-
REFERAT
SINDROM NEFROTIK
Disusun oleh :
Frisca Aprillia Halim
07120100055
Pembimbing :
dr. Widya Wirawan, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMKITAL MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 14 JULI 20 SEPTEMBER 2014
1
-
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
i
BAB I.
PENDAHULUAN...................................................................................
1
BAB II. ANATOMI
..............................................................................................
3
2.1 Anatomi ginjal
...................................................................................
3
2.2 Vaskularisasi ginjal
............................................................................
12
2.3 Persarafan ginjal
................................................................................
13
2.4 Fungsi ginjal
......................................................................................13
BAB III. FISIOLOGI GINJAL
............................................................................
15
3.1 Tahap-tahap pembentukan
urin.........................................................
15
3.1.1 Filtrasi glomerulus
............................................................ 16
3.1.2 Reabsorpsi tubulus
............................................................ 19
3.1.3 Sekresi tubulus
..................................................................
25
3.2 Ekskresi urin
....................................................................................
27
BAB IV. SINDROM NEFROTIK
........................................................................30
4.1 Pengertian
.......................................................................................
30
4.2 Etiologi
............................................................................................
30
4.3 Klinis dan patofisiologi
...................................................................
36
4.3.1 Proteinuria
.......................................................................
37
4.3.2 Hipoalbuminemia
............................................................ 38
4.3.3 Edema
..............................................................................
40
4.3.4 Hiperkolestrolemia
...........................................................41
4.3.5 Kelainan tubulus ginjal
.....................................................42
4.3.6 Klinis lain pada sindrom nefrotik
.....................................42
4.4 Diagnosis
.......................................................................................
42
4.5 Komplikasi
....................................................................................
47
4.5.1 Keseimbangan Nitrogen
......................................................... 47
4.5.2 Lipiduria
..................................................................................47
4.5.3 Hiperkoagulasi
........................................................................48
4.5.4 Metabolisme kalsium dan tulang
............................................48
2
-
4.5.5 Infeksi
.....................................................................................49
4.5.6 Gangguan fungsi ginjal
..........................................................49
4.5.7 Komplikasi lain pada sindrom nefrotik
..................................49
4.6 Pengobatan
....................................................................................50
4.6.1 Imunosupresif
.........................................................................50
4.6.2 Antikoagulan
..........................................................................54
4.6.3 Pengobatan hipoalbuminemia dan
penurunan tekanan onkotik
....................................................55
4.6.4 Pengobatan retensi natrium dan air
........................................55
4.6.5 Pengobatan lokal
.....................................................................57
4.6.6. Tindakan umum
.....................................................................
57
4.7 Prognosis
.....................................................................................
58
BAB V. KESIMPULAN
......................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................61
3
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sindrom Nefrotik adalah kumpulan gejala yang disebabkan penyakit
yang
merusak sistem filtrasi ginjal di glomerulus. Keadaan ini
ditandai dengan
proteinuria berat (>3,5g/dl), hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema
anasarka. Sindrom nefrotik dibedakan menjadi dua berdasarkan
penyebabnya
yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder.
Disebut sindrom
nefrotik primer karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sindrom
nefrotik primer
dapat disebabkan karena Glomerulonefritis lesi minimal
(GNLM),
Glomerulosklerosis fokal (GSF), Glomerulonefritis membranosa
(GNMN),
Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP), dan
Glomerulonefritis
proliferatif lain. Sedangkan sindrom nefrotik sekunder timbul
sebagai akibat dari
suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab
yang nyata seperti
misalnya infeksi, DM, trombosis vena renalis, SLE, keganasan,
penyakit jaringan
penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Glomerulonefritis
primer atau idiopatik merupakan penyebab sindrom nefrotik yang
paling sering.1
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan
Glomerulonefritis lesi
minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6
tahun saat
diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada
wanita. Pada orang
dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur
rata-rata 30-50
tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Dari 387
biopsi ginjal pasien
sindrom nefrotik dewasa yang dikumpulkan di jakarta dilaporkan,
GNLM
didapatkan pada 44.7% GNMsP (GN mesangioproliferatif) pada
14.2%, GSFS
pada 11.6%, GNMP pada 8.0% dan GNMN pada 6.5%.1
Untuk menegakkan diagnosis sindrom nefrotik dapat melalui
anamnesis
(kebiasaan mengkonsumsi obat tertentu), pemeriksaan fisik
(edema) dan
pemeriksaan urin (proteinuria, kelainan sedimen, lipiduria, faal
ginjal),
pemeriksaan darah (hiperlipoproteinemia, perubahan protien
serum,
4
-
hipoalbuminemia), dan pemeriksaan radiologi (Foto polos perut
dan pielogram
intravena, Inferior veno cavogram).2
Komplikasi yang dapat timbul pada sindrom nefrotik adalah
gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperlipidemia, hiperkoagulasi, infeksi,
dan gangguan
fungsi ginjal. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik
yang ditujukan
terhadap penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk
mengurangi
proteinuria, mengontrol edema, dan mengobati komplikasi.2
Prognosis sindrom nefrotik pada umur muda atau anak-anak dan
wanita
lebih baik dari pada umur tua atau dewasa dan laki-laki.
Pengobatan yang
terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbul gambaran klinis
mempunyai
prognosis buruk. Kematian terutama disebabkan gagal ginjal
kronis dengan
sindrom azotemia, infeksi sekunder ekstra renal (penumonia) atau
renal
(pielonefritis) dan gagal sirkulasi akut.3
5
-
BAB II
ANATOMI2.1 ANATOMI GINJAL
Gambar 1. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang
terletak
retroperitoneal dibawah hati dan limpa. Ginjal pada orang dewasa
berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2.3 3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan
manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau
kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit
ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus
hepatis dexter
yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang
tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak
perirenal dan
lemak pararenal yang membantu meredam guncangan. Batas atas
ginjal kiri
setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah
ginjal kiri setinggi
vertebra lumbalis III. Di bagian atas ginjal terdapat kelenjar
adrenal yang disebut
juga kelenjar suprarenal. Pada fetus dan infant, ginjal
berlobulasi. Makin
bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu dewasa
menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri
atas piramid-
piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah.
Tiap-tiap piramid
dipisahkan oleh columna berinti. Dasar piramid di tutup oleh
korteks, sedangkan
puncaknya (papila marginalis) menonjol kedalam kaliks minor.
Beberapa kaliks
minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3
ditiap ginjal. Kaliks
6
-
mayor atau minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di
pelvis renalis inilah
keluar ureter. Korteks terdiri atas glomerulus dan tubuli,
sedangkan pada medula
hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli akan membentuk
nefron, satu unit
nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop of
henle, tubulus distal.4,5
Tiap ginjal mempunyai kurang lebih 1.5 2 juta nefron, berarti
kurang
lebih 1.5 2 juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari
glomerulus, dimana
pada glomerulus filtrasi dimulai. Filtrat adalah isotonik dengan
plasma pada
konsentrasi 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat
telah
diabsorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285
mosmol. Saat
infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung
henle, konsentrasi
filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi
makin lama makin
encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas
lengkung, saat
filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi
semakin pekat sehingga
akhirnya isoosmotik dengan plasma darah pada ujung duktus
pengumpul. Ketika
filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul konsentrasi
filtrat meningkat
pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah di reabsobsi
dan hanya
sekitar 1% yang disekresi sebagai urin atau kemih.4,5
Tabel 1. Batas-batas ginjal
Batas Ginjal kanan dan kiriGinjal kiri Ginjal kanan
anterior Dinding dorsal gaster
Pankreas
Limpa
Vasa lienalis
Usus halus
Fleksura lienalis
Lobus kanan hati
Duodenum pars descendens
Fleksura hepatica
Usus halus
posterior Diafragma
M. psoas major
M. quadratus lumborum
M. tranversus abdominal (aponeurosis)
7
-
N. subcostalis
N. iliohypogastricus
A. subcostalis
aa. Lumbales 1-2, iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal
kiri).
Gambar 2. Bagian-bagian ginjal
a. Kapsul Ginjal (fibrous capsule)
Tiap ginjal dibungkus dalam suatu membran transparan yang
berserat atau
kapsul ginjal. Membran ini melindungi ginjal dari trauma dan
infeksi. Membran
ini biasanya 2-3 milimeter tebalnya. Pada orang normal, kapsul
ginjal berwarna
merah muda, tembus cahaya, halus dan mengkilat. kapsul tersusun
dari serat yang
kuat, terutama kolagen dan elastin atau protein berserat, yang
membantu
menyokong massa ginjal dan melindungi jaringan vital dari luka.
Kapsul ginjal
menerima suplai darah dari arteri interlobar yaitu percabangan
dari arteri utama
ginjal. Pembuluh darah ini menjalar melalui korteks ginjal dan
berujung pada
kapsul ginjal.4
b. Korteks Ginjal
Korteks ginjal merupakan lapisan terluar ginjal. Lapisan ini
terletak di
antara kapsul ginjal dan medula. Bagian atas nefron yaitu
glomerulus dan loop of
henle berada di lapisan ini. Korteks ginjal adalah jariangan
yang kuat yang
melindungi lapisan dalam ginjal. Pada orang dewasa korteks
ginjal membentuk
zona luar yang halus tersambung dengan projectil atau kolom
kortikal yang
8
-
menjulur di antara piramid. Dalam lapisan ini terdapat corpuscle
ginjal dan
tubulus ginjal kecuali untuk bagian dari loop of henle yang
turun ke dalam
medula. Korteks ginjal juga mengandung pembuluh darah dan
kortikal pembuluh
penampung.4
c. Medula Ginjal (renal pyramids)
Medula berada dibawah korteks. Bagian ini merupakan area yang
berisi 8
sampai 18 bagian berbentuk kerucut yaitu piramid, yang terbentuk
dari ikatan
saluran berukuran mikroskopis. Ujung dari tiap piramid mengarah
pada bagian
pusat ginjal. Saluran ini mengangkut urin dari kortikal atau
bagian luar ginjal,
dimana urin dihasilkan ke kaliks. Kaliks merupakan suatu
penampung berbentuk
cangkir tempat urin terkumpul sebelum mencapai kandung kemih
melalui ureter.4
Ruang di antara piramid diisi oleh korteks dan membentuk
struktur yang
disebut renal columns. Ujung dari tiap piramid yang disebut
papilla, menuju pada
kaliks di pusat tengah ginjal. Permukaan papilla memiliki
penampilan seperti
saringan karena banyaknya lubang-lubang kecil tempat dimana
tetesan urin lewat.
Setiap lubang merupakan ujung dari sebuah saluran yang merupakan
bagian dari
nefron, yang disebut saluran bellini, dimana semua saluran
pengumpul di dalam
piramid mengarah. Serat otot mengarah dari kaliks menuju
papilla. Saat serat otot
pada kaliks berkontraksi, urin mengalir melalui saluran bellini
kedalam kaliks.
Urin kemudian mengalir ke kandung kemih melalui renal pelvis dan
ureter.4,5
d. Pelvis Ginjal
Pelvis ginjal berada di tengah ginjal sebagai saluran urin
mengalir dari
ginjal ke kandung kemih. Bentuk pelvis ginjal seperti corong
yang melengkung di
satu sisinya. Pelvis ginjal hampir seluruhnya dibungkus oleh
lekukan pada sisi
cekung ginjal yang disebut sinus. Ujung akhir dari pelvis
memiliki bentuk seperti
cangkir yang disebut kaliks.4
Pelvis ginjal dilapisi oleh lapisan membran berselaput lendir
yang lembab
dan tebalnya hanya beberapa sel. Membran ini terkait bungkus
yang lebih tebal
dari serat otot yang halus, yang dibungkus lagi dengan lapisan
jaringan yang
terhubung. Membran berselaput lendir pada pelvis ini agak
berlipat sehingga
9
-
terdapat ruang bagi jaringan untuk mengembang ketika urin
menggelembungkan
pelvis. Serat otot dalam lapisan longitudinal dan melingkar.
Kontraksi lapisan otot
terjadi dengan gelombang yang bersifat periodik yang disebut
gerak peristaltik
pelvis. Gerakan ini mendorong urin dari pelvis menuju ureter dan
kandung kemih,
dengan adanya pelapis pada pelvis dan ureter yang tidak dapat
ditembus oleh
substansi normal dalam urin, maka dinding tidak menyerap cairan.
4,5
e. Vena dan Arteri Ginjal
Dua pembuluh darah penting yaitu vena ginjal dan arteri ginjal.
Dua
pembuluh ini merupakan percabangan dari aorta abdominal atau
bagian
abdominal dari arteri utama yang berasal dari jantung dan masuk
ke dalam ginjal
melalui bagian cekung ginjal. Di bagian dalam sisi cekung ginjal
terdapat lubang,
yang disebut hilum atau pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter, nervus, dan
tempat dimana
arteri ginjal masuk.4
Setelah masuk melalui hilum, arteri ginjal terbagi menjadi dua
cabang
besar, dan setiap cabang terbagi menjadi beberapa arteri yang
lebih kecil yang
membawa darah ke nefron, unit fungsional dari ginjal. Darah yang
telah diproses
oleh nefron akhirnya mencapai vena ginjal yang membawa darah
kembali ke vena
cava inferior dan ke sisi kanan jantung.4
f. Nefron
Terletak di antara kortex dan medula. Nefron terlihat seperti
pembuluh
atau saluran kusut, namun tiap nefron memiliki susunan tertentu
sehingga
memungkinkan proses penyaringan limbah dalam darah.4
Tiap nefron pada ginjal dapat mencapai panjang 30-55 mm. Pada
satu
ujung nefron tertutup melebar dan melipat membentuk struktur
berbentuk cangkir
berdinding dua yang disebut corpuscular capsule atau kapsul
bowman. Kapsul ini
membungkus glomerulus yaitu struktur utama nefron dalam fungsi
penyaringan.4
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut terutama
elektrolit
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan
10
-
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan
dibuang. Reabsopsi dan pembuangn dilakukan menggunakan
mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan
disebut urin.4,5
Struktur nefron:
Gambar 3. Struktur nefron
1. Glomerulus
Gambar 4. Glomerulus
11
-
Glomerulus adalah filter utama nefron dan terletak dalam kapsul
bowman.
Glomerulus dan seluruh kapsul bowman membentuk renal corpuscle,
unit
filtrasi dasar dari ginjal. Dari kapsul bowman, keluar pembuluh
sempit,
disebut proximal convoluted tubule. Tubule ini berkelok-kelok
sampai
berakhir pada saluran pengumpul yang menyalurkan urin ke pelvis
ginjal.
Darah melewati glomerulus atau kapiler dan disaring sehingga
terbentuk
filtrat atau urin yang masih encer yang berjumlah kira-kira 170
L/hari,
kemudian dialirkan melalui pipa atau saluran yang disebut
tubulus. Urin
dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kencing, kemudian
keluar
melalui uretra.5
Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut
laju filtrasi
glomerular (LFG). LFG normal dewasa : 120 cc/menit/1.73 m2.
LFG
normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh
anak.4
Glomeruli mengandung kapiler-kapiler arteri yang tekanan
hidrostatiknya
lebih tinggi daripada tekanan hidrostatik pada kapiler-kapiler
lain.
Tekanannya sekitar 75 mmHg. 5
Ginjal mempertahankan keasaman plasma darah pada kisaran 7.4
melalui
pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya urin yang
dihasilkan
dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8. Kadar ion
natrium
dikendalikan melalui proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron
untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus
konvulasi.
Kenaikkan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan
atau
kekurangan air dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi
sinyal pada
kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar
pituitari
mensekresi hormon antidiuretik atau vasopresin untuk menekan
sekresi air
sehingga terjadi perubahan tingkat absoprsi air pada tubulus
ginjal.
Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi
98%.4,5
Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125 ml filtrat per menit. 125
ml
diabsorbsi dan 1 ml dikeluarkan kedalam kaliks sebagai urin.
Setiap 24
jam dibentuk sekitar 1500 ml urin.5
12
-
2. Tubulus Proximal
Gambar 5. Tubulus ginjal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak
melakukan reabsopsi yaitu kurang lebih 60-80 % dari ultrafiltrat
yang
terletak di glomerulus. Zat-zat yang direabsobsi adalah protein,
asam
amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula
dengan
elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus ion (citrat,
malat, asam
karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang dieksresi asam dan basa
organik.4,5
3. Loop of Henle
Loop of Henle merupakan bagian dari tubulus ginjal yang
kemudian
menjadi sangat sempit yang menjulur jauh kebawah kapsul bowman
dan
kemudian naik lagi ke atas membentuk huruf U. Disekeliling loop
of henle
dan bagian lain tubulus renal terdapat jaringan kapiler, yang
terbentuk dari
pembuluh darah kecil yang bercabang dari glomerulus.4,5
Perbedaan fungsional pars desendens ansa henle yang membawa
cairan
dari tubulus proksimal hingga jauh ke dalam medula dan pars
asendens
yang membawa cairan naik dan keluar dari medula untuk masuk
ke
tubulus distal sangat penting untuk menciptakan gradien osmotik
vertikal
di cairan interstisium medula.4,5
13
-
Tabel 2. Perbedaan pars desendens dan asendens
Pars desendens Pars asendensSangat permeabel terhadap H2O Secara
aktif memindahkan NaCl
keluar dari lumen tubulus untuk
masuk ke dalam cairan interstisium
sekitar. Tidak secara aktif mengeluarkan
Na yaitu bagian ini tidak
mereabsorpsi Na. Ini adalah satu-
satunya segmen tubulus yang tidak
melakukannya
Selalu impermeabel terhadap H2O
sehingga garam meninggalkan cairan
tubulus tanpa diikuti secara osmotik
oleh H2O.
4. Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit
dengan
cara reabsorbsi Na dan H2O dan eksresi Na, K, Amonium dan
ion
hidrogen.4,5
5. Tubulus Pengumpul
Setiap tubulus pengumpul memiliki panjang sekitar 20-22 mm
dan
berdiameter 20-50 mikron. Dinding dari tubulus tersusun dari sel
dengan
proyeksi seperti rambut, lentur seperti cambuk. Gerakan dari sel
cambuk
membantu gerakan sekresi sepanjang pembuluh. Pada saat
tubulus
pengumpul menjadi lebih lebar diameternya, tinggi sel ini
meningkat
sehingga dinding menjadi lebih tebal. Fungsi utama dari tubulus
adalah
melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat
yang terbentuk di glomerulus.4,5
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai
dengan
umur :
a. 1-2 hari : 30-60 mL
b. 3-10 hari : 100 300 mL
c. 10 hari 2 bln : 250 450 mL
14
-
d. 2 bln 1 thn : 400 500 mL
e. 1 - 3 thn : 500 600 mL
f. 3 5 thn : 600 700 mL
g. 5 8 thn : 650 800 mL
h. 8 -14 thn : 800 1400 mL
2.1.1 Vaskularisasi Ginjal
Gambar 6. Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah ke dalam
vena cava inferior
yang terletak di kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
ke dalam hilus, arteri
tersebut bercabang menjadi arteri interlobalis yang berjalan
diantara piramid dan
selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri
interlobularis kemudian
membentuk arteriola aferen pada glomerulus.4
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus
disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan
dialirkan ke dalam
vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris, dan
vena renalis akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal
dilalui oleh sekitar 1200
mL darah permenit yang berarti darah yang beredar dalam tubuh
melalui ginjal
15
-
setiap 4 -5 menit, suatu volume yang sama dengan 20 25 % curah
jantung (5000
mL/menit) lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada
korteks
sedangkan sisanya dialirkan ke medula. Sifat khusus aliran darah
ginjal adalah
otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteriol aferen
mempunyai kapasitas
interinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon
terhadap perubahan
tekanan darah arteri, dengan demikian mempertahankan aliran
darah ginjal dan
filtrasi glomerulus tetap konstan.4,5
2.1.2 Persarafan Ginjal
Gambar 7. Persarafan ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor).
Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal.
Saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal.4
2.1.3 Fungsi Ginjal
Ginjal berfungsi sebagai 5 :
a. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh
b. Mempertahankan osmolalitas cairan tubuh yang sesuai, terutama
melalui
regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah
fluks-fluks
osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat
menyebabkan
pembengkakkan atau penciutan sel yang merugikan.
16
-
c. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES,
termasuk natrium,
klorida, kalium, kalsium, ion hidrogen, bikarbonat, fosfat,
sulfat, dan magnesium.
Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam
CES dapat
berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K CES
dapat
menyebabkan disfungsi jantung.
d. Mempertahankan volume plasma yang tepat yang penting dalam
pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran
regulatorik ginjal dalam keseimbangan garam (Na dan Cl) dan
H2O.
e. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh yang
tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H dan HCO3 di urin
f. Mengekskresikan produk-produk akhir metabolisme tubuh,
misalnya urea, asam
urat dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan
sisa menjadi
racun.
g. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif
makannan,
pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke
tubuh.
h. Menghasilkan eritropoietin, suatu hormon yang merangsang
produksi sel darah
merah.
i. Menghasilkan renin, suatu hormon enzim yang memicu suatu
reaksi berantai
yang penting dalam penghematan garam oleh ginjal.
j. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
17
-
BAB III
FISIOLOGI
3.1 TAHAP PEMBENTUKAN URIN
Gambar 8. Tahap pembentukan urin
Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urine :
Filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Semua
konstituen di dalam
darah H2O, nutrien, elektrolit, zat sisa kecuali protein dan sel
darah secara
nonselektif masuk ke lumen tubulus dalam jumlah besar selama
filtrasi, yaitu dari
20% plasma yang difiltrasi di glomerulus segala sesuatu yang ada
di bagian
plasma tersebut masuk ke kapsul bowman. Bahan terfiltrasi yang
tidak diinginkan
dibiarkan tertinggal di cairan tubulus untuk diekskresikan
sebagai urin. Filtrasi
glomerulus dapat dianggap sebagai pemindahan sebagian dari
plasma, dengan
semua komponen esensial dan komponen yang perlu dikeluarkan dari
tubuh.5
18
-
3.1.1 FILTRASI GLOMERULUS
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul bowman
harus
melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus, dinding
kapiler
glomerulus, membran basal dan lapisan dalam kapsul bowman.
Lapisan-lapisan
ini berfungsi sebagai saringan molekuler halus yang menahan sel
darah dan
protein plasma tetapi membolehkan H2O dan zat terlarut dengan
ukuran molekul
kecil lewat.5
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel
gepeng.
Membran basal adalah lapisan gelatinosa aselular atau tidak
mengandung sel yang
terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip di antara
glomerulus dan
kapsul bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural dan
glikoprotein
menghambat filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma
yang lebih besar
tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori kapiler,
tetapi pori ini masih
dapat melewatkan albumin dan protein plasma kecil.5
Sebagian penyakit ginjal yang ditandai oleh albumin berlebihan
di dalam
urin disebabkan oleh gangguan pada muatan negatif di membran
basal yang
menyebabkan membran glomerulus lebih permeabel terhadap albumin
meskipun
ukuran pori kapiler tidak berubah.5
Lapisan terakhir membran glomerulus adalah lapisan dalam
kapsul
bowman. Lapisan ini terdiri dari podosit yang mengelilingi
glomerulus. Setiap
podosit memiliki banyak foot process memanjang yang saling
menjalin dengan
foot process podosit sekitar. Celah sempit antara foot process
yang berdampingan
dikenal dengan celah filtrasi membentuk jalur tempat cairan
meninggalkan kapiler
glomerulus menuju lumen kapsul bowman.5
Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus :
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah didalam kapiler glomerulus. Tekanan ini
pada
akhirnya bergantung pada konsentrasi jantung dan resistensi
terhadap
aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen.
Tekanan
darah kapiler glomerulus dengan nilai rerata diperkirakan 55
mmHg.
Lebih tinggi daripada tekanan darah kapiler di tempat lain.
Penyebab
19
-
lebih tingginya tekanan di kapiler glomerulus adalah garis
tengah
arteriol aferen yang lebih besar dibandingkan dengan arteriol
eferen.
Karena darah dapat lebih mudah masuk kedalam glomerulus
melalui
arteriol aferen yang lebar daripada keluar melalui arteriol
eferen yang
lebih sempit maka tekanan darah kapiler glomerulus tetap tinggi
akibat
terbendungnya darah di kapiler glomerulus. Selain itu,
karena
tingginya resistensi yang dihasilkan oleh arteriol eferen maka
tekanan
darah tidak memiliki kecenderungan untuk turun disepanjang
kapiler
glomerulus seperti di kapiler lain. Tekanan darah glomerulus
yang
tinggi dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan
keluar
glomerulus menuju kapsul bowman diseluruh panjang kapiler
glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan
filtrasi
glomerulus. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus
mendorong
filtrasi dua gaya lain yang bekerja menembus membran
glomerulus
melawan filtrasi.5
Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi
tak
seimbang protein-protein plasma di kedua sisi membran
glomerulus.
Karena tidak dapat difiltrasi maka protein plasma terdapat
dikapiler
glomerulus tetapi tidak di kapsul bowman. Karena itu,
konsentrasi
H2O lebih tinggi di kapsul bowman daripada di kapiler
glomerulus.
Timbul kecenderungan H2O untuk berpindah melalui osmosis
menuruni gradien konsentrasinya sendiri dari kapsul bowman ke
dalam
glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Gaya osmotik ini
rata-rata 30
mmHg yaitu sedikit lebih tinggi daripada di kapiler lain.
Tekanan ini
lebih tinggi karena H2O yang difiltrasi keluar darah glomerulus
jauh
lebih banyak sehingga konsentrasi protein plasma lebih tinggi
daripada
di tempat lain.5
Tekanan hidrostatik kapsul bowman, tekanan yang ditimbulkan
oleh
cairan di bagian awal tubulus ini diperkirakan sekitar 15
mmHg.
Tekanan ini, yang cenderung mendorong cairan keluar kapsul
bowman,
melawan filtrasi cairan dari glomerulus menuju kapsul bowman.
5
20
-
Gambar 9. Gaya dalam filtrasi glomerulus
Gaya-gaya yang bekerja menembus membran glomerulus tidak
berada
dalam keseimbangan. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah
tekanan darah
kapiler glomerulus yaitu 55 mmHg. Jumlah dua gaya yang melawan
filtrasi adalah
45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg)
disebut tekanan
filtrasi netto.5
LFG = Kf x tekanan filtrasi netto
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke
glomerulus
disaring pada tekanan filtrasi netto 10 mmHg, melalui seluruh
glomerulus secara
kolektif dihasilkan 180 liter filtrat glomerulus setiap hari
untuk LFG rata-rata 125
ml/mnt pada pria dan 115 ml/mnt pada wanita.5
Besar tekanan darah kapiler glomerulus bergantung pada laju
aliran darah
di dalam masing-masing glomerulus. Jika resistensi di arteriol
aferen meningkat
maka darah yang mengalir ke glomerulus lebih sedikit sehingga
LFG berkurang.
Sebaliknya, jika resistensi arteriol aferen berkurang maka lebih
banyak darah
mengalir ke dalam glomerulus dan LFG meningkat. Tekanan darah
kapiler
21
-
glomerulus dan LFG berbanding lurus. Tekanan darah glomerulus
konstan dan
LFG stabil meskipun terjadi perubahan tekanan darah arteri.
Peningkatan LFG
dapat dikompensasi dengan kontriksi arteriol aferen yang
menurunkan aliran
darah ke dalam glomerulus sehingga menurunkan tekanan darah
glomerulus dan
LFG normal. Mekanisme ini disebut dengan mekanisme otoregulasi
dimana
perubahan spontan tak sengaja LFG dicegah oleh mekanisme
regulasi intrinsik
yang dilakukan oleh ginjal sendiri.5
Tekanan arteri rata-rata normal adalah 93 mmHg, sehingga kisaran
ini
mencakup perubahan transien tekanan darah yang menyertai
aktivitas sehari-hari
yang tidak berkaitan dengan kebutuhan untuk ginjal mengatur
ekskresi H2O dan
garam, misalnya peningkatan normal tekanan darah saat olahraga.
Otoregulasi
penting karena pergeseran LFG yang tidak diinginkan dapat
menyebabkan ketidak
seimbangan cairan, elektrolit dan zat sisa. 5
3.1.2 REABSOPSI TUBULUS5
Semua konstituen plasma kecuali protein difiltrasi bersama
melalui kapiler
glomerulus. Selain zat sisa dan kelebihan bahan yang harus
dikeluarkan oleh
tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrien, elektrolit dan
bahan lain yang
dibutuhkan oleh tubuh. Melalui filtrasi glomerulus yang terus
menerus, jumlah
dari bahan-bahan yang terfiltrasi per hari lebih besar daripada
yang ada di tubuh.
Bahan-bahan esensial yang terfiltrasi dikembalikan ke tubuh
melalui reabsopsi
tubulus, transfer diskret bahan-bahan dari lumen tubulus ke
dalam kapiler
peritubulus. Hanya sedikit konstituen plasma yang terfiltrasi
dan bermanfaat bagi
tubuh terdapat di urin karena sebagian besar telah direabsopsi
dan dikembalikan
ke darah. Dari 125 ml/mnt cairan yang terfiltrasi, biasanya 124
ml/mnt
direabsopsi.5 Reabsopsi tubulus melibatkan transpor transepitel,
tahap-tahap
transpor transepitel yaitu5 :
Tahap 1 bahan harus meninggalkan cairan tubulus dengan
melewati
membran luminal sel tubulus
Tahap 2 bahan harus melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus
ke sisi
lainnya
22
-
Tahap 3 bahan harus melewatu membran basolateral sel tubulus
untuk
masuk ke cairan interstisium
Tahap 4 bahan harus berdifusi melalui cairan interstisium
Tahap 5 bahan ahrus menembus dinding kapiler untuk masuk ke
plasma darah
Gambar 10. Transpor transepitel
Terdapat dua jenis reabsopsi tubulus yaitu reabsopsi pasif dan
reabsorpsi
aktif tergantung pada pengeluaran energi lokal untuk reabsorpsi
bahan tertentu.
Pada reabsorpsi pasif semua tahap dalam transpor transepitel
suatu bahan dari
lumen tubulus ke plasma bersifat pasif yaitu tidak ada
pengeluaran energi pada
perpindahan netto bahan yang terjadi mengikuti penurunan gradien
elektrokimia
atau osmotik. Sebaliknya reabsorpsi aktif berlangsung jika salah
satu dari tahap-
tahap dalam transpor transepitel suatu bahan memerlukan energi,
bahkan jika
keempat tahap lainnya bersifat pasif. Pada reabsorpsi aktif,
perpindahan netto
bahan dari lumen tubulus ke plasma terjadi melawan gradien
elektrokimia. Bahan
yang secara aktif direabsorpsi bersifat penting bagi tubuh,
misalnya glukosa, asam
amino, dan nutrien organik lainnya serta Na dan elektrolit lain
seperti PO43-.5
Reabsorpsi natrium memiliki peran penting berbeda-beda di
masing-
masing segemen5 :
Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting
dalam
reabsorpsi glukosa, asam amino, H2O, Cl, dan urea.
23
-
Reabsorpsi natrium di pars asendens ansa henle bersama
dengan
reabsorpsi Cl, berperan sangat penting dalam kemampuan
ginjal
menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume bervariasi,
bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menghemat atau
mengeluarkan H2O.
Reabsorpsi natrium di tubulus distal dan koligentes bervariasi
dan
berada dibawah kontrol hormon. Reabsorpsi ini berperan dalam
mengatur volume CES yang penting dalam kontrol jangka
panjang
tekanan darah arteri, dan juga sebagian berkaitan dengan sekresi
K+
dan sekresi H+.
Gambar 11. Reabsorpsi natrium
Pompa basolateral sel tubulus memindahkan Na+ keluar sel tubulus
ke
dalam ruang lateral, konsentrasi Na intrasel terjaga tetap
rendah sementara
konsentrasi Na di ruang lateral terus meningkat, jadi pompa ini
memindahkan Na
melawan gradien konsentrasi. Karena konsentrasi Na intrasel
dijaga tetap rendah
oleh aktivitas pompa basolateral maka terbentuk gradien
konsentrasi mendorong
perpindahan pasif Na dari konsentrasinya yang lebih tinggi di
lumen tubulus
menembus batas luminal dan pengangkut yang memungkinkan
perpindahan Na
dari lumen ke dalam sel bervariasi di berbagai bagian tubulus,
tetapi perpindahan
Na menembus membran luminal selalu merupakan proses pasif.
Hormon yang
merangsang reabsorpsi Na di tubulus distal dan koligentes adalah
renin angiotensi
aldosteron (SRAA). Sedangkan obat yang mempengaruhi reabsorpsi
Na adalah
diuretik dan angiotensin converting enzyme.5
24
-
Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transpor aktif
sekunder
dependen Na. Dimana glukosa merupakan bahan yang direabsorpsi
oleh ginjal
secara aktif dan tidak diatur oleh ginjal. Konsentrasi glukosa
plasma normal
adalah 100 mg glukosa/100ml plasma. Karena glukosa terfiltrasi
bebas di
glomerulus maka bahan ini melewati kapsul bowman dengan
konsentrasi yang
sama dengan konsentrasi di plasma. Dalam ginjal dikenal yang
namanya jumlah
terfiltrasi yaitu jumlah setiap bahan yang difiltrasi per
menit.5
Jumlah filtrasi suatu bahan = konsentrasi plasma bahan x LFG
bahan
Maksimum tubulus glukosa adalah 375 mg/mnt yaitu mekanisme
pengangkutan glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi hingga 375
mg glukosa
per menit sebelum mencapai kemampuan transpor maksimalnya.
Konsentrasi
glukosa plasma harus lebih besar daripada 300mg/100ml lebih dari
tiga kali
normal sebelum jumlah yang difiltrasi melebihi 375mg/mnt dan
glukosa mulai
muncul dalam urin. Konsentrasi plasma dimana maksimum tubulus
tercapai dan
bahan mulai muncul di urin disebut ambang ginjal. Pada maksimum
tubulus rata-
rata 375 mg/mnt dan LFG 125 ml/mnt, ambang ginjal untuk glukosa
adalah 300
mg/ml. Diatas maksimum tubulus, reabsorpsi akan tetap pada laju
maksimumnya
dan setiap peningkatan lebih lanjut jumlah yang difiltrasi akan
menyebabkan
peningkatan sebanding jumlah bahan yang dieksresikan. 5
Fosfat merupakan bahan yang direabsorpsi secara aktif dan diatur
oleh
ginjal. Tubulus dapat mereabsorpsi hingga jumlah yang setara
dengan konsentrasi
fosfat plasma, maka kelebihan fosfat yang masuk cepat
dikeluarkan ke dalam urin,
memulihkan konsentrasi plasma ke normal. Semakin banyak jumlah
fosfat yang
ditelan melebihi kebutuhan tubuh, semakin besar jumlah yang
diekskresikan.
Dengan demikian ginjal mempertahankan konsentrasi fosfat yang
diperlukan dan
mengeluarkan setiap kelebihan fosfat yang masuk.5
Reabsopsi aktif Na menyebabkan reabsorpsi pasif Cl, H2O dan
urea. Cl
bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif menuruni gradien
listrik yang tercipta
oleh reabsorpsi aktif natrium yang bermuatan positif. Umumnya
ion klorida
mengalir di antara, bukan menembus sel tubulus. Jumlah Cl yang
direabsorpsi
ditentukan oleh laju reabsorpsi aktif Na dan tidak dikontrol
langsung oleh ginjal.5
25
-
Air direabsorpsi secara pasif diseluruh panjang tubulus karena
H2O secara
osmosis mengikuti Na yang direabsorpsi secara aktif. Dari H2O
yang difiltrasi
65% atau 117 liter sehari direabsorpsi secara pasif pada akhir
tubulus proksimal.
Sebanyak 15% dari H2O yang difiltrasi direabsorpsi di ansa
henle. Total 80%
H2O yang difiltrasi direabsorpsi tubulus proksimal dan ansa
henle berapapun
jumlah H2O di tubuh dan tidak berada di bawah kontrol. Sisa 20%
nya
direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di tubulus distal. Jumlah
yang direabsorpsi
di tubulus distal dan koligentes berada di bawah kontrol
langsung hormon,
bergantung pada status hidrasi tubuh. Tidak ada bagian tubulus
yang secara
langsung memerlukan energi untuk reabsorpsi H2O dalam jumlah
besar. Selama
reabsorpsi, H2O melewati akuaporin atau saluran air yang
terbentuk oleh protein-
protein membran plasma spesifik di sel tubulus. Di berbagai
bagian nefron
terdapat beragam jenis saluran air. Saluran air di tubulus
proksimal selalu terbuka
sehingga bagian ini sangat permeabel terhadap H2O. Sebaliknya,
saluran di
bagian distal nefron diatur oleh hormon vasopresin sehingga
reabsorpsi H2O di
bagian ini berubah-ubah.5
Reabsorpsi pasif urea, selain Cl dan H2O juga secara tidak
langsung
berkaitan dengan reabsorpsi aktif Na. Urea adalah produk sisa
dari pemecahan
protein. Reabsorpsi H2O yang berlangsung secara osmotis di
tubulus proksimal
sekunder terhadap reabsorpsi aktif Na menghasilkan gradien
konsentrasi untuk
urea yang mendorong reabsorpsi pasif bahan sisa. Reabsorpsi H2O
di tubulus
proksimal secara bertahap mengurangi filtrat semula 125 ml/mnt
menjadi hanya
44 ml/mnt cairan yang tertinggal di lumen di akhir tubulus
proksimal. Bahan yang
telah terfiltrasi tetapi belum direabsorpsi menjadi semakin
pekat didalam cairan
tubulus karena H2O direabsorpsi sementara bahan lain tertinggal.
Konsentrasi
urea saat difiltrasi di glomerulus identik dengan konsentrasinya
di plasma yang
masuk ke kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea yang ada dalam
125 ml cairan
yang difiltrasi di awal tubulus proksimal terkonsentrasi hingga
tiga kali lipat
dalam 44 ml cairan yang tersisa diakhir tubulus proksimal.
Akibatnya konsentrasi
urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada
konsentrasi urea di
kapiler sekitar. Karena itu, terbentuk gradien konsentrasi urea
yang secara pasif
26
-
menyebabkan urea berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma
kapiler
peritubulus. Karena dinding tubulus proksimal agak permeabel
terhadap urea
maka hanya sekitar 50% dari urea yang terfiltrasi di reabsorpsi
secara pasif.
Meskipun hanya separuh dari urea yang terfiltrasi dieliminasi
dari plasma, namun
tingkat pengeluaran sudah memadahi. Konsentrasi urea dalam
plasma meningkat
hanya pada gangguan fungsi ginjal, ketika urea yang dikeluarkan
jauh lebih kecil.
Peningkatan kadar urea merupakan karakteristik kimiawi pertama
yang
terindentifikasi dalam plasma dengan gagal ginjal berat. Oleh
karena itu dilakukan
pengukuran nitrogen urea darah untuk mengukur fungsi
ginjal.4,5
Gambar 12. Reabsorpsi H2O
Produk-produk sisa lain yang difiltrasi misalnya fenol dan
kreatinin juga
terkonsentrasi dalam cairan tubulus sewaktu H2O meninggalkan
filtrat untuk
masuk ke plasma tetapi kedua bahan ini tidak direabsorpsi
seperti urea. Molekul
urea karena merupakan bahan sisa yang terkecil merupakan
satu-satunya zat sisa
yang secara pasif di reabsorpsi melalui efek pemekatan. Meskipun
terkonsentrasi
di cairan tubulus, bahan sisa lain tidak dapat keluar dari lumen
menuruni gradien
konsentrasinya untuk direabsorpsi secara pasif karena
bahan-bahan tersebut tidak
dapat menembus dinding tubulus. Oleh karena itu, produk-produk
sisa yang tidak
direabsorpsi tetap berada di tubulus dan dieksreksikan di urin
dalam konsentrasi
tinggi. Eksresi zat sisa metabolik tidak berada di bawah kontrol
fisiologik.4,5
27
-
3.1.3 SEKRESI TUBULUS
Sekresi tubulus merupakan pemindahan diskret bahan dari
kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus menjadi mekanisme pelengkap
yang
meningkatkan eliminasi bahan dari tubuh. Sekresi tubulus
melibatkan transpor
transepitel setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik
melalui filtrasi
glomerulus atau sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi akan
dibuang melalui urin.
Bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah H+, K+,
dan anion dan
kation organik yang merupakan senyawa asing bagi tubuh.5
Sekresi H+ penting dalam keseimbangan asam basa. H+ yang
disekresikan
ke dalam cairan tubulus dibuang dari tubuh melalui urin. H+
dapat disekresikan
oleh tubulus proksimal, distal atau koligentes dengan tingkat
sekresi H+
bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh
terlalu asam maka
sekresi H+ meningkat. Sebaliknya sekresi H+ menurun jika
konsentrasi H+ di
cairan tubuh terlalu rendah.5
K+ secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di berbagai
bagian
tubulus. H+ secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan
secara aktif
disekresikan di tubulus distal dan koligentes. Di awal tubulus
K+ direabsorpsi
secara konstan dan tanpa dikendalikan, sementara sekresi K+ di
bagian distal
tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena K+ yang
difiltrasi hampir
seluruhnya direabsorpsi di tubulus proksimal maka sebagian besar
K+ di urin
berasal dari sekresi terkontrol K+ di bagian distal nefron dan
bukan dari filtrasi.
Sekresi K+ di tubulus distal dan koligentes digabungkan dengan
reabsorpsi Na
oleh pompa Na-K+ basolateral dependen energi. Selama deplesi K+,
sekresi K+
dibagian distal nefron berkurang sampai minimum sehingga hanya
sebagian kecil
K+ yang terfiltrasi lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal
akan disekresikan di
urin. Sebaliknya, ketika K+ plasma meningkat, sekresi K+
disesuaikan sehingga
terjadi penambahan K+ ke filtrat untuk mengurangi konsentrasi
atau reabsorpsi
K+ yang berubah-ubah di bawah kontrol mengatur tingkat ekskresi
K+ dan
memelihara konsentrasi K+ plasma sesuai kebutuhan. Konsentrasi
K+ plasma
perlu diatur karena sedikit fluktuasi konsentrasi K+ plasma
menimbulkan efek
yang besar.5
28
-
Pompa basolateral dibagian distal nefron dapat mensekresikan K+
atau H+
untuk ditukar dengan Na yang direabsorpsi. Dalam keadaan normal
ginjal
cenderung mensekresikan K+ tetapi jika cairan tubuh terlalu asam
dan sekresi H+
ditingkatkan sebagai kompensasi maka sekresi K+ berkurang.5
Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik
khusus
yaitu sekresi anion organik dan kation organik dalam sistem yang
terpisah. Fungsi
sekresi ion organik :
Dengan menambahkan sejenis ion organik tertentu ke jumlah
yang
sudah masuk ke cairan tubulus oleh filtrasi glomerulus, jalur
sekresi
organik mempermudah ekskresi. Di antara ion organik yang
termasuk
adalah berbagai pembawa pesan kimia yang terdapat dalam
darah
seperti prostaglandin, histamin, dan norepinefrin yang
setelah
digunakan harus segera dibuang.5
Terdapat beberapa ion organik yang kurang larut dalam air.
Untuk
dapat diangkut dalam darah, ion-ion tersebut terikat dalam
jumlah
besar tetapi ireversible ke protein plasma. Karena melekat ke
protein
plasma maka bahan-bahan ini tidak dapat difiltrasi melalui
glomerulus.
Sekresi tubulus mempermudah pembuangan ion-ion organik yang
tidak dapat difiltrasi melalui urin. Meskipun ion organik
tertentu
sebagian besar berikatan dengan protein plasma namun sebagian
kecil
dari ion ini selalu berada dalam bentuk bebas atau tidak terikat
dalam
plasma. Pengeluaran ion organik bebas melalui sekresi
memungkinkan
sebagian dari ion yang terikat terlepas kemudian dapat
disekresikan
sehingga mendorong pelepasan lebih banyak ion organik.5
Sistem sekresi ion organik tubulus proksimal berperan dalam
membuang banyak senyawa asing tubuh. Sistem ini dapat
mengeluarkan ion organik dalam jumlah besar baik yang
diproduksi
secara endogen maupun ion organik yang memperoleh akses ke
cairan
tubuh. Sifat nonselektif ini memungkinkan sistem sekresi ion
organik
mempercepat pembuangan banyak bahan kimia organik asing,
termasuk zat aditif makanan, polutan lingkungan, obat, dan
bahan
29
-
organik non nutritif lain yang masuk ke tubuh. Meskipun
membantu
tubuh menyingkirkan senyawa asing yang berpotensi merugikan
namun tidak berada di bawah kontrol fisiologik. Molekul
pembawa
tidak dapat mempercepat proses sekresi ketika menghadapi
peningkatan jumlah ion organik.5
Banyak obat, misalnya penisilin dan obat antiinflamsi
nonsteroid
dikeluarkan dari tubuh oleh sistem sekresi ion organik. Untuk
menjaga konsentasi
obat dalam plasma pada tingkat yang efektif dosis harus diulang
secara teratur
untuk mengimbangi kecepatan pengeluaran senyawa di urin.5
3.2 EKSKRESI URIN
Dari 125 ml plasma yang difiltrasi per menit, biasanya 124
ml/mnt
direabsopsi sehingga jumlah akhir urin yang di bentuk adalah 1
ml/mnt. Sehingga
dari 180 liter yang difiltrasi per hari, 1.5 liter menjadi urin
untuk diekskresikan.
Urin mengandung berbagai produk sisa dalam konsentrasi tinggi
dan bahan yang
diatur oleh ginjal dalam jumlah bervariasi, dengan setiap jumlah
yang berlebihan
keluar ke dalam urin. Bahan yang bermanfaat dihemat melalui
proses reabsorpsi
sehingga tidak ditemukan di urin. Perubahan relatif kecil dalam
jumlah filtrat yang
direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar dalam volume urin
yang
terbentuk.5
Bersihan plasma adalah volume plasma yang dibersihkan secara
tuntas dari
bahan bersangkutan oleh ginjal per menit. Bersihan plasma suatu
bahan endogen
seperti kreatinin sering digunakan untuk mengetahui perkiraan
kasar LFG.
Kreatinin merupakan suatu produk akhir metabolisme otot yang
diproduksi pada
kecepatan yang relatif konstan. Bahan ini difiltrasi secara
bebas dan tidak
direabsorpsi tetapi sedikit disekresi. Karena itu, bersihan
kreatinin bukan
pencerminan LFG yang akurat tetapi memberi gambaran yang
mendekati.5
Bersihan plasma glukosa normalnya nol. Semua glukosa yang
difiltrasi
akan direabsorpsi bersama dengan semua filtrat yang dikembalikan
sehingga tidak
ada plasma yang dibersihkan dari glukosa.5
30
-
Tubuh dapat mengekskresikan urin dalam konsentrasi
bervariasi
bergantung pada status hidrasi tubuh. Osmolaritas CES bergantung
pada jumlah
realtif H2O dibandingkan dengan zat terlarut. Pada keseimbangan
cairan dan
konsentrasi zat terlarut yang normal, cairan tubuh bersifat
isotonik pada
osmolaritas 300 miliosmol/liter. Jika terlalu banyak terdapat
H2O dibandingkan
dengan zat terlarut maka cairan tubuh menjadi hipotonik, berarti
cairan tubuh
terlalu encer dengan osmolaritas kurang dari 300 mosm/liter.
Namun, jika terjadi
defisit H2O relatif terhadap zat terlarut maka cairan tubuh
menjadi terlalu pekat
atau hipertonik, dengan osmolaritas lebih besar daripada 300
mosm/liter. Ginjal
tidak dapat mengekskresi urin yang lebih encer atau pekat
daripada cairan tubuh.
Hal inilah yang akan terjadi jika cairan interstisium yang
mengelilingi tubulus
ginjal identik osmolaritasnya dengan cairan tubuh lain.
Reabsorpsi air akan
berlangsung hanya sampai cairan tubulus seimbang secara osmotis
dengan cairan
interstisium, dan tubuh tidak memiliki cara untuk mengeluarkan
kelebihan H2O
ketika cairan tubuh hipotonik atau menahan H2O ketika terjadi
hipertonisitas.5
Ketika tubuh berada dalam keseimbangan ideal, terbentuk urin
isotonik 1
ml/mnt. Ketika hidrasi tubuh berlebihan atau terlalu banyak H2O,
ginjal dapat
menghasilkan urin encer dalam jumlah besar, membuang kelebihan
H2O di urin.
Sebaliknya, ginjal dapat menghasilkan urin pekat dalam jumlah
kecil ketika tubuh
mengalami dehidrasi atau kekurangan H2O, menahan H2O bagi
tubuh.5
Tabel 3. komposisi urin
Composition and Properties of urineUrinalysis The examination of
the physical and chemical properties of
urineAppearance Clear, almost colorless to deep amber yellow
color due to
urochrome pigmen from breakdown of hemoglobin (RBCs) other from
foods, drugs or disease
Odor Bacteria degrade urea to ammonia, some foods impart
aroma
Specific gravity Compared to distilled waterdensity of urine
range from 1.001 1.028
Osmolarity Bloood = 300 mOsm/Lrange from 50 mOsm/L tp 1200
mOsm/L in dehydrated person
31
-
pH Range 4.5 to 8.2 usually 6.0 (mildly acidic)Chemical
composition
95% water, 5% solutes
Normal Urea, NaCl, Kcl, creatinine, uric acid, phosphates,
sulfates, trace of calcium, magnesium, and sometimes bicarbonate,
urochrome and a trace of bilirubin
Abnormal Glucose, free hemoglobin, albumin, ketones, bile
pigments.
32
-
BAB IV
SINDROM NEFROTIK
4.1 PENGERTIAN
Sindrom Nefrotik adalah kumpulan gejala yang disebabkan penyakit
yang
merusak sistem filtrasi ginjal di glomerulus. Keadaan ini
ditandai dengan
proteinuria berat (>3,5g/dl), hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema
anasarka. Proteinuria masif merupakan tanda khas sindrom
nefrotik, tetapi pada
sindrom nefrotik berat yang disertai kadar albumin serum rendah
ekskresi protein
dalam urin juga berkurang. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
lipiduria,
gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan
metabolisme
kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering ditemukan pada
sindrom nefrotik.
Umumnya pada sindrom nefrotik fungsi ginjal normal kecuali bila
berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode
sindrom nefrotik dapat
sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
steroid, tetapi
sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1
4.2 ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer
dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
penghubung, obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab
sindrom
nefrotik yang paling sering. Dalam kelompok glomerulonefritis
primer,
glomerulonefritis lesi minimal (GNLM), glomerulosklerosis fokal
segmental
(GSFS), glomerulonefritis membranosa (GNMN), dan
glomerulonefritis
membranoproliferatif (GNMP) merupakan kelainan histopatologik
yang sering
ditemukan. Dari 387 biopsi ginjal pasien sindrom nefrotik dewasa
yang
dikumpulkan di jakarta dilaporkan, GNLM didapatkan pada 44.7%
GNMsP (GN
mesangioproliferatif) pada 14.2%, GSFS pada 11.6%, GNMP pada
8.0% dan
GNMN pada 6.5%.1,3
33
-
Selain itu, sindrom nefrotik primer juga dapat disebabkan oleh
kelainan
kongenital yang merupakan salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan
sejak anak lahir atau usia dibawah 1 tahun. Diturunkan sebagai
resesif autosomal
atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada
masa neonatus.
Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara
yang bisa dilakukan adalah pencangkokkan ginjal pada masa
neonatus namun
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya meninggal dalam
bulan pertama
kehidupan.1,3
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya
pada GN
pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B,
akibat obat misalnya obat
antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organik dan akibat
penyakit sistemik
misalnya pada lupus eritematosus sistemik dan diabetes
melitus.1,2
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik
a. Glomerulonefritis primer:
GN lesi minimal (GNLM)
Glomerulosklerosis fokal (GSF)
GN membranosa (GNMN)
Gn membranoproliferatif (GNMP)
GN proliferatif lain
b. Glomerulonefritis sekunder akibat:
Infeksi
HIV, hepatitis virus B dan C
Sifilis,malaria, skistosoma
Tuberkulosis, lepra
Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin,
mieloma
multipel, dan karsinoma ginjal
34
-
Penyakit jaringan penghubung
Lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid, MCTD (mixed
connective tissue
disease)
Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilinamin,
probenesid, air
raksa, kaptropil, heroin.
Lain-lain
Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf
kronik, refluks
vesikoureter, atau sengatan lebah.Glomerulonefritis lesi minimal
yang juga dikenal sebagai Lipoid
Nephrosis atau nil disease merupakan bentuk umum sindrom
nefrotik pada anak -
anak (
-
Glomerulonephritis membranosa merupakan gangguan ginjal yang
menyebabkan perubahan struktur dan peradangan pada glomerulus
yang dapat
mengganggu kinerja ginjal. Gejala awal dapat berupa edema,
lemas, urin yang
berbusa, nafsu makan berkurang, peningkatan berat badan dan
pembuangan air
kecil yang berlebihan pada malam hari. Tatalaksana yang
diperlukan adalah
menggunakan anti hipertensi untuk edema, hipertensi, dan
proteinurria, hepatic 3-
methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitors untuk membantu
menangani
hiperkolesterolemia, dan diet rendah garam untuk membantu
mengatasi edema.
Pasien dengan asimptomatik dan nephritic dapat mengalami remisi,
apalagi jika
mereka memiliki fungsi ginjal normal atau lesi yang masih awal.
Pasien seperti ini
membutuhkan observasi lebih lanjut.
Glomerulonephritis membranopoliferatif biasanya disebabkan
oleh
penyakit autoimun. Keadaan klinis yang dapat ditemukan adalah
hematuria, urin
berbusa yang menunjukkan proteinuria, urin berwarna gelap,
volume urine yang
diproduksi berkurang, edema, perubahan kondisi mental dimana
penderita
mengalami penurunan kewaspadaan atau penurunan konsentrasi.
Biopsi ginjal
dapat mengkonfirmasi diagnosa glomerulonephritis
membranopoliferatif. Tujuan
utama tatalaksana yang dilakukan adalah untuk mengurangi gejala
klinis yang
ada, mencegah komplikasi, dan memperlambat perkembangan
gangguan.
Perubahan pola makan seperti membatasi garam, cairan dan protein
perlu
dilakukan untuk mengontrol tekanan darah, pembengkakan (edema),
dan
penumpukan waste product dalam darah. Obat anti hipertensi, obat
imunosupresif
atau steroid juga dapat digunakan. Pengobatan lebih efektif pada
anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa. Dialisis atau transplantasi
ginjal mungkin
akhirnya akan dibutuhkan untuk menangani gagal ginjal.
Penyebab sindrom nefrotik sekunder, yaitu :
Diabetes melitus
Kira-kira 30% pasien diabetes dapat terjadi proteinuria tetapi
hanya
sebagian kecil terjadi proteinuria masif dengan gejala-gejala
sindrom
nefrotik (glomerulosklerosis diabetik).3
36
-
Amiloidosis (paraproteinemi)
Kappa dan lambda light chain dengan berat molekul 22.000 dapat
melalui
filtrasi glomerulus, direabsorbsi dan mengalami katabolisme pada
sel-sel
tubulus sehingga terjadi pengendapan dari protein dan
menyebabkan
kerusakan sel-sel tubulus.3
Lambda light chain mempunyai sifat amiloidigenic, biasanya
terdapat
pada amilodosis primer. Kedua tipe paraprotein ini kappa maupun
lambda
light chain dapat menyebabkan kebocoran protein melalui
glomerulus dan
akhirnya terjadi sindom nefrotik. Kappa light chain lebih
sering
menyebabkan sklerosis mesangial. Diagnosis tergantung dari
ditemukan
monoclonal light chain.3
Pengobatan adekuat dapat menyebabkan remisi terutama bila
etiologinya
kappa light chain. Insiden kelainan ginjal kira-kira 10% pada
amiloidosis
primer. Sebaliknya insiden kelainan ginjal pada amiloidosis
sekunder lebih
tinggi, kira-kira 50%.3
Amiloidosis sekunder biasanya terdapat pada penyakit kronis
seperti TB,
osteomielitis kronis, abses paru, aktinomikosis, reumatoid
artritis, kolitis
ulseratif, dan penyakit keganasan.3
Trombosis vena renalis
Kenaikan tekanan vena renalis dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran basalis dan terjadi kebocoran plasma
protein.
Kenaikkan tekanan vena renalis ditemukan pada right heart
syndrom dan
gagal jantung kongestif.3
Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kenaikan tekanan
vena
renalis :
a) sindrom nefrotik
b) Tumor hipernefroma yang menembus ke dalam vena renalis
dan
menyebabkan obstruksi dan pembentukan trombus
c) Dehidrasi berat terutama pada bayi
37
-
Gambaran klinis trombosis vena renalis tergantung sifat
pembentukan
trombus, yaitu akut atau kronis :
a) trombus yang timbul kronis disertai penurunan faal ginjal
yang
bertahap menimbulkan proteinuria masif
b) pembentukan trombus yang cepat atau akut dan disertai
dengan
infark ginjal menimbulkan keluhan-keluhan: sakit pinggang
hebat,
hematuria, penurunan LFP yang diikuti dengan oliguria dan
lekositosis.
Tromboemboli sering pada SN akibat peningkatan koagulasi
intravaskular.
Pada SN akibat GNMN sering terjadi trombosis vena renalis cukup
tinggi
sedangkan SN pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli
paru
dan trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN.2,3
Gagal jantung kongestif dan perikarditis
Proteinuria ringan merupakan salah satu kelainanm dari gagal
jantung
kongestif dan perikarditis. Mekanisme proteinuria karena
pemakaian
diuretik organomerkuri, anoksi glomerulus, dan kenaikan tekanan
vena
renalis.3
Lupus eritematosus sistemik
Sindrom nefrotik merupakan salah satu gambaran klinis paling
sering pada
lupus eritematosus sistemik. Pengobatan efektif dengan kombinasi
steroid
atau imunosupresif, antikoagulan. Metilprednison 1gr/hari selama
3-5 hari
disertai plasmaferesis memperlihatkan remisi sempurna untuk
pasien
dengan eksaserbasi akut dari lupus.2,3
Selain lupus, purpura juga merupakan penyakit metabolik autoimun
lain
yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik.
Keganasan
Jaringan-jaringan ginjal menyebabkan pembentukan autoantibodi
dan
terjadi sindrom nefrotik. Keganasan yang dapat menyebabkan
sindrom
nefrotik seperti tumor paru, penyakit hodgkin, tumor
gastrointestinal.3
38
-
Infeksi parasit malaria
Sindrom nefrotik berhubungan dengan infeksi parasit plasmodium
vivax.
Infeksi parasit plasmodium falsiparum lebih sering menyebabkan
gagal
ginjal akut dan kelainan otak (malaria serebral).3
Mieloma multiple
Lesi-lesi osteolitik dari tulang-tulang, adanya circulating
abnormal
protein, proteinuria abnormal bence jones. Sindrom nefrotik
merupakan
salah satu bentuk kelainan-kelainan ginjal yang dapat dijumpai
pada
mieloma multiple. Bentuk-bentuk lain seperti nefropati
hiperkalsemi,
nefropati asam urat, obstruksi intratubular, pielonefritis, dan
amiloidosis
ginjal.3
Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik adalah
trimetadion, penisilinamin, fenindion, tolbutamid, dan
probenesid. Obat-
obat tersebut hanya menyebabkan kelainan ginjal ringan dan
cepat
mengalami remisi bila obat-obat tersebut dihentikan. Obat-obat
yang
menyebabkan kelainan-kelainan ginjal berat teruma toksik pada
tubulus
ginjal adalah preparat-preparat yang mengandung emas,
diuretik
organomerkuri, dan bismut.1,2,3
4.3 KLINIS dan PATOFISIOLOGI
Manifestasi utama sindrom nefrotik yang biasanya menjadi
keluahan
penderita adalah edema. Edema biasanya lunak dan pitting, dan
umumnya
ditemukan disekitar mata (preorbital), pada area ekstremitas
(sakrum, tumit, dan
tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malaise,
sakit kepala,
iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi. Selain edema, gejala
lain yang dapat
terjadi pada SN adalah :
39
-
4.3.1 Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
terhadap protein
akibat kerusakan glomerulus disertai peningkatan filtrasi
protein plasma dan
akhirnya terjadi proteinuria atau albuminuria. Beberapa faktor
yang menentukan
derajat proteinuria : konsentrasi plasma protein, berat molekul
protein, integritas
barier membran basalis, electrical charge pada filtrasi barrier,
electrical charge
protein, reabsobsi sekresi dan katabolisme sel tubulus, dan
degradasi intratubular
dari urin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)
mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size of barrier)
dan yang kedua
berdasarkan muatan (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme
penghalang
tersebut terganggu. Selain itu, konfigurasi molekul protein juga
menentukan lolos
tidaknya protein melalui MBG.1,7
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif
berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria
selektif bila protein
yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin,
sedangkan non selektif
bila protein yang keluar molekul besar seperti imunoglobulin.
Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.1,3
Pada sindrom nefrotik yang disebabkan oleh GNLM ditemukan
proteinuria
selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi
foot processus sel
epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG.
Perubahan-
perubahan dari foot process ini bukan sebagai penyebab
proteinuria tetapi akibat
proteinuria masif. Berkurangnya kandungan heparan sulfat
proteoglikan pada
GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan albumin dapat
lolos ke
dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan
oleh suatu
faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan
sel epitel viseral
glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeablitasnya meningkat.
Pada GNMN
kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di
sub epitel.
Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN meningkatkan
permeabilitas
MBG.1,3,8
40
-
4.3.2 Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein,
sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Plasma
mengandung macam-
macam protein, sebagian besar menempati ruangan ekstra vaskuler.
Plasma
protein terutama terdiri dari albumin. Hati memegang peranan
penting untuk
sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik
renal maupun non
renal. Pada SN hipoalbumin disebabkan oleh proteinuria masif
akibat penurunan
tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik
plasma, hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis
albumin hati tidak
berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Mekanisme
kompensasi dari
hati untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk
mempertahankan
komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskuler dan intra
vaskuler.1,3,8
NORMAL SINDROM NEFROTIK
Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin
meningkat
Degradasi albumin non renal Degradasi albumin ekskresi
albumin
non renal dan renal melalui ginjal
Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati,
tetapi dapat
mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Walaupun
sintesis
albumin meningkat dalam hati tetapi selalu terdapat
hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia disebabkan oleh :
a) Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin dan
usus
b) Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu
makan
menurun dan mual-mual.
c) Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal
ginjal.
Hipoalbuminemia dapat terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan
katabolisme
albumin oleh tubulus proksimal.1,3
41
IV EVIV EV
-
Jika kompensasi sintesis albumin dalam hati tidak adekuat,
plasma
albumin menurun sehingga muncul keadaan hipoalbuminemia. Keadaan
ini diikuti
oleh hipovolemia yang menyebabkan uremia pre renal dan tidak
jarang terjadi
oliguric acute renal failure. Penurunan faal ginjal akan
mengurangi filtrasi
natrium dari glomerulus tetapi keadaan hipoalbuminemia mencegah
resorpsi
natrium kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium
secara pasif
sepanjang loop of henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl secara
aktif sebagai
akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan
air yang
berhubungan dengan sistem renin angiotensin aldosteron dapat
terjadi bila
sindrom nefrotik telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme
sekunder.
Retensi natrium dan air pada keadaan aldosteronisme dapat
dikeluarkan dari tubuh
dengan pemberian dosis tinggi diuretik yang mengandung antagonis
aldosteron
misalnya aldakton. Beberapa macam diuretik seperti furosemid
atau ethacrinic
acid bekerja pada loop of henle sangat efektif untuk menimbulkan
natriuresis pada
sindrom nefrotik.1,3,8
Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga
terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskuler ke
ruangan interstitial.
Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi
renal sehingga
mengaktivasi sistem renin angiotensin aldosteron yang
selanjutnya menyebabkan
reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan volum
intravaskuler juga
menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan
meningkatkan
reabsorpsi air di tubulus pengumpul.1,3,8
Pengaruh sistemik akibat adanya hipoalbuminemia adalah semua
organ
dapat mengalami perubahan-perubahan seperti kerusakan jaringan
yang jelas
terlihat pada kulit dan kuku. Garis striae terlihat tersebar
pada kulit dan dinding
perut. Garis horizontal berwarna putih pada kuku disebut muerche
line.3
Albumin serum sebagai pengikat steroid adrenokortikal dan hormon
tiroid.
Kehilangan sejumlah hormon tiroid dapat merangsang pembentukan
thyroid
stmulating hormon (TSH) dan pembentukan goiter. Goiter akan
mengalami regresi
bila sindrom nefrotik telah mengalami remisi.3
42
-
Trasferin dan seruloplasmin merupakan pengikat protein yang
dapat lolos
melalui kerusakan glomerulus. Kehilangan imunoglobulin G (IgG)
sering
menyebabkan tubuh peka terhadap infeksi. Kehilangan sejumlah
faktor-faktor
fibrinolisis melalui kerusakan glomerulus dapat menyebabkan
pembekuan
trombus.3
4.3.3 Edema
Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan
overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstisium dan
terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan
plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan
meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini
akan
memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.1,2,3
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek
renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan
ekstraselular meningkat
sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akibat kerusakan ginjal
akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme
tersebut
ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor seperti asupan
natrium, efek
diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal,
jenis lesi glomerulus,
dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan
menentukan mekanisme
mana yang lebih berperan.1,3,8
Mekanisme edema pada sindrom nefrotik dapat terjadi karena :
1. Jalur langsung/Direk (teori underfill)
Penurunn tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat
langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial
2. Jalur tidak langsung/indirek (teori overfill)
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat
menyebabkan
penurunan volume darah efektif yang menimbulkan konsekuensi:
43
-
- Aktivasi plasma renin dan angiotensin akan menyebabkan
rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormon aldosteron.
Kenaikan konsentrasi hormon aldosteron (aldosteronisme
sekunder)
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi
natrium
sehingga ekskresi natrium menurun.3
- Kenaikkan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi
katekolamin,
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus
meningkat.
Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh
kenaikan
plasma renin dan angiotensin3.
Kenaikan tahanan vaskuler renal menyebabkan:
Penurunan LFG yang diikuti penurunan ekskresi natrium
Kenaikkan desakan starling peritubuler yang dapat
menyebabkan
kenaikan reabsorpsi natrium sehingga eksresi natrium
menurun.
Hipovolemia dapat menyebabkan perubahan patofisiologi: penurunan
cardiac
output, penurunan aliran darah ke ginjal, dan penurunan filtrasi
glomerulus. Pada
keadaan hipovolemia berat, albumin serum kurang dari 1.5 gr
sehingga terjadi
transudasi cairan ke dalam jaringan paru dan penimbunan cairan
dalam rongga
paru walaupun tanpa kelainan faal jantung. Konsentrasi albumin
dalam cairan
limfatik akan mengganggu aliran cairan ke dalam pembuluh limfe
dan
menyebabkan edema.1,3,8
4.3.4 Hiperkolestrolemia
Sindrom nefrotik yang tidak disertai hiperlipidemia disebut
pseudo
nephotic syndrom, biasanya ditemukan pada lupus atau fase gagal
ginjal.
Terjadinya hiperlipidemia dihubungkan dengan hipoproteinemia dan
tekanan
onkotik yang rendah sehingga memicu reactive hepatic protein
synthesis,
termasuk lipoprotein. Tidak hanya itu, katabolisme lipid pun
berkurang karena
lipoprotein lipase plasma berkurang. Hal ini menyebabkan
peningkatan kadar lipid
dalam darah meningkat. Sebagian lipoprotein tersebut difiltrasi
di glomerulus
sehingga terjadi lipiduria dan penemuan klasik oval fat bodies
serta fatty cast pada
sedimen urin.
44
-
4.3.5 Kelainan tubulus ginjal
Proteinuria berat sering diikuit oleh glikosuria, aminoasiduria,
dan
fosfaturia walaupun tidak dijumpai diabetes melitus atau
nefropati paraprotein.
Hipokalsiuri merupakan gambaran sindrom nefrotik walaupun LFG
masih
normal.3
4.3.6 Klinis lain pada sindrom nefrotik
Edema merupakan keluhan utama, tidak jarang merupakan keluhan
satu-
satunya dari sindrom nefrotik. Pada sindrom nefrotik dengan
hipoalbuminemia
berat, edema dapat mengenai seluruh tubuh. Pasien mengeluh sesak
nafas, kaki
terasa berat dan dingin.. Otot-otot mengalami atrofi terutama
otot skeletal karena
keseimbangan negatif dari nitrogen atau akibat efek samping
pemberian
kortikosteroid jangka lama. Atrofi otot akan terlihat semakin
nyata bila edema
hilang.1,3
Pada sindrom nefrotik berat dan berlangsung lama selalu disertai
tanda-
tanda malnutrisi seperti perubahan-perubahan rambut dan kulit,
pembesaran
kelenjar parotis, garis muercke pada kuku. Pada beberapa pasien
tidak jarang
dengan keluhan yang menyerupai acute abdomen yaitu sakit perut
hebat, mual
dan muntah, dinding perut distensi. Keluhan-keluhan demikian
disebut nephrotic
crisis. Sindrom nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder
terutama infeksi
saluran nafas dan saluran kemih (pielonefritis).3,7
4.4 DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan urin, termasuk
pemeriksaan sedimen, perlu dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan
kadar albumin
dalam serum, kolestrol, dan trigliserid juga membantu penilaian
terhadap sindrom
nefrotik. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai
infeksi, dan riwayat
penyakit sistemik lain perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologik
dan biopsi ginjal
sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
kemungkinan
penyebab GN sekunder.1,2,3
45
-
Anamnesis keluhan utama berupa bengkak yang tampak di
sekitar
mata dan ekstremitas bawah dengan jenis pitting edema.
Seiring
berjalannya waktu edema menjadi umum dan terjadi peningkatan
berat
badan. Selain itu, dapat ditanyakan adanya rasa sakit, warna
urin,
frekuensi berkemih, jumlah urin yang dikeluarkan, berbusa,
penggunaan obat, demam, penyakit sistemik atau autoimun atau
herediter, merokok, dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik
a) inspeksi : terdapat edema pada periorbita maupun
ekstermitas,
anemic, uraemic fetor, warna kuku,
a) palpasi : pitting edema
a) perkusi : dapat timbul asites pada abdomen (shifting
dullnes), efusi
pleura, nyeri ketok CVA.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis
Proteinuria
Pada sindrom nefrotik proteinuria lebih dari 3.5 g/dl. Bila
dilakukan dengan pemeriksaan dipstik proteinuria berkisar
3+ atau 4+. Proteinuria selalu fluktuasi dari hari ke hari
tergantung dari mobilisasi. Pemeriksaan selektivitas
proteinuria (elektroforesis proteinuria) sangat penting
untuk
menentukan macam protein yang diekskresikan. Macam-
macam protein (fraksi proteinuria) mempunyai korelasi
dengan kelainan-kelainan histopatologi ginjal. Pada
glomerulopati lesi minimal terutama pada anak-anak
proteinuria selektif tinggi, biasanya prognosis baik. Pada
glomerulosklerosis fokal dan glomerulopati membranosa
mempunyai macam proteinuria selektif buruk atau non
selektif.1,2,3
46
-
Kelainan sedimen urin
Urin mengandung lemak dan kolesterol ester, terlihat sebagai
meltese-cross dengan sinar polarisasi. Pemeriksaan sedimen
akan memberikan gambaran oval fat bodies yaitu epitel sel
yang mengandung butir-butir lemak. Pengecatan dengan
sudan III memperlihatkan red droplet. Hematuria
mikroskopis disertai silinder eritrosit sering ditemukan
pada
semua bentuk glomerulonefritis yang menyebabkan sindrom
nefrotik. Kelainan-kelainan sedimen urin lebih sering
ditemukan pada glomerulonefritis proliferatif dari pada lesi
minimal. Silinder titik kasar lebih sering ditemukan pada
glomerulonefritis proliferatif dari pada glomerulonefritis
membranosa atau minimal.1,2,3
Faal ginjal
Pada stadium permulaan faal ginjal masih normal, ginjal
masih sanggup mengekskresikan urea, kreatinin dan hasil-
hasil metabolisme protein lainnya. Bila sindrom nefrotik
berjalan lama dan menetap, maka terdapat gangguan faal
ginjal, biasanya terdapat kerusakan progresif dari
glomerulus. Pada sindrom nefrotik terdapat kenaikan
penjernihan kreatinin, dapat mencapai 200 ml per menit,
karena sebagian dari kreatinin disekresikan ke dalam tubulus
ginjal. Penentuan konsentrasi ureum serum tidak tepat untuk
menilai faal LFG karena sudah terdapat keseimbangan
negatif nitrogen. Ureum serum meninggi, dapat mencapai
60-100 mg walaupun filtrasi glomerulus normal bila
diberikan diit kaya protein. 1,3,7
Perubahan-perubahan faal ginjal
Metabolisme kalsium
Penurunan kalsium serum atau hipokalsemi disertai
penurunan kalsium total serum. Pada sindrom nefrotik
47
-
dengan proteinuria masif jarang disertai hiperkalsiuri.
Ekskresi kalsium dalam urin kurang dari 10 mg per hari.
Hipokalsiuri biasanya paralel dengan penurunan ekskresi
natrium, sering dijumpai selama fase akut dari sindrom
nefrotik.3
Aminoasiduria
Aminoasiduria dan renal tubular asidosis dapat terjadi
pada sindrom nefrotik walaupun sangat jarang.
Aminoasiduria berat dapat menyebabkan keseimbangan
negatif dari nitrogen.3
Glikosuria
Glikosuria tanpa hiperglikemi akibat kelainan faal
tubulus ginjal3
Protein bound iodine / kalsium / obat
Penurunan konsentrasi Protein bound iodine dapat
mencapai 40-50% dan penurunan kecepatan
metabolisasi basal pada sindrom nefrotik walaupun
penangkapan yodium radioaktif masih normal atau
meningkat. Penurunan serum Protein bound iodine
berhubungan dengan ekskresi thyroxin binding protein.
Penurunan kecepatan metabolisasi basal berhubungan
dengan edema.3
Pemeriksaan darah
Hiperkolestrolemia
Kenaikan kolesterol total serum dapat mencapai 400-600 mg
dan lipid 2-3 gr. Pada umumnya terdapat hubungan terbalik
antara konsentrasi albumin serum dengan konsentrasi
kolesterol
total serum. Penurunan konsentrasi albumin serum disertai
kenaikan konsentrasi kolesterol total serum. Kenaikan
konsentrasi kolesterol total serum menunjukkan kenaikan
konsentrasi lipoprotein, hiperlipoproteinemi. Lipoprotein
terdiri
48
-
dari 3 fraksi : HDL, LDL, dan VLDL. Konsentrasi HDL
menunjukkan kenaikan pada sindrom nefrotik ringan, tetapi
cenderung menurun dan tidak jarang konsentrasinya dibawah
normal bila sudah terdapat hipoalbuminemia berat.
Konsentrasi
LDL dan VLDL meninggi pada permulaan penyakit. Bila sudah
terdapat hipoalbuminemi berat, konsentrasi LDL akan menurun
lagi sampai batas normal atau lebih rendah dari normal.
Konsentrasi VLDL akan meninggi dari normal.1,3,7
Perubahan protein serum
Hipoalbuminemia terutama disebabkan penurunan konsentrasi
albumin tidak jarang kurang dari 1 gr. Globulin serum
cenderung normal atau sedikit meninggi. Bila sudah terdapat
kerusakan berat dari glomerulus, biasanya proteinuria non
selektif dan gamma globulin dapat lolos melalui urin. Gamma
globulin seringkali meninggi, beta globulin dan fibrinogen
cenderung meninggi juga. Semua fraksi ini akan kembali
normal setelah mendapat pengobatan yang adekuat. 1,2,3,7
Pemeriksaan radiologis
a) Foto polos perut dan pielogram intravena
Kedua ginjal membesar, mungkin disertai kompresi kalises
akibat edema intrarenal. Pemeriksaan radiologis tidak rutin,
diperlukan untuk menentukan lokalisasi biopsi ginjal.3
b) Inferior veno cavogram
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan trombose
vena renalis atau kenaikan tekanan vena renalis.3
Pemeriksaan USG dan Histologi
USG pada ginjal penderta SN, terdapat tanda-tanda
glomerulonefritis kronik.
Biopsi ginjal diperlukan pengambilan sampel jaringan ginjal
untuk mengetahui adanya kelainan histologi.
49
-
4.5 KOMPLIKASI
4.5.1 Keseimbangan Nitrogen
Proteinuria masif pada SN menyebabkan keseimbangan nitrogen
menjadi
negatif. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini
tertutup oleh
gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang.
Kehilangan
massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh tidak jarang dijumpai
pada SN.1
4.5.2 Lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN.
Kadar
kolestrol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi
dari normal sampai
sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolestrol disebabkan
meningkatnya LDL,
liporpotein utama pengangkut kolestrol. Kadar trigliserid yang
tinggi dikaitkan
dengan peningkatan VLDL. Selain itu ditemukan pula peningkatan
IDL dan
lipoprotein a, sedangkan HDL cenderung normal atau rendah.
Mekanisme
hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis
lipid dan
lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula diduga
hiperlipidemia
merupakan hasil stimulasi non spesifik terdapat sintesis protein
oleh hati. Karena
si