Page 1
REFERAT
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEHAMILAN
DENGAN KELAINAN JANTUNG
Pembimbing: dr. Daliman, Sp.OG (K.FM)
Disusun Oleh :
Ryan Haryana Darajatun G1A211024
Fatiha Sri Utami Tamad G1A211025
Masrian Hendrianto G1A212051
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
2012
Page 2
REFERAT
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEHAMILAN
DENGAN KELAINAN JANTUNG
Disusun Oleh:
Ryan Haryana Darajatun G1A211024
Fatiha Sri Utami Tamad G1A211025
Masrian Hendrianto G1A212051
Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti
tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RS Margono Soekarjo
Purwokerto
Disetujui dan disahkan
Pada tanggal November 2012
Pembimbing Presentasi Kasus
dr. Daliman, Sp.OG (K.FM)
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil yang
mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Tanpa diagnosis yang akurat dan
penanganan yang baik maka penyakit jantung dalam kehamilan dapat
menimbulkan mortalitas ibu yang signifikan (Easterling & Otto , 2002).
Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil
nampaknya mempersulit diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung
fisiologis sering ditemukan pada wanita hamil normal, demikian pula dengan
dyspnea dan edem. Cunningham dkk menyatakan bahwa diagnosis penyakit
jantung pada kehamilan jangan ditegakkan bila tidak ada kelainan yang ditemukan
sebaliknya jangan gagal dan terlambat menegakkan diagnosis bila memang ada
kelainan. Martin dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung merupakan
penyebab kematian ketiga terbanyak pada wanita usia 25 – 44 tahun (Cunningham
F, et al., 2001).
Koonin dkk (1997) melaporkan penyakit jantung menjadi penyebab dari
5,6% kematian maternal di Amerika Serikat antara tahun 1987 – 1990. Di RS.
Hasan Sadikin angka kematian ibu karena kelainan jantung pada tahun 1994 –
1998 sebesar 5,4 % (2 dari 37 kasus), sedang di RSCM pada tahun 2001 penyakit
jantung menyebabkan 10,3% kematian ibu dan merupakan penyebab kematian
terbanyak setelah preeklamsi/eklamsi dan perdarahan postpartum (Cunningham F,
et al., 2001; Artoni & Sedyawan, 2002; Ratnadewi & Suardi, 2000).
Risiko kematian maternal akan meningkat sampai 25 – 50% pada kasus-
kasus dengan hipertensi pulmonal, coartasio aorta, sindroma Marfan yang
mengalami komplikasi. Silversides dkk (2002) di Kanada tidak menemukan
satupun kasus kematian maternal dari 74 ibu hamil dengan stenosis mitral
rematik. Penanganan prenatal, intrapartum dan post partum yang baik dapat
memberikan hasil yang memuaskan. (Ratnadewi & Suardi, 2000; Cole, 2000).
Page 4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Sistem Kardiovaskular
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat
dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah
atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel)
yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka
ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh
dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan
oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana
darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah
(diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari
ruang jantung (sistol). Kedua atrium akan mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara
bersamaan.
Page 5
Gambar 1 Sistem Kardiovaskular(http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/f22-1_cardiovascular_sy_c.jpg)
1. Pembuluh Darah
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri,
arteriola, kapiler, venula dan vena. Arteri memiliki sifat kuat dan lentur berfungsi
membawa darah dari jantung dan menanggung tekanan darah yang paling tinggi.
Kelenturan arteri membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut
jantung. Arteri yang lebih kecil (arteriola) memiliki dinding berotot yang
menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke
daerah tertentu.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri dan vena. Kapiler
memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan
dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah.
Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena,
yang akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding
yang tipis, tetapi diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena
Page 6
mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
2. Elektrofisiologi Jantung
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan
seperti natrium, kalium dan kalsium) bergerak menembus membran sel.
Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan
potensial aksi pada jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan
terpolarisasi dimana terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian dalam
membran yang bermuatan negatif dan bagian luar yang bermuatan positif.
Siklus jantung bermula saat dilepaskannya impuls listrik, mulailah fase
depolarisasi. Permeabilitas membran sel berubah dan ion bergerak
melintasinya. Dengan bergeraknya ion ke dalam sel maka bagian dalam sel
akan menjadi positif. Kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi. Sel otot
jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetengganya
mengalami depolarisasi (meskipun dapat juga terdepolarisasi akabat
stimulasi listrik eksternal). Depolarisasi sebuah sel dengan hantaran
khusus yang memadai akan mengakibatkan depolarisasi dan kontraksi
seluruh miokardium. Repolarisasi terjadi saat sel kembali pada keadaan
dasar (menjadi lebih negatif), dan sesuai dengan relaksasi otot
miokardium.
Setelah influks natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi,
permeabilitas membran sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga
memungkinkan ambilan kalsium ke dalam sel. Influks kalsium yang
terjadi selama fase plateau repolarisasi jauh lebih lambat dibandingkan
natrium dan berlangsung lebih lama.
Otot jantung, tidak seperti otot lurik atau otot polos, mempunyai
periode refraktori yang panjang pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk
berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi
berkepanjangan (tetani) yang dapat mengakibatkan henti jantung
mendadak.
Page 7
3. Sistem Konduksi
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang
menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang
khusus yaitu :
a. Otomatisasi yaitu kemampuan untuk menimbulkan impuls secara
spontan.
b. Irama yaitu kemampuan membentuk impuls yang teratur.
c. Daya konduksi yaitu kemampuan untuk menyalurkan impuls.
d. Daya rangsang yaitu kemampuan untuk bereaksi terhadap rangasang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas, maka secara spontan dan
teratur jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui
sistem hantaran untuk merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan
kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA ke nodus AV
sampai ke serabut purkinye.
Di dinding atrium kanan terdapat nodus sinoatrial (SA). Sel-sel
dari nodus SA memiliki otomatisasi. Nodus SA secara normal melepaskan
impuls dengan kecepatan lebih cepat dari pada sel jantung lain dengan
otomatisasi 60-100 denyut/menit. Jaringan khusus ini bekerja sebagai
pemacu jantung normal (normal pacemaker). Pada bagian bawah septum
interatrial terdapat nodus atrioventrikuler (AV). Jaringan ini bekerja untuk
menghantarkan potensial aksi atrial sebelum ia mengirimnya ke ventrikel.
Potensial aksi mencapai nodus AV pada waktu yang berbeda. Nodus AV
memperlambat hantaran dari potensial aksi ini sampai semua potensial
aksi yang telah dikeluarkan atrium memasuki nodus AV.
Setelah sedikit perlambatan ini, nodus AV melampaui potensial
aksi sekaligus ke jaringan konduksi ventrikular yang memungkinkan
kontraksi simultan semua sel ventrikel. Pelambatan nodus AV ini juga
memungkinkan waktu untuk atrium secara penuh mengejeksi kelebihan
darahnya ke dalam ventrikel sebagai persiapan untuk sistole ventrikel.
Selanjutnya impuls berjalan ke berkas his di septum interventrikular ke
cabang berkas kanan dan kiri, dan kemudian melalui satu dari beberapa
serabut purkinye ke jaringan miokard ventrikel itu sendiri.
Page 8
B. Perubahan Kardiovaskular pada Wanita Hamil
1. Perubahan anatomi jantung
Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan
hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi
ringan dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2.
Pembesaran rahim keatas rongga abdomen akan mendorong posisi
diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung berubah ke kiri
dan ke anterior dan apeks jantung bergeser keluar dan ke atas. Perubahan
ini menyebabkan perubahan EKG sehingga terdapat deviasi aksis ke kiri,
sagging ST segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau
mendatar pada lead III.
2. Perobahan hemodinamik saat hamil
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami
perubahan fisiologik dan anatomik pada berbagai sistem organ yang
berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perubahan hormonal di dalam
tubuh termasuk sistem kardiovaskular Pada wanita hamil akan terjadi
perubahan hemodinamik karena peningkatan volume darah sebesar 30-50%
yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar
peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim,
mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskularisasi kulit dan tidak memberi
beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume plasma
(30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%)
mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi
hemoglobin. Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu
pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu
dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat
kelahiran.
Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah
merah akan meningkat 20-30% dan jumlah leukosit akan bervariasi selama
kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar
fibrinogen, faktor VII, X, dan XII meningkat, juga jumlah trombosit
meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas atas nilai normal.
Page 9
3. Cardiac output
Peningkatan volume darah pada ibu hamil mengakibatkan cardiac
output saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac
output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu.
Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh
posisi tubuh sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous
return dari ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut
mempengaruhi cardiac output dimana bila dibandingkan dalam posisi
lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan menurun
0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit.
Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan
pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada
posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang
disebut supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat
diperbaiki dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu
sisi, Perobahan hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau
variasi dari cardiac output. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume
sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu
stroke volume mulai menurun secara perlahan karena obstruksi vena cava
yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut
jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai
akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa
kehamilan pada saat melahirkan.
Cardiac output juga akan meningkat pada saat awal proses
melahirkan. Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7
liter/menit. Setiap kontraksi uterus cardiac output akan meningkat 34
persen akibat peningkatan denyut jantung dan stroke volume, dan cardiac
output dapat meningkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat melahirkan
pemakaian anestesi epidural mengurangi cardiac output menjadi 8
liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi cardiac
output. Setelah melahirkan cardiac output akan meningkat secara drastis
mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan
Page 10
mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau
minggu setelah melahirkan. Kenaikan cardiac output pada wanita hamil
kembar dua atau tiga sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil
tunggal. Adakalanya terjadi sedikit peningkatan cardiac output sepanjang
proses laktasi.
Gambar 2 Peningkatan Cardiac Output pada Wanita Hamil
4. Resistensi vaskular
Cardiac output merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut
jantung. Denyut jantung dan stroke volume meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Setelah 32 minggu, stroke volume menurun dan
curah jantung sangat tergantung pada denyut jantung. Resistensi vaskuler
menurun pada trimester pertama dan awal trimester kedua. Denyut jantung,
tekanan darah dan curah jantung akan meningkat pada saat ada kontraksi uterus.
(Easterling & Otto, 2002; Cunningham F, et al., 2001).
Resistensi vaskular sistemik akan menurun secara drastis mencapai
2/3 nilai tanpa kehamilan pada kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara
Page 11
perlahan mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cardiac output
sama dengan oxygen consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous
sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20
minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas
nilai tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena
kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang meningkat.
5. Distribusi Aliran Darah
Aliran Darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui.
Distribusi aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal
blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan
menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit
meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan panas.
Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan kurang dari 1 persen
dari cardiac output dan dapat mencapai 2 persen pada saat kehamilan
aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim sekitar 100
ml/menit (2 persen dari cardiac output) dan akan meningkat dua kali lipat
pada kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada
saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke
ginjalnya sendiri.
6. Perobahan hemodinamik saat nifas
Segera setelah persalinan darah dari uterus akan kembali ke
sirkulasi sentral. Pada kehamilan normal, mekanisme kompensasi ini akan
melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post
partum, namun bila ada kelainan jantung maka sentralisasi darah yang
akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan terjadi kongesti paru.
Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan ekstra
vaskuler dan diuresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan
kardiomiopati sering terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi
cairan post partum. Curah jantung biasanyn a akan kembali normal setelah
2 minggu post partum (Easterling & Otto, 2002; Cunningham F, et al.,
2001).
Page 12
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diagnosis Penyakit Jantung pada Kehamilan
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis
sebelum kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi
karena kelainan jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat
informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali
didiagnosis saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan
kebutuhan jantung (Easterling & Otto, 2002).
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan
nyeri dada. Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan
kehamilan normal maka perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk
menentukan apakah gejala ini sudah tidak berhubungan dengan kehamilan
normal. Sulit bagi kita untuk mengetahui apakah sesak nafas yang
dirasakan timbul karena perubahan fisiologis kehamilan atau karena
penyakit jantung. Sesak nafas karena perubahan fisiologis kehamilan akan
berhenti setelah melahirkan, sedangkan yang disebabkan penyakit jantung
justru dirasa semakin memberat karena jumlah aliran balik ke jantung yang
banyak dan mendadak. Murmur sistolik dapat ditemukan pada 80% wanita
hamil, umumnya berhubungan dengan peningkatan volume aorta dan arteri
pulmonalis. Tipe murmur ini adalah derajat 1 atau 2, midsistolik, paling
keras pada basal jantung, tidak berhubungan dengan kelainan fisik yang
lain. Pada pasien dengan murmur sistolik akan terdengar pemisahan bunyi
jantung dua yang keras. Setiap murmur diastolik dan murmur sistolik yang
lebih keras dari derajat 3/6 atau menjalar ke daerah karotis harus dianggap
sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami kelainan jantung
maka perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap denyut vena
jugularis, sianosis pada daerah perifer, clubbing dan ronki paru (Easterling
& Otto , 2002; Gei & Hankins, 2001).
Page 13
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan
klasifikasi yang ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun
1979, sebagai berikut :
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat
istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau
nyeri, palpitasi pada aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala
gagal jantung (Cunningham F, et al., 2001).
Tabel 1 Tanda dan Gejala Penyakit Jantung pada Kehamilan
Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopnea
Batuk pada malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada
Tanda-tanda klinik
Sianosis
Clubbing pada jari-jari
Distensi vena di daerah leher yang menetap
Murmur sistolik derajat 3/6 atau lebih
Murmur diastolik
Kardiomegali
Aritmia persisten
Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
Adanya kriteria hipertensi pulmonal
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil
yang mempunyai: riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi
kehamilan normal, bising patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan
Page 14
fisik atau desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang
paling tepat untuk menilai wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung
adalah ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan radiografi paru hanya
bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan jantung. Pemeriksaan
elektokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala aritmia
jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam.
Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit
jantung kongenital atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini
bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung koroner akut selama
kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga
diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan dapat dilakukan revaskularisasi
untuk mencegah infark miokard (Easterling & Otto, 2002; Wiratama &
Suwardewa, 1999).
B. Konseling Sebelum Kehamilan dan Pencegahan Kehamilan Pada Ibu
Dengan Penyakit Jantung
1. Penilaian risiko
Ibu dengan penyakit jantung harus melakukan konseling sebelum
memutuskan untuk hamil. Hal ini berkaitan dengan tingginya risiko yang
dapat membahayakan ibu maupun janin. Risiko yang ditimbulkan spesifik
terhadap jenis penyakit jantung yang dialami oleh ibu. Penilaian risiko,
perencanaan dan konsekuensi harus sepenuhnya dipahami oleh ibu dan
pasangan.
Tabel 2 Risiko Mortalitas Ibu Hamil dengan Penyakit Jantung
Penyakit jantung Mortalitas (%)
Kelompok 1- risiko minimal
Defek septum atrium
Defek septum ventrikel
Duktus arteriosus paten
Regurgitasi mitral
Insufisiensi aorta
Tetralogy of fallot (sudah diterapi)
0-1
Page 15
Penyakit trikuspidalis atau pulmonal
Wanita dengan katup jantung bioprosthetic
Stenosis mitral, kelas NYHA I dan II
Kelompok 2-risiko sedang
Stenosis mitral, kelas NYHA III dan IV
Stenosis mitral dengan fibrilasi atrium
Stenosis aorta
Koarktasio aorta tanpa keterlibatan katup
Tetralogy of fallot (belum diterapi)
Riwayat infark miokard
Sindrom marfan, aorta normal
Wanita dengan katup jantung artificial
5-15
Kelompok 3-risiko berat
Sindrom eisenmenger
Hipertensi pulmonal
Koarktasio aorta dengan keterlibatan katup
Sindrom marfan dengan keterlibatan aorta
Kardiomiopati peripartum
25-50
Prediktor risiko kehamilan pada ibu dengan penyakit jantung
berdasarkan CARPREG (Cardiac Disease in Pregnancy) ialah adanya
riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah sebelumnya (gagal jantung,
TIA, stroke atau aritmia sebelum kehamilan), klasifikasi NYHA >2 atau
adanya sianosis, obstruksi pada katup mitral atau aorta dan fraksi ejeksi
<40%. Apabila tidak terdapat salah satu kriteria di atas risiko maternal 5%,
apabila salah satu risiko 27%, apabila lebih dari 1 risiko meningkat hingga
>75%.
Page 16
Beberapa penyakit jantung yang dikontraindikasikan untuk hamil
menurut WHO:
a. Hipertensi pulmonal karena sebab apapun
b. Disfungsi ventrikel yang berat (fraksi ejeksi <30% atau
NYHIA 3-4
c. Riwayat kardiomiopati peripartum sebelumnya dengan residu
disfungsi ventrikel kiri.
d. Mitral stenosis berat atau stenosis aorta berat
e. Sindrom marfan dengan dilatasi aorta >45 mm atau adanya
dilatasi aorta >50 mm dengan kelainan bicuspid
f. Koarktasio aorta berat.
2. Kontrasepsi pada ibu dengan penyakit jantung
Sama halnya dengan penilaian risiko kehamilan pada penyakit
jantung, pemilihan kontrasepsi spesifik terhadap penyakit jantung yang
diderita. Klasifikasi WHO terhadap risiko kontrasepsi pada penyakit
jantung dan pembuluh darah.
Tabel 3 Klasifikasi WHO berdasarkan risiko penggunaan kontrasepsi
Klasifikasi WHO Risiko kontrasepsi
WHO 1 Always usable Risiko sama dengan ibu tanpa penyakit jantung
WHO 2 Broadly usable Risiko sedikit meningkat, namun keuntungan lebih
dari risiko
WHO 3 Caution in use Risiko lebih besar dari keuntungan. Metode lain
perlu dipertimbangkan.
WHO 4 Do not use Metode kontrasepsi dikontraindikasikan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
kontrasepsi adalah efek kontrasepsi terhadap kondisi ibu dan rasio
keberhasilan kontrasepsi. Efek kontrasepsi terhadap kondisi ibu
berbeda spesifik terhadap jenis penyakit jantung. Rasio keberhasilan
kontrasepsi yang lebih tinggi digunakan pada jenis penyakit jantung
yang memiliki risiko tinggi saat kehamilan.
Page 17
Tabel 4 Tingkat kegagalan kontrasepsi berdasarkan jenis dan kepatuhan
Metode kontrasepsi Penggunaan biasa Penggunaan baik
Tanpa kontrasepsi 85 85
Barier 15-32 2-26
POP 5-10 0.5
COC 3-8 0.1
Depo Provera 3 0.3
IUD copper T 0.8 0.6
Mirena IUS 0.1 0.1
Implanon 0.05 0.05
Sterilisasi wanita 0.5 0.5
Sterilisasi pria 0.15 0.15
Kontrasepsi jenis barier tidak memiliki kontraindikasi khusus
terhadap penyakit jantung. Hal yang harus diperhatikan adalah rasio
kegagalan yang sangat bergantung kepada kepatuhan pengguna.
Kontrasepsi ini tidak ideal untuk wanita dengan risiko kardiovaskular
tinggi.
Obat oral kombinasi memiliki efek trombogenik. Hal ini yang
harus diperhatikan pada ibu dengan penyakit jantung, terutama pada
pengguna katup mekanik dan antikoagulan.
Tabel 5 Klasifikasi WHO untuk penggunaan COC pada ibu dengan penyakit jantung
WHO 1 WHO 2 WHO 3 WHO 4Lesi katup minor
Katup bioprostetik yang tidak memenuhi kriteria 3 dan 4
Katup mekanik bicuspid
Katup mekanik tricuspid
Stenosis pulmo ringan
Penyakit katup mitral dan aorta tanpa komplikasi
Riwayat penyakit tromboemboli
Riwayat penyakit jantung iskemik
Koarktasio yang telah
Sebagian besar jenis aritmia
Aritmia atrial Hipertensi pulmo karena
Page 18
diobati tanpa hipertensi atau aneurisma
kordis sebab apapun
Kardiomiopati hipertropi yang tida memenuhi kriteria 3 atau 4
Dilatasi atrium kiri >4 cm
Kardiomiopati dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri EF <30%
Riwayat kardiomiopati tanpa sekuele
Sirkulasi fontan
Sindrom marfan tanpa komplikasi
Riwayat arteritis
Penyakit jantung congenital yang telah diterapi tanpa sekuele
Penyakit jantung kongenital dengan sekuele yang tidak memenuhi kriteria 3 atau 4
Defek septum atrium yang belum diobati atau adanya left to right shunt
Penyakit jantung sianotik, pulmonary AVM
Penggunaan kontrasepsi progesterone only tidak memiliki
kontraindikasi khusus terhadap semua jenis penyakit jantung. Tidak
seperti pada pil kombinasi, penggunaan progesterone saja tidak
memiliki efek trombogenik pada dosis kontrasepsi. Hal yang harus
diperhatikan berhubungan dengan penggunaan dan efek samping lain
selain ditimbulkan oleh progesterone.
Penggunaan depo provera diklasifikasikan WHO 3 pada ibu
dengan pengobatan warfarin. Hal ini berkaitan dengan suntikan
berulang yang harus dilakukan setiap tiga bulan. Hal ini dapat
berbahaya pada ibu dengan gangguan hemostasis. Penggunaan
progesterone pada IUD harus diperhatikan terhadap ibu dengan
hipertensi pulmo atau sirkulasi fontan dan berisiko tinggi endokarditis
(WHO 3). Ibu dengan hipertensi pulmo dan sirkulasi fontan tidak
dapat mentoleransi dengan baik vagal reflex yang dapat terjadi pada
saat pemasangan IUD. Ibu dengan risiko endokarditis tidak dapat
Page 19
diberikan IUD, hal ini berhubungan dengan meningkatnya risiko
infeksi karena pemasangan IUD.
Sterilisasi pada wanita tidak memiliki kontraindikasi tertentu
pada penyakit jantung, namun begitu tetap ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan. Pertimbangan pertama ialah angka keberhasilan
yang masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan implanon dan IUS.
Pertimbangan kedua adalah aspek psikologis wanita tersebut, terutama
pada ibu usia muda. Pertimbangan ketiga adalah kelayakan ibu untuk
dapat menjalani prosedur tersebut. Karena beberapa pertimbangan
tersebut secara keseluruhan klasifikasi kontrasepsi steril wanita adalah
WHO 2.
3. Terminasi kehamilan pada ibu dengan penyakit jantung
Terminasi dilakukan pada ibu dengan risiko tinggi baik
terhadap ibu maupun bayi. Trimester pertama merupakan waktu yang
paling baik untuk dilakukan terminasi. Metode yang paling aman
adalah dengan dilatasi dan evakuasi. Bagaimanapun juga hal ini
memerlukan pertimbangan anestesi saat dilakukan tindakan. Apabila
tidak memungkinkan dilakukan dilastasi dan evakuasi maka terminasi
dilakukan pada trimester kedua dengan peberian prostaglandin
(misoprostol). Hal yang harus diingat adalah efek misoprostol
terhadap jantung dan pembuluh darah yaitu penurunan resistensi
vascular, tekanan darah dan peningkatan denyut jantung.
C. Penanganan Kehamilan dengan Penyakit Jantung
1. Penyakit Jantung dengan Resiko Rendah-Sedang
a. Atrial septal defect (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan dalam kehamilan dan
umumnya asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang khas
berupa dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada
tepi sternum kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel
Page 20
kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal.
Pada pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru
dan pembesaran ruang jantung kanan (Easterling & Otto, 2002;
Cunningham F, et al., 2001; Cole, 2000).
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh
penderita ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada
trimester kedua. Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan
jantung kongestif dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan
jantung kongestif merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk
mengoreksi defek. Sebagian kecil penderita ASD kemudian
mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger (shunt
balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis
suprasistemik). Keadaan ini dapat membahayakan jiwa penderita
sehingga perlu penanganan yang hati-hati dan serius. Penderita ASD
tanpa komplikasi dianjurkan lahir spontan. (Cole, 2000).
b. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi
umumnya mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar
memerlukan koreksi pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi
jantung pertama yang keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek
yang kecil pemeriksaan EKG umumnya nampak normal namun dapat
pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks
pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri (Cunningham F, et al.,
2001; Cole, 2000).
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD
karena kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang
mengurangi terjadinya shunt kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas
meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma
Eisenmenger. Pada masa postpartum penderita VSD dengan hipertensi
pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan jantung ketika terjadi
penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga
Page 21
menyebabkan shunt terbalik. Penderita VSD tanpa komplikasi dapat
melahirkan dengan normal (Cole, 2000).
c. Patent Ductus Arteriosus
Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka
kasus ini sudah jarang ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan
penderita asimptomatik kecuali bila terjadi komplikasi hipertensi
pulmonal. Pada pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II.
Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan
EKG, dan pada pemeriksaan foto toraks tampak hipervaskularisasi
paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri. Seperti pada
kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan
ekokardiografi kontras bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang
dan mendeteksi shunt (Cunningham F, et al., 2001; Cole, 2000).
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada
kehamilan. Namun seperti lesi shunt kiri-kanan yang lain harus
dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah shunt balik yang
terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah postpartum. Morbiditas
dan mortalitas akan meningkat bila terjadi hipertensi pulmonal
(Cunningham F, et al., 2001; Cole, 2000).
d. Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral mempunyai banyak penyebab, namun pada
wanita muda penyebab tersering adalah rematik (selalu berhubungan
dengan stenosis mitral). Tanda yang khas pada pemeriksaan fisik
adalah bising holosistolik pada apeks jantung yang menjalar ke aksila
dan pada pemeriksaan EKG tampak tanda pembesaran atrium kiri.
Fibrilasi atrium jarang ditemukan kecuali bila atrium kiri sangat
membesar (Cole, 2000).
Umumnya kehamilan dapat ditolerir dengan baik sebab pada
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi vaskuler yang tidak
membebani ventrikel. Bila terjadi regurgitasi mitral yang berat akibat
kongesti paru maka harus diberikan diuresis dan digoxin profilaksis
(Cole, 2000).
Page 22
e. Insufisiensi Aorta
Seperti pada regurgitasi mitral, insufisiensi aorta jarang
ditemukan pada wanita usia reproduksi dan biasanya disebabkan oleh
rematik, hampir selalu berhubungan dengan penyakit katup mitral.
Penyebab insufisiensi yang jarang adalah sindroma Marfan dan pada
pasien yang hamil perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah
insufisiensi aorta yang tejadi disebabkan oleh sindroma Marfan (Cole,
2000).
Tanda khas pada pemeriksaan fisik adalah bising diastolik
pada tepi atas sternum yang paling kuat terdengar pada posisi duduk
dan saat akhir ekspirasi. Pada insufisiensi yang lama akan tampak
gambaran pembesaran ventrikel kiri pada pemeriksaan EKG dan foto
toraks. Penanganannya sama dengan regurgitasi mitral (Easterling &
Otto, 2002; Cole, 2000).
f. Lesi katup trikuspidal dan pulmonal
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum
ditemukan pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak
klinis kecuali bila regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan
anomali Ebstein yang akan meningkatkan morbiditas dalam
kehamilan. Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang
ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada beberapa laporan saja
mengenai kasus ini (Cole, 2000).
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung
kongenital yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi
Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang “A” yang menonjol pada
tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa
terdengar sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG
terlihat normal kecuali bila stenosis yang berat sehingga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan
foto toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri
pulmonalis (Cunningham F, et al., 2001; Cole, 2000).
Page 23
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis
pulmonal yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon
valvuloplasty perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila
terjadi kegagalan jantung yang refrakter selama kehamilan maka
operasi merupakan tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon
memberikan efek radiasi pada janin (Cole, 2000).
g. Stenosis Mitral
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan
penyakit jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup.
Kerusakan katup ini dipicu oleh episode demam rheumatik yang
berulang. Demam rheumatik sendiri merupakan respon imunologik
terhadap infeksi streptococcus hemolitik grup-A. Insiden penyakit ini
dalam populasi dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan. (Easterling &
Otto, 2002).
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur
harapan hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi
simtomatik akan berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal
maka rata-rata harapan hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi
karena edem paru yang progresif, kegagalan jantung kanan, emboli
sistemik atau emboli paru (Easterling & Otto, 2002).
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral
yang normal sekitrar 4 – 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak
bila luas permukaan ini < 2,5 cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan
akan timbul bila luas permukaan < 1,5 cm2. Curah jantung terbatas
karena aliran darah yang relatif pasif selama diastol ; peningkatan arus
balik dari vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia relatif
dalam masa kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan
selanjutnya mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti
paru (Easterling & Otto , 2002).
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas
untuk stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan
Page 24
normal. Gejala lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis
sering luput dari perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan
untuk menyingkirkan adanya stenosis mitral khususnya pada pasien
dari kelompok yang berisiko. Diagnosis ekokardiografi stenosis mitral
didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa katup yang mengalami
kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama dengan 1,0
cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan
dan pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan.
Hipertensi pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk
stenosis mitral dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi
(Easterling & Otto, 2002; Cunningham F, et al., 2001).
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral
bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk
meningkatkan curah jantung dan keterbatasan aliran darah yang
melewati katup stenosis. Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis
berupa pemberian furosemid. Pemberian -blocker akan menurunkan
denyut jantung, meningkatkan aliran darah yang melewati katup dan
menghilangkan kongesti paru (Easterling & Otto , 2002; Cole, 2000).
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheumatik yang
berisiko untuk kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi
tinggi untuk infeksi streptococcus harus mendapat profilaksis
penicilllin G peros setiap hari atau benzathine penicillin setiap bulan.
Pasien yang mengalami fibrilasi atrium dan riwayat emboli harus
diterapi dengan antikoagulan (Easterling & Otto , 2002).
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri
akan menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran
balik vena dan kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik
penderita dengan luas katup < 1 cm2 harus ditangani dengan bantuan
kateter arteri pulmonalis. Denyut jantung dipertahankan dengan
mengontrol nyeri dan pemberian -blocker. Kala II diperpendek
dengan persalinan forcep atau vakum rendah. Seksio sesaria dilakukan
hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis yang progresif akan
Page 25
menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen (Easterling & Otto ,
2002; Cole, 2000).
h. Stenosis Aorta
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena
kelainan ini sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun
penderita stenosis aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat
menjadi simptomatik pada usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta
menandakan adanya obstruksi aliran darah yang keluar dari ventrikel
kiri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising sistolik kresendo dan
dekresendo pada tepi atas sternum, pada tipe yang berat bunyi jantung
kedua tidak terdengar. Pada EKG tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri
dan pada foto toraks gambaran jantung membesar (Easterling & Otto ,
2002; Cole, 2000).
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%,
risiko untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital
berkisar 17% - 26%, sehingga dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan ekokardiografi terhadap janin pada trimester kedua.
Penanganan pada pasien terutama adalah tirah baring dan
mempertahankan volume darah yang adekuat. Pada saat persalinan
dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-Ganz dan cegah
terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus dilakukan
dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya hipotensi.
Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi stenosis sebelum
kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta pada
saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty
balon pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan
dengan luaran maternal dan perinatal yang memuaskan (Cole, 2000).
i. Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit arteri koroner, yang dapat menyebabkan infark
miokard , merupakan penyulit yang jarang terjadi pada kehamilan.
Walaupun Mendelson dan Lang (1995) menyebut insiden kolektif
infark miokardium yang menjadi penyulit kehamilan adalah 1 per
Page 26
10000, angka sebenarnya mungkin lebih rendah. Umumnya, wanita
dengan penyakit arteria koronaria memiliki faktor-faktor klasik
misalnya merokok, hyperlipidemia familial, obesitas, atau hipertensi.
Diagnosis selama kehamilan tidak berbeda dengan pasien tidak hamil.
Gejala berupa nyeri dada kiri, yang menjalar ke punggung ataupun
tangan kiri, terdapat kelainan EKG berupa depresi gelombang Q atau
T, peningkatan kadar CKMB 2X dari nilai normal serta peningkatan
kadar protein kontraktil spesifik jantung troponin I dalam serum akurat
untuk diagnosis. Shivvers dkk. (1999) membuktikan bahwa troponin
tidak dapat dideteksi pada kehamilan normal.
Layak tidaknya seseorang hamil setelah infark miokard masih
belum diketahui pasti. Penyakit jantung iskemik biasanya progresif,
dank arena umumnya berkaitan dengan hipertensi atau diabetes, maka
kehamilan tampaknya tidak dianjurkan. Tentu saja kehamilan
meningkatkanbeban kerja jantung; oleh karena itu, gejala serat
kecukupan fungsi ventrikel sebelum konsepsi akan menentukan hasil
akhir (Cunningham F, et al., 2001).
j. Sindroma Marfan
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis
kolagen yang mengenai mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan
derajat yang bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di kromosom 15.
Manifestasi kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan
regurgitasi mitral, dilatasi aneurisma aorta yang berhubungan dengan
regurgitasi aorta (Cole, 2000).
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada
penderita sindroma Marfan. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada
apakah kelainan berupa dilatasi pangkal aorta atau kelainan katup. Bila
diameter pangkal aorta lebih dari 40 mm maka kematian dapat
mencapai 50%, sebaliknya bila aorta tidak membesar dan katup tidak
terkena maka kehamilan dapat mencapai aterm dengan morbiditas dan
mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus diberitahu mengenai
bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap gejala dan tanda
Page 27
diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial dilakukan selama
kehamilan untuk menilai keadaan jantung khususnya pangkal aorta dan
ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-blocker secara selektif dapat
menurunkan risiko dilatasi aorta yang progressif dengan menurunkan
tekanan pulsatil pada dinding aorta (Cole, 2000).
2. Penyakit Jantung dengan Resiko Tinggi
a. Sindroma Eisenmenger
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati
tekanan sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan
menjadi shunt kanan – kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian.
Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif
dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri – kanan
seperti ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi pulmonal progresif
dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger (Cunningham F,
et al., 2001; Cole, 2000).
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat
tinggi (23 – 50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode
postpartum. Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini dan
ditawari untuk memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan
kehamilannya. Bila penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan
maka penanganannya meliputi tirah baring secara ketat, pemberian
oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada
periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah.
Penderita harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas
70% untuk menjamin oksigenasi janin yang adekuat (Cunningham F,
et al., 2001; Cole, 2000).
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin
terhambat dan kematian janin maka direkomendasikan untuk
melakukan pemantauan janin secara ketat dengan pemeriksaan USG
serial dan NST dan atau pemeriksaan profil biofisik. Periode
peripartum merupakan periode yang genting berhubung karena terjadi
perubahan volume darah yang cepat dan kemungkinan perdarahan.
Page 28
Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah
persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada periode ini (Cole,
2000).
b. Hipertensi Pulmonal
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana
terjadi penebalan abnormal dan konstriksi tunika media arteri
pulmonalis yang menyebabkan fibrosis tunika intima dan
pembentukan trombus. Penyebabnya dapat bermacam-macam,
ditemukan pada wanita muda dan menyebabkan peningkatan tekanan
arteri pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak, fatique,
palpitasi dan kadangkala sinkop (Cole, 2000).
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang “A”
pada vena jugularis, desakan ventrikel kanan dan biasanya bunyi
jantung kedua yang dapat dipalpasi. Pada tahap akhir akan tampak
tanda-tanda kegagalan jantung kanan berupa peningkatan tekanan vena
jugularis, hepatomegali dan edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto
toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan deviasi aksis jantung
ke kanan (Cole, 2000).
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi
40%, bahkan kematian tetap tinggi pada pasien yang asimptomatik
atau dengan gejala yang ringan pada saat sebelum hamil. Kematian
seringkali terjadi pada trimester tiga dan satu bulan pertama post
partum. Angka kematian janin dan neonatal pada kasus ini juga tinggi.
Penderita sering datang pada trimester kedua saat perubahan
hemodinamik yang maksimal dan sering dengan gejala kegagalan
jantung kanan.
Dalam kasus ini terminasi kehamilan harus ditawarkan
sebagai opsi karena tingginya angka kematian maternal, namun bila
penderita memilih untuk tetap melanjutkan kehamilannya maka harus
dilakukan tirah baring, rawat inap pada trimester ketiga, pengobatan
dini terhadap gejala kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan
diuretik dan lakukan pemantauan hemodinamik invasif selama
Page 29
persalinan. Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis
penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi dan pemberian adenosin intravena
bermanfaat untuk menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner
(Cole, 2000; Gei & Hankins, 2001).
c. Kardiomiopati Peripartum
Demakis dkk pada tahun 1971, pertama kali mendefinisikan
PPCM dengan tiga kriteria diagnostik yaitu :
1) Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan
terakhir kehamilan atau lima bulan pascapersalinan.
2) Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.
3) Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir
kehamilan.
Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik
dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat dari
kegagalan jantung yang biasanya muncul pada trimester ke dua.
Komite lokakarya tentang PPCM merekomendasikan dimasukkannya
gambaran echocardiographic disfungsi ventrikel kiri untuk lebih
menegaskan PPCM. Tambahan kriteria diagnostik Echocardiographic
yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria tersebut yaitu:
1) Fraksi ejeksi <45%
2) Left ventricular fractional memendek <30%
3) Left ventricular end-diastolic dimension > 2,7 cm/m2 luas
permukaan tubuh (Easterling & Otto, 2002; Cole, 2000).
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga
karena sitokin inflamasi, miokarditis, infeksi virus, reaksi imunologik,
respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada
kehamilan dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan insiden yang
lebih tinggi karena ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam jumlah
yang besar (Cole, 2000).
Diagnosis kardiomiopati peripartum didasarkan atas tanda dan
gejala sebagai berikut:
1) Gejala kardiomiopati
Page 30
a) Mudah lelah
b) Buang air kecil sedikit (oliguria)
c) Nyeri dada
d) Berdebar-debar
e) Sesak nafas (paroxysmal nocturnal dyspnea dan ortopnea)
f) Batuk
g) Hemoptisis
h) Gangguan gastrointestinal : anoreksia, cepat kenyang, dan mual
(Vera, 2005).
2) Pemeriksaan fisik
a) Tekanan darah tinggi atau normal
b) Batas jantung melebar disertai dengan terdengar bunyi murmur
sistolik pada pemeriksaan auskultasi bunyi jantung (murumur
regurgitasi terjadi akibat dilatasi jantung).
c) Tanda gagal jantung kanan : venektasi temporal, peningkatan
tekanan vena jugular, refluks hepato jugular, asites,
hepatomegali kongestif, edema perifer.
d) Tanda gagal jantung kiri : edema pulmo (ditandai dengan
terdengar ronkhi basah halus di basal paru pada pemeriksaan
auskultasi paru), asma kardiale (ditandai dengan terdengar
wheezing di seluruh lapangan paru pada pemeriksaan auskultasi
paru), sianosis serta akral dingin (Vera, 2005).
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST yang
abnormal dan perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti
vena pulmonal merupakan tanda khas pada pemeriksaan foto
toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis kardiomiopati peripartum (Easterling & Otto, 2002;
Cole, 2000).
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik,
pengobatan kegagalan jantung kongestif dengan ACE inhibitor,
digoksin dan diuretik. Berhubung karena meningkatnya risiko
Page 31
tromboembolik pada pasien ini maka perlu dipertimbangkan
pemberian heparin (Cole, 2000).
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat
postpartum. Bila kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek,
sebaliknya bila ukuran jantung kembali normal dalam 6-12 bulan
menandakan prognsosis yang lebih baik. Penderita yang refrakter
dianjurkan untuk menjalani transplantasi jantung dan sudah ada
laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah transplantasi
(Cole, 2000).
Page 32
BAB IV
KESIMPULAN
Page 33
DAFTAR PUSTAKA
Artoni F dan Sedyawan J. 2002. Kelainan jantung pada kehamilan dan persalinan
tahun 2001 di RSCM. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan XIII POGI,
Malang.
Easterling TR dan Otto C. 2002. Heart disease. Dalam: Obstetrics-normal and
problem pregnancies. 4 th ed. London: Churchill Livingstone Inc. 1005-
1030.
Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, dan Hankins Gea.
2001. Cardiovascular diseases. Dalam: Williams obstetrics. 21 st ed. New
York: McGraw Hill. 1181-1203.
Ratnadewi N dan Suardi A. 2000. Tinjauan kasus penyakit jantung dalam
kehamilan di RSU Dr.Hasan Sadikin selama 5 tahun (1994-1998). Maj
Obstet Ginekol Indones, 24 :37 - 42.
Cole P. 2000. Cardiac disease. Dalam: Clinical maternal-fetal medicine. 1 st ed.
New York: The Parthenon Publishing Group. 369 - 384.
Gei A dan Hankins G. 2001. Medical complications of pregnancy cardiac disease
and pregnancy. Obstet and gynecol clin, 28 :1-42.
Wiratama K dan Suwardewa T. 1999. Kehamilan dengan penyakit jantung
rematik (pjr) serta komplikasi stroke hemoragik. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan POGI XI, Semarang.
Mendelson MA dan Lang. 1995. Prengnancy and heart disease. Dalam: Medical
Disorder During Pregnancy. St Louis; Mosby Year Book. 129.
Page 34
Vera. 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kardiomiopati Peripartum. JKM, 4,
37-54.
Shivvers SA, Wians FH, Keffer JH, dan Pyerits RE. 1994. Progression of aortic
dilatation and the benefit of long term β adrenergic blockade in Marfan’s
syndrome. N Engl J Med, 330: 1335.