i REFERAT PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI) Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soebandi Jember Disusun Oleh: I Gede Prima Julianto, S.Ked 112011101070 Pembimbing dr. Yonas Hadisubroto, Sp.OG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
REFERAT
PARTUS PREMATURUS IMINENS
(PPI)
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Obstetri dan
2. Mengetahui etiologi terjadinya persalinan prematur
3. Mengetahui mekanisme persalinan normal
4. Mengetahui mekanisme terjadinya persalinan prematur
5. Mengetahui penegakan diagnosis ancaman persalinan prematur
6. Mengetahui pencegahan ancaman persalinan prematur
7. Mengetahui penatalaksanaan ancaman persalinan prematur
1.4 Manfaat
Dengan referat ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana mendiagnosis
persalinan prematur sedini mungkin, faktor yang mempengaruhi terjadinya
persalinan preterm dan penatalaksanaan yang sebaik mungkin untuk persalinan
preterm.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran bayi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Secara legal, di Inggris, The Amendment to the
Infant Life Preservation Act tahun 1992, menetapkan batas viabilitas adalah 24
minggu.(12)
WHO menambahkan usia gestasi sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu
bayi yang lahir pada usia gestasi 37 minggu atau kurang dan dibuat pembedaan
antara berat badan lahir rendah (2500 g atau kurang) dengan prematuritas (37
minggu atau kurang). (1)
2.2 Etiologi
Persalinan prematur bukanlah wujud satu penyakit, tetapi merupakan
gejala atau sindrom yang mungkin mempunyai satu atau lebih sejumlah penyebab.
Persalinan prematur dikaitkan dengan inkompetensi serviks, kelainan
haemostasis, infeksi dalam uterus, plasenta abruptio atau perdarahan desidua,
janin atau stres ibu dan kehamilan ganda. Dalam beberapa kasus, beberapa dari
faktor-faktor tersebut dapat saling berkaitan untuk meningkatkan resiko terjadinya
kelahiran prematur.(10)
4
Gambar 2.1 Faktor Resiko Kelahiran Prematur (10)
2.2.1 Faktor Ibu
2.2.1.1 Infeksi Bakteri
Terdapat korelasi yang kuat antara infeksi dalam uterus dan mulainya
permulaan persalinan preterm spontan. Infeksi pada selaput dan cairan amnion
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan beberapa kasus
seperti ketuban pecah, persalinan prematur, atau keduanya. Infeksi dalam uterus
memiliki potensi untuk mengaktivasi semua jalur biokimia yang mengarah pada
pematangan serviks dan kontraksi uterus. Infeksi dari darah dari tempat lain
jarang terjadi. (2)
Patogenesis
Telah diketahui bahwa kelemahan atau pendeknya serviks merupakan
faktor utama terjadinya risiko infeksi ascendens bakteri. Namun, terdapat
kemungkinan juga bahwa dengan jumlah patogen yang tinggi dalam vagina,
bakteri dapat memperoleh akses menuju daerah uterus melalui leher uterus yang
berfungsi normal, di mana bakteri tersebut mengaktifkan mediator inflamasi yang
5
membuat serviks menjadi matang dan memendek. Bakteri mungkin juga
mendapatkan akses menuju rongga ketuban melalui penyebaran secara hematogen
atau melalui bersamaan dengan dilakukannya prosedur yang invasif. (2,8)
Produk-produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua
untuk memproduksi sitokin, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan
interleukin-6, yang pada gilirannya merangsang asam arakidonat dan kemudian
memproduksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2 bertindak sebagai parakrin
untuk merangsang kontraksi miometrium. (2,8)
Faktor pengaktif trombosit juga ikut berperan dalam aktivasi jaringan
sitokin, yang ditemukan di dalam cairan amnion. Faktor pengaktif trombosit
diperkirakan diproduksi di dalam paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin
tampaknya memainkan suatu peran sinergistik untuk inisiasi kelahiran preterm
yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teoritis, hal ini kemungkinan
menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingkungan yang
terinfeksi. (2,8)
Gambar 2.2 Patogenesis Infeksi Bakteri Menginduksi Persalinan Preterm (2)
Invasi bakteri yang menghasilkan endotoxin terhadap amnion maupun uterus akan menyebabkan kontraksi uterus akibat pengaktifan mediator-mediator inflamasi.
6
2.2.1.2 Faktor Gaya Hidup
Faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur (terutama kelahiran
prematur spontan) masih belum diketahui dan diapahami dengan baik. Walaupun
jalur yang tepat antara merokok selama kehamilan dan kelahiran prematur tidak
diketahui, para peneliti berteori bahwa salah satu mekanisme yang dapat
diperkirakan ialah gangguan aliran darah plasenta akibat nikotin dan karbon
monoksida, yang merupakan vasokonstriktor yang poten pada pembuluh plasenta.(10,13)
Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih besar, dengan
meningkatnya luas permukaan plasenta, dan memiliki karakteristik lesi-lesi
sebagai akibat kurangnya perfusi dari uterus. Merokok dapat menyebabkan
perubahan sel endotel yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan kekakuan
dinding arteriol, dengan perfusi yang kurang dari plasenta. Hal ini, dapat
mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan. (13)
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu oksigenasi janin
dengan membentuk carboxyhemoglobin, dan nikotin dapat meningkatkan tekanan
darah ibu dan detak jantung, juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga
pada ibu perokok sering dapat membuat pertumbuhan janin terganggu dan
melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah. (13)
Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama placenta
abruption (solutio plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah plasenta previa,
merupakan faktor yang penting dalam predisposisi kelahiran prematur dan bayi
lahir mati pada ibu yang merokok selama kehamilan.(13)
Dalam sebuah penelitian ditemukan faktor-faktor ibu lain yaitu ibu terlalu
muda atau lanjut usia; kemiskinan; penggunaan alcohol, dan faktor-faktor seperti
pekerjaan lama berjalan atau berdiri, kondisi kerja berat dan panjang
meningkatkan insidensi kelahiran prematur.(7)
Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses ateriosklerosis) pada
arteri miometrium sehingga dapat menyebabkan perfusi yang kurang dari plasenta
mengarah pada risiko yang lebih tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas
7
perinatal. Perfusi yang kurang dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis,
yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. (10,13)
Hipotesis bahwa adanya hubungan yang buruk antara usia ibu yang terlalu
muda dan pendarahan vagina pada awal kehamilan disebabkan adanya bagian ke
ketidakdewasaan dari sumbu hipothalamus-hipofisis-gonad saat menarche dan
adanya hubungan ginekologis yang terbalik antara usia dan kadar progesteron
selama fase luteal dari ovulasi siklus menstruasi. Dan terjadinya pendarahan
vagina dikaitkan dengan peningkatan insiden kelahiran premature.(4)
2.2.1.3 Perdarahan
Abruptio plasenta atau solutio plasenta dapat mengakibatkan terjadinya
prematur pelahiran. Ini terjadi melalui pengeluaran trombin yang merangsang
kontraksi miometrium oleh reseptor yang diaktivasi protease tetapi secara
independen juga disebabkan sintesis dari prostaglandin. Ini menjelaskan kesan
klinis bahwa persalinan preterm berkaitan dengan chorionamnionitis sering cepat
sedangkan yang berhubungan dengan plasenta abruptio ialah kurang begitu karena
pada abruptio plasenta tidak ada proses kematangan (preripening) serviks uterus.
Pembentukan trombin mungkin juga mempunyai peran dalam persalinan prematur
yang disebabkan karena chorionamnionitis ketika dilepaskannya trombin sebagai
akibat dari perdarahan desidua.(13)
Plasenta previa ditandai dengan perdarahan yang tidak nyeri, yang tidak
muncul sampai trimester II akhir atau setelahnya. Mekanismenya adalah sebagai
berikut setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus
lebih cepat tumbuhnya dari uterus sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri
tertarik menjadi dinding cavum uteri (segmen bawah uterus). Pada plasenta
previa, ini tidak mungkin tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus, saat
perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada
isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan
perdarahan tapi sudah jelas dalam prsalinan his pembukaan menyebabkan
perdarahan karena bagian plasenta di atas akan terlepas pada dasarnya.(6,8)
8
2.2.1.4 Kelainan Uterus
Uterus yang tidak normal menganggu resiko terjadinya abortus spontan
dan persalinan prematur. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat
menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks mengakibatkan kulit ketuban menonjol
keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan kemudian pecah yang biasanya
diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian menyatakan bahwa risiko terjadinya
persalinan prematur akan makin meningkat bila serviks < 30 mm. Hal ini
dikaitkan dengan makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin
pendek.(13)
2.2.1.5 Penyakit Sistemik
Ibu dengan penyakit sistemik kronis misalnya: diabetes mellitus, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal dan paru kronis meningkatkan resiko
terjadinya kelahiran prematur.(4,13)
2.2.1.6 Sanggama
Prostaglandin yang terlibat dalam mekanisme orgasme serta ada dalam
cairan seminal dapat merangsang pematangan serviks dan kontraksi miometrium
sehingga menyebabkan persalinan kurang bulan pada ibu yang sensitif.(13)
2.2.1.7 Riwayat Obstetri Sebelumnya
Riwayat persalinan prematur dan abortus merupakan faktor yang
berhubungan sangat erat dengan persalinan prematur berikutnya. Penderita yang
pernah mengalami 1 kali persalinan premature mempunyai resiko 37% untuk
mengalami persalinan prematur lagi dan penderita yang pernah mengalami
persalinan prematur 2 kali atau lebih mempunyai resiko 70% untuk mengalami
persalinan prematur.(4,13)
2.2.2 Faktor Janin
2.2.2.1 Kehamilan Ganda dan Hidramnion
Distensi uterus berlebihan sering menyebabkan persalinan prematur. Usia
Bayi-bayi preterm sering mengalami perdarahan matriks germinal yang
dapat meluas menjadi perdarahan intraventrikel yang lebih serius. Dihipotesiskan
bahwa seksio sesarea untuk meniadakan trauma persalinan dan pelahiran
pervaginam mungkin dapat mencegah komplikasi ini. Observasi-obsevasi awal ini
belum disahkan oleh sebagian besar studi yang dilakukan setelahnya. Dalam studi
terbesar, Malloy dkk. (1991) menganalisis 1765 bayi dengan berat lahir kurang
dari 1500 g dan menemukan bahwa seksio sesarea tidak menurunkan risiko
kematian serta perdarahan intrakranial. Perdarahan ini berhubungan dengan
apakah janinnya telah mengalami fase aktif persalinan atau belum. Menghindari
fase aktif persalinan sudah tidak mungkin pada kebanyakan kelahiran preterm
karena jalur persalinan tidak ditetapkan sampai persalinan benar-benar telah pasti
berlangsung. (8)
BAB III
30
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jumlah kelahiran prematur terus meningkat setiap tahunnya, baik di
Amerika Serikat maupun di Indonesia, dimana jumlah kelahiran prematur di
Indonesia 16-18% dari seluruh kelahiran hidup.
Pada wanita dengan persalinan prematur episode akut, tokolitik dapat
diberikan dengan kortikosteroid antenatal. Namun obat-obatan tokolitik
mempunyai potensi yang berbahaya dan harus digunakan dengan hati-hati dan
harus terawasi. Saat ini, tidak ada data yang mendukung bahwa penggunaan
tokolitik sebagai terapi pemeliharaan pada wanita dengan persalinan prematur
berhasil dicegah total. Pencegahan kelahiran prematur belum memberikan hasil
yang diharapkan, walaupun data saat ini mendukung menggunakan progesteron
sebagai upaya pencegahan. Wanita yang dalam persalinan prematur sebaiknya
diberikan kortikosteoid antenatal berdasarkan panduan ACOG (American College
Obstetrics and Gynecology) tahun 2002.
3.2 Saran
Dengan adanya upaya penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat
lebih menjelaskan biologis kelahiran yang tidak normal untuk dapat lebih
mengembangkan terapi yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. ACOG Practice Bulletin. Assessment of risk factor for preterm birth. Am J Obstet Gynecol 2001: 709–716.
2. Cunningham FG,et al. 2001. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw Hill Inc.
3. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of premature birth. N Engl J Med 1998: 313-320.
4. Husslein P. Strategies to prevent the morbidity and mortality associated with prematurity. Br J Obstet Gynaecol 2003;110-135 .
5. Ichtiarti, P. 2003. Perbandingan Efektifitas Nifedipin dan Isoksuprin dalam Menghambat proses Persalinan Preterm. Tesis.. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
6. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jakarta : EGC.
7. Philip, S. The epidemiology of preterm labour. Br J Obstet Gynaecol 2005;112:1-3
8. Rompas, J. 2004. Pengelolaan Persalinan Prematur. Cermin Dunia Kedokteran No. 145.
9. Rust, OA. Preterm delivery: risks versus benefit intervention. Current Women’s Health Report 2002: 59–64 .
10. Santoso, A.B. 2003. Hubungan Antara Kelahiran Prematur dengan Tumbuh Kembang Anak pada Usia 1 Tahun. Tesis. Semarang : Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.
11. Wiknjosastro H, Wibowo H. Dalam Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
12. Widjanarko, B. 2009. Persalinan Preterm. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta.
32
13. Yusuf, J. 2008. Efektivitas dan Efek Samping Ketorolac sebagai Tokolitik pada Ancaman Persalinan Prematur Tinjauan Perbandingan dengan Nifedipin. Tesis. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.