KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan berkat dan penyertaan Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Dalam makalah ini
saya akan membahas mengenai sepsis neonatorum. Dalam pembuatan
makalah ini, saya menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam
isi materi maupun penyusunan kalimat.Namun demikian, perbaikan
merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini sangat saya harapkan.Adapun ungkapan
terima kasih saya sampaikan kepada dosen pembimbing saya dr Sedyo
Wahyudi,sp A yang telah membantu saya dalam memahami materi sepsis
neonatorum ini dan teman-teman yang mendukung dalam pembuatan
makalah ini.
Penulis
\Bab 1Pendahuluan
Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama
di bidang pelayanan dan perawatan neonatus.Menurut perkiraan World
Health Organizaton (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap
tahun dengan mortalitas neonatus ( kematian dalam 28 hari pertama
kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian
tersebut berasal dari Negara berkembang.Secara khusus angka
kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran
hidup.Dalam laporan WHO yang di kutip dari State of the worlds
mother 2007 (data tahun 2000-2003) di kemukakan bahwa 36% dari
kematian neonatus disebabkan oleh infeksi, diantaranya : sepsis,
pneumonia, tetanus, dan diare.Sedangkan pada kasus disebabkan oleh
asfiksia, 7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus
disebabkan oleh bayi kurang bulan dan berat badan bayi lahir
rendah,serta 7% kasus disebabkan oleh sebab lain.Sepsis neonatorum
sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi baru lahir
masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai
saat ini.WHO juga melaporkan case fatality rate pada kasus sepsis
neonatorum masih tinggi, yaitu sebesar 40%.Hal ini terjadi karena
banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat
dicegah dan di tanggulangi.Selanjutnya dikemukakan bahwa angka
kematian bayi dapat mencapai 50% apabila penatalaksanaan tidak
dilakukan dengan baik.1-4Angka kejadian atau insidens sepsis di
Negara berkembang cukup tinggi, yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran
hidup dengan angka kemaian sebesar 12-68%, sedangkan di Negara maju
angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup
dengan kematian 10,3%.Di Indonesia, angka tersebut belum
terdata.Data diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
periode Januari-Sepetember 2005, angka kejadian sepsis neonatorum
sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%.1,3-4Seringkali
sepsis merupakan dampak atau akibat dari masalah sebelumnya terjadi
pada bayi maupun ibu.Hipoksia atau gangguan imunitas pada bayi
dengan asfiksia dan bayi berat lahir rendah/bayi kurang bulan dapat
mendorong terjadinya infeksi yang berakhir dengan sepsis
neonatorum.1Demikian juga masalah ibu, misalnya ketuban pecah dini,
panas sebelum melahirkan, dan lain-lain beresiko terjadi
sepsis.Selain itu, pada bayi sepsis yang dapat bertahan hidup akan
tejadi morbiditas lain yang juga tinggi.Sepsis neonatorum dapat
menimbulkan kerusakan otak yang disebabkan oleh meningitis, syok
septic, atau hipoksemia dan kerusakan organorgan lainnya seperti
gangguan fungsi jantung,paru, dan lain-lain.1
Bab 2Pendahuluan
2.1 DefinisiSepsis bakteria pada neonatus adalah sindrom klionis
dengan gejala klinis sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada
bulan pertama kehidupan.Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat
beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis.salah satunya
menurut The international Sepsis Definition Conferences
(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic
Inflammatory Responses Syndrome (SIRS) dan infeksi.Sepsis merupakan
suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis,sepsis
berat,renjatan/syok septik,disfungsi multiorgan, dan akhirnya
kematian.1-42.2 KlasifikasiBerdasarkan waktu terjadinya, sepsis
neonatorum diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis
neonatorum awitan dini ( early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).1,3-6Sepsis
awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi dalam
periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada
saat kelahiran atau in utero.Di negra maju,kuman tersering yang
ditemukan pada kasus SAD adalah Streptococcus Grup B (SGB)
(>40%kasus), Eschericia coli,Haemophilus influenza, dan Listeria
monocytogenes,sedangkan di negara berkembang termasuk
Indonesia,mikroorganisme penyebabnya adalah batang gram
negatif.Sepsis neonatorum awitan dini memiliki kekerapan 3,5 kasus
per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas sebesar
10-50%.7Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan postnatal (lebih dari
72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit
(infeksi nosokomial).1,3-4Proses infeksi pasien semacam ini disebut
juga infeksi dengan transmisi horizontal.Angka mortalitas SAL lebih
rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.Di negara maju,
Coagulse-nbegative Staphilococci (CoNS) dan Candida Albicans
merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang di
dominasi oleh mikroorganisme batang gram negatif
(E.coli,Klebsiella,dan Pseudomonas aeruginosa).
Tabel 1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber
infeksi.1
Sumber: Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas
karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan dirumah sakit.Oleh
karena itu,penyebab infeksi dapat diketahui apakah berasal dari
jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan sekitar
(SAL).1
2.3 Epidemiologi Menurut perkiraan World Health Organizaton
(WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan
mortalitas neonatus ( kematian dalam 28 hari pertama kehidupan)
adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut
berasal dari Negara berkembang.Secara khusus angka kematian
neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup.Dalam
laporan WHO yang di kutip dari State of the worlds mother 2007
(data tahun 2000-2003) di kemukakan bahwa 36% dari kematian
neonatus disebabkan oleh infeksi, diantaranya : sepsis, pneumonia,
tetanus, dan diare.Sedangkan pada kasus disebabkan oleh asfiksia,
7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh
bayi kurang bulan dan berat badan bayi lahir rendah,serta 7% kasus
disebabkan oleh sebab lain.1-4Angka kejadian atau insidens sepsis
di Negara berkembang cukup tinggi, yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran
hidup dengan angka kemaian sebesar 12-68%, sedangkan di Negara maju
angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup
dengan kematian 10,3%.Di Indonesia, angka tersebut belum
terdata.Data diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
periode Januari-Sepetember 2005, angka kejadian sepsis neonatorum
sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%.1,3-42.4
EtiologiOrganisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis
nosokomial.Sepsis primer biasa disebabkan oleh : Streptococcus grup
B (GBS),kuman usus gram negatif, terutama Eschericia coli,Listeria
monocytogenes,Stafilococcus,streptococcus lainnya( termasuk
enterococcus),kuman anareob,dan Haemophilus influenzae,sedangkan
penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilococcus (terutama
Staphylococcus epidermidis),kuman gram negatif
(Pseudomonas,Klebsiella,Serratia,dan Proteus), dan jamur.4
Faktor risiko untuk terjadinya sepsis neonatorum adalah;Faktor
risiko ibu :1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18
jam.Bila ketuban Pecah lebih dari 24 jam,kejadian sepsis pada bayi
meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis,kejadian
sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.1-2,4-82. Infeksi dan demam
(>38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,infeksi
saluran kemih,kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B
(SGB),kolonisasi perineal oleh E.coli dan komplikasi obstetrik
lainnya.1-2,4,83. Cairan ketuban hijau keruh dan bau.14. Kehamilan
multiple.1,3-45. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.1-86. Faktor
sosial ekonomi dan gizi ibu.1
Faktor risiko pada bayi:1. Prematuritas dan berat lahir rendah
,disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur,dan
lemahnnya sistem imun.1,42. Di rawat di Rumah Sakit.1,3-43.
Resusitasi pada saat kelahiran,misalnya pada bayi yang mengalami
fetal distrss dan trauma pada proses persalinan.1,44. Prosedur
invasif seperti intubasi endotrakeal,pemakaian
ventilator,kateter,infus,pembedahan,akses vena sentral,kateter
intratorakal.1,3-45. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk
sepsis oleh E.coli),defek imun, atau asplenia.16. Asfiksia
neonatorum.17. Cacat bawaan.18. Tanpa rawat gabung.19. Tidak di
beri ASI.110. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang
terlalu lama.111. Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang over
crowded.112. Pemberian nutrisi parentral.113. Buruknya kebersihan
di NICU.1
Faktor risiko lain:Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis
neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada
perempuan,pada bayi kulit hitam daripada kuit putih,pada bayi
dengan status ekonomi rendah,dan sering terjadi akibat prosedur
cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota
keluarga pasien,serta buruknya kebersihan di NICU.1Faktor-faktor di
atas sering di jumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi
masalah sampai saat ini.Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak
adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade
terakhir ini.Faktor resiko ini walaupun tidak selalu berakhir
dengan infeksi,harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama
bila disertai gambaran klinis.1
2.5 Pemeriksaan2.5 .1 Pemeriksaan LabA. Kultur darah Sampai saat
ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari.1,4,6,9
Pada pemeriksaan kultur darah masih banyak ditemukan kasus hasil
kultur negatif, meski telah didukung oleh gejala klinis dan hasil
otopsi yang jelas. Pemberian antibiotik pada sebagian besar ibu
hamil untuk mencegah persalinan prematur diduga sebagai penyebab
tidak tumbuhnya bakteri pada media kultur. Selain itu hasil kultur
juga dipengaruhi oleh kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya
pada bayi yang dapat menekan pertumbuhan kuman. 1,6,9 Hasil kultur
negatif palsu juga dapat disebabkan akibat sedikitnya jumlah sampel
darah yang diperiksa. Suatu penelitian menemukan 60% pemeriksaan
kultur darah dapat memberikan hasil negatif palsu apabila volume
darah yang diperiksa hanya 0,5 ml dengan hitung koloni 37,7C (atau
akral teraba hangat) atau 60x/m dengan/tanpa retraksi dan
desaturasi O2 Suhu tubuh tidak stabil(37.5C) Waktu pengisian
kapiler > 3 detik Hitungleukosit 34000x109/L CRP >10mg/dl
IL-6 atau IL-8 >70pg/ml 16 S rRNA gene PCR : Positif
FIRS/SIRS
Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS disertai dengan gejala
klinis infeksi seperti terlihat dalam Tabel 5.SEPSIdengan gejala
klinis infeksi sepeTabel 5
SEPSIS
Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organSEPSIS
BERATtunggal
SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhanSYOKresusitasi
cairan dan obat-obat inotropik
SYOK SEPTIK
Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan
pengobatan optimal
SINDROM DISFUNGSI MULTI ORGAN
KEMATIAN
Sumber: Haque KN.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9
Sesuai dengan proses tumbuh kembang anak, variabel fisiologis
dan laboratorium pada konsep SIRS akan berbeda menurut umur pasien.
Pada International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun
2002, telah dicapai kesepakatan mengenai definisi SIRS, Sepsis,
Sepsis berat, dan Syok septik(Tabel5 dan 6).1,10Berdasarkan
kesepakatan tersebut, definisi sepsis neonatorum ditegakkan bila
terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik tersangka infeksi
(suspected) maupun terbukti infeksi (proven).1
Tabel 5.Kriteria SIRS
Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med
2005; 6(1): 2-8 .
Selama dalam kandungan,janin relatif aman terhadap kontaminasi
kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti
plasenta,sellaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi
pada cairan amnion.Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman
dapat timbul berbagai jalan yaitu:1,4,81. Infeksi kuman,parasit
atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran
darah menembus barier plasenta dan msuk sirkulasi janin.Keadaan ini
ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema palidum atau Listeria
dll.2. Prosedue obstertri yang kurang memperhatikan faktor
a/antiseptik misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan
villi khorion atau amniosentesis.Paparan kuman pada cairan amnion
saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada
akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.3. Pada saat ketuban
pecah,paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin.Pada keadaa in kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran
pernapasan ataupun saluran cerna.Kejadian kontaminasi kumat pada
bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah
lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi
baik karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan
bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti
kateterisasi umbilicus, bayi dalam ventilator,kurang memperhatikan
tindakan a/antisepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian
terlalu padat,dll.1,8Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini
berlanjut dan memasuki aliran darah,akan terjadi response tubuh
yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh.Berbagai reaksi
tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran
gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit,gambaram klinis yang terlihat akan berbeda.Oleh karena
itu,pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus
memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat
beratnya penyakit.1,4,8
2.7.1 Respons inflamasiSepsis terjadi akibat interaksi yang
komples antara patogen dengan pejamu.Meskipun memiliki gejala
klinis yang sama, proses molecular dan selular yang memicu respon
sepsis berbeda tegantung dari mikroorganisme penyebab.sedangkan
tahapanya sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.1Respon
sepsis tehadap bakteri Gram egatif dimulai dengan pelepasan
polisakarida (LPS) m,yaitu endotoksin dari dinding sel
bakteri.Lipopolisakarida merupakan komponen penting pada memberan
luar bakteri Gram negatif dan memiliki peranan penting dalam
menginduksi sepsis.Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam
plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB).Selanjutnya komples
LPS-LPB ini berikatan dengan CD14,yaitu reseptor pada membran
makrofag.CD!$ akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4
(TLR4) reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi
makrofag.1Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsi melalui dua
mekanisme, yakni :1(1) Menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai
superantigen(2) Melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel
imun.Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T. Untuk
menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak.Bakteri gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin
dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua
kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai
dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis.Mediator inflamasi
primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag.Pelepasan
mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen.1
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas
selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui
sistem imunitas humoral dengan membentuk antibody dan mengaktifkan
jalur komplemen.Pengenalan patogen oleh CD14 da TLR-2 serta TLR-4
di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk
mengaktifkan sistem imunitas selular.Pengaktifan ini menyebabkan
sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T-helper-1 (Th 1) dan sel T
helper-2 (Th2).Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti
tumor nekrosis factor (TNF), interferon (IFN-),interleukin 1-
(IL-1). IL-2, IL-8 dan IL-12 serta menjadi sel Th2 mensekresikan
sitokin antiinflamasi seperi IL-4,-10 dan -13.Pembentukan sitokin
proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan
balik yang kompleks.Sitokin proinflamasi terutama berperan
menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman penyebab.Namun
demikian, pembentukan sitokin proinflamsi yang berlebihan dapat
membahayakan dan dapat mebyebakna syok,kegagalan multi organ serta
kematian.Sebalikanya, sitokin antiinflamasi berperan penting untuk
mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan
keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan
baik.Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ
secara langsung atau secara tidak langsung melalui mediator
sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, plarelet activating
factor (PAF), prostaglandin),dan komplemen.Kerusakan utama akibat
aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan
menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mirotrombi sehingga
menyebabkan kerusakan organ.1Aktivasi endotel akan meningkatkan
jumlah reseptor trombin pada permukaaan sel untuk melokalisasi
koagulasi pada tempat yang mengalami cedera.Cedera pada endotel ini
juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis.Hal ini disebabkan oleh
penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan
ekspresi molekul antitrombik.Selain itu, inflamasi pada sel endotel
akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.12.7.2
Aktivasi inflamasi dan koagulasiPada sepsis terlihat hubungan erat
antara inflamasi dan koagulasi.Mediator inflamasi menyebabkan
ekspresi faktor jaringan (TF).Ekspresi TF secara langsung akan
mengaktivasi jalur koagulas ekstrinsik dan melalui lengkung umpan
balik secara tidak langsung juga akan mengaktifkan jalur
intrinsic.Katan antra jalus ekstrinsik dan intrinsic adalah melalui
faktor VIIa dan faktor IXa.hasil akhir aktivasi kedua jalur
tersebut saling berkaitan dan sama; protombin diubah menjadi
trombin dan fibrinogen diubah menjadi fibrin.Kolagen dan kalikrein
juga mengaktivasi jalur intrinsik.1Trombin mempunyai pengaruh yang
beragam terhadap inflamasi dan membantu mempertahankan keseimbangan
antara koagulasi dan fibrinolisis.Trombin memiliki efek
proinflamasi pada sel endoter, makrofag, dan monosit untuk
menyebabkan pelepasan TF,faktor pengaktivasi trombosit dan TNF-.1
Selain itu, trombin merangsang chemoattractant bagi neutrofil dan
monosit untuk memfasilitasi kemotaksis serta merangsang degranulasi
sel mast yang melepaskan bioamin untuk meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler.Pada
sepsis,aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur
ekstrinsik yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat
rangsangan dari mediator inflamasi.Selain itu, secara tidak
langsung TF juga akan mengaktifkan jalur intrinsic melalui lengkung
jalur umpan balik.Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan
intrinsic dan hasil akhr aktifasi kedua jalur tersebut adalah
pembentukan fibrin.1
Gambar 3.Kaskade koagulasi.12.7.3. Gangguan fibrinolisis
Fibrinolisis adalah respon homeostasis tubuh terhadap aktivasi
sistemkoagulasi. Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru), rekanalisasi pembuluh darah, dan
penyembuhan luka.Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen
activator (t-PA) dan urokinase-type plasminogen activator (u-PA)]
akan dilepaskan dari endotel untuk merubah plasminogen menjadi
plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi proteolisis
fibrin.Tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan trombin-activatable
fibrinolysis inhibitor (TAFI).1Aktivator dan inhibitor diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan.Sepsis mengganggu respons
fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak mampu menghancurkan
mikrotrombi. TNF- menyebabkan supresi fibrinolisis akibat tingginya
kadar PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin.Hasilpemecahan
fibrin dikenal sebagai fibrin degradation product (FDP) yang
mencakup D-dimer, dan sering diperiksa pada tes koagulasi klinis.
Mediator proinflamasi (TNF- dan IL-6) bekerja secara sinergis
meningkatkan kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada
pembuluh darah kecil hingga sedang dan selanjutnya menyebabkan
disfungsi multi organ. Secara klinis, disfungsi organ dapat
bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan
pada kasus yang berat dapat menyebabkan kematian.Pada sepsis, saat
aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan tertekan.
Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator
plasminogen khususnya t-PA dan u-PA dari tempat penyimpanannya
dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini dihambat oleh
peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak
adekuat, dan mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular.
1
Gambar 4. Supresi Fibrinolisis Disseminated intravascular
coagulation(DIC) atau Pembekuan intravaskular menyeluruh (PIM)
merupakan komplikasi tersering pada sepsis. Konsumsi faktor
pembekuan dan trombosit akan menginduksi komplikasi perdarahan
berat.PIMsecara bersamaan akan menyebabkan trombosis mikrovaskular
dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi
dihubungkan dengan prognosis buruk.1,11Efek kumulatif kaskade
sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme inflamasi dan
homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi
dan koagulasi yang lebih dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan
terjadinya trombosis mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan
kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat menyebabkan
kegagalan multi organ, dan berakhir dengan kematian.Patofisiologi
sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan
gangguan fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara
mekanisme prokoagulasi dan antikoagulasi.Dapat dilihat pada Gambar
7.di bawah ini yang memperlihatkan hilangnya homeostasis akibat
mekanisme ini.1,
2.8 PenatalaksanaanSepsis merupakan keadaan kedaruratan dan
setiap keterlambatan pengobatan dapat menyebabkan
kematian.1,4,6,13Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik
empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah.
Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus
dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji
resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkanpertumbuhan bakteri
dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik
harus dihentikan.1Permasalahan resistensi antibiotik merupakan
masalah yang bersifat universal. Penggunaan antibiotik yang
berlebihan akan menimbulkan masalah resistensi di kemudian hari.
Antibiotik spektrum luas lebih sering menimbulkan resistensi
daripada antibiotik spektrum sempit.1,6,9 Oleh karena itu,
kebijakan dalam pemberian antibiotik harus ada pada setiap unit
perawatan neonatus. Surveilans bakteri dan pola resistensi juga
harus secara rutin dilakukan di tiap unit neonatal untuk menetapkan
kebijakan penggunaan antibiotik di masing-masing unit.1Upaya untuk
menurunkan resistensi bakteri memerlukan dua strategi utama yaitu,
mengontrol infeksi dan mengontrol pemakaian antibiotik.81 Pemakaian
antibiotiksecara bergantian dilaporkan efektif menurunkan
resistensi di beberapa tempat.1,9
2.8.1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini Pada bayi
dengan SAD, terapi empirik harus meliputi SGB, E. coli, dan
Listeria monocytogenes.18 Kombinasi penisilin atau ampisilin
ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimikroba lebih luas
dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab SAD.1,6,8
Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas
antibakteri.12.8.2Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat
Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga
digunakan untuk terapi awal SAL. Pada beberapa rumah sakit, strain
penyebab infeksi nosokomial telah mengalami perubahan selama 20
tahun terakhir ini karena telah terjadi peningkatan resistensi
terhadap kanamisin, gentamisin, dan tobramisin. Oleh karena itu,
pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau
amikasin.Amikasin resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan
oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai plasmid, begitu
juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain.1Pada kasus
risiko infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat
anti stafilokokus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat
digunakan sebagai terapi awal.Pada kasus endemik MRSA dipilih
vankomisin. Pada kasus dengan risiko infeksi Pseudomonas (terdapat
lesi kulit tipikal) dapatdiberikan piperasilin atau azlosilin
(golongan penisilin spektrum luas) atausefoperazon dan seftazidim
(sefalosporin generasi ketiga). Secara in vitro, seftazidim lebih
aktif terhadap Pseudomonas dibandingkan sefoperazon atau
piperasilin.1Di beberapa tempat, kombinasi sefalosporin generasi
ketiga dengan penisilin atau ampisilin, digunakan sebagai terapi
awal pada SAD dan SAL. Keuntungan utama menggunakan sefalosporin
generasi ketiga adalah aktivitasnya yang sangat baik terhadap
bakteri-bakteri penyebab sepsis, termasuk bakteri yang resisten
terhadap aminoglikosida. Selain itu, sefalosporin generasi ketiga
juga dapat menembus cairan serebrospinal dengan sangat baik.
Walaupun demikian, sefalosporin generasi ketiga sebaiknya tidak
digunakan sebagai terapi awal sepsis karena tidak efektif terhadap
Listeria monocytogenes, dan penggunaannya secara berlebihan akan
mempercepat munculnya mikroorganisme yang resisten dibandingkan
dengan pemberian aminoglikosida. Infeksi bakteri Gram negatif dapat
diobati dengan kombinasi turunan penisilin (ampisilin atau
penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida.Sefalosporin generasi
ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin
spektrum luas dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan
oleh bakteri Gram negatif.1,6,9Pilihan antibiotik baru untuk
bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lain adalah
karbapenem, aztreonam, dan isepamisin. Enterokokus dapat diobati
dengan a cell-wall active agent (misal: penisilin, ampisilin, atau
vankomisin) dan aminoglikosida.Staphilococci sensitif terhadap
antibiotik golongan penisilin resisten penisilinase (misal:
oksasiklin, nafsilin, dan metisilin).1,Pemberian antibiotik pada
SAD dan SAL di negara-negara berkembang tidak bisa meniru seperti
yang dilakukan di negara maju.Pemberian antibiotik hendaknya
disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit
perawatan neonatus.Oleh karena itu, studi mikrobiologi dan uji
resistensi harus dilakukan secara rutin untuk memudahkan para
dokter dalam memilih antibiotik.1,2.8.3 Terapi suportif
(adjuvant)Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi
dua sistem organ atau lebih yang disebut disfungsi multi organ,
seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular dengan
manifestasi syok septik, gangguan hematologik seperti koagulasi
intravaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada
keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian
oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah.1,6,9,13
Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan
beberapa terapi yang dilaporkan di kepustakaan antara lain
pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian transfusi
dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating
factor (G-CSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar
(TT) dan lain-lain. 1,,9Tabel 5.Alogartime penatalaksanaan infeksi
bakteri pada neonatus.4
2.9 KomplikasiKomplikasi sepsis neonatorum antara lain:1,4,
Meningitis Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya
hidrosefalus dan atau leukomalasia periventrikular Pada sekitar 60%
keadaan syok septik akan menimbulkan komplilkasi acute respiratory
distress syndrome (ARDS) Komplikasi yang berhubungan dengan
penggunaan aminoglikosida,seperti ketulian dan atau toksisitas pada
ginjall. komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit
neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi
mental. Kematian
2.10 Preventif2.10.1 Pencegahan secara umum :1 Melakukan
pemeriksaan antenatal yang baik dan teratur. Skrining infeksi
maternal kemudian mengobatinya, misalnya infeksi TORCH, infeksi
saluran kemih, dll. Mencegah persalinan prematur atau kurang bulan.
Meningkatkan status gizi ibu agar tidak mengalami kurang gizi dan
anemia. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk ibu dengan
ancaman persalinan kurang bulan. Konseling ibu tentang risiko
kehamilan ganda. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri
dari : Persalinan yang bersih dan aman Stabilisasi suhu Inisiasi
pernapasan spontan dengan melakukan resusitasiyang baik dan benar
sesuai dengan kompetensi penolong Pemberian ASI dini dan eksklusif
Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi Membatasi
tindakan/prosedur medik pada bayi
2.9.2 Pencegahan secara khusus 2.10.2.1 Pencegahan sepsis awitan
dini :Pencegahan sepsis awitan dini dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik.Dengan pemberian ampisilin 1 gram intravena
yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam selama
persalinan,dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini
sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah dini,serta
menurunkan risiko infeksi SGB sampai 36%.Pada wanita dengan
korioamnionitis dapat diberikan ampisilin dan gentamisin,yang dapat
menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi
SGB sebesar 86%.Sedangkan wanita dengan faktor resiko seperti
korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya,sebaiknya
diberikan ampisilin dan gentamisin intravena selama
persalinan.Antibiotik tersebut diberikan sebagai obat
profilaksis.Bagi ibu yang pernah mengalami alergi terhadap
penisilin dapat diberikan cefazolin.12.10.2.2 Pencegahan sepsis
awitan lanjut :1, Pemantauan yang berkelanjutan. surveilans angka
infeksi,data kuman dan rasio jumlah tenaga medis dibandingkan
jumlah pasien. Bentuk ruang perawatan Sosialisasi insidens infeksi
nosokomial kepada pegawai Program meningkatkan kepatuhan mencuci
tangan Perhatian terhadap penanganan dan perawatan kateter vena
sentral.Tambahan:Terapi pencegahan atau antibiotik profilaksis pada
bayi baru lahir tidak dilakukan lagi.Pemberian antibiotik harus
dibatasi serta memperhatikan faktor ibu dan bayi.Antibiotik hanya
boleh diberikan pada BBLR dengan berat