20
BAB IPENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANGTonsil adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. 3Jaringan limfoid
yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan anatominya oleh
Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Jaringan
limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa
Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan
dekat orifisium tuba eustachius (tonsil Gerlachs).3Tonsilitis
adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal
lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau
Gerlachs tonsil). Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan
akut pada tonsil atau amandel. Tonsilektomi adalah pengangkatan
tonsil dan struktur adenoid, bagian jaringan limfoid yang
mengelilingi faring melalui pembedahan.3Berdasarkan pengertian di
atas kesimpulan dari penulis adalah tonsilitis merupakan suatu
peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus,
prosesnya bisa akut atau kronis.3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II. 1. ANATOMI CINCIN WELDEYERII. 1.1 EMBRIOLOGIPada permulaan
pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke
dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya
terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang
kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan
membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta
tumbuh pada bulan ke 3 - 6 kehidupan janin, berasal dari epitel
permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut
dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan
ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5
dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa
jaringan tonsil.6
II. 1.2 ANATOMICincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang
mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina
dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil
lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid
yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding
posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. 7Tonsil
adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di
dalam faring, diliputi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu
tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina (tonsil faucium), dan
tonsila lingualis yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldeyer.7 Dalam pengertian sehari-hari yang
dimaksud dengan tonsil adalah tonsila palatina, sedang tonsila
faringeal lebih dikenal sebagai adenoid. Untuk kepentingan klinis,
faring dibagi menjadi 3 bagian utama: nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau nasofaring adalah
bagian pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali
palatum molle bagian bawah. Bagian tengah faring disebut orofaring,
meluas dari batas bawah palatum molle sampai permukaan lingual
epiglotis. Bagian bawah faring dikenal dengan nama hipofaring atau
laringofaring, menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang
terpisah dari saluran pencernaan bagian atas.7
Gambar 1. Bagian-bagian FaringPada orofaring yang disebut juga
mesofaring, terdapat cincin jaringan limfoid yang melingkar dikenal
dengan Cincin Waldeyer, terdiri dari Tonsila pharingeal (adenoid),
Tonsila palatina, dan Tonsila lingualis.7
Gambar 2. Letak Tonsil Faringeal (adenoid), Tonsil Palatina dan
Tonsil LingualTonsila Faringeal (adenoid)Adenoid merupakan masa
limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk
dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal
sebagai bursa faringeus.Adenoid terletak pada nasofaring yaitu pada
dinding atas nasofaring bagian belakang. Jaringan adenoid di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius Pada masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau
mengecil sehingga jarang sekali dijumpai pada orang dewasa. Ukuran
adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.3 Apabila adenoid membesar maka akan tampak
sebagai sebuah massa yang terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal
anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas nasofaring.
Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta
dan letak kripta tersebut dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang
memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor superior sehingga pada
waktu adenoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara
keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A.
Karotis interna dan sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A.
Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke
dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris melelui
N. Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga
melalui N. Vagus.3Tonsila LingualisMerupakan kumpulan jaringan
limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara
kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari
papilla sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar
ke arah lateral dan ukurannya mengecil. Dipisahkan dari otot-otot
lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Jumlahnya bervariasi,
antara 30-100 buah. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal
dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami
degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang
akhirnya membentuk detritus.3Tonsila lingualis mendapat perdarahan
dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A. Karotis eksterna.
Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis
interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.
Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.Tonsila PalatinaTonsil
terletak di bagian samping belakang orofaring, dalam fossa
tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm,
lebar 15-20 mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar 1,5 gram. Berat
tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan
pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian
menyusut kembali.Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut
orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas
dan mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil.
Jumlah kripta tonsil berkisar antara 20-30 buah, berbentuk celah
kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Beberapa kripta
ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil dan berakhir
dibawah permukaan kapsul. Kripta dengan ukuran terbesar terletak
pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior, normalnya
mengandung sel-sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan.
Kripta superior sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena
kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena
tersedianya substansi makanan di daerah tersebut. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilarTonsil terletak di
lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral : M. konstriktor faring
superior Anterior : M. palatoglosus Posterior : M. palatofaringeus
Superior : Palatum mole Inferior : Tonsil lingual Secara
mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat,
folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan
interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid).Fossa tonsilaris di
bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina
anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar
posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole
atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk
palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa
supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar.Permukaan
lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan
berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M.
konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam
jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan
saraf tonsil.Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang
disebut plika triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat
folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini penting karena
sikatrik yang terbantuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik
folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat
dikelirukan sebagai sisa tonsil.Pole atas tonsil terletak pada
cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika
semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya
dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris
mukosa dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses
peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak
antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan. Di sekitar
tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik sering menjadi
tempat penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial
tersebut adalah :1. Ruang peritonsil (ruang supratonsil)Berbentuk
hampir segitiga dengan batas-batas :- Anterior: m. palatoglosus-
Lateral & posterior: m. palatofaringeus- Dasar segitiga: pole
atas tonsilDalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang
bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses
peritonsil.
2. Ruang retromolarTerdapat tepat di belakang gigi molar 3,
berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus
mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada
bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus internus dan
bagian atas terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi
abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus
disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan
abses peritonsil.93. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang
pterygomandibula)Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta
banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila terjadi abses,
berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah :- Superior:
Basis kranii dekat foramen jugulare- Inferior: Os hyoid- Medial: M.
Konstriktor faringeus superior- Lateral: Ramus ascendens mandibula,
tempat m. Pterygoideus interna dan bagian posterior kelenjar
parotis- Posterior: Otot-otot prevertebraRuang parafaring ini
terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan otot-otot
yang melekat pada prosesus styloideus tersebut : Ruang pre-styloid,
lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil,
mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif. Ruang
post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis
interna, V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.Ruang
parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang
retrofaring.9Ruang retrofaringBatas-batasnya adalah sebagai berikut
:- Anterior: fascia m. Konstriktor superior- Posterior: fascia
prevertebralis- Superior: basis cranii- Inferior: mediastinum
setinggi bifurkasio trakea- Lateral: parafaringeal spaceAliran
Limfe TonsilTonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran
limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe
eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk
pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M.
Konstriktor faringeus superior, selanjutnya menembus fascia
bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang
terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di
bawah arkus mendibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke
nodulus limfatikus daerah dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam
duktus torasikus.9Vaskularisasi TonsilTonsil diperdarahi oleh
beberapa cabang pembuluh darah, yaitu : A. Palatina Ascenden,
cabang A. Fasialis, memperdarahi bagian postero inferior A.
Tonsilaris, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah antero-inferior
A. Lingualis Dorsalis, cabang A. Maksilaris Interna, memperdarahi
daerah antero-media A. Faringeal Ascenden, cabang A. Karotis
Eksterna, memperdarahi daerah postero-superior A. Palatida
Descenden dan cabangnya, A. Palatina Mayor dan A. Palatina Minor,
memperdarahi daerah antero-superiorDaerah vena dialirkan melalui
pleksus venosus perikapsular ke V. Lingualis dan pleksus venosus
faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna. Pembuluh
vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula
dan selanjutnya menembus dinding faring.9Persarafan
TonsilPersarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf
glossopharingeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil
melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n.
palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.9
II.2. FISIOLOGIFungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi
sel-sel limfosit tetapi peranannya sendiri dalam mekanisme
pertahanan tubuh masih diragukan. Penelitian menunjukkan bahwa
tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase permulaan kehidupan
terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum
masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah.4 Pada tonsil terdapat
sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),
makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi
antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin
spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan
sel pembawa IgG. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung
sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang
dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%,
sedangkan di darah 55-75%:15-30%.4Tonsil merupakan organ limfotik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2)
sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit
T dengan antigen spesifik.4Hasil penelitian mengenai kadar antibodi
pada tonsil menunjukkan bahwa perenkim tonsil mempunyai kemampuan
untuk memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa
tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A, yang menyebabkan
jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.4Sewaktu baru
lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum
germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu
habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yamg
pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan
dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas
atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang
disertai proses involusi.4Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam
flora normal tonsil dan faring tidak menimbulkan peradangan, karena
pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan hubungan timbal
balik antara berbagai jenis kuman.4 Terdapat 2 bentuk mekanisme
pertahanan tubuh, yaitu :1. Mekanisme pertahanan non spesifikBerupa
kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada
beberapa tempat lapisan mukosa tonsil sangat tipis sehingga menjadi
tempat yang lemah terhadap masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil.
Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini akan
ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen tonsil.
Selanjutnya sel fagosit akan membunuh kuman dengan proses oksidasi
dan digesti.42. Mekanisme pertahanan spesifikMerupakan mekanisme
pertahanan yang penting dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap
udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah.
Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi
jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu, tonsil
dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk
mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut
mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin.
Sel basofil yang terutama adalah sel basofil dalam sirkulasi (sel
basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel
mastosit).4Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi
dengan IgE sehingga permukaan sel membrannya terangsang dan
terjadilah proses degranulasi. Proses ini akan menyebabkan
keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1,
yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.4Dengan teknik
immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma
sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid,
dan kripta tonsil. Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah
menghancurkan antigen akan tetapi mencegah substansi tersebut masuk
ke dalam proses imunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari
infeksi virus, IgA mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh
karena itu, IgA merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi
serta untuk menghambat proses bakteriolisis.4Apabila terjadi
peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil, berikut pembagian
menurut Thane & Cody8 :T1 : batas medial tonsil melewati pilar
anterior sampai jarak pilar anterior-uvulaT2 : batas medial tonsil
melewati pilar anterior-uvula sampai jarak pilar anterior-uvulaT3 :
batas medial tonsil melewati pilar anterior-uvula sampai jarak
pilar anterior-uvulaT4 : batas medial tonsil melewati pilar
anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
Gambar 3. Pembesaran Tonsil
II. 3. TONSILITISII. 3. 1. DefinisiTonsilitis adalah peradangan
tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin
Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil
tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlachs
tonsil).3II. 3. 2. EtiologiA. Tonsillitis bakterialis supuralis
akut paling sering disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus
group A,Misalnya: Pneumococcus, Staphylococcus, Haemalphilus
influenza, Strerptoccoccus nonhemoliticus atau Streptoccus
viridens.3B. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara
lainstreptococcus B hemoliticus grup A,
streptococcus,Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza
serta herpes.C. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau
infeksi virus. Tonsilberfungsi membantu menyerang bakteri dan
mikroorganisme lainnyasebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.
Tonsil bisa dikalahkanoleh bakteri maupun virus, sehingga
membengkak dan meradang,menyebabkan tonsillitis.3II. 3. 4.
PatofisiologiKuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi.
Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil
yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris,
bila bercak detritus berdekatan menjadi satumaka terjadi
tonsillitis lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada
tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akanmengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi olehdetritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul
dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfe submandibula.3,9 II. 3. 5. KlasifikasiMacam-macam
tonsillitis1. Tonsillitis akutDibagi lagi menjadi 2, yaitu :a.
Tonsilitis viral Ini lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus
Epstein Barr.
b. Tonsilitis BakterialRadang akut tonsil dapat disebabkan kuman
grup A Streptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept
throat,pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus
piogenes.Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai
mati.3
Gambar 4. Perbedaan Tonsilitis bakterial dan viral2. Tonsilitis
membranosaa. Tonsilitis DifteriPenyebabnya yaitu oleh kuman
Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan
hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan
laring.3
Gambar 5. Tonsilitis Difteri
b. Tonsilitis SeptikPenyebab Streptococcus hemoliticus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena
di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi
sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.3c. Angina Plout
VincentPenyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau
triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang
kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39 C,
nyeri kepala ,badan lemah dan kadang gangguan
pecernaan.33.Tonsilitis kronik Faktor predisposisi timbulnya
tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatantonsilitis yang tidak adekuat kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman
berubah menjadi kuman golongan gram negatif.Karena proses radang
berulang yang timbul maka seain epitel mukosa juga jaringan limfoid
terkikis, sehinga pada proses penyebuhan jaringan limfoid diganti
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus.
Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris.
Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
sbmandibula.3
Gambar 6. Tonsilitis KronikII. 3. 6. Manifestasi Klinisa. Gejala
berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita
menelan) nyeri seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan
dan telinga memiliki persyarafan yang sama ). Gejala lain: Demam,
tidak enak badan, sakit kepala, muntah.b. Gejala tonsillitis antara
lain : pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, tenggorokan
terasa kering, pernafasan bau, pada pemeriksaan tonsil membesar
dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus,
tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri abdomen, pucat, letargi,
nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan), mual dan muntah.c.
Gejala pada tonsillitis akut : rasa gatal/ kering ditenggorokan,
lesu, nyeri sendi odinafagia, anoreksia, otalgia, suara serak (bila
laring terkena), tonsil membengkakd. Dimulai dengan sakit
tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang
kadang muntah. Tonsil kepala dan sakit pada bengkak, panas, gatal,
sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan,
sakit telinga. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan
sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.II. 3. 7.
Diagnosis1. Fokus pengkajian menurut Firman (2006) yaitu :a.
Anamnesis 1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsilitis)2)
Apakah pengobatan adekuat3) Kapan gejala itu muncul4) Bagaimana
pola makannya5) Apakah rutin atau rajin membersihkan mulutb.
Pemeriksaan fisikData dasar pengkajian menurut Doenges (2000),
yaitu :a) Integritas EgoGejala : Perasaan takut, khawatirTanda :
ansietas, depresi, menolak.b) Makanan atau CairanGejala : Kesulitan
menelanTanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasic)
HygieneTanda : kebersihan gigi dan mulut burukd) Nyeri atau
keamananTanda : Gelisah, perilaku berhati-hatiGejala : Sakit
tenggorokan kronik, penyebaran nyeri ke telingae) PernapasanGejala
: Riwayat menghisap asap rokok (mungkin ada anggota keluargayang
merokok), tinggal di tempat yang berdebu.f) TenggorokanInspeksi :
Tonsil membesar dan berwarna kemerahan.Palpasi : Terdapat nyeri
tekan, pembesaran kelenjar limfoid.II. 3. 8.
PenatalaksanaanPenatalaksanaan tonsillitis secara umum:a. Jika
penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut )
selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan
dalam bentuk suntikan.b. The Amerian Academy of Otolaryngology-
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995
menetapkan indikasi tonsilektomi :1. Serangan tonsilitis lebih dari
tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat.2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.3. sumbatan jalan napas
yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep
apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan corpulmonale.5,34.
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Napas bau yang
tidak berhasil dengan pengobatan.6. Tonsilitis berulang yang
disebabkan oleh bekteri grup A streptococcus beta hemoliticus.7.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan8. Otitis media
efusa/ otitis media supuratif.Penatalaksanaan tonsillitis adalah:a.
Penatalaksanaan tonsillitis akut :1) Antibiotik golongan penisilin
atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan
desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin. 2)
Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk
menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil
usapan tenggorok 3 kali negatif4) Pemberian antipiretikb.
Penatalaksanaan tonsillitis kronik1) Terapi lokal untuk hygiene
mulut dengan obat kumur / hisap.2) Terapi radikal dengan
tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif
tidak berhasil.Pada tonsilektomi :a. Perawatan PrabedahDiberikan
sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan,
membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.2b. Teknik
pembedahanAnestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan,pasien
diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher
dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup
dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat
diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat
dengan diseksi / quillotine. Metode apapun yang digunakan penting
untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan
dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang
harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat
ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar
tonsil.2
c. Perawatan paska-bedah1) Berbaring kesamping sampai bangun
kemudian posisi mid fowler.2) Memantau tanda-tanda perdarahan:1.
Menelan berulang2. Muntah darah segar3. Peningkatan denyut nadi
pada saat tidur3) Dieta) Memberikan cairan bila muntah telah
reda.1. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar
(lebih nyaman dari adanya kepingan kecil)2. Hindari pemakaian
sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan)b) Menawarkan
makanan1. Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.2. Refined
sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati
pada pagi hari setelah perdarahaan.3. Hindari jus jeruk,minuman
panas, makanan kasar atau banyak bumbu selama 1 mingguc) Mengatasi
ketidaknyamanan pada tenggorokan1. Menggunakan ice color (kompres
es) bila mau2. Memberikan analgesik (hindari aspirin)3. Melaporkan
segera tanda-tanda perdarahan.4. Minum 2-3 liter / hari sampai bau
mulut hilang.d) Mengajari pasien mengenal hal berikut1. Hindari
latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu2. Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa
hari karena darah yang tertelan.3. Tenggorokan tidak nyaman dapat
sedikit bertambah antarahari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.
II. 3. 9. KomplikasiKomplikasi tonsillitis akut dan kronik
menurut Mansjoer, A (1999), yaitu:a. Abses peritonsilTerjadi diatas
tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan
oleh Streptococcus group A.b. Otitis media akutInfeksis dapat
menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi) dan
dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis
media yang dapat mengarah pada rupture spontan gendang telinga.c.
Mastoiditis akutRuptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar
infeksi ke dalam sel-sel mastoid.d. Laringitise. Sinusitisf.
Rhinitis
BAB IIIKESIMPULANTerdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal
(adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid
lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam
fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan
dekat orifisium tuba eustachius. Macam-macam tonsillitis yaitu :
tonsillitis akut (tonsilitis viral dan tonsilitis bakterial);
tonsilitis membranosa (tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan
Angina Plout Vincent); dan Tonsilitis kronik.Gejala tonsillitis
antara lain : pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan,
tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, pada pemeriksaan tonsil
membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi
detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri abdomen, pucat,
letargi, nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan), mual dan
muntah.Penatalaksanaan tonsillitis akut antara lain dengan
antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah
infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring
dan obat simptomatik. Penatalaksanaan tonsillitis kronik antara
lain: terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap,
terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.Komplikasi tonsillitis akut dan
kronik yang dapat terjadi yaitu abses peritonsil,otitis media akut,
mastoiditis akut, laringitis, sinusitis dan rhinitis
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta.
Penerbit EGC 2. Brodsky L, Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy, and
Adenoidectomy. In: Bailey JB, Johnson JT editors, Head and Neck
Surgery Otolaryngology, Lippincott Williams and Wilkins,
Philadelpia. 2006 p.1183-98.3. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. 2012.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Balai
Penerbit FKUI. Edisi ke-7. Jakarta 4. Guyton A.C. and J.E. Hall
2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 74,76,
80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.5. Lipton AJ. Obstructive sleep
apnea syndrome. 2002. E- medicine6. Sadler, T.W. 2000. Embriologi
Kedokteran Langman. Alih bahasa : Joko Suyono;Editor Devi H,
Ronardi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC7. Snell, Richard S,
. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.8. Soepardi AE.dr, Iskandar
N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
1