BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis yang bersifat kronis, disertai dengan adanya proses akantolisis dan terbentuknya bula pada epidermis (Murtiastutik et al, 2011). Kata pemphigus diambil dari bahasa Yunani pemphix yang artinya gelembung atau lepuh. Pemfigus dikelompokkan dalam penyakit bulosa kronis, yang pertama kali diidentifikasi oleh Wichman pada tahun 1971 (Zeina, 2008). Istilah pemfigus berarti kelompok penyakit bula autoimun pada kulit dan membran mukosa dengan karakteristik secara histologis berupa adanya bula intraepidermal disebabkan oleh akantolisis (terpisahnya ikatan antara sel epidermis) dan secara imunopatologis adanya IgG in vivo maupun sirkulasi yang secara langsung melawan permukaan sel-sel keratinosit (Stanley, 2012). 4
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis yang
bersifat kronis, disertai dengan adanya proses akantolisis dan terbentuknya bula
pada epidermis (Murtiastutik et al, 2011). Kata pemphigus diambil dari bahasa
Yunani pemphix yang artinya gelembung atau lepuh. Pemfigus dikelompokkan
dalam penyakit bulosa kronis, yang pertama kali diidentifikasi oleh Wichman
pada tahun 1971 (Zeina, 2008). Istilah pemfigus berarti kelompok penyakit bula
autoimun pada kulit dan membran mukosa dengan karakteristik secara histologis
berupa adanya bula intraepidermal disebabkan oleh akantolisis (terpisahnya ikatan
antara sel epidermis) dan secara imunopatologis adanya IgG in vivo maupun
sirkulasi yang secara langsung melawan permukaan sel-sel keratinosit (Stanley,
2012).
Pemfigus dulunya digunakan untuk menyebut semua jenis penyakit
erupsi bula di kulit, tetapi dengan berkembangnya tes diagnostic, penyakit bulosa
pun diklasifikasikan dengan lebih tepat (Zeina, 2011). Pada tahun 1964, penelitian
menunjukkan adanya anti-skin antibodies yang ditemukan pada pasien-pasien
pemfigus yang diketahui dari pengecatan imunofloresensi tak langsung. Sejak itu,
dengan adanya perkembangan teknik imunofloresensi imunologis, antigen yang
menyebabkan penyakit ini pun berhasil diidentifikasi. Perkembangan medis ini
tidak hanya memberikan pengetahuan baru dalam memahami patogenesis
4
5
pemfigus tetapi juga mengarahkan pada perkembangan protein rekombinan , yang
diperlukan dalam tes ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) untuk
diagnosis pemfigus (Chan, 2002).
2.2 Etiologi
Pemfigus vulgaris mengenai semua ras dan jenis kelamin dengan
perbandingan yang sama. Penyakit ini banyak terjadi pada usia paruh baya dan
jarang terjadi pada anak-anak. Tetapi di India, pasien pemfigus vulgaris lebih
banyak terjadi pada usia muda. Ras Yahudi, terutama Yahudi Ashkenazi memiliki
kerentanan terhadap pemfigus vulgaris. Di Afrika Selatan, pemfigus vulgaris lebih
banyak terjadi pada populasi India daripada warga kulit hitam dan kaukasia.
Kasus pemfigus lebih jarang ditemukan di negara-negara barat (Wojnarowska dan
Venning, 2010).
Predisposisi pemfigus terkait dengan faktor genetik. Anggota keluarga
generasi pertama dari penderita pemfigus lebih rentan terhadap penyakit ini
daripada kelompok kontrol dan memiliki antibodi antidesmoglein sirkulasi yang
lebih tinggi. Genotip MHC kelas II tertentu sering ditemukan pada pasien
pemfigus vulgaris dari semua ras. Alela subtype HLA-DRB1 0402 dan DRB1
0503 memberi risiko terjadinya pemfigus dan menyebabkan adanya perubahan
struktural pada ikatan peptide, berpengaruh pada presentasi antigen dan
pengenalan oleh sel T. Di Inggris dan India, pasien dengan haplotip desmoglein
tertentu juga memiliki risiko pemfigus vulgaris dan hal ini tampaknya menambah
efek yang diakibatkan oleh HLA-DR. Kerentanan juga dapat disebabkan
6
pengkodean immunoglobulin oleh gen atau oleh gen dalam pemrosesan pada
antigen HLA kelas I (Wojnarowska dan Venning, 2010).
Terdapat beberapa klasifikasi pemfigus yang dapat dilihat dalam gambar
berikut ini :
Gambar 2.1 Klasifikasi Pemfigus
Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Edition
Identifikasi target antigen spesifik untuk autoantibodi pada penyakit bula
autoimun melibatkan penelitian mengenai berbagai komponen desmosome dan
kompleks adhesi yang menghubungkan dermis-epidermis. Pemfigus dapat terjadi
pada pasien yang memiliki berbagai jenis gangguan lainnya yang
dikarakteristikkan dengan gangguan iminologis tertentu. Timoma atau miastenia
7
gravis dilaporkan terdapat pada beberapa pasien pemfigus. Pemfigus juga dapat
terjadi pada pasien lupus eritematosus. Pemfigus dilaporkan terjadi pada pasien
dengan penyakit limfoproliferatif seperti tumor Castleman. DNA virus terdeteksi
pada beberapa biopsy kulit atau sel mononuclear dari sampel darah perifer pasien
pemfigus dan dapat muncul bersamaan dengan infeksi HIV. Penelitian
epidemiologis pada pasien pemfigus vulgaris di Iran menunjukkan adanya
korelasi positif dengan penggunaan kontrasepsi oral dan paparan pestisida serta
kemungkinan efek protektif dari kebiasaan merokok terhadap kejadian pemfigus
vulgaris (Wojnarowska dan Venning, 2010).
2.3 Epidemiologi
2.3.1 Insidensi
Secara global, insidensi pemfigus vulgaris tercatat sebanyak 0.5-3.2
kasus per 100.000 populasi. Kejadian pemfigus vulgaris mewakili 70% dari
seluruh kasus pemfigus dan merupakan penyakit bula autoimun yang tersering di
negara-negara timur, seperti India, Malaysia, China, dan Timur Tengah
(Wojnarowska dan Venning, 2010). Insidensi PV meningkat pada populasi
keturunan Yahudi Ashkenazi dan Mediterania, kecenderungan familial ini
merupakan faktor predisposisi genetik pada kejadian pemfigus vulgaris (Zeina,
2011). Predominansi etnis ini tidak ada dalam kasus pemfigus foliaseus (PF).
Karena itu, di area dimana terdapat dominasi kelompok keturunan Yahudi, Timur
Tengah, dan Mediterania, rasio PV : PF cenderung lebih tinggi. Sebagai contoh, di
New York, Los Angeles, dan Kroasia, rasio PV : PF sebesar 5 : 1, di Iran 12:1,
sedangkan di Finlandia hanya 0.5 : 0.1, dan di Singapura 2:1. Insidensi pemfigus
8
vulgaris bervariasi berdasarkan lokasi. Di Jerussalem, insidensi PV diperkirakan
1,6 kasus per 100.000 populasi per tahun dan di Iran 10 kasus per 100.000
populasi, Finlandia jauh lebih rendah 0,76 kasus per per juta populasi. Di Prancis
dan Jerman, 1 kasus per juta populasi per tahun (Stanley, 2012).
2.3.2 Mortalitas dan Morbidias
Pemfigus vulgarisadalah penyakit mukokutaneus autoimun yang
berpotensi mengancam jiwa dengan mortalitas sebesar 5-15%. Mortalitas pasien
pemfigus vulgaris tiga kali lebih tinggi daripada populasi pada umumnya,
Komplikasi sekunder terkait dengan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi.
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan luas lesi, dosis maksimum steroid
sistemik yang diperlukan untuk induksi remisi, dan adaya penyakit penyerta.
Prognosis semakin buruk pada pasien dengan pemfigus vulgaris ekstensif dan
pasien usia tua. Pemfigus vulgaris melibatkan lesi pada jaringan mukosa pada 50-
70% pasien. Hal ini menyebabkan terbatasnya asupan nutrisi karena disfagia. Bula
dan erosi akibat bula yang pecah bersifat nyeri sehingga membatasi aktivitas
penderita (Zeina, 2011).
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Struktur Desmosom
Penting untuk terlebih dahulu memahami fungsi desmosom untuk dapat