Top Banner
REFERAT RASA MENGGANJAL DI TENGGOROKAN Pembimbing: dr. Yuswandi Affandi Sp. THT Disusun Oleh: Ashrinda J (03011046) KEPANITERAAN KLINIK SMF THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG PERIODE 19 Oktober - 21 November 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
42

Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

Apr 11, 2016

Download

Documents

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

REFERAT

RASA MENGGANJAL DI TENGGOROKAN

Pembimbing:

dr. Yuswandi Affandi Sp. THT

Disusun Oleh:

Ashrinda J (03011046)

KEPANITERAAN KLINIK SMF THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

PERIODE 19 Oktober - 21 November 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 2: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “Rasa Mengganjal di Tenggorokan” ini dengan sebaik-baiknya.

Tugas refrat ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian THT KL Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Selain itu juga bertujuan agar penulis dapat memahami dengan lebih baik mengenai kasus ini sendiri.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuswandi

Affandi Sp. THT selaku dokter pembimbing dan rekan-rekan sejawat yang telah

membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu

Kedokteran khususnya ilmu THT KL.

Karawang, 14 November 2015

Penulis

i

Page 3: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................... ii

Daftar Gambar......................................................................................iv

Daftar Tabel.........................................................................................v

BAB I Pendahuluan .............................................................................1

BAB II Anatomi dan Fisiologi Tenggorokan

2.1 Anatomi Tenggorokan........................................................... 2

2.2 Fisiologi Tenggorokan........................................................... 10

BAB III Rasa mengganjal di Tenggorkan...........................................12

3.1 LPR........................................................................................12

3.1.1 Definisi..........................................................................12

3.1.2 Epidemiologi..................................................................12

3.1.3 Etiologi..........................................................................13

3.1.4 Patofisiologi...................................................................14

3.1.5 Diagnosis.......................................................................14

3.1.6 Tatalaksan......................................................................17

3.1.7 Komplikasi.....................................................................18

3.2 Tonsilitis................................................................................18

3.2.1 Definisi..........................................................................18

3.2.2 Etiologi..........................................................................18

3.2.3 Faktor Predisposisi.........................................................19

3.2.4 Gejala & Tanda Klinis...................................................19

3.2.5 Diagnosis.......................................................................19

3.2.6 Tatalaksana....................................................................21

3.2.7 Komplikasi.....................................................................21

BAB IV Kesimpulan.............................................................................22

Daftar Pusaka........................................................................................ 23

ii

Page 4: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

BAB I

PENDAHULUAN

Rasa mengganjal di tenggorokan merupakan antara keluhan yang

seringmembawa penderita datang berobat ke poliklinik Telinga, Hidung, dan

Tenggorok (THT). Keluhan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah

infeksi, tumor, benda asing maupun makanan yang tertahan di tenggorokan.

Keluhan rasa mengganjal di tenggorokan ini dapat biasanya dapat disertai

dengan gejala-gejala lain seperti sulit menelan, nyeri sewaktu menelan, batuk, rasa

ingin berdeham, nyeri pada telinga, rasa pahit di tenggorok. dan dapat pula adanya

benjolan yang timbul pada daerah leher. Selain itu, keluhan gangguan ketika tidur juga

sering ditemukan, seperti berdengkur sewaktu tidur.

Keluhan rasa mengganjal di tenggorokan tidak boleh dianggap remeh karena

antara penyebab tersering adalah refluks laringofaring yang terkadang tidak

terdiagnosis dengan baik sehingga pasien merasa gejala yang dialami belum teratasi.

Pada referat ini, penulis akan membahas beberapa penyakit yang menilbulkan

keluuhan rasa mengganjal pada tenggorokan dan sering ditemukan di poliklinik THT

secara ringkas dan padat

1

Page 5: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TENGGOROKAN

2.1 Anatomi Tenggorokan

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra,

terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglotis,

yang menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan serterusnya menuju ke

esophagus. Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut

terletak didepan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.

Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang

dipersarafi oleh nervus fasialis.vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel

skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum

oris.

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal

dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum

mole yang dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum. Oleh karena itu, celah

palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi ke arah maksila depan.

 Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian

depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus

lingualis dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa

dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari

sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang

bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus keleher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong

dari epitel mulut yang terletak dekat sebelahdepan saraf-saraf penting. Duktus sub

mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.(1)

 Faring adalah bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring

adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di

bagian atas dan sempitdibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus

menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan

rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah

2

Page 6: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Di

belakang mukosa dinding faring terdapat dasar tulang sphenoid dan dasar tulang

oksiput di sebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan sumbu badan, dan

vertebra servikalis lain(1)

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kuranglebih empat belas

sentimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot

dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan

laringofaring (hipofaring).(9)Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar

tulang oksiput inferior,kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan

vertebra servikalis lain.

Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior,

adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius

kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut fosa rosenmuller. Otot tensor

velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba

eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.(1)

Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila

faringealdalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut.

Didepan tonsila,arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang

dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu

menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus

2.1.1 Otot-otot faring

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan

memanjang(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor

faring superior, mediadaninferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah

luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi

sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan, otot-otot ini

bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot

konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot

inidipersarafi oleh Nervus Vagus.Otot-otot faring yang tersusun longitudinal

terdiri dari M.Stilofaring dan M.Palatofaring, letak otot-otot ini di sebelah

dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring,

3

Page 7: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismusorofaring dan menaikkan

bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerjasebagai elevator, kerja

kedua otot ini penting padawaktu menelan. M.Stilofaringdipersarafi oleh

Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring dipersarafi olehNervus Vagus.

Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu

sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini, M.Tensor veli

palatine,M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.M.Levator vela

palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk

menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot

ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda

palatum moledan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior

palatummole dan membukatuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh

Nervus Vagus. M.Palatoglosusmembentuk arkus anterior faring dan kerjanya

menyempitkan ismus faring.M.Palatofaringmembentuk arkus posterior faring.

M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya adalah

memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas.

2.1.2 Vaskularisasi(2)

Vaskularisasi faring berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang

tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a. Karotis eksterna serta dari

cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatina superior.

2.1.3 Persarafan(2)

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus

faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang

dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi

serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot

faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang

n.glossofaringeus

4

Page 8: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

2.1.4 Kelenjar Getah Bening(2)

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu

superior,media daninferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah

bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran

limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar

getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfeinferior mengalir ke

kelenjar getah bening servikal dalam bawah

2.1.5 Pembagian Faring

Berdasarkan letak, faring dibagi atas

1) Nasofaring

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid,

jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang

disebut fosa rosenmuller, kantongrathke, yang merupakan invaginasi

struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suaturefleksi mukosa

faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen

jugulare,yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus

asesorius spinal saraf kranialdan vena jugularis interna bagian petrosus

os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.(9)

2.2 anatomi regio faring

5

Page 9: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

2) Orofaring

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,

batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah rongga mulut

sedangkan, ke belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat

dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa

tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

foramen sekum.

a. Dinding Posterior Faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada

radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan

otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan

otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.

b. Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas

lateralnya adalahm.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang

disebut kutub atas (upper pole) terdapatsuatu ruang kecil yang dinamakan

fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya

merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil

diliputioleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu

kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-

benarnya.(2)

c. Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang

oleh jaringan ikatdengan kriptus didalamnya.(2)

Terdapat 4 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina

dan tonsil lingual dan tonsil tubaria yang membentuk cincin Mucosa-

Associated Lymphoid Tissue (MALT) pada pintu masuk saluran nafas dan

saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.

Kumpulan jaringan pertahanan lini pertama melindungi anak terhapa

infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfa pada cincin Waldeyer

menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3

tahun dan tonsil palatina pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi

pasa masa pubertas.

6

Page 10: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

- Tonsil palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di

dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar

anterior(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil

berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai

10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu

mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal

sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi

oleh:

Lateral – muskulus konstriktor faring superior

Anterior – muskulus palatoglosus

Posterior – muskulus palatofaringeus

Superior – palatum mole

Inferior – tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga

melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak

dibawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus.Limfonoduli

terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik

difus.Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan

tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.

Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat

germinal. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan

mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah

epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.Di dalam kriptus biasanya

biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa

makanan(2) . Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering

juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring,

sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.

- Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan

limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen

tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk

dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi

7

Page 11: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa

faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding

belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan

pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa

Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi

pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran

maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi

- Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh

papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran

duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada

massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus. Infeksi

dapat terjadi di antara kapsul tonsil dan ruangan sekitar jaringan dan dapat

meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang a. Karotis eksterna,

yaitu a.maksillaris eksterna (a. Fasialis) yang mempunyai cabang yaitu a.

Tonsilaris dan a. Palatina asenden; a. Maksilaris interna dengan cabang a.

Palatina desenden serta a. Lingualis dengan cabang a. Lingualis dorsal,

dan a. Faringeal asenden

8

Page 12: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

3) Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah

valekulaepiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan

minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis (muara glotis bagian medial dan lateralterdapat ruangan) dan ke

esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis

pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan

ariepiglotikadan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas

inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal.

Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoiddan di bawahnya

terdapat muara esofagus.Bila laringofaring diperiksa dengan kaca

tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan

laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertamayang

tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua

buah cekunganyang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan

ligamentum glosoepiglotikalateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga ³

kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada beberapaorang, kadang-kadang bila

menelan pil akan tersangkut disitu.Dibawah valekula terdapat epiglotis.

Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih

melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini

tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat

menjadidemikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan

laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis

berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketikamenelan minuman

atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformisdan ke esofagus.(2)

Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap

sisilaringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia

lokal di faring danlaring pada tindakan laringoskopi langsung.

9

Page 13: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

2.2 Fisiologi Tenggorokan

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan,

resonasi suara dan untuk artikulasi(2)

• Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan

dari mulut kefaring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan

melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya

secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan

makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum

mole mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahiod berkontraksi, elevasi

tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti

sfingter untuk mencegahaspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian

belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan

dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis mediadan superior. Bolus

dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringisinferior

berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi.Peristaltik dibantu oleh

gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke

lambung(2)

10

Page 14: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

•Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum

mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat

cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaringdan m.palatofaring,

kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring

superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini

menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding

posterior faring. Jarak yang tersisa inidiisi oleh tonjolan (fold of)

Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2macam

mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan

m.palatofaring(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak

pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant

ini menetap pada periode fonasi, tetapiada pula pendapat yang mengatakan

tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan

palatum.

11

Page 15: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

BAB III

Rasa Mengganjal di Tenggorokan

3.1 Laringofarigeal refluks

3.1.1 Definisi

Penyakit refuks gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat

dari refluks kandungan lambung ke dalam esophagus dengan berbagai gejala yang

timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan saluran nafas.Manifestasi klinis

dari Penyakit refluks gastroesofageal sendiri terdiri atas esofagus dan ekstraesofagus.

Manifestasi dari penyakit refluks gastroesofagus di luar esofagus didefinisikan

sebagai refluks ekstraesofagus (REE). Istilah Refluks laringo faring (LPR) adalah

REE yang menimbulkan manifestasi dari penyakit-penyakit oral, faring, laring, dan

paru. Laryngopharyngeal refluks (LPR) atau refluks laringofaring adalah pergerakan

retrograde dari isi lambung (asam dan enzim-enzim) ke laringfaring. Sehingga perlu

diketahui adanya hubungan yang kompleks antara penyakit REE yang ditimbulkan

oleh Penyakit refluks gastroesofagus, karena pasien REE sering di obati sebagai rinitis

non alergi dengan sekret belakang hidung, rinofaringitis nonspesifik, sinusitis rekuren.

Keluhan yang timbul akibat REE adalah keluhan tenggorokan terasa mengganjal

(globus sensation), kelainan laring dengan suara serak, batuk, berdeham (3)

3.1.2 Epidemiologi

Selama dekade terakhir ada peningkatan dan kepedulian terhadap penyakit

yang disebabkan oleh refluks asam yang terjadi secara retrograde ini. Pada penelitian

yang di lakukan di amerika diperkirakan 75 juta penduduk diperkirakan menderita

GERD dimana 50% dari populasi ini menunjukan gejala LPR atau ekstraesophageal

refluks (REE) (4)

Prevalensi GERD di asia di laporkan cukup rendah yaitu 3-5%.(5) GERD dapat

diderita oleh laki-laki dan perempuan, tidak ada predileksi seksual. Rasio laki-laki dan

wanita untuk terjadinya GERD adalah 2:1 sampai 3:1(6) GERD pada negara

berkembang sangat dipengaruhi oleh usia, usia dewasa antara 60-70 tahun merupakan

usia yang seringkali mengalami GERD(7). Prevalensi pasien dengan keluhan LPR

berkisar antara 15-20% dan lebih dari 15% pasien tersebut berobat ke dokter spesialis

THT dengan manifestasi keluhan LPR. Kasus LPR 4-10% terdapat pada pasien

12

Page 16: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

dengan PRGE. Pria, wanita, bayi, anak-anak hingga dewasa dapat mengalami LPR.

LPR pada bayi dan anak seringtak terperhatikan.(7)

3.1.3 Etiologi

a. Gastro Esophageal Reflux Disease

Penyakit GERD bersifat multifaktorial(8,9). GERD dapat merupakan gangguan

fungsional (90%) dan gangguan struktural (10). Gangguan fungsional lebih pada

disfungsi SEB dan gangguan struktural pada kerusakan mukosa esofagus (10).

Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari GERD apabila terjadi kontak yang cukup

lama dengan bahan yang refluksat dengan mukosa esofagus. Selain itu juga akibat

dari resistensi yang menurun pada jaringan mukosa esofagus walaupun kontak dengan

refluksat tidak terlalu lama(11). Selain itu penurunan tekanan otot sfingter esofagus

bawah oleh karena coklat, obat-obatan, kehamilan, dan alkohol juga ditengarai

sebagai penyebab terjadinya refluks(12). Aliran balik gaster ke esofagus hanya terjadi

bila terdapat hipotoni atauatoni sfingter esofagus bawah.(11,12) Beberapa keadaan

seperti obesitas dan pengosongan lambung yang terlambat dapat menyebabkan

hipotoni pada sfingter esofagus bawah(12). Tonus SEB dikatakan rendah bila berada

pada < 3 mmHg (11). Sedangkan pada orang normal 25-35 mmHg.(10)

b. Laringofaringeal reflux

Pada LPR dapat disebabkan oleh berbagai faktor, penyebab yang dapat menimbulkan

LPR adalah sebagai berikut (13,14):

•Retrograde refluks asam lambung atau bahan lainnya ( pepsin) atau keduanya ke

esofagus proksimal dan SEA yang berlanjut dengan kerusakan mukosa faring dan

laring.

•Pajanan asam esofagus distal akan merangsang refleks vagal yang menyebabkan

terjadinya spasme bronkus, batuk, sering meludah, menyebabkan perubahan inflamasi

pada laring dan faring.

•Defek pada enzim karbonat anhydrase isoenzyme III

13

Page 17: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

3.1.4 Patofisiologi

Episode refluks bergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan

hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah

dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal atau

sebab lainnya sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung

mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus, jika isi lambung mencapai esofagus

bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut

tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung.

Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka

isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring. Terdapat dua teori

yang mendominasi bagaimana asam lambung dapat memprovokasi gejala dan tanda

klinis kelainan ekstraesofageal. Yang pertama karena trauma langsung asam-pepsin

ke laring dan jaringan sekitarnya. Yang kedua adalah asam di distal esofagus

menstimulasi refleks yang dimediasi nervus vagus sehingga terjadi bronkokonstriksi

yang mengakibatkan berdehem (chronic throat clearing) dan batuk, yang

memprovokasi lesi mukosa. Pada kenyataannya, dua hal ini mungkin saling

berhubungan. Gejala timbul karena trauma mukosa langsung atau kerusakan dari silia,

mengakibatkan stasis mukus dan berdehem (chronic throat clearing) dan batuk serta

rasa mengganjal di tenggorokan. Tingkat keasaman juga mempengaruhi dimana pH 0-

4 yang paling berbahaya. Episode refluks asam yang lemah (pH 4-7) tidak dideteksi

pada cut off limit pH 4 pada monitoring pH 24 jam, mungkin melewati esofagus tanpa

gejala dan tanda klinis tapi dapat mengiritasi mukosa laring yang sensitif. Epitel

respiratori bersilia yang terdapat di laring lebih sensitif terhadap asam, pepsin yang

teraktivasi dan garam empedu dari pada mukosa esofagus. Waktu dan frekuensi dari

paparan asam yang menyebabkan penyakit refluks laringofaring masih

diperdebatkan.menyatakan satu kali refluks sudah cukup menyebabkan gangguan. Hal

ini berdasarkan penelitian pada hewan dimana 3 kali refluks asam dan pepsin selama

1 minggu sudah dapat menyebabkan kerusakan mukosa laring

3.1.5 Diagnosis

a. Anamnesis

Menurut survey American Bronchoesophageal Association yang dikutip oleh

Ford (2005) keluhan yang tersering yang didapat dari hasil anamnesis penderita

14

Page 18: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

refluks laringofaring adalah throat clearing (98%), batuk yang terus mengganggu

(97%), perasaan mengganjal di tenggorok (95%) dan suara parau (95%).

b.Gejala Klinis

Untuk penilaian atas gejala pasien dengan penyakit refluks laringofaring,

Belafsky, seperti yang dikutip oleh Tamin (2008) membuat sembilan komponen

indeks gejala yang dikenal dengan indeks gejala refluks ( Reflux Symptom Index =

RSI). RSI mudah dilaksanakan , mempunyai reabilitas dan validitas yang baik, serta

dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu menit. Skala untuk setiap komponen

bervariasi dari nilai 0 (tidak mempunyai keluhan) sampai dengan nilai 5 (keluhan

berat) dengan skor total maksimum 45 dan RSI dengan nilai > 13 dicurigai penyakit

refluks laringofaring

Tanda klinis yang sering ditemukan pada penyakit refluks laringofaring adalah

laringitis posterior dengan eritema, edema dan penebalan dinding posterior dari

glottis. Tanda-tanda lain adalah granuloma pita suara, contact ulcer, stenosis

subglottis. Untuk memeriksa keadaan patologis laring setelah terjadinya refluks

laringofaring. Belafsky juga memperkenalkan skor refluks seperti yang dikutip oleh

Tamin (2008), yaitu Reflux Finding Score (RFS) yang merupakan delapan skala

penilaian dalam menentukan beratnya gambaran kelainan laring yang dilihat dari

pemeriksaan nasofaringolaringoskopi serat optik lentur. Skala ini bervariasi dari nilai

0 (tidak ada kelainan) sampai dengan nilai maksimum 26 ( nilai yang terburuk) dan

RFS > 7 yang dianggap tidak normal. RFS merupakan penilaian kelainan yang mudah

dilakukan dan mempunyai inter and intraobserver reproducibility yang baik.

15

Page 19: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

Walaupun setiap komponen bersifat subyektif tetapi skor secara keseluruhan

merupakan penilaian yang dapat dipercaya dalam melihat perbaikan dengan terapi

anti refluks

Penilaian laring secara keseluruhan terbagi atas hipertrofi komisura posterior yang

ringan skor 1, bila hipertrofi telah mempunyai batas yang jelas dengan sekelilingnya

skor 2, bila hipertrofi telah meluas hingga akan menyebabkan obstruksi jalan nafas

skor 3 dan bila hipertrofi telah menyebabkan obstruksi jalan nafas skor 4. Penilaian

terakhir berupa ada tidaknya granulasi ataupun mukus kental endolaring, bila

ditemukan maka skor 2

c. Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH 24 jam dipertimbangkan sebagai tes yang paling dapat dipercaya

sebagai tes untuk refluks laringofaring. Dua buah elektroda dimasukkan secara

intranasal dan diletakkan 5 cm diatas sfingter bawah esofagus dan 0,5-2 cm diatas

sfingter atas esophagus. Walaupun dianggap sebagai standar baku emas untuk

diagnosis refluks laringofaring tetapi pemeriksaan ini masih jauh dari tes yang ideal

dan menimbulkan banyak kontroversi. Yang pertama, sensitivitas dari tes ini hanya

50-60%. Yang kedua, kira-kira 12% dari pasien THT tidak dapat bertoleransi dengan

16

Page 20: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

prosedur pemeriksaan pH. Yang ke tiga, modifikasi diet dapat menimbulkan hasil

negatif palsu pada pemeriksaan pH. Pemeriksaan pH ini sangat mahal dan terbatas

d. Tes PPI

Terapi empirik dengan proton pump inhibitor (PPI) disarankan sebagai tes

yang ideal untuk penyakit refluks laringofaring dan merupakan cara diagnostik yang

tidak invasif, simpel dan juga dapat memberikan efek terapi. Tes PPI dengan

pemberian omeprazole 40 mg perhari selama 14 hari mempunyai sensitivitas dan

spesifitas yang sama dengan pemeriksaan pH metri 24 jam

3.1.6 Tatalaksana

Penatalaksanan penyakit refluks laringofaring dapat berupa:

a. Perubahan Pola Hidup

Ketika anamnesis dan pemeriksaan klinis ditegakkan untuk mendiagnosis

keadaan refluks laringofaring, maka penderita segera disarankan untuk

mengubah pola hidup dan pola makan, diantaranya adalah menghentikan

kebiasaan merokok dan minumminuman beralkohol, mengurangi berat badan

yang berlebih, membatasi konsumsi makanan yang mengandung coklat,

lemak, citrus, minum minuman bersoda, anggur merah, kafein, atau waktu

makan malam yang berdekatan dengan waktu tidur

b. Medikamentosa

Terapi farmakologi yang dianjurkan berupa PPI seperti omeprazole,

esomeprazole, lansoprazole, pantoprazole dan rabeprazole. Obat lain yang

sering digunakan dalam pengobatan refluks laringofaring adalah antagonis H2

receptor seperti cimetidine, ranitidine, nizatidine, famotidine yang berfungsi

mengurangi sekresi asam lambung. Prokinetik agen seperti cisapride,

metoclopramide yang berfungsi mempercepat pembersihan esofagus serta

meningkatkan tekanan sfingter bawah esofagus. Mucosal cytoprotectan seperti

sucralfate yang berfungsi melindungi mukosa dari asam dan pepsin. Antasida

juga dapat diberikan seperti alumunium hidroksida, magnesium hidroksida

atau sodium bikarbonat yang dapat berfungsi mengurangi gejala refluks

17

Page 21: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

c. Pembedahan

Intervensi pembedahan perlu segera dipertimbangkan bila dalam pemberian

terapi tidak memberikan respon yang signifikan. Pendekatan yang biasa digunakan

seperti partial atau complete fundoplication

3.1.7 Komplikasi

Pada anak-anak, komplikasi LPR sering mengakibatkan masalah pada saluran

pernafasan seperti penyempitan di bawah pita suara atau subglotis stenosis, ulkus dan

suara serak. LPR juga dapat mengakibatkan disfungsi dari tuba eustachius yang akan

mengakibatkan otitis media akut dan otitis media efusi. Pada orang dewasa, LPR

dapat mengakibatkan perubahan mukosa esofagus dan mengakibatkan karsinoma

esofagus(15,16)

3.2 Tonsilitis Kronis

3.2.1 Definisi

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya

menahun. Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau

karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari

tempat lain, misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung

(sinusistis kronis dan rhinitis kronik), atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan

rhinitis kronik terdapat sekret di hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret

tersebut kontak dengan permukaan tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah

secara hematogen maupun secara limfogen ke tempat jaringan yang lain. Adapun

yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada tonsil, yaitu

didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan

dikelilingi oleh zona sel – sel radang

3.2.2 Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis

akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat

terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada

umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak

ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus. Beberapa jenis

18

Page 22: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus,

Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.

3.3.3 Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu :

• Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca

• Kelelahan fisik

• Merokok

• Makanan

3.3.4 Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis

Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang –

kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu,

nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang. Tanda klinik

pada tonsilitis kronis adalah:

• Pilar/plika anterior hiperemis

• Kripta tonsil melebar

• Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba

• Muara kripta terisi pus

• Tonsil tertanam atau membesar

Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta melebar dan

pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering

muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil

tertanam atau membesar

3.3.5 Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis

Dari pemeriksaan dapat dijumpai : a. Tonsil dapat membesar bervariasi. b.

Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil c. Bila dilakukan

penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju d.

Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini

merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil. Pada

pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar

19

Page 23: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

(hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada

dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe

angulus mandibula

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior –uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior-

uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar

anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas

yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi

hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat

menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang

dapat diketahui dalam anamnesis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu

secara mikrobiologi. Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal untuk segera

dikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan

mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika

atau penetrasi anitbiotika yang inadekuat.

20

Page 24: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

3.3.6 Tatalaksana

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan

mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam

parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang

efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.

Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim

tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan

aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang

menjanjikan Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur.

Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin

ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau

absees), amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala

sumbatan serta kecurigaan neoplasma

3.3.7 Komplikasi Tonsilitis Kronis

Komplikasi secara kontinuitatum kedaerah sekitar berupa rhinitis kronis, sinusitis dan

otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari

tonsil seperti endokarditis, arthiritis miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari,

furunkolitis,dll

21

Page 25: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

BAB IV

KESIMPULAN

Secara umum dan dalam kebanyakan kasus, rasa mengganjal di tenggorokan

ini dapat disebabkan oleh berbagai hal namun terkadang sulit terdiagnosis

penyebabnya, penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan baik apabila dilakukan

anamnesis yang baik pemeriksaan fisik terutama pemeriksaan tenggorok secara teliti,

dan mengedukasi pasien dalam perubahan pola hidup, karena biasanya penyebab

kelainan dari tenggorokan banyak disebabkan oleh konsumsi makanan yang kuran

baik, dalam hal ini yang menyebabkan infeksi maupun mengiritasi mukosa.

Laringofaringeal refluks adalah aliran balik cairan lambung ke laring, faring,

trakea dan bronkus.Refluks laringofaring terjadi ketika perbedaan tekanan antara

tekanan positif intraabdominal dan tekanan negatif pada thoraks maupun

laringofaring. Refluks fisiologis gastroesofageal terjadi secara predominan karena

adanya Transient Lower Esophageal Sphincter Relaxation (TLESR). Pengobatannya

adalah dengan PPI serta yang paling penting adalah edukasi untuk merubah pola

hidup terutama diet untuk mengurangi gejala refluks.

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang

terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Pengobatan pasti untuk Tonsilitis Kronis

adalah pembedahan pengangkatan tonsil (tonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada

kasus-kasus di mana penatalaksanaan medis atau terapi konservatof yang gagal untuk

meringankan gejala

22

Page 26: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

DAFTAR PUSTAKA

1. Spencer M. Laryngopharyngeal Reflux and Singers: Diabolus in Gula. Journal

of Singing. 2006: 63(2):177-81

2. Smith J, Houghton L. The Oesephagus and Cough: Laryngo-pharyngeal

Reflux, Microaspiration and Vagal Reflexes. Smith and Houghton Cough

Journal. 2013: 9(12):1-4

3. Amirlak B. Reflux Laryngitis. 2014 [Diakses pada 6 Oktober 2014]. Didapat

dari: http://emedicine.medscape.com/article/864864-overview

4. Rees L, et al. 3he Mucosal 4mmune Response to LaryngopharyngealReflux.

American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2008: 177:

1187-88

5. Ford C. Evaluation and Management of Laryngopharyngeal Reflux. JAMA.

2005: 294 (12): 1534-39

6. Diamond L. Laryngopharyngeal Reflux-It’s not GERD. Blue Ridge ENT.

2005: 18 (8): 1-3

7. Mattoo O, Muzaffar R, Mir A, Yousuf A, Charag, Ahmad A.

Laryngipharyngeal Reflux: Prospective Study Analyzing Various Nonsurgical

Treatment Modalities for LPR. Interntional Journal of Phonosurgery and

Laryngology. 2012: 2 (1): 5-7

8. Yunizaf M, Iskandar M. Penyakit Refluks Gastroesofagus Dengan Manifestasi

Otolaringologi. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R,

Penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &

Leher Edisi Keenam. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:

2007: 303-09

9. Sloane E. Sistem Pernafasan: Anatomi Fungsional Saluran Pernafasan. Dalam:

Widayastuti P, Penyunting. Anatomi & Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC:

2003 : 267-68

10. Hermani B, Rusmarjono. Odinofagia. Dalam : Soepardi EA, dkk (eds). Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi 6.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; hal

212-5

23

Page 27: Referat Rasa Mengganjal Pada Tenggorok

11. Grevers G.Oral Cavity and Pharynx: Anatomy, Physiology and Immunology

of the Pharynx and Esophagus. In Basic Otorhinolaringy. Thieme:2006: 98-

100

12. Sloane E. Sistem Pencernaan: Rongga Oral, Faring, Esofagus. Dalam:

Widayastuti P, Penyunting. Anatomi & Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC:

2003 : 285

13. Hermani B, Hutauruk SM. Disfonia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Hidung dan Telinga Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

14. Barry D, Vaezi M. Laryngopharyngeal Reflux: More Questions than Answers.

Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2010: 77 (5): 327-33

15. Iro H, waldfahrer F. Larynx and Trachea: Embryology, Anatomy, and

Physiology of the Larynx and Trachea. In Basic Otorhinolaringy. Thieme:

2006: 338-44

16. Soepardi EA, Esofagoskopi. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung dan

Telinga Kepala dan Leher, edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; hal 231-6.

24