BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal
di seluruh dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal
atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian
perinatal ini terjadi di negara yang berkembang. 1,2. Kematian
janin dapat terjadi antepartum atau intrapartum dan merupakan
komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian
janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih
menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5WHO dan
American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra
Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan
berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National
Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi
menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian
janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late
Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari
28 minggu.Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian
perinatal yang digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas
pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia tidak
diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh.
Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah sakit
besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum
dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor
fetal, maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 35 % kasus
tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti
harus dilakukan pemeriksaan autopsi. Diagnosis dini dalam kasus
kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan janin serta
pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.Penatalaksanaan
kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan
yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan
aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin
intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per vaginam dan
persalinan per abdominam ( Sectio Caesaria ).Pemeriksaan kehamilan
( antenatal care ) sangat berperan penting dalam upaya pencegahan
kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka
kematian janin.
1.2 Tujuan
Referat ini bertujuan untuk membahas Intrauterine Fetal Death di
sehingga diketahui:1. 1.1. 1.2. 1.2.1. Etiologi, patofisiologi, dan
faktor risiko dari terjadinya IUFD1.2.2. Langkah preventif dari
terjadinya kasus IUFD
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dokter muda
mengenai faktorrisiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaan dari
IUFD
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2 3 4 4.1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems
adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22 minggu.
2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin
yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih tau
kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3
The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa
Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat
badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau
lebih.
4.2 Faktor RisikO
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan
sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan
usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas
usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya
IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko
terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara
dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan
terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi,
preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tuaMerokok
selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.
Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok
meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio
plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth
khususnya pada kehamilan prematur.Berat maternal pada kunjungan
antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD. Hubungan antara
indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan
Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700
primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara
yang mengalami kelebihan berat badan(IMT 25-29,9) ternyata memiliki
risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita
dengan IMT 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara
obesitas (IMT 30). Kenaikan berat badan yang terjadi selama
kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2Faktor sosial
seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko
terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi
rendah ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.
4.3 Etiologi
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk
mencapai penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD
yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang
adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2
Persentase penyebab IUFD. 6
4Faktor Maternal 3,7 Kehamilan post-term ( 42 minggu). Diabetes
Mellitus tidak terkontrol Systemic lupus erythematosus Infeksi
Hipertensi Pre-eklampsia Eklampsia Hemoglobinopati Penyakit rhesus
Ruptura uteri Antiphospholipid sindrom Hipotensi akut ibu Kematian
ibu Umur ibu tua
Faktor fetal Kehamilan ganda Intrauterine growth restriction
(Perkembangan Janin Terhambat) Kelainan kongenital Anomali kromosom
Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)Faktor Plasenta Cord
accident (kelainan tali pusat) Abruptio Plasenta (lepasnya
plasenta) Insufisiensi plasenta Ketuban pecah dini Vasa previa
Perdarahan feto-maternal
Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD
diperoleh dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa
spesifik IUFD sebagai berikut: Intrauterine Growth Restriction
(IUGR)Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal
juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat
badan yang kurang dibanding janin normal pada tingkat usia
gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi
pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan
insufisiensi plasenta. 2IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR
diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi
kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi
Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang
kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko
memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm,
atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin
meningkat. 2 Penyakit Medis MaternalDiabetes melitus tipe 1 dan 2
dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada wanita diabetes
tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non
diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat
kendali glikemi yang tidak baik dan komplikasi makrosomia,
polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan
pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan
peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas,
hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan >4).
Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena
ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2Penyakit hipertensif
(hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan
superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering
dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang
bermakna. 2Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan
defisiensi antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi
dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid
dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD
terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada
plasenta. Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya
dengan penyakit lain misalnya SLE.Hipotiroidism dan hipertiroidism
juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada IUFD. Kolestasis
intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar
asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin.
Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat
ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana. 2
Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital JaninAberasi kromosom
meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan bahwa
sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah
kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi
autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling
sering ialah 45x. 2Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik
IUFD maupun restriksi pertumbuhan intra uterine, persalinan
prematur ternyata berhubungan dengan confined placental mosaicism
(CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe
janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai
pada CPM daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang
makin banyak terjadi. 2Walaupun aberasi kromosom mendominasi,
sejumlah janin dapat meninggal akibat malformasi atau sindrom dari
etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan malformasi lethal
mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru,
dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan
hernia diafragmatika. Komplikasi Plasenta dan Tali pusatPenyebab
kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta,
tali pusat dan membran plasenta. Plasenta ; Pada kehamilan, janin
yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh darah umbilikal
dengan jumlah 350 400 ml/menit. 8 Tali Pusat ; terdiri dari 2
arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan mesoderm
primer. Panjang tali pusat N ialah 50 60 cm dengan diameter 12mm.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter
pertama.Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cmTali
pusat pendek : < 30 cm.Sejumlah kelainan plasenta berhubungan
dengan IUFD misalnya inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi
akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai
infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi
tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. 2Kompresi
tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin,
sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.
Kompresitalipusat. 9Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan
sebagai salah satu penyebab kematian pada janin. Gambar di bawah
ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan
dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat
tertekannya arteri umbilikalis. 9
Lilitan tali pusat. 9Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga
berhubungan dengan IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan
angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus
dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi
fetomaternal.Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta
atau ablasio placenta adalah separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak 12 %
menyebabkan IUFD. 10
AbruptioPlasenta. 9 InfeksiPlasenta dan janin dapat terinfeksi
baik melalui transmisi transplasental (hematogen) maupun melalui
ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait infeksi
dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. Beberapa agen
dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin. Infeksi
virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga
sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa
enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan IUFD walaupun lebih
jarang.Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD.
Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi
intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh
Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu
toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen
bakterial yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah
Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes,
lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum.
Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat
memicu IUFD. Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian
janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat,
penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan
sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.
Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis
pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat
memicu pecahnya ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan
persalinan pre-term bahkan dapat berakhir dengan kematian
janin.
Penyebaraninfeksipadaketubanpecahdini. 9
Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.Proporsi IUFD yang tidak
dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar 12-50%. Faktor
risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda
dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen
dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia
gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi
yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti menyebabkan
bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom
kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta
mengakibatkan bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya.
Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD
ini dalam studi tersebut. Huang dkk melaporkan dari 196 studi IUFD
dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor independen yang
terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra
kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85
atau lebih dari 1,15, kunjungan antenatal yang lebih jarang,
primiparitas, paritas lebih dari tiga, status sosioekonomi rendah
dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2
1. 2. 3. 4. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health
StatisticKematianjanindapatdibagimenjadi 4 golongan, yaitu: 3,81.
Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death)2. Golongan II : kematian sesudah ibu
hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)3. Golongan III :
kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death) 4.
Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut
terjadilah perubahan- perubahan sebagai berikut : 3,8 Rigor mortis
(tegang mati): Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas
kembali. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam): kulit kemerahan
setengah matang Maserasi grade I (durasi > 8 jam): Timbul
lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas Maserasi grade II
(durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di
rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat. Maserasi grade III (durasi >8
hari): Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi
mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang
sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
1. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. DiagnosisManifestasi Klinis dan
Diagnosis IUFD1,3,5a. Anamnesis : Pasien mengaku tidak lagi
merasakan gerakan janinnya. Perut tidak bertambah besar, bahkan
mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti biasanya ) Perut sering
menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
Penurunan berat badan
b. Pemeriksaan Fisik : Inspeksi:Tinggi fundus uteri berkurang
atau lebih rendah dari usia kehamilannya. Tidak terlihat
gerakan-gerakan janin yang biasanyadapat terlihat pada ibu yang
kurus. Palpasi :Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid.Tidak
terabagerakan-gerakan janin. Auskultasi:Tidak terdengarnya denyut
jantung janin setelah usia kehamilan10-12 minggu pada pemeriksaan
ultrasonic Doppler merupakanbukti kematian janin yang kuat.c. Pada
foto radiologik dapat dilihat adanya : Tulang-tulang tengkorak
tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping)
secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi
massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk
tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun
ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin
dengan janin hidup.
Spaldings sign. 11 Tulang punggung janin sangat melengkung
(tanda Naujokes) Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda
Gerhard) Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda
Robert) Femur length yang tidaksesuaidenganusiakehamilan Digunakan
untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system
skelet
Femur Length Chartd. Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau
lebih, kemungkinan hypofibrinogenemia 25%.e. Untuk diagnosis pasti
penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin, pemeriksaan
plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa
kadar TSH, HbA1c dan TORCH. Sehingga dapat mengantisipasi pada
kehamilan selanjutnya. 7
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham
dan Hollier (1997)1:1. Deskripsi bayi malformasi bercak/ noda warna
kulit pucat, pletorik derajat maserasi 2. Tali pusat prolaps
pembengkakan - leher, lengan, kaki hematoma atau striktur jumlah
pembuluh darah panjang tali pusat3. Cairan Amnion warna mekoneum,
darah konsistensi volume4. Plasenta berat plasenta bekuan darah dan
perlengketan malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius
edema perubahan hidropik5. Membran amnion bercak/noda ketebalan
Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFDGejala dan Tanda yang Selalu
AdaGejala dan Tanda yang Kadang- Kadang AdaKemungkinan
Diagnosis
Gerakan janin berkurang atau hilang, nyeri perut hilang timbul
atau menetap, perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu Syok,
uterus tegang/kaku, gawat janin atau DJJ tidak terdengar
Solusio Plasenta
Gerakan janin dan DJJ tidak ada, perdarahan, nyeri perut
hebat
Syok, perut kembung/ cairan bebas intra abdominal, kontur uterus
abnormal, abdomen nyeri, bagian-bagian janin teraba, denyut nadi
ibu cepat Ruptur Uteri
Gerakan janin berkurang atau hilang, DJJ abnormal (180/mnt)
Cairanketubanbercampurmekonium
Gawat Janin
Gerakanjanin/DJJ hilang
Tanda-tanda kehamilan berhenti, TFU berkurang, pembesaran uterus
berkurang IUFD
4.6. Komplikasi 3
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun
keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan
berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi.
Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.
4.7. Penatalaksanaan 8,12
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 81. Jika
pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah
5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak,
hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung
dan edema scalp. 2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang
baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan
janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran
kepala janin dan cairan ketuban berkurang. 3. Dukungan mental
emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu
didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar
dapat lahir pervaginam. 4. Pilihan cara persalinan dapat secara
aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan
pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil. 5. Bila pilihan
penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga
2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi 6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa
persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. 7. Jika penanganan
aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu a. Jika servik matang,
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. b.
Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi c. Persalinan dengan seksio
sesarea merupakan alternatif terakhir 8. Jika persalinan spontan
tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum
matang, matangkan serviks dengan misoprostol: a. Tempatkan
misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam b.
Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap
kali dan jangan melebihi 4 dosis. 9. Jika ada tanda infeksi,
berikan antibiotika untuk metritis. 10. Jika tes pembekuan
sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada
koagulopati 11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk
melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal
tersebut. 12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi .
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2Non-Interferensi2 minggu
Kasus refrakter atau kasus Partus Spontandimana terminasi
kehamilan dalam 2 minggudiindikasikan (80%) Psikologis Infeksi
Penurunan kadar fibrinogen Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS,Induksi persalinan
Servik matangServik belum matang
Infus Oksitosin Prostaglandin gelDiulang setelah 6-8 jam
Gagal gagal
Oksitosin diulang denganDitambah dengan infus Oksitosin Ditambah
Prostaglandin/vaginam
Metode-metode terminasi
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
Infus OksitosinCara ini sering dilakukan dan efektif pada
kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan serviks. Pemberian
dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari
berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit.Bila tidak
terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang
tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan
lebih dari dua botol pada waktu yang sama.Pemberian larutan ringer
laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut.
Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah
pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan
sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal
menginduksi persalinan ProstaglandinPemberian gel prostaglandin
(PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif untuk
induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian dapat
diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan
pemberian oksitosin.2. Operasi Sectio Caesaria (SC)Pada kasus IUFD
jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang
dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan
letak lintang.
4.8. Pencegahan 3, 8
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau
mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak
bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta.
Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosisResiko kematian
janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik.
Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan.Tes-tes antepartum misalnya
USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal
elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin
sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera
dilakukan bila terjadi gawat janin.
BAB VIPENUTUP
6.1Kesimpulan Pada pasien ditegakkan diagnosis kematian janin
intra uterin (IUFD) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante
Natal Care yang teratur dan efektif sangat dibutuhkan untuk
mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan
kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.
Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan
aktif. Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut pada ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga,
terutama ibu. Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan
keluarga sangat berperan penting pada kasus IUFD. Pada kasus ini,
kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu faktor usia
ibu yang terlalu tua. Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan
bila pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi.
6.2Saran Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang
merupakan faktor resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan.
Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante
Natal Care secara teratur di RS atau Bidan. Pemeriksaan USG minimal
3x selama kehamilan, 1x pada setiap trimester untuk mendeteksi dini
adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan
kesejahteraan janin. Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan
untuk dapat melakukan pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri
dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung gerakan janin
dengan caraCardif count, sehingga bila terjadi penurunan
kesejahteraan janin dapat di deteksi dini. Pada kasus kematian
janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan
pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death
in Latin America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 3718Petersson
K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to
Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical
Science, Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska
Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden
2002.Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta. 2008. 732-35.Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira
Region, Oman. Oman Medical Journal 2008, ;23(1)Mu J, Kanzaki T, Si
X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related Proteins
in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor
Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74Ezechi OC,
Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal
Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death.
Stanford School of Medicine, Department of Obstetrics and
Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 2008Cuningham FG.,
Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD.
Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001Nucleus
Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 2009Sarah D.
McDonald, MD. Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug
Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.
1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University,
Hamilton ON. 2007 Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20,
India. 2007. diakses dari www.ultrasound-images.comWeeks A.
Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of
Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156S159Gibbs RS, Roberts DJ.
Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with Intrauterine Fetal
Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.
11