BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada
pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta
pada umumnya diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini disebut juga
brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan. Insiden
osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 10.000 kelahiran hidup serta tidak
berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu.2
Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi
dominan gen COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2)
yang mengkode sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui
mutasi resesif gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang
mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode
protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein). Mutasi
genetik yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi
juga berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi,
kehilangan pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru. Osteogenesis
imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan
menjadi beberapa tipe berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang
ditemukan serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal
dominan atau autosomal resesif.2
Anak dengan osteogenesis imperfecta beserta keluarga yang
membesarkannya akan menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait
kelainan ini, di antaranya masalah anatomis, medis, keterbatasan gerak, dan
sosial. Tidak semua masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan baik.
Osteogenesis imperfecta tidak dapat disembuhkan, tetapi beberapa modalitas
terapi paliatif dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan klinis penderita. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengenalan dini manifestasi klinis osteogenesis
imperfecta serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.2,5
Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan foto Röntgen dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi
3
vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis imperfecta. Hasil
radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan keadaan klinis untuk
menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta. Pemeriksaan
foto Röntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi
medikamentosa. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat
pada masa intrauterin. Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti
computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone
mass densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis
imperfecta.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Osteogenesis Imperfecta
4
Osteogenesis imperfecta atau brittle bone disease adalah kelainan
kongenital umum pada jaringan ikat, yaitu kolagen tipe I, yang secara klasik
ditandai dengan kerapuhan tulang menyeluruh serta fraktur multipel tulang
kortikal, dan kompresi vertebra akibat trauma ringan. Osteogenesis imperfecta
memiliki spektrum klinis yang luas, dari bentuk nonletal dengan perawakan
normal, tanpa deformitas, dan jarang mengalami fraktur sampai bentuk letal
yang teridentifikasi pada masa perinatal.2
2.2 Etiologi Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta secara umum terjadi karena mutasi gen
COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode
sintesis kolagen tipe I. Mutasi ini diturunkan secara autosomal dominan.
Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara
autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich
proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-
hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated
protein).2,5
Gambar 8. Lokasi gen COL1α1 pada kromosom 17 (A) dan gen COL1α2 pada
kromosom 7 (B).
2.3 Epidemiologi Osteogenesis Imperfecta
5
COL1α1 COL1α2
A
B
Insiden osteogenesis imperfecta yang terdeteksi yaitu 1 : 10.000
kelahiran hidup1serta tidak terdapat korelasi terhadap jenis kelamin dan ras.2
2.4 Patogenesis Osteogenesis Imperfecta
Semua kolagen memiliki struktur heliks rangkap tiga. Kolagen tipe I
yang matur mengandung lebih dari 1000 asam amino di mana setiap subunit
polipeptida atau rantai alfa terpuntir menjadi bentuk heliks dominan kiri yang
membentuk putaran. Kemudian tiga dari rantai-rantai alfa ini terpuntir menjadi
superheliks dominan kanan dengan membentuk molekul mirip batang yang
berdiameter 1,4 nm dan memiliki panjang sekitar 300 nm. Ciri kolagen yang
khas yaitu terdapatnya residu glisin pada setiap posisi ketiga bagian heliks
rangkap tiga pada rantai alfa. Hal ini diperlukan karena glisin merupakan satu-
satunya asam animo yang memiliki gugus R berukuran cukup kecil untuk masuk
ke dalam inti sentral superheliks rangkap tiga tersebut. Struktur berulang ini,
yaitu (Gyl-X-Y)n merupakan persyaratan mutlak bagi pembentukan heliks
rangkap tiga dengan perbandingan Gly : X : Y yaitu 33,5 : 12 : 10. Meskipun X
dan Y dapat berupa sembarang asam amino, sekitar 100 dari posisi X merupakan
prolin dan sekitar 100 dari posisi Y merupakan hidroksiprolin. Prolin dan
hidroksiprolin menyebabkan rigiditas pada molekul kolagen, Hidroksiprolin
terbentuk melalui hidroksilasi pascatranslasi pada residu prolin terikat peptida
yang dikatalis oleh enzim prolil-3-hidroksilase. Enzim ini memiliki kofaktor
berupa asam askorbat (vitamin C) dan α-ketoglutarat. Lisin pada posisi Y juga
dapat dimodifikasi secara pascatranslasi menjadi hidroksilisin melalui kerja
enzim lisil-3-hidroksilase dengan kofaktor yang serupa.7
6
Gambar 8. Struktur molekuler kolagen dari rangkaian primer sampai fibril.
Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah
mutasi dominan dalam gen COL1α1 pada lengan panjang kromosom 17 posisi
21.3-22.1 dan COL1α2 pada lengan panjang kromosom 7 posisi 22. Gen
COL1α1 dan COL1α2 masing-masing mengkode proα1(I) dan proα2(I). Mutasi
yang paling banyak terjadi yaitu penghapusan gen parsial serta duplikasinya.
Mutasi lain yang terjadi mempengaruhi penyambungan RNA. Umumnya mutasi
akan mengakibatkan penurunan ekspresi kolagen atau rantai proα yang
strukturnya abnormal, membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan
keseluruhan struktur tulang. Jika terdapat satu rantai yang abnormal, rantai ini
dapat berinteraksi dengan dua rantai yang normal, tetapi pelipatan dapat dicegah,
sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik seluruh rantai yang disebut
procollagen suicide, yang bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta
nonletal. Jika kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara genotif
dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi
sebagai osteogenesis imperfecta letal.7
7
Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan
secara autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich
proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-
hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated
protein).5,7
2.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta
kongenita yang dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tarda yang
dideteksi lebih lambat pada masa anak-anak.
David Sillence pada tahun 1979 membagi osteogenesis imperfecta
menjadi empat tipe berdasarkan cara pewarisan gen, manifestasi klinis, dan
kesan radiografi. Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan
histologi. Pembagian osteogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:3,5
1. Osteogenesis Imperfecta Tipe I
Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan
paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih
lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan
kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa
ditemukan.2 Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan
berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya biru. Kehilangan pendengaran
dini terjadi pada 30-60% penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi
subtipe A dan B, berdasarkan disertai (A) atau tidak (B) dentinogenesis
imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis
dan mudah memar, kelenturan sendi, dan perawakan pendek yang
berhubungan dengan anggota keluarga lain.
2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II
Tipe ini merupakan tipe dengan tikat keparahan tertinggi sehingga
disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian selama
persalinan akibat perdarahan intakranial yang disebabkan trauma multipel.
Bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir sangat kecil untuk masa
kehamilan. Terdapat kerapuhan hebat tulang dan jaringan ikat lainnya.
8
Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.
Terdapat multipel fraktur kosta dan ronggga toraks yang sempit sehingga
terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala besar untuk ukuran tubuh dengan
pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru atau kelabu
gelap.
3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif)
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan
menyebabkan disabilitas fisik yang berarti.Fraktur biasanya juga terjadi
intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan meninggalkan
deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk dada mengalami
deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi vertebra. Kurva
pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien
memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai
biru.
9
Gambar 10. Bayi osteogenesis imperfecta tipe III dengan ekstremitas
pendek dan bengkok, deformitas toraks, serta relatif makrosefalus.
4. Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat)
Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah
yang bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki
perawakan cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih.
5. Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek
Mineralisasi), dan Tipe VII (Autosomal Resesif)
Ketiga tipe ini didapatkan melalui biopsi tulang dari tipe IV.
Ketiganya tidak mengalami kelainan pada kolagen tipe I. Tipe V ditandai
dengan hiperplasia kalus, kalsifikasi membran interosesus humeri, dan
radiodens garis metafisis. Tipe VII mengarahkan ke kromosom 3p22-24 dan
kelainan hipomorfik CRTAP.
10
2.6 Pemeriksaan Penunjang Osteogenesis Imperfecta
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta antara lain sebagai berikut:6
1. Pemeriksaan Foto Röntgen
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang
yang menurun yang mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru, subklinis,
atau sudah sembuh, bengkok pada tulang kortikal, kompresi vertebra, dan
tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang Wormian adalah
gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial yang pada bayi normal
tidak ada, ditemukan pada 60% penderita osteogenesis imperfecta.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal
dominan maupun resesif, terdiri dari:
a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen
COL1α1 dan COL1α2 yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur
dari fibroblas dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta tipe I,
jumlah kolagen tipe I yang berkurang menyebabkan peningkatan rasio
kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi pada rantai ketiga
kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia kolagen karena
tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.
Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk studi
biokimia atau molekular studi, sedangkan amniosintesis akan memberikan
hasil positif palsu.
3. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray
Absorptiometry (DXA). Pasien dengan osteogenesis imperfecta memiliki
densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan normal.
4. Biopsi Tulang
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur
pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum sebelum melalukan biopsi
pada tulang iliaka, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter bedah.
11
2.7 Diagnosis Osteogenesis Imperfecta
Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis yang tampak, riwayat keluarga, dan pemeriksaan penunjang,
minimal pemeriksaan foto Röntgen dan pemeriksaan laboratorium.4
2.8 Diagnosis Banding Osteogenesis Imperfecta
Beberapa keadaan klinis yang memiliki gejala mirip osteogenesis
imperfecta yaitu hipofosfatasia, penyakit Paget’s juvenil, riketsia, osteoporosis
juvenil idiopatik, defek metabolism vitamin D, penyakit Cushing, serta
defisiensi dan malabsoprsi kalsium.4
2.9 Komplikasi Osteogenesis Imperfecta
Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta:6
1. Kardiovaskuler
Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan predisposisi terjadinya
aneurisma aorta.
2. Jaringan Ikat
Penderita akan mudah mengalami luka memar karena kulit yang tipis.
3. Mata dan Penglihatan
Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan warna sklera. Ketebalan
kornea juga menipis.
Gambar 11. Sklera biru pada osteogenesis imperfecta.
12
4. Sistem Endokrin
Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari diaphoresis
berlebihan, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan hormon
tiroksin.
5. Sistem Pencernaan
Protusio asetabulum dan deformitas pelvis menyebabkan konstipasi pada
penderita.
6. Sistem Pendengaran
Penderita biasanya akan mengalami kehilangan pendengaran pada tiga
dekade pertama kehidupan.
7. Sistem Saraf
Komplikasi neurologi termasuk invaginasi basiler, kompresi batang otak,
dan hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III
dan IV mengalami invaginasi basiler, tetapi jarang kompresi batang otak.
8. Fungsi Pernafasan
Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama akibat
pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi pada anak-
anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.
9. Ginjal
Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang sampai berat.
10. Gigi
Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta dan
maloklusi gigi.
Gambar 12. Dentinogenesis imperfecta.
13
2.10 Penatalaksanaan Osteogenesis Imperfecta
Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta1,
penatalaksanaan difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk
mengkorekasi deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan
densitas massa tulang, dan fungsi independen. Berikut langkah-langkah
penatalaksanaan osteogenesis imperfect:1,4,6
1. Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup
Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk
memproteksi vertebra. Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman
mungkin seperti tidak membiarkan lantai yang licin sehingga penderita akan
mudah jatuh.
2. Manajemen Ortopedi
Untuk beberapa bentuk nonletal, rehabilitasi fisik aktif pada tahun-
tahun awal memungkinkan anak mencapai level fungsi muskuloskeletal yang
lebih tinggi. Anak dengan osteogenesis imperfecta tipe I dan beberapa tipe
IV secara spontan dapat berlatih berjalan. Anak dengan osteogenesis
imperfecta tipe III dan tipe IV yang parah memakai penyangga kaki plastik
atau alat bantu jalan. Beberapa butuh kursi bantu tapi beberapa dapat
berjalan sendiri. Remaja dengan osteogenesis imperfecta membutuhkan
dukungan psikis dari keluarga.
Manajemen ortopedi osteogenesis imperfecta bertujuan untuk
mengendalikan fraktur dan mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal.
Fraktur harus segera diimobilisasi dengan bidai. Fraktur osteogenesis
imperfecta dapat sembuh dengan baik. Mengkoreksi deformitas tulang
panjang membutuhkan prosedur osteotomi.
3. Medikamentosa
Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak
akan memperbaiki osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan
memperbaiki histologi tulang pada anak yang responsif, biasanya tipe I dan
IV. Pengobatan dengan bifosfonat (pamidronat intravena atau olpadronat
oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat menurunkan resorpsi oleh
osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi untuk vertebra (tulang
14
trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2 tahun
menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki kompresi vertebra
dengan mencegah atau memperlambat skoliosis pada osteogenesis
imperfecta. Risiko fraktur pada tulang panjang menurun.
Akan tetapi, matriks tulang panjang akan melemah dengan
pemanjangan waktu pengobatan dan nonunion pascaosteostomi meningkat.
Selain itu, tidak ada efek bifosfonat terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot,
dan nyeri tulang. Efek samping pengobatan lainnya termasuk remodelling
tulang panjang abnormal, osteonekrosis rahang, dan kerusakan tulang mirip
osteopetrosis. Pembatasan pengobatan selama 2-3 tahun pada pertengahan
masa anak-anak memungkinkan maksimalisasi keuntungan dan mengurangi
kerusakan material tulang kortikal. Keuntungan muncul beberapa tahun
setelah interval pengobatan.
2.11 Prognosis Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfectamerupakan keadaan kronik yang membatasi
harapan hidup dan tingkatan fungsional. Bayi dengan osteogenesis imperfecta
tipe II biasanya meninggal pada hitungan bulan sampai satu tahun kehidupan.
Anak denganosteogenesis imperfecta tipe III mengalami penurunan harapan
hidup dengan sebab pulmonal pada masa anak awal, remaja, dan 40-an tahun.
Osteogenesis imperfecta tipe I dan IV memiliki harapan hidup penuh.3
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada
pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta
pada umumnya diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini disebut juga
brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan. Insiden
osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak
berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu.
Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi
dominan gen COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2)
yang mengkode sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui
mutasi resesif gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang
mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode
protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein). Mutasi
genetik yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi
juga berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi,
kehilangan pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru. Osteogenesis
imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan
menjadi tipe I s.d. tipe VII berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang
ditemukan serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal
dominan atau autosomal resesif.
Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan foto Röntgen dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi
vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis imperfecta. Hasil
radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan keadaan klinis untuk
menentukan tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta. Pemeriksaan
foto Röntgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi
medikamentosa. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat
16
pada masa intrauterine. Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti
computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone
mass densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis
imperfecta.
Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta,
penatalaksanaan difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk
mengkorekasi deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan
densitas massa tulang, dan fungsi independen. Langkah-langkah
penatalaksanaan osteogenesis imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan
gaya hidup, manajemen ortopedi, dan medikamentosa. Prognosis bergantung
dengan keparahan tipe osteogenesis imperfecta.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007.
2. Roughley PJ 2003. Osteogenesis imperfecta : clinical and molecular diversity.
Diunduh dari http://www.japi.org/january_2009/O-4.html ( pada 27 februari
2016)
3. National Research Center. Osteogenesis Imperfecta Overview. Diunduh dari
http://www.NIHboneinfo.org. (pada 27 februari 2016)
4. Merrer L M. Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari http://www.orhpanet.org (pada
25 februari 2016)
5. Sormova L. Osteogenesis Imperfecta Type I-IV, the Collagenous Disorder of
Connective Tissue in Czech Population. Diunduh dari
http://www.originalarticle.org (pada 22 februari 2016)
6. Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and Family
Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service;
2007, 1-24.
7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit : pengantar menuju kedokteran
klinis, osteogenesis imperfekta. Jakarta : EGC, 2010.
18