Top Banner

of 38

Refka TB Hamil-2

Jan 07, 2016

Download

Documents

tb pada kehamilan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia demikian juga tuberculosis pada kehamilan. Insidens tuberculosis pada kehamilan makin meningkat. Di Indonesia, kasus baru tuberculosis hampir separuhnya adalah wanita, dan menyerang sebagian wanita usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Tuberkulosis pada kehamilan mempunyai gejala klinis yang serupa dengan tuberculosis pada wanita tidak hamil.1,2Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat karena gejala awal yang tidak khas. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem humoral, imunologis, peredaran darah, sistem pernapasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu nafas berkurang. Saat hamil pemakaian oksigen akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan di luar kehamilan, apabia penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita, dapat terjadi partus prematurus atau kematian janin.1,2,3,4Proses kehamilan, persalinan, masa nifas, dan laktasi mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.4Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi efek samping obat-obat tuberculosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang baru lahir. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan foto thorax dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi Bacil Calmatte Geurine(BCG).Obat anti tuberkulosis yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yaitu obat lini pertama dan lini kedua. Obat lini pertama, kecuali Streptomisin dapat digunakan pada tuberculosis pada kehamilan. Penggunaan streptomisin dan obat lini kedua (kanamisin, etionamid, kapreomisin) sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan terjadi pada janin, kecuali dalam keadaan resistensi beberapa obat.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiTuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(1)

II. Etiologi Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,yang mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat anaerob bersifat pathogen pada manusia.(1,2)

III. Patogenesis TB PrimerTB primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada pasien yang belum pernah terinfeksi.Terdapat respon inflamasi ringan pada tempat infeksi (subpleura pada bagian tengah paru, dalam faring, atau di ileum terminal), diikuti penyebaran ke kelenjar getah bening regional (hilus, servikal dan mesenterika).Satu atau dua minggu setelah infeksi, dengan onset sensitivitas tuberkulin, terjadi perubahan reaksi jaringan baik pada fokus dan pada kelenjar getah bening, menjadi bentuk granuloma kaseosa yang khas. Kombinasi fokus dan keterlibatan kelenjar getah bening regional disebut kompleks primer.Kompleks ini mengalami penyembuhan dengan fibrosis, dan seringkali timbul kalsifikasi tanpa pemberian terapi. Kelenjar getah bening yang membesar bisa tampak jelas di leher atau menyebabkan obstruksi bronkus yang mengakibatkan kolaps. Penyebaran organ secara hematogen jarang terjadi dari kompleks primer.(2,3)Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi: Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. Berkomplikasi dan menyebar secara: a. Menyebar kesekitarnya (perkontinuitatum) b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah dan menyebar ke usus.c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya d. Secara limfogen. TB SekunderTB sekunder merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada orang yang pernah terinfeksi dan pasien sensitif terhadap tuberkulin. TB sekunder akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, konsumsi alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS dan gagal ginjal.(1,4)TB sekunder ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru.Invasi ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini pada TB sekunder ini akan menjadi:1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis. Kemudian akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). 4. Ruptur ke dalam bronkus dan menyebabkan bronkopneumonia TB 5. Menyebar melalui darah dan menyebabkan TB milier pada hati, limfa, paru, tulang dan meningen.(3,4)

IV. Patofisiologi TuberkulosisTuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang biasa diserang adalah paru (lebih kurang 80%). Hampir semua infeksi TB disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan oleh pasien pengidap TB lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang mengandung kuman TB. Ukuran besarpartikel TB melalui aerosol antara 1-5m dapat dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh dan dapat menginfeksi orang-orang di sekitarnya. Setelah sampai di paru, maka terjadi reaksi dari tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru, terjadi reaksi granulomatous, yang mana kemudian menimbulkan pembentukan Fokus Ghon. Basil TB ini tetap berada dalam kondisi dorman dalam Fokus Ghon ini untuk waktu yang lama, yang mana suatu saat dapat berubah menjadi reaktif terutama jika seseorang mengalami kondisi immunocompromised atau mengidap penyakit lain yang melemahkan sistem imunnya.(5,6)

V. Gejala KlinisGejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam lebih dari satu bulan. Gejala diatas dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma dan kanker paru.(8)VI. Pemeriksaan LaboratoriumDiagnosis pasti TB dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya positif. Jika hanya satu spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan rontgen toraks atau pemeriksaan sputum ulang. Jika hasil rontgen toraks mendukung kearah TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika rontgen toraks tidak mendukung kearah TB maka pemeriksaan sputum harus diulang.Jika gejala klinis mengarah TB tetapi hasil pemeriksaan ketiga sputum SPS negatif, maka diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak terdapat perubahan, namun secara klinis masih mencurigakan TB, perlu dilakukan pemeriksaan sputum SPS ulang. Jika hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan rontgen toraks untuk mendukung diagnosis TB. Jika hasil rontgen toraks mendukung TB, maka didiagnosis sebagai TB BTA negatif rontgen positif. Jika rontgen tidak mendukung TB, maka penderita tersebut bukan TB.Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA negatif.(3,5)

VII. Tuberkulosis pada KehamilanA. Tuberkulosis pada KehamilanAngka insiden TB pada kehamilan tidak tersedia di banyak negara karena banyak faktor perancu. Namun demikian, diperkirakan bahwa kejadian TB pada wanita hamil akan sama tingginya pada populasi umum, dengan kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.(7)Diagnosis tuberkulosis pada kehamilan mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala awalnya mungkin dianggap berasal dari kehamilan. Penurunan berat badan yang berhubungan dengan penyakit juga mungkin tertutupi oleh kenaikan berat badan normal pada kehamilan.(1,8)Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat keparahan penyakit, umur kehamilan saat didiagnosis TB, adanya penyebaran ekstra pulmoner, infeksi HIV dan pengobatan yang diberikan.Ibu hamil yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko terjadinya kelainan pada kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi TB. Pada ibu hamil dengan TB mempunyai angka persentase berat lahir rendah dan bayi yang lebih kecil dari pada usia gestasi yang tinggi, namun tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua kelompok tersebut. Meskipun demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting. TB masih menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks infeksi HIV.(4,8)Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus yang kecil, peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal. Lainnya adalah lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonatus, seperti yang sudah disebutkan diatas. Diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting. TB masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi HIV. Diagnosis yang terlambat merupakan salah faktor yang akan meningkatkan morbiditas terlepas faktor lainnya dan kelahiran premature.(2,5)B. Tuberkulosis pada NeonatusTransmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran hematogen melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang terinfeksi dan juga selama proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion yang terinfeksi atau sekresi genital. Infeksi post-partum dapat terjadi melalui penyebaran di udara atau melalui ASI yang terinfeksi dari lesi tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat diabaikan, bayi dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat udara.Jika ibu baru saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan dari anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang mudah, kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan gejala kongenital lainnya. Jika terdiagnosa TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif, maka diberikan profilkasis isoniazid.(5,7)C. Diagnosis Tuberkulosis pada KehamilanUntuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat kontak dengan penderita TB harus diketahui. Riwayat gejala, mirip dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk darah, penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga minggu. Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.Pemeriksaan rutin terhadap TB selama masa kehamilan bukan merupakan suatu standar yang dilakukan diberbagai tempat pelayanan, dan hal ini menjadi salah satu faktor keterlambatan diagnosis dan meningkatkan angka mortalitas maternal.Alat diagnostik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum bakteri tahan asam, kultur dan foto thorax. Tes tuberkulin mempunyai nilai diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah dengan prevalensi dan insiden TB yang tinggi.Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes tuberkulin. Tes tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu hamil. Namun, masih diperdebatkan mengenai sensitivitas tuberkulin saat kehamilan. Penelitian awal mengatakan bahwa adanya penurunan sensitivitas tuberkulin saat kehamilan, sementara itu penelitian terakhir mengatakan tidak adanya perbedaan antara populasi hamil dan tidak hamil. Tipe tes kulit tuberculin yaitu menggunakan tes Mantoux dengan cara injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL (5 tuberculin unit), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam kemudian berdasarkan diameter indurasi terbesar yang terbentuk. Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang sudah mendapatkan vaksin BCG, yang sudah mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis, ataupun pasien yang sudah terinfeksi dengan spesies mycobacterium lainnya. Negatif palsu dapat terjadi karena sistem imun yang menurun dan kesalahan teknis.Pemeriksaan mikroskopik sputum atau specimen lain untuk bakteri tahan asam masih menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam kehamilan. TB ekstrapulmonar juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi harus segera mencurigai apabila terdapat gejala atipikal.Kontrol terhadap infeksi merupakan hal penting dalam kontrol penyebaran TB, dimana infeksius hanya ketika di paru atau laring, dan tidak menyebar dengan kontak singkat. Anggota keluarga dari ibu hamil yang terinfeksi harus diberikan informasi mengenai cara penyebaran dan perlu dilakukan tes penyaring.(6,8)

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru

VIII. Penatalaksanaan TB Pengobatan Umum TBPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2HRZ/4H3R3. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan HRZE Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Tabel 1. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

Tatalaksana TB pada KehamilanPenatalaksanaan pasien TB pada kehamilan tidak berbeda dengan TB tanpa kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang bisa menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan secara umum terbagi atas penderita dengan TBC aktif dan TBC laten.Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan trimester kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Golongan utama OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya dilakukan saat pemberian isonizid dan rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trimester ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir.Pemakaian 4 jenis obat untuk inisiasi pengobatan pada pasien dengan tuberkulosis yang simptomatik, yaitu isoniazid, rifampin, pirazinamid, dan etambutol. Pada kasus kehamilan dengan multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid, akan tetapi pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek teratogenik.Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif. Terapi pada TB laten tergantung faktor risiko dan hasil konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi pada TB laten biasanya ditunda sampai 2-3 bulan setelah kelahiran.Pada pasien yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA positif dan infeksi HIV, terapi diberikan setelah trimester pertama pada kehamilan dengan konversi uji tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada wanita hamil dengan TB laten yang sebelumnya telah diterapi secara adekuat tidak memerlukan terapi profilaksis isoniazid. Akan tetapi pada kondisi atau lingkungan yang berisiko TB laten dapat diberikan terapi yang aman dengan INH (isoniazid) 300 mg sekali sehari atau 2 kali dalam seminggu selama 6-12 bulan (9 bulan), sebaiknya disertai pemberian vitamin B6 (pyridoxine).Penatalaksanaan TB pada wanita hamil harus diberikan secara tepat dan adekuat, serta mencegah timbulnya efek samping teratogenik pada janin. Pasien TB aktif dengan sputum BTA positif diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan pada populasi risiko TB rendah. Pada populasi dengan risikoTB tinggi dan adanya resisten obat anti TB tinggi perlu penambahan pirazinamid.Pasien dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif dan foto toraks menunjukkan infiltrat atau adanya kavitas, diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan. Sedangkan bila pada foto toraks terlihat proses penyakit yang telah menyembuh (terdapat kalsifikasi pada kelenjar getah bening dan lesi parenkim), dilakukan observasi pada pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah melahirkan atau diberi pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan yang dimulai pada trimester kedua kehamilan.Pasien dengan konversi uji tuberkulin terbaru positif, foto toraks normal serta pemeriksaan bakteriologis negatif, maka dilakukan observasi selama kehamilan, pengobatan diberikan setelah melahirkan atau dengan pemberian profilaksis isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan dimulai pada trisemester kedua kehamilan. Pasien dengan resistensi maka diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol, pirazinamid sesuai dengan uji sensitivitas. Pada pasien dengan ketidakmampuan mentoleransi isoniazid dan rifampisin, maka diberikan etambutol atau obat lain yang tersedia.(5,6) Obat Anti Tuberkulosis selama KehamilanOAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini pertama (first line) dan obat lini kedua (second line). Yang merupakan OAT lini pertama adalah Rifampisin, Isoniazid (INH), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA), sedangkan yang termasuk OAT lini kedua adalah Streptomisin, Kanamisin, Fluoroquinolones, Amoxycillin/Clavulanic Acid, Para-Aminosalicylic Acid (PAS), Amikacin, Ethionamide dan Prothionamide, serta Cycloserine.Rifampisin merupakan obat lini pertama yang terutama bekerja pada sel yang sedang tumbuh, tetapi juga memperlihatkan efek pada sel yang sedang tidak aktif (resting cell). Bekerja dengan menghambat sintesa RNA M. tuberculosis sehingga menekan proses awal pembentukan rantai dalam sintesa RNA. Bekerja di intra dan ekstra sel. Diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna, absorpsi rifampisin dapat berkurang bila diberikan bersama makanan. Absorpsi rifampisin akan berkurang 30% jika diberikan bersama dengan antasida. Pemberian antasida akan meningkatkan PH lambung dan akan mengurangi proses dissolution rifampisin sehingga akan menghambat absorpsi. Rifampisin dengan mudah didistribusikan ke sebagian besar organ, jaringan, tulang, cairan serebrospinal dan cairan tubuh lainnya termasuk eksudat serta kavitas tuberkulosis paru. Obat ini menimbulkan warna orange sampai merah bata pada urin, saliva, feses, sputum, air mata dan keringat. Dapat melewati barier plasenta dan dapat dijumpai konsentrasi rendah di ASI. Rifampisin melewati plasenta dengan kadar yang sama dengan ibu. Efek samping ringan dapat timbul pada pemberian rifampisin antara lain: sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan, sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri tulang dan sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi adalah sindrom respirasi, purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Efek samping pada bayi baru lahir juga didapatkan hemorrhagic disease of the newborn sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K.Isoniazid (INH) menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel Mycobacterium. Menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstraksi oleh metanol dari Mycobacterium. Hanya kuman yang peka yang menyerap obat ke dalam selnya dan proses ini merupakan proses aktif. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.INH mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kelarutan INH dalam lemak tinggi, berat molekul rendah dan melalui plasenta serta mudah mencapai janin dengan kadar hampir sama dengan ibu. Waktu paruh berkisar 1-3 jam.Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antara 75-95%diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam bentuk metabolit.Isoniazid tidak bersifat teratogenik janin, meskipun konsentrasi yang melewati plasenta cukup besar.Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan dapat berupa: tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (dengan dosis 5-10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks).Efek samping pada bayi baru lahir dilaporkan adanya perdarahan (hemorrhagic disease of the newborn) sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K sebelum kelahiran.Penggunaan pirazinamid (PZA) pada wanita hamil telah direkomendasikan oleh International Union Against Tuberculosis and Lung Disease secara rutin, namun di Amerika dilarang karena tidak adanya data yang adekuat mengenai efek teratogeniknya. Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah hepatitis, juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.Pemberian intermiten dapat mengurangi kejadian tersebut. Efek samping lain adalah anoreksia, mual, muntah, disuri, demam dan reaksi hipersensitivitas.Streptomisin melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan amnion serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu.

Pengobatan TB pada Wanita MenyusuiKonsensus umum menyatakan bahwa meskipun terdapat konsentrasi kecil dari obatantituberkulosis disekresi lewat air susu ibu, hal ini tidak menjadi kontraindikasi bagi ibu untuk menyusui anaknya. Konsentrasi dari OAT yang diekskresi lewat ASI ini rendah dan tidak membahayakan bagi bayi.Bahkan bilamana bayi membutuhkan pengobatan untuk penyakit aktif yang terjadi pada bayinya atau terapi profilaksis diberikan sesuai guidelines terapi pada anak.Idealnya ibu dan anak dipisahkan terlebih dahulu sampai terjadi konversi dari BTA sputum.Akan tetapi hal ini tidak bisa dilakukan terutama di negara berkembang.Oleh karena itu menyusui tetap dilakukan, yang menjadi kontraindikasi adalah bilamana terjadi tuberculous breast abscess.IX. PrognosisTB merupakan penyakit infeksi oleh M. tuberculosis yang umumnya menyerang jaringan paru, gejala klinisnya meliputi batuk produktif terus-menerus lebih dari dua minggu, sering disertai dengan gejala tambahan seperti sputum bercampur darah, hemoptisis, sesak napas dan rasa nyeri dada.Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan OAT, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT. Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi manifestasi klinis dan progresitivitas tuberkulosis bila diterapi dengan tepat dan adekuat.Penggunaan regimen pengobatan yang tepat dan adekuat dapat memperbaiki kualitas hidup ibu hamil dan menghindari efek samping ke janin dan bayi yang baru lahir.Penggunaan obat streptomisin dan obat lini kedua dihindari pada wanita hamil karena efek samping terhadap janin, kecuali dalam keadaan MDR.

BAB IIILAPORAN KASUSTanggal pemeriksaan: 18 juli 2015Ruangan : PipitJam: 10:30 WITA

IDENTITAS

37

Nama: Ny. NUmur: 33 tahunAlamat: GawalisePekerjaan : URTAgama: Islam Pendidikan: SMANama Suami: Tn. AUmur: 38 tahunAlamat: GawalisePekerjaan: TaniAgama: IslamPendidikan: SMP

ANAMNESISG2P1A0HPHT: 13 Desember 2014Menarche: 15 tahunSiklus haid: 28 hariLama haid : 7 hariPerkawinan: pertama, 6 tahun

Keluhan utama: Batuk dan SesakRiwayat penyakit sekarang: Pasien masuk RS dengan keluhan sesak napas dan batuk yang dirasakan sudah sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Batuknya bersifat hilang timbul dan berlendir. Lendir berwarna putih kental. Jika batuk, biasanya pasien sampai muntah. Sesak napas juga sering dialami sejak 2 bulan yang lalu, dan sesak akan hilang dengan sendirinya. Namun sesak yang dirasakan terasa memberat sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh selalu demam sudah sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan naik turun dan lebih sering pada saat malam hari. Menurut pasien, dia juga sering berkeringat pada malam hari dan juga mengalami penurunan berat badan.Pasien mengaku saat ini pasien sedang hamil dengan umur kehamilan 7 bulan. Selama hamil trimester pertama, pasien mengalami kenaikan berat badan, namun 2 bulan terakhir, berat badannya turun. Tidak ada keluhan untuk kehamilannya, ibu merasa pergerakan janin aktif. Belum ada sakit perut tembus belakang, pengeluaran darah dan lendir belum ada, pengeluaran air juga belum ada.

Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah mengalami batuk lama sejak sebelum hamil.Riwayat penyakit keluarga: Ayah pasien mengalami batuk sejak 6 bulan dan tinggal serumah dengan pasien

Riwayat obstetri: Hamil pertama : Anak perempuan, cukup bulan, lahir spontan LBK di RS ditolong oleh bidan, usia sekarang 4 tahun. BBL 2.900 gram Hamil kedua : Hamil sekarangRiwayat ANC:Pasien hanya satu kali memeriksakan kandungan di layanan kesehatan selama hamil, saat usia kandungan 4 bulan menurut pasien.Riwayat imuisasi :Suntikan TT tidak pernah dilakukan

PEMERIKSAAN FISIKKU: SedangKesadaran: Kompos mentisBB: 55 KgTB: 150 cm

Tanda vitalTD : 110/60 mmHgN : 72 kali/menit

S : 37,80CR : 32 kali/menit

Kepala LeherKonjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran kelenjar getah bening (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (-). Thorax I: pergerakan dada simetris, iktus kordis tidak tampakP: nyeri tekan (-), massa tumor (-)P: sonor pada kedua lapang paru, batas jantung kesan normalA: bunyi pernapasan vesikuler (+/+), rhonki (+/+) di bagian apeks, wheezing (-/-). Bunyi jantung I/II murni, reguler. Abdomen(Pemeriksaan obstetri)Leopold I:TFU teraba 3 jari di bawah processus xypoideus. Teraba bagian besar dan lunak.Leopold II: situs membujur, punggung bayi di sebelah kanan ibu. Teraba bagian yang memanjang di sebelahan kanan dan berbenjol-benjol disebelah kiriLeopold III: teraba 1 bagian bulat, keras dan bisa digoyang.Leopold IV: kesan kepala janin membentuk konvergen.DJJ (Pu-Ki): 155 x/menitHIS: -Pergerakan janin : aktifJanin: tunggal Genitalia (Vaginal Toucher)Tidak dilakukan. Ekstremitas : edema (-/-), tonus otot baik.

PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium tanggal 18-8-2015: WBC: 21,3 x 103/mm3 RBC: 3,13 x 106/mm3 HGB: 10,5 g/dL HCT: 30,5 % PLT: 418 x 103/mm3HbSAg: Non reaktif

RESUMEPasien perempuan G2P1A0 berusia 33 tahun masuk RS dengan keluhan batuk sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Batuk berlendir (+), sesak (+), Demam (+), keringat pada malam hari (+), penurunan berat badan (+).Pada saat dilakukan pemerikaan auskultasi pada paru didapatkan bunyi rhonki(+/+) di bagian apeks. Berdasarkan pemeriksaan Leopold I: TFU teraba 2 jari di bawah processus xypoideus, teraba bagian besar dan lunak. Leopold II: situs membujur, punggung bayi pada sisi kanan ibu. Teraba bagian yang memanjang di sebelahan kanan dan berbenjol di kiri. Leopold III: teraba 1 bagian bulat, keras dan bisa digoyang. Leopold IV: kesan kepala janin membentuk konvergen. DJJ (Pu-Ka): 146 x/menit, HIS:- , pergerakan janin baik, janin tunggal. Pemeriksaan Vaginal Toucher tidak dilakukan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC: 21,3 x 103/mm3, RBC: 3,13 x 106/mm3, HGB: 10,5 g/dL, HCT: 30,5 %, PLT: 418 x 103/mm3, HbSAg : Non reaktif

DIAGNOSISG2P1A0 gravid 32-33 minggu + susp. TB Paru

PENATALAKSAAN IVFD RL + drips Neurosanbe 28 tpm Pasang O2 3 Lpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Ambroxol 3 x 1 Histolan 3 x 20 mg S.F 2 x 1

FOLLOW UP

Tanggal 19-08-2015S: sesak napas (+), batuk (+), mual (+), muntah (-). Sakit perut tembus belakang (-), Pelepasan lendir darah (-), pelepasan air (-), BAB (-), BAK lancarO: TD: 110/70 mmHgN: 76 x/menitS: 37,50CR: 26 x/menit

BJF : (Pu-Ka) : 157 x/menitHis :(-)A: G2P1A0 gravid 32-33 minggu, susp. TB paruP: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Histolan 3 x 20 mg S.F 2 x 1 Ambroxol 3 x 1 Cek Sputum SGOT/SGPT

Tanggal 20-7-2015S: sesak (+), batuk (+), pusing (+), sakit perut tembus belakang (-), pelepasan darah (-), lendir (-), air (-), BAK (+), BAB (+).

O: TD : 100/70 mmHg N : 72 x/menitS : 370CR : 22 x/menitBJF : 137 x/menit

Laboratorium /12/2014:Sputum BTA A : Positif 1 (+)Sputum BTA B : Positif 1 (+)Sputum BTA C : Positif 3 (+++)SGOT : 50 U/ISGPT : 35 U/IHis : -

A: G2P1A0 gravid 32-33 minggu + TB paruP: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Histolan 3 x 20 mg S.F 2 x 1 USG Obstetri Tanggal 21-07-2015S: Sakit perut tembus belakang (+), pengeluaran darah (+), lendir (+), air (-), sesak (+), batuk (+).BAK (+), BAB (+).

O:TD : 110/80 mmHgN : 86 x/menit S : 36,70CR : 24 x/menitBJF : 135 x/menitHis : 1 x/10 menit (10-15 detik)VT : pembukaan 2 cm, portio tebal lunak, ketuban (+)

Hasil USG :Gravid tunggal letak kepalaHR : 146 X/menitPlasenta pada dinding posterior (grade II)AFI : 5,9 cmEstimasi berat janin : 1129 gramEstimasi usia kehamilan 27 minggu..A: G2P1A0 gravid 32-33 minggu + inpartu kala 1 fase laten + TB paru P: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Inj. Dexametason 1 amp/8jam/IV Histolan 3 x 20 mg S.F 2 x 114.20 : pasien dipindah ke ruangan KB14.30 : pasien tiba di ruangan KBVT : pembukaan 2 cm, portio lunak, ketuban (+), His 1x dalam 10 menit, durasi 30-35 detik.kepala H1,BJF 138x/menit.Mengobservasi BJF, HIS, kemajuan persalinan.18.30 : VT kontrol : pembukaan 5 cm, portio lunak, ketuban (+), Kepala H1, BJF 138 x/menit, HIS 3x/10 menit, durasi 30-40 detik.20.00 : VT : Pembukaan 10 cm, kepala H3, ketuban pecah spontan warna keruh, kepala nampak di vulva, dilakukan pimpinan persalinan normal.20.05 : Lahir bayi perempuan SPT LBK, BB 1200 gram, PB 37 cm.20.08 : injeksi Oksitosin 1 amp/IM20.10 : lahir plasenta, selaput lengkap.20.15 : TTV post partumTD : 100/70 mmHgN : 100x/menitS : 36,5 CR : 24x/menit22.15 : TTV 2 jam Post PartumTD : 110/70 mmHgN : 80x/menitS : 36,5 CR : 24x/menitTFU : 1 jari dibawah pusatPerdarahan 50ccKontraksi uterus baik

Tanggal 22-07-2015S: nyeri luka hekting (+), flatus (+), sakit perut (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), batuk (+), BAK (+), BAB (-).

O: TD: 100/60 mmHg N: 84 x/menit S: 370C R: 24 x/menit ASI: +/+ TFU: 2 jari dibawah pusat Lokia: rubra Peristaltik : (+)

A: P2A0 partus preterm SPT LBK H1 + TB P: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Asam mefenamat 3 x 500 mg Ambroxol 1 x 3 tab Curcuma 3 x 1 tab SF 2 x 1 tablet Metil ergomertin 3 x 1 tab Vagina toilet

Tanggal 23-07-2015S: nyeri luka hekting (+), flatus (+), sakit perut (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), batuk (+), BAK (+), BAB (-).O: TD: 90/60 mmHg N: 84 x/menit S: 370C R: 24 x/menit ASI: +/+ TFU: 2 jari dibawah pusat Lokia: rubra Peristaltik : (+)

A: P2A0 partus preterm SPT LBK H2 + TB paruP: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Asam mefenamat 3 x 500 mg Ambroxol 1 x 3 tab Curcuma 3 x 1 tab SF 2 x 1 tablet Metil ergomertin 3 x 1 tab Vagina toilet

Tanggal 24-07-2015S: nyeri luka hekting (+), flatus (+), sakit perut (-), mual (-), muntah (-), pusing (+), sakit kepala (+), demam (+), batuk (+), sesak (+), BAK (+), BAB (-).O: TD: 90/60 mmHg N: 84 x/menit S: 380C R: 30 x/menit ASI: +/+ TFU: 2 jari dibawah pusat Lokia: rubra Peristaltik : (+) Kaku kuduk (+)

A: P2A0 partus preterm SPT LBK H2 + TB paru + Susp Meningitis TBP: O2 3Liter/menit IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Inj. Ketorolak 1 amp/8 jam/IV Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/IV Curcuma 3 x 1 tab SF 2 x 1 tablet Metil ergomertin 3 x 1 tab Parasetamol 4 x 1 tab Vagina toilet

Tanggal 25-07-2015S: penurunan kesadaran (+), demam (+)O: TD: 90/60 mmHg N: 84 x/menit S: 390C R: 30 x/menit ASI: +/+ TFU: 2 jari dibawah pusat Lokia: rubra Peristaltik : (+) Kaku kuduk (+)A: P2A0 partus preterm SPT LBK H2 + TB paruP: O2 3Liter/menit IVFD RL 20 tpm Inf. Metronidazol 500mg /8jam/IV Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam/IV Inj. Ketorolak 1 amp/8 jam/IV Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/IV Drips Sanmol 20 tpm

Tanggal 26-07-2015Pasien Meninggal

PEMBAHASANTuberkulosis pada kehamilan mempunyai gejala klinis yang serupa dengan TBC pada perempuan yang tidak hamil. Sebagian besar pasien TB paru dengan kehamilan, tidak menunjukan kelainan yang mencurigakan sehingga pasien tidak menyadari penyakit tersebut. Gejala klinis yang paling banyak ditemukan adalah batuk, demam, lemah lesu, nyeri dada, sesak napas, keringat pada malam hari, penurunan napsu makan, dan penurunan berat badan. Pada pasien ini diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Keluhannya yang sering ditemukan adalah batuk, sesak, demam, malaise, penurunan berat badan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa manifestasi klinis dari TB Paru adalah batuk lama, demam, penurunan berat badan, dan berkeringat pada malam hari. Keluhan-keluhan tersebut, sama dengan keluhan-keluhan pasien TB paru tanpa kehamilan. Begitu juga dengan kelainan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya rhonki terutama pada bagian apex paru. Pada pemeriksaan fisik pasien ini, ditemukan adanya rhonki pada auskultasi thorax. Pada anamnesis obstetri di ketahui bahwa pasien sedang hamil. Dengan HPHT tanggal 13 desember 2014, dan umur kehamilan pasien saat ini adalah 32-33 minggu. Pada pemeriksaan fisik obstetri untuk Leopold I: TFU teraba 2 jari di bawah processus xypoideus, teraba bagian besar dan lunak. Leopold II: situs membujur, punggung bayi teraba pada sisi kana ibu. Leopold III : teraba 1 bagian bulat, keras dan bisa digoyang. Leopold IV: kesan kepala janin membentuk konvergen, sehingga kemungkinan janin pasien adalah tunggal. Pada pemeriksaan penunjang untuk tuberculosis yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah, uji tuberkulin, sputum BTA dan pemeriksaan radiologis. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan sputum. Pemeriksaan ini termasuk mudah dan murah. Dilakukan 3 kali pengambilan sputum yaitu sewaktu, pagi, sewaktu. Dan hasil dari pemeriksaan sputum pada pasien ini adalah adalah BTA A (+), BTA B (+) dan BTA C (+++). Hal ini memperkuat diagnosis TB Paru pada pasien ini.Pada perawatan hari ke 3, pasien mengeluh sakit perut tembus belakang, ada pelepasan darah dan lendir. Hal ini merupakan tanda inpartu sehingga pasien dipindahkan ke ruangan bersalin. Dilakukan observasi kemajuan persalinan dan kemudian lahir bayi laki-laki dengan berat 1200 gram dan panjang 43 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, kehamilan dengan infeksi TBC berisiko terjadi prematuritas, IUGR, BBLR serta resiko kematian perinatal. Pada kasus TB paru dengan kehamilan, kemungkinan fetus terinfeksi tuberkulosis dapat terjadi, hal ini berkaitan dengan tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan oleh infeksi pada plasenta yang didapat dari ibu. Pada bayi diberikan vaksinasi BCG setelah profilaksis isoniazid 10mg/kg/hari pada bayi dari ibu dengan tuberkulosis. Pada kasus ini tidak di lakukan evaluasi lebih lanjut terhadap bayinya sehingga tidak diketahui apakah bayinya juga mengalami infeksi tuberculosis atau tidak.Pengobatan TBC pada kehamilan prinsipnya tidak berbeda pada pengobatan TB pada umumnya. Hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomicin yang dapat menyebabkan permanen ototoksik dan dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi akan dilahirkan. Golongan utama OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Pada kasus ini, pasien belum langsung di berikan terapi OAT karena pemeriksaan fungsi hati pasien menunjukan adanya gangguan yang ditandai dengan peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Pada perawatan hari ke 3 post partum, keadaan pasien semakin menurun. Pasien menunjukan adanya tanda-tanda terjadinya infeksi meningitis TB, hal ini di buktikan dengan adanya keluhan sakit kepala hebat, demam tinggi dan pada pemeriksaan fisik di temukan kaku kuduk positif. Yang kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran hingga akhirnya pasien meninggal. Pada beberapa kasus memang terdapat perburukan penyakit sebesar 15%-30% pada pasien yang tidak diobati dengan tepat. Selama kehamilan, perjalanan penyakit tuberkulosis relatif stabil, tetapi perjalanan penyakit menjadi progresif setelah melahirkan. Teori menjelaskan hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor kadar estrogen yang meningkat pada bulan pertama kehamilan dan kemudian tiba-tiba menurun segera setah melahirkan. Disamping itu, faktor lain yang meperburuk tuberkulosis pada masa nifas adalah trauma pada waktu melahirkan, kesibukan atau kelelahan ibu siang dan malam mengurus anak yang baru lahir, dan faktor-faktor sosial ekonomi. Mortalitas wanita hamil yang baru diketahui menderita tuberkulosis paru sesudah hamil adalah 2X lipat dibandingkan dengan wanita hamil yang telah diketahui menderita tuberkulosis paru sebelum dia hamil. Pasien yang tidak mendapat terapi yang adekuat, yang resisten terhadap terapi, setelah melahirkan karena diafragma turun mendadak, terjadi komplikasi yang paling sering yaitu hemoptisis atau juga penyebaran kuman secara hematogen.Prognosis TBC pada wanita hamil, tidak jauh berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa hasil yang lebih baik didapatkan jika wanita itu diketahui menderita TBC sebelum masa kehamilan dan jika diobati secara baik. Hasil terburuk didapatkan pada pasien-pasien yang baru diketahui pertama kali menderita infeksi TBC pada masa pueperium, dikarenakan kuman yang sudah menyebar luas. Dan pada kasus ini, prognosis pada pasien adalah buruk. Karena pasien mengalami perburukan pada saat post partum hingga meninggal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mnyani C, McIntyre J. Tuberculosis in pregnancy. BJOG: An International Journal of Obstetrics &Gynaecology. 2011 Jan;118(2):22631.2. Anwar, M, Baziad, A, Prabowo, RP. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2011.3. Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009, p 346-365.4. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993 5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta: Erlangga; 2007. 6. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. 7. Cunningham et al. Penyakit Paru. Dalam: Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2000. 1387-1389 8. Bothamley G. Drug Treatment for Tuberculosis during Pregnancy: Safety Considerations. Drug Safety Vol. (7): 553-65, 2001.