangka pencegahan dan
mengatasi kejadian luar biasa akibat pencemaran makanan dalam skala
kabupaten/kota. Di samping itu konsumen sebagai pemakai terakhir
suatu produk mempunyai hak yang dinyatakan dalam pasal 4 ayat 1
undang-undang perlindungan konsumen yaitu hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Hak keamanan dan kenyamanan itu dimaksudkan untuk menjamin keamanan
dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang
diperolehnya sehingga konsumen dapat terhidar dari kerugian baik
fisik ataupun psikis apabila mengkonsumsi suatu produk makanan
kemasan. Di sini penulis mengkhususkan pada standar mutu produk
makanan kemasan dan pengawasan yang diterapkan oleh wilayah hukum
kota madiun untuk menjamin tingkat keamanan konsumen atas produk
makanan kemasan sehingga berdasarkan uraian diatas maka penulis
meneliti pengawasan terhadap standar mutu produk makanan kemasan
dalam rangka perlindungan hukum terhadap konsumen. B. Rumusan
Masalah Rumusan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting
karena akan menjadi pedoman dan akan mempermudah dalam pembahasan
masalah yang akan diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai
jelas, tegas dan sesuai
8
dengan yang di harapkan. Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis akan merumuskan beberapa pokok masalah yang berkaitan
dengan upaya pengawasan dinas kesehatan kota madiun terhadap produk
makanan kemasan yang beredar di kota madiun demi terlindunginya
konsumen. 1. Bagaimanakah bentuk pengawasan terhadap standar mutu
produk makanan kemasan yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota
Madiun terhadap produk makanan kemasan? 2. Bagaimanakah bentuk
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen oleh Dinas
Kesehatan Kota Madiun, terhadap pelanggaran standar mutu produk
makanan kemasan yang beredar dibawah pengawasan Dinas Kesehatan
Kota Madiun? C. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk
mengetahui bentuk pengawasan terhadap standar mutu produk kemasan
yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Madiun terhadap produk
kemasan. 2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang
diberikan kepada konsumen oleh Dinas Kesehatan Kota Madiun,
terhadap pelanggaran standar mutu produk kemasan yang beredar
dibawah pengawasan Dinas Kesehatan Kota Madiun. D. 1. Manfaat
Penelitian Manfaat Teoritis
9
Diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan serta pemikiran
yang bermanfaat di bidang ilmu hukm perdata khususnya mengenai
perlindungan konsumen oleh dan penerapan pengawasan terhadap
makanan kemasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan kota Madiun. 2.
Manfaat Praktis a. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
masukan pemikiran di bidang ilmu hokum. b. Sebagai bahan masukan
informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat
mengakomodasi hal-hal mengenai konsumen dan penerapan pengawasan
terhadap makanan kemasan yang beredar di masyarakat kota madiun. E.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode
Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
proposive sampling Dalam penelitian ini, hukum tidak hanya
dikonsepkan sebagai keseluruhan atas asas-asas dan kaidah yang
mengatur kehidupan manusia akan tetapi meliputi juga
lembagaa-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaidah-kaidah itu dalam masyarakat, sebagai perwujudan makna-makna
simbolik dari perilaku social, sebagaimana termanifestasi dan
tersimak dari aksi dan interaksi antar mereka. 2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif yaitu
penelitian dengan menggambarkan dan menjelaskan masalah-masalah
yang ada dan
10
mengumpulkan
data,
menyusun,
mengklasifikasi,
menganalisa
dan
menginterpretasikan. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran dan penjelasan yang dapat memberikan data
seteliti mungkin tentang obyek yang diteliti. 3. Sumber data Adapun
sumber data dalam penelitian ini adalah: a. Data Pimer Yaitu
data-data yang berasal dari sumber data utama, yang terwujud
tindakan-tindakan dan kata-kata, 8) dari pihak yang telibat dengan
obyek yang diteliti. b. Data Sekunder Data yang diperoleh secara
tidak langsung yaitu dari studi kepustakaan yang berupa sejumlah
keterangan atau fakta dengan cara mempelajari bahan-bahan berupa
buku-buku, dokumen-dokumen, peraturan
perundang-undangan laporan-laporan dan sebagainya yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti. 4. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan akan dikumpulkan melalui : a) Studi
kepustakaan Dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari
bahan-bahan tertulis yang berupa buku-buku dan peraturan
perundang-undangan yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini.
b) Studi interview
8)
Lexy J Moeloeng,1994 Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaj
Roesdakarya Offset, hal, 112
11
Yaitu penelitian dilakuan dengan cara terjun langsung ketempat
obyek penelitian, dalam hal ini dinas kesehatan. Dalam pengumpulan
data penulis lapangan ini penulis menggunakan cara interview yaitu
mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang penulis
anggap
mengetahui/mendalami permasalahan yang perlu diteliti. 5. Metode
Analisa Data Analisis data dalam proses pengorganisasian dan
mengumpulkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data-data 9). Setelah data terkumpul
dilakukan analisa secara kualitatif dengan melalui 3 tahap yaitu:
1) Reduksi data yaitu analisis yang mempertegas, memperpendek,
membuat fokus membuang hal-hal yang tidak penting dari penelitian
lapangan. 2) Menyajikan data yaitu sekumpulan informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan. 3) Menarik
kesimpulan setelah memahami berbagai hal dengan melakukan
pencatatan peralatanperalatan, pernyataan-pernyataan, alur sebab
akibat akhirnya penulis menarik kesimpulan10). F. Sistematika
Penulisan
9 ) 10 )
Ibid, hal. 103 HB. Soetopo, 1994, Pengantar Penelitian
Kualitatif, Surakarta: Pusat Penelitian UNS, Hal. 97
12
Skripsi ini terdiri dari IV (empat bab) yaitu pada setiap bab
tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antara bab yang
satu dengan bab yang lainnya. Dalam hal ini penulis akan
menguraikan secara terperinci dari setiap bab sebagai berikut: BAB
I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari sub bab, yaitu :
latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan masalah,
metode penelitian dan sistemaka penulisan. BAB II : Mengenai
Tinjauan umum tentang konsumen dan standar mutu terhadap produk
kemasan konsumen. terdiri dari pengertian konsumen, pelaku usaha,
makanan kemasan, Dinas kesehatan kota Madiun , DINKES, prosedur
pelaksanaannya, tujuan pengawasan terhadap standar mutu produk
kemasan. BAB III : bentuk pengawasan terhadap standar mutu produk
makanan kemasan yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Madiun
terhadap produk makanan kemasan serta bentuk perlindungan hukum
bagi produsen yang melanggar. BAB IV : Merupakan bab terakhir atau
penutup dari penulisan skripsi, penulis akan memberikan kesimpulan
dan saran saran yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, serta
memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi kesulitan yang masih
ada dalam praktek.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetian Umum Tentang Konsumen 1. Pengertian Konsumen
14
Konsumen dalam bahasa belanda Konsumeat dalam bahasa belanda
tersebut oleh para ahli hokum pada umumnya sudah disepakati untuk
mengartikan sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa yang
diserahkan kepada mereka oleh pengusaha11) Dalam kamus bahasa
Indonesia arti konsumen tidak jauh berbeda dengan arti tersebut
yaitu mereka yang menggunakan barang bahan atau jasa yang dihasil
dan dikelola oleh pihak lain ( produsen ), sedangkan lembaga bina
konsumen Indonesia mengartikan konsumen sebagai pemakai terakhir
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan tidak
memandang umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, yang
dianutnya12) Pengetian konsumen, menurut UUPK No 8 Tahun 1999 Pasal
1 ayat2: Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Pengertian dalam pasal 1 angka 2 UUPK unsur unsur
definisi konsumen meliputi :
1.
Subyek Orang
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang
berstatus sebagai pemakai barang dan jasa 2. Pemakai
11 )
Hermien Hadiati Koermadji, Hukum Dan Masalah Media, Airlangga,
University Press, Surabaya, 1984, hal 31 12) Yayasan Lembaga Biana
Konsumen Indonesia Dan Departemen Perdagangan RI, Cara Terbaik
Memilih Barang dan Jasa, Brosur, Bagian I, Tembar I
15
Sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 1 angka [2] UUPK, kata
pemakai menekankan konsumen adalah konsumen akhir [ ultimate
consumer] 3. Barang dan / jasa
UUPK pasal 1 angka 4 mengartikan barang sebagai setiap benda,
baik berwujud maupun tidak beerwujud baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Yang
tersedia dalam masyarakat
Barang dan atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah
harus tersedia dipasaran (lihat bunyi pasal 9 ayat (1) huruf (e)
UUPK) Barang dan jasa tersebut tersedia. Dalam perdagangan yang
makin komplek dewasa ini syarat ini tidak mutlak lagi dituntut oleh
masyarakat konsumen tertentu, seperti futures trading keadaan
barang yang diperjual belikan bukan sesuatu yang diutamakan. 5.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluaga, orang lain, makhluk hidup
lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, dan makhluk hidup, unsure yang diletakkan
dalam definisi itu mencoba memperluas pengertian. Kepentingan tidak
sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga tetapi juga orang
lain dan makhluk hidup lain.
6.
Barang dan jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas yakni hanya pada
konsumen akhir.13) Pengertian konsumen menurut A.Z. Nasution adalah
setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan
barang/jasa untuk suatu kegunaan13)
Shidarta, Hukum Perlidungan Konsumen Indonesia, Grasindo,
Jakarta, 2000
16
tertentu.14) Dengan demikian yang dimaksudkan setiap orang dalam
batasan dia adalah orang alamiah maupun orang yang diciptakan oleh
hokum (badan hokum). Mendapatkan secara sah adalah mendapatkan
suatu barang atau jasa dengan cara cara yang tidak
bertentangan/melawan hokum selanjutnya unsur kegunaan tertentu
memberi tolak ukur pembeda antara berbagai konsumen yang dikenal
(konsumen antara atau konsumen akhir). Tergantung untuk kegunaan
apakah suatu barang atau jasa itu diperlukan. Apabila kegunaan
tertentu itu adalah unutuk tujuan memproduksi barang atau jasa dan
tidak untuk dijual kembali ( tujuan komersil ), maka kita akan
berhadapan dengan konsumen antara. Apabila kegunaan tertentu itu
adalah tujuan memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga atau rumah
tangganya serta tidak dijual kembali ( tujuan non komersial ) maka
konsumen tersebut adalah konsumen akhir. Dari halhal yang
dikemukakan diatas terdapat dua pengertian jenis konsumen : a.
konsumen yang menggunakan barang atau jasa untuk keperluan
komersial. b. konsumen yang menggunakan barang atau jasa untuk
keperluan diri sendiri/keluarga dan non komersial.15) Sementara itu
berbagai studi yang dilakukan berkaitan dengan perlindungan
konsumen telah berhasil membuat batasan tentang konsumen (akhir)
tersebut antara lain : a. pemakai akhir dari barang yang digunakan
untuk keperluan diri
sendiri atau orang lain dan tidak untuk diperjual beli.14)
15)
AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1995 Ibid, Hal 70
17
b.
Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
bagi
keperluan diri sendiri atau keluarganya, atau orang lain dan
tidak untuk diperdagangkan kembali, c. Setiap orang atau keluarga
yang mendapatkan barang untuk dipakai
dan tidak diperdagangkan.16) Dari hal-hal yang merupakan
pendapat dari bebagai ahli hokum akhirnya Az Nasution menyimpulkan
istilah konsumen yang digunakan adalah dalam pengertian sebagai
konsumen17)yaitu : setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa
tersedia dalam masyarakat digunakan untuk memenuhi kehidupan hidup
pribadi,keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk keperluan
komersial 7) Hak dan Kewajiban Konsumen Konsumen adalah pemakai
terakhir dalam mengunakan produk barang ataupun jasa untuk itu
konsumen memilik hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-undang
no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Adapun hak konsumen
diatur didalam Pasal 4 UU PK, yakni: 1. Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsinya
tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam
keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.16) 17)
Ibid,Hal 71 Ibid, Hal 72
18
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau
mengkonsumsi barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan
hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi bebas dalam memilih
barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti
tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar
konsumen memilih barang/jasanya. 3. Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Sebelum memilih, konsumen tentu harus memperoleh informasi yang
benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Karena
informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam
memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya. 4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian
dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu
kelemahan di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku
usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam
menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang
lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai
pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk
meningkatkan daya saingnya. Demi mendapatkan perlindungan yang
maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Kewajiban Konsumen hal berikut ini:
19
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut. 2. Pengertian Pelaku Usaha
Menurut pasal 1 angka 3 Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pelaku Usaha adalah : setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian pelaku
usaha dalam pasal 1 angka (3) Undang-Undang perlindungan konsumen
cukup luas karena meliputi grosir, levalasir, pengecer, dan
sebagainya cakupan luasnya pengertia pelaku usaha dalam UUPK
tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam
masyarakat eropa terutama Negara belanda bahwa yang dapat
dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi
(finished produk), penghasil bahan baku, pembuat suku cadang,
setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan jalan
menyantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain yang
membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu atau tanda lain
yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importer
suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan,
20
diseagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam
transaksi perdagangan, pemasok (supplier) dalam hal identitas dari
produsen atau importer tidak dapat ditentukan. B. Pengertian
Makanan Kemasan Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 1996
tentang pangan, yang dimaksud pangan adalah Pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Demikan juga hal senada terdapat dalam PP No.69 Tahun 1999 tentang
label dan iklan pangan yang mempunyai definiisi yang sama persis
dengan UU No. 7 Tahun 1996 tetntang pangan. Makanan merupakan
produk pangan yang siap dihidangkan atau langsung dapat dimakan,
makanan ini dapat diperoleh melalui proses pengolahan.18) Makanan
kemasan yaitu segala bahan mentah yang diproses sedemikian rupa
dengan berbagai cara untuk kemudahan.19) C. Tinjauan Umum tentang
Standar Mutu 1. Secara Umum Pasal (1) Peraturan Pemerintah No 102
tahun 2000 tentang : Standarisasi mutu menjelaskan, standar adalah
spesifikasi tekhnis/ sesuai yang dilakukan termasuk pada cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsesnsus semua pihak yang terkait
dengan memperhatikan syarat-syarat18) 19)
Diktat Ilmu Bahan Makanan, Universitas Muhammadiyah surakarta
Bartono, PH. Pengantar Pengolahan Makanan. PT. Pertja. Jakarta,
2000
21
keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan
IPTEK, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan yang akan
dating untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sedangkan
mutu menrut standar ISO 8402 diartikan sebagai Gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang
tersirat,20) yang dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain: a.
Sesuai dengan kebutuhan pemakai b. Harga produk ( berkaitan dengan
nilai uang yang dikeluarkan )
c. Waktu penyerahan sesuai dengan keinginan / kebutuhan dari
pelajar d. Kehandalan e. Kemudahan pemeliharaan
2. Secara Khusus Dalam penjelasan pasal 24 (1) Undang-undang no
7 tahun 1996 yang dimaksudkan standar pangan dalam ketentuan ini
adalah Spesifikasi teknik di bakukan tentang mutu pangan misalnya
dari segi bentuk, warna komposisi yang disusun berdasarkan criteria
tertentu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta aspek lain yang terkait dari segi bentuk warna dan komposisi
standar ini diambil dari kesepakatan bersama dalam penggunaan zat
dan bahan tambahan lainnya20)
Chagtab, Nezional, Mendokumentasi Sistem Mutu ISO 9000, Andi,
Jogjakarta, 1997
22
untuk memperoleh komposisi dalam bentuk yang diinginkan dan
memperhatikan syarat-syarat keamanan, keselamatan, dan
kesehatan21). Misalnya pada bentuk yaitu bentuk pangan yang sehat
dan efektif penggunaanya bagi konsumen, pada warna yaitu pewarnaan
pangan yang menggunakan zat pewarna yang aman bagi kesehatan, serta
komposisi makanan yang aman dan sehat bagi konsumen. Standar
Nasional Indonesia (SNI) meliputi definisi dan syarat mutu cara
pengambilan contoh, cara uji, cara pengemasan, dan syarat
penandaan. Sebagai acuan dibawah ini adalah beberapa bentuk Standar
Nasional Indonesia yang mengatur standar bahan makan kaleng yang
terbuat dari dari hasil laut yang berlaku secara nasional yang
menjadi syarat mutu utama suatu produk makanan kaleng yang terbuat
dari hasil laut dapat beredar dan dikonsumsi oleh konsumen secara
langsung berdasarkan pada ukuran yang aman pada media dan tambahan
makanan yang digunakan dalam membuat makanan kaleng. D. 1. Tinjauan
Umum Tentang Dinas Kesehatan Pengertian Dinas Kesehatan Di
Indonesia pengawasan keamanan pangan ada dibawah wewenang
direktorat jenderal pengawasan obat dan makanan ( POM ), namun
disini pada industri yang berskala kecil dinas kesehatan yang
melakukan pengawasan dan penyuluhan dalam produksi industri rumah
tangga pemerintah kabupaten/kota bertindak sebagai pelaksana
pengambilan sampel makanan/minuman hasil industri rumah tangga. dan
pemerintah21)
Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang standar pangan
23
kabupaten/kota juga bertugas untuk melakukan penyuluhan,
pengawasan, dan pengambilan sampel dalam rangka pencegahan dan
mengatasi kejadian luar biasa akibat pencemaran makanan dalam skala
kabupaten/kota.
2.
Tugas & Wewenang Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan dibidang
Kesehatan sesuai kebijakan Pemerintah kota atau kabupaten dan
kebijakan dalam bidang Farmasi, Makanan Dan Minuman adalah sebagai
berikut: 1. Penyediaan obat yang bermutu dan aman di fasilitas
pelayanan kesehatan. 2. Pelayanan obat secara rasional di puskesmas
dan rumah bersalin. 3. Pengawasan obat, obat tradisional, alat
kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, kosmetika dan pangan
yang beredar di Kota Madiun. 4. Pembinaan dan pengawasan sarana
farmasi, obat tradisional, alat kesehatan rumah tangga, kosmetika
dan pangan di Kota Madiun. 5. Pembinaan dan peningkatan peran serta
masyarakat untuk menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, obat
tradisional, kosmetika, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah
tangga dan pangan. 6. Pengujian laboratorium sampel makanan yang
dicurigai
mengandung bahan berbahaya. 7. Penyelenggaraan upaya
penanggulangan dan pencegahan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat aditif.
24
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka dinas kesehata
berhak menindak secara hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang ada
baik oleh produsen dan distributor dalam proses produksi dan
distribusi produk makanan yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan yang berdampak pada kerugian kesehatan masyarakat
sebagai konsumen sesuai ketentuan perundang-undangan. kosmetik
produk komplemen, keamanan panagan dan bahan berbahaya. Pelaksanaan
tugas tersebut berlandaskan pada system operasional pengawasan obat
dan makanan yang tidak berdasarkan konsep wilayah melainkan
catchment area. Konsep pengawas dijalankan dengan prinsip tindakan
pengamanan yang cepat, tepat dan akurat berdasarkan data
ilmiah.
E.
Tujuan Pengawasan Standarisasi Mutu Pengertian standarisasi
menurut Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000
tentang standarisasi nasional yaitu proses merumuskan,
menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan
secara tertin dan bekerjasama dengan semua pihak. Sedangkan
standarisasi mutu makanan demikian dimaksudkan untuk melindungi
konsumen maupun produsen. Konsumen dilindungi kepentingannya dari
pemalsuan dan keamanan konsumsi makanan tersebut. Dengan pemalsuan
bahan makanan yang murah dapat dipasarkan meniru bahan makanan yang
mahal, padahal harganya sama atau tidak jauh saling berbeda,
biasanya bahan makanan
25
yang palsu mempunayi kwalitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan bahan makanan yang aslinya. Bidang bidang yang diawasai
yaitu berdasarkan Undang Undang No 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
yaitu22) : a. Keamanan pangan adalah kondisi daya upaya yang
diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membayakan
kesehatan manusia. b. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang
terdapat dalam pangan yang
terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan
manusia. c. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar
kriteria keamanan
pangan , kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan
makanan, dan minuman. d. Standar perdagangan terhadap bahan makanan
adalah spesifikasi teknis
yang dilakukan berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait
dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, kesehatan untuk
setiap kegiatan atau serangkaiaan kegiatan dalam rangka penjualan
dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk penawaran
menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindah
tanggunan pangan dengan memperoleh imbalan. Produsen dilindungi
dari persaingan yang tidak sehat, bahan makanan palsu biasanya
dibuat dari bahan-bahan dasar berkwalitas rendah, sehingga modal
atau biaya produksinya lebih rendah dari bahan makanan aslinya
dengan demikian makanan palsu dapat di pasarkan dengan harga lebih
murah, dibandingkan yang asli, sehingga mempunyai daya saing yang
lebih kuat. Maka dipasaran bahan22)
Ibid, Hal 2
26
makaanan asli yang berkualitas tinggi akan terdesak kalah oleh
bahan makanan yang pals. Dalam jangka panjang, bahan makananyang
palsu itu akan diketahui kurang memuaskan, tetapi kalau konsumen
tidak mengetahui bahwa itu barang palsu, maka kepercayaan kepada
bahan makanan yang asli akan menjadi menurun. Pemalsuan demikian
banyak terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang, dimana
perlindungan hokum dan pengawasan produk belum ada atau belum
mencukupi, dan efektif selain itu tujuan pengawasan makanan adalah
untuk melindungi konsumen atau masyarakat terhadap kemungkinan
peredaran makanan yang tidak memenuhi standar mutu yang dapat
merugikan dan atau membahayakan keselamatan dan kesehatan
masyarakat konsumen. Dengan demikian, diharapkan dapat menurunkan
angka kematian akibat kercunan makanan akan haal-hal produk yang
tidak memenuhi standar mutu sehingga dapat menimbulkan penyakit
yang dibawa produk kemasan tersebut. Bila ditinjau dari segi
kepentingan para pengusaha, pengawasan makanan bertujuan untuk
membina dan mengembangkan usaha di bidang produksi dan distribusi
makanan, menciptakan cara dan iklim yang sehat dam bidang usaha dan
mencegah adanya persaingan yang tidak jujur.Selanjutnya dapat pula
ditinjau dari segi ekonomi Negara yaitu meningkatkan kepercayaaan
konsumen sehingga industri makanan, industri turisme, dan ekpor
komoditi makanan kemasan dan berkembang serta mengurangi kerugian
ekonomi karena mencegah kerusakan atau pemusnahan makanan atau
penolakan oleh Negara lain F. Tinjauan Yuridis Standar Mutu
Peredaran produk makanan kemasan yang semakin banyak macamnya yang
dikonsumsi oleh konsumen menyebabkan diperlukan standar mutu pangan
yang
27
dapat menjamin kesehatan dan keamanan dalam mengkonsumsi makanan
kemasan sehingga berdasarkan hal tersebut sebagai landasan
pengaturan dan pembinaan penyelenggaraan pangan serta untuk
menjamin ketertiban dan kepastian hokum dan ditaatinya standar mutu
yang telah disepakati oleh konsumen, produsen dan pemerintah dalam
pembentukananya diperlukan undang-undang yang mengatur tentatng
masalah pangan . Menurut Undang-Undang Pangan di tinjau tentang
kaitannya denngan standar mutu terdapat dalam pasal 24 yang
berbunyi : (1) Pemerintah menetapkan standar mutu pangan. (2)
Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, Pemerintah dapat
memberlakukan dan mewajibkan pemenuhan standar mutu pangan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar mutu pangan dalam ayat ini adalah
kriteria atau ukuran dengan : 1. Bahan kemasan pangan yang aman
untuk digunakan dalam proses produksi penggunaan makanan 2.
Penggunaan bahan tambahan pangan yang aman dengan ketepatan ukuran
yang membuat pangan bias dikonsumsi dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. 3. Pemeriksaaan laboratorium guna mencantumkan batas
maksimal baku kualitas isi pangan dalam kemasan yang berkaitan
pencemaran yang masih dalam batas aman Pasal 25 berbunyi :
28
1.
Pemerintah menetapkan persyaratan sertifikasi mutu pangan yang
diperdagangkan.
2.
Persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),
diterapkan secara bertahap berdasarkan jenis pangan dengan
memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. Menurut pasal
25 yang dimaksud pemerintah menetapkan persyaratan sertifikasi
setiap produk makanan kemasan agar memnuhi standar mutu produk
pangan yang diterap kan oleh pemerintah. Pasal 26 berbunyi : Setiap
orang dilarang memperdagangkan : 1. Pangan tertentu, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), apabila tidak memenuhi standar
mutu yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya; 2. Pangan yang
mutu berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan; 3.
Pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Menurut pasal 26 yang dimaksud
sertifikasi pangan yaitu pengakuan oleh badan standarisasi nasional
atas produk makanan yang telah memenuhi standar mutu dengan
pemberian sertikasi berupa tanda nomor registrasi. Menurut
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Dasar pembentukan
standar mutu produk makanan adalah melindungi konsumen dari makanan
yang tidak sehat dan tidak aman bagi kesehatan bagi konsumen dan
masyarakat.
29
Tinjauan Tentang kaitannya dengan standar mutu terdapat dalam
Pasal 21 1. Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk
melindungi
masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan keschatan. 2.
Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau
label yang berisi: a. b. c. d. 3. bahan yang dipakai; komposisi
setiap bahan; tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa; ketentuan
lainnya. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar
dan atau
persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan,
ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pasal
21 undang-undang kesehatan ini standar mutu pada makanan sangat
diperlukan oleh kosumen atau masyarakat agar ada perlindungan atau
pengamanan terhdap makanan ataupun minuman dalam bentuk kesehatan
sehingga masyarakat merasa aman untuk mengkonsumsi makanan karena
sudah sesuai persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah apabila
ppara pelaku usaha atau produsen yang tidak memnuhi persyaratan
standar mutu maka produknya aka ditarik dai masyarakat dan ini bias
membuat para produsen untuk berpikir ulang apabila tidak memenuhi
persyaratan yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Menurut
Peraturan-Pemerintah No 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi
Nasioal
30
Standar Nasional Indonesia yang mencakup tentang mutu berlaku
untuk seluruh Indonesia yang pada pelaksanaan pengawasan dilakukan
sepenuhnya oleh badan pengawas obat dan nakanan dan dinas
kesehatan. Tinjauan tentang kaitannya dengan standar mutu terdapat
dalam Pasal 18 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau
mengedarkan barang dan atau
jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib. 2. Pelaku
usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat
produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga
sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan
atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia. Dalam
pasal ini yang dimaksud standar nasional adalah standar yang
ditetapkan atas suatu produk yang meliputi yang meliputi: definisi,
syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara pengemasandan syarat
penandaan penandaan. Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Tinjauan tentang kaitannya dengan standar
mutu terdapat dalam pasal 8 : (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a) tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
syarat
dan ketentuan peraturan perundangundangan;
31
b)
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan
jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut; Dalam undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pada pasal 8 telah jelas bahwa setiap
produsen yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu maka pelaku
usaha atau produsen terbut tidak dapat
memperdagangkan barang hasil produksinya dan setiap pelaku usaha
juga harus memenuhi ketentuan mengenai jumlah satuan hitungan
barang seperti yang di definisikan dalam undang-undang sebagai
berikut : berat bersih, isi bersih atau netto dan harus ada pada
saat pelabelan. Menurut Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004
Tentang Keamanan Mutu,Dan Gizi Pangan , tinjauan tentang kaitannya
dengan standar mutu : Pasal 1 yang berbunyi : (8) Persyaratan
keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang
harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya
bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
Pasal 29 yang berbunyi : Kepala badan yang bertanggung jawab di
bidang standardisasi nasional menetapkan standar mutu pangan yang
dinyatakan sebagai Standar Nasional Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 30 yang berbunyi :
(1) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dapat diberlakukan secara wajib dengan mempertimbangkan
keselamatan,
32
keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian lingkungan hidup
dan/atau pertimbangan ekonomis harus memenuhi standar mutu
tertentu. Dalam peraturan pemerintah No 28 Tahun 2004 telah jelas
dalam Pasal 1 Ayat 8, Pasal 29 dan Pasal 30 menyebutkan persyaratan
keamanan pangan merupakan factor yang sangat penting dan utama
sehingga ada jaminan mutu keamanan pangan dan yang bertanggung
jawab untuk jaminan mutu pangan kepala badan bidang standarisasi
nasional dan jaminan mutu tersbut haruslah mempertimbangkan semua
sepert keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian
lingkungan hidup serta pertimbangan nilai ekonomis sesuai yang
tertera pada pasal tersebut sehingga dengan adanya peraturan ini
konsumen akan lebih percaya dan mendapat jaminan mutu produk
kemasan pangan. Staatsblad No. 377 1949 Tentang Bahan Bahan
Berbahaya23) Tinjauan kaitannya dengan standar mutu terdapa dalam
Pasal 1 : (1) Dengan surat Keputusan Pemerintah dapat ditetapkan
obat-obat disinfeksi, obat-obat pembersihan atau obat-obat
pemusnahan, pun bahan-bahan, yang bersifat racun yang berkomposisi
bahaya terhadap kesehatan manusia, yang mana pemasukannya
pembuatan, pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan,
penggunaan, pemakaian sendiri dilarang. Dalam Staatsblad No. 377
1949 Tentang Bahan Bahan Berbahaya telah jelas adanya bahwa pemakai
produk yang bersifat racun yang mempunyai komposisi membahayakan
kesehatan manusia dilarang keras baik untuk di perjual belikan atau
pun untuk pemakaian sendiri penggunnaanya. Peraturan Menteri Nomor
180/Men.Kes/Per /IV/85 Tentang Makanan Daluwarsa24)23) 24)
Staatsblad No. 377 1949 Tentang Bahan Bahan Berbahaya Peraturan
Menteri Nomor 180/Men.Kes/Per /IV/85 Tentang Makanan Daluwarsa
33
Tinjauan kaitannya dengan standar mutu terdapat dalam : Pasal 1
Huruf c Makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal
daluwarsa; Huruf d Tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu
makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk
yang diberikan oleh produsen; Dalam Peraturan Menteri ini telah
jelas adanya bahwa setiap produk kemasan wajib diberikan tanggal
tanggal daluwarsa suatu produk kemasan agar konsumen dapat
mengetahui apakah masih layak untuk dikonsumsi atau tidak G. 1.
Pengawasan dan Perlindungan Hukumnya Pendekatan pengawasan standar
mutu makanan
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dan Kantor
Wilayah Departemen Kesehatan dapat melakukan pengawasan standar
mutu makanan melalui beberapa pendekatan yaitu: 1. 2. 3. 4.
undangan 1) Pengumpulan informasi diperlukan dalam rangka penetapan
Pengumpulan Informasi Pendidikan dan pelatihan Perizinan,
sertifikasi atau registrasi dan Pengawasan dalam rangka penerapan
peraturan perundang-
kebijaksanaan atau prioritas kegiatan. Pengumpulan informasi
termasuk survey dan monitoring dapat dilakukan terhadap angka
kesakitan/kematian, kerugian ekonomi dan keluhan/ pengaduan
konsumen. Pengumpulan informasi lainnya
34
adalah inventarisasi sarana produksi dan distribusi, profil
industri, profil masalah mutu dan keamanan makanan kemasan 2)
Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan dapat ditujukan pada produsen,
distributor, pedagang dan konsumen. Salah satu hal yang tak kalah
pentingnya untuk mencapai tujuan pengawasan standar mutu makanan
adalah partisipasi masyarakat. Untuk memaksimalkan partisipasi ini
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan, dan Organisasi non pemerintah perlu
memberikan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat, sehingga
produsen mengetahui cara memproduksi makanan yang baik, distributor
mengetahui cara menangani makanan yang baik agar selama di jalur
distribusi makanan tetap bermutu dan aman untuk di konsumsi
masyarakat serta konsumen dapat mengenal dan memilih makanan yang
bermutu dan aman. Konsumen yang kritis dapat mendorong tersedianya
makanan yang bermutu dan aman. 3) Perizinan Sertifikasi atau
Registrasi
Perizinan Sertifikasi atau Registrasi daqpat ditujukan terhadap
perusahaan atas produk melalui penilaian kriteria keamanan produk
yang telah ditetapkan. Persetujuan yang telahdiberikan dapat
dicapai bila kriteria tidak lagi dipenuhi sehingga dapat meerupakan
suatu bentuk pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan
peratudan perundang-undangan 4) undangan Pengawasan dalam rangka
penerapan peraturan perundang-
35
Pengawasn standar mutu makanan meliputi segala kegiatan dalam
rangka pengawasan rutin baik terhadap sarana produksi dan
distribusi maupun komoditi hasil produksinya. Tujuan yang ingin
dicapai ialah dilaksanakan nya semua peraturan dibidang produksi
dan distribusi makanan serta dipenuhinya standar mutu dan
persyaratan kesehatan produk yang ada dalam peredaran. Untuk itu,
dilakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi,
serta dilakukan sampling dan pemeriksaan atau pengujian
laboratorium terhadap produk makanan kemasan tersebut. Sasaran
kegiatan adalah sarana dan produk dalam rangka pemecahan masalah
atau memperkecil masalah peredaran makanan yang tidak memenuhi
standar mutu sesuai dengan kemampuan, prioritas sasaran perlu
ditetapkan dengan memperhatikan berbagai hal antara lain jenis
masalah, jenis komoditi, dan jenis sarana. Peraturan Menteri
Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dan
juga Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan sebagai
landasan hokum untuk semua kegiatan di bidang pangan di Indonesia
yang telah memenuhi standar mutu. (5) Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan merupakan implementasi dari motivasi
dan kepemimpinan, strategi nasional, serta komitemen politik
pemerintah dalam melaksanakan sistem pengawasan makanan secara
nasional, adanya peraturan perundang-undangan ini merupakan cermin
dari harapan pemerintah dalam memberikan jaminan terhadap makanan
yang di produksi, distribusikan, dan dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Seperti diketahui
36
peraturan Perundang-undangan mencakup undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan ,Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996
Tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan Mutu,Dan Gizi Pangan serta peraturan-peraturan lain yang
mengatur hal yang sama. 2. Perlindungan Hukum Dengan makin
banyaknya produsen penghasil produk makanan kemasan, berakibat pula
semakin kompetitifnya iklim usaha, oleh karena itu banyak produsen
yang akan berlomba-lomba dalam memasarkan produknya ke masyrakat,
keadaan ini mengakibatkan munculnya persaingan dalam usaha yang
sering memunculkan iklim yang tidak sehat yang gilirannya akan
berdampak pada sector-sektor yang ada kaitannya dengan itu akibat
persaingan ini menimbulkan banyak sekali penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh pengusaha sebagai contoh tidak dipenuhinya
standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah padahal
penerapan standar mutu dalam produk makanan kemasan, telah disusun
dalam peraturanperaturan perundangan republic Indonesia. Kategori
Pengaturan standar mutu pada makanan kemasan 1. Larangan penggunaan
bahan tambahan makanan yang tidak sesuai
dengan batas maksimal yng ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional. Penggunaan bahan tambahan makanan dalam proses produksi
makanan kemasan, adalah hal yang diperlukan untuk menjaga kualitas
produk, kalau sesuai dengan aturan standar mutu yang berlaku, jenis
bahan tambahan makanana yang diantaranya: a. Pemanis Buatan
37
b. c. d.
Pewarna Buatan atau sintetik Pengawet ( Natrim Benzoat) Asam
Sitrat Hal diatas didasarkan pada dengan ketentuan pasal 10 ayat 1
Undang-
undang No 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang menyebutkan Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan
terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Dan
juga pada PP No 7 Tahun 1996 Pasal 43 yang mengatur hal yang sama
yang menyebutkan : Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan : a. b.
c. tulisan Bahan Tambahan Pangan; nama golongan Bahan Tambahan
Pangan; nama Bahan Tambahan Pangan, dan atau nomor kode
internasional yang
dimilikinya H. Larangan menggunakan kemasan pangan yang
berbahaya Penggunaan bahan makanan yang sesuai dengan ketentuan
standar mutu ialah bahan yang aman dalam proses produksi makanan
kemasan dan tidak melepaskan cemaran yang dapat mempengaruhi
kualitas makanan tersebut, yaitu dalam kondisi normal tidak bocor,
tidak kembung, tidak berkarat, hal ini di dasarkan pada ketentuan
Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan Mutu,Dan
Gizi Pangan Pasal 16 ayat 1 yang menyebutkan : Setiap orang yang
memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan
apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan/atau
yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan
kesehatan manusia. Dan pasal 17
38
ayat 1 yang menyebutkan bahwa : Setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diedarkan wajib menggunakan bahan kemasan yang
diizinkan. Pemeriksaan laboratorium Daftar zat yang dilarang
digunakan karena penggunaanya berbahaya dalam makananNo. 1. 2. 3.
4. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Nama bahan pewarna
Auramine, Basic Yellow2 Alkanet Butter Yellow Black 7984 Burn Umber
Chrysoidine Crysoine Citrus Red No. 2 Chocolate Brown FB Fast red E
Fast Yellow AB Guinea Green B Indanthrene Blue RS Magenta Metanil
Yellow No. Indeks warna (C1, No) 41000 75520 11020 27755 77491
11270 14270 12156 16045 13015 42510 69800 42510 13065 No. 5. 6. 7.
8. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Nama bahan pewarna Oil
Orange SS Oil Orange XO Oil Orange AB Orange G Orange GGN Orange RN
Orchid/Orcein Ponceau 3 R Ponceau SX Ponceau 6R Rhodamin B Sudan I
Scarlet GN Violet 6 B No. Indeks warna (C1, No) 12100 12140 11390
16230 15980 15970 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640
Pengaturan dalam standar mutu pada produk kemasan yang
terpenting adalah pada pemeriksaan laboratorium. Yang dapat
mengetahui ambang batas normal yang harus dipenuhi cemaran-cemaran
yang diakibatkan dalam proses produksi hal ini didasarkan pula pada
Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan Mutu,Dan
Gizi Pangan pasal 22 ayat 2 dan 3 yang
menyebutkan : Kepala Badan berwenang menetapkan jenis pangan
olahan yang wajib diuji secara laboratoris sebelum diedarkan.
Pengujian secara laboratoris dilakukan di laboratorium pemerintah
atau laboratorium lain yang telah diakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh
Komite Akreditasi Nasional.
39
Pada proses produksi makanan kemasan yang dibatasi dan yang
dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan yang berbahaya
sebagai berikut :NO. 1. KELOMPOK Bahan Pengawet JENIS BAHAN
TAMBAHAN Dietilpirokarbonat (DEP) Kloroform Nitrofuran Asam benzoat
Metil p-hidroksi benzoat Propil p-hidroksi benzoat 2. Bahan
Sintetis Pemanis Natrium nitrit Dulsin dan P. 4000 Siklamat ( 1
g/org/hari) Sakharin ( 1 g/org/hari atau 15 3. Pembentuk Rasa Cita
mg/kg bb/hari) Koumarin Safrol Minyak kalamus 4. Bahan Antioksidan
Sinamil Antranilat Asam askorbat BHA Tert-butihidrokinon 5. 6. 7.
8. 9. Bahan Antibusa Bahan Pengental Bahan Pemantap Bahan Pemutih
Bahan Pewarna Tokoferol Dimetilpolisiloksan Metilsellulosa, CMC
Asam alginat Propilenglikol Benzoliperioksida Amaran karmin
Kurkumin KETERANGAN Dilarang Dilarang Dilarang Dibatasi Dibatasi
Dibatasi Dibatasi Dilarang Dilarang Dilarang
Dilarang Dilarang Dilarang Dilarang Dibatasi Dibatasi Dibatasi
Dibatasi Dibatasi Dibatasi Dibatasi Dibatasi Dibatasi Dibatasi
Dibatasi
Pada kosmetik, obat dan makanan yang dihasilkan dari proses
produksi yang berlebihan maka akan dijelaskan beberapa kandungan
bahan berbahaya apabila di konsumsi oleh manusia atau masyarakat
sebagai berikut : 40
Merkuri (Hg) Ada 3 bentuk a) b) c) Merkuri element (merkuri
murni ) Bentuk garam in organic (hg2+) Bentuk bahan organic
(Hg+)
Digunakan untuk obat, dan bahan kosmetik gejala yang ditimbulkan
akibat konsumsi merkuri diatas normal : 1. Gangguan saraf sensorik
: paraetsthesir, kepekaan menurun sulit
menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya
pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan paha. 2. Gangguan
saraf motorik : lemah, sulit berdiri mudah jatuh, ataksia,
tremor, gerakan lambat, sulit bicara. 3. Gangguan lain :
gangguan mental, sakit kepala dan hipersalivost
Merkuri dalam kondisi normal adalah 10-20 mg% sedangkan kondisi
keracunan 50100% Timbal (Hb) Konsumsi Makanan yang mengandung Hb
diatas normal mengakibatkan : 1. Meningkatkan kadar ALA dalam darah
dan urine. ( asam amino ) 2. Meningkatkan kadar protopor phirin
dalam sel darah. 3. Memperpendek umur sel darah merah 4. Menurunkan
jumlah sel darah merah 5. Menurunkan kadar retikulosit ( sel darah
merah yang masih muda ) 6. Meningkatkan kandungan logam Fe dalam
plasma darah25).25)
Darmono, lingkungan hidup dan pencemaran hubungannya dengan
tekhnologi senyawa logam.UI Press.2001.
41
Arsen (As) Arsen digunakan sebagai bahan obat dan sangat beracun
pada kondisi normal dalam darah ada 0.2 mg/ 100 ml. pada kondisi
keracunan dalam darah 10 mg / 100 ml, maka akan menyebabkan
kematian diakrenakan keracunan dalam darah yang disebabkan
berlebihannya dalam penggunaan bahan tersebut. Bahaya Formalin pada
makanan Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi
10-40% dari formaldehid. Bahan ini biasanya digunakan sebagai
antiseptic, germisida, dan pengawet. Formalin mempunyai banyak nama
kimia diantaranya adalah : Formol, Methylene aldehyde, Paraforin,
Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,
Formoform, Superlysoform, Formic aldehyde, Formalith,
Tetraoxymethylene, Methyl oxide, Karsan, Trioxane, Oxymethylene
dan Methylene glycol. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam
bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10-40
persen. Formalin adalah senyawa yang berbahaya dan beracum bagi
kesehatan manusia. Jika masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan,
dan jika telah terakumulasi banyak dalam tubuh, senyawa kimia
tersebut akan bereaksi dengan hamper semua senyawa di dalam sel
tubuh, sehingga fungsi sel terganggu dan dapat menyebabkan kematian
karena tubuh teracuni.Selain itu, tubuh yang mengkonsumsi formalin
dapat mengalami: 1. 2. 3. 4. Alergi Karsino genik ( menyebabkan
kanker ) Mutagen ( merusak fungsi dan jaringan sel ) Iritsai
perut
42
5.
Muntah muntah diare campur darah, urin bercampur darah,
kematian
karena kegagalan sirkulasi tubuh Bahaya Borax dalam Makanan
Borax adalah senyawa yang berbentuk kristal, berwarna putih, tidak
berbau dan dijumpai dalam bentuk padat maupun cair. Zat ini
digunakan pada obat tetes mata, salah satu bahan dasar pembuat
gelas dan keramik, juga banyak digunakan di industri sebagai bahan
semikonduktor dan aneka produk deterjen. Sifat dasar borax ini
adalah dapat mengembangkan, memberi efek kenyal, serta membunuh
mikroba. Dengan sifat yang demikian, borax sering ditambahkan pada
makanan seperti pada bakso, tahu, mie, bihun, kerupuk, maupun
lontong. Padahal perlakuan zat ini pada semua bahan makanan tidak
pernah ditoleransi (tidak boleh ada dalam kadar berapapun) karena
sangat berbahaya. Penggunaan borax ini telah dilarang (tidak ada
standar kadar borax dalam makanan) oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Efek yang ditimbulkan ketika seseorang memakan makanan
yang mengandung borax adalah pusing, mual, demam, nyeri, mengantuk
sampai muntah darah.
43
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian Dinas Kesehatan Dinas kesehatan kota Madiun yang berada
di jl. Raya Solo No 32 Jiwan Madiun adalah salah satu Dinas Daerah
unsur pelaksana otonomi daerah Kota Madiun, yang memiliki
kewenangan melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan.
Sebagaimana disebutkan dalam Perda Kota Madiun Nomor 2 Tahun 2003
tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Daerah, karena salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah adalah "kesehatan"Secara geografis Kantor Dinas
Kesehatan berada di wilayah Kecamatan jiwan. Lokasi yang strategis
dan cukup mudah dijangkau baik oleh kendaraan pribadi maupun
angkutan umum meskipun berada di daerah perbatasan dengan Kabupaten
Madiun. Dinas kesehatan kota Madiun mempunyai visi dan misi sebagai
berikut : Visi
Terwujudnya Dinas Kesehatan sebagai Lembaga yang berkualitas
dengan didukung tenaga professional, berwawasan luas dan dijiwai
rasa kemanusiaan yang tinggi.
Mampu menyediakan dan memanfaatkan (menjangkau) pelayanan
kesehatan yang bermutu, sehingga Memiliki derajat kesehatan yang
tinggi.
44
Misi Menciptakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
sesuai standard dan memberikan tingkat kepuasan yang tinggi bagi
masyarakat yang memerlukan.
Mendorong dan menggerakkan pembangunan bidang kesehatan di Kota
Malang.
Mengembangkan upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan.
Meningkatkan
kemampuan
tenaga
kesehatan
sesuai
tingkat
profesionalisme yang tinggi. Tugas Pokok Dinas Kesehatan
melaksanakan tugas pokok penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah di bidang kesehatan. Fungsi Dan Tujuan 1. perumusan dan
pelaksanaan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
2. Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) dan
Rencana Kerja (Renja) di bidang kesehatan; 3. Pelaksanaan pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan yang dibutuhkan masyarakat; 4.
Pelaksanaan pelayanan dan penyuluhan kesehatan ibu dan anak serta
keluarga; 5. Pelaksanaan registrasi, akreditasi sarana dan tenaga
kesehatan tertentu; 45
6. Pendayagunaan tenaga kesehatan; 7. Pemberian pertimbangan
teknis perijinan di bidang kesehatan; 8. Pemberian dan pencabutan
perijinan di bidang kesehatan; 9. Pelaksanaan kegiatan bidang
pemungutan retribusi; 10. Pelaksanaan pembinaan kesehatan bersumber
daya masyarakat; 11. Pelaksanaan promosi kesehatan; 12. Pelaksanaan
dan pengembangan sistem pembiayaan kesehatan melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat; 13. Penyelenggaraan
penanggulangan gizi buruk dan perbaikan gizi keluarga dan
masyarakat; 14. Pelaksanaan pelayanan kesehatan olahraga; 15.
Pelaksanaan pencegahan, pemberantasan penyakit dan pengendalian
penyakit menular serta penyehatan lingkungan; 16. Penyediaan dan
pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan,
reagensia dan vaksin; 17. Pelaksanaan penanggulangan penyalahgunaan
obat dan NAPZA; 18. Pengawasan dan registrasi makanan dan minuman
produksi rumah tangga; 19. Pemeriksaan dan pengawasan sarana
produksi dan distribusi sediaan farmasi; 20. Pengelolaan
administrasi umum meliputi penyusunan program,
ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah
tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan; 21.
Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM); 22. Penyusunan dan
pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP);
46
23. Pelaksanaan fasilitasi pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) dan/atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara
periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan; 24.
Pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang kesehatan; 25.
Penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait
layanan publik secara berkala melalui web site Pemerintah Daerah;
26. Penyelenggaraan UPT dan jabatan fungsional; 27. Pengevaluasian
dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; 28. Pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Hasil Penelitian Di Dinas Kesehatan Kota Madiun Dari hasil
tinjauan yang dilakukan di dinas kesehatan Kota Madiun yang
bekerjasama dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) ini
menemukan beberapa bahan makanan kemasan yang tidak berstandar mutu
diakibatkan adanya
47
tambahan pangan yang mengandung bahan berbahaya, terdapat
beberapa contoh sampel yang mengandung bahan berbahaya pada kasus
yang sering ditangani oleh dinas kesahatan kota Madiun adalah
makanan yang sering tercampur pada makanan kemasan, dari hasil uji
lab pada dinas kesehatan Kota Madiun adalah bahan kimia tersebut
seperti formalin untuk perekat kayu lapis dan desinfektan yang
kadang digunakan untuk mengawetkan tahu dan mie basah. Jika masuk
ke dalam tubuh kita melalui makanan, dan jika telah terakumulasi
banyak dalam tubuh, senyawa kimia tersebut akan bereaksi dengan
hamper semua senyawa di dalam sel tubuh, sehingga fungsi sel
terganggu dan dapat menyebabkan kematian karena tubuh
teracuni.Selain itu, tubuh yang mengkonsumsi formalin dapat
mengalami: 1. 2. 3. 4. 5. Alergi Karsinogenik ( menyebabkan kanker
) Mutagen ( merusak fungsi dan jaringan sel ) Iritsai perut Muntah
muntah diare campur darah, urin bercampur darah, kematian
karena kegagalan sirkulasi tubuh Masyarakat yang mengkonsumsi
makanan mengandung formalin, menurut Dewi Majasari S.si., Apt.dari
Dinas Kesehatan, bisa menyebabkan gangguan persyarafan berupa susah
tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Dan pada wanita
akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Ciri-ciri
umum pada beberapa makanan yang diduga mengandung formalin untuk
jenis mie basah adalah tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar
(25 derajat celcius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu
lemari es (10 derajat celcius). Bau mie agak menyengat yakni bau
khas formalin, dan mie basah tersebut tidak lengket serta
48
lebih mengkilap dibanding mie tanpa formalin. Sedangkan tahu
yang mengandung formalin tidak rusak hingga 3 hari pada suhu kamar
dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es. Tahu keras
namun tidak padat dan bau agak menyengat khas formalin. Bakso yang
mengadung formalin tidak rusak sampai 5 hari pada suhu memeliki
tekstur sangat kenyal. Sedangkan ikan segar berformalin tidak rusak
sampai 3 hari pada suhu kamar, warna insang merah tua dan tidak
cemerlang serta bau menyengat khas formalin.Sementara ikan asin
mengandung formalin dengan ciri-ciri tidak rusak sampai lebih dari
1 bulan pada suhu kamar, warna ikan asin bersih cerah namun tidak
berbau khas ikan asin. Boraks tidak aman untuk dikonsumsi sebagai
makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam
makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang
mengandung boraks memang tidak serta merta berakibat buruk terhadap
kesehatan, tetapi Efek yang ditimbulkan ketika seseorang memakan
makanan yang mengandung borax adalah pusing, mual, demam, nyeri,
mengantuk sampai muntah darah. Boraks akan menumpuk sedikit demi
sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif.
Seringnya mengkonsumsi makanan boraks akan menyebabkan gangguan
otak, hati dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan
demam, koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,
apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan
hingga kematian. Boraks biasanya dipakai dalam pembuatan makanan :
karak/ lempeng (kerupuk beras), sebagai komponen pembantu pembuatan
gendar (adonan calon kerupuk), mie, lontong, (sebagai pengeras),
ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengawet dan pengeras),
kecap (sebagai pengawet).
49
Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia.
Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna
merah, dan seterusnya. Misalnya penggunaan rhodamin B yang sering
digunakan untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup.
Penggunaan pewarna jenis ini dilarang keras, karena bisa
menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lain.
B.
Bentuk pengawasan terhadap standar mutu produk makanan
kemasan yang diterapkan oleh Dinas kesehatan terhadap produk
makanan kemasan Sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan yaitu
peningkatan penyerahan urusan kepada perangkat kesehatan di daerah
kota/kabupaten maka dinas kesehatan kota madiun sebagai pengawas
peredaran makanan dalam pelaksanaan
pengawasannya terhadap standar mutu mengupayakan dan
melaksanakan program serta kegiatan yang rutin pengawasan yang
berhubungan dengan standarisasi mutu pengawasan ini dilakukan agar
mayrakat atau konsumen meiliki rasa aman dalam mengkonsumsi setiap
produk barang atau jasa dan memberikan jaminan mutu bahwa produk
yang ditawarkan pada masyarakat atau konsumen memang layak untuk
dikonsumsi hal ini sesuai dengan ketentuan undang undang nomor 8
tahun 1999 tentang perlindungan kosumen seiring dengan banyaknya
para pelaku usaha dalam bidang industri dinas kesehatan di sini
haruslah dituntut untuk mengawasi produk yang beredar di tengah
masyarakat untuk itu pemerintah kota madiun melakukan pengawasan
peradaran makanan kemasan sehingga tetap terjamin standar mutu
kualitas produk yang dihasilkan.
50
Skema Sistem Pengawasan
Masyarakat
vigilance
Proses penilaian
IRT di peredaran /tempat penggunaan
Pemerintah dinkes provinsi kabupaten/kota
Depkes RI atau Badan POM
Sarana produksi dan distribusi
Produsen/ distributor
vigilance
Dari Skema di atas, tampak bahwa untuk menjamin kemanan, mutu
dan manfaat makanan dalam kemasan terdapat 7 kegiatan utama yang
saling berhubungan satu sama lain. Sebelum diedarkan, produk harus
memiliki ijin edar melalui proses evaluasi yang merupakan penilaian
terhadap kesesuaian. Sebelum mengajukan izin edar, produk tersebut
harus diproduksi sesuai dengan produksi keamanan industri rumah
tangga yang baik yang didalamnya termasuk pemenuhan Sistem
Management Mutu (SMM). Setelah diberikan izin edar, perlu
dipastikan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat dan dipantau terjadinya efek yang tidak
diinginkan akibat penggunaan produk tersebut. Untuk menjamin hal
tersebut perlu dilakukan pengawasan yang meliputi:
kegiatan yang rutin pengawasan yang berhubungan dengan
standarisasi mutu : 51
1. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi a. Kebijakan dan
strategi pemeriksaan Kebijakan pengawasan sarana produksi dan
distribusi makanan diarahkan pada dua bab yaitu : 1) Pemeriksaan
terhadap sarana yang memproduksi makanan yang beresiko tinggi dan
makanan yang sering
menimbulkan masalah kesehatan. 2) Tindakan pencegahan bahaya
dari pada mengandalkan pada evaluasi produk akhir Berdasarkan
kebijakan diatas maka pengwasan sarana produksi dan distribusi
ditekankan pada hal hal sebagai berikut:26) 1) Penerapan prioritas
sarana produksi dan distribusi makanan yang diperiksa ialah sarana
produksi dan distribusi makanan yang memproduksi atau mengedarkan.
a) Makanan yang beresiko tinggi terhadap keamanan maupun kerusakan
yaitu makanan yang sering menimbulkan masalah kesehatan b) Makanan
yang mudah tercemar oleh penyakit. c) Makanan yang mudah dipalsukan
d) Makanan yang dikemas dengan bahan kemasan yang mudah tercemar.
e) Produk makanan dalam kemasan yang mempunyai masa simpan yang
cukup lama.
26)
wawancara dengan kepala seksi Farmasi, Makanan dan Minuman Dewi
Majasari S.si., Apt.
52
2) Menekankan pemeriksaan terhadap penerapan sistem jaminan mutu
oleh produsen dan distributor makanan, yang merupakan tindakan
efektif untuk menjamin mutu terutama penerapan cara produksi
makanan yang baik, dan cara distribusi makanan yang baik. 2.
Pengambilan contoh makanan Pengambilan contoh ini teridiri atas dua
macam yaitu 1) Contoh Obyektif Contoh Obyektif diambil dari makanan
yang pengambilan cotoh pada makanan ini dilakukan secara acak pada
setiap makananyang tujuan pemeriksaannya secara acak, pengumpulan
data untuk tujuan khusus, atau pemantauan untuk menentukan makanan
tersebut memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Hal itu
dilakukan apabila kegiatan pemeriksaan makanan tidak baik atau
menyimpang, atau apabila pemeriksaan tidak dapat sering
dilaksanakan. 2) Contoh Selektif
Contoh selektif adalah contoh makanan yang diambil untuk
menunjukan atau membuktikan atau mendokumentasikan keadaan yang
tidak baik yang diamati oleh tenaga pengawasan makanan, atau untuk
menyediakan suatu unit makanan yang diduga tidak memenuhi
persyartan mutu untuk makanan. Pengambilan contoh semacam ini dapat
dilakukan di pabrik, di took, atau di pasar. Contoh semacam ini
juga disebut contoh bias. Contoh subyektif, atau contoh untuk
penyelidikan. 3. Pemeriksaan Label
53
Tujuan pemeriksaan label adalah untuk menyediakan media dengan
konsumen dari label produk yang menyesatkan, berlebihan, atau tidak
wajar atau salah sehingga menyebabkan kerugian konsumen karena
memberi makanan yang nilainya tidak sesuai dengan uang yang
dikeluarkannya, informasi yang benar pada label juga berperan dalam
pendidikan masyarakat tentang mutu makanan. 4. Pemeriksaan
periklanan Persyaratan untuk periklanan sama dengan label yaitu
tidak boeh menyesatkan, berlebihan, atau tidak wajar. Agar
pelaksanaan pengawasan iklan pada media cetak dan elektronik (
televisi, radio, dan audio visual lainnya ) efektif diperlukan
kerja sama dengan instansi terkait lainnya. 5. Penelusuran kasus
keracunan Dilakukan oleh Dinas Kesehatan kabupaten madiun dengan
melakukan kegiatan antara lain: a) Mencari penyebab kasus dengan
melakukan pemeriksaan sarana produksi dan pengujian contoh. b)
Mencegah meluasnya penyebaran atau menghentikan peredaran produk
yang yang menjadi penyebab kasus 6. Monitoring mutu makanan
Kegiatan Monitoring mutu makanan mencakup antara lain : 1. Cemaran
mikrobiologi 2. Cemaran kimia 3. Bahan tambahan makanan 4. Residu
pestisida, hormon, dan antibiotika 5. Cairan beryodium
54
6. Minuman beralkohol 7. Bimbingan penyuluhan dan pemberian
informasi makanan a. Bimbingan dan penyuluhan kepada produsen dan
distributor Produksi dan distribusi makanan yang tidak memenuhi
standar mutu seringkali dilakukan oleh produsen dan distributor
karena tidak sengaja atau ketidaktahuanya, yaitu karena kurangnya
informasi mengenai peraturan perundang-undangan di bidang makanan
dan kurangnya pengetahuan mengenai kemungkinan timbulnya bahaya
melalui makanan. b. Pendidikan dan pemberian informasi kepada
konsumen Konsumen memegang peranan penting dalam mendorong produsen
untuk memproduksi makanan yang memenuhi standar mutu. Tuntutan
konsumen akan makanan yang bermutu mengakibatkan produsen akan
berusaha memproduksi makanan yang dapat memenuhi tuntutan tersebut.
Oleh karena itu pendidikan dan pemberian informasi kepada konsumen
diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen
akan makanan yang bermutu. Akan tetapi dalam pelaksanaan pengawasan
produk makanan kemasan dinas kesehatan tidak bisa melakukan
pengawasan secara rutin dan pengujian sample produk tidak bisa
menyeluruh dan hanya dilakukan secara acak hal tersebut dikarenakan
faktor faktor sebagai berikut a) Anggaran yang terbatas b) Semakin
banyaknya industri makanan rumah tangga c) Tidak cukup tersedianya
tenaga pengawas makanan untuk memantau pengawasan makanan dalam
unit kerja yang luas di sejumlah kecamatan.
55
Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap produk makanan dinas
kesehatan bekerja sama dengan balai besar pengawas obat dan makanan
untuk melakukan pengawasan selaku unit kerja bertanggung jawab
secara langsung terhadap terpenuhinya standar keamanan panganan
kemasan yang beredar di tengah masyarakat. Dari upaya dan bentuk
pengawasan standarisasi mutu diatas semuanya didasarkan pada
tanggung jawab Dinas Kesehatan sebagai Pengawas obat dan makanan.
Serta peredarannya untuk menjamin tetap terjaganya mutu produk
makanan yang beredar di dalam masyarakat. Khususnya makanan
kemasan. Dalam menjaga tetap dipatuhinya pemenuhan standar mutu
oleh produsen makanan dalam pengawasan dinas kesehatan mengacu pada
standarisasi mutu makanan kemasan yang dikeluarkan oleh badan
standarisasi mutu makanan kemasan yang dikeluarkan oleh badan
standarisasi nasional yang produsen pada waktu akan
memperdagangkan produk pangan kemasan tersebut harus memperoleh
sertifikasi mutu dari ditjen POM atau dari Dinas Kesehatan.
C.
Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen,
terhadap pelanggaran standar mutu produk makanan kemasan yang
beredar dibawah pengawasan dinas kesehatan kota madiun.
56
Makanan kemasan merupakan produk pangan yang siap di hidangkan
atau langsung dapat dimakan yang telah melalui proses pengolahan
sebelumnya yang menggunakan teknologi pengawetan. Dalam
peredarannya produk makanan kemasan haruslah telah memenuhi
persyaratan-persyaratan standar nasional Indonesia yang dilakukan
oleh badan POM ataupun dinas kesehatan yang mengacu pada undang
undang NO 7 Tahun 1996 yang mengatur pangan dan peredarannya di
masyarakat, masyarakat selaku konsumen akan sangat terlindungi
dengan pemenuhan persyaratan tersebut yang juga mengacu pada
peraturan peraturan lain yang mengatur hal yang sama. Dengan
semakin pesatnya perkembangan dunia industri pangan maka berbagai
jenis makanan kemasan, cukup banyak tersedia dengan berbagai macam
merek dan keunggulannya masing-masing tetapi juga karena banyaknya
makanan kemasan, maka konsumen semakin banyak pula pilihan untuk
merngkonsumsi sesuai dengan dengan selera masing masing tanpa lupa
memperhatikan kualitas dan mutu barang yang tetera pada label
makanan tersebut. Dengan makin banyaknya produsen penghasil produk
makanan kemasan, berakibat pula semakin kompetitifnya iklim usaha,
oleh karena itu banyak produsen yang akan berlomba-lomba dalam
memasarkan produknya ke masyrakat, keadaan ini mengakibatkan
munculnya persaingan dalam usaha yang sering memunculkan iklim yang
tidak sehat yang gilirannya akan berdampak pada sector-sektor yang
ada kaitannya dengan itu akibat persaingan ini menimbulkan banyak
sekali penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pengusaha
sebagai contoh tidak dipenuhinya standar mutu yang telah ditetapkan
oleh pemerintah padahal penerapan standar mutu dalam produk makanan
kemasan, telah disusun dalam peraturan-
57
peraturan perundangan republik Indonesia. Agar makanan yang aman
tersedia secara memadai, perlu diwujudkan suatu sistem makanan yang
mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsi
makanan tersebut sehingga makanan yang diedarkan tidak menimbulkan
kerugian serta aman bagi kesehatan Secara normatif aturan standar
mutu makanan kemasan : 1. Larangan penggunaan bahan tambahan
makanan yang tidak sesuai dengan batas maksimal yang diterapkan .
2. Larangan menggunakanan bahan pangan yang berbahaya 1. Larangan
penggunaan bahan tambahan kemasan yang tidak sesuai
dengan batas maksimal yang ditetapkan Dalam standar nasional
Indonesia telah ada ketentuan penggunaan bahan tambahan makanan
yang berfungsi untuk menjadikan makanan yang dikemas ini bias lebih
tahan lama dari sebelum dikemas bahan tambahan makanan ini akan
menimbulkan efek berbahaya apabila tidak sesuai ketentuan menurut
Pasal 10 ayat (1) UU No.7 tahun 1996 tentang pangan bahwa : Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan
terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Maka berdasarkan UU No.7 tahun 1996 tersebut mewajibkan setiaporang
/ produsen menggunakan bahan tambaham makanan yang aman dan tidak
melampaui ambang batas yang ditetapkan sehingga menghasilkan produk
pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi. 2. Larangan menggunakan
bahan kemasan pangan yang berbahaya
58
Salah satu unsur penting dari makanan kemasan adalah kemasan itu
sendiri sebagai media untuk mengemas diharapkan aman dan tidak
berpengaruh terhadap makanan yang didalamnya terdapat zat yang
berbahaya maupun bakteri yang menyebabkan keracunan. Menurut pasal
16 ayat (1) UU No.7 tahun 1996 tentang pangan bahwa : Setiap yang
memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa
pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang
dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan
manusia. Maka berdasarkan ketentuan tersebut mewajibkan setiap
orang/produsen untuk menggunakan bahan kemasan yang man untuk
kesehatan manusia atau dalam hal ini konsumen pemakai barang atau
jasa pengunaan bahan kemasan yang tidak memenuhi syarat ini
dikarenakan pengejaran profit oleh produsen yang mengabaikan
kepentingan konsumen, dari segi kesehatan makanan dalam keadaan
baik pun apabila dikemas dengan kemasan yang tidak standar akan
mengurangi kualitas makanan itu sehingga disini perlu di adakan
pengawasan agar tidak
menimbulkan kerugian bagi konsumen.
Indikasi indikasi yang dijadikan acuan tidak dipenuhinya standar
mutu pangan kemasan diantaranya : a. Tidak adanya nomor registrasi
:
Pada dasarnya nomor registrasi digunakan untuk menandai bahwa
suatu produk makanan tersebut telah memperoleh sertifikasi mutu
yang ditetapkan.nomor
59
registrasi ini juga digunakan apabila ada pencemaran terhadap
suatu produk makanan kemasan sehingga secara cepat dan tepat untuk
ditarik dari peredaran. Menurut Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 1999 bahwa : Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan
olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun
yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia, pada label pangan olahan
yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan. Maka
berdasarkan ketentuan inii setiap makanan kemasan yang beredar
harus mencantumkan nomor pendaftaran/registrasi makanan yang
diperoleh setelah uji kelayakan dan laboratories mutu makanan
kemasan oleh pemerintah. Pencantuman nomor registrasi digunakan
sebagai instrument untuk mengetahui apakah produk yang dibeli telah
memenuhi syarat mutu yang ditentukan, sehingga dengan tidak adanya
pencantuman nomor registrasi ini bisa dikatakan menipu konsumen
sehingga dari pihak distributor sebagai pelaku peredaran makanan
harus teliti dalam melihat produk yang akan dijual. Selain itu
masyarakat sebagai pengawas langsung harus mengadukan kepada
distributor ataupun produsen, demi terlindunginya konsumen dari
makanan kemasan yang berbahaya.
b.
Daluwarsa Setiap produk makanan kemasan pasti dibubuhi tanggal
daluwarsa hal ini
dimaksudkan untuk memberikan informasi suatu produk makanan
kemasan yang aman untuk dikonsumsi hal ini sesuai dengan pasal 1
huruf c dan d PP No 180/MENKES/PER/IV/1985 tentang makanan
daluwarsa bahwa :
60
Makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal
daluwarsa; Tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan
dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh produsen. Menurut pasal 21 huruf e Undang undang No
7 tahun 1996 tentang pangan bahwa : Setiap orang dilarang
mengedarkan pangan yang sudah kedaluwarsa. Maka dari ketentuan
diatas maka makanan kemasan harus dalam keadaan yang belum lewat
dari masa tanggal daluwarsa sehingga masih terjamin mutu dan
keamanannya. Ketentuan di atas berdasarkan ketentuan dalam : 1.
Undang undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 2.
Undang undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan 3. Undang undang
Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan 4. peraturan pemerintah nomor
102 tahun 2000 tentang standarisasi nasional 5. peraturan
pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan.
Kategori Pengaturan standar mutu pada makanan kemasan 2. Larangan
penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan batas
maksimal yng ditetapkan oleh Badan Standar Nasional. Penggunaan
bahan tambahan makanan dalam proses produksi makanan kemasan,
adalah hal yang diperlukan untuk menjaga kualitas produk, kalau
sesuai dengan aturan standar mutu yang berlaku, jenis bahan
tambahan makanana yang diantaranya: a. Pemanis Buatan
61
b. Pewarna Buatan atau sintetik c. Pengawet ( Natrim Benzoat) d.
Asam Sitrat Hal diatas didasarkan pada dengan ketentuan pasal 10
ayat 1 Undangundang No 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yang menyebutkan
Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan. Dan juga pada PP No 7 Tahun 1996 Pasal 43 yang mengatur
hal yang sama yang menyebutkan : Bahan Tambahan Pangan wajib
dicantumkan : b. tulisan Bahan Tambahan Pangan; c. nama golongan
Bahan Tambahan Pangan; d. nama Bahan Tambahan Pangan, dan atau
nomor kode internasional yang dimilikinya Dinas Kesehatan sebagai
pengawas peredaran makanan di masyarakat dalam pelaksanaannya
pengawasannya terhadap standar mutu menempuh program rutin dengan
memonitor secara langsung terhadap sarana produksi dan distribusi
dengan prosedur pengawasan yang tersebut diatas dalam
pelaksanaannya pengawasan Dinas Kesehatan menggunakan petugas
pengawasan makanan sebagai ujung tombak dalam memonitoring
dipenuhinya mutu makanan yang memenuhi peraturan perundang-undangan
di bidang makanan, dari hasil monitoring yang dilakukan akan
diperoleh data selama dilakukan pemeriksaan baik yang sifatnya
rutin maupun yang sifatnya khusus kemudian diinterprasikan yang
akan dihasilkan apakah suatu produk makanan sesuai dengan ketentuan
atau melanggar standar
62
mutu atau persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan tindak lanjut oleh
Dinas Kesehatan setelah pemeriksaan yaitu pemenuhan peraturan
perundang-undangan dibidang makanan yang dapat dilakukan oleh
produsen maupun distributor makanan dengan cara sukarela atau
wajib, tindakan suka rela dilakukan atas kemauan sendiri dengan
bekerja asama dengan instansi pemerintah, sedangkan tindakan wajib
dilaksanakan sebagai suatu perintah atau kewajiban. Setelah dirasa
dalam pemeriksaan produk yang diperiksa sudah tidak memenuhi
persyaratan mutu yang ada maka Dinas Kesehatan akan memberikan
teguran kepada produsen atau distributor untuk melaksanakan
tindakan sukarela yang bisa dikatakan tindakan prefentif guna
mencegah tindakan wajib yang akan dijatuhkan oleh Dinas Kesehatan
tindakan sukarela yang sesungguhnya adalah : 1. Pendidikan dan
Pembinaan Yaitu pendidikan dan pembinaan kepada karyawan produksi
dan distributor agara standar mutu makanan tetap tetap terpenuhi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan pangan.
2. Penarikan Produk Makanan Yaitu penarikan semua produk makanan
dari semua distributor setelah adanya pernyataan dari balai POM dan
Dinas Kesehatan tentang produk makanan yang sudah tidak memenuhi
standar mutu makanan. 3. Pemusnahan Produk Makanan
63
Yaitu pemusnahan produk makanan yang sudah dinyatakan tidak
memenuhi standar mutu pangan guna menjaga agar tidak ada pilihan
lain yang memperdagangkan produk itu kembali. 4. Perubahan Produk
Makanan Yaitu perubahan produk makanan yang memenuhi standar mutuu
pangan dengan cara perubahan komposisi dan bahan lainnya yang
sesuai dengan standar mutu nasional Indonesia. Tindakan sukarela
ini banyak dilakukan oleh produsen makanan yang sudah mantap dan
berpengalaman akan tetapi apabila dari teguran oleh Ditjen POM dan
Dinas Kesehatan tetap saja tindakan sukarela tidak dilakukan, maka
akan mengakibatkan diambilnya tindakan wajib. Tindakan wajib untuk
pelaksanaan peraturan perundang-undangan
diperlukan karena tindakan sukarela tidak efektif untuk
melindungi konsumen terhadap peredaran makanan yang berbahaya.
Tindakan wajib antara lain : 1. Surat peringatan 2. Pemanggilan
resmi 3. Pembatalan sementara izin produksi 4. Penyitaan 5.
Pencabutan nomor pendaftaran 6. Penghentian penjualan 7. Keputusan
pengadilan 8. Penututan secara hukum
64
Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap produk makanan balai besar
pengawas obat dan makanan dan Dinas Kesehatan selaku unit kerja
yang bertanggung jawab secara langsung terhadap terpenuhinya
standar mutu keamanan pangan yang beredar pada prakteknya : A.
Tindakan pengawasan mutu dan keamanan produk pangan Tindakan
tindakan yang dilakukan oleh balai besar pengawas obat dan makanan
atau Dinas kesehatan untuk pengawasan mutu keamanan dan produk pada
dasarnya dilakukan untuk menjaga tetap terpenuhinya standar mutu
dan keamanan produk pangan yang beredar di pasaran. Tindakan
tindakan ini di ambil didasarkan pada keputusan kepala badan
pengawas obat dan makanan tentang organisasi dan tata kerja unit
pelaksana teknis dilingkungan badan pengawas obat dan makanan.
Menurut pasal 2 Unit pelaksana teknis di lingkungan badan pengawas
obat dan makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang
pengwasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, kemanan
pangan dan bahan berbahaya. Pengambilan tindakan uji sampling ini
disesuaikan dengan keputusan kepala balai besar pengawas obat dan
makanan tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana tekhnis
dilingkungan badan pengawas obat dan makanan.
Menurut pasal 3 huruf b dan c : Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pasal 2, unit pelaksana teknis dilingkungan
badan POM menyelenggarakan fungsi
65
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif