REFERAT VERTIGO Pembimbing: Dr. Asnominanda, Sp. THT-KL Disusun Oleh : Ivan Laurentius 11-2014-309 Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
REFERAT
VERTIGO
Pembimbing:
Dr. Asnominanda, Sp. THT-KL
Disusun Oleh :
Ivan Laurentius
11-2014-309
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSAU dr. Esnawan Antariksa
20 April 2015 – 23 Mei 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga referat ilmu THT tentang “Vertigo“ ini dapat selesai. Referat ini dibuat
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan Klinik THT di RSAU
Esnawan Antariksa Jakarta.
Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat ini.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing saya, dr. Asnominanda, Sp. THT-KL yang telah membimbing saya selama
kepaniteraan di RSAU Esnawan Antariksa Jakarta dalam pembuatan referat ini.
Penulis sadar referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan setiap pembaca pada umumnya.
Jakarta, 10 Mei 2015
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar....................................................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................................4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh ...............................................4
2.2 Definisi....................................................................................................................9
2.3 Epidemiologi...........................................................................................................10
2.4 Etiologi....................................................................................................................10
2.5 Patofisiologi............................................................................................................12
2.6 Gejala Klinis...........................................................................................................14
2.7 Klasifikasi Vertigo..................................................................................................15
2.8 Diagnosis.................................................................................................................16
2.8.1 Anamnesis...............................................................................................................16
2.8.2 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................19
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................21
2.9 Diagnosis Banding .................................................................................................21
2.9.1 Penyebab Vertigo Perifer........................................................................................21
2.9.2 Penyebab Vertigo Sentral.......................................................................................22
2.10 Penatalaksanaan......................................................................................................23
2.10.1 Prinsip Umum Terapi Vertigo................................................................................23
2.10.2 Terapi Spesifik........................................................................................................28
BAB III Kesimpulan...........................................................................................................29
Daftar pustaka.....................................................................................................................30
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi
pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama
dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke
dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.1
Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope, dan
disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan dizziness
yang dilaporkan pada primary care.2
Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari system
saraf perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan kondisi lain. 93%
pasien pada Iprimary care mengalami BPPV, acute vestibular neuronitis, atau menire
disease.2
Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan gejala mereka,
menetukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk membuat sebuah pendekatan
menggunakan pengetahuan dari kunci anamnesis, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis
akan membantu dokter unutk menegakkan diagnosis dan member terapi yang tepat untuk
pasien.3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi, etiologi dan patofisiologi vertigo?
2. Bagaimanakah klasifikasi vertigo?
3. Bagaimanakah gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis,
diagnosis banding dan terapi vertigo?
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari vertigo
2. Mampu menjelaskan klasifikasi dari vertigo
3. Mampu mendiagnosis vertigo berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang serta mampu menentukan terapi dengan tepat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu :
sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi
labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin
terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran)
dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran,
terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe,
dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak saling
berhubungan.
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan
utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau
makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel
penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe,
sedang duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga
duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus.
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis
kedelapan (yaitu, nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei
vestibularis di bagian otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terletak di dalam bagian
petrosus os tempolaris dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan tigan kanalis
semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil yang
terisi dengan perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi endolimf. Urtikulus,
sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ
reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.
Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior
sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus
dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah,
4
kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis
posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis
terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan utrikulus.
Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk
ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut
sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yangmemanjang yang
disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis
semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang dengan demikian,
merupakan reseptor kinetik (reseptor pergerakan).
Gambar 1. Krista Ampularis
Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula utrikularis
dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan dasar
tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-
sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung kristal kalsium
karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang.
Reseptor ini menghantarkan impuls statik, yang menunjukkan posisi kepala
terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus
otot. Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung
refleks yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh
sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan
kepala.
5
Stasiun berikutnya untuk transmisi impuls di sistem vestibular adalah nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus;
mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor
di organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus
ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius
internus, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke
batang otak di taut pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke
nukleus vestibularis, yang terletak di dasar ventrikel keempat.4
Gambar 2. Telinga dalam
Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh:
Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
Nukleus vestibularis inferior (Roller).4
Gambar 3. Kompleks Nuklear Vestibularis dan Hubungan Sentralnya
6
Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang sebelum
memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat mereka
membentuk relay sinaptik dengan neuron kedua.
Anatomi hubungan aferen dan eferen nuklei vestibularis saat ini belum diketahui
secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:
Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan impuls
langsung ke lobus flokulonodularis serebeli (arkhiserebelum) melalui traktus
juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus serebelaris inferior. Kemudian,
lobus flokulonodularis berproyeksi ke nukleus fastigialis dan melalui fasikulus
unsinatus (Russell), kembali ke nukleus vestibularis; beberapa serabut kembali
melalui nervus vstibularis ke sel-sel rambut labirin, tempat mereka mengeluarkan efek
regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung serabut-serabut
ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan inferior dan
mengirimkan serabut eferen langsung kembali ke kompleks nuklear vestibularis, serta
ke neuron motorik medula spinalis, melalui jaras serebeloretikularis dan
retikulospinalis.
Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus vestibularis
lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam fasikulus anterior ke
motor neuron ɤ dan α medula spinalis, turun hingga ke level sakral. Impuls yang
dibawa di traktus vestibularis lateralis berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor
dan mempertahankan tingkat tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk
keseimbangan.
Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis medialis
bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius medula spinalis
servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke medula spinalis torasika
bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di bagian anterior medula spinalis
servikalis, di dekat fisura mediana anterior, sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan
mendistribusikan dirinya ke sel-sel kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian
atas. Serabut ini mempengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala
dan kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium
dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.
Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi otot-otot
ekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis.
7
Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi alat keseimbangan tubuh (AKT)
melewati tahapan sebagai berikut.
Tahap Transduksi.
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair cell), R. visus (rod dan cone
cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf.Dari ketiga R tersebut, R vestibuler
menyumbang informasi terbesar disbanding dua R lainnya, yaitu lebih dari 55%.
Mekanisme transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika rangsangan gerakan
membangkitkan gelombang pada endolyimf yang mengandung ion K (kalium). Gelombang
endolimf akan menekuk rambut sel (stereocilia) yang kemudian membuka/menutup kanal ion
K bila tekukan stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks
ion K dari endolymf ke dalam hari cells yang selanjutnya akan mengembangkan potensial
aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam hair
cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsangn pelepasan neurotransmitter (NT) ke
celah sinaps untuk menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen
vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.5
Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju
ke otak dengan NT-nya glutamate
A. Normal synoptic transmition
B. Iduktion of longtem potentiation
Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT:
- Inti vestibularis
- Vestibulo-serebelum
- Inti okulo motorius
- Hipottalamus
- Formasio retikularis
- Korteks prefrontal dan imbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai.
Manakala rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya,
bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi.
8
Tahap Persepsi
Tahap ini belum diketahui lokasinya
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler visual dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler
yang punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik.
Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari
kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin
dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk
kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga
merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
keseimbangan tubuh di otak.4
Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler.Serebellum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung
dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah
dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang
gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.5
2.2 Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan
oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan
seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita
bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan
keseimbangan.vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi
9
vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.1
2.3 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi dizziness, yang
meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan
yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum.Dari
keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%.Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari
stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di
serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan
serebelum adalah 3-5: 1. Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki gejala
vertigo dan ketidakseimbangan.Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-80/ 100.000
per tahun. Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat.2
2.4 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat kecelakaan,
stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran
darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan
melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di
dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya
sendiri.
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi
tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti
nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks. Berbagai
penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Berikut beberapa penyebab vertigo serta
lokasi lesi :
10
Labirin, telinga dalam
- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
SENTRAL
Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi
nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih
bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan
netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler
antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa
penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibuler. Obat penyekat alfa
11
adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang
dapat dikacaukan dengan vertigo.7
2.5 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei
N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.8
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan
dan gejala lainnya.9
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
12
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga
timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini
lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.8-10
2.6 Gejala Klinis
13
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh gangguan pada
sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsi, oscilopsia, ataxia, dan gejala pendengaran.
Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang
paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan
nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang berlawanan
dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika sementara biasanya
disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari sentral dan
disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi
merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasanya disebabkan
BPPV namun jika menetap disebabkan oleh sentral dan biasanya disertai dengan
rotator nistagmus.11
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya didekspresikan sebagai sensasi
didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi apparatus otolitik
pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit.12
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala. Pasien
dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua matanya.
Sedangkan pasien dengan unilateral vestibular loss akan mengeluh dunia seakan
berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami gangguan.13
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasanya universal pada pasien dengan
vertigo otologik dan sentral.
Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi
dan sensasi penuh di telinga.
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan sensiivitas
visual.4
2.7 Klasifikasi vertigo
14
Gambar 3. Klasifikasi vertigo
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-
vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem
vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan
sistem visual dan somatosensori.
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan
posisi
Stress, hiperventilasi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular14
Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer dan
sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di saraf kranial VIII (Saraf
Vestibulokoklear) divisi vestibular. Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi
akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi
(serebelum dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral
antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya
di batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo
yang disebabkan neuroma akustik juga termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat
15
Vertigo
Vestibular
sentral
perifer
Non-vestibular
sistem visual
sistem somatosensori
gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala kejang parsial
kompleks.
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan
posisi kepala
Ya Kadang tidak berkaitan
Usia pasien Berapapun, biasanya
muda
Usia lanjut
Gangguan status
mental
Tidak ada atau kadang-
kadang
Biasanya ada
Defisit nervi cranial
atau cerebellum
Tidak ada Kadang disertai ataxia
Pendengaran Seringkali berkurang atau
dengan tinnitus
Biasanya normal
Nistagmus Nistagmus horizontal dan
rotatoar; ada nistagmus
fatique 5-30 detik
Nistagmus horizontal atau
vertical; tidak ada
nistagmus fatique
Penyebab Meniere’s disease
Labyrinthitis
Positional vertigo
Massa Cerebellar / stroke
Encephalitis/ abscess otak
Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral14
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20 sampai
40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga
dapat ditentukan berdasarkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan
penyakitnya.6
16
2.8.1 Anamnesis
Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan untuk
membedakan perifer atau sentral meliputi:
Karakteristik dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar,
atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau light headness, atau hanya suatu perasaan
yang berbeda (kebingungan)
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute vestibular
neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada
Ménière’s disease, pada awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya. Sedangkan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki
penyebab psikologis.15
Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama durasi
vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi lebih besar.Vertigo perifer
umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular
attack.Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo dapat dilihat pada tabel
6.16
Durasi episode Kemungkinan Diagnosis
Beberapa detik
Detik sampai menit
Beberapa menit sampai satu jam
Beberapa jam
Peripheral cause: unilateral loss of vestibularfunction; late stages of acute vestibularneuronitis
Benign paroxysmal positional vertigo;perilymphatic fistula
Posterior transient ischemic attack;perilymphatic fistula
Ménière’s disease; perilymphatic fistula fromtrauma or surgery; migraine; acoustic neuroma
17
Beberapa hari
Beberapa minggu
Early acute vestibular neuronitis*; stroke;migraine; multiple sclerosis
Psychogenic
Tabel 3. Perbedaan Durasi Gejala untuk Berbagai Penyebab Vertigo.16
Faktor Pencetus
Faktor pencetus dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo vestibular
perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab yang paling mungkin
adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan
berhubungan dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang
mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan
migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik Fistula perimfatik dapat
disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan
yang mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula
perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising
pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.17
Stress psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang stress
psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis tidak cocok dengan
penyebab fisik vertigo manapun.16
Faktor pencetus Kemungkinan diagnosis
Perubahan posisi kepala
Spontaneous episodes(i.e., no consistentprovoking factors)
Recent upper respiratoryviral illness
Stress
Immunosuppression(e.g., immunosuppressive
Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo; cerebellopontineangle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula
Acute vestibular neuronitis; cerebrovasculardisease (stroke or transient ischemicattack); Ménière’s disease; migraine;multiple sclerosis
Acute vestibular neuronitis
Psychiatric or psychological causes; migraine
18
medications, advancedage, stress)
Changes in ear pressure, head trauma, loud noises
Herpes zoster oticus
Perilymphatic fistulaTabel 4. Perbandingan Faktor Pencetus dari Penyebab Vertigo
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan gejala
neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab
vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit
serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior cebellar.
Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah,
penyakit invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan
dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang
parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis berupa
kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia, penurunan
kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan
diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple
sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan dengan
migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadang disertai aura),
mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia; 21-35% pasien dengan migraine mengeluhkan
vertigo.3
2.8.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik Umum :
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur;
bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa
Pemeriksaan Neurologis :
- Pemeriksaan mata:
▪ Mencari adanya nistagmus:
a) Pada mata dalam posisi netral bila ada nistagmus disebut nistagmus spontan.
19
b) Bila pada mata melirik kekiri dan kanan, atas bawah bila ada nistagmus disebut
nistagmus tatapan.
c) Nistagmus yang disebabkan oleh kelainan system saraf pusat mempunyai cirri-ciri,
sebagai berikut :
- Nistagmus pendular: nistagmus yang tidak mempunyai fase cepat atau lambat.
- Nistagmus ventrikal yang murni: nistgamus yang gerakan ke atas dan bawah.
- Nistagmus rotatari yang murni: gerakannya berputar
- Gerakan nistagmoid: gerakan bolamata yang bukan nistagmus sebenarnya tetapi
mirip dengan nistagmus.
- Nistagmus tatapan yang murni: nistagmus yang berubah arahnya bila arah lirikan
mata berubah.
- Uji Dix-Halpike: bertujuan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional
paroksismal maka untuk membangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi:
* Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring terlentang
dengan kepala tergantung diujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok
kekiri (10-20o) pertahankan selama 10-15 detik, liat adanya nistagmus kemudian
kembali ke posisi duduk dan liat adanya nistagmus dalam 10-15 detik.
* Ulangi pemeriksaan tersebut kali ini kepala menengok ke kanan. Orang normal dengan
manufer tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus.
- Pemeriksaan Keseimbangan:
▪ Romberg test: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
20
▪ Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.12
▪ Diadokokinesis: merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yang berlawanan
berturut-turut. Surh pasien merentangkan kedua lengannya kedepan, kemudian suruh ia
mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat.
Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
▪ Tes tunjuk hidung: Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya
kesamping, kemudian ia disuruh menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi
serebral telunjuk tidak sampai di hidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi.2,4
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometrik, vestibular testing,
evalusi laboratori dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan.Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan
gangguan pendengaran.Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric
pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran.
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness
.Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien.
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral
yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII.15
2.9 Diagnosis Banding
2.9.1 Penyebab Vertigo Perifer
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.
Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit
dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan
21
horizontal. Otolit mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.16
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga
diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny,
meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun
setelah episode.15
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran. 11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.17 Ménière’s disease terjadi
pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.15
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi
karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat
infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolik.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran. Keduanya
terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.
2.9.2 Penyebab Vertigo Sentral
Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering dilaporkan
pada 27-33% pasien dengan migraine.. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura
(selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar migraine dimana juga
didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan
aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk migraine.17
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari suatu
vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai
22
beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki factor resiko
cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan gejala visual meliputi inkoordinasi,
jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal.16
Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan kebanyakan
adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang
lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis . Tumor pada fossa
posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak
terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala
neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Prinsip Umum Terapi Vertigo
Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan
setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :
a. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.Antihistamin yang dapat
meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin.Antihistamin
yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf
pusat.Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo.Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).Pada penderita
vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif.
- Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di
telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah
gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
23
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikanintramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50
mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
- Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek
samping mengantuk.3
b. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo.Obat antagonis kalsium Cinnarizine
(Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.Merupakan obat supresan vestibular
karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis
kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai
dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular.Dapat mengurangi respons terhadap
akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x
75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau
konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
c. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun tidak
semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine
(Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang
berkhasiat terhadap vertigo.
24
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama
aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze),
4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek
samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.Obat ini
dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena).Dosis
yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).17
d. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya.
Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah –
gugup.
e. Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang diderita
yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan penglihatan
menjadi kabur.
- Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
- Diazepam: Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
25
f. Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo.
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4
kali sehari.3
Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau
proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan
fisik vestibular.Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan
atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan:
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh
jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
26
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi
pada objek yang diam.
Terapi Fisik Brand-Darrof
Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.
Gambar 5. Terapi Fisik Brand-Darrof
Keterangan:
Ambil posisi duduk.
Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.17
2.10.2 Terapi Spesifik
BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi obat-obatan. Vertigo dapat
membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan memindahkan deposit kalsium yang
bebas ke belakang vestibule. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver
epley, modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis,
27
Vestibular neuritis dan Labirynthis
Terapi fokus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang mensupresi
vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi vestibular terjasi lebih
cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari latihan vestibular sesegera
mungkin setelah vertigo berkurang dengan obat-obatan.
Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik.Walaupun diet rendah garam
dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam mengobati
ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang, intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt
endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap
pengobatan diuretic dan diet.3
28
BAB III
KESIMPULAN
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan
oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan
seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita
bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan
keseimbangan.vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai
beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi
vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk menegakan diagnosis antara lain pemeriksaan neurologis.
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care.
BJMP 2010;3(4):351.
2. Lempert T, Neuhauser H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine. Journal Nerology 2009;25:333-8.
3. Labuguen RH. Initial evaluation of vertigo. Journal American Family Physician 15
Jan 2006;73(2).
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.
5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.761-2.
6. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2005.p.25.
7. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine
8. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2007.p.89.
9. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V, editor. Buku ajar patologi.
Vol 2. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
10. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009.p.251.
11. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
12. Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksisimal jinak. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.104-9.
13. Riyanto B. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran 2004;144:41-6.
14. Mcphee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatment 2011. 50th ed.
Philadelphia: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.
15. Kovar M, Jepson T, Jones S. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal Positional
Vertigo. Journal Gerontological of Nursing Dec 2006.
16. Swartz R, Longwell P. Treatment of vertigo. Journal of American Family Physician
15 March 2005;71:6.
17. Chain TC. Practical neurology: approach to the patient with dizziness and vertigo.
Illnois: William & Wilkins; 2009.
30