Top Banner
1 Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto Oleh: Pramesti Retno Suryaningtyas Pembimbing : Nur Wahyu Rachmadi dan Ketut Diara Astawa Abstrak : Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin (petani) akan mampu meningkatkan kesejahteraan dengan cara meningkatkan pendidikannya. Pendidikan, dalam hal ini tidak hanya formal, tetapi juga non formal dan informal yang berkaitan dengan penguasaan kemampuan dan keterampilan. Masyarakat Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto dikategorikan sebagai masyarakat prasejahtera dengan tingkat pendidikan rata-rata SD dan mayoritas mata pencarian masyarakat sebagai petani. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian tentang daya tanggap (responsivitas) masyarakat petani terhadap pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menjelaskan pemahaman masyarakat petani terhadap pendidikan, (2) menjelaskan upaya yang dilakukan masyarakat petani dalam memperoleh pendidikan, (3) menjelaskan apakah yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Lokasi penelitian di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia, peristiwa, dan dokumen profil desa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Prosedur analisis data terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan/verifikasi data. Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, memahami pendidikan sebagai suatu program untuk membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia, tidak menjadi beban orang tua dan tidak sengsara. Selain itu, pendidikan dimaknai sebagai suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih baik dan juga dimaknai sebagai program untuk bisa membaca dan menulis, (2) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan melalui ngenger, kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan biaya pendidikan, melakukan perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta benda, (3) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto
25

Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

May 26, 2018

Download

Documents

dotram
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

1

Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan

di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto

Oleh:

Pramesti Retno Suryaningtyas Pembimbing :

Nur Wahyu Rachmadi dan Ketut Diara Astawa

Abstrak : Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin (petani) akan mampu meningkatkan kesejahteraan dengan cara meningkatkan pendidikannya. Pendidikan, dalam hal ini tidak hanya formal, tetapi juga non formal dan informal yang berkaitan dengan penguasaan kemampuan dan keterampilan. Masyarakat Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto dikategorikan sebagai masyarakat prasejahtera dengan tingkat pendidikan rata-rata SD dan mayoritas mata pencarian masyarakat sebagai petani. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian tentang daya tanggap (responsivitas) masyarakat petani terhadap pendidikan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menjelaskan pemahaman masyarakat petani terhadap pendidikan, (2) menjelaskan upaya yang dilakukan masyarakat petani dalam memperoleh pendidikan, (3) menjelaskan apakah yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Lokasi penelitian di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia, peristiwa, dan dokumen profil desa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Prosedur analisis data terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan/verifikasi data.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, memahami pendidikan sebagai suatu program untuk membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia, tidak menjadi beban orang tua dan tidak sengsara. Selain itu, pendidikan dimaknai sebagai suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih baik dan juga dimaknai sebagai program untuk bisa membaca dan menulis, (2) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan melalui ngenger, kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan biaya pendidikan, melakukan perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta benda, (3) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto

Page 2: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

2

untuk meningkatkan kesejahteran adalah dengan mencari penghasilan sampingan, seperti membuka toko (berdagang dan beternak), mengatur pengeluaran, berhutang untuk mensukseskan usaha, menyekolahkan anak hingga pendidikan tinggi agar tidak menjadi beban orang tua di kemudian hari. Sedangkan upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta do’a dan bantuan kyai serta meminta bantuan dukun.

Berdasarkan temuan penelitian di atas, saran yang diajukan saran-saran: (1) kepada Pemerintah agar memberikan kemudahan bagi masyarakat miskin (petani) untuk memperoleh pendidikan, (2) kepada masyarakat petani, terutama petani golongan ekonomi pra sejahtera, disarankan agar berusaha mendapatkan pendidikan agar bisa meningkatkan taraf hidupnya pada masa yang akan datang, dan (3) kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian sejenis, disarankan agar melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan pendekatan lainnya.

Kata kunci : responsivitas, petani, pendidikan

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja

demi keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk

memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak

sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja

sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit (Scott dalam

Sahdan 2005:1).

Fenomena kriminal seperti penjualan bayi juga erat kaitanya dengan

kemiskinan. Tempo interaktif.com (2007) memberitakan seorang laki-laki

bernama Suban mengaku terpaksa menjual anak tirinya, Nurhayati yang baru

berusia dua minggu karena tidak mampu membeli susu. Demikian juga tempo

interaktif (2010) memberitakan seorang ibu muda berusia 24 tahun, warga

Kampung Beting, Koja, Jakarta Utara, akan menjual anak di kandungannya. Ibu

kelahiran Bogor ini nekat melakukan perbuatan melawan hati nurani tersebut

demi melunasi utang sebesar Rp 550 ribu.

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan

yang layak bagi kemanusiaan, (2) hak rakyat untuk memperoleh perlindungan

hukum, (3) hak rakyat untuk memperoleh rasa aman, (4) hak rakyat untuk

Page 3: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

3

memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang

terjangkau, (5) hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan,

(6) hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan, (7) hak rakyat

untuk memperoleh keadilan, (8) hak rakyat untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan publik dan pemerintahan, (9) hak rakyat untuk berinovasi,

(10) hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan, dan (11) hak

rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan

baik (Sahdan, 2005:1).

Hasil pendataan BPS menunjukkan bahwa penduduk miskin sebagian

besar berada di pedesaan. BPS menjelaskan bahwa jumlah penduduk miskin di

Indonesia pada bulan Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta atau 16,58%. Dari

angka itu, 23,61 juta (63,52%) adalah penduduk miskin di daerah pedesaan.

Sedangkan data pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk

miskin berada di daerah perdesaan. Data BPS tahun 2010 (Harian Kompas, 15 Juli

2010) menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2010

mencapai 31,02 juta orang atau 13,33%. Berkurang 1,51% jika dibandingkan

dengan bulan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang atau 32,53%. Sedangkan

jumlah penduduk miskin di daerah pedesaaan mengalami kenaikan dari bulan

Maret 2009 hingga tahun Maret 2010. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin

di daerah pedesaaan berjumlah 63,38% dan pada Maret 2010 jumlah penduduk

miskin di daerah pedesaan meningkat menjadi 64,23%.

Kemiskinan mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat pedesaan.

Berdasarkan data BPS (2009), angka partisipasi sekolah penduduk berusia 15

tahun keatas dari tahun 2005-2008 tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada tahun 2005, angka partisipasi sekolah penduduk berusia 15 tahun keatas

sebesar 53,86%, kemudian pada tahun 2006 hanya mengalami peningkatan

sebesar 0,06% menjadi 53,92%. Pada tahun 2007 meningkat sebesar 0,59%

menjadi 54,61% dan pada tahun 2008 hanya mengalami peningkatran sebesar

0,39% menjadi 54,70%. Sedangkan untuk data Proporsi Angka “Melek Huruf”

Penduduk berumur 10 tahun ke atas pada tahun 2005-2008 juga tidak

menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2006, Proporsi Angka

Melek Huruf Penduduk Berumur 10 tahun ke atas meningkat sebesar 0,18% dari

Page 4: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

4

tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, Proporsi Angka Melek Huruf Penduduk

Berumur 10 Tahun ke Atas adalah sebesar 91,91% meningkat menjadi 92,39 pada

tahun 2006. sedangkan pada tahun 2007, hanya mengalami peningkatan sebesar

0,35% menjadi 92,74%. Dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 0,31% menjadi

93.05.

Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan. John C.

Bock (dalam Mustasya, 2004:46), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut

sebagai : (1) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, (2)

mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan

mendorong perubahan sosial, dan (3) untuk meratakan kesempatan dan

pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua

peran yang lain merupakan fungsi ekonomi. Mustasya (2004:46) mesjelaskan

bahwa ada mitos yang meyakini pendidikan sebagai alat ampuh mengurangi

kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan. Dengan meningkatnya tingkat

pendidikan kaum miskin, pendapatan mereka akan meningkat. Dikatakan mitos

karena peranan pendidikan dalam pengentasan kemiskinan, sebenarnya amat

tergantung kepada jenis pelayanan pendidikan dan pengaruhnya terhadap pasar

tenaga kerja. Suryahadi dan Sumarto (dalam Mustasya, 2004:46) menjelaskan

kaitan kemiskinan dan pendidikan, orang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi

akan memiliki peluang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah

lebih tinggi. Berdasarkan hal itu, tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan

kemiskinan, menjadikan pendidikan bermanfaat bagi kaum miskin. Masyarakat

miskin akan mampu meningkatkan kesejahteraan atau mengikis kemiskinan

dengan cara meningkatkan pendidikannya. Dalam hal ini, tidak hanya pendidikan

dalam arti pendidikan formal di sekolah, melainkan juga penddikan non-formal

maupun informal yang berkaitan dengan penguasaan keterampilan tertentu.

Arah kebijakan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui

pendidikan adalah prioritas urutan ke-2 dari 11 prioritas pembangunan jangka

menengah. Sebelas prioritas nasional tersebut dipandang mampu menjawab

sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini dalam lima tahun

mendatang. Sebagian besar sumber daya yang ada, baik itu sumber daya alam,

manusia, pembiayaan, dan termasuk kebijakan akan diprioritaskan untuk

Page 5: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

5

menjamin pelaksanaan 11 prioritas nasional tersebut yaitu meliputi : (1) reformasi

birokrasi dan tata kelola, (2) pendidikan, (3) kesehatan, (4) penanggulangan

kemiskinan, (5) ketahanan pangan, (6) infrastruktur, (7) iklim investasi dan usaha,

(8) energi, (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, (10) daerah

tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik, serta (11) kebudayaan,

kretivitas, dan inovasi teknologi (Perpres RI No.5 Thn 2010). Khusus untuk

prioritas ke dua, program aksi bidang pendidikan ini berisi peningkatan akses

pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan dan efisien menuju terangkatnya

kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti dan karakter

bangsa yang kuat (lampiran PerPres RI No.5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-

2014). Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya

pertubuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga

terdidik dengan kemampuan: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan,

dan (2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.

Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan dan

memberikan kemudahan akses pendidikan bagi petani miskin dan keluarganya.

Komunikasi (2010:8-9) menjelaskan bahwa satuan pendidikan wajib

mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik WNI

yang kurang mampu secara ekonomi dan atau peserta didik yang memiliki potensi

akademik tinggi, paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik. Bentuk

beasiswa tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah program baru pada

tahun 2010/2011 berupa pemberian Beasiswa Bidik Misi (BBM). BBM

merupakan salah satu program peningkatan pemerataan pendidikan yang

ditujukan bagi siswa SMA/SMK/MA/MAK atau yang sederajat untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Beasiswa ini diberikan untuk

menyikapi adanya calon mahasiswa yang berpotensi, tetapi berasal dari keluarga

yang kurang mampu. Misi dari pengadaan BBM ini adalah menghidupkan

harapan bagi masyarakat kurang mampu untuk terus menempuh pendidikan

sampai jenjang pendidikan tinggi dan menghasilkan sumberdaya insani yang

mampu berperan dalam memutus rantai kemiskinan.

Langkah pemerintah dalam memberikan kemudahan akses pendidikan

akan sulit dilaksanakan sesuai rencana apabila pemerintah tidak mengetahui

Page 6: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

6

bagaimanakah respon masyarakat petani miskin terhadap pendidikan.

Permasalahan yang mungkin muncul dari adanya arah kebijakan pemerintah

dalam pengentasan kemiskinan melalui pendidikan adalah adanya partisipasi

masyarakat. Meskipun pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memudahkan,

kebijakan tersebut tidak akan mampu mengatasi permasalahan yang ada jika tidak

mendapatkan respon positif dari masyarakat.

Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto adalah

sebuah desa yang terletak di salah satu propinsi yang termasuk daerah rawan

pangan, yaitu Jawa Timur. Di desa ini terdapat 1135 orang lelaki, 1197

perempuan dan terdapat 723 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya

memiliki mata pencarian sebagai petani (98%). Penduduk Desa Bangeran

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu sekolah dasar. Tingkat pendidikan

penduduk mayoritas adalah tingkat sekolah dasar (SD) yaitu sejumlah 856 orang.

Urutan kedua terbesar tingkat pendidikan masyarakat Desa Bangeran adalah

sekolah menengah pertama atau SMP, yaitu sebanyak 342 orang. Selanjutnya

adalah tingkat penddidikan SMA, yaitu sebanyak 167 orang. Jumlah penduduk

yang lulus pendidikan tinggi (D1, D2, D3, S1 dan S2) adalah sebanyak 19 orang.

Meskipun demikian masih ada penduduk yang tidak lulus sekolah dasar, yaitu

sebanyak 4 orang. Sedangkan tingkat pendidikan aparat desa sebagian besar

adalah sekolah dasar (SD). Dari 9 orang aparat desa, 4 orang hanya lulusan

sekolah dasar (SD), 3 orang lulusan SMP, 1 orang lulusan SMA, dan 1 orang

lulusan sarjana.

Bangeran mempunyai prasarana pendidikan formal sebanyak 4 buah, yaitu

1 gedung Taman Kanak-kanak (TK), 1 gedung Sekolah Dasar Negeri 1 Bangeran,

dan 1 gedung untuk Madrasah Ibtida’iyah Sunan Bonang dan 1 gedung Madrasah

Tsanawiah Sunan Bonang. Namun, gedung MI dan MTs Sunan Bonang hanya ada

1 dan digunkaan secara bergantian, dimana pada waktu pagi hingga siang

digunakan untuk MI, sedangkan pada waktu siang hingga sore digunakan untuk

MTs. Di desa Bangeran tidak ada prasarana pendidikan keterampilan. Namun,

terdapat prasarana pendidikan non-formal berupa pondok pesantren yang

berjumlah 1, yaitu pondok pesantren Hidyatul Mubtadi’in.

Page 7: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

7

Kualitas angkatan kerja Desa Bangeran masih tergolong rendah yaitu

hanya lulusan SMP. Dari 403 angkatan kerja, sebagian besar memiliki kualitas

setingkat SMP, yaitu sebanyak 217. Jumlah angkatan kerja yang tamat SMA ada

111 orang. Jumlah angakatan kerja yang tamat Diploma dan perguruan tinggi ada

13. Sedangkan kualitas angkatan kerja yang paling rendah adalah tidak tamat SD,

yaitu sejumlah 4 orang.

Persentase penduduk prasejahtera pada desa tersebut lebih tinggi dari

angka persentase kemiskinan nasional pada tahun 2007 yaitu sebesar 30,31%.

Jumlah pengangguran untuk usia produktif (usai 15-55 tahun) sebanyak 418

(28,47%). Sebagian besar penduduk masih tergolong keluarga pra sejahtera

karena jumlah penduduk prasejahtera hampir dua kali lipat jumlah penduduk yang

sejahtera. jumlah kepala keluarga prasejahtera lebih banyak dari pada jumlah

kepala keluarga sejahtera. Sebanyak 224 kepala keluarga masih berstatus keluarga

pra sejahtera. Sebanyak 198 kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera III, 146

kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera III Plus, 96 kepala keluarga berstatus

keluarga sejahtera I dan sebanyak 79 kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera

II.

Keadaan prasejahtera atau kemiskinan di Desa Bangeran Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto dapat pula dilihat dari keadaan jenis bahan

baku rumah. sebagian besar rumah penduduk desa tersebut terbuat dari kayu dan

bambu yang berlantai tanah liat, hanya sebagian kecil rumah terbuat dari tembok

yang berlantai ubin ataupun keramik. Hal ini disimpulkan dari 723 rumah,

sejumlah 492 (68,05%) rumah terbuat dari bahan kayu dan bambu. Hanya 231

(31,95%) terbuat dari bahan tembok. Sedangkan untuklantai rumah, sebanyak

10% terbuat dari bahan keramik, sebanyak 50% terbuat dari bahan plester dan

sebanyak 40% lantai rumahnya adalah tanah. Untuk akses jalan, di Desa Bangeran

tidak tersedia akses jalan propinsi, akses jalan kabupaten adalah aspal dalam

kondisi rusak. Sedangkan untuk akses jalan desa kondisinya masih berupa jalan

terbuat dari batu-batu yang ditata (makadam) dan untuk akses jalan kampung

masih berupa jalan tanah yang akan menjadi jalan berlumpur jika terkena hujan.

Dari uraian di atas, maka sangat penting sekali untuk meningkatkan

pendidikan masyarakat lapisan bawah khususnya masyarakat Desa Bangeran

Page 8: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

8

Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto yang sebagaian besar adalah

petani miskin. Penelitian ini berusaha mengungkap responsivitas masyarakat

petani terhadap pendidikan. Respon masyarakat petani terhadap pendidikan ini

terkait dengan pemahaman petani terhadap pendidikan, apa saja yang dilakukan

oleh petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan upaya yang

dilakukan masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,

Kabupaten Mojokerto dalam memperoleh pendidikan.

2. Kajian Pustaka

a. Pengertian Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut UU 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan

pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya

tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada

tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya

nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.

b. Hubungan Pendidikan dan Kemiskinan

Pendidikan menjadi kunci penting dalam pengentasan kemiskinan. Surjadi

(1989:101) mengatakan bahwa bila kesempatan akan lapangan berkembang diluar

masyarakatnya, maka sekolah dianggap oleh orang-orang sebagai pintu gerbang

bagi anak-anaknya untuk memperoleh pekerjaan yang baik di luar masyarakatnya.

Sekolah dan guru dihargai sebagai alat kemajuan individual dan keluar dari

kemiskinan pnghidupan masyarakatnya.Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan

sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu

diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu

memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan

sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan,

dan saling keterkaitan antara pokok tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Page 9: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

9

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan

pembangunan di bidang pendidikan. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi

apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi

akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan

datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk

pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam

pembangunan negeri ini.

Prabancono (2009:2) menjelaskan bahwa manfaat pendidikan bagi

masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan

masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan

penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai

sarana pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi

masa depan. Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus

yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu.

Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik

dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat

yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan

pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi

masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan

kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengentasan

kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan, dimana akses mereka terhadap

pendidikan sangat terbatas. Di samping itu, kesadaran akan pentingnya dalam

mengenyam pendidikan masaih sangat rendah dalam masyarakat di pedesaan yang

terisolasi. Masyarakat yang miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi

untuk belajar dan bekerja keras agar menghasilkan masyarakat yang sadar akan

pentingnya pendidikan sehingga menambah masyarakat berpengetahuan yang

akan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak pada pengentasan kemiskinan.

Sehingga, untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama para pihak terkait dalam

pemerataan mengakses pendidikan bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat

pedesaan dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan meningkatkaan

kesejahteraan yang berkelanjutan.

Page 10: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

10

c. Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan

Responsivitas adalah kualitas yang responsif, bereaksi dengan cepat,

sebagai kualitas orang, melibatkan emosi untuk menanggapi dengan orang dan

peristiwa. Sedangkan Iriani (2007:41) mengatakan bahwa responsiveness adalah

persepsi dan harapan terhadap pendidikan di Indonesia. Menurut Lenvine, dkk

(dalam Ali, 2003:18-19), bahwa yang dimaksud dengan responsivitas

(responsiveness) adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda prioritas pelayanan dan mengembangkan program-

program publiknya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Istilah

responsivitas ini banyak digunakan dalam pelayanan publik, tetapi dalam

penelitian ini, responsivitas dipergunakan sebagai istilah untuk mengetahui

persepsi dan harapan masyarakat terhadap pendidikan atau daya tanggap

masyarakat petani terhadap pendidikan anak.

Responsivitas masyarakat petani terhadap pendidikan dapat dijelaskan

menggunakan theory of reasoned action. Respon adalah istilah yang digunakan

oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh

panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang

dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan

istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses

terbentuknya perilaku. Respon adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya

rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respon dipasangkan atau

dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang

dikondisikan (http://wikipedia.org/wiki/Respon, 2010:1).

Respon memiliki beberapa jenis atau beberapa tipe, ada respon verbal dan

ada respon yang non-verbal. Sedangkan kategori respon ada 3 kategori, yaitu

respon kognitif, respon afektif dan respon konatif (psikomotor). Model theory of

reasoned action yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar,

1998:19) menjelaskan respon perilaku (psikomotor) ditentukan tidak saja oleh

sikap individu, tetapi juga oleh norma subyektif yang ada dalam diri individu

yang bersangkutan dan dijelaskan oleh model teori Kurt Lewin (dalam Azwar,

1998:19) bahwa respon perilaku merupakan fungsi dari faktor kepribadian

individual dan faktor lingkungan.

Page 11: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

11

Rosenberg dan Hovlan (dalam Azwar, 1998: 19-21) melakukan analisis

terhadap berbagai respons yang dapat dijadikan penyimpulan perilaku

sebagaimana disajikan pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Respon Yang Digunakan untuk Penyimpulan Perilaku

Tipe Respons

Kategori Respons Kognitif Afektif Konatif

Verbal Non-Verbal

Pernyataan keyakinan mengenai obyek sikap Reaksipersepstual terhadap obyek sikap

Pernyataan perasaan terhadap obyek sikap Reaksi fisiologis terhadap obyek sikap

Pernyataan intensi perilaku Perilaku tampak sehubungan dengan obyek sikap

Respon reaksi kognitif verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang

dipercayai atau diyakini mengenai obyek sikap. Seseorang dapat diketahui sikap

positif terhadap pendidikan karena seseorang tersebut menyatakan bahwa ia

percaya akan peranan, fungsi dan manfaat pendidikan untuk mewujudkan

kehidupan yang lebih baik.

Respon kognitif yang non-verbal lebih sulit untuk diungkap, disamping

informasi tentang sikap yang diberikannya pun bersifat tidak langsung. Untuk

mengungkap bagaimana sikap petani terhadap pendidikan, mungkin perlu untuk

memperhatikan reaksinya terhadap artikel-artikel mengenai kebijakan, manfaat,

fungsi serta peranan pendidikan bagi masa depan. Apakah para petani menaruh

perhatian terhadap berita-berita mengenai kebijakan, manfaat, fungsi serta

peranan pendidikan bagi masa depan.

Respon afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan

seseorrang mengenai sesuatu. Jika seseorang memberikan komentar positif

terhadap pendidikan (misalnya gembira dengan adanya pendidikan dasar yang

gratis), maka dapat diartikan bahwa sangat mungkin sikapnya terhadap

pendidikan gratis adalah positif. Respon afektif non-verbal berupa reaksi fisik

seperti ekspresi muka yang mencibir, tersenyum, gerakan tangan dan lain

sebagainya, yang dapat menjadi indikasi perasaan seseorang apabila dihadapkan

pada obyek sikap.

Page 12: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

12

Respon konatif (psikomotor) pada dasarnya merupakan kecenderungan

untuk berbuat. Dalam bentuk verbal, intensi ini terungkap lewat pernyataan

keinginan melakukan atau kecenderungan untuk melakukan. Dalam contoh kasus

responsivitas masyarakat petani terhadap pendidikan, bentuk respon konatif verbal

dapat berupa keinginan untuk mengikuti program pendidikan seperti

kecenderungan untuk menyekolahkan anak-anaknya, berusaha untuk mencarikan

dan membiayai pendidikan anak dan lain sebagainya. Sedangkan respon konatif

non-verbal dapat berupa ajakan kepada orang lain untuk ikut dalam program

pendidikan.

Sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berperilaku

(memunculkan respon konatif) yang akan tampak aktual hanya bila kesempatan

untuk menyatakannya terbuka luas. Walaupun tanpa dinyatakan dalam bentuk

perilaku maka sikap akan kehilangan maknanya, tapi bukan berarti bahwa sikap

tidaklain sekedar merupakan suatu konsistensi respon individual sebagai

probabilitas terulangnya perilaku yang sama dalam situasi yang serupa.

Mann (dalam Azwar, 1998:21) menjelaskan bahwa sekalipun diasumsikan

bahwa sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan

bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali

jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh

sikap semata, akan tetapi juga ditentukan oleh kondisi eksternal lainnya.

Disamping itu, ternyata untuk satu macam tindakan saja terdapat banyak pola

sikap yang relevan. Karena itu ketidakharmonisan sikap lebih merupakan masalah

orientasi individu terhadap situasi yang ada. Pada dasarnya, sikap lebih bersifat

pribadi sedangkan tindakan atau respon konatif (psikomotor) lebih bersifat umum

atau sosial, karena itulah perilaku lebih peka terhadap tekanan-tekanan sosial.

d. Konsisteni dan Inkonsistensi Respon Masyarakat Petani terhadap

Pendidikan

Sebagaimana uraian di atas, kategori respon ada tiga, yaitu respon kognitif,

respon afektif dan respon konatif atau psikomotor. Konsistensi respon maksudnya

adalah kesesuaian semua kategori respon. Respon konatif atau psikomotor sesuai

dengan respon afektif dan sesuai dengan respon kognitif. Sedangkan inkonsistensi

Page 13: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

13

respon adalah ketidaksesuaian kategori respon. Respon konatif (psikomotor) tidak

sesuai dengan respon afektif ataupun respon kognitif.

Petani yang memiliki respon kognitif positif terhadap pendidikan akan

memunculkan respon afektif dan respon psikomotor yang positif pula terhadap

pendidikan. Misalnya, seorang petani memiliki pengetahuan atau anggapan bahwa

pendidikan itu penting untuk kesejahteraannya dan penting untuk kesejahteraan

anaknya pada masa yang akan datang, maka akan memunculkan respon yang

positif terhadap pendidikan. Petani tersebut akan memunculkan perilaku yang

mendukung program pendidikan, seperti ikut berpartispasi dalam pendidikan,

berusaha untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai pendidikan tinggi.

Konsistensi respon kognitif, afektif dan psikomotor petani terhadap

pendidikan dapat dijelaskan berdasarkan kajian teori keseimbangan (balance

theory) yang dikemukakan oleh Heider (dalam Azwar, 1998:40). Teori

keseimbangan menjelaskan bahwa dasar teori ini menekankan pada adanya

hubungan keseimbangan atau ketidakseimbangan antara unsur-unsur individu (I),

orang lain (O), dan objek sikap (Ob). Keadaan seimbang terjadi jika hubungan

antara (I), (O), dan (Ob) berjalan harmonis, sedangkan jika hubungan ketiganya

tidak harmonis menyebabkan timbulnya keadaan tidak seimbang. Teori ini

menegaskan bahwa persepsi orang terhadap bentuk hubungan antara unsur (I),

(O), dan (Ob) memegang peranan penting dalam menentukan keseimbangan yang

terjadi (Azwar, 1998:40). Dengan demikian menurut teori ini perubahan sikap

dapat dilakukan dengan menciptakan kesamaan persepsi antara (I), dan (O)

terhadap (Ob) sikap.

Berdasarkan teori dua faktor Rosenberg, komponen afeksi senantiasa

berhubungan dengan komponen kognisi dan hubungan tersebut dalam keadaan

konsisten. Orang berusaha membuat kognisinya konsisten dengan afeksinya.

Dengan kata lain, keyakinan seseorang, pendirian seseorang, dan pengatahuan

seseorang tentang suatu fakta sebagian ditentukan oleh pilihan afeksinya.

Konsekuensinya jika terjadi perubahan dalam komponen afeksi akan

menimbulkan perubahan pada komponen kognisi. Untuk itu dalam mengubah

sikap, maka komponen afeksi diubah lebih dahulu kemudian akan mengubah

komponen kognisi serta diakhiri dengan perubahan sikap. Rosenberg (dalam

Page 14: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

14

Azwar, 1998: 51) memandang pengertian komponen kognitif sikap tidak saja

sebagai apa yang diketahui mengenai obyek sikap, akan tetapi mencakup pula apa

yangdipercayai mengenai hubungan antara obyek sikap itu dengan nilai-nilai

penting lainnya dalam diri individu.

Dengan pandangan ini, Rosenberg telah mengemukakan secara lebih

spesifik bagaimana organisasi antara komponen afektif dan komponen kognitif

sikap. Komponen afektif sendiri didefinisikannya dengan cara yang tdak berbeda

sebagaimana telah dirumuskan oleh Thurstone, yaitu perasaan negative atau

perasaan positif yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek. Manusia

mempunyai kebutuhan untuk mencapai dan memelihara konsistensi afektif-

kognitif.

Namun seringkali respon kognitif yang positif terhadap pendidikan

memunculkan respon psikomotor yang tidak positif. Seorang petani memiliki

pengetahuan atau anggapan bahwa pendidikan itu penting untuk kesejahteraannya

dan penting untuk kesejahteraan anaknya pada masa yang akan datang belum

tentu menyekolahkan anak-anaknya hingga pendidikan tinggi. Fenomena ini dapat

dijelaskan melalui teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang

dikemukakan oleh Leon Festinger (dalam Azwar, 1998:83). Dalam teori disonansi

kognitif, perubahan sikap akan mudah terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan

(disonansi) kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu. Oleh

karenanya, strategi persuasi menurut teori ini menekankan pada proses manipulasi

atau usaha menimbulkan disonansi dalam diri individu sehingga persuasi akan

mudah menimbulkan perubahan sikap ke arah yang dikehendaki. Asumsi dasar

dari teori ini adalah sikap berubah demi mempertahankan konsistensinya dengan

perilaku nyata. Seringkali manusia dihadapkan pada adanya konflik antara

berbagai kognisi, sikap, bahkan antara sikap dengan perilaku. Keadaan ini disebut

disonansi.

Fenomena kemiskinan adalah salah satu contoh yang dapat menyebabkan

inkonsistensi respon kognitif, afektif dan konatif. Sebenarnya masyarakat petani

yakin bahwa pendidikan itu adalah penting untuk masa depan diri dan anaknya.

Adanya himpitan kemiskinan, ditambah semakin mahalnya biaya hidup seperti

adanya kenaikan tarif dasar listrik, membuat petani memunculkan respon konatif

Page 15: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

15

yang tidak sesuai dengan respon kognitif dan afektinya. Petani tidak

memunculkan respon proaktif terhadap program pendidikan karena

penghasilannya semakin tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup selain

makan. Petani akan lebih memilih membelanjakan penghasilannya yang pas-pasan

untuk kebutuhan makan dari pada untuk membiayai sekolah anak-anaknya.

Pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari memberikan pengaruh yang langsung

dan nyata terhadap kelangsungan hidup manusia. Sedangkan kebutuhan akan

pendidikan memberikan efek yang kurang langsung bisa dirasakan oleh manusia.

Hal inilah yang menjadi penyebab adanya inkonsistensi respon dari masyarakat

petani.

B. METODE

Rancangan penelitian adalah deskriptif kualitatif karena peneliti

mendeskripsikan atau menggambarkan dengan kata-kata secara sistematis dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

Adapun yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah responsivitas masyarakat

petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto yang

dirinci dalam rumusan masalah penelitian yaitu tentang : (1) bagaimanakah

pemahaman masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,

Kabupaten Mojokerto terhadap pendidikan, (2) bagaimanakah upaya yang

dilakukan masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,

Kabupaten Mojokerto dalam memperoleh pendidikan, (3) apakah yang dilakukan

oleh masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten

Mojokerto dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Penelitian dilaksanakan di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,

Kabupaten Mojokerto. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada beberapa

alasan: 1) asyarakat desa Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten

Mojokerto mayoritasnya adalah masyarakat petani, 2) sebagian besar masyarakat

Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto hidup pada

tingkat pra-sejahtera. Selain itu, di desa tersebut terdapat balita bergizi buruk dan

balita bergizi kurang, 3) desa tersebut memiliki keterbatasan failitas pendidikan,

yaitu hanya memiliki fasilitas pendidikan formal maupun pendidikan non-formal

Page 16: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

16

yang minim, hanya ada 1 sekolah dasar, 1 madrasah ibtida’iyah dan hanya ada 1

madrasah tsanawiyah tanpa ada SMA ataupun SMK, 4) di desa Bangeran tidak

terdapat fasilitas pendidikan keterampilan, yang ada hanya lembaga pendidikan

non-formal berupa pondok pesantren. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat

Desa Bangeran adalah rendah, yaitu hanya lulusan SMP, 5) desa Bangeran

Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto termasuk desa dengan angka

kriminalitas 0%. Di desa tersebut tidak pernah terjadi perialku kriminal seperti

perkelahian, pencurian, perampokan, penjarahan, perjudian, pemakaian miras atau

narkoba, prostitusi, pembunuhan ataupun kejahatan seksual.

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi

dokumentasi. Observasi atau pengamatan merupakan metode pengumpulan data

yang dilakukan peneliti dengan cara terjun langsung ke dalam lokasi penelitian

dan melakukan pengamatan secara langsung dan mendalam terhadap obyek

penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan khusus dan pencatatan

secara sistematis atas data-data yang telah diperoleh untuk selanjutnya digunakan

dalam memecahkan persoalan dalam penelitian ini. Metode observasi

dimaksudkan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan fenomena yang

terjadi, khususnya fenomena yang berkaitan dengan fokus penelitian ini.

Pelaksanaan observasi atau pengamatan ini dilakukan setiap kali peneliti

mendatangi lokasi penelitian yaitu masyarakat petani di Desa Bangeran

Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto untuk mengetahui pemahaman

masyarakat petani terhadap pendidikan, upaya yang dilakukan untuk memperoleh

pendidikan dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan. Peneliti

selalu berupaya untuk tidak mengganggu proses kegiatan masyarakat sehingga

memperoleh data yang tepat dan akurat.

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti ada yang melalui perjanjian

terlebih dahulu dan ada yang tidak. Beberapa wawancara direkam dengan

menggunakan hand phone dan beberapa yang lainnya dicatat menggunakan buku

catatan lapangan. Wawancara dilakukan kepada masyarakat petani Desa

Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dan keluarga

petani, perangkat desa dan tokoh masyarakat.

Page 17: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

17

Data dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen

tentang profil desa yang meliputi : keadaan umum wilayah Desa Bangeran,

sumber daya alam, sumber daya manusia, fasilitas umum, program pemberdayaan

masyarakat, serta keamanan dan ketertiban masyarakat. Data keadaan umum

wilayah Desa Bangeran berupa: informasi mengenai letak secara geografis,

batas-batas wilayah, jarak dengan ibu kota kabupaten, dan luas wilayah. Data

sumber daya alam berupa informasi mengenai produk pertanian yang dihasilkan

oleh petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto.

Data sumberdaya manusia berupa informasi jumlah penduduk, informasi

mengenai tingkat pertambahan penduduk, informasi mengenai status

kesejahteraan penduduk, informasi mengenai struktur mata pencaharian, tingkat

pendidikan, partisipasi sekolah dasar, dan informasi tentang kualitas angkatan

kerja desa Bangeran.

Data fasilitas umum berupa informasi mengenai fasilitas transportasi,

fasilitas komunikasi, dan fasilitas pendidikan. Data mengenai program

pemberdayaan masyarakat berupa informasi mengenai program pemberdayaan

dan kesejahteraan keluarga (PKK) dan karang taruna di Desa Bangeran.

Sedangkan data keamanan dan ketertiban masyarakat berupa informasi mengenai

konflik etnis konflik agama, perkelahian, pencurian, penjarahan narkoba,

pembunuhan kejahatan seksual maupun prostitusi dan informasi mengenai sistem

keamanan Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto.

Sedangkan data dokumentasi lainnya berupa foto-foto yang terdiri dari foto

keadaan rumah penduduk miskin, foto profil petani dan sawah garapan, foto

keadaan lingkungan desa.

C. TEMUAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil kesimpulan pengumpulan data, maka didapatkan temuan

penelitian sebagai berikut:

1. Menurut masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto, pendidikan dipahami sebagai suatu program untuk

membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia,

tidak menjadi beban orang tua dan tidak sengsara. Selain itu, pendidikan

Page 18: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

18

dimaknai sebagai suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih

baik dan juga dimaknai sebagai program untuk bisa membaca dan menulis.

2. Upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan

melalui ngenger, kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk

mendapatkan biaya pendidikan, melakukan perencanaan biaya dengan cara

mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta

benda.

3. Upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto untuk meningkatkan kesejahteran adalah dengan mencari

penghasilan sampingan, seperti membuka toko (berdagang dan beternak),

mengatur pengeluaran, berhutang untuk mensukseskan usaha, menyekolahkan

anak hingga pendidikan tinggi agar tidak menjadi beban orang tua di kemudian

hari. Sedangkan upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta do’a

dan bantuan kyai serta meminta bantuan dukun.

D. PEMBAHASAN

1. Pemahaman Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto terhadap Pendidikan

Pemahaman masyarakat petani terhadap pendidikan ini sesuai dengan

tujuan pendidikan yang termaktub dalam pasal 3 UU no 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan

prinsip pendidikan dalam Undang-undang di atas, yaitu pendidikan

diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik yang berlangsung sepanjang hayat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,

dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

Page 19: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

19

Pemahaman masyarakat petani bahwa pendidikan adalah program untuk

membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia, tidak

menjadi beban orang tua dan tidak sengsara serta pendidikan dimaknai sebagai

suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih baik merupakan suatu

respon kognitif yang positif karena sesuai dengan pasal 3 UU no 20 Tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional. Namun jika pemahaman masyarakat petani

terhadap pendidikan hanya sebagai program untuk bisa membaca dan menulis

saja, maka respon kognitif ini adalah respon kognitif yang kurang positif karena

pemahaman ini masih terlalu sempit. Sesuai dengan apa yang tertulis dalam

undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tujuan

pendidikan tidak hanya untuk bisa membaca dan menulis saja, tapi lebih dari itu.

2. Upaya Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto Untuk Mendapatkan Pendidikan

Masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten

Mojokerto untuk mendapatkan pendidikan melakukan beberapa upaya. Upaya-

upaya untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan melalui ngenger,

kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan biaya

pendidikan dan melakukan perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana

alokasi dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta benda. Upaya

petani ini merupakan suatu bentuk respon konatif terhadap suatu obyek sikap,

yaitu pendidikan.

Ada petani yang memunculkan respon konatif yang maksimal untuk

mendapatkan pendidikan. Namun, tidak semua petani Desa Bangeran Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto melakukan upaya yang maksimal dalam

memperoleh pendidikan. Petani melakukan upaya yang maksimal untuk

mendapatkan pendidikan dengan cara ngenger kepada orang yang lebih pandai,

melalui kerja yang lebih giat untuk mendapatkan biaya pendidikan dan melakukan

perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan,

berhutang, menjual harta benda untuk membiayai pendidikan. Respon petani yang

demikian ini dapat dijelaskan berdasarkan kajian teori keseimbangan (balance

theory) yang dikemukakan oleh Heider (dalam Azwar, 1998:40). Teori

Page 20: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

20

keseimbangan menjelaskan bahwa dasar teori ini menekankan pada adanya

hubungan keseimbangan atau ketidakseimbangan antara unsur-unsur individu (I),

orang lain (O), dan objek sikap (Ob). Keadaan seimbang terjadi jika hubungan

antara (I), (O), dan (Ob) berjalan harmonis, sedangkan jika hubungan ketiganya

tidak harmonis menyebabkan timbulnya keadaan tidak seimbang. Teori ini

menegaskan bahwa persepsi orang terhadap bentuk hubungan antara unsur (I),

(O), dan (Ob) memegang peranan penting dalam menentukan keseimbangan yang

terjadi (Azwar, 1998:40).

Petani memberikan respon konatif yang maksimal dikarenakan mereka

telah mampu mencukupi kebutuhan makan sehari-hari dan masih memiliki

kemampuan untuk mencukupi kebutuhan akan pendidikannya. Namun, bagi

petani yang miskin akan lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan makan

sehari-hari dari pada mencukupi kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan.

Kompas (Kamis 15 Juli 2010) memberitakan bahwa kebutuhan petani sekarang

hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan. Bahkan, masih ada sebagian

petani yang dari hasil Upaya taninya saja tak cukup untuk membeli makanan.

Mereka terpaksa menjadi buruh di tempat lain. Dengan adanya kenaikan Tarif

Dasar listrik (TDL), hidup petani semakin berat.

Respon petani yang tidak maksimal terhadap pendidikan dapat dijelaskan

melalui teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang dikemukakan oleh

Leon Festinger (dalam Azwar, 1998:83). Dalam teori disonansi kognitif,

perubahan sikap akan mudah terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan (disonansi)

kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu. Oleh karenanya, strategi

persuasi menurut teori ini menekankan pada proses manipulasi atau usaha

menimbulkan disonansi dalam diri individu sehingga persuasi akan mudah

menimbulkan perubahan sikap ke arah yang dikehendaki. Asumsi dasar dari teori

ini adalah sikap berubah demi mempertahankan konsistensinya dengan perilaku

nyata. Seringkali manusia dihadapkan pada adanya konflik antara berbagai

kognisi, sikap, bahkan antara sikap dengan perilaku. Keadaan ini disebut

disonansi. Cooper dan Fazio (dalam Azwar, 1998:83-84) menjelaskan empat

langkah sebelum timbul dan menghilangnya disonansi. Pertama, ketidaksesuaian

sikap dan perilaku seseorang haruslah menimbulkan konsekuensi negatif yang

Page 21: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

21

tidak diingikan. Apabila ketidaksesuaian itu diperkirakan tidak akan menimbulkan

akibat negative, maka disonansi tidak akan terjadi.

Selain itu, keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan

pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik

biaya langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah

secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat

tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran sekolah seperti

pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor

penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Di

samping itu sampai dengan tahun 2008 ketersediaan fasilitas pendidikan untuk

jenjang SMP/MTs ke atas di daerah perdesaan, daerah terpencil dan kepulauan

masih terbatas. Hal tersebut menambah keengganan masyarakat miskin untuk

menyekolahkan anaknya karena bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan.

3. Upaya Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong

Kabupaten Mojokerto Untuk Meningkatkan Kesejahteraan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa upaya masyarakat petani Desa

Bangeran Kecamatan Dawarblandong-Kabupaten Mojokerto untuk meningkatkan

kesejahteran adalah dengan mencari penghasilan sampingan, seperti membuka

toko (berdagang dan beternak), mengatur pengeluaran, berhutang untuk

mensukseskan Upaya, menyekolahkan anak hingga pendidikan tinggi agar tidak

menjadi beban orang tua di kemudian hari. Sedangkan Upaya lain yang bisa

dilakukan adalah dengan meminta do’a dan bantuan kyai serta meminta bantuan

dukun.

Respon konatif lanjutan terhadap pendidikan dari petani Desa Bangeran

Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto adalah bermacam-macam.

Alangkah baiknya jika masyarakat petani melakukan upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan dengan cara meningkatkan pendidikan karena pendidikan adalah

suatu cara untuk mengatasi kemiskinan. Pendidikan menjadi kunci penting dalam

pengentasan kemiskinan. Surjadi (1989:101) mengatakan bahwa bila kesempatan

akan lapangan berkembang diluar masyarakatnya, maka sekolah dianggap oleh

orang-orang sebagai pintu gerbang bagi anak-anaknya untuk memperoleh

pekerjaan yang baik di luar masyarakatnya. Sekolah dan guru dihargai sebagai

Page 22: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

22

alat kemajuan individual dan keluar dari kemiskinan pnghidupan masyarakatnya.

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk

pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan

tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan

baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai

permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut,

faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual

beserta cara penanggulangannya.

E. Saran

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan di atas, maka disarankan

kepada beberapa pihak, antara lain sebagai berikut:

1. Kepada Pemerintah, ketika akan menerapkan kebijakan baru, disarankan agar

mempehatikan kesulitan masyrakat miskin, terutama petani miskin. Sebagai

contoh, memberikan kemudahan bagi masyarakat miskin (petani) untuk

memperoleh pendidikan dan tidak menerapkan kebijakan baru mengenai

kenaikan tarif dasar listrik yang membuat hidup masyarakat miskin semakin

sulit. Kebjakan baru ini memberikan efek kenaikan harga bahan pokok lainnya

yang menyebabkan daya beli masyarakat semakin rendah, yang akhirnya

masyarakat miskin akan memunculkan respon yang biasa saja terhadap

pentingnya pendidikan.

2. Kepada masyarakat petani, terutama petani golongan ekonomi pra sejahtera,

disarankan agar berusaha memberikan respon yang maksimal terhadap

pendidikan agar bisa meningkatkan taraf hidupnya pada masa yang akan

datang. Perlu diketahui bahwa pendidikan tidak hanya didapatkan melalui

pendidikan formal di sekolah, melainkan juga bisa didapatkan melalui

pendidikan informal di masyarakat.

3. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian sejenis,

disarankan agar melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan pendekatan

lainnya, seperti penelitian dengan pendekatan kuantitaif dan menambahkan

variabel-variabel lain yang berkaitan dengan responsivitas masyarakat terhadap

pendidikan agar didapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.

Page 23: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

23

F. DAFTAR RUJUKAN Ali, Muhammad. 2003. Responsivitas Pemerintah Daerah terhadap Krisis

Ekonomi “Studi Kasus Program Perluasan Lapangan Kerja dan Pendayagunaan Tenaga Penganggur Oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, Propinsi D. I. Yogyakarta)”. Buletin Pendidikan Volume 7 nomor 1 Bulan Mei 2003. Yogyakarta : Pemerintah Daerah Yogyakarta

Alisjahbana, Armida S. 2010. Pemerintah Targetkan Entaskan 183 Daerah

Tertinggal. (Online); (httpbisniskeuangan.kompas.comread.Pemerintah.Targetkan. Entaskan.183.Daerah.Tertinggal.htm, diakses 09 April 2010)

Anggono, Wigonggo Among. 2009. Perlukah Kekerasan dalam Mendidik?

(Online), (http://www.klubguru.com/index.php, diakses 13 Pebruari 2009) Azwar, Saifuddin. 1998. Sikap Manusia “Teori dan Pengukurannya” Edisi

Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar BPS. 2009. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Cahyadi, Wisnu. 2009. Gizi Buruk dan Kemiskinan. Harian Pikiran Rakyat edisi

05 Mei 2009. Destiani, Adinda. 2008. Penerimaan Diri Pada Mantan PSK. Skripsi Fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta : TidakDiterbitkan Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT. Rineka

Cipta Hamonangan, Agus. 2009. Razia Tidak Menyelesaikan Masalah. (Online)

(http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0611/09/metro/3080677.htm, Diakses 08 April 2010)

Iriani, Erni. 2007. Kajian Kebijakan Good Local Governence dalam Optimalisasi

Organisasi Publik Tahun 2000. Bandung: Pusat Kajian dan Pelatihan Aparatur 1 LAN (PKP2A1-LAN)

Kompas, 15 Juli 2010. Kemiskinan Kian Merisaukan “Kenaikan Tarif Dasar

Listrik Menambah Beban Buruh, Petani dan Nelayan. Kasnodihardjo., Prasojo Rachmalina S., dan Manalu, Helper SP. 2006. Dinamika

Pelacuran di Wilayah Jakarta dan Surabaya dan Faktor Sosio Demografi yang Melatarbelakanginya. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Page 24: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

24

Komunikasi. 2010. Kesiapan Universitas Negeri Malang Menuju Badan Hukum Pendidikan Pemerintah, Laporan Utama “Majalah Komunikasi Tahun 32 no.266 bulan Januari-Maret 2010”.

Liputan6.com. 2010. Akibat Kemiskinan, Penyakit Terus Mendera Anak

Indonesia. (Online); (http://berita.liputan6.com/sosbud/201003/268767/Akibat.Kemiskinan. Penyakit Terus Mendera Anak Indonesia; Diakses 22 Maret 2010)

Moleong, L.J. 1991. Metode Penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya Mustasya, Tata. 2004. Mitos Pendidikan dalam Kemiskinan. Majalah Kompas

Edisi 18 Oktober 2004. Halaman 46. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014. Prabancono, Haryo. 2009. Pendidikan Dalam Mengentaskan Kemiskinan

Masyarakat Pedesaan. (Online), (http.macheda.blog.uns.ac.id20090624pendidikan-dalam-mengentaskan-kemiskinan-masyarakat-pedesaan.htm, diakses 09 April 2010)

Prianti, Martina. 2009. Daerah Tertinggal Di Indonesia “Lima Bulan Terakhir,

Jumlah Daerah Tertinggal Bertambah “. (Online), (httpwww.kontan.co.idindex. phpnasionalnews14430Lima_Bulan_Terakhir_Jumlah_Daerah_Tertinggal_Bertambah.htm; Diakses 09 April 2010)

Rajasa, M. Hatta. 2007. Mengatasi Kemiskinan di Indonesia, Makalah

disampaikan dalam acara "Forum Dialog Terbatas Centre for Information and Development Studies (CIDES)," di Jakarta, pada 26 Juni 2007

Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa, Artikel - Ekonomi

Rakyat dan Kemiskinan. (Onine); (httpwww.ekonomirakyat.orgedisi_22artikel_ 6.htm; diakses 22 Maret 2010)

Sjafii, Achmad dan Hidayati, Nur Aini. 2009. Genjot Belanja Pendidikan Redam

Kemiskinan. Jurnal Gemari 101/ Tahun X/Juni 2009 Soekirman. 2005. Gizi Buruk, Kemiskinan, dan KKN. (Online).

(http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0506/09/opini/1799285.htm; diakses 08 April 2010)

Sukmadinata, N S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Surjadi, A. 1989. Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung : Mandar Maju

Page 25: Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel9E0B12A3B072F1CAFA7AB7E...serta meminta bantuan dukun. ... berusia dua minggu karena

25

Suryabrata, Sumadi.1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset

Tempointeraktif.com. 2007. Penjual dan Pembeli Bayi Dibekuk, (Online).

(http://www.tempointeraktif.com.kemiskinan dan penjualan bayi/brk,20070921-108126,id.html, diakses 08 April 2010)

Tempointeraktif.com. 2010. Ibu yang Berniat Jual Bayinya Kebanjiran Bantuan,

(Online). (http://www.tempointeraktif.com.kemiskinan dan penjualan bayi/ brk,20100215-225859,id.html, diakses 08 April 2010)

Waluyo, Dwi Eko. 2000. Karakteristik Sosial Ekonomi Dan Demografi Anak

Jalanan Di Kotamadya Malang. (Online). (www.ITB.JIPTUMM.20Pendidikan /KEmiskinan%20dan%20anjal/gdl.php?mod=browse&node=0, diakses 8 April 2010)

Yunita, Ken. 2006. Desa di Indonesia Masuk Kategori Desa Tertinggal. (Online).,

(http://detik.com. jmlh desa tertinggal.htm, Diakses 9 April 2010)