Top Banner
114 K A N D A I Volume 12 No. 1, Mei 2016 Halaman 116134 REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL MOSEHE WONUA DALAM RITUSKONAWE (The Impressive Reconstruction of Mosehe WonuaRitual in RitusKonawe) Heksa Biopsi Puji Hastuti Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari, Indonesia Pos-el: [email protected] (Diterima 2 Februari 2016; Direvisi 15 Februari 2016; Disetujui 12 April 2016) Abstract Mosehe Wonua ritual as Tolakinese culture is obtained by the poet, Iwan Konawe, as data in his creativity flows written in Ritus Konawe, a book of poem anthology. The problem in this writings is how Mosehe Wonua reconstructed in Ritus Konawe? Data consist of four poems in the book which identified containing Mosehe Wonua ritual matters, they are poems titled Ritus Mosehe, Ritus Mosehe Ritus Tolaki, Pada Desa yang Berkabung, and Ritus Konawe. These four poem data were analyzed by using descriptive- qualitative metnod with anthropological literature approach. Based on discussion result, it was cocluded that Mosehe Wonua ritual is reconstructed in Ritus Konawe by synthesizing information of 5w-1h (what, who, where, when, why, and how) concerning with the ritual, in which also reconstructed things and tools of the ritual (regarding two categories: oblation and device). Through his literary reconstruction, the poet reconstructed Mosehe Wonua ritual in his poems by taking use of poem structure, including form, diction, imagery, concrete words, figurative language, and verification. Keywords: Mosehe Wonua ritual, impressive reconstruction, poem, Ritus Konawe Abstrak Ritual Mosehe Wonua yang menjadi khazanah budaya suku Tolaki ditangkap oleh penyair, Iwan Konawe, sebagai data dalam rangkaian kreativitas yang tertuang di dalam buku kumpulan puisi Ritus Konawe. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana ritual Mosehe Wonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe? Data berupa empat puisi dalam buku Ritus Konawe yang dinilai bermuatan ritual Mosehe Wonua, yaitu Ritus Mosehe, Ritus Mosehe Ritus Tolaki, Pada Desa yang Berkabung, dan Ritus Konawe. Keempat puisi data dianalisis degan menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan antropologi sastra. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa ritual Mosehe Wonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe dengan meramu informasi terkait 5w-1h (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana), yang di dalamnya direkonstruksikan pula aspekbenda-benda dan alat upacara yang menjadi persyaratan dilaksanakannya ritual Mosehe Wonua (terbagi atas kategori kurban dan benda/alat). Melalui rekonstruksi literer, penyair merekonstruksikan Mosehe Wonua dalam puisinya dengan memanfaatkan struktur puisi yang meliputi perwajahan puisi, diksi, pengimajian, kata konkret, majas, dan verifikasi. Kata-kata kunci: Ritual Mosehe Wonua, rekonstruksi impresif, puisi, Ritus Konawe PENDAHULUAN Buku Ritus Konawe terlahir sebagai buah pengembaraan kreatif seorang putra Konawe bernama pena Iwan Konawe. Kata ritus dan Konawe yang tersemat dalam judul buku ini seolah memancing imajinasi pembaca
19

REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

114

K A N D A I

Volume 12 No. 1, Mei 2016 Halaman 116—134

REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL MOSEHE WONUADALAM RITUSKONAWE

(The Impressive Reconstruction of Mosehe WonuaRitual in RitusKonawe)

Heksa Biopsi Puji HastutiKantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara

Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari, IndonesiaPos-el: [email protected]

(Diterima 2 Februari 2016; Direvisi 15 Februari 2016; Disetujui 12 April 2016)

AbstractMosehe Wonua ritual as Tolakinese culture is obtained by the poet, Iwan Konawe, as

data in his creativity flows written in Ritus Konawe, a book of poem anthology. Theproblem in this writings is how Mosehe Wonua reconstructed in Ritus Konawe? Dataconsist of four poems in the book which identified containing Mosehe Wonua ritualmatters, they are poems titled Ritus Mosehe, Ritus Mosehe Ritus Tolaki, Pada Desa yangBerkabung, and Ritus Konawe. These four poem data were analyzed by using descriptive-qualitative metnod with anthropological literature approach. Based on discussion result, itwas cocluded that Mosehe Wonua ritual is reconstructed in Ritus Konawe by synthesizinginformation of 5w-1h (what, who, where, when, why, and how) concerning with the ritual,in which also reconstructed things and tools of the ritual (regarding two categories:oblation and device). Through his literary reconstruction, the poet reconstructed MoseheWonua ritual in his poems by taking use of poem structure, including form, diction,imagery, concrete words, figurative language, and verification.Keywords: Mosehe Wonua ritual, impressive reconstruction, poem, Ritus Konawe

AbstrakRitual Mosehe Wonua yang menjadi khazanah budaya suku Tolaki ditangkap oleh

penyair, Iwan Konawe, sebagai data dalam rangkaian kreativitas yang tertuang di dalambuku kumpulan puisi Ritus Konawe. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalahbagaimana ritual Mosehe Wonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe? Data berupaempat puisi dalam buku Ritus Konawe yang dinilai bermuatan ritual Mosehe Wonua, yaituRitus Mosehe, Ritus Mosehe Ritus Tolaki, Pada Desa yang Berkabung, dan Ritus Konawe.Keempat puisi data dianalisis degan menggunakan metode deskriptif-kualitatif denganpendekatan antropologi sastra. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa ritual MoseheWonua direkonstruksikan dalam Ritus Konawe dengan meramu informasi terkait 5w-1h(apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana), yang di dalamnyadirekonstruksikan pula aspekbenda-benda dan alat upacara yang menjadi persyaratandilaksanakannya ritual Mosehe Wonua (terbagi atas kategori kurban dan benda/alat).Melalui rekonstruksi literer, penyair merekonstruksikan Mosehe Wonua dalam puisinyadengan memanfaatkan struktur puisi yang meliputi perwajahan puisi, diksi, pengimajian,kata konkret, majas, dan verifikasi.Kata-kata kunci: Ritual Mosehe Wonua, rekonstruksi impresif, puisi, Ritus Konawe

PENDAHULUAN

Buku Ritus Konawe terlahirsebagai buah pengembaraan kreatif

seorang putra Konawe bernama penaIwan Konawe. Kata ritus dan Konaweyang tersemat dalam judul buku iniseolah memancing imajinasi pembaca

Page 2: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

115

terarah pada ritual-ritual yang dapatdijumpai dalam kehidupan sukuTolaki, suku asli terbesar yangmendiami jazirah Sulawesi Tenggara,termasuk di daerah Konawe. Membacajudul buku ini, tidak terlalu berlebihanapabila pembaca (atau calon pembaca)berharap akan disuguhi rangkaian kata-kata padat dan bernas yang berkatabanyak tentang ritual adat suku Tolaki.

Sastra lahir oleh doronganmanusia untuk mengungkapkanmasalah manusia, kemanusiaan, dansemesta (Semi, dalam Siswanto, 2008,hlm. 67). Tentunya, sastra yangdimaksud oleh Semi termasuk jugapuisi di dalamnya. Salah satu sumberinspirasi mencipta puisi adalahpengalaman dan pengetahuan yangdiperoleh dalam proses hidup yangtelah dilalui oleh seorang penyair.Melalui tahap-tahap sintesis danperenungan, pengalaman danpengetahuan yang ada dibawa dalamciptaannya untuk dipersembahkankepada para penikmat puisi. Sebuahpuisi selalu merefleksikan satu atauserangkaian situasi yang dapat berupakejadian, keindahan alam, perilakusatu individu, atau perilaku komunal.Refleksi situasi di dalam puisimungkin berupa refleksi sejajar,mungkin juga berupa refleksi terbalik.Kepiawaian penyair dalam memungut,memoles, dan menjalin kata-katalahyang menjadi penentu apakahkaryanya disukai orang atau tidak danapakah melalui karya tersebut diadapat merekonstruksikan situasi yangingin disodorkan atau tidak.

Penyair yang sudah terasah akanterampil memainkan kata-katasehingga dapat menuntaskan misimembawa konsumennya padapengalaman katarsis yang melegakan.Puisi yang dilahirkan melaluipengetahuan, pemahaman, dan dayaimajinasi yang cerdas dapat memberi

kepuasan emosional melalui perangkatestetikanya serta kepuasan intelektualmelalui kecerdasan penyampaianmuatannya.

Hampir mustahil menyebutkanpermasalahan yang tidak dapatdihadirkan melalui karya sastra karenamemang karya sastra dapat menjadimedia curahan isi hati tentang apapun.Kehadiran sebuah permasalahan yangmewujud dalam bentuk baru,dalamtulisan ini disebut rekonstruksi. Secaradenotatif, term rekonstruksi bermaknapenyusunan atau penggambarankembali. Komponen makna dalamdefinisi inilah yang digunakan sebagaiacuan dalam mengupas objekpenelitian. Faktor penyair yang tidakdapat diabaikan begitu saja,memunculkan konotasi impresif dalamrekonstruksi yang dilakukannya.

Sebagaimana tradisi sukulainnya, tradisi suku Tolaki memilikikeragaman budaya yang mewujuddalam ritual-ritual antropologis semisalMosehe Wonua (ritual penyuciannegeri). Muatan ritual MoseheWonuaterbaca dalam empat puisi karya IwanKonawe di dalam Ritus Konawe.Melalui puisi, ritual ini diperkenalkankepada khalayak. Penyairmemanfaatkan berbagai fasilitas dankeistimewaan bahasa puisi untukmenyampaikan apa, mengapa, dimana, siapa, kapan, dan bagaimanaritual Mosehe Wonua. Sebuahtantangan bagi seorang penyair untukmengungkapkan hal besar melaluisesedikit mungkin kata-kata.Permasalahannya, bagaimana ritualMosehe Wonua direkonstruksikansecara impresif oleh penyair di dalamRitusKonawe? Melalui tulisan ini,diharapkan diperoleh deskripsimengenai rekonstruksi ritual MoseheWonua di dalam Ritus Konawe danmengungkap pemahaman tentang ritualMosehe Wonua melalui Ritus Konawe.

Page 3: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

116

Pada umumnya, penelitianAntropologi Sastra mengambil objeksastra klasik/sastra tradisional, tetapitidak tertutup kemungkinan diterapkandalam sastra modern. Sebuah modelpenelitian Antropologi Sastra terhadappuisi modern pernah dilakukan oleh IKetut Sudewa. Hasil penelitiannyadipublikasikan sebagai artikel dalamJurnal Pustaka Volume XII, No.1,Februari 2012. Dalam artikel berjudul“Sajak ‘Nyanyian Angsa’ Karya WS.Rendra: Analisis Antropologi Sastra”,Sudewa (2012) membahas puisi“Nyanyian Angsa” secara keseluruhandengan pendekatan Antropologi Sastra.Berbeda dengan model penelitianSudewa, penelitian ini mengambil satusudut fenomena di dalam keseluruhandata sebagai fokus analisis, yaitufenomena ritual Mosehe Wonua.

Masih kurangnya publikasi puisibermuatan lokal Tolaki membuatmasih kurangnya juga analisiseksploratif mengenai bagaimanalokalitas Tolaki, termasuk ritualMosehe Wonua, direkonstruksi secarakreatif di dalam sebuah puisi.Pembahasan mengenai ritual MoseheWonua dalam puisi pernah disinggungdalam makalah Cecep Syamsul Hariyang terbit dalam prosiding Kongres IIBahasa-Bahasa Daerah SulawesiTenggara di Kendari. Dalam makalahini disebutkan bahwa Konawememiliki ritual ganjaran dan hukumanuntuk setiap perbuatan dosa danmenyediakan pula saluran pertobatanberupa mekanisme mosehe wonua,atau ritual mencuci kampung. Realitasini terdeskripsikan di dalam puisiSyaifuddin Gani, “Konawe, pintu yangTerbuka: Untuk Firman Venayaksa”(Hari, 2015).

LANDASAN TEORI

Berbeda dengan karya sastrabergenre prosa dan drama, karyabergenre puisi dituntut untuk dapatmenghadirkan situasi yang ingindisampaikan melalui pasta kata-katayang pekat. Kata-kata yang teruntaidalam sebuah puisi tidak patut hadirmeluas dan melebar. Terkadang sulitmemberi batasan mengenai puisi.Batasan-batasan yang diberikan tidakjarang justru bertumpang tindihsehingga membingungkan dalammenentukan apakah sebuah karyatermasuk puisi atau bukan. Yangterpenting, penyair memaksudkankaryanya sebagai sebuah puisi danditerima oleh khalayak sebagai puisipula. Melalui puisi, penyair dapatmerekonstruksi fenomena yang adadalam ruang pengalamannya.Rekonstruksi fenomena ini dapatdikatakan sebagai realisasi fungsisastra menurut Horatia, dulceetutile,karya sastra harus menyenangkan carapenyampaiannya dan memiliki nilaiguna dalam pesan yang terdapat didalamnya (Noor, 2007).

Sebagai karya sastra yang minimkata, puisi memiliki keunggulan yangtidak dimiliki oleh karya sastrabergenre lain sebagai media ekspresi.Kata-kata yang minim justru dapatmenjadi kekuatan dibanding deretanbahasa deskripsi. Untuk melakukanrekonstruksi sebuah fenomena kedalam puisi, penyair dapatmemaksimalkan seperangkat bentukdan struktur puisi yang terdiri atasperwajahan puisi, diksi, pengimajian,kata konkret majas, dan verifikasi(Siswanto, 2008). Keenam komponenstruktur puisi dapat dimanfaatkandengan maksimal dalam kreativitaspenyair mencipta puisi.

Page 4: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

117

Antropologi Sastra danIntertekstualitas Sastra

Secara sederhana, Ratna (2011)menyatakan bahwa antropologi sastraadalah “analisis terhadap karya sastrayang di dalamnya terkandung unsur-unsur antropologi” (hlm. 6). Secaramaknawi, dalam frasa antropologisastra, porsi sastra lebih besar daribagian antropologinya. Antropologidiposisikan sebagai sebuah alatpendekatan dalam menganalisis sebuahkarya sastra. Mengingat antropologiadalah sebuah disiplin ilmu yang luas,Ratna juga membatasi hanyaantropologi budaya saja yang terkaitdengan penelitian sastra. Hal inididasarkan pada kenyataan bahwa padahakikatnya, sastra adalah hasil aktivitaskultural, baik dalam bentuk bendakasar (artifact, dalam bentuk naskah),interaksi sosial (sociofact), maupunkontemplasi diri (mentifact).

Sebuah teks tidak dapatdilepaskan sama sekali dari teks lain(Teeuw, dalam Ratih, 2012, hlm. 171).Untuk membaca lebih dalam sebuahkarya sastra, sebagai sebuah teks yangtelah disepakati tidak lahir dari lataryang kosong, perlu dilakukanperelasian dengan karya sebelumnya,baik karya sastra ataupun produkbudaya lainnya. Karya sastra sebagaihasil kerja budaya dapat dikatakansebagai mozaik teks yang bersusunserap-menyerap dengan teks lain, didalamnya terdapat teks-teks lain yangterserap dan ditransformasikan olehpenyairnya, sebagaimana pemahamanintertekstualitas Kristeva. MenurutKristeva, di dalam lingkup penelitiansastra, intertekstualitas mempunyaiprinsip dan kaidah tersendiri. Interteksmelihat hakikat sebuah teks yang didalamnya terdapat teks lain,menganalisisnya berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, dan mengkaji

keseimbangan antara unsur dalam danunsur luar. Kajian tidak hanyatertumpu pada teks yang dibaca, tetapimeneliti teks-teks lainnya untukmelihat aspek-aspek yang meresap kedalam teks yang ditulis atau dibacaatau dikaji (Napiah dalamRokhmansyah, 2011).

Rekonstruksi dalam Karya Sastra

Merekonstruksi sebuah fenomenasosial ke dalam karya sastra eratkaitannya dengan proses impresiterhadap teks-teks. Segala hal yangmelingkupi kelahiran sebuah karyasastra dianggap sebagai teks, karenapada hakikatnya, secara umum teksmeliputi semesta alam.

Teks antropologis ini menjadibahan tidak bertepi dalam penciptaankarya sastra. Proses pengaruh-memengaruhi objek dan ide, yangbertumpu pada proses transformasi,dalam penciptaan karya bermula darifenomena yang telah tersedia berupadata objek. Data objek dieksternalisasidalam masyarakat dengan sebuahproses konstruksi sosial danmenghasilkan fakta sosial yang dilihatsecara kasat mata oleh penyair sebagaianggota masyarakat. Fakta sosialsebagai data jadi yang diterima secaraindrawi, mengalami internalisasi dalamdiri penyair, sebelum pada akhirnyadiolah dalam konstruksi literer danmenghasilkan karya.

Penyair merekonstruksi ritualMosehe Wonua sebagai data objekdengan memanfaatkan segala fasilitasyang tersedia dalam penulisan puisi.Tentunya, dalam penciptaan sebuahkarya, penyair tidak dapat terlepas dariaspek impresi dari dalam dirinya,karena di situlah letak kekhasankaryanya.

Page 5: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

118

METODE PENELITIAN

Sumber data penelitian berupabuku kumpulan puisi yang ditulis olehIwan Konawe, RitusKonawe. Bukusetebal 104 halaman ini memuat 80judul puisi Iwan Konawe. Darikedelapan puluh judul, dipilih empatjudul puisi sebagai data penelitian.Pemilihan ini didasari atas asumsiindikasi muatan fenomena MoseheWonua yang terdapat di dalamkeempat puisi tersebut. Keempat puisitersebut berjudul Ritus Konawe, PadaDesa yang Berkabung, Ritus Mosehe,dan Ritus Mosehe Ritus Tolaki.Selanjutnya, judul-judul puisi inidisingkat RK, PDB, RM, dan RMRT.

Selain data teks puisi sebagaidata primer, penelitian ini jugamemanfaatkan data sekunder berupateks budaya ritual Mosehe Wonua sukuTolaki. Teks budaya ritual MoseheWonua diperoleh dari wawancaradengan informan dan penelusuranpustaka, baik buku terbitan maupunberita faktual.

Data penelitian dianalisismenggunakan metode deskriptifkualitatif dengan pendekatanantropologi sastra. Prinsip-prinsipdalam teori intertekstualitas digunakanpada praktik analisis. Data teks puisidiinterpretasikan lalu hasil interpretasidirelasikan secara intertekstual dengandata teks budaya ritual Mosehe Wonuasuku Tolaki.

PEMBAHASAN

Ritus Konawe, sebuah bukuberisi 80 judul puisi yang ditulis olehIwan Konawe, seorang penyair mudaSulawesi Tenggara. Puisi yangdipublikasikan dalam buku inimerupakan gambaran pengembaraanIwan. Namun, sebagai putra Tolaki,Iwan lebih banyak menyuguhkan ihwal

ketolakian dalam puisi-puisinya.Berbagai lokalitas Tolaki dibawanyadalam untaian kata-kata yang tidakbiasa. Syaifuddin Gani, dalam catatanpenyunting RitusKonawe, mengatakanbahwa lokalitas di tangan IwanKonawe tidak melulu bersangkut pautdengan kearifan, tetapi juga denganfeodalisme sebagai warisan kesilamanyang kadang hidup “rukun” dan“bahagia” bersama dengan kekinian(Konawe, 2014, hlm. v-vi). Jadi, dalambuku ini Iwan tidak hanyamengungkapkan sisi indah kelampauansukunya. Melalui RitusKonawe, Iwanmencoba mendamaikan pandangantradisi lampau Tolaki dengan kekinianzaman untuk mewujudkan keadaan“rukun dan bahagia” itu.

Dengan bertajuk RitusKonawe,pembaca seolah dijanjikan sebuahtamasya antropologis ketikamenyelami puisi-puisi yang disajikandi dalam buku ini. Kata Konawesendiri merujuk pada sebuah kerajaanTolaki yang merupakan penyatuan daritiga kerajaan kecil yang sebelumnyasaling bertikai, yakni KerajaanPadangguni, Kerajaan Besulutu, danKerajaan Wawolesea. Penyatuan initerwujud melalui usaha keras seorangperempuan hebat bernama Wekoila(Hastuti, 2013). Kata ini pula yangtetap dipertahankan menjadi namakabupaten di bekas wilayah KerajaanKonawe. Selain Konawe, beberapapuisi mengambil Mekongga (daerahyang juga didiami oleh suku Tolaki)sebagai latar, dan beberapa tempat lainyang telah disinggahi sang penyairdalam pengembaraannya. Dengankebesaran nama yang diusung sebagaijudul, Ritus Konawe memang banyakmempersembahkan pernik kehidupanlokal suku Tolaki, termasuk ritualMosehe Wonua.

Page 6: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

119

Ritual Mosehe Wonua dalamBudaya Suku Tolaki

Mosehe Wonua adalah satu ritualadat yang dikenal oleh masyarakatTolaki, baik di Mekongga maupun diKonawe. Ritual Mosehe Wonuadilaksanakan untuk menyucikan negeriatau kampung, misalnya ketika banyakterjadi bencana seperti gagal panen,kekeringan, wabah penyakit, dan yanglainnya. Ritual ini juga dilaksanakanuntuk mendamaikan dua pihak yangberselisih. Sebelum pelaksanaan ritual,tokoh adat dan penghulu kampungmulai berkumpul untuk membicarakankegiatan yang dimaksud. Ritual inimenjadi hajat bersama seluruh negeri(wonua) yang pelaksanaannyadilakukan dengan mengurbankankerbau putih yang darahnya akandipercikkan pada setiap bibittanaman(Syairullahwahana, 2011).

Pada asalnya, mosehe ataumosehe wonua mengandung maknaupacara penyucian diri karenamelanggar adat. Tarimana (1993)mengemukakan ada lima macam ritualmosehe, yaitu: MoseheNdi’olu (mosehedengan menggunakan telur),MoseheManu (mosehe denganmenggunakan ayam), MoseheNgginiku(mosehe dengan menggunakankerbau), MoseheDahu (mosehe denganmenggunakan anjing), danMoseheNdono (mosehe denganmenggunakan orang sebagai kurban).Pelaksanaan jenis-jenis mosehe inidilakukan dengan mempertimbangkanbesar kecilnya kesalahan yang akandisucikan.

Dalam kepercayaan suku Tolakiyang tercetus dalam sastra lisannya,diyakini ada beberapa kisah yangberkaitan dengan penyelenggaraanritual Mosehe Wonua. Di antaranyaadalah kisah Kolo Imba dan kisahKonggoasa. Di dalam kisah Kolo Imba

diceritakan di negeri Lalolae ada duaorang kakak beradik, laki-laki danperempuan, yang melanggar normasusila melakukan hubungan seksual.Seluruh negeri mendapat malapetakaakibat perbuatan kedua anak manusiasedarah ini. Negeri Lalolaeditenggelamkan hingga banyak wargayang meninggal dunia. Demi menebusdosa dan mencegah malapetaka yangmungkin menimpa lagi, warga Lalolaeyang tersisa mengadakan ritual MoseheWonua.

Sementara itu, di dalam kisahKonggoasa diceritakan malapetakamenimpa penduduk negeri ketikamereka berhasil membunuh burungraksasa yang kejam, dikenal dengansebutan Konggoasa atau Konggaaha.Bangkai burung raksasa inimenimbulkan masalah berupa ulat-ulatkecil ‘otimo’ yang mencemari sungaidan daratan sehingga warga banyakterjangkit penyakit. Untuk mengatasihal ini, Anakia Larumbalangi memintaagar diadakan ritual Mosehe Wonuauntuk menyucikan dan membersihkanjiwa masyarakat dari amarah danbencana. Ia memohon kepada makhlukgaib penguasa alam ‘sangia’ agardiangkat segala malapetaka dandidatangkan keberkahan bagi warga.Setelah dilakukan upacara ini, turunlahhujan deras yang menyapu semuaotimo dan sisa bangkai Konggaahahingga ke muara sungai Lamekongga.Konon, tulang belulang Konggaahaberubah menjadi batu-batu karangtempat hidup dan berkembang biaknyaberbagai macam ikan, sedangkantetesan darah Konggaaha meresap kedalam tanah menjadikannya subur dankaya akan nikel.

Koentjaraningrat mengemukakanempat aspek yang terdapat di dalamupacara keagamaan atau kepercayaan,yakni tempat upacara dilakukan, saat-saat upacara dilakukan, benda-benda

Page 7: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

120

dan alat upacara, serta orang-orangyang melakukan/memimpin upacara(Syairullahwahana, 2011). Benda-benda dan alat upacara yang menjadipersyaratan dilaksanakannya ritualMosehe Wonua adalah karambauputeh(kerbau putih), telur ayam, air putih, otaru (lilin lebah), o kati (kain putih),tawabite (daun sirih), o wua (buahpinang), o wule (kapur), o piso (pisau),dan watambundi (batang pisang)

Sementara itu, ada beberapaorang yang terlibat daam pelaksanaanritual Mosehe Wonua dengan tugasnyamasing-masing, yaitu to’onomosehe(masyarakat yang berkumpulmengikuti ritual), to’onomosahu(penombak yang bertugasmenombak kurban), o ima(imam yangbertugas memotong kurban),mboawoy(panitia pelaksana, termasukdi dalamnya to’ono motuo), danmbusehe(pembaca mantra khususdalam ritual Mosehe Wonua)

Pelaksanaan ritual MoseheWonua telah banyak mengalamiperubahan dari waktu ke waktu.Sebelum masuknya agama Islam,kerbau putih yang dijadikan kurban,ditombak oleh to’ono mosahu sampaimati. Namun, setelah Islam dikenal di

tanah Tolaki, penombakan dilakukanhanya sebagai simbolitas, selanjutnyakurban disembelih secara Islami olehseorang imam ‘o ima’. Pada masasekarang, selain mosehe yangdilakukan oleh pribadi-pribadi ketikaada perselisihan di antara mereka,pelaksanaan ritual Mosehe Wonuasecara besar-besaran diprakarsai olehpemerintah daerah, sekaligus dijadikansalah satu daya tarik pariwisata.Biasanya acara ini dilaksanakansetahun sekali, di kota/kabupaten yangmerupakan wilayah asli suku Tolaki.Misalnya, pada perayaan hari ulangtahun ke-184 kota Kendari, ritualMosehe Wonua dilaksanakan sebagaisalah satu mata acaranya (Suparman,2015).

Rekonstruksi Ritual ImpresifMosehe Wonua dalam RitusKonawe

Pada empat di antara 80 judulpuisi yang ada di dalam RitusKonawe,terbaca adanya muatan ritual MoseheWonua. Keempat puisi ini berjudulRitus Konawe, Pada Desa yangBerkabung, Ritus Mosehe, dan RitusMosehe Ritus Tolaki.

Ritus Konawe

Kubiarkan engkau larungkan tubuh di iring-iringan tarianTerbenam ke dalam palung jantung LuloKubiarkan engkau menjamah tradisi Haluoleoyang hampir ranggasMenghentak-hentakan bumi, seperti bercakapkepada rahasia ritus konaweRahasia gelombang sukma orang Tolaki yang terkubur waktu

Kawanan penabuh genderang yang bergerombolMelarikkan gelegar karandu yang saling berperangTiba-tiba kau roboh sambil menyeka derai lukaMembakar dupa dan menyebar doaSerupa Tonomotuo upacara Mosehe

Page 8: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

121

Bersila dengan guratan wajah misterius, dengan Kalosarameletakkan upacara sederhanaMereka menyeka gelisahnya sendiriPada sisa doa, kerbau putih, dan juga kumandangTangis tikaian

Adakah ritus Mosehe ituTelah meluruhkan pikiranmuHingga sebelum fajar menyeruak ke bumi anoaKau sudah lebih dahulu bergetirMeronta-ronta berhasrat di tanah leluhur

Konawe, 2013 (Konawe, 2014, hlm. 29)

Pada Desa yang Berkabung

Apakah kau dengar swara gambus yang lindapDi huma kebun kelapa berkabut asap, mengendapDengan miris mengajakmu berkencan pada dingin embunDengan lirih bersahutan memanggil sukmamuDalam ritus-ritus sendu

Meski kita berdua tiada dapat menolak tiba balaTidak akan pernah kita jadi sendawaAtau berlusin anak panahUntuk membayar reratusan belasungkawa

Kita! Anak hawa dan adamAnak dari desa yang temaram

Kendari, 2011 (Konawe, 2014, hlm. 41)

Ritus Mosehe

Dari muasal Tanah KonaweTembikar pandanMelilit erat simpul rotanBerlingkaran di antara pinang dan dedaunan siriBeralas tetoron putih sebagai kesucian

Perlahan pabitara menyentuh sukmaTembangkan makna peribahasa:“ni ino saramami”Bukan mantra basabasiHanya petuah temurunYang masih utuh walau guntur menggemuruh beruntun

Page 9: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

122

Sepejam mataTaawu dihunuskanKerbau putih sebagai simbol tumbalDarahnya bercecer mengusir sesalIa lemas telah mengusir tikaiYang tak padam

Konawe, 2004Catatan:“ni ino saramami”: inilah persembahan adat kamiTaawu: pedang panjang khas adat suku Tolaki(Konawe, 2014, hlm. 89)

Ritus Mosehe Ritus Tolaki

Tanah Tolaki beraroma dukaYang berselisihan, yang menabur tabuSeketika luruh ke upacara adat

“Pada tikar-tikar pandanMelilit erat tiga simpulan rotanBerlingkaran di antara dedaunan siriDan buah pinangBeralas kain putih

- persaudaraan kesucian”KalosaraKe langitDiagungkan

DengarlahPabitara menyentuh sukmaMenembang pembuka percakapan“ni ino saramami”- petuah adat turun temurunTerus utuh walau gunturBergemuruh beruntun tak gentar.Orang-orang diam khusyukMembuang amarahnya yang menusukKe liang-liang upacara Mosehe

Demi siapa mata taawu dihunuskan?Menggorok leher tumbalLalu darahnya berceceran ke bumiBerserah kepada alam

Tanah Tolaki beraroma dukaYang berselisihan, yang menabur tabu

Page 10: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

123

Kerbau putih tumbangLemas dan limbungMenolak abala kampungMembayar utang-utang perseteruan

Siapakah mencipta perang ini?Siapa telah memanggil ritus-ritus ini?

Konawe, 2004(Konawe, 2014, hlm. 95)

Rekonstruksi, yang dipahamisebagai penyusunan ataupenggambaran kembali, membutuhkaninformasi terkait pertanyaan 5w-1h(what, who, when, where, why, andhow ‘apa, siapa, kapan, di mana,mengapa, dan bagaimana’). Untuklebih mengoperasionalkanpembahasan, subbab akan dibagidengan mengacu pada komponenpertanyaan: Apakah ritual MoseheWonua? Siapa pelaku ritual MoseheWonua? Kapan ritual Mosehe Wonuadilaksanakan? Mengapa ritual MoseheWonua dilaksanakan? Dan bagaimanaritual Mosehe Wonua dilaksanakan?Informasi digali dari keempat puisiIwan Konawe yang diinterpretasikanmengandung relasi dengan ritualMosehe Wonua. Pada beberapapengertian, jawaban atas pertanyaan“apa” merupakan peleburan seluruhinformasi dari keempat pertanyaanlainnya. Untuk itu, informasi “apa”ritual Mosehe Wonua ditempatkanpaling akhir dalam subbab ini.Pembahasan diintegrasikan denganempat aspek yang terdapat di dalamupacara keagamaan atau kepercayaan(tempat, waktu, benda-benda dan alatupacara, dan orang-orang yangmelaksanakan) direkonstruksikanmelalui bahasa yang padat berbentukpuisi.

Kapan Dilaksanakan Ritual MoseheWonua?

Pertanyaan dalam subbab inimencakup kapan dan sejak kapan ritualMosehe Wonua dilakukan. Mengacupada data objek Mosehe Wonua dalambudaya orang Tolaki, tercatat bahwaritual ini dilaksanakan ketika adaperselisihan di antara warga, atauketika terjadi bencana-bencana yangmenyebabkan kedukaan di seluruhnegeri dengan maksud mengupayakanperdamaian. Informasi inidirekonstruksikan dengan manis dalamRitusKonawe tidak dengan kata-katapenunjuk waktu. Setidaknya, penyairmerekonstruksikan kapan dan sejakkapan ritual Mosehe Wonuadilaksanakan di dalam RM, PDB, danRMRT.

Larik pertama RM, /Dari muasalTanah Konawe/, mengantarkan imajipembaca kepada zaman awalpembangunan Kerajaan Konawe.Zaman ini berelasi erat dengan RatuWekoila, peletak kalo sebagai pokokadat suku Tolaki. Artinya, penyairmerekonstruksikan ritual MoseheWonua sebagai sesuatu yang telahsejak dahulu disepakati secara adat danditerima secara sadar dan ikhlas olehsuku Tolaki.

Puisi PDB membawa imajikepada suasana redup sebuah desadengan tokoh sepasang anak manusia,

Page 11: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

124

anak hawa dan adam. Secarakeseluruhan, puisi ini mengantar danmerelasikan pemahaman pembacapada latar belakang dilakukannya ritualMosehe Wonua yang terdapat dalamsalah satu cerita rakyat Tolaki, yaituKolo Imba. Imaji ini sekaligusmemberikan informasi mengenaikapan ritual Mosehe Wonuadilaksanakan dalam kehidupan budayasuku Tolaki. Di dalam puisi initergambar eksotisme suasana desadengan huma di kebun kelapaditingkah lirihnya suara gambus. Anakhawa dan adam di dalam puisi inidapat dianalogikan dengan Imba dankakaknya. Perbuatan asusila merekaditegaskan dengan pilihan kataberkencan dan kalimat dengan lirihbersahutan memanggil sukmamu.

Anak hawa dan adam tidak dapatmencegah malapetaka akibat perbuatanmereka. Dua larik pertama bait keduaPDB menyuarakan ketidakberdayaanmereka. Kata sendawa pada larik/Tidak akan pernah kita jadi sendawa/menuntun pemaknaan bahwa merekatidak akan pernah dapat menebuskesalahan yang mereka lakukan.Sendawa adalah reaksi alami tubuhmanusia ketika perut terasa terlalupenuh, dengan mengeluarkan sedikitudara melalui mulut. Sendawamengindikasikan sesuatu yangmelegakan, dalam konteks kisah Imba,sendawa merepresentasikan penebusandosa. Bahkan, meskipun kesalahantersebut ditebus dengan nyawa mereka,tidak akan tuntas terbayar.Penyangatan ini terbaca pada larik/Atau berlusin anak panah/ dan /untukmembayar reratusan belasungkawa/.

Sementara itu, di dalam RMRT,pada bait pertama dan bait kelimadiulang larik /Tanah Tolaki beraromaduka/ dan /yang berselisih yangmenabur tabu/. Kedua larik ini cukupmengakomodasi informasi kapan ritual

Mosehe Wonua dilaksanakan, yakniketika negeri orang Tolaki sedangberduka akibat terjadi perselisihan atauada di antara mereka yang melanggarnorma adat atau norma susila.

Mengapa Dilaksanakan MoseheWonua?

Orang Tolaki melaksanakanritual Mosehe Wonua dengan tujuanmenyucikan negeri. Penyuciandilakukan dengan asumsi merekaditimpa bencana akibat perbuatanmereka sendiri yang melanggar adat.Dalam RitusKonawe, alasan atautujuan mosehe wonuadirekonstruksikan dalam dua datapuisi, RM dan RMRT.

Di dalam RM, pada tiga larikterakhir /Darahnya berceceranmengusir sesal/, /Ia lemas telahmengusir tikai/, dan /Yang tak padam/,merupakan rekonstruksi mengaparitual Mosehe Wonua dilaksanakan. Didalamnya terbaca bahwa darah kerbauputih yang dijadikan tumbal ditujukanuntuk mengusir sesal atas kesalahanyang terlanjur dilakukan. Kesalahanyang dimaksud di sini adalahkesalahan sebagian atau keseluruhanwarga negeri yang melanggar adat,misalnya terlibat pertikaian ataumelakukan tindak asusila. Meskipunlarik terakhir /Yang tak padam/menyiratkan kemungkinan bahwasesungguhnya sesal dan tikai itu tidakpadam, tetapi ritual Mosehe Wonuatetap dilaksanakan sebagai penawar.

Larik terakhir pada RMdirelasikan dengan penjelasan padatiga larik terakhir bait ketiga puisiRMRT, /Orang-orang diam khusyuk/,/Membuang amarahnya yangmenusuk/, dan /Ke liang-liang upacaraMosehe/. Perelasian ini menghasilkanpenjelasan lebih dalam mengenaimengapa dilaksanakan ritual Mosehe

Page 12: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

125

Wonua, yakni untuk memfasilitasipihak-pihak yang bertikai untukmenawarkan segala amarah, lalumeredamnya melalui ritual.

Puisi RMRT jugamerekonstruksikan tujuan diadakannyaritual Mosehe Wonua pada dua larikterakhir bait kelima. Kedua larik inilebih memberikan generalisasikonotasi tujuan ritual bagi negeri,/Menolak abala kampung/ dan/Membayar utang-utang perseteruan/.Melalui pelaksanaan ritual MoseheWonua, suku Tolaki mengkhidmatkanikhtiarnya dalam menolak bala. Selainitu, ritual juga ditujukan sebagai upayamendamaikan perseteruan di antarawarga. Di dalam RK, terselip selariksatir mengenai pelaksanaan ritualMosehe Wonua. Larik /Merekamenyeka gelisahnya sendiri/menyiratkan kekhawatiran penyairakan kemungkinan bahwa pelaksanaanritual ini sesungguhnya tidak denganserta merta melenyapkan kegelisahanatas rasa bersalah dan pertikaian yangterpendam jauh di dasar hati. Larik iniberkorelasi positif dengan larik dalamRM, /Ia lemas telah mengusir tikai/,dan /Yang tak padam/.

Di Mana Dilaksanakan RitualMosehe Wonua?

Penunjuk tempat pelaksanaanritual Mosehe Wonua terdapat padabeberapa bagian puisi data. Penyairmerekonstruksikan informasi tempatpelaksanaan ritual MoseheWonuasetidaknya dengan tujuh diksi:Tanah Konawe, Tanah Tolaki, bumianoa, kampung, desa yang temaram,palung jantung Lulo, dan tanahleluhur. Di dalam keempat puisi data,penyair menyandingkan sertamelesapkan rekonstruksi tempat kedalam informasi lain.

Dalam RM larik pertama, /Darimuasal Tanah Konawe/, disebutkandengan jelas nama tempat di manaritual Mosehe Wonua hidup dan diakuisebagai produknya, yaitu tanahKonawe. Pada larik ini informasitempat disandingkan dengan informasiwaktu /Dari muasal Tanah Konawe/yang memberikan konotasi bahwaritual ini adalah sesuatu yang telahberakar sejak lama di Tanah Konawe.

Puisi RMRT mengulang fraseTanah Tolaki pada bait pertama danbait terakhir, /Tanah Tolaki beraromaduka/, beraroma duka merupakanrekonstruksi nuansa dan situasi dalampelaksanaan ritual. Nuansa duka iniditegaskan berangkaian dengan larik/Menolak abala kampung/. Abalakampung dan Tanah Tolaki beraromaduka merujuk pada objek serta nuansadan situasi yang sama, tetapi pada larik/Menolak abala kampung/ situasi inidilesapkan ke dalam rekonstruksimengapa ritual Mosehe Wonuadilaksanakan.

Dalam PDB terdapat larik senduyang ditempatkan di akhir puisi, /Anakdari desa yang temaram/. Larik inidifungsikan sebagai penegas lariksebelumnya, /Kita! Anak hawa danadam/. Desa yang temaram sebagaitempat lahir dan tinggal anak hawadan adam membawa pembaca kepadadua pemaknaan. Pertama, temaramyang berarti remang-remang, suatukeadaan yang lebih mendekati gelapketimbang terang, menjadi referensianggapan anak hawa dan adam akankekolotan desa tersebut, kekolotanyang menganggap nista cinta merekaberdua. Kedua, temaram-nya desatempat asal anak hawa dan adam jugadapat diberi makna kemurungan danmalapetaka yang terjadi akibat dariperbuatan asusila mereka. Intinya, desatempat dilaksanakannya ritual MoseheWonua disandingkan dengan kata

Page 13: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

126

temaram sehingga secara maknawiterlesapkan di dalam rekonstruksinuansa atau situasi.

Pada RK, tempat ritual MoseheWonua direkonstruksikan dengan lebihmenukik ke dalam. Penyairmenggunakan diksi palung jantungLulo sehingga secara estetika dan etikalebih bernilai rasa Tolaki. Lulo adalahtarian khas suku Tolaki yang masihhidup dan diminati sampai sekarang.Pemilihan frase palung jantung Lulomenjadikan ritual Mosehe Wonua didalam puisi ini diposisikan sebagai(salah satu) esensi terdalam budayaorang Tolaki. Bumi anoa dan tanahleluhur menjadi penyangatrekonstruksi yang diwujudkan dalampalung jantung Lulo.

Bagaimana Pelaksanaan MoseheWonua?

Bagian ini mendapatkan porsirekonstruksi terbesar. Iwan Konawemengeksplorasi lebih luas untukinformasi bagaimana ritual MoseheWonua dilaksanakan. Benda dan alatyang menurut Koentjaraningratmerupakan bagian dari tata laksanaritual keagamaan/kepercayaan, tidakluput dari eksplorasi rekonstruksi ritualMosehe Wonua di dalam RitusKonawe. Benda-benda dan alat upacarayang menjadi persyaratandilaksanakannyaritual Mosehe Wonuapada dasarnya terbagiatas kategorikurban, benda/alat, pelaksana(pelaksana ritual dibahas pada subbabtersendiri), dan tata cara pelaksanaan.

Kurban/TumbalMengacu pada penjelasan

Tarimana (1993), orang Tolakimengenal berbagai jenis kurbansebagai persyaratan ritualMoseheWonua, seperti telur, ayam,kerbau, anjing, dan orang, bergantung

pada berat/ringannya kesalahan yangdilakukan atau malapetaka yanghendak ditolak. Sementara itu,Syairullahwahana (2011) mencatatkerbau putih dan telur ayam sebagaikurban dalam ritual ini. Di dalamRitusKonawe, kurban dalam ritualMoseheWonua direkonstruksikandengan lebih sempit, yaitu hanyakerbau putih. Hal ini terbaca pada puisiRK, RM, dan RMRT. Larik dalamRM/Kerbau putih sebagai simboltumbal/ dan /darahnya bercecermengusir sesal/, larik dalam RK /Padasisa doa, kerbau putih, dan jugakumandang/, /Tangis tikaian/, dan larikdalam RMRT /kerbau putih tumbang/,/lemas dan limbung/, /menolak abalakampung/ memuat kurban atau tumbalkerbau putih.

Dari ketiga puisi yang menyebutjenis kurban atau tumbal, penyairmewakilkan hanya pada satu jenistumbal yang merupakan jenis tumbalterbesar, biasa digunakan untukmosehe seluruh negeri. Sekadarcatatan, pengurbanan manusia yangtertulis di dalam Tarimana (1993)sudah sejak lama tidak pernah lagidilakukan. Jadi, kurban terbesar dalampelaksanaan ritual Mosehe Wonuaadalah seekor kerbau putih yang cukupmahal harganya.

Benda/AlatBenda/alat yang digunakan

dalam MoseheWonua dirinci olehSyairullahwahana, di antaranya airputih, o taru (lilin lebah), o kati (kainputih), tawa bite (daun sirih), o wua(buah pinang), o wule (kapur), o piso(pisau), dan wata mbundi (batangpisang). Iwan Konawemerekonstruksikan bahan dan alatyang digunakan dalam ritualMoseheWonua ke dalam puisi-puisinyadengan cukup utuh, meskipun tidaksemua benda yang disebutkan

Page 14: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

127

Syairullahwahana terwakili di dalamRitus Konawe.

Diawali dengan RM yangsebagian besarnya memuatrekonstruksi bagaimana ritual MoseheWonua dilaksanakan, yaitu pada larik-larik di bagian tengah, /Tembikarpandan/, /Melilit erat simpul rotan/,/Berlingkaran di antara pinang dandedaunan siri/, /Beralas tetoron putihsebagai kesucian/, dan /Taawudihunuskan/. Tembikar bermaknadenotatif benda yang terbuat daritanah, tetapi dengan keterangan katapandan, penyair mengarahkan imajipada anyaman daun pandan siwoleuwa,talam persegi yang biasanya terbuatdari anyaman daun palem hutan ataudaun kelapa, tetapi pada beberapakesempatan, daun pandan biasa jugadigunakan sebagai bahan bakuanyaman. Siwoleuwa digunakansebagai alas untuk meletakkan kalodalam upacara-upacara adat Tolaki.Selanjutnya, pilihan kata melilit,simpulrotan, berlingkaran, pinang dandedaunan siri (maksudnya daun sirih),dan tetoronputih merupakanrekonstruksi dari ornamen kalo ataukalosara, pokok adat suku Tolaki.Ornamen budaya ini sudah sangatdipahami untuk selalu hadir dalamkesatuan paket yang terdiri atas kalo,daun sirih, pinang, dan kapur,diletakkan di atas siwole uwa denganberalaskan kain kaci putih. Penyairmemilih jenis kain tetoron sebagaipengganti kain kaci. Selain itu, didalam RMpenyair merekonstruksikanalat pisau ‘o piso’ yang diperlukan didalam ritual dengan diksi taawu.Penyair memberikan penjelasan dibawah puisinya (taawu: pedangpanjang khas adat suku Tolaki).

Di dalam RMRT, penyairmengulang rekonstruksi alat/bendayang digunakan dalam Mosehe Wonuadengan menambahkan beberapa

penjelasan. RM dianggap hadir lebihdahulu dibanding RMRT karenamuncul pada halaman 89, sedangkanRMRT pada halaman 95. Kedua puisiini ditulis pada tahun yang sama, 2004.Jadi, penulis berasumsi bahwakreativitaspenyair dalam menciptakanRMRT dipengaruhi langsung oleh RM.Larik-larik /”Pada tikar-tikar pandan/,/Melilit erat tiga simpulan rotan/,/Berlingkaran di antara dedaunansiri/, Dan buah pinang/, /Beralas kainputih-persaudaraan kesucian/,/Kalosara/, dan /Demi siapa matataawu dihunuskan?/. Terdapatperubahan dalam RMRT dibandingRM, berupa: (1) tikar-tikar pandandimunculkan dalam RMRT dengan duakemungkinan, yaitu analogi tembikarpandan atau tikar sebagai tempatduduk para warga yang menghadiriritual Mosehe Wonua; (2) penyebutankain putih untuk kain kaci putih, dalamRMpenyair lebih spesifik menyebutjenis kain: tetoron, selain itu adapenambahan keterangan –persaudaraan kesucian, sebuahpenjelasan yang mengacu pada maknakain putih yang dijadikan alaskalosara; (3) penyebutan kalosarasecara nyata menegaskan relasi daribenda-benda yang disebutkansebelumnya bahwa mereka dihadirkansebagai satu kesatuan dengan kalosara,pokok adat suku Tolaki. Hal ini tidaksecara nyata direkonstruksikan dalamRM; dan (4) Penegasan bahwa taawudihunuskan demi seseorang atausekelompok orang, denganmelesapkannya ke dalam larikberbentuk kalimat pertanyaan /Demisiapa mata taawu dihunuskan?/. Didalam RMRT tidak lagi diberiketerangan tentang makna kata taawu,dengan asumsi pembaca sudahmengetahuinya dari catatan puisi RM.

Page 15: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

128

Tata Cara PelaksanaanPenyair melesapkan rekonstruksi

tata cara pelaksanaan ritualMoseheWonua di dalam badan puisi-puisinya. Di dalam bait pertama RMterekam bahwa ornamen lengkapkalosara sebagai simbol persaudaraansuci digunakan dalam ritual. Sementaraitu, bait kedua RM merekonstruksikanperan pabitara selaku pemimpin ritualmenuturkan mantra-mantra mosehe,disambung dengan rekonstruksipengurbanan kerbau putih sebagaitumbal ritual. Dengan konten yangpersis sama, tata cara pelaksanaanritual Mosehe Wonuadirekonstruksikan pada bait kedua,ketiga, dan keempat puisi RMRT.

Sementara itu, dalam puisi RKpenyair merekonstruksikanpelaksanaan ritual Mosehe Wonuadalam konteks kekinian. Pada baitpertama terbaca adanya tari lulo dalampelaksanaan ritual. Fenomena inimerupakan perkembanganpelaksanaannya pada zaman sekarang.Terlebih, pada beberapa larik lainnyadimunculkan pesan kepunahan tradisimosehe. Misalnya pada larik/Kubiarkan engkau menjamah tradisiHaluoleo/, /yang hampir ranggas/, dan/Rahasia gelombang sukma orangTolaki yang terkubur waktu/. Yanghampir ranggas dan yang terkuburwaktu sangat jelas merekonstruksikanposisi ritual Mosehe Wonua pada eramodern yang sedikit banyak mulaiditinggalkan oleh masyarakatpemiliknya dan mulai bergesermenjadi produk budaya yang sudahtereduksi nilai kesakralannya,digantikan dengan nilai-nilai ekonomiatas nama pembangunan.

Siapa (yang Melaksanakan) RitualMosehe Wonua?

Beberapa orang yang terlibatdalam pelaksanaan ritual Mosehe

Wonua dengan tugas tertentu, yaituto’ono mosehe (masyarakat yangberkumpul mengikuti ritual),to’onomosahu (penombak kurban), oima (imam yang menyembelihkurban), mboawoy (panitia pelaksana,termasuk di dalamnya to’ono motuo),dan mbusehe (pembaca mantra).Beberapa orang yang terlibat danterkait dalam pelaksanaan ritualMosehe Wonuadirekonstruksikan olehpenyairpada keempat puisi data.

Dalam RM terdapat kata pabitarayang bermakna hakim adat/juru bicara.Pabitara digambarkan menuturkanpetuah leluhur suku Tolaki, ni inosaramami. Sementara itu, dalam puisiRMRT, penyair kembali menggunakankata pabitara dengan tuturan petuahyang sama, ni ino saramami. Di dalampuisi ini, pada bait pertamadimunculkan larik /Yang berselisihan,yang menabur tabu/ yang secarakeseluruhan merujuk kepada pihakyang menyebabkan ritual MoseheWonua itu dilaksanakan. Pada baitterakhir, rujukan ini ditegaskan denganlarik /Siapakah mencipta perang ini?/dan /Siapa telah memanggil ritus-ritusini?/. Ketiga larik dalam RMRT inimengacu pada subjek yang sama,yakni pemantik dilaksanakannya ritualMosehe Wonua. Subjek ini jugamuncul di dalam PDB. Di dalam puisiyang secara keseluruhan terbacasebagai replika kisah Kolo Imba ini,terdapat tigasubjek atau penunjuksubjek, yaitu aku lirik, kau, dan kita!Anak hawa dan adam. Dalamkaitannya dengan pelaksanaan ritualMosehe Wonua, ketiganya merujukpada satu pihak, yaitu mereka yangmenyebabkan ritual Mosehe Wonuadilaksanakan.

Puisi RKmemuat lebih banyakrekonstruksi pelaksana yang terlibatdalam ritual. Pertama ada aku lirik,lalu kata engkau pada larik /Kubiarkan

Page 16: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

129

engkau larungkan tubuh di iring-iringan tarian/, /Terbenam ke dalampalung jantung Lulo/, dan /Kubiarkanengkau menjamah tradisi Haluoleo;yang hampir ranggas/. Kata engkauyang digambarkan berada di dalampusaran ritual mengarahkan imajipembaca kepada peserta ritual. Akantetapi, pada bait kedua, larik /Tiba-tibakau roboh sambil menyeka derai luka/,penyair berbelok acuan, menjadikanengkausebagai kerbau putih yangdikurbankan. Pada bait kedua terdapatjuga penabuh genderang, tonomotuoupacara mosehe, dan mereka.Tonomotuo (atau sering juga dituliskandengan to’onomotuo) dan pabitaramewakili pemangku adat sebagaipemimpin ritual, meskipun tidakdisebut mbusehe atau mboawoy.Secaraumum, kata tonomotuo dan pabitaradapat merepresentasikan tetua adatyang ditugasi memandu jalannya ritual.Demikian pula dengan keberadaan oima (penyembelih kurban) dan to’onomosahu (penombak kurban)terekonstruksi secara tidak langsungpada larik /Menggorok leher tumbal/(RMRT) dan /Taawu dihunuskan/,/Kerbau putih sebagai simbol tumbal/(RM). Penyair merekonstruksikanpelaku ritual Mosehe Wonua secaralebih makro pada RK bait pertama larikterakhir dengan frase orang Tolakidalam /Rahasia gelombang sukmaorang Tolaki yang terkubur waktu/.

Apakah Ritual Mosehe Wonua?

Sesungguhnya, jawaban ataspertanyaan, “Apakah ritual MoseheWonua?” merupakan penggabungandari keseluruhan pembahasan padasubbab Rekonstruksi Mosehe Wonuadalam RitusKonawe. Denganmenggabungkan dan merelasikansetiap rekonstruksi penyair dalampembahasan puisi-puisinya, diperoleh

pemahaman yang cukup utuh meliputiaspek fisik dan aspek nonfisik. Aspekfisik ritual Mosehe Wonua meliputibenda/alat, kurban, pelaksana, dantempat. Sementara itu, aspek nonfisikmeliputi informasi waktu pelaksanaan,situasi, tujuan, dan keterkaitan ritualMosehe Wonua dengan fenomenabudaya Tolaki lainnya seperti mitosWekoila, Kolo Imba, dan Konggoasa.Segala informasi direkonstruksikanmelalui kata-kata yang terangkai didalam RM, PDB, RK, dan RMRT.

Dalam kreativitas penciptaankaryanya, penyair menangkap faktasosial berupa praktik ritual MoseheWonua yang sebelumnya telahdieksternalisasi melalui konstruksisosial suku Tolaki sebagai pemiliknya.Fakta sosial yang ditangkapnya iniselanjutnya diperam dalam prosesbatiniah konstruksi literer, lalumewujud dalam bentuk karya sastra,yaitu empat puisi dalam RitusKonawe.Proses yang menjembatani datamentah berupa ritual MoseheWonuadengan keempat puisi yang menjadilahan rekonstruksi, merupakan bidangproses kreatif yang di dalamnya teramuaspek imajinasi dan kreativitas penyair.Ritual Mosehe Wonua direkostruksikandalam puisi-puisi gubahan penyairdengan memanfaatkan bentuk danstruktur fisik puisi (perwajahan puisi,diksi, pengimajian, kata konkret,majas, dan verifikasi).

Perwajahan puisi yangditampilkan penyair dalam puisi datamencakup pelarikan dan pembaitan.Bentuk fisik puisi jelas terlihat dalamteknik penuangannya melalui tulisan.Pada RMRT terdapat dua larik unikyang difungsikan sebagai penjelas satuatau beberapa larik sebelumnya. Larikpenjelas ini dituliskan lebih menjorokdengan didahului tanda (-). Larik-lariktersebut adalah /- persaudaraankesucian/ sebagai penjelas larik-larik

Page 17: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

130

tentang ornamen kalosara dan larik/petuah adat turun temurun/ sebagaipenjelas larik /”ni ino saramami”/.Selain pada RMRT, larik yangdituliskan menjorok juga terdapat padaRK. Dalam RK, larik /yang hampirranggas/ merupakan kelanjutan lariksebelumnya, sehingga apabilakeduanya digabungkan akanmembentuk kalimat lengkap/Kubiarkan engkau menjamah tradisiHaluoleo/ /yang hampir ranggas/;demikian pula larik /tangis tikaian/yang melengkapi kalimat pada lariksebelumnya, /Pada sisa doa, kerbauputih, dan juga kumandang/ /Tangistikaian/.

Pemilihan diksi yang tepatmendukung efek sakral dan duka yangmelekat pada ritual Mosehe Wonua.Kecermatan penyair memilih kata-katadapat terbaca dari keseluruhan puisidata. Hanya pada dua puisi yangtampak sebagai pengulangan, yaitu RMdan RMRT. Namun, pemilihan katacukup mendukung nilai kesakralanritual dan lokalitas suku Tolaki, sepertiyang sudah dipaparkan pada sub-subbab sebelumnya.

Pengimajian dapat ditemui padakeempat puisi data. Pada dasarnya,keempatnya memang sarat akanpengimajian. Misalnya, imaji suara(auditif) didapati pada larik-larik:/Tembangkan makna peribahasa:/ /”niino saramami/ (RM), /Dengarlah//Pabitara menyentuh sukmamu/, /Terusutuh walau guntur/ /Bergemuruhberuntun tak gentar/ (RMRT), /Apakahkau dengar swara gambus yanglindap/ /Dengan lirih bersahutanmemanggil sukmamu/ (PDB),/Menghentak-hentakkan bumi, sepertibercakap/ /melarikkan gelegarkarandu yang saling berperang/ (RK).Imaji penglihatan (visual) di antaranyaterdapat pada larik-larik: /Tembikarpandan/ /Melilit erat simpul rotan/

/berlingkaran di antara pinang dandedaunan siri/ /Beralas tetoron putihsebagai kesucian/ (RM),/Kalosara/ /Kelangit/ /Diagungkan/ (RMRT), /Dihuma kebun kelapa berkabut asap,mengendap/ (PDB), /Tiba-tiba kauroboh sambil menyeka derai luka//Membakar dupa dan menyebar doa/(RK). Pengimajian nonkonkret yanglebih berelasi dengan kekayaan budayasuku Tolaki adalah pengimajian padamitos Kolo Imba, mitos Wekoila, dantari lulo.

Pemanfaatan kata konkret danmajas atau bahasa figuratif menjadimetode yang cukup efektif dalammerekonstruksikan ritualMoseheWonua di dalam puisi data.Pemunculan kata konkret dalam puisiakan memunculkan imaji pambaca.Larik-larik dalam RM berikutmemberikan representasi kata konkrethasil ramuan penyair untukmerekonstruksikan ritual MoseheWonua: /Taawu dihunuskan//Kerbauputih sebagai simbol tumbal//Darahnya bercecer mengusir sesal//Ia lemas telah mengusir tikai/ /Yangtak padam/.Kata konkret taawu,kerbauputih dan darahnyabercecerdisandingkan dengan bahasa figuratifsekaitan peruntukan mereka di dalampelaksanaan ritual, yaitu mengusirsesal dan mengusir tikai yang(sebetulnya mungkin) tak padam.

Aspek verifikasi yang dapatterdeteksi dalam tulisan puisi adalahrima, sedangkan ritma dan metrumlebih dapat dikenali ketika puisidideklamasikan. Keempat puisi datadituliskan dengan model pembaitanbebas, tidak mengatur diri dalamjumlah-jumlah tertentu, baik jumlahsuku kata dalam tiap larik, jumlah larikdalam tiap bait, maupun sajak bunyiantarlarik. Rima dalam keempat puisidata di antaranya dapat dijumpai padaPDB, sajak bunyi akhir tiap larik pada

Page 18: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Heksa Biopsi P.H.: Rekonstruksi Impresif Ritual Mosehe Wonua…

131

bait pertama: lindap – mengendap –embun – sukmamu – sendu; sajakbunyi akhir tiap larik pada bait kedua:bala – sendawa – panah -belasungkawa; sajak bunyi akhir tiaplarik pada bait ketiga: adam –temaram. Pada RMRT penyairmelakukan repetisi di bait terakhirdengan mengulang kata tanya siapa:/Siapakah mencipta perang ini?//Siapa telah memanggil ritus-ritusini?/. Pengulangan ini memberipenekanan pada aspek siapasebenarnya yang menginginkan danmengharuskan ritual dilakukan.

PENUTUP

Ritual Mosehe Wonua yangmerupakan kebudayaan milik sukuTolaki, termasuk penyair,direkonstruksikan ke dalam empatjudul puisi pada buku RitusKonawe.Melalui kreativitasnya, penyairmeramu informasi terkait pelaksanaanritual tersebut, meliputi aspekpertanyaan 5w-1h (what, who, when,where, why, and how ‘apa, siapa,kapan, di mana, mengapa, danbagaimana’), yang di dalamnyadirekonstruksikan pula aspek benda-benda dan alat upacara yang menjadipersyaratan dilaksanakannyaritualMosehe Wonua (terbagiatas kategorikurban dan benda/alat).

Penyair membahasakan ritualMoseheWonua melalui tahaprekonstruksi literer denganmemanfaatkan struktur puisi yangmeliputi perwajahan puisi, diksi,pengimajian, kata konkret, majas, danverifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hari, C. S. (2015). Kartu pos daritenggara: Konawe dalam puisiSyaifuddin Gani. Dalam FirmanAD & Sandra Safitri Hanan(ed.),

Pemertahanan Bahasa Daerahdalam Bingkai KeberagamanBudaya di Sulawesi Tenggara(Prosiding Kongres II Bahasa-Bahasa Daerah SulawesiTenggara 2014, 193-200.Kendari: Kantor Bahasa ProvinsiSulawesi Tenggara.

Hastuti, H. B. P. (2013). Representasiperempuan Tolaki dalam mitos:Studi terhadap Mitos Oheo danMitos Wekoila. Tesis. Kendari:Universitas Halu Oleo.

Konawe, I. (2014). RitusKonawe.Bantul: Framepublishing

Noor, R. (2007). Pengantar pengkajiansastra. Semarang: Fasindo.

Siswanto, W. (2008). Pengantar teorisastra. Jakarta: Grasindo.

Sudewa, I. K. (2012). “Sajak“Nyanyian Angsa” karya WS.Rendra: Analisis antropologisastra”. Pustaka, Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya,XII(1): 65-82.

Suparman. (15 Mei 2015). Upacaraadat ‘mosehe’ warnai HUT ke-184 Kendari. Diperoleh dariantarasultra.com.

Syairullahwahana. (29 Desember2011). Mosehe Wonua diKabupaten Kolaka. Skripsi.Diperoleh darisyairullahwahana.blogspot.com

Ratna, N. K. (2011). Antropologisastra: Peranan unsur-unsurkebudayaan dalam proseskreatif. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Ratih, R. (2012). “Pendekatanintertekstual dalam penelitian

Page 19: REKONSTRUKSI IMPRESIF RITUAL DALAM RITUSKONAWE

Kandai Vol. 12, No. 1, Mei 2016; 116—134

132

sastra”. Teori Penelitian Sastra(editor: Jabrohim): 171—182.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rokhmansyah, A. (2011). Teoriintertekstual. Diperoleh darihttp://phianz1989.blogspot.com

Tarimana, A. (1993). KebudayaanTolaki. Jakarta: Balai Pustaka.

.