KATA PENGANTAR
Kasus malaria di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta
sebagai contoh sudah mulai diabaikan oleh masyarakat. Oleh sebab
itu, referat ini ditulis untuk sekedar refreshing, sifatnya
mengingatkan kembali tentang gejala serta penatalaksanaan kasus
malaria yang terkini.
Kejadian malaria berat masih merupakan ancaman karena tingkat
mortalitasnya yang tinggi tergantung dari kecepatan dan ketepatan
diagnose seawal mungkin, pelayanan kesehatan untuk pengobatan yang
adekuat, dan resistensi terhadap obat obat malaria. Untuk itu
penulis mengangkat tema Malaria Serebral sebagai bahan pembelajaran
bagi masyarakat pda umumnya dan praktisi medis pada khususnya.
Adapun kiranya, apabila terdapat kesalahan atau
ketidaksempurnaan dalam penulisan referat ini, penulis mengharapkan
kritik dan saran guna kesempurnan referat ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih atas perhatian, dukungan, dan waktu yang
telah diberikan untuk menyelesaikan referat ini. Semoga tugas ini
dapat beranfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
BAB II MALARIA SEREBRAL3
II.1 Definisi3
II.2 Etiologi3
II.2.a Cara Penularan3
II.2.b Hospes Reservoar3
II.2.c Vektor Malaria4
II.2.d Siklus Hidup Plasmodium falciparum4
II.3 Patofisiologi6
II.4 Gejala Klinik7
II.5 Pemeriksaan Penunjang8
II.6 Diagnosis10
II.7 Diagnosis Banding10
II.8 Penatalaksanaan10
II.9 Prognosis15
II.10 Pencegahan15BAB III RANGKUMAN DAN SARAN
III.1 Rangkuman17
III.2 Saran17DAFTAR PUSTAKA19BAB IPENDAHULUAN
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15
juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.
Diperkirakan 35% penduduk Indonesa tinggal di daerah yang beresiko
tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia,
338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.1Malaria
serebral adalah salah satu ensefalopati non trauma yang paling umum
mepengaruhi anak anak di seluruh dunia. Malaria serebral
didefinisikan sebagai unarouseable coma (tidak dapat melokalisasi
stimulus rasa nyeri, Blantyre Coma Score 2), sekurang kurangnya 1
jam setelah serangan kejang, penatalaksan dengan diazepam atau
hipoglikemia yang dikoreksi, dengan bentuk P. Falciparum aseksual
yang ditemukan dalam sediaan hapusan darah pewarnaan Giemsa dan
pemeriksaan cairan serebrospinal tidak dicurigai kearah meningitis
bacterial.2 Anak dengan epilepsy, serebral palsi atau sickle cell
disease dikecualikan. Malaria serebral biasa terjadi diantara anak
anak dengan presentasi sel darah merah terinfeksi yang tinggi.3
Setiap tahun, terjadi 500 juta infeksi dan lebih dari 2,7 juta
kematian yang disebabkan oleh malaria, sekitar 90% kematian ini
terjadi pada anak anak di Sub-Sahara Afrika. Delapan puluh persen
dari kematian terjadi pada 24 jam pertama saat penatalaksanaan.
Walaupun telah dimiliki pemahaman yang lebih baik mengenai
patofisiologi dan penatalaksaan malaria, kematian pada anak anak
tetap tidak dapat dihindari. Kekebalan terhadap malaria berhubungan
erat dengan tingkat penularan dan infeksi P. Falciparum berat
sangat jarang terjadi setelah berusia 5 tahun pada area endemic
yang tinggi. Penyajian alaria berat berbeda pada setiap tingkatan
usia dan tiap area memiliki perbedaan tingkat penularan. Tiga
komplikasi yang sering timbul pada malaria berat adalah: malaria
serebral, malaria metabolik (hiperlaktatemia, asidosis, atau
respiratory distress) dan anemia berat.4
Malaria serebral adalah salah satu komplikasi yang sering
terjadi pada malaria falsiparum berat, komplikasi yang paling
sering adalah anemia (67.8%), dan kebanyakan anak dengan malaria
falciparum erat adalah anak berusia kurang dari 5 tahun (92.3% dari
583 kasus). Malaria serebral biasanya terjadi pada anak berusia di
atas 18 bulan. Total rata rata kematian adalah 9%. Indikator
prognosis dengan angka kematian rata rata tertinggi adalah koma
atau kejang, hiperlaktatemia, dan hipoglikemia.4BAB II
MALARIA SEREBRAL
II.1 Definisi
Malaria serebral merupakan salah satu komplikasi yang berat dari
malaria falciparum.4,5,6,7 Definisi menurut WHO, malaria serebral
dapat ditemukan pada penderita yang mempunyai gejala2,8 :
a. Tidak dapat menemukan tempat rangsangan yang menyakitkan
b. Terdapat aseksual P. Falciparum pada darah tepi
c. Tidak adanya penyebab lain dari ensefalopati
II.2 Etiologi
Malaria serebral disebabkan oleh Plasmodium falciparum yang
menyebabkan malaria falciparum (malaria tropika) dan dapat menjadi
infeksi campuran yang umumnya bercampur dengan Plasmodium vivax
atau Plasmodium malariae. Malaria serebral termasuk malaria
falsiparum yang berat.4,5,6,7 Plasmodium falciparum adalah yang
paling berbahaya dari 4 spesies yang menyebabkan malaria dan
berhubungan dengan angka kematian dan kecacatan yang
signifikan.3
II.2.a. Cara Penularan
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan
bukan alamiah:
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.1,8,10,112. Penularan bukan alamiah, dapat
dibagi menurut cara penularannya, ialah10:
a. Penularan melalui transfuse darah dan transplantasi sumsum
tulang, melalui jarum suntik yang terkontaminasi parasit malaria
(pecandu narkoba).
b. Malaria bawaan (congenital), selama bayi masih dalam
kandungan, karena berpindahnya infeksi malaria dari ibu ke bayinya
melalui peredaran darah plasenta.
II.2.b Hospes reservoir
Manusia merupakan satu satunya reservoir malaria yang penting.
Parasitemia dengan fase aseksual dan gametositemia pada malaria
falsiparum pada orang yang memiliki kekebalan yang tinggi bisa
berlangsung tanpa gejala selama berbulan bulan.
II.2.c Vektor malaria
Nyamuk Anopheles berperan sebagai vector malaria.11 Di Jawa dan
Bali, An. Sundaicus dan An. Aconitus merupakan vector malaria
utama, dan An. Subpicus dan An. Maculates sebagai vector
sekunder.10Anopheles Aconitus
Kepadatan populasi tertinggi terlihat di bulan Juli, baik di
dalam maupun di luar rumah, dengan puncak kepadatan pada bulan Juli
dan Desember. Aktifitas menghisap darah, lebih aktif menggigit pada
sore hari (sekitar pukul 19.00-21.00 WIB) di dalam dan luar rumah.
Puncaknya terjadi 2 kali, yaitu sore dan menjelang subuh. Tempat
istirahat pada pagi hari umumnya di tempat yang mempunyai
kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah, serta lubang
tanah bersemak. An. Aconitus berpotensi sebagai vector, karena umur
populasi (14,5 hari) mencapai lebih dari sporogonic cycle parasite
malaria dalam tubuh vector (sporogonic cycle 10-12 hari untuk
Plasmodium falciparum).10
Anopheles maculates
Hasil penelitian menunjukkan bahwa An. Maculates hanya ditemukan
menggigit orang di luar rumah dan di kandang kambing, mencapai
puncaknya pada bulan Juli untuk di luar rumah, dan bulan September
untuk di kandang kambing. Kepadatan populasi meningkat pada bulan
September kemungkinan karena tersedianya tepat perindukan, yaitu
sungai dan genangan air. Aktifitas menghisap darah meningkat pada
malam hari sekitar pukul 22.00-24.00 WIB, puncaknya antara
21.00-24.00 WIB baik menggigit di luar rumah maupun istirahat di
kandang kambing. Tempat istirahat umumnya di semak semak dan
bebatuan.10
II.2.d Siklus hidup Plasmodium falciparum
Terdiri dari siklus aseksual yang terjadi di dalam tubuh manusia
dan siklus seksual yang berlangsung dalam tubuh nyamuk.1
Siklus aseksual terdiri dari beberapa fase, yang dimulai dengan
seseorang digigit nyamuk Anopheles betina yang mengandung
sporozoit, yaitu:
1. Fase ekso eritrositik primer (pre eritrositik)
Memerlukan waktu antara 6 12 hari untuk menjadi lengkap.
Sporozoit sporozoit yang masuk bersama ludah nyamuk masuk ke
peredaran darah. Dalam waktu yang sangat singkat (30 menit) semua
sporozoit menghilang dari peredaran darah, masuk ke sel sel
parenkim hati. Dalam sel sel hati (hepatosit) sporozoit membelah
diri secara aseksual, dan berubah menjadi skizon hati (skizon
kriptozoik). Sesudah skizon kriptozoik dalam sel hati menjadi
matang, bentuk ini bersama sel hati yang diinfeksi pecah dan
mengluarkan antara 5000 30.000 merozoit, yang segera masuk ke sel
sel darah merah.12. Siklus eritrositik aseksual atau skizogoni
darah
Di dalam sel darah merah, merozoit merozoit yang lepas dari sel
hati tadi berubah menjadi trofozoit muda (bentuk cincin). Trofozoit
muda tumbuh menjadi trofozoit dewasa, dan selanjutnya membelah diri
menjadi skizon. Skizon yang sudah matang, dengan merozoit merozoit
di dalamnya dalam jumlah maksimal tertentu, pecah bersama sel darah
merah yang iinfeksi (muncul gejala malaria, yng ditandai dengan
demam dan menggigil secara periodik), dan merozoit merozoit yang
dilepas itu kembali menginfeksi sel sel darah merah lain untuk
mengulang siklus tadi. Siklus ini terjadi berulang, yang satu
siklusnya berlangsung lengkap antara 44 sampai 49 jam, menyebabkan
pola periodisitas tertiana (tiap hari ketiga).13. Siklus
eritrositik seksual atau gametogoniiSetelah siklus skizogoni darah
berulang beberapa kali, beberapa merozoit tidak lagi menjadi
skizon, tetapi berubah menjadi gametosit dalam sel darah merah,
yang terdiri gametosit jantan dan betina.1
Siklus seksual yang terjadi dalam tubuh nyamuk, dimulai dengan
gametosit yang matang dihisap oleh nyamuk Anopheles, di dalam
lambung nyamuk. Di sini terjadi proses ekflagelasi pada gametosit
jantan, yaitu dikeluarkannya sel gamet jantan (mikrogamet) yang
bergerak aktif mencari sel gamet betina (mikrogamet). Selanjutnya
pembuahan terjadi, lalu menghasilkan zigot dengan bentuknya yang
memanjang, lalu berubah menjadi ookinet yang bentuknya vermiformis
dan bergerak aktif menembus mukosa lambung. Di dalam dinding
lambung paling luar ookinet mengalami pembelahan inti menghasilkan
sel sel yang memenuhi kista yang membungkusnya, disebut ookista. Di
dalam ookista dihasilkan puluhan ribu sporozoit, menyebabkan
ookista pecah dan menyebarkan sporozoit sporozoit yang berbentuk
seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan nyamuk (hemosel), dan
dalam beberapa jam saja menumpuk di dalam kelenjar ludah nyamuk.
Seluruh fase perubahan yang dialami P. Falciparum dalam tubuh
nyamuk vektornya berlangsung antara 9 14 hari.1,8II.3
Patofisiologi
Mekanisme yang mengarah ke kematian dan kerusakan fungsi karena
malaria serebral belum dimengerti.12 Kebanyakan pengetahuan tentang
patomekanismenya mengambil hewan sebagai model.6 Patogenesis dari
tidak berfungsinya organ pada malaria falsiparum dipikirkan
terutama akibat 2 faktor, yaitu : sitoadheren dari sel darah merah
berparasit yang berada pada sel endotel kapiler dan P. falciparum
antigen yang memicu produksi sitokin.2,6
Ada 2 faktor utama yang turut serta mengambil andil dalam
perkembangan malaria serebral, yaitu2,6,9,10:
1. Sekuestrasi dalam sel darah (contohnya : adanya parasite
dalam sel darah merah, leukosit, trombosit) dalam aktifasi endoteli
menyebabkan obstruksi dalam aliran mikrovaskuler menuju ke hipoksia
lokal, sehingga alirannya menjadi lambat dalam mikrosirkulasi otak
karena deformitas eritrosit dan adanya perlengketan eritrosit pada
endotel kapiler.122. Peningkatan berlebih pada sitokin serum
mengarah ke aktifasi dari otak, dimana terdapat sel mikroglia yang
memicu proses inflamasi lokal (edema otak atau serebri), yang juga
dikarenakan trombosit dan eritrosit yang mengandung parasite dan
sel fagositosis melekat pada pembuluh kecil pleksus koroid yang
berperan dalam aliran likuor.
II.4 Gejala Klinik
Menurut WHO, malaria serebral dapat ditemukan pada penderita
yang mempunyai gejala2,9:
a. Tidak dapat menemukan tempat rangsangan yang menyakitkan5b.
Terdapat aseksual P.falciparum pada darah tepi
c. Tidak adanya penyebab lain dari encephalopathy
Selain itu, dapat juga terjadi:
a. Riwayat demam 1,4,6,8,10b. Blantyre coma score (BCS) 2
3,4,5,6BCS menyederhanakan skala koma yang menunjukkan nilai dari 0
sampai 5 2,6:
Penilaian verbal :0 = tidak menangis
1 = raungan atau tangisan yang tidak biasanya
2 = menangis biasa
Penilaian motoric :0 = tidak spesifk atau tudak ada respon
terhadap nyeri
1 = respon lebih lambat dari biasanya terhadap nyeri
2 = dapat merasakan atau terdapat respon terhadap nyeri
Penilaian mata :0 = pergerakan mata tidak terarah
1 = pergerakan mata terarah
c. Penurunan kesadaran dalam berbagai tingkat antara lain
delirium, gelisah, apatis, koma. Koma yang berkepanjangan
berhubungan dengan kejang dan postur yang abnormal. 1.2,9d. Kejang
berulang1,2,4,9e. Sakit kepala8f. Adanya tanda rangsang
meningeal9g. Postur abnormal, yang berhubungan dengan usia yang 3
tahun dan menyertai peningkatan intracranial pada funduskopi.
Postur abnormal yang terjadi biasanya deserebrasi (lengan ekstensi,
bahu adduksi dan rotasi ke dala dengan lengan bawah pronasi),
dekortikasi (bahu semi fleksi, adduksi, dan rotasi ke dalam, dengan
sku yang semi fleksi atau fleksi), dan opistotonus (postur
deserebrasi dimana leher dan punggung mengarah ke belakang).
Deserebraso dan opistotonus berhubungan dengan kejang berulang
setelah penatalaksanaan. Opistotonus berhubungan dengan asidosis
metabolik berat. Sebagian kecil meninggal, 61.3% menjadi herniasi
transtentorial. Kematian dan penurunan neurologi lebih hebat pada
yang terjadi postur tersebut setelah penatalaksanaan. Penelitian
membuktikan bahwa postur abnormal berhubungan dengan peningkatan
terkanan intracranial, kejang setelah penatalaksanaan, koma
berkepanjangan, peningkatan angka kematian, penurunan
neurologik.2,5h. Perubahan pada pupil2i. Terdapat reflex kornea
abnormal2j. Pernapasan Cheyne-Stokes atau Kussmaul. Respiratory
Distress secara signifikan berhubungan dengan hiperlaktatemia dan
malaria serebral.2,4k. Pandangan yang abnormal2l. Perdarahan
retina
m. Papiledema (sebagai indicator dari hasil yang buruk)
n. Peningkatan tekanan intracranial (menjadi faktor resiko
kematian atau neurologic sequel yang berat).2II.5 Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan sediaan darah apus tebal dan tipis dengan pewarnaan
Giemsa adalah metode utama untuk mendiagnosis malaria.2,8 Sediaan
tebal lebih peka untuk mendeteksi parasite, tetapi sediaan tipis
diperlukan untuk mengidentifikasi Plasmodium dan memungkinkan
memperkirakan derajat parasitemia pada darah tepi.1,2,5,8
Plasmodium falciparum dapat dibedakan dengan ketiga plasmodium lain
dengan parasitemia yang melebihi 2-5% dari sel darah merah.
Gambaran yang ditemukan khusus pada P. Falciparum adalah
parasite berbentuk cincin, dengan dua titik kromatin da nada pada
semua usia sel darah merah. Gametosit yang berbentuk pisang adalah
patognomonik dari malaria falsiparum.
Tes untuk mendiagnosa baru yang menjanjikan untuk malaria
termasuk 10 menit tes immunokromatografik untuk P. Falciparum
histidine-rich protein (HRP2).2,8 HRP2 hanya untuk P. Falciparum,
tidak dapat mendeteksi spesies malaria lain.2 Tes
immunokromatografik yang kedua mendeteksi enzim laktat
dehydrogenase dari keempat spesies dan dapat membedakan antara
P.Falciparum dan yang bukan P.Falciparum.
Dengan lumbal pungsi dijumpai cairan serebrospinal jernih,
menetes sedang, none positif, pandy positif dan kadar gula
menurun.7 Pada CT Scan, dapat dijumpai edema otak atau
serebri.2,7,9II.6 Diagnosis
Diagnosis malaria serebral dibuat berdasarkan1,2,5,8,9:
1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah
malaria
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi
3. Ditemukan parasite malaria falsiparum dalam sediaan darah
tipis dan tebal
4. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan
atau tanpa gejala gejala neurologist yang lain, sedangkan
kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
5. Kelainan cairan serebrospinal yang berupa Nonne dan Pandi
positif lemah, hipoglikemi ringan.
II.7 Diagnosis Banding
1. Radang Otak (meningitis/ensefalitis)Penderita panas dengan
riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran, kaku
kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.1 Terdapat
pleocytosis.22. Stroke
Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran, gejala neurologic
laterlaisai (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas, ada penyakit
yang mendasar (hipertensi, diabetes mellitus dan lain lain).13.
Tifoid ensefalopati
Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan
tanda tanda demam tifoid lainnya.1II.8 Penatalaksanaan
Malaria serebral adalah salah satu dari malaria berat, dimana
penanganan malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
diagnose seawal mungkin. Sebaiknya penderita yang diduga malaria
berat dirawat intensif untuk pengawasan serta tindakan yang
tepat.1Prinsip penganan malaria berat adalah1,13 :
A. Tindakan umum / tindakan perawatan
B. Terhadap parasitemianya; yaitu dengan
1. Pemberian obat anti malaria
2. Exchange transfusion (transfusi ganti)
C. Pemberian cairan / nutrisi
D. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ
A. Tindakan umum (tindakan perawatan di ruang gawat
darurat/perawatan intensif/ICU)11. Pertahankan fungsi vital :
sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
2. Hindari trauma : decubitus, jatuh dari tempat tidur
3. Hati hati komplikasi : kateterisasi, decubitus, edema paru
karena overhidrasi
4. Monitoring : suhu, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam.
Perhatikan timbulnya icterus dan perdarahan.
5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.
6. Baringkan / posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Sirkulasi : posisi Trendelenburg pada hipotensi. Perhatikan
warna dan temperature kulit
8. Cegah hiperpireksi :
Jangan memakai botol panas / selimut listrik
Kompres air / air es / alcohol
Kipas dengan kipas angin / kertas
Baju yang tipis / terbuka
Cairan cukup
9. Pemberian cairan : oral, sonde, infuse, maksimal 1500 ml8
Cairan masuk dan keluar diukur per 24 jam
Kurang cairan akan memperberat fungsi ginjal
Kelebihan cairan menyebabkan edema paru
10. Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat,
dan garam.
11. Perhatikan kebersihan mulut.
12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi.13.
Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
14. Perawatan mata : hindari trauma, tutup dengan kain / kasa
lembab
15. Perawatan anak :
Hati hati aspirasi, isap lendir sesering mungkin
Letakkan posisi kepala sedikit rendah
Posisi diubah cukup sering
Pemberian cairan dan obat harus hati hati
B. Pemberian obat anti malaria1,8,9,13,14Diperlukan obat yang
daya bunuh parasite secara cepat dan bertahan cukup lama di darah
untuk segera menurunkan derajat parasitemi. Oleh karena itu dipilih
pemakaian obat parenteral (intravena / per infus / intramuskuler)
yang efeknya cepat dan kurang menyebabkan resistensi.
1. Derivat Artemisin
a. Artesunate
Bentuk puder, dikemas dengan pelarutnya, diberikan secara
i.v/i.m (sama adekuat); menurunkan mortalitas 34.7% secara absolute
dibandingkan kina (mortalitas quinine 22% dan mortalitas artesunate
15%), efek hipoglikemi yang kurang dan efek kardiotoksik yang
minimal. Dosis : 2.4mg/kgbb, diberikan setiap 12 jam sampai
penderita sadar atau membaik. Bila sadar diganti menjadi oral
dengan dosis : 2mg/kgbb sampai hari ke 7. Untuk mencegah rekrudensi
digunakan klindamisin 2x150mg/hari selama 7 hari.
b. Artemeter
Dalam larutan minyak dan diberikan i.m, memberikan respon cukup
baik yang tidak berbeda jauh dengan kina; kurang menyebabkan
hipoglikemi. Dosis : 3.2mg/kgbb i.m dosis loading dibagi 2 dosis
(tiap 12 jam), diikuti 1.6mg/kgbb/24 jam selama 4 hari. Artemeter
i.m mempercepat hilangnya parasite tetapi memperpanjang masa koma
dan tidak berbeda mortalitasnya dengan pengobatan kina.
c. Artemisin
Bentuknya suppositoria (yang lain : artesunat, dihidroartemisin)
yang dapat dipakai sebagai obat anti malaria berat khususnya pada
anak anak, kasus muntah muntah atau keadaan lain yang tidak
memungkinkan pemberian parenteral. Artesunat suppositoria sama
efektifnya dengan pengobatan parenteral.
2. Kina (kina HCl / Kinin Antipirin)
Kina sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif
sebagai skizontosida maupun gametosida. Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.falciparum
yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan dengan cepat per
infuse (i.v) dan cukup aman.Cara peberian dan dosis :
a. Dosis loading 20mg/kgbb kina HCl dalam 100 200 ml Dextrose 5%
(atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dilanjutkan 10mg/kgbb dalam 200ml
dextrose 5% dalam 4 jam, selanjutnya dosis sama tiap 8 jam. Bila
sudah sadar, diberikan peroral dengan dosis 3x10mg/kgbb tiap 8 jam
selama 7 hari dihitung dari hari pertama pemberian parenteral.
Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah
mendapatkan kina atau meflkuin 24 jam sebelumnya, pada usia lanjut,
dan bila EKG dijumpai pemanjangan !-Tc interval atau aritmia.
b. Dosis tetap 10mg/kgbb
c. Dapat diberikan intramuskuler bila tidak mungkin melalui
infus. Dosis loading 20mg/kgbb terbagi di 2 tempat suntikan,
diikuti dengan 10mg/kgbb tiap 8 jam sampai penderita dapat minum
peroral.
3. Kinidin8Merupakan isomer dari kina yang cukup aman dan
efektif sebagai anti malaria dengan dosis loading 15 mg basa/kgbb
dilarutkan dalam 250 ml cairan isotonis dalam 4 jam, diteruskan 7.5
mg basa/kgbb dalam 4 jam, tiap 8 jam, dilanjutkan peroral setelah
sadar. Dengan catatan, klinidin efektif bila sudah resisten
terhadap kina, tetapi lebih toksik daripada kina dan menimbulkan
hipoglikemi.Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian
kina :
Kina tidak diberikan intravena (i.v) bolus karena efek toksik
pada jantung dan saraf. Jika harus diberikan i.v caranya diencerkan
dengan 30 50 ml cairan isotonus dan diberikan i.v lambat (dengan
pompa infus) selama 30 menit.
Pemberian Kina dapat diikuti dengan hipoglikemi karenanya perlu
diperiksa gula darah / 8jam.
Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, dan atau
penderita dengan gangguan fungsi ginjal dosis dapat diturunkan
setengahnya (30 50%)
Pemberian dosis loading memerlukan pengamatan
4. Klorokuin
Masih efektif terhadap P.falciparum. Keuntungannya tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dengan
meluasnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini sudah jarang
dipakai untuk pengobatan malaria berat.
Dosis loading : klorokuin 10mg basa/kgbb dilarutkan 500 ml
cairan isotonis diberikan dalam 8 jam dan dilanjutkan dengan dosis
5 mg basa/kgbb per infus selama 8 jam diulang 3 kali (dosis total
25mg/kgbb selama 32 jam)
Bila cara i.v per infus tidak mungkin, diberikan secara intra
muskuler atau sub-kutan dengan cara :
3,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 6 jam interval atau
2,5 mg/kgbb klorokuin basa tiap 4 jam
Bila penderita sudah dapat minum obat pengobatan parenteral
segera diberikan; biasanya setelah 2x pemberian parenteral.
Exchange transfusion (transfusi ganti)2,3,12,13
Tindakan transfusi ganti dapat menurunkan secara cepat pada
keadaan parasitemia. Pada malaria berat tindakan transfusi ganti
berguna untuk : mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan
kadar toksit hasil parasite dan metabolismenya (sitokin &
radikal bebas). Sebagai pengobatan alternatif untuk
kegawatdaruratan, transfusi ganti menurunkan beban parasite secara
cepat dan efektif, menghilangkan substansi yang beracun, mengurangi
endapan pada mikrosirkulasi, dan meningkatkan kapasitas membawa
oksigen pada darah.
Adanya kemajuan secara klinis setelah transfusi ganti sel darah
merah. Hitung parasite menurun menjadi 30% tanpa komplikasi
berat
2. Parasitemia >10% disertai komplikasi berat lainnya seperti
: malaria serebral, ARF, ARDS, jaundice (bilirubin total >25
mg%) dan anemia berat
3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam
pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal
4. Parasitemia >10% disertai prognosis buruk (missal : lanjut
usia, adanya late stage parasites/skizon di darah perifer)
Pastikan darah transfuse bebas infeksi (malaria, HIV, hepatitis)
dan ada fasilitas untuk melakukan dan memantau prosedur transfusi
ganti.
C. Pemberian cairan dan nutrisi
Pemberian cairan merupakan bagian yang penting dalam penanganan
malaria berat. Pemberian cairan yang tidak adekuat (kurang) akan
menyebabkan timbulnya nekrosis tubuler akut. Sebaliknya pemberian
cairan yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru.13
Sebagian penderita malaria berat sudah mengalami sakit beberapa
hari lmanya sehingga mungkin intake sdah berkurang, penderita juga
sering muntah muntah, dan bil ademam tinggi akan memperbaerat
keadaan dehidrasi. Pemberian cairan hendaknya diperhitungkan lebih
tepat, misalnya : cairan maintenance diperhitungkan berdasar berat
badam, untuk 30 ml/kgbb; dehidrasi ringan ditambah10%, dehidrasi
sedang ditambah 20% dan dehidrasi berat ditambah 30%. Setiap
kenaikan suhu 10oC ditambah 10%.13
Monitoring pemberian cairan lebih akurat bila terpasang CVP line
yang tidak selalu dapat dikalukan di fasilitas kesehatan tingkat
puskesmas/RS kabupaten. Pemberian cairan dibatasi 1500/24 jam untuk
menghindari edema paru; yang sering dpakai ialah Dextrose 5% untuk
menghindari hipoglikemi khususnya pada pemberian kina. Bila kadar
elektrolit (natrium) dapat diukur, dipertimbangkan pemberian
NaCl.13D. Penanganan kerusakan/gangguan fungsi organ13
Tindakan / pengobatan tambahan pada malaria serebralKejang
merupakan salah satu komplikasi malaria serebral. Penanganan /
pencegahan kejang penting untuk menghindari aspirasi.
Caranya dapat dipilih di bawah ini :
Diazepam : i.v. 10 mg; atau intra-rektal 0,5-1,0 mg/kgbb
Paraldehid : 0,1 mg/kgbb
Klormetizol (bila kejang berulang) dipakai 0,8% larutan infus
sampai kejang hilang
Fenitoin : 5 mg/kgbb i.v. diberikan selama 20 menit
Fenobarbital : diberikan 3,5 mg/kgbb (untuk umur di atas 6
tahun) mengurangi resiko konvulsi.
II.9 Prognosis
Prognosis buruk dengan tingkat kematian yang tinggi bila tidak
dirawat. Walaupun dengan pengobatan, 15% dari anak anak dan 20%
dari dewasa yang menjadi malaria serebral meninggal.1,12,13 Delapan
puluh persen dari kematian terjadi pada 24 jam pertama saat
penatalaksanaan.4 Bagaimanapun juga, bila didiagnosis sedini
mungkin dan dirawat dengan baik, prognosisnya akan baik.
II.10 Pencegahan
Pencegahan terjadinya malaria serebral adalah dengan mencegah
terjadinya malaria itu sendiri. Untuk mencegah malaria, dilakukan
tindakan sebagai berikut14 :
1. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi
(reservoir)Dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan
obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual
sehingga gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah
penderita.2. Memberantas nyamuk sebagai vector malaria
Menghilangkan tempat tempat perindukan nyamuk
Singkirkan tumbuhan air yang menghalangi saliran air
Melancarkan aliran saluran air
Menimbun lubang lubang yang mengandung air
Membunuh larva atau jentik
Menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke air (cara
sederhana)
Memakai insektisida
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan kepala timah)
Memelihara crustacea kecil pemangsa jentik (Genus
Mesocyclops)
Memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensisMembunuh nyamuk
dewasa
Menggunakan insektisida, dengan cara disemprotkan3. Melindungi
orang yang rentan dan beresiko terinfeksi malaria
a. Mencegah gigitan nyamuk
Dengan memasang kasa pada pintu, jendela, dan lubang angin;
memakai repellent; memasang kelambu pada tempat tidur.
b. Memberikan obat obat untuk mencegah penularan malariaBAB
III
RANGKUMAN DAN SARAN
III.1 Rangkuman
Malaria serebral adalah saah satu komplikasi yang sering terjadi
pada malaria falsiparum berat. Biasanya terjadi pada anak berusia
di atas 18 bulan. Total rata rata kematian adalah 9%. Malaria
serebral biasa terjadi diantara anak anak dengan presentasi sel
darah merah terinfeksi yang tinggi.
Menurut WHO, malaria serebral dapat ditemukan pada penderita
yang mempunyai gejala, terdapat seksual P.falsiparum pada darah
tepi, dan tidak adanya penyebab ain dari encephalopathy.
Gejala yang lain adalah adanya riwayat demam, Blantyre coma
score (BCS) 2, penurunan kesadaran, kejang berulang (sering terjadi
mendahului penurunan kesadaran dan koma), sakit kepala, adana tanda
rangsang meningeal, pstur abnormal, perubahan pada pupil, terdapat
reflex kornea, pernapasan Chene-Stokes atau Kussmaul, pandangan
yang abnormal, perdarah retina, papiledea (sebagai indicator dari
hasil yang buruk), peningkatan tekanan intracranial (menjadi faktor
resiko kematian atau neurologic sekuele yang berat).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain sediaan
apus darah dengan pewarnaan Giemsa, tes HRP2, lumbal pungsi dan CT
Scan.
Prinsip penanganan malaria berat antara lain: tindakan umum /
tindakan perawatan, terhadap parasitemianya dengan pemberian obat
anti malaria dan Excange transfusion (transfuse ganti), pemberian
cairan / nutrisi, penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang
mengalami komplikasi yaitu pada malaria serebral diberikan
pengobatan tambahan terhadap kejang yang menjadi komplikasi dari
malaria serebral.
Kejadian malaria berat masih merupakan ancaman karena
mortalistasnya masih bervaiasi dari 10-50% tergantung dari
kemampuan diagnosis dan pelayanan kesehatan untuk pengobatan yang
adekuat.
III.2 Saran
Mengingat penularan malaria adalah dengan gigitan nyamuk yang
telah memiliki gametosit yang didapat dari penderita lain, maka
resiko untuk terkena infeksi malaria ini dapat diperkecil, antara
lain dengan cara mengobati penderita malaria secepatnya, agar
gametosit tidak sempat terbentuk, sehingga saat nyamuk menghisap
darah penderita, nyamuk tidak mendapatkan gametosit dan tidak
menularkan kepada orang lain. Kemudian memberantas nyamuk,
melindungi diri sendiri dengan mencegah tergigit nyamuk, pemberian
kemoprofilaksis sebelum bepergian ke tempat daerah endemis.DAFTAR
PUSTAKA
1. Depkes RI. Gebrak Malaria dalam Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria Di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta. 2008. P.1-50.2. John CC, Idro RI. Cerebral Malaria in
Children. Medscape. 2003. Home website
http://www.medscape.com/viewarticle/448705 3. Boctor F.N : Red
Blood Cell Exchange Transfusion as an Adjunct Treatment for Severe
Pediatric Falciparum Malaria, Using Automate or Manual Procedures.
Pediatrics. 15 September 2005. Home website
http://www.pediatrics.aappublications.org/cgi/content/ull/116/4/e5924.
Dzeing-Ella A, Obiang PNC, Tchoua R, Planche T, Mboza MB, Mboja M,
Muller-Roemer U, Jarvis J, Kendjo E, Ngou-Milarna, Kremsner PG,
Krishna S, Kombila M. Severe Falciparum Malaria in Gabonese
Children : Clinic and Laboratory Features. Malaria Journal. 9
January 2005. Home website
http://www.malariajournal.com/content/4/1/15. Idro R, G. Otieno, S.
White, A. Kahindi, G. Fegan, B. Ogutu, S. Mithwani, K. Maitland,
BGR Neville, CRJC Newton : Decorticate, Decerebration, and
Opisthotonic Posturing and Seizure in Kenyan Children with Cerebral
Malaria. Malaria Journal. 7 Desember 2005. Home website
http://malariajournal.com/content/4/1/576. Lackner P, R Beer, R
Helbok, G Broessner, K Engelhardt, C Brennies, E Schmutzhard, K
Pfaller. Scanning Electron Microscopy of The Neuropathology of
Murine Cerebral Malaria. Malaria Journal. 24 November 2006. Home
website http://www.malariajournal.com/content/5/1/1167. Lubis H.
Malaria Serebral Ringan dalam Dexa Medica. Vol. 18 No. 2. April
Juni 2005. P. 45-9
8. John CC, Krause PJ. Malaria (Plasmodium) in : Nelson Textbook
of Pediatrics. 19th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011.
P.2259-69
9. Rudolph DC, Rudolph AM. Malaria In Rudolph Pediatrics, 21st
Edition. McGraw-Hill, 2003. P.1136-43
10. Boewono TD, Ristiyanto. Studi Bioekologi Vektor Malaria di
Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dalam Buletin
Penelitian Kesehatan. Vol 33 no.2. 2005. P. 62-72
11. Permanasari I. Ancaman Parasit dari Monyet dalam Hari
Malaria Sedunia : Ilmu Pengetahuan & Teknologi. Kompas:
Jakarta, 26 April 2011; p. 13
12. Mohanty S, Patel DK, Pati SS, Mishra SK. Adjuvant therapy in
cerebral malaria. Review Article: Indian J Med Res 124, September
2006; p. 245-60
13. Harijanto P.N. : Perubahan Radikal dalam Pengobatan Malaria
di Indonesia dalam Cermin Dunia Kedokteran. No. 152. 2006 :
30-6
14. Emilio VP, Bronze MS. Malaria. Medscape. Updated Mar 14,
2014. Home website
http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview REFERAT
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN RSAL Dr. MINTOHARDJO
MALARIA SEREBRAL
Oleh
Boy Sandy Sunardhi
NIM. 03009048
Pembimbing
Dr. Suarman Abidin, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMKITAL Dr. MINTOHARDJO
PERIODE 27 OKTOBER 3 JANUARI 2015
JAKARTA
Jakarta, November 2014
Penulis
2