Top Banner
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karunia dan rahmat yang diberikan, sehingga penulisan referat yang berjudul “Pemeriksaan Radiologi Pada Stroke” dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat: 1. dr. Lydia Theresia Purba, Sp. Rad sebagai pembimbing 2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Radiologi Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam pengembangan informasi ilmiah baik bagi penulis, mahasiswa, institusi dan masyarakat. Jakarta, Februari 2015 Penulis 1
33

Referat Radiologi Ayutami

Jul 13, 2016

Download

Documents

Dibuat dalam rangka menyelesaikan stase kepaniteraan Radiologi di RS UKI.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Radiologi Ayutami

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karunia dan rahmat yang

diberikan, sehingga penulisan referat yang berjudul “Pemeriksaan Radiologi Pada Stroke” dalam

rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat kelulusan dapat

terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.

Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas

dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya

selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat:

1. dr. Lydia Theresia Purba, Sp. Rad sebagai pembimbing

2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Radiologi

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam pengembangan

informasi ilmiah baik bagi penulis, mahasiswa, institusi dan masyarakat.

Jakarta, Februari 2015

Penulis

1

Page 2: Referat Radiologi Ayutami

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Anatomi Otak 4

II.2 Definisi Stroke 6

II.3 Epidemiologi Stroke 7

II.4 Klasifikasi Stroke 7

II.4.1 Stroke Non Hemoragik 7

II.4.1.1 Gejala Stroke Non Hemoragik 8

II.4.2 Stroke Hemoragik 10

II.4.2.1 Gejala Stroke Hemoragik 11

II.5 Patofisiologi Stroke 12

II.6 Diagnosis Stroke 13

II.7 Pencegahan Stroke 13

II.7.1 Pencegahan Premordial 13

II.7.2 Pencegahan Primer 13

II.7.3 Pencegahan Sekunder 13

II.7.4 Pencegahan Tertier 13

II.8 Penatalaksanaan Stroke 13

II.9 Komplikasi Stroke 14

II.10 Prognosis 14

BAB III PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA STROKE 15

DAFTAR PUSTAKA 22

2

Page 3: Referat Radiologi Ayutami

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama baik di

negara maju maupun di negara berkembang, karena disamping menyebabkan angka kematian

yang tinggi, stroke juga sebagai penyebab kecacatan yang utama. Di Amerika Serikat, stroke

menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada

700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan

serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh

dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85

tahun.1 Berdasarkan data dari Balitbangkes, terjadi peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per

1.000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 (Untuk stroke responden

usia 15 tahun ke atas), dimana untuk kelompok umur 21-30 tahun (0,74%), 31-40 (4,5%), 41-50

tahun (18,5%), 51-60 tahun (33,8%) dan > 60 tahun (42,1%).2

Dalam beberapa dekade terakhir, metode neuroimaging telah terbukti baik untuk

meningkatkan penanganan untuk stroke. Tomografi yang terkomputerisasi (CT Scan) dan MRI

(magnetic resonance imaging) telah secara rutin digunakan untuk membedakan antara perdarahan

intraserebral atau kontraindikasi lain dari trombolisis, untuk mendeteksi penyakit lain yang

bergejala sama seperti stroke dan untuk memperkirakan waktu kejadian dari terjadinya stroke.

Dengan ketersediaan yang cepat dan metode imaging yang semakin modern, diharapkan dapat

membuat deteksi dan penatalaksanaan terhadap stroke menjadi lebih baik lagi di masa depan.3

 

3

Page 4: Referat Radiologi Ayutami

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Otak

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak adalah

organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungs khusus. Otak merupakan

organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak,

merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat,

mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah

berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.4,5

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan seluruhnya,

namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya.

Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak (CBF =

cerebro blood flow) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu

duramater, araknoid dan pia mater.4

Gambar 1.1 Selaput Otak4

Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri) dan

arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan

area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke

area depan dan area atas otak.6

4

Page 5: Referat Radiologi Ayutami

Gambar 1.2 Aliran darah arteri yang menuju otak6

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk sirkulus

willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi setiap

gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.6

Gambar 1.3 Sirkulus Wilisi6

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan hemisfer

serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan

sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra

(kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan

seni, keterampilan dan orientasi.6 Selain itu otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai

5

Page 6: Referat Radiologi Ayutami

pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat

bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat

koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.7

Gambar 1.4 Bagian Otak dan Fungsi Otak7

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada

anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.

Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.7

II.2 Definisi Stroke

Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi

serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung

lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.8 Stroke adalah

hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba akibat dari sumbatan

atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama

dengan darah, sel otak akan rusak atau mati dalam beberapa menit.9 Stroke atau gangguan aliran

darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat

(disabilitas, invaliditas), utama pada kelompok usia diatas 45 tahun.10

II.3 Epidemiologi Stroke

6

Page 7: Referat Radiologi Ayutami

Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah

penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600

per 100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445

per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,

prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk.8

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab

kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker.9 Setiap

tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara

keseluruhan adalah 750/ 100.000.9

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal

kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9%

(umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke

(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah; 4,3% semakin

memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun

sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke

menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam

pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.10

Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang

disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi

stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh

tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe

Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk).11

II.4 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi 2, stroke hemoragik dan stroke non

hemoragik.12

II.4.1 Stroke Non Hemoragik4,5,6

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses

patologik (kausal):

a. Berdasarkan manifestasi klinik:

i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit

7

Page 8: Referat Radiologi Ayutami

(RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24

jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal:

i. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di

otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang

kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh

terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh

tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada

pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil

terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

ii. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak

yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah

tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

II.4.1.1 Gejala Stroke Non Hemoragik4,5,6

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan

peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).

ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan

terletak pada sisi dominan.

iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat

disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

ii. Gangguan mental.

8

Page 9: Referat Radiologi Ayutami

iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.

v. Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di

pangkal maka lengan lebih menonjol.

ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

ii. Meningkatnya refleks tendon.

iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).

v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit b

icara (disatria).

vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap

(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan

(disorientasi).

viii. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata

yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya

gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata

(hemianopia homonim).

ix. Gangguan pendengaran.

x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior

i. Koma

ii. Hemiparesis kontra lateral.

iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).

iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,

Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran

melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain

9

Page 10: Referat Radiologi Ayutami

tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang

lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian

diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari

Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah

ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi

ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.

iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah

terjadinya kerusakan otak.

v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat

kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai

dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan

dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh

sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada

kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadi-

nya gangguan bicara.

viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi

virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.

II.4.2 Stroke Hemoragik13

Stroke hemoragik dibagi atas:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah

dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak

disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma

kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia,

pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,

amiloidosis serebrovaskular.

10

Page 11: Referat Radiologi Ayutami

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam

ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%),

pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25%

kausanya tidak diketahui.

b. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan

(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di

dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

II.4.2.1 Gejala Stroke Hemoragik6,7

a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual,

muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan

gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat

emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari

setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).

b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual,

muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk,

Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka

telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam

setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai

peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.

c. Gejala Perdarahan Subdural

Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur

akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala

ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.

II.5 Patofisiologi Stroke

Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–60 ml per 100

gram otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-

11

Page 12: Referat Radiologi Ayutami

1400 gram adalah 700-840 ml per menit. Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan melalui

tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar.

Daerah otak tidak berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena

arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi

secara mendadak atau secara berangsur-angsur.4

Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio

otak sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah

kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila

aliran darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak dalam 4

hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram jaringan otak per

menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram

jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika berlangsung selama

beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya,

sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada pasien hanya transien dan ini disebut

transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA biasanya berlangsung dalam 5-15 menit

tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.4,6

Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di mana

pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada kegagalan energi sel, dan (2)

jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik menyebabkan nekrosis karena sel-sel

neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat pada kegagalan mitokondria dalam

menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti berfungsi dan neuron

mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium intraselular. Depolarisasi selular

juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinapsis.5 Di samping itu, penurunan ATP

akan menyebabkan penumpukan asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular.4

Radikal bebas juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami

disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain sel. Di

samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan hiperglikemia, oleh karena

itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah. Penurunan suhu setidaknya 2 –

3ºC dapat menurunkan kebutuhan metabolik neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia

sebesar 25-30%.7

II.6 Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.10 Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya

12

Page 13: Referat Radiologi Ayutami

waktu kejadian, penyakit lain yang dideritam faktor-faktor risiko yang menyertai stroke.

Pemeriksaan fisik dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis dan

neurovaskuler.6

II.7 Pencegahan Stroke

II.7.1 Pencegahan Premordial5

Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi individu

yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat dilakukan dengan cara

melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan

membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.

Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan

kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke hemoragik melalui

ceramah, media cetak, media elektronik.

II.7.2 Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu

yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke dengan cara melaksanakan gaya

hidup sehat bebas stroke. 10

II.7.3 Pencegahan Sekunder

Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke dianjurkan untuk

mengobati penyakit faktor risikonya seperti mengonsumsi obat antihipertensi, mengonsumsi obat

hipoglikemik, diet rendah lemak dan berhenti merokok.10

II.7.4 Pencegahan Tertier

Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi stroke.

Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan berbagai cara. Tujuan

program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau mengurangi ketergantungan sebanyak

mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada

dampak stroke atas pasien dan orang yang merawat.6

II.8 Penatalaksanaan Stroke6,7

1. Breathing : jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan beri oksigen.

2. Blood : Pertahankan tekanan darah yang cukup, evaluasi fungsi jantung dan organ

vital lain. Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan karena dapat

memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik >220 mmHg

dan atau diastolik >120mmHg.

13

Page 14: Referat Radiologi Ayutami

3. Brain : jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan gejala sakit kepala,

muntah proyektil dan bradikardi relatif, segera beri manitol 20% 1-1,5

gr/kgBB lanjutkan dengan 6x100cc (0,5gr/kgBB) dalam 15-20 menit.

4. Bladder : pertahankan bladder dan rektum, hindari infeksi saluran kemih, jika

terjadi retensio urin pasang kateter.

5. Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, pasang

NGT jika kesulitan menelan.

Non Farmakologis

1. Mengendalikan faktor risiko

2. Rehabilitasi medik dilakukan sedini mungkin, dengan tujuan :

Memperbaiki fungsi motorik

Mencegah kontraktur sendi

Agar penderita dapat mandiri

Rehabilitasi sosial

II.9 Komplikasi Stroke

Komplikasi yang terjadi pada pasien yang terkena stroke dapat berupa gangguan

neurologis maupun nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan

tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan

transformasi hemoragik. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia),

gangguan jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.5

II.10 Prognosis

Prognosis dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kesadaran, jenis kelamin, tekanan darah,

penyebab stroke, dan ada atau tidaknya penyakit komorbid.7

BAB III

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA STROKE

14

Page 15: Referat Radiologi Ayutami

Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting pada

pasien stroke. Hal ini penting agar dapat mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya, untuk

mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan

strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pada stroke,

pemeriksaan radiologis yang umum dilakukan adalah CT Scan dan MRI.3

a. Computed Tomography (CT)

Pada pasien dengan stroke memiliki gambaran scan yang tidak normal yaitu perdarahan

dan infark. CT membedakan perdarahan infark setidaknya lima hari setelah stroke. Pendarahan

baru memiliki gambaran kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat dan menempati ruang. Infark

biasanya kepadatan rendah (gelap) dan menduduki wilayah vaskular dengan swelling. Tidak ada

waktu yang optimal untuk pasien stroke dengan CT dalam menunjukkan infark yang pasti, namun

dilakukan sesegera mungkin.10

1. Stroke Non-hemoragik: CT-Scan14

a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada CT-Scan.

Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas. Sesudah 4

hari tampak gambaran lesi hipodens (warna hitam), batas tidak tegas.

b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan

bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.

c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai dengan

densitas liquordan berbatas tegas.

2. Stroke Hemoragik: CT-Scan14

a. Terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas.

b. Pada stadium lanjut terlihat edema disekitar perdarahan (edem perifokal) yang

menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbsi lengkap, gambarannya

hipodens.

15

Gambar 1. CT scan otak menunjukkan sirkulasi infark anterior kanan total (A) empat jam dan (B) pada lima hari setelah onset gejala. (A) Tanda-tanda halus infark awal: kehilangan ganglia basal di kanan (panah putih bandingkan dengan caudate dan inti lentiform), kehilangan deferensiasi materi abu-abu/putih (panah hitam), pembengkakan kecil

Page 16: Referat Radiologi Ayutami

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang-gelombang

magnet daripada x-rays untuk mencitrakan (image) otak. Gambar-gambar MRI jauh

lebih detil daripada yang dari CT, namun ini bukanlah suatu tes baris pertama dalam

stroke karena memakan waktu lebih dari satu jam untuk diselesaikan. MRI dapat

digunakan untuk mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada area otak yang

membedakan tumor otak dan abses otak, perfusi MRI dapat mengestimasi aliran darah

pada sebagian area, difusi MRI digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema)

secara tiba-tiba dan MRI juga dapat memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.

Suatu MRI dilaksanakan dalam perjalanan perawatan pasien jika detil-detil yang lebih

halus diperlukan untuk membuat keputusan medis yang lebih jauh.14

Pemeriksaan MRI -- Infark pada stroke akut

Akut: Low signal (hypointense) pada area T1, high signal (hyperintense) pada spin

density dan/atau T2. Diikuti distribusi vaskular. Massa parenkim berubah.

Sub akut: Low signal pada T1, high signal pada T2. Diikuti distribusi vaskular.

Revaskularisasi dan rusaknya blood-brain barrier.

Old: Low signal pada T1, high signal pada T2, infark yang luas.

Perdarahan akut dapat diidentifikasi dalam enam jam pertama stroke. Rutin

(spin echo) MRI urutan tetap khusus untuk perdarahan tanpa batas di 90% dari pasien.

Pada 10% sisanya yang memiliki perdarahan intraserebral yang pasti, diagnostik

(yaitu, sinyal rendah disebabkan oleh haemosiderin) tidak terlihat di spin gema MRI

T2, meskipun cerebromalacea dapat terlihat. Secara khusus, spin cepat sering

digunakan gema urutan kepadatan T2 dan proton yang relatif sensitif sedangkan urutan

gradient echo adalah yang paling sensitif.14

16

Gambar 1. CT scan otak menunjukkan sirkulasi infark anterior kanan total (A) empat jam dan (B) pada lima hari setelah onset gejala. (A) Tanda-tanda halus infark awal: kehilangan ganglia basal di kanan (panah putih bandingkan dengan caudate dan inti lentiform), kehilangan deferensiasi materi abu-abu/putih (panah hitam), pembengkakan kecil

Page 17: Referat Radiologi Ayutami

Gambar 2. Pencitraan otak dari seorang wanita berusia 75 tahun enam minggu setelah stroke otak

kiri. (A) CT scan,(B) perputaran gema MR T2 scan,(C) Gradient gema MRI. Catatan pada CT

scan (A) daerah bercahaya konsisten dengan penyakit pembuluh kecil. Daerah lusen di hemisfer

sinistra terlihat seperti suatu infark. MRI (B,C) yang diperoleh pada hari yang sama menunjukkan

perubahan iskemik tidak hanya lebih kecil (bintik-bintik putih) tetapi juga perdarahan (daerah

gelap) dalam inti lentiform kiri. Perdarahan lebih mudah diidentifikasi pada gradient gema MRI

(C) dari pada spin gema cepat T2 (B). Ada juga microhaemorrhages tua terlihat pada gradient

gema MR (titik hitam) dan lesi kalsifikasi insidental kecil dilobus oksipital (panah).14

17

Page 18: Referat Radiologi Ayutami

c. Metode lain dari MRI

Magnetic Resonance Angiogram (MRA)

Digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-pembuluh darah secara non-invasif

(tanpa menggunakan tabung-tabung atau suntikan-suntikan).14

Diffusion Weighted Imaging (DWI)

Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke suatu

bagian dari otak telah berhenti, sedangkan suatu MRI konvensional mungkin tidak

mendeteksi suatu stroke hingga sampai enam jam setelah ia telah mulai, dan suatu CT

scan adakalanya tidak dapat mendeteksinya sampai ia berumur 12 sampai 24 jam. Pada

DWI, TIA memiliki lesi terlihat relevan pada saat DWI dicitrakan dalam waktu 24

jam. DWI mungkin paling berguna secara klinis untuk mengidentifikasi lesi positif

pada pasien dengan stroke kortikal atau lacunar kecil, atau untuk menentukan apakah

pasien dengan infark sebelumnya dan tanda-tanda memburuk telah mengembangkan

18

Gambar 3. Trombosis vena serebri dan infark (A) dan (B) pasca intravena kontras. Scan yang diperoleh pada enam jam setelah onset gejala. Perhatikan bahwa hipodensity di wilayah temporal kiri posterior jauh lebih berkembang daripada untuk infark arteri pada usia yang sama (1A), dengan tepi yang lebih jelas dan pusat perdarahan (panah putih). Setelah ada peningkatan pusat (panah putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam). Wilayah yang terkena dampak tidak sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral posterior, memberikan petunjuk lebih lanjut untuk asal vena.14

Page 19: Referat Radiologi Ayutami

infark baru atau tidak; DWI mungkin positif sampai seminggu di setidaknya setelah

pencitraan perfusi stroke.14

d. Angiogram Konvensional

Suatu angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat pembuluh-

pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri

(biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil.

Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari

anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya

ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram dilakukan setelah suatu

hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat perlu diidentifikasi. Ia juga adakalanya

dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi kondisi dari suatu arteri karotid ketika

operasi untuk membuka halangan pembuluh darah itu direnungkan.3,14

e. Carotid Doppler ultrasound

Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang

menggunakan gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat penyempitan-

penyempitan dan pengurangan aliran darah pada arteri karotid dan vertebralis untuk

mengidentifikasi stenosis ateromatosa atau diseksi. 3,14

Keadaan Klinis Khusus

Infark vena mungkin terdiagnosis sebagai penyebab stroke. Peningkatkan

kesadaran mengarah ke yang lebih baik. Infark vena menjadi edema dengan gambaran

hipodens dan jauh lebih cepat dari infark arteri serta lebih sering mengandung daerah pusat

perdarahan. Tambahan gambaran seperti sinus vena thrombose (hyperdense sinus pra-

kontras, atau mengisi cacat pada sinus pasca kontras), atau opak sinus paranasal atau

mastoids menunjukkan kemungkinan infeksi sebagai penyebab thrombosis harus dicari.3

MRI menunjukkan gambaran lebih jelas, meskipun mereka mungkin terlihat pada

CT. Membedakan tumor dari infark pada CT (atau MRI) biasanya tidak masalah, tetapi

kadang-kadang tumor yang tumbuh lambat seperti glioma dapat meniru infark kortikal

kecil dengan muncul berbentuk baji yang melibatkan korteks dan materi putih yang

berdekatan, sedikit hipodens, dan tidak meningkatkan dengan kontras.12

19

Page 20: Referat Radiologi Ayutami

Kadang-kadang tumor juga dapat hadir sebagai pendarahan dan pendarahan

mungkin cukup luas untuk melenyapkan sementara pada neoplasma yang mendasari di

scan. Waktu adalah alat diagnostik yang berguna, mengulangi pencitraan akan

memperjelas diagnosis, infark dan pendarahan umumnya mendapatkan lebih kecil

sedangkan tumor tetap sama atau menjadi lebih besar. Lebih lanjut, pasien yang pada

awalnya hadir dengan apa yang tampak seperti stroke langsung, namun yang tidak

berperilaku sebagai stroke khas, harus mengulangi scan untuk mengidentifikasi sesekali

tumor atau lesi non-vaskular. Ensefalitis kadang bisa meniru stroke, terutama pada pasien

ditemukan dengan kesadaran berkurang, neurologi fokal, dan tidak ada riwayat dari awal.10

Pencitraan, baik CT, MRI atau lanjutan MRI teknik, tidak selalu andal

membedakan antara klinis. Diagnosis tergantung pada penilaian lainnya. Diseksi dari

karotis atau vertebralis arteri harus dicurigai pada pasien dengan nyeri leher dan stroke.

MRI adalah yang terbaik karena dapat menunjukkan pembuluh darah dan lesi parenkim.

Sebuah gambaran khas adalah penyempitan aliran arteri karotis atau vertebralis karena

sebuah cincin atau sinyal yang tinggi disebabkan oleh perdarahan di dinding arteri.

Penampilan juga dapat menirukan oleh aliran lambat dalam arteri atas stenosis

(ateromatosa) ketat, atau proksimal ke oklusi arteri besar intrakranial, sehingga hati-hati

untuk menegakkan diagnosis.14

Mengingat implikasi terapi mungkin, intra-arteri angiografi harus dipertimbangkan

jika ada keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL (cerebral autosomal dominant

arteriopathy with subcortical infarcts and leucoencephalopathy) menyebabkan kelainan

yang menonjol pada subkortikal memeberikan gambaran putih yang mungkin meniru

beberapa infark lacunar dan atrofi, sering pada pasien yang relatif muda, dan imaging

mendukung diagnosis.12

MELAS (mitochondrial encephalopathy, lactic acidosis, and stroke) menyajikan

dengan stroke pada pasien yang lebih muda. Pada CT atau MR kortikal seperti infark

terlihat di daerah temporal atau occipito-temporal posterior, sering bilateral dan tidak

menempati wilayah pembuluh darah yang khas.5,7

20

Page 21: Referat Radiologi Ayutami

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of

Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill.

2. Riskesdas Depkes. 2013. Tersedia:

http://www.depkes.go.id/resources/general/Hasil_2520Riskesdas_25202013_pdf Diakses pada 16

Februari 2015

3. Wegener S. Neuroimaging Of Acute Ischaemic Stroke: Current Challenges. EMJ Neurol.

2014;1:49-52.

21

Page 22: Referat Radiologi Ayutami

4. Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta: EGC. 11th ed.p.

5. Duus, Peter. 2006. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta:

EGC.

6. Smith, WS, Johnston, SC, & Easton, JD. Cerebrovascular Disease. In: Hauser, S.L., ed.

Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. USA: McGraw-Hill, 2006; 233-239.

7. Mansjoer, Arief, et al. 2000. Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius FKUI, pp.17-20

8. World Health Organization. 2010-b. Global Burden of Stroke. Tersedia:

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.pdf Diakses pada 20

Februari 2015

9. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC. 2006 Jakarta.

10. Pokdi Stroke, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke Tahun

2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.

11. Departemen Kesehatan Indonesia. Tersedia: http://www.depkes.go.id Diakses pada 20

Februari 2015

12. Goetz Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical

Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders.

13. World Health Organization. 2010. International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems. Tersedia:

http://www.who.int/classifications/icd/ICD10Volume2_en_2010.pdf Diakses pada 21 Februari

2015

14. Lövblad KO, Pereira VM. Neuroimaging of Stroke. The Complementary Roles of CT and

MRI. Clinical Neurology. 2013;2:36-43

22