BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia 1 . Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24 jam). Ketika otak kehilangan suplai darah, otak akan mencoba memulihkan aliran darah. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari sel-sel otak yang terkena dapat berfungsi kembali. Hal inilah yang terjadi pada TIA (Transient Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara atau mini stroke 2 .
referat TIA blablabbbsijdfaknfelkfbnaekjfndfkasjbsjkbfkaj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000
penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe
Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8
per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga
merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia1.
Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis
secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama
dari 24 jam). Ketika otak kehilangan suplai darah, otak akan mencoba
memulihkan aliran darah. Jika suplai darah dapat dipulihkan, maka fungsi dari
sel-sel otak yang terkena dapat berfungsi kembali. Hal inilah yang terjadi pada
TIA (Transient Ischemic Attack) atau serangan stroke sementara atau mini stroke2.
Transient ischemic attack merepresentasikan suatu keadaan gawat
darurat dan merupakan sebuah tanda awal akan terjadinya stroke. Diperkirakan
hampir 1/3 pasien stroke mengalaminya. Resiko terbesar pada penyakit stroke
adalah pada saat 48 jam pertama setelah terjadinya TIA, dan evaluasi awal pada
instalasi gawat darurat merupakan kesempatan untuk mengidentifikasi keadaan
yang beresiko kearah rekurensi serangan stroke3.
Pusat perhatian dalam penanganan TIA sebaiknya ditujukan untuk
membedakan antara TIA dengan stroke dan tanda-tanda penyerta. Diagnosis yang
akurat didapatkan melalui riwayat onset mendadak dari tanda-tanda adanya proses
iskemik pada daerah vaskuler, disertai dengan pemeriksaan fisik dan
neuroimaging yang menunjukan tidak adanya proses infark pada otak. TIA jarang
ada yang berlangsung hingga lebih dari 1 jam, dan definisi yang menggunakan
patokan durasi 24 jam. Ketika diagnosis telah ditentukan, kriteria resiko klinis
dapat membantu penemuan pada pencitraan untuk mengidentifikasi resiko pasien
terkena serangan berulang3.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat suatu
referat yang berjudul “Transient Ischemic Attack”. Pada referat ini akan dibahas
perkembangan dari konsep penanganan TIA. Mulai dari definisi, patofisiologi,
gejala, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan TIA.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis secara
tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari
24 jam) 4. Sekelompok ahli baru-baru ini mendefinisikan TIA sebagai episode
singkat disfungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik otak fokal atau retina,
dengan gejala klinis biasanya berlangsung < 1 jam, dan tanpa bukti infark akut.
Setiap definisi memiliki kelebihan dan kekurangan, dan definisi yang tepat saat ini
masih dalam perdebatan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan telah
menggunakan definisi klasik, yaitu defisit neurologis berlangsung < 24 jam
karena iskemik fokal di otak atau retina5.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 200.000 sampai 500.000 TIA didiagnosis setiap tahun di Amerika
Serikat. TIA membawa risiko jangka pendek sangat tinggi terhadap stroke, dan
sekitar 15 % dari stroke didiagnosis didahului oleh TIA .
Insiden TIA meningkat dengan bertambahnya usia, dari 1-3 kasus per
100.000 pada usia yang lebih muda dari 35 tahun meningkat menjadi 1.500 kasus
per 100.000 pada usia lebih dari 85 tahun. Kurang dari 3 % dari semua infark
serebral besar terjadi di anak-anak. Stroke Pediatric sering memiliki etiologi yang
sangat berbeda dari stroke dewasa dan cenderung terjadi dengan frekuensi lebih
sedikit.
Insiden TIA pada pria (101 kasus per 100.000 penduduk) secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan pada wanita (70 per 100.000). Insiden TIA di kulit
hitam (98 kasus per 100.000 penduduk) lebih tinggi dibandingkan dalam putih (81
per 100.000 penduduk)6.
3
2.3 ETIOLOGI
Transient Ischemic Attack (Serangan Iskemik Sesaat) disebabkan oleh
faktor penyebab yang sama dengan stroke. Iskemia adalah istilah kedokteran yang
biasa digunakan untuk menggambarkan penurunan suplai darah dan oksigen pada
sel. Stroke iskemik terjadi saat arteri yang mensuplai perdarahan otak mengalami
gangguan. Keadaan ini bisa disebabkan oleh stenosis dari arteri, yang
mengganggu aliran darah, kemudian menyebabkan turbulensi yang dapat
membentuk trombus. Klot tersebut dapat terbentuk pada arteri yang
memperdarahi otak, atau dapat terjadi pada bagian tubuh lainnya yang kemudian
terbawa sampai ke otak7.
Partikel bebas yang terbawa arus dinamakan embolus, dan klot yang
terbawa bebas dinamakan tromboemboli. Klot lokal dan yang berasal dari bagian
tubuh lainnya merupakan penyebab utama dari stroke dan TIA. Emboli otak yang
paling sering menjadi penyebab stroke berasal dari arteri carotis pada leher7.
Faktor resiko terjadinya TIA sama dengan faktor resiko penyebab stroke.
Definisi dari faktor resiko sendiri, yaitu karakteristik, tanda atau kumpulan gejala
pada penyakit yang diderita individu yang mana secara statistik berhubungan
dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa individu lain pada
suatu kelompok masyarakat). Beberapa faktor resiko TIA ada yang dapat
dimodifikasi dan ada yang tidak. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu7:
- Hipertensi
Merupakan penyebab utama pada stroke. Meskipun seseorang dengan
peningkatan tekanan darah sedang, tetap memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena stroke dibandingkan seseorang dengan tekanan darah
yang normal. Peningkatan darah ringan hingga besar pada seseorang
meningkatkan kejadian terkena stroke pada individu tersebut hingga 10
kali lipat. Tekanan darah yang lebih tinggi berarti resiko yang
meningkat. Meskipun pengurangan tekanan diastol yang hanya sebesar
6 mmHg, nilai tersebut dapat menurunkan resiko stroke sebesar 42%.
4
- Merokok
Merokok saat ini telah menunjukkan dapat meningkatkan kejadian
hipertensi, aterosklerosis, dan peningkatan resiko terkena stroke
hingga 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan individu yang tidak
merokok. Teradapat hubungan respon berdasarkan dosis antara
merokok dengan kejadian iskemia serebral, perokok berat memiliki
resiko yang lebih tinggi.
Konsumsi tembakau lebih dari satu bungkus sehari dapat
melipatgandakan resiko terkena stroke. Berhenti merokok selama 5
tahun akan mengurangi resiko terjadinya stroke hingga sama dengan
resiko pada orang yang tidak pernah merokok.
- Penyakit Jantung dan Aritmia
Keadaan ini juga sering menjadi penyebab stroke, namun beberapa
keadaan tersebut bersifat kongenital. Tipe aritmia yang dinamakan
atrial fibrilasi seringkali dihubungkan dengan terjadinya stroke. AF
dapat meningkatkan kejadian stroke dan terbentuknya emboli hingga 5
kali lipat.
- Konsumsi Alkohol
Hubungan antara konsumsi alkohol dan stroke merupakan sesuatu
yang kompleks. Konsumsi alkohol dengan jumlah sedikit dapat
menurunkan resiko terjadinya stroke, sedangkan mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan kejadian
stroke hingga 2-5 kali.
- Diabetes melitus meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan
resiko terjadinya stroke. Peningkatan kejadian serangan awal dari
stroke meningkat sebanyak 2-6,5 kali pada wanita dan 1,5-2 kali pada
pria.
5
Berikut merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi7:
- Jenis Kelamin
Pria memiliki kecenderungan terkena stroke sebanyak 1,25 kali lebih
besar dibandingkan dengan wanita, namun karena wanita rerata usia
hidupnya lebih lama dibandingkan pria, lebih banyak wanita yang mati
karena stroke tiap tahunnya.
- Usia
Usia adalah salah satu faktor resiko tunggal yang paling penting pada
stroke. Setiap individu di atas 55 tahun memiliki resiko 2 kali lipat
untuk terkena stroke, baik pada pria maupun wanita.
- Genetik
Peningkatan kejadian stroke pada suatu keluarga telah lama dicatat.
Penyebab faktor familial juga berperan pada stroke antara lain adalah
karena faktor keturunan yang cenderung mengidap stroke, faktor
keturunan terhadap faktor resiko stroke lain, dan pola hidup keluarga
tersebut. Penelitian belakangan ini menemukan bahwa terdapat
peningkatan reisko pada pria dengan ibu yang meninggal akibat stroke
dan wanita yang memiliki stroke pada riwayat penyakit keluarga.
- Ras
Kejadian stroke dan angka mortalitas sangat bervariasi antara ras satu
dengan lainnya. Ras kulit hitam memiliki resiko sebesar 2 kali lipat
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit putih. Pada usia
45-55 tahun, angka kematian pada ras Afirka-Amerika meningkat 4
sampai 5 kali dibandingkan dengan ras kulit putih, perbedaan tersebut
berkurang seiring dengan peningkatan usia.
Ras asia, terutama suku Cina dan Jepang, memiliki angka kejadian
stroke yang tinggi. Kejadian stroke dan angka kematiannya di Jepang
sangat tinggi belakangan ini yang sebagian besar disebabkan oleh
penyakit jantung.
6
Beberapa penyebab potensial terjadinya stroke telah dapat diindentifikasi,
termasuk di antaranya6:
- Aterosklerosis pada arteri karotis eksterna dan arteri vertebral serta
arteri intrakranial.
- Embolus: akibat dari penyakit katup, trombus pada ventrikel,
pembentukan trombus akibat atrial fibrilasi, kelainan pada arkus aorta,
pembentukan emboli akbibat foramen oval yang paten (PFO) atau
defek pada septum atrium (ASD).
- Disesksi pembuluh darah arteri
- Arteritis yang disebabkan proses inflamasi pada arteri yang terjadi
terutama pada usia lanjut, lebih sering pada wanita; karena
Perdarahan SubaraknoidSakit kepala berat dengan onset cepat
dan fotofobia
Vertigo (sentral atau perifer)Pusing berputar, diaphoresis, dengan
atau tanpa kehilangan daya dengar
2.7 PENATALAKSANAAN
Begitu terdapat suspek terhadap TIA, penatalaksanaan segera yang
dilakukan adalah mengembalikan fungsi optimal perfusi otak dan mencegah
18
terjadinya stroke. Pertimbangkan beberapa strategi penatalaksanaan berikut: (1)
Pertahankan posisi kepala pada bidang lunak yang datar. Posisi ini telah terbukti
dapat meningkatkan perfusi otak hingga 20%, dibandingkan dengan posisi
menekuk ke atas 30o. (2) Pertahankan euvolemi dan keseimbangan elektrolit. (3)
Optimalisasi perfusi jaringan dengan mencegah terjadinya hipoksia. Pemberian
oksigen telah terbukti memiliki hubungan dengan peningkatan perbaikan sel-sel
saraf 3.
2.7.1 Antihipertensi
Rekomendasi AHA/ASA untuk penatalaksanaan Stroke Iskemik Akut
1. Pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik atau terapi reperfusi lainnya dengan tekanan sistole 185 mmHg atau tekanan diastole 110 mmHg, harus diturunkan tekanan darahnya terlebih dahulu. Tekanan sistole >180 mmHg atau diastole >110 mmHg adalah kontraindikasi
untuk terapi trombolitik intravena.2. Pasien yang memiliki indikasi penatalaksanaan cepat terhadap tekanan
darah harus segera ditangani.3. Pada pasien tanpa terapi trombolitik atau terapi reperfusi lainnya
tekanan darah harus diturunkan jika meningkat hingga 220 mmHg untuk tekanan sistole dan 120 mmHg untuk tekanan diastole.
4. Pasien dengan hipotensi, penyebab hipotensi harus dicari. Hipovolemia dan aritmia jantung harus ditangani dengan cepat, dapat diberikan
vasopresor untuk meningkatkan aliran darah otak.5. Pengobatan antihipertensi diindikasikan untuk mencegah stroke
berulang dan kejadian vaskuler lainnya. Untuk stroke iskemik pengobat dilakukan setelah periode akut stroke (dalam 24 jam).
6. Target pasti untuk tekanan darah tidak ada, disesuaikan secara individual, manfaat penurunan tekanan darah yang tercapai rata-rata
10/5 mmHg7. Modifikasi pola hidup harus dilakukan dengan pendekatan yang
komprehensif8. Obat pilihan sebagai terapi antihipertensi masih belum jelas, pilihan
yang sering digunakan adalah diuretik atau diuretic ditambah dengan ACE inhibitor, dianjurkan menggunakan laporan JNC 7 dalam memilih
antihipertensi untuk stroke iskemik.
AHA/ASA merekomendasikan terapi untuk menurunkan tekanan darah
dimulai dalam 24 jam setelah terjadinya onset stroke iskemik akut. Terdapat
19
banyak variabel yang berpengaruh pada tekanan darah dan respon seseorang
terhadap antihipertensi, terutama menyangkut masalah usia.
AHA/ASA merekomendasikan hanya pasien dengan tekanan darah >
220/120 mmHg yang diberikan terapi antihipertensi, kecuali ditemukan indikasi
pemberian antihipertensi lainnya (Gagal Jantung Kongestif, Infark miokard, dan
Aorta Diseksi). Alasannya adalah otak yang iskemik dapat kehilangan
kemampuannya dalam autoregulasi dan MAP yang lebih tinggi diperlukan untuk
memaksimalkan perfusi ke jaringan melalui pembuluh darah kolateral
Target tekanan darah yang dianjurkan pada fase akut adalah 180/105
mmHg pada pasien dengan hipertensi dan 160-180/90-100 mmHg pada pasien
dengan tensi normal (harus dinaikan). Dalam 24-48 jam pertama, diperlukan
tekanan darah yang tinggi untuk mengkompensasi aliran darah otak hingga sistem
autoregulasi otak kembali. Fase selanjutnya, dianjurkan untuk menurunkan
tekanan darah untuk mencegah terjadinya edema cerebri, stroke berulang, dan
komplikasi kardiovaskuler. . Target yang direkomendasikan pada fase setelah 48
jam adalah sesuai dengan JNC 7, yaitu <140/90 mmHg untuk pasien tanpa
komplikasi dan <130/80 pada pasien yang memiliki diabetes melitus atau
Penyakit Ginjal Kronis.
2.7.2 Antiplatelet
Aspirin adalah regimen yang paling banyak telah dipelajari dan diterima
sebagai obat antiplatelet, dan memiliki alasan yang kuat digunakan sebagai terapi
awal. Obat ini dapat menurunkan resiko rekurensi stroke hingga 15%, pada dosis
yang berkisar antara 50mg hingga 1500mg. Dosis yang lebih rendah (61mg-325
mg per hari) juga efektif dan memiliki insiden perdarahan gastrointestinal yang
lebih rendah. Dosis aspirin yang berkisar antara 25 mg 2 kali sehari hingga 325
mg 4 kali sehari telah menunjukan manfaat dalam pencegahan stroke pasca TIA 3.
2.7.3 Antiplatelet lain dan kombinasinya
Ticlodipin adalah antagonis reseptor adenosin difosfat pada platelet yang
menunjukan hasil yang sama dibandingkan dengan aspirin dalam mencegah
20
terjadinya kejadian vaskuler pasca stroke. Obat ini memiliki resiko terjadinya
discariasis hematologi, sehingga penggunaannya sangat jarang.
Clopidogrel secara kimiawi memiliki struktur yang mirip dengan
ticlodipin dan bekerja dengan menghambat agregasi platelet. Clopidogrel
memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan
Ticlodipin. Batas keamaanan penggunaanya dianggap setara dengan aspirin,
meskipun kejadian timbulnya diare dan ruam kulit lebih tinggi pada penggunaan
clopidogrel. Clopidogrel dapat digunakan pada pasien dengan intoleransi aspirin.
Kombinasi clopidogrel dan aspirin tidak memberikan manfaat tambahan
dan sering dihubungkan dengan peningkatan resiko perdarahan dibandingkan
penggunaannya secara tunggal 11.
2.7.4 Antikoagulan
Pasien dengan atrial fibrilasi atau sumber cardioemboli lainnya pada
pasien TIA atau stroke iskemik akut, direkomnedasikan penggunaan antikoagulasi
dengan antagonis vitamin K. Pada pasien dengan fibrilasi atrial, warfarin
menunjukan efektifitas yang maksimal dengan aspirin atau dengan aspirin
ditambah clopidogrel untuk mencegah terjadinya serangan stroke sekunder.
Sebaliknya pada pasien yang tidak memiliki cardioemboli, warfarin tidak
menunjukan manfaat dan meningkatkan resiko terjadinya perdarahan 3.
21
Generasi antikoagulan oral baru yang tidak memerlukan pengawasan pada
penggunaannya telah banyak digunakan untuk menggantikan warfarin pada pasien
ini. Dabigatran, penghambat trombin, memiliki efek yang sangat baik dalam
mencegah stroke dibandingkan dengan warfarin dengan dosis 150 mg dua kali
sehari. Obat ini memiliki resiko yang rendah terhadap kejadian perdarahan.
Penghambat faktor Xa termasuk diantaranya Rivaroxaban dan Apixaban juga
menunjukan manfaaat untuk menurunkan resiko terjadinya stroke pada pasien
dengan fibrilasi atrial. Apixaban menunjukan hasil yang lebih baik dan memiliki
resiko perdarahan yang lebih kecil 3.
Pada TIA juga terdapat langkah pengobatan awal dan pengobatan lanjutan,
yaitu 12 :
a. Pengobatan awal pada pasien TIA
- Aspirin 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg (berikan PPI jika
pasien mengalami dispepsia)
- Gunakan clopidogrel hanya apabila pasien memiliki intoleransi
aspirin dan dispepsia berat
- Nasehati pasien untuk tidak mengemudi selama 1 bulan
- Pertimbangkan pemeriksaan ulang apabila TIA terjadi lebih dari
sekali dalam 7 hari, fluktuasi gejala, dan sakit kepala yang
signifikan.
b. Pengobatan lanjutan
- Simvastatin 20mg – 40mg jika kadar kolesterol total > 3,5
- Penurunan tekanan darah dengan diuretik thiazid dan penghambat
ACE jika tekanan darah meningkat terutama pada pasien usia muda,
dengan diabetes, atau gagal ginjal.
- Dipyridamole MR 200mg 2 kali sehari (stop setelah 2 tahun).
22
2.7.5 Terapi Pembedahan
a. Endarterektomi Carotis
Aterosklerosis pada arteri karotis interna pada bifuraksio karotis adalah
penyebab yang umum pada TIA dan stroke. Penelitian telah membuktikan,
endarterektomi carotis menunjukan manfaat pada pasien TIA dengan stenosis
carotis derajat berat. Endarterektomi tidak memiliki manfaat pada pasien dengan
stenosis derajat sedang. Manfaat pembedahan didapatkan terutama pada pasien
dengan stroke dibandingkan dengan TIA, dan pada pasien dengan hemiparese
secara klinis 11.
23
b. Angioplasti dan Pemasangan Stent
Transluminal angioplasty dengan pemasangan stent sebagai terapi pada
stenosis carotis sedang dievaluasi sebagai alternatif dari penggunaan
endaterektomi karotis. Beberapa penelitian menyatakan tindakan ini memiliki
komplikasi yang rendah dan digunakan untuk pasien dengan resiko tinggi
pembedahan karena penyakit jantung atau faktor komorbid lainnya 11.
c. Ekstrakranial-Intrakranial Bypass
Ekstrakranial-Intrakranial Bypass adalah suatu prosedur yang didesain
untuk meningkatkan aliran darah otak melalui pipa penyalur dari sirkulasi karotis
eksterna ke sirkulasi karotis interna 11.
d. Pembedahan pada Kelainan Vertebrobasiler
TIA yang mengacu pada sirkulasi posterior biasanya disebabkan oleh
kelainan pada sistem vertebrobasiler. Bagian dari arteri vertebrae yang paling
sering mengalami kejadian ateroma adalah pangkal dari arteri vertebrae dan
sebelah bawah dari perbatasan cabang ekstrakranial ke intrakranial. Pada pasien
dengan lesi di bagian tengah dari vertebra dengan gejala iskemik akibat stenosis
dan obstruktif, terapi rekonstruksi bedah dan dekompresi dapat bermanfaat dalam
mengurangi gejala 11.
2.7.6 Modifikasi Faktor Resiko
Modifikasi faktor resiko merupakan salah satu terapi bagi TIA. Namun
pelaksanaannya masih belum diuji menggunakan uji klinis randomisasi.
1. Setelah mendapatkan penyebab TIA, hipertensi sebaiknya diobati, dan
pertahankan tekanan darah < 140/90 mmHg. Pada pasien dengan
diabetes, tekanan darah yang dianjurkan adalah < 130/85 mmHg.
2. Berhenti merokok. Konseling, terapi pengganti nikotin, bupropion, dan
program penghentian merokok dapat dipertimbangkan.
3. Penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung, dan penyakit
katup jantung harus diobati.
4. Konsumsi alkohol berlebih harus dihentikan.
24
5. Pengobatan terhadap hiperlipidemia sangat disarankan. Diet yang
disarankan adalah diet AHA dengan ≤ 30% kalori diperoleh dari lemak,
< 7% dari lemak jenuh, dan konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
6. Kadar gula darah puasa yang disarankan adalah <126 mg/dl. Jika
memiliki diabetes, diet dan obat oral serta insulin sangat diperlukan.
7. Aktivitas fisik (30-60 menit dalam > 3 atau 4 kali seminggu)
8. Penghentian obat pengganti estrogen pascamenopause tidak disarankan 11.
2.8 PROGNOSIS
Sekitar 40 persen dari semua orang yang mengalami TIA akan mengalami
stroke. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah dari semua stroke
terjadi dalam dua hari pertama setelah TIA. Bahkan dalam waktu dua hari setelah
TIA, 5 persen orang akan mengalami stroke, dan dalam waktu tiga bulan setelah
TIA, 10 sampai 15 persen orang akan mengalami stroke 13.
25
BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN
Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan suatu defisit neurologis secara
tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari
24 jam). Resiko TIA meningkat pada: Hipertensi, hiperkolesterol, aterosklerosis,
penyakit jantung (kelainan katup atau irama jantung), diabetes, merokok, riwayat
stroke dan usia (pria >45 tahun dan perempuan >55 tahun). Gejala pada TIA yaitu
hemihipestesia, hemiparese, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
diplopia dan sakit kepala. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang lengkap,
skening ultrasonik dan teknik Doppler, angiografi serebral dan pemeriksaan darah
lengkap. Penatalaksanaan TIA obat-obatan seperti aspirin, bisulfate
clopidogrel atau aspirin dipyridamole ER untuk mengurangi kecenderungan
pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke dan
pembedahan endarterektomi jika tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Adapun
pencegahan untuk TIA dengan mengurangi faktor resiko, modifikasi gaya hidup
sehat dan mengikuti serta berperan aktif dalam sosialisasi TIA. TIA dapat
menyebabkan stroke jika pengobatan dan pencegahan tidak adekuat.
Diharapkan di kemudian hari akan lebih banyak penelitian-penelitian
tentang TIA agar penanggulangan TIA dapat dilakukan sedini mungkin dan tidak
berkembang menjadi stroke. Oleh sebab itu perbaikan dan pembuatan referat ini
perlu dilakukan di kemudian hari untuk meningkatkan wawasan para calon-calon
dokter mengenai TIA. Penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
referat ini dan semoga bermanfaat.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional: Ringkasan Dasar (RISKESDAS) 2007.
2. Rothwell, PM .2007. "Effect of urgent treatment of transient ischemic attack and minor stroke on early recurrent stroke (EXPRESS study): a prospective population-based sequential comparison.”
3. Matthew SS, Transient Ischemic Attack: An Evidence-Baced Update. Emergency Medicine Practice. 2013;15.1
4. Sidharta P, Mardjono M. 2012. Stroke. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Surabaya: Dian Rakyat.
6. Nanda, A, Niranjan NS, Transient Ischemic Attack. Medscape. 2013
7. Transient Ischemic Attack. Available at: chealth.canoe.ca
8. Misbach J. 1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, dan Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Indonesia.
9. McPhee, J. S.dan Papadakis A. M. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment. 50th Anniversary Edition. New York: Mc Graw-Hill.
10. Simons BB, Cirignano B, Gadegbeku AB. Transient Ischemic Attack: Part I. Diagnosis and Evaluation. Am Fam Physician. 2012;15;86(6):521-536.
27
11. Simons BB, Cirignano B, Gadegbeku AB. Transient Ischemic Attack: Part II. Risk Factor Modification and Treatment. Am Fam Physician. 2012;15;86(6):527-532.