UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Laporan kasusTONSILITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu THTRumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :Pembimbing : dr. M. Setiadi, Sp. THT,
Msi,Med
Disusun Oleh :Firdha Aulia Nisa13202211127
Kepaniteraan Klinik Departemen THTFakultas Kedokteran UPN
VETERAN JAKARTARumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAANTHT
Presentasi kasus dengan judul :
TONSILITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik di Departemen THTRumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Firdha Aulia Nisa13202211127
Telah disetujui dan disahkan oleh Pembimbing: Nama pembimbing
Tanda Tangan Tanggal
dr. M. Setiadi, Sp. THT, Msi,Med.......................
...................
Mengesahkan :Koordinator Kepaniteraan THT
dr. M. Setiadi, Sp. THT, Msi,Med
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul tonsilitis kronis eksaserbasi akut.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu THT.Penyusunan laporan ini terselesaikan atas
bantuan dari banyak pihak yang turut membantu terselesaikannya
laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dr. M. Setiadi, Sp.
THT, Msi,Med selaku pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan
klinik Bagian Ilmu THT, atas kerjasamanya selama penyusunan laporan
ini.Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Ambarawa, Mei 2014
Penulis
BAB ILAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN Nama : An. NUsia : 10 tahunJenis kelamin :
Perempuan Agama : Islam Suku / bangsa : JawaPendidikan :
SDPekerjaan : PelajarAlamat : TambakboyoTanggal Pemeriksaan : 27
April 2015II. ANAMNESISAuto dan alloanamnesa tanggal 27 April 2015
pukul 11.00 WIB di Poli THT.Keluhan utamaNyeri menelan.Riwayat
penyakit sekarang Sejak 5 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri
menelan yang hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat
menelan makanan. Nyeri menelan dirasakan terutama setelah pasien
minum minuman dingin. Menurut ibunya belakangan ini pasien sering
mengkonsumsi minuman dingin, makanan pedas dan mie goreng. Pasien
juga mempunyai kebiasaan jajan sembarangan di sekitar
sekolahnya.Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan
dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh sering demam, batuk,
pilek dengan lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat.
Ibu pasien mengatakan pasien sering bernafas melalui mulut ketika
pasien sedang tidur dan terdengar suara ngorok saat tidur. Pasien
tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang
pendengaran dan tidak ada sakit kepala.Riwayat penyakit dahulu dan
riwayat pengobatanPasien memiliki riwayat pilek yang cukup lama dan
hilang timbul sejak 1 tahun terakhir. Pasien telah berobat ke
puskesmas dan diberi obat. 2 minggu sebelum datang ke poli THT,
pasien pergi berobat ke dokter. Setelah diperiksa, pasien
diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan untuk
dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau
dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan mengurangi
gejala. Seminggu yang lalu obatnya habis dan keluhan muncul
lagi.Riwayat penyakit keluarga dan SosialTidak ada keluarga yang
mengalami penyakit seperti ini.Riwayat alergiPasien mengaku tidak
memiliki riwayat alergi terpapar dingin, debu, makanan maupun
obat-obatan.III. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan tanggal 27 April 2015
pukul 11.00 WIB di Poli THT.Status GeneralisKeadaan umum :
BaikKesadaran : Compos mentisBerat badan: 24 kgStatus Gizi:
CukupStatus Lokalis1. Pemeriksaan telingaNo.Pemeriksaan
TelingaTelinga kananTelinga kiri
1.TragusNyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema
(-)
2.Daun telingaBentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma
(-), nyeri tarik aurikula (-)Bentuk dan ukuran dalam batas normal,
hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)
3.Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema
(-), otorhea (-)
Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-), otorhea
(-)
4.Membran timpani
Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+)
Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+)
2. Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan hidungDextraSinistra
HidungBentuk normalBentuk normal
SekretMukoserousMukoserous
Mukosa konka mediaHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-),
hipertrofi(-)
Mukosa konka inferiorHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-),
hipertrofi(-)
Meatus mediaHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-),
hipertrofi(-)
Meatus inferiorHiperemis(-), hipertrofi (-)Hiperemis(-),
hipertrofi(-)
SeptumDeviasi (-)Deviasi (-)
Massa(-)(-)
3. Pemeriksaan Tenggorokan
BibirMukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
MulutMukosa mulut basah berwarna merah muda
GeligiWarna kuning gading, caries (-), gangren(-)
GinggivaWarna merah muda, sama dengan daerah sekitar
LidahTidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal
UvulaBentuk normal, hiperemi (+), edema (-)
Palatum moleUlkus (-), hiperemi (-)
FaringMukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
Tonsila palatineKananKiri
UkuranT3T3
WarnaHiperemis (+)Hiperemis (+)
Permukaan Tidak rataTidak rata
KripteMelebarMelebar
Detritus(+)(+)
Peri TonsilAbses (-)Abses (-)
Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeushiperemi (+)hiperemi
(+)
IV. Diagnosa Klinis Tonsilitis kronis eksaserbasi akutV.
PenatalaksanaanNonfarmakologi- Untuk sementara hindari makanan yang
pedas, mie instan dan minuman dingin - Menjaga higiene mulut.-
Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat
perkembangan penyembuhan.- Sarankan keluarga untuk mempertimbangkan
melakukan operasi pengangkatan amandel atau tonsilektomi jelaskan
indikasi, dan komplikasinya.
Farmakologi- p.o Amoxiclin tab 3x1/2- p.o Paracetamol syr 3x1/2
prn
VI. PROGNOSISAd Vitam: ad bonamAd Functionam: ad bonamAd
Sanationam: ad sanationam
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
3.1. EMBRIOLOGITonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel
epitel yang melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral
dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada
dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari
arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama
terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada
usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara
gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.Secara histologis
tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula
(sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta
jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium).
(Adam LG et al, 2001)
Gambar 1 Gambaran Histologi Tonsil3.2. ANATOMITonsil merupakan
suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah
epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan
lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak
pada radix linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada
ismus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus
glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada
dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan
Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. Dari kelima
macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina,
Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan
limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin
ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan.
Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis
pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada
umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil
palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid
yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan
dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo
seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi
lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun
vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan
dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas
esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus
diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua
pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di
inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan
leteral dinding faring.
Gambar 2 : Cincin WaldeyerJaringan limfoid pada cincin waldeyer
berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan
local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,
minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung
secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya
material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan
demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses
fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu
semakin besar. (Soepardi et al, 2007)
Gambar 3 : Tonsil palatinaAdapun struktur yang terdapat
disekitar tonsila palatina adalah: (Soepardi et al, 2007) Anterior
: arcus palatoglossus Posterior : arcus palatopharyngeus Superior :
palatum mole Inferior : 1/3 posterior lidah Medial : ruang
orofaring Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis
superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak
2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.Adenoid atau tonsila
faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang
terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi
dan sinus paranasals pada bagian anterior, kompleks tuba
eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian
lateral.Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis.
Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun,
setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat
kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak
yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai
pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang teijadi selama usia
kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti. virus,
bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan. Gambar 4.
AdenoidFossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot
orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas
lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang
kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian
luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring
superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan lateral
tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
(Soepardi et al, 2007)Tonsil mendapat vaskularisasi dari
cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a.
fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina
asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal
dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian
luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan
palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya
melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal
asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah
dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika
posterior.
Gambar 5 perdarahan tonsilTonsil dipersarafi oleh nervus
trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus mempersarafi
bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion
sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus
glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat
mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring. (Nurjanna Z,
2011)3.3. IMUNOLOGI TONSILTonsil palatina merupakan penghasil utama
dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag - makrofag dan partikel
netrofil didalam tubuh yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh
dan juga merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.
Interleukin ( IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor necrosis factor-
juga berperan dalam pertahanan tubuh pada fase akut. Secara
sistemik proses imunologi dari tonsil terbagi 3 yaitu; (Wanri,
Arwansyah. 2007) Respon imun tahap 1. Respon imun tahap 2. Migrasi
limfositPada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki
orofaring mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil
pertama sebagai barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk
mentransport antigen melalui barrier tetapi juga membentuk
kompartemen intraepitel spesifik yang membawa material asing dalam
konsentrasi yang tinggi secara bersamaan. Respon imun tonsila
palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta
dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel
plasma tonsil juga menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A
30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang membantu melawan dan mencegah infeksi.
Respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Dari penelitian
didapat bahwa migrasi limposit berlanjut terus menerus dari darah
ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh
limfe.Tonsilektomi merupakan tindakan operasi yang sering dilakukan
pada bidang THT. Ikinciogullary melaporkan kadar IgG, IgA, dan IgM
dalam serum mengalami penurunan setelah dilakukan tindakan
tonsilektomi dibandingkan dengan kadar sebelum operasi. Walaupun
demikian, menurut Ikinciogullary perubahan ini tidak menyebabkan
defisiensi imun yang signifikan. Hasil yang berbeda didapatkan oleh
Faramazi (Iran, 2006), bahwa kadar IgA mengalami peningkatan pada
minggu-minggu awal pasca tonsiloadenoidektomi. Sedangkan IgG dan
IgM mengalami perubahan yang tidak bermakna. Faramazi juga
mendapatkan kadar limfosit T mengalami penurunan yang ringan, dan
kembali normal setelah 8 minggu. Sedangkan kadar limfosit B tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Selain itu, aktivitas
imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun
sehingga sampai saat ini masih terdapat kontroversi di kalangan
ahli penyakit dalam, ahli bagian anak dan ahli THT dalam hal
pendekatan diagnostik dan terapi pada kasus anak. 3.4.
DEFINISITonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas
susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut, yaitu
tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius
(lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil).Tonsilitis kronis
merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun. Yang
dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada
tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding
jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel sel radang yang
dapat menjadi fokal infeksi bagi organ organ lain, seperti sendi,
ginjal, jantung dan lain lain. (Soepardi et al, 2007)Tonsilitis
kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak
mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian
dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini
biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang
setiap enam minggu hingga 3 4 bulan. Seringnya serangan merupakan
faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan
infeksi fokal. (Amarudin, 2005)Faktor predisposisi lain timbulnya
tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut
tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif.
(Soepardi et al, 2007)3.5. ETIOLOGIEtiologi penyakit ini dapat
disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab
tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang
paling sering adalah kuman gram positif.Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada
jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa jenis
bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri
anaerob. (Nurjanna Z, 2011)
3.6. PATOFISIOLOGITerjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk
ke tonsil melalui kripte-kriptenya, sampai disitu secara aerogen
(melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung
kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu
melalui mulut bersama makanan. (Nurjanna Z, 2011) Fungsi tonsil
sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang
melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan
oleh makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali
terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh
kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu kuman
bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun. (Nurjanna Z, 2011)Fokal infeksi adalah sumber kuman di
dalam tubuh dimana kuman dan produk-produknya dapat menyebar jauh
ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit.
Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada
gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan
fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak
dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak
jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan
bakterimia atau toksemia. Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam
darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal
dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang
mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk membunuh
kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung
selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan. (Nurjanna Z,
2011)3.7. MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSISPasien dengan
tonsillitis kronis akan mengeluh ada penghalang/rasa mengganjal di
tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. (Soepardi et
al, 2007)Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi
akut maka aka nada tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi
saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu makan, pada
pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte
melebar, dan detritus. (Soepardi et al, 2007)Berdasarkan rasio
perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial
kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
(Soepardi et al, 2007
S
TO: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat T1: 75%
volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringPada anak, tonsil
yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang
dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat
terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi
yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum
adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. (Nurjanna
Z, 2011)3.8. TATALAKSANAPengobatan pasti untuk tonsillitis kronis
adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil. Tindakan ini
dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan
medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai
hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. (Dedya et al,
2009)Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam
mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan
penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun
ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif
bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim
tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan
bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai
acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine
needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan.
(Nurjanna Z, 2011)Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium
tahun 1995 menetapkan : Indikasi tonsilektomi menurut The American
Academy of Otolaryngology,Head and Neck Surgery: (Derake A, 2002)a)
Indikasi absolut:i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan
jalan nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi
kardiopulmunar.ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi
gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacialiii) Rhinitis
dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis
media supuratif.iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan
konvulsiv) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis
(dicurigai keganasan)
b) Indikasi relatif :i) Penderita dengan infeksi tonsil yang
kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun meskipun dengan terapi yang
adekuatii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan
tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi mediaiii)
Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamaseiv) Pembesaran
tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasmac) Kontra indikasi :i)
Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologiii) Usia
di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayiiii) Infeksi saluran
nafas atas yang berulangiv) Perdarahan atau penderita dengan
penyakit sistemik yang tidak terkontrol.v) Celah pada palatum3.9.
KOMPLIKASIRadang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke
daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis
media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis,
miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkolosis.3.10. PROGNOSISTonsilitis biasanya
sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. (Nurjanna Z, 2011)
BAB IIIANALISIS KASUS
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan
kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral band
dinding faring/Gerlachs tonsil).Tonsilitis kronis merupakan radang
pada tonsila palatina yang sifatnya menahun. Yang dimaksud kronis
adalah apabila terjadi perubahan histologis pada tonsil, yaitu
didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan
fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel sel radang yang dapat
menjadi fokal infeksi bagi organ organ lain, seperti sendi, ginjal,
jantung dan lain lain.Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman
masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya, sampai disitu secara
aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara
foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan. Fungsi tonsil sebagai
pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui
hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh
makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali
terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh
kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu kuman
bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun.Pada laporan kasus ini didapatkan seorang pasien yang
mengeluh nyeri menelan yang hilang timbul sejak 5 bulan yang lalu.
Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga
mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut.
Sebelumnya pasien juga mengeluh sering demam, batuk, pilek dengan
lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat. Ibu pasien
mengatakan pasien sering bernafas melalui mulut ketika pasien
sedang tidur dan terdengar suara ngorok saat tidur. Pasien tidak
mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran dan
tidak ada sakit kepala. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah
tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra)
dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat
detritus. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat
didiagnosis pasien ini menderiata tonsillitis kronis eksaserbasi
akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita
pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang menandakan
adanya eksaserbasi akut. Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan
pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum, dan seringnya
keadaan ini kambuh, maka disarankan untuk dilakukan operasi
tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan tonsilektomi, peradangan pada
tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi medikamentosa
sembari memberi waktu keluarga untuk mempertimbangkan persetujuan
operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk dilakukannya
tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang,
maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan
laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan
clotting time. Pemberian terapi medikamentosa meliputi pemberian
antibiotik dan analgetik. Pada pasien ini diberikan Amoxicilin
sebagai antibiotik spektrum luas pilihan pertama untuk anak-anak.
Selain itu diberikan paracetamol sebagai antipiretik dan analgetik
untuk mengurangi keluhan pada pasien ini. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan
pada jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa
jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri
anaerobRadang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media
secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen
atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria,
dan furunkolosis. Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari
dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala
gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih
nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rumarjono, Soepardi EA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher : Faringitis, Tonsilitis, Dan
Hipertrofi Adenoid. Edisi 7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Unversitas Indonesia ; 2012. Hal 195 203.
2. Hammouda, Mostafa, 2009, Chronic Tonsillitis Bacteriology in
Egyptian Children Including Antimicrobial Susceptibility,
Department of ENT, Department of Medical Microbiology and
Immunology,Faculty of Medicine, Cairo University and Department of
Pediatrics, Research Institute of Ophthalmology, Giza, Egypt,
Australian Journal of Basic and Applied Sciences , 3(3):
1948-1953.
3. Kurien,M, 2000, Throat Swab in the Chronic Tonsillitis: How
Reliable and Valid is it?, Department of ENT Speech & Hearing,
Microbiology, Medicine and Clinical Epidemiology Christian Medical
College & Hospital Vellore, Tamilnadu 632004 India, Singapore
Med J 2000 Vol 41(7):324-326.
4. Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan
Orofaring,dalam Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT,
edisi ke6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Farokah, 2007, Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang, Bagian
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
SMF Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran No. 155 Hal: 87-92.