Rematik Jantung Posted by Rematik Rematik jantung adalah salah satu dari berbagai macam penyakit jantung yang ada. Penyakit rematik jantung (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) yang disebabkan oleh demam rematik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Rematik JantungPosted by Rematik
Rematik jantung adalah salah satu dari berbagai macam penyakit jantung yang ada. Penyakit rematik jantung (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) yang disebabkan oleh demam rematik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
Pada beberapa pasien yang mengalami demam rematik akut bisa terjadi kelainan katup jantung lainnya yang bisa berakibat pada gangguan katup jantung, gagal jantung (CHF), radang selaput jantung (perikarditis). Di Amerika Serikat bahkan penyakit rematik jantungini masih merupakan penyebab dari penyakit jantung yang disebut dengan mitral stenosis (MS) dan juga penggantian katup jantung pada pasien dewasa di sana.
Penyebab rematik jantun g ini diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan yang berulang. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit rematik jantung/ Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit reumatik jantung. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi serta pola hidup dan juga adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Cara Terbaik Mengobati Jantung Rematik Written by Maureen M. Magdalena Published in Penyakit Jantung Read 12875 times font size decrease font size increase font size Print Email
inShare0
Jantung rematik adalah sebuah penyakit berupa terjadinya penyempitan atau kebocoran pada katup jantung, khususnya katup mitral (stenosis katup mitral). Penyakit ini dalam dunia medis dikenal sebagai Rhematic Heart Disease (RHD).
Serangan jantung rematik bermula dari bakteri bernama Streptococcus beta hemolyticus group A yang menyerang saluran pernapasan atas. Bakteri tersebut kemudian membuat terjadinya demam rematik yang menyebabkan radang di saluran tenggorokan.
Kemudian, virus tersebut akan menyebar melalui sirkulasi darah dan membuat radang di katup jantung. Radang tersebut akan membuat katup mengalami penebalan yang membahayakan fungsi organ jantung.
Bakteri Streptococcus yang masuk itu tidak dapat dikenali oleh sistem pertahanan tubuh karena bakteri tersebut menumpangi protein yang membuatnya terlihat seperti protein normal. Padahal yang terjadi kemudian bakteri itu perlahan mulai merusak jaringan tubuh, khususnya di jantung.
Demam rematik umumnya menyerang orang berusia antara 5-15 tahun. Sangat jarang penderita demam rematik yang berusia di bawah 5 tahun. Mungkin ini disebabkan karena pada usia tersebut, anak-anak biasanya suka bermain di luar. Bakteri Streptococcus tersebut biasanya memang suka berada di lingkungan yang tidak bersih.
Serangan demam rematik yang tidak kunjung sembuh kemudian akan menyebabkan terjadinya jantung rematik. Terjadinya jantung rematik ini akan diawali oleh gejala dan tanda seperti penderita mudah sesak nafas, mudah mengalami nyeri, cepat lelah, sakit perut, dan muncul benjolan kecil di kulit.
Gejala jantung rematik ini akan mulai tampak dari minggu pertama sampai minggu keenam setelah bakteri masuk ke kerongkongan. Untuk itu sangat bijak agar segera memeriksakan diri saat gejala-gejala demam rematik itu mulai terasa.
Untuk memastikan terjadinya penyakit jantung rematik, pihak medis akan memeriksa kondisi fisik pasien, gejala-gejala pada fisik pasien, serta hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
kadang juga akan menggunakan Echocardiografi yang berfungsi melihat kondisi otot dan katup jantung.
Untuk mengobati sakit jantung rematik, pihak medis biasanya akan memberikan obat antibiotik dan anti radang untuk membersihkan kuman Streptococcus. Obat antibiotik yang diberikan biasanya adalah Benzathine, Erythromycin, atau Cephalosporin. Sedangkan obat anti radang adalah Cortisone dan Aspirin.
Sementara, untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi, biasanya pasien akan diberi diet gizi tinggi. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyebaran virus yang potensial menyebabkan trombo-emboli atau gagal jantung. Ini merupakan cara kedua pengobatan penyakit jantung rematik.
Cara ketiga untuk mengobati sakit jantung rematik adalah dengan menggunakan pengobatan alternatif. Penggunaan obat herbal untuk mengatasi jantung rematik biasanya paling sering digunakan karena tingkat keberhasilannya yang tinggi.
Bagaimanapun mencegah jantung rematik jauh lebih baik daripada mengobatinya. Cara pencegahan paling efisien adalah dengan rajin membersihkan tempat tinggal. Karena bakteri Streptococcus, pembawa penyakit demam rematik yang memicu terjadinya jantung rematik, biasanya berkembang di lingkungan yang tidak bersih.
Berolahraga dan mengonsumsi makanan yang sehat juga harus dilakukan untuk menjaga tingkat kekebalan tubuh. Menghindari rokok dan memakai masker di udara berdebu sangat baik untuk dilakukan. Berhati-hati juga saat terjadi perubahan cuaca ekstrem. Sebab di waktu tersebut biasanya bakteri Streptococcus sering menginfeksi.
Kalau kondisi jantung rematik semakin memburuk, pilihan terakhir adalah operasi. metode pengobatan jantung rematik ini mau tidak mau harus dilakukan agar jiwa pasien bisa diselamatkan, walaupun biayanya tidak murah.
Penyakit jantung rematik adalah salah satu dari berbagai macam penyakit jantung yang ada. Jantung rematik ini adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum
Pada beberapa pasien yang mengalami demam rematik akut bisa terjadi kelainan katup jantung lainnya yang bisa berakibat pada gangguan katup jantung, gagal jantung (CHF), radang selaput jantung (perikarditis). Di Amerika Serikat bahkan penyakit jantung rematik ini masih
merupakan penyebab dari penyakit jantung yang disebut dengan mitral stenosis (MS) dan juga penggantian katup jantung pada pasien dewasa di sana.
Penyebab jantung rematik ini diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam rematik serangan yang berulang.
Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain.Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Cuaca. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi. Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada di dataran rendah.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4 tingkatan stadium jantung rematik yaitu :
Stadium I : Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.Gejala yang dirasakan diantaranya yaitu : Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian
Stadium III : Stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik / penyakit jantung reumatik dan gejalanya diantaranya demam yang tinggi, lesu, anoreksia, epistaksis, rasa sakit disekitar sendi, berat badan menurun, kelihatan pucat, lekas tersinggung, athralgia, sakit perut.
Stadium IV : Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung rematik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Dalam menegakkan diagnosa Demam Rematik ini digunakan Kriteria Jones yang terbagi Kriteria Mayor dan Kriteria Minor.
Kriteria Mayor Demam Rematik terdiri dari :
1. Poliarthritis : Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
2. Karditis : Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).3. Eritema marginatum : Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.4. Noduli subkutan : Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki (tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan).5. Korea sydenham : Gerakan yang tidak disengaja / gerakan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor Demam Rematik terdiri dari :
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik / penyakit jantung rematik.2. Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi : pasien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya3. Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius.4. Leukositosis.5. Peningkatan Laju Endap Darah (LED).6. C-Reaktif Protein (CRF) positif.7. P-R interval memanjang.8. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse).9. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Penatalaksanaan demam rematik aktif atau reaktivasi kembali dan termasuk dalam pengobatan jantung rematik diantaranya adalah :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap. Ini adalah perawatan penyakit jantung rematik untuk pertama kalinya yaitu istirahat total.
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian obat antibiotik penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine.
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
AskepASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)/ Rheumatic Heart Disease (RHD)
A. PENGERTIAN
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat
serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2000)
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A
pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama
maupun demam reumatik serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart Desease
terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjukan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit
jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor
predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus
dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut
ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data
yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu
mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis
dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era
antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-
rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens
yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya angka
kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit sistemik
yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik mempengaruhi semua persendian,
menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya
paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut tidak mengalami
infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal ini merupakan fenomena
sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah
akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan
jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah
miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga kontraksi jantung. Demikian pula pericardium
juga terlibat; artinya, juga terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi
miokardial dan pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun sebaliknya
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan kecil yang
transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul, tersusun dalam
deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu tidak tampak berbahaya dan dapat
menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius.
Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup,
menyebabkan menjadi memendek dan menebal disbanding yang normal, sehingga tidak dapat menutup
dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat yang
palinh sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.
Penyimpangan KDM
DEMAM REMATIK
streptococcus beta-hemolyticus grup A.
reaksi imonolgy ( anti body )
sarcolemma myocardial
toxin myocard rusak
stretolysin titer o
Bersifat toxik
terhadap jaringan myocard
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah
yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing
pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan
murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi
endokarditis.
E. KOMPLIKASI
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung,
pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru, infark, dan kelainan katup
jantung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan
dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
G. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM bila berat
badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari
selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk
profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin, diberikan
sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa
menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35%
sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung
dan rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika ada
kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus
dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg
BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75
mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison
dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat,
diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75
mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk
menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
H. PENCEGAHAN
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi streptokokus pada
semua orang.
Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi streptokokus
untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam komunitas. Setiap perawat harus
mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis streptokokus; panas tinggi (38,9 sampai 40C atau
101 sampai 104F), menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat, nyeri
abdomen, dan infeksi hidung akut.
Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat.
Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu menelan antibiotika
profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan invasi oleh mikroorganisme ini.
Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus
diingatkan untuk menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan seperti
sitoskopi.
owhhhh MG.,besok case saya maju.,.tidaaakkkkk.,.,ampun bener2 g kerasa hari2 yg saya lewati di penyakit dalam,.,y allah, bagaimana ini kenapa tiba2 jadi ciut gini.,.okeh don’t mind rhonaz u can do it.,ini dia case yg sudah saya siapkan 2 minggu full, besok akan dipersentasikan.,.berbicara tentang case, saya merasa cukup tegang mempersentasikanya.,hehehe bisa jadi teman2 yang satu stase sekarang pintar2 dan kritis.,.sumpe deh.,.baik dari RPP smpe hasil lab bisa ngebantai kita dengan pertanyaan.,hehe( lebaaaayyy) okelah, yg jelas case ini sudah saya persiapkan dengan matang., kilas balik sedikit tentang pembuatan case ini.,.koas: maaf dok mengganggu sebentar.,…^_^dokter: siapa kamu??? Saya sibuk.,Koas : saya yg akan melakukan persentasi case sama dokter,.,Dokter: Ooooooooo.,…,lalu??????Koas: jika ada saran dok judul case apa yg baiknya saya buat????Dokter: RHD( lgsung pergi meninggalkan koas,.,.)Koas: @#”><>>><:”:#@@.,..tidak sopaaann,…Yah,.biasa dokter senior jarang memandang koas.,.hehehe.,.lupa kali ya nanti kita bakal jadi teman sejawat.,.kidding dok hhehehehe.,.Anyway.,lanjut dengan RHD.,.,apa itu???? Sempat bingung saya dibuatnya.,sampai akhirnya saya dapat ilham.,owhh ternyata RHD itu rheumatoid heart desease,.yah semacam penyakit jantung rematik.,pertnyaanya emang bisa jantung kena rematik.,hahaha.,itu dia pertanyaan bodoh yg sempat saya fikirkan pertama kali.,.hehehe,.yang jelas RHD pun punya criteria untuk mendiagnosanya seperti criteria fermingham pada CHF, terdapat criteria jones pada RHD. Gejala Mayor Gejala MinorPoliartritis Klinis : suhu tinggiKarditis ArtralgiaKorea Riwayat pernah demam reumatik/penyakitjantung reumatikNodul subkutaneus Lab : reaksi fase akutEritema marginatum
Siippp.,.petualangan berlajut,..cari pasien RHD.,.yak ketemu, ada nih 1 yg ngumpet di bangsal lagi sesak nafas.,.waw, sadis guyonanya heheh.,setttt.,.,anamnesa check, pemeriksaan fisik check, pemeriksaan penunjang check, terapi check.,.dan.,.taraaaa.,.jadi juga hasilnya.,.,proudly present saya posting disini.,heheheLAPORAN KASUSI. IDENTIFIKASINama : nn. NJenis Kelamin : PerempuanUsia : 19 tahunAlamat : Sungai lasak (Dalam kota Palembang)Pekerjaan : BuruhStatus pernikahan : Belum menikahAgama : Islam
MRS : 08 Maret 2010Tanggal pemeriksaan : 11 Maret 2010
II. ANAMNESIS Keluhan Utama :Sesak nafas hebat sejak 3 hari SMRSRiwayat Perjalanan PenyakitSejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh sesak napas bila beraktivitas. Sesak Berkurang bila penderita istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Sesak diikuti berdebar-debar dan cepat lelah. Sesak tidak berbunyi. Keluhan biru pada ujung jari dan bibir disangkal. Keluhan disertai dengan nyeri pada kedua sendi lutut, kaki dan belikat yang sudah dirasakan 3 bulan yang lalu. Keluhan juga disertai Batuk berdahak, berwana putih dengan banyak 1sdm yang tidak terlalu sering . BAB dan BAK biasa. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan.Sejak 1 minggu SMRS, pasien masih mengeluh sesak napas semakin hebat bila pasien berjalan ±50 meter dan berkurang saat istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan emosi. Pasien lebih nyaman jika tidur dengan 2 bantal. Sesak masih disertai Nyeri dada ada Dada berdebar-debar. Keringat malam ada disertai Demam yang muncul pada malam hari dan menggigil. Pasien juga mengeluhkan Batuk berdahak, warna putih dengan banyak 1sdm. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan. BAK dan BAB biasa.Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh sesak napas bertambah berat. Saat beraktifitas ringan penderita merasa sesak nafas dan berkurang saat istirahat. Pasien lebih nyaman jika tidur dengan 4 bantal. Sesak masih disertai Nyeri dada ada dan Dada berdebar-debar. Pasien juga mengeluhkan Demam disertai Menggigil dan Berkeringat dingin Badan terasa lemas. Pasien masih mengeluhkan Batuk berdahak, warna putih dengan banyak 1sdm. Nafsu makan menurun. Mual ada dan diikuti muntah, tidak terlalu sering dan isi apa yang dimakan. BAK dan BAB biasa. Pasien berobat ke RS Bari dan dirujuk ke RSMH untuk dirawatRiwayat Penyakit dahulu• Riwayat darah tinggi disangkal• Riwayat penyakit jantung ada.• Riwayat kencing manis disangkal.• Riwayat penyakit paru disangkal• Riwayat demam disertai nyeri sendi sebelumnya ada• Riwayat nyeri tenggorokan sebelumnya ada
Riwayat Keluarga :• Riwayat dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisDehidrasi : (-)Tekanan darah : 120/80 mmHgNadi : 102 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukupPernafasan : 28 x/menit, abdominothorakal, regulerSuhu : 37,7 0 CBerat badan : 48 kgTinggi badan : 160 cm
IMT : 18,75 kg/m2RBW : 88,89 %
Keadaan spesifikKulitWarna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit tidak ada, sianosis tidak ada, scar tidak ada, keringat ada, pucat pada telapak tangan dan kaki tidak ada, pertumbuhan rambut normal.KGBTidak ada pembesaran KGB pada daerah aksila, leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.KepalaBentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi tidak ada.MataEksoftalmus dan endoftalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.HidungBagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak ada.TelingaTophi tidak ada, nyeri tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.MulutTonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau pernapasan khas tidak ada, faring tidak ada kelainan.LeherPembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 0, kaku kuduk tidak ada.DadaBentuk dada simetris, nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok tidak ada, krepitasi tidak ada.
Paru-paruI :P:P:
A: Statis dan dinamis simetris pada kedua paruStemfremitus paru kanan = paru kiri.Sonor pada kedua lapangan paru. Batas paru – hepar pada ICS VI (pada posisi supine)Vesikuler (+) normal. Ronki basah halus pada kedua basal paru. Wheezing (-).
Jantung I :P:P:A: Iktus cordis terlihat pada ICS VIktus cordis teraba pada ICS V 1 jari lateral LMCBatas atas : ICS II, batas kanan : LPS dextra, batas kiri : LAA sinistraHR =102 x/menit, murmur diastolik grade III , gallop (-)
Perut I :P:P:A: CembungLemas, nyeri tekan tidak ada, hepar tak teraba. Lien tidak teraba.Timpani Bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaanExtremitas atas : Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi tidak ada, edema tidak ada, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, akral hangat, turgor kembali cepat, clubbing finger tidak ada.Extremitas bawahEutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi tidak ada, edema pretibial minimal ada, jaringan parut tidak ada, pigmentasi normal, akral hangat, clubbing finger tidak ada, turgor kembali cepat.IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGRontgen toraks AP (06 Maret 2010)• kondisi foto baik• trakhea letak tengah• tulang-tulang baik• sela iga tak melebar• ctr > 50%• sudut costofrenikus tajam• parenkim paru = infiltrat (–)
kesan: kardiomegaliEKG (06 Maret 2010)EKG : SR, axis (N), HR: 102, gel P (N), P-R interval 0,16sec, QRS 0,06 sec, R/S diV1 <1, SV1+RV5/RV^< 35, ST-T change(-), T inverted di II, III, AVF, V1-V3Kesan : sinus takikardi+ iskemik inferoanteriorSediaan apus darah ( 9 maret 2010)Malaria malariePemeriksaan biakan ( 10 maret 2010)Streptococus viridans (+)Hematologi (13 Februari 2010):1) Hemoglobin : 13,5g/dl2) Hematokrit : 41 vol% 3) Trombosit : 312.000 / mm3 4) Leukosit : 11.300 /mm3/5) LED : 8 mm/jam6) Diff. Count : - Basofil : 1 - Eosinofil : 7 - Batang : 3 - Segmen : 44 - Limfosit : 38
Lab : leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.
Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan fungsi
sendi )
Nodul subcutaneous:
Timbul benjolan dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,
Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian
Khorea:
Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat.
Emosi labil
Kelemahan otot
Eritema marginatum:
bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
Bercak merah dapat berpindah lokasi tidak permanen
eritema bersifat non pruritus
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup )
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia dan
therapi bed rest .
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal,
haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara
teratur setiap 4 jam.
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin dan terjadinya
takikardia-disritmia sebagai kompensasi
meningkatkan curah jantung
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
2. Kaji perubahan warna kulit terhadap
sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis
lingkungan yang tenang.
5. Kolaborasi untuk pemberian
oksigen
6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis
perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis terjadi sebagai
akibat adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
3. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi
yang meningkatkan TD dan meningkatkan
kerja jantung.
5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
fungsi miokard dan mencegah hipoksia.
6. Diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard dan menurunkan
beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental kontinyu, contoh:
cemas, bingung, letargi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin
atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja
pernapasan.
1. Perfusi serebral secara langsung
sehubungan dengan curah jantung
dan juga dipengaruhi oleh elektrolit
atau variasi asam basa, hipoksia, atau
emboli sistemik.
2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
4. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distress pernapasan.
Namun dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkkan komplikasi
tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
5. Pantau data laboratorium, contoh: GDA,
BUN, creatinin, dan elektrolit.
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak
ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan
intensitas ( skala 1-10 )
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi,
RR , suhu)
3. Pertahankan posisi daerah sendi
yang nyeri dan beri posisi yang
nyaman
4. Kompres dengan air hangat jika
diindikasikan
1. Memberikan informasi sebagai
dasar dan pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan
memberikan informasi sebagai
dasar dan pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan
sendi dan jaringan sekitar
4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Membantu menurunkan spasme
sendi-sendi, meningkatkan rasa
kontrol dan mampu mengalihkan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif
( napas dalam, Guid
imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik
nyeri.
6. Menghilangkan nyeri
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³
darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1.Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-
tanda vital lain seperti nadi, TD dan
respirasi
2.Berikan klien kompres hangat pada
lipatan tubuh dan terdapat banyak
pembuluh darah besar seperti aksilla,
perut )
3.Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari
jika memungkinkan
4.Anjurkan klien untuk tirah baring ( bed
rest )
5.Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
dan antiradang seperti salisilat/
prednison serta pemberian Benzatin
penicillin
1. Mengetahui data dasar terhadap
perencanaan tindakan yang tepat
2. Membantu meberikan evek
vasodilatasi pembuluh darah
sehungga pengeluaran panas
terjadi secara evaporasi
3. Peningkatan suhu juga dapat
meyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi
4. Mencegah terjadinya peningkatan
reaksi peradangan dan
hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
sehingga peningkatan suhu tidak
terjadi serta streptococus
hemolitikus b grup A akan mampu
dimatikan
5. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat
dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi( perubahan BB<
pengukuran antropometrik dan nilai HB
serta protein
2. Kaji pola diet nutrisi klien( riwayat diet,
makanan kesukaan)
3. Kaji faktor yang berperan untuk
menghambat asupan nutrisi
( anoreksia, mual)
4. Anjurkan makan dengan porsi sedikit
tetapi sering dan tidak makan makanan
yang merangsang pembentukan Hcl
seperti terlalu panas, dingin, pedas
5. Kolaborasi untuk pemberian obat
penetral asam lambung seperti
antasida
6. Kolaborasi untuk penyediaan makanan
kesukaan yang sesuai dengan diet klien
1. Menyediakan data dasar untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Membantu dalam mempertimbangkan
penyusunan menu sehingga klien berselera
makan
3. Menyediakan informasi mengenai faktor
yang harus ditanggulangi sehingga asupan
nutrisi adekuat.
4. Membantu mengurangi produksi asam
lambnung/HCl akibat faktor-faktor
perangsang dari luar tubuh
5. Membantu mengurangi produksi HCL oleh
epitel lambung
6. Mendorong peningkatan selera makan.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat
beta.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap
aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
4. Kolaborasi Implementasikan program
rehabilitasi jantung/aktifitas.
1. Hipertensi ortostatik dapat terjadidengan
aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung
2. Penurunan /ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas, dapat menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
3. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stres, bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik kembali.
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis / Arthralgia
dan therapi bed rest.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri
dalam batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien
2. Libatkan keluarga untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa
klien harus tirah baring sesuai dengan
waktu yang diindikasikan
1.Memenuhi kebutuhan klien
sehingga klien tetap bed rest dan
tenang
2.Kebutuhan klien akan l;ebih
terpenuhi sehingga klien merasa
tetap diperhatikan
3.Mencegah adanya komplikasi
peradangan sampai ketingkat gagal
jantung.
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit.
Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit
2. Berikan perawatan kulit sering,
minimalkan dengan kelembaban/
ekskresi
3. Ubah posisi sering di tempat tidur /
kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif
4. Berikan bantalan yang lembut pada
badan
5. Kolaborasi untik pemberian obat
antiradang ( prednison )
1.Memberikan pedoman untuk
memberikan intervensi yang tepat
2.Terlalu kering adan lembab merusak
kulit dan mempercepat kerusakan
3.Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan
waktu satu area yang mengganggu
aliran darah
4.Mencegah penekanan pada eritema
sehingga tidak meluas
5.Mengurangi reaksi peradangan
sehingga eritema hilang.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
mengii.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam.
3. Pertahankan posisi semifowler, sokong
tangan dengan bantal Jika
memungkinkan
4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan sesuai indikasi.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6. Kolaborasi untuk pemberian obat
diuretik.
7. Kolaborasi untuk pemberian obat
bronkodilator
1. Menyatakan adanay kongesti
paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia
jaringan.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru
6.Menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
7.Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongesti paru
10. Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan
perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien yang
berlebihan
2. Pantau dan bila mungkin temani klien
selama serangan khorea dan jauhkan
benda-benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur klien
4. Anjurkan keluarga untuk menemani
klien
5. Kolaborasi intuk pemberian obat
penenang ( klorpromazine atau
diazepam ) sesuai indikasi
1.Menentukan dalam memberikan
intervensi
2.Mencegah terjadinya cidera akibat
terjatuh atau terkena bahan berbahaya
3.Mengurangi resiko klien terjatuh dari
tempat tidur
4.Memberikan rasa aman klien sehingga
cidera tidak terjadi
5.Memberikan efek rileks pada otot
sehingga klien tenang.
4. Evaluasi
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup )
dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik
dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta
dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak pucat, tidak
ada sianosis, tidak ada edema
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan kriteria
evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada
nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung.
Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit
normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada
hapusan tenggorokan.
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan hilang.
BB dalam rentang normal.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat teratasi
dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan batas toleransi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan muskuloskeletal ;
arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien mengatakan perawatan diri / ADL
terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas toleransi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan. Dapat
teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan
integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan otot/khorea
tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam
kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Daftar Pustaka
-- Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
- Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
- Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
- Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya
- Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
- Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book, St.Louis, Missouri.