Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa.
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)
setelah kelainan refraksi (25,35%).
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan
membengkak, produksi air mata berlebihan, kelopak mata bagian atas nampak
menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan
konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas, pembesaran pembuluh
darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi yang tidak spesifik akibat
peradangan, pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya,
terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein) serta
dijumpainya sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum didunia.
Boleh dikatakan masyarakat sudah sangat mengenalnya. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro- organisme
(terutama virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan
udara. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan
nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan
kebutaan.
Page 2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah anatomi dari konjungtiva ?
2. Apakah pengertian konjungtivitis?
3. Apakah etiologi dari konjungtivitis?
4. Apa saja klasifikasi dari konjungtivitis?
5. Bagaimana cara menentukan diagnose konjungtivitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari konjungtivitis?
7. Apakah komplikasi dan prognosa dari konjungtivitis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami anatomi dari konjungtiva
2. Mengetahui dan memahami pengertian konjungtivitis
3. Mengetahui dan memahami etiologi dari konjungtivitis
4. Mengetahui dan memahami apa saja klasifikasi dari konjungtivitis
5. Mengetahui dan memahami diagnose konjungtivitis
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari konjungtivitis
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosa dari konjungtivitis
1.4 Manfaat
1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya konjungtivitis.
2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi konjungtiva
Gambar 1. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata)1
Konjungtiva palbebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.1
Page 4
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimalis
bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan
konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul
tenon dan sklera di bawahnya. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah
bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk
kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam
daging(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung clemen kulit dan membrane mukosa.1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi
hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-
lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan
pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.1
Histologi
Gambar 2. Histologi konjungtiva
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel
Page 5
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata
secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada
sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan
fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal
ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata.1
Kelenjar
Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring
terletak di tepi atas tarsus atas.¹
Sistem pertahanan konjungtiva terhadap infeksi
Selain bertanggung jawab terhadap produksi musin, konjungtiva juga
memiliki kemampuan yang besar dalam melawan infeksi . Hal ini dapat dipahami
oleh karena :
1. Epitel konjungtiva yang intak mencegah invasi dari mikroba
2. Konjungtiva mengandung banyak imunoglobulin
3. Adanya flora bakteri normal di konjungtiva
4. Sekresi musin oleh sel goblet konjungtiva dapat mengikat mikroba untuk
kemudian dikeluarkan melalui sistem ekskresi lakrimal
5. Aktivitas enzimatik konjungtiva memungkinkan jaringan ini dalam melokalisir
dan menetralisir partikel-partikel asing
6. Conjunctiva-Associated Lymphoid Tissue (CALT). 13
Page 6
2.1 Pengertian konjungtivitis
Konjungtivitis, atau peradangan konjungtiva, adalah istilah umum yang
mengarah pada bermacam-macam kelompok penyakit/kelainan yang mengenai
terutama konjungtiva. Kebanyakan jenis konjungtivitis adalah selflimited, tapi
beberapa berlanjut dan dapat menyebabkan komplikasi okuler dan ekstraokuler yang
serius.2
2.3 Epidemiologi
Konjungtivitis adalah diagnosa yang mencakup bermacam-macam kelompok
penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua status sosial
dan kedua gender.5 Meskipun tidak ada tokoh yang dapat dipercaya yang mendata
insidensi atau prevalensi dari konjungtivitis, kondisi ini telah disebutkan sebagai
salah satu penyebab paling sering dari pasien untuk memeriksakan sendiri dirinya.2
Konjungtivitis jarang menyebabkan kehilangan penglihatan yang permanen atau
kerusakan struktur, tapi dampak ekonomi dari penyakit ini dalam hal kehilangan
waktu kerja, meskipun tidak terdokumentasi, sangat tidak diragukan lagi. 2% dari
seluruh kunjungan ke dokter adalah untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya adalah
antara konjungtivitis atau abrasi kornea.5 Untuk konjuntivitis yang infeksius, 42%
sampai 80% adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70% adalah viral.
Konjungtivitis viral menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di
poli umum. Occular cicatrical pemphigoid dan konjungtivitis neoplasma jarang
tampak.5
2.4 Etiologi
Menurut Michael Silverman (2007), berdasarkan beberapa penelitian, penyebab
terbanyak dari konjungtivitis mukopurulen adalah bakteri. Beberapa bakteri yang
paling umum sebagai penyebabnya adalah :6
- Kokus Gram positif : Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
pyogenes, dan Streptococcus pneumoniae
- Kokus Gram negatif : Neisseria meningitidis dan Moraxella lacunata
- Batang Gram negatif: genus Haemophilus dan familiEnterobacteriaceae
Page 7
Infeksi mata dapat disebabkan kelompok Pneumokokus, stafilokokus
H.aegyptus banyak menimbulkan perdarahan subkonjungtiva, H.influence memberi
eksudat cair. N.gonokokus akan memberi eksudat nanah diikuti perusakan jaringan
kornea. Kuman difteri akan memberi eksudat membranous yang akan berdarah bila
dikelupas. Jenis kokus akan memberi eksudat pseudomembran.
M.tuberkulosis dan T.pallidum akan memberi aksudat granulomatous di konjungtiva
dengan diikuti pembengkakan yang terlihat dan teraba dikelenjar preaurikular. 1
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis diklasifikasikan antara lain 4:
1. Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial : akut (dan sub akut) dan
menahun. Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme tertentu seperti haemophilus influenzae, Staphylococcus
aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and Moraxella
catarrhalis. S. aureus pada dewasa dan bakteri pathogen lain pada anak-anak .
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai. Konjungtivitis bakterial akut dapat menjadi menahun. Pengobatan
dengan salah satu sekian obat anti bakterial yang tersedia biasanya mengatasi
keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan N.
Gonorrhoae dan N. Meningitidis dapat menimbulkan komplikasi berat jika
tidak segera diobati sejak dini.
A. Tanda dan gejala
Organisme ini menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat
purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, kadang-
kadang edema palpebra. Infeksi biasanya pada satu mata dan menular
kesebelah karena tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui
bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti kain, dan lain-lain.
Page 8
Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut).
Konjungtivitis Purulen
Adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh N.
Gonorrhoeae dan N. Meningitidis yang ditandai dengan eksudat
purulen. Konjungtivitis meningokokus kadang-kadang terjadi pada
anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat perlu
segera diperiksa secara laboratoris dan segera diobati. Jika ditunda,
mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan penglihatan, atau
konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis, yang menimbulkan sepsis atau meningitis.
Konjungtivitis Mukopurulen (catarhal) Akut
Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut ”mata merah”
oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi
konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang.
Penyebab paling umum adalahStreptokokus pneumonia pada iklim
sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang
kurang umum adalah Stapilokokus dan Streptokokuslain.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan Haemophilus
aegyptius mungkin disertai perdarahan sub konjungtiva. Pengobatan
dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.
Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan H. Influenzae dan kadang-kadang
oleh E. Colidan spesies Proteus. Infeksi H. Influenzae ditandai eksudat
berair tipis atau berawan.
Konjungtivitis Gonorhoe
Merupakan radang konjungtiva akut yang hebat dan disertai
sekret purulen.Gonokokus merupakan kuman yang sangat patogen,
virulen, dan bersifat invasif sehingga reaksi radang kuman ini sangat
berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonorhoe merupakan
merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia secara
endemik. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada
pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu
yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa
penularanya melalui alat kelaminnya sendiri.
Page 9
Diklinik akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia
neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
konjungtivitis gonorhoe infantum (usia lebih dari 10 hari), dan
konjungtivitis gonorhoe adultorum. Terutama mengenai golongan
muda dan bayi yang ditularkan ibunya, merupakan penyebab
utama oftalmia neonatorum.
Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antar
12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan
konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium
penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Stadium infiltratif
ditemukan gejala kelopak dan konjungtiva kaku dan rasa sakit pada
perabaan, peseudomembran pada konjungtiva tarsal superior,
konjungtiva bulbi merah, kemotik, menebal. Pada dewasa selaput
konjungtiva lebih bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik
gonore dewasa. Dan biasanya rasa sakit pada mata disertai tanda-tanda
infeksi umum, biasanya menyerang satu mata dulu dan menyebar.
Stadium supuratif sekret kental, pada bayi mengenai kedua
matadengan sekret kuning kental, berbeda dengan oftalmia
neonatorum, pada orang dewasa sekretnya tidak kental sekali.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan
metilen biru dimana akan terlihat diplokokus di dalam leukosit.
Dengan Gram kan terlihat sel intraseluler atau ekstraseluler bersifat
gram negatif, pemeriksaan sensitif pada agar darah dan coklat.
Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan gram positif
diplokokus batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis
gonorea. Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan suntikan, pada
bayi diberikan 50000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan
dengan kapas yang dibasahi air bersih atau garam fisiologik setiap ¼
jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata
dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10000-20000 U/ml
setiap 1 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin
setiap 1 jam selama 3 hari.
Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal bagian atas,
ini mudah terjadi perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokokus,
Page 10
pada anak sering keratitis atau tukak kornea sehingga terjadi perforasi
kornea, pada orang dewasa tukak yang terjadi sering pada marginal
dan terbentuk cincin. Pencegahan cara yang paling aman ialah
membersihkan mata bayi segera setelah lahir denag larutan borisi dan
memberi salep kloramfenikol.
Oftalmia Neonatorum
Merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi dibawah usia 1
bulan, dapat disebabkan oleh berbagai sebab: konjungtivitis kimia
seperti nitras argenti, terjadi 24 jam setelah penetesan nitras argenti
profilaksis untuk gonorhoe, pengobatan dengan pembilasan sisa obat
dan bahan penyokong. Konjungtivitisstafilokokus, masa inkubasi lebih
dari 5 hari diobati dengan antibiotik topikal. Konjungtivitis inklusi
(klamidia), masa inkubasi 5-10 hari, pengobatan dengan tetrasiklin
atau erytromicin dan tobramicyn, konjungtivitis Neiseria, masa
inkubasi 2-5 hari. Konjungtivitis virus masa inkubasi 1-2 minggu,
diobati dengan trifluorotimidin, konjungtivitis jamur, diobati dengan
antijamur.
Konjungtivitis bakterial menahun terjadi pada pasien obstruksi
duktus naso lakrimalis dan dakriosistisis menahun, yang biasanya
unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertakan blefaritis bakterial
menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrome
palpebra lemas dan ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis
bakterial sekunder.
Konjungtivitis bakterial jarang dapat disebabkan
oleh Corynebacterium diptheriae dan Streptokokus pyogenes.
Pseudomembran dan membran yang dihasilkan oleh organisme ini
dapat terbentuk pada konjungtiva palpebra.
B. Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui
dari pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
Gram atau Giemsa dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan
konjungtiva disarankan pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang
purulen, bermembran, atau pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga abaik,
namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotik empirik.
Page 11
C. Komplikasi
Blefaritis marginal menahun sering menyertai
konjungtivitis stapylokokuskecuali pada pasien yang sangat muda bukan sasaran
blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembran dan
membranosa dan pada kasus tertentu diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
D. Terapi
Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial tergantung agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai
dengan terapi topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis. Terapi topikal dan sistemik harus segera dilaksanakan setelah materi
untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, sakus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga dianjurkan untuk menjaga
higiene perorangan.
E. Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati,
infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jikadiobati dengan memadai 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stapilokokus (dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus yang bila tidak diobati akan
menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis). Kornea konjungtiva gerbang
masuk meningokokus kedalam darah dan meninges, hasil akhir adalah septikemia dan
meningitis
2. Konjungtivitis virus
A. Konjungtivitis folikuler virus akut
Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat
mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau
unilateral. Mata merah berair sering terjadi dan mungkin ada keratitis superficial
untuk sementara. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang-kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan
Page 12
oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis
secara serologik dengan meningkatnya titer antibodi. Tidak ada pengobatan spesifik,
konjungtivitis akan sembuh sendiri dalam 10 hari.
Keratokonjungtivitis epidemika
Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya
lebih parah. Pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata,
kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan epitel
bulat. Sensasi kornea normal. Khasnya adalah nodus preaurikuler yang nyeri tekan.
Fase akut adalah edema palpebra, kemosis, dan hiperima konjungtiva. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,
dan 37. Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes
netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer,
bila terbentuk pseudomembran, juga neutrofil. Keratokonjungtivitis epidemika pada
dewasa terbatas pada bagian luar mata, pada anak-anak terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitismedia dan diare.
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
Konjungtivitis virus herpes simplek
Biasanya menyerang anak kecil yang ditandai dengan pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, fotofobia ringan. Sering disertai keratitis
herpes simplek dengan kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus epitelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler atau pseudomembran. Vesikel herpes kadang-
kadang muncul dipalpebra dan tepi palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.
Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Konjungtivitis HSV dapat
berlangsung 2-3 minggu. Setiap infeksi pada neonatus harus diobati dengan obat
antivirus sistemik (acyclovir) dan dipantau di rumah sakit.
Jika konjungtivitis pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik
harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea perlu
debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering , meneteskan dengan obat anti virus dan menutup mata selama 24 jam.
Page 13
Antivirus topikal diberikan 7-10 hari; trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau
salep vidarabin lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% , 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam disaat malam. Keratitis herpes dapat pula diobati
dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selam 10 hari atau dengan acyclovir oral
400 mg 5 kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid merupakan
kontraindikasi, karena memperburuk infeksi herpes simplek dan mengkonversi
penyakit dari sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat lama.
Konjungtivitis penyakit newcastle
Disebabkan oleh virus newcastle dengan gambaran klinis sama dengan
demam faringokonjungtiva.penyakit ini sering pada unggas. Umumnya bersifat
unilateral walaupun bisa bilateral. Konjungtivitis ini memberikan rasa sakit pada
mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam
jangka waktu kurang dari 1 minggu.Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada,
dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simtomatik.
Konjungtivitis varicela-zoster
Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median
kepala. Herpes zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada
konjungtivitis seperti pada hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva,
papil, dengan pembesaran kelenjar preurikel. Diagnosis ditegakkan dengan
ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus dan inklusi
intranuklear.
Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari selama
5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid mengurangkan
penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu
pertama dapat diberi analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan
permukaan dapat diberi salep tetrasiklin. Steroid tetes deksametason 0.1% diberikan
bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis. Gloukoma yang terjadi akibat iritis diberi
preparat steroid dan antigloukoma. Penyulit pada penyakit ini dapat terjadi parut pada
kelopak, neuralgia, katark, gloukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi saraf optik,
dan kebutaan.
Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Page 14
Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana, Afrikapada tahun 1969 yang menjadi
pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti
kelilipan, dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret
seromukous, fotofobia disertai lakrimasi.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik.
Pengobatan antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk
mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk
mencegah penularan.
b) Konjungtivitis virus menahun
Blefarokonjungtivitis-Moluscum Contagiosum
Sebuah nodul moluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan panus superior atau mungkin menyerupai trachoma. Reaksi
radang yang terutama mononuklear (berbeda dengan reaksi trachoma), lesi
bulat, berombak, putih mutiara, non-radang pada bagian pusat adalah khas
moluscum contagiosum. Biopsi menampakkan inklusi sitoplasmik eosinofilik,
memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
Eksisi, incisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi
memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya. Pada
kasus yang sangat jarang nodul moluscum timbul dikonjungtiva. Dalam hal
ini eksisi nodul menyembuhkan konjungtivitisnya.
Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemi dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler
khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika
adalah khas herpes zoster. Konjungtivitis biasanya papiler, namun pernah
ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian
berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal
penyakit. Parut palpebra, entropion, dan trikiasis adalah sekuele.
Lesi palpebra dari varicela mirip dengan lesi kulit ditempat lain,
mungkin timbul ditepian papebra maupun palpebra dan sering meninggalkan
parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan tetapi lesi konjungtiva
Page 15
yang jelas sangat jarang terjadi. Lesi dilimbus menyerupai phlyctenula dan
dapat melalui tahap-tahap vesikel, papul dan ulkus. Kornea didekatnya
mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluhnya.
Acyclovir oral dosis tinggi 800 mg lima kali sehari selam 10 hari, jika
diberi pada awal penyakit, akan mengurangi dan menghambat beratnya
penyakit.
Keratokonjungtivitis Morbilli
Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap
awal ini, konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti
pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum
erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen dan
muncul erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva dan carunculus.
Pada saat anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi keratitis epitelial.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang
gizi atau imnokompeten, penyakit mata ini sering disertai HSV atau infeksi
bakterial sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan organisme lain.
Agen ini dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi
kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva
menunjukkan reaksi sel mononuklear, kecuali ada pseudomembran atau
infeksi sekunder. Sediaan pulas Giemsa menunjukkan sel raksasa. Karena
tidak ada terapi spesifik hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan,
kecuali ada infeksi sekunder.
3. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican)
adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih.
Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien terganggu
kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air
(bukan garam) atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat
sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti
masuk dalam sacus konjungtiva dan hanya tidak numpuk ditepian palpebra.
Page 16
Konjungtivitis jamur lain
Sporothrix schenckii jarang mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur
ini menimbulkan penyakit granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler
jelas. Pemeriksaan laboratorik dari biopsi granuloma
menampakkan coni (spora) berbentuk cerutu garam-positif.
Rhinosporidium seeberi kadang-kadang mengenai konjungtiva, saccus
lakrimal, palpebra, canalikuli dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid
yang mudah berdarah. Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma
dengan spherula besar terbungkus yang mengandung Myriad endospore.
Pengobatan dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides immitis kadang-kadang menimbulkan konjungtivitis
granulomatosa yang disertai nodus preaurikeler nyata (sindrome
okulograndular parinoud) ini bukan penyakit primer namun menisfestasi dari
infeksi metatastik infeksi paru primer. (demam San Joaquin Valey). Penyakit
yang menyebar memberi respon buruk.
2.6 Patofisiologi
Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan
substansia propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki
kelenjar lakrimal aksesori dan sel goblet.3
Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.
Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan
degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal
ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk
triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor,
menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi,
kemerahan, dan injeksi konjungtiva.3
Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan
kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang
berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa
konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari
Page 17
peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih
ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang
berdilatasi dan tinggi permeabilitas.3
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi.
Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan
lisozyme) yang merangsang lakrimasi.
2.7 Diagnosa
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan
tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang
biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris
mengesankan terkenanya kornea.4
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi,
pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel
(hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan
adenopati pre-aurikuler.4
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan
eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus mencakup
elemen berikut ini:5
Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna,
malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, sekret
Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati
terhadap:5
Page 18
Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau
vesikel, sisa kulit berwarna darah, keratinisasi
Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan,
papila, ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat
Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
Page 19
2.8 Diagnosa Banding
Konjungtivitis Keratitis Uveitis AnteriorGlaukoma Kongestif
Akut
Visus Normal Tergantung letak infiltratMenurun perlahan,
tergantung letak radangMenurun mendadak
Hiperemi konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi
Epifora, fotofobia
- + + -
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal normal Edema
Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel radangEdema, suram (tidak
bening), halo (+)
COA Cukup cukup Sel radang (+) dangkal
H. Aquous Normal normalSel radang (+), flare (+), tyndal efek (+)
Kental
Iris Normal normalKadang edema
(bombans)Kripta menghilang
karena edema
Pupil Normal normal miosis Mid midriasis (d:5mm)
Lensa Normal normal Sel radang menempel Keruh
Klinik&sitologi Viral Bakteri Alergi
Gatal Minim Minim Hebat
Hiperemia Profuse Sedang Sedang
Eksudasi Minim Menguncur Minim
Adenopati preurikular
Lazim Jarang Tidak ada
Pewarnaan kerokan & eksudat
Monosit Bakteri, PMN Eosinofil
Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tak pernah
Lakrimasi ++ + +
2.9 Komplikasi
Page 20
Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya:
1. glaucoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala
penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis.
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus
kornea.
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea
adalah bila sembu akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di
kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang
bisa menjadi buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan
2.10 Progonosa
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain,
kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol
sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika
bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak
maupun ablasi retina.