njungtivitis Vernalis
Konjungtivitis Vernalis
Edelyn Christina
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan
dunia luar. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat
diakibatkan oleh infksi bakteri seperti pada konjungtivitis
gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum
contagiosum.1 Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan
dengan mata berair, sampai konjungtivitis berat dengan banyak
sekret purulen kental.2
Konjungtivitis vernalis yang juga dikenal sebagai catarrh musim
semi dan Konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau,
merupakan penyakit alergi bilateral yang jarang. Penyakit ini
biasanya mulai pada tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama
5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan.2Alergen spesifik sulit dilacak, tetapi
biasanya pasien dengan konjungtivitis vernal menampilkan reaksi
alergi lainnya, yang diketahui berhubungan dengan sensitifitas
terhadap serbuk sari. Penyakit ini lebih jarang terjadi didaerah
beriklim sedang dibanding hangat, dan hampir tidak ada didaerah
dingin.2PEMBAHASANAnatomi
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (Konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (Konjungtiva Bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.3
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior
tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan
inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris.3
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di
forniks dan melipat berkali-kali (plica semilunaris). Lipatan
tersebut memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
sekretorik konjungtiva. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada
kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di limbus, yang
merupakan tempat penyatuan konjungtiva dan kapsul tenon sepanjang
3mm.3
Gambar 1 : Anatomi konjungtiva
Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan
sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel
epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus tersebut mendorong inti sel goblet ke tepi,
dan diperlukan untuk disperse lapisan air mata prakornea secara
merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibanding sel-sel
superfisial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen.3Stroma
konjungtiva dibagi menjadi satu lapis adenoid (superfisial) dan
satu lapis fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa stratum germinativum. Lapisan adenoid tersebut tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung dan melekat pada lempeng
tarsus. Lapisan fibrosa tersebut tersusun longgar pada bola
mata.3Didalam stroma terdapat kelenjar lakrimal asesorius (
kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip
kelenjar lakrimal. Sebagian besar kelenjar Krause terletak di
forniks atas, dan sisanya di forniks bawah. Kelenjar wolfring
terletak di tepi atas tarsus atas.3Perdarahan dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri ciliaris anterior
dan arteri palpebralis. Kedua arteri tersebut beranastomose dengan
bebas dan bersama vena konjungtiva membentuk jarring vaskular
konjungtiva. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
pertama Nervus Trigeminus (N.V), dimana saraf ini memiliki serabut
nyeri yang relatif sedikit.3KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum. Gejala
penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu
sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh disekeliling mata,
gatal, dan fotofobia. Sensasi benda asing sering dihubungkan dengan
edema dan hipertrofi papil yang biasanya menyertai hyperemia
konjungtiva, dan rasa nyeri biasanya terjadi jika sudah mengenai
kornea. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.2
Tanda-tanda penting pada konjungtivitis adalah hiperemia, mata
berair, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis,
folikel, pseudomembran dan membrane, granuloma, dan adenopati
pre-aurikel.KONJUNGTIVITIS VERNALDefinisiKonjungtivitis vernalis
merupakan konjungtivitis yang terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas humoral segera (Tipe I) yang rekuren dan mengenai
kedua mata. Penyakit ini cenderung mengenai anak kecil dan dewasa
muda.2EpidemiologiKonjungtivitis vernalis biasanya mulai pada
tahun-tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Penyakit
ini lebih banyak menyerang anak laki-laki dibandingkan perempuan,
dan lebih banyak ditemukan didaerah beriklim hangat, seperti daerah
afrika, dan timur tengah.2Etiologi dan Foktor Predisposisi
Alergen spesifik yang berperan pada terjadinya penyakit
konjungtivitis vernal sulit dilacak, tetapi biasanya terdapat
riwayat alergi pada keluarga, dan terkadang disertai riwayat alergi
pada pasien itu sendiri. Secara luas penyebab penyakit ini dapat
dibagi menjadi 2 yaitu eksogen (pollen) dan endogen (sinar
ultraviolet). 2,4Klasifikasi
Konjungtivitis vernal memiliki tiga bentuk klinis yaitu
palpebra, limbal, dan gabungan 5 :
Bentuk Palpebra : terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Konjungtiva tarsal tampak pucat dan menampilkan papil raksasa mirip
batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal dengan atap
rata dan mengandung berkas kapiler. Papil tersebut diliputi secret
mukoid, disebut juga sebagai gambaran cobble stone appearance.2,5
Bentuk limbal berupa pembengkakan gelatinosa yang terlihat di
limbus superior. Sebuat pseudogerontoxon (kabut serupa busur)
sering terlihat pada kornea dekat papil limbus.2 Disekitar limbus
terlihat konjungtiva bulbi menebal, berwarna putih susu,
kemerah-merahan seperti lilin (bintik tranta) pada pasien yang
mengalami fase aktif konjungtivitis vernal.6 Ditemukan banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas dalam bintik tranta.2
Gabungan : bentuk klinis konjungtivitis vernalis berupa bentuk
palpebra dan limbal yang terjadi secara bersamaan.2,5Gambar 2
:Papil pada konjungtiva tarsal superior (Dari pustaka No.7)
Gambar 3 : Trantas dot (Dari pustaka No.7)
PatofisiologiPerubahan struktur konjungtuva pada penyakit
konjungtivitis vernal sangat erat kaitannya dengan reaksi inflamasi
yang didominasi oleh gabungan reaksi hipersensitivitas tipe I dan
tipe IV. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi
tipe cepat yang dimediasi oleh IgE. Reaksi tersebut terjadi pada
individu yang sudah terpapar antigen spesifik. Paparan berulang
antigen menstimulasi aktivasi sel mast oleh IgE, sehingga sel mast
mengeluarkan mediator-mediator inflamasinya. Hal tersebut berbeda
dengan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang disebut juga sebagai
cell-mediated immunity yang dimediasi oleh sel limfosit T, dan
terjadi 48 jam setelah paparan terhadap antigen.5Konjungtivitis
vernal merupakan reaksi alergi kronik yang umumnya dimediasi oleh
sel limfosit Th2, yang memiliki peranan pada terjadinya ekspresi
berlebihan sel mast, eosinofil, neutrofil, Th2-derived cytokines,
chemokins, molekul adhesi, growth factors, fibroblast, dan
limfosit. IL-4 dan IL-13 juga berperan dalam terbentuknya papil
dengan menginduksi produksi matriks ekstraselular dan proliferasi
fibroblast konjungtiva.5Pada konjungtiva akan dijumpai hyperemia
dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat diikuti hyperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat
yang tidak terkendali. Kondisi tersebut diikuti hyalinisasi dan
terbentuknya deposit konjungtiva sehingga terbentuk gambaran cobble
stone appearance. Jaringan ikat berlebihan tersebut memberikan
warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram.5
Hipertrofi papil konjungtiva tidak jarang menyebabkan ptosis
mekanik dan dalam kasus yang berat disertai keratitis yaitu berupa
keratitis epithelial vernbalis atau ulkus kornea superfisial, serta
erosi epitel kornea.6Limbus konjungtiva juga memberikan perubahan
akibat vasodilatasi dan hipertrofi yang memberikan lesi fokal. Pada
tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi yang akhirnya menimbulkan gangguan dalam kualitas
maupun kuantitas sel limbus.5Gambaran HistopatologisTahapan awal
yang terjadi pada konjungtivitis vernal adalah pembentukan
neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis
sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta diantara papil
serta pseudomembran milky white. Neovaskularisasi dan pembentukan
papil diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, dan
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma,
sel mast, eosinofil, dan basofil pada konjungtiva yang berperan
dalam pembentukan papil fibrovaskular.4Pada epitel konjungtiva akan
terjadi hiperplasi, yang pada perjalanan selanjutnya akan terjadi
hipertrofi sampai atrofi. Hiperplasia jaringan ikat yang meluas
menyebabkan terbentuknya giant papil. Hipertropi epitel yang
terjadi kemudian menyebabkan terbentuknya sel epitel yang edematous
dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil,
lapisan epitel akan mengalami atrofi diapeks sampai hanya tinggal
satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi. Pada
stroma epitel terjadi degenerasi hyaline. Sekret mukoid yang
terbentuk merupakan kumpulan mucus, sel epitel, dan eosinofil.4Pada
limbus terjadi perubahan berupa penebalan lapisan gelatin dengan
injeksi vaskular, serta pertumbuhan epitel yang hebat dan bersifat
meluas. Trantas dot yang terjadi sebagian besar terdiri atas
eosinofil, dan debris selular.4 Tanda dan GejalaPasien umumnya
mengeluh sangat gatal dengen kotoran mata berserat-serat. Biasanya
terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever, eksim), dan
terkadang disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva
tampak putis susu, dan terdapat banyak papil halus dikonjungtiva
tarsal inferior. Konjungtiva tarsal superior sering memiliki papil
raksasa mirip batu kali (cobblestone appearance). Setial papil
raksasa berbentuk poligonal , dengan atap rata, dan mengandung
berkas kapiler.2Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dengan
pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus,
terutama pada orang negro keturunan afrika, lesi paling mencolok
terdapat di limbus, yaitu berupa pembengkakan gelatinosa (papil).
Dapat terlihat bintik-bintik putih pada limbus (trantas dot) pada
pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Sering
terlihat Mikropanus pada keratokonjungtivitis palpebra dan
limbus.Dapat disertai keratokonus.2Selain rasa pengeluaran sekret
dan gatal yang sangat, pasien juga mengalami epifora, serta
fotofobia. Fotofobia dapat dirasa cukup berat sehingga pasien
merasa lebih nyaman berasa ditempat gelap. Sensasi benda asing
dirasakan pasien sebagai akibat dari permukaan konjungtiva yang
irregular dan pengeluaran sekret mukoid. Adanya rasa sakit pada
mata yang dirasakan pasien mengindikasikan perlibatan kornea yang
dapat berupa keratitis pungtata superfisial, erosi epitel, ulkus,
dan plak.8Diagnosis Diagnosa konjungtivitis vernal ditegakkan
berdasarkan tanda dan gejala klinis, serta hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa kerokan
konjungtiva untuk mempelajari gambaran histopatologis. Hasil
pemeriksaan akan menunjukkan gambaran eosinofil yang cukup banyak
dengan granula-granula bebas eosinofilik, serta basofil dan granula
basofilik bebas.4Diagnosa Banding
Untuk menentukan diagnosa konjungtivitis, perlu diketahui
perbedaan klinis dari masing-masing etiologi konjungtivitis secara
umum2 :
Tabel 1 : Tanda konjungtivitis dan perbedaan jenis
konjungtivitis umum (dari pustaka No.2)
Konjungtivitis vernal didiagnosa banding dengan konjungtivitis
atopik, Trakoma, superior limbic keratoconjunctivitis, Giant
papillary conjunctivitis, dan keratokonus.9Konjungtivitis
Atopik
Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, sekret mukoid,
merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritematous, konjungtiva
putih susu, terdapat papil halus (papil raksasa kurang nyata
dibandingkan keratokonjungtivitis vernal) terutama di tarsal
inferior.2
Keterangan : VKC : Vernal Keratoconjunctivitis; AKC : Atopic
Keratoconjunctivitis
Tabel 2 : perbedaan keratokonjungtivitis vernal dan
keratokontungtivitis atopik (dari pustaka No.9)Konjungtivitis viral
kronik
Berupa keratokonjungtivitis molluscum contagiosum. Terlihat
nodul moluskum yang dapat single atau multiple pada tepian atau
kulit palpebra dan alis mata. Lesi khas dengan bentuk bulat,
berombak, putih mutiara, noninflamatorik, dengan bagian pusat yang
menekuk kedalam. Dapat menimbulkan konjungtivitis folikular kronik
unilateral (terutama di tarsus superior), keratitis superior, dan
panus superior, juga terlihat adanya sekret mukoid.2,7Trakoma
Merupakan penyakit kronik bilateral yang disebabkan oleh
klamidia. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung atau benda
pencemar, umumnya dari anggota keluarga yang lain.2Dimulai sebagai
suatu konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak, yang
berkembang hingga terbentuknya parut konjungtiva
(patognomonik-sumur Herbert, depresi kecil pada jaringan ikat
dibatas limbus-kornea yang ditutupi epitel). Pada saat timbulnya,
trakoma sering menyerupai konjungtivitis bakterial. Tanda dan
gejala bisanya terdiri dari epifora, fotofobia, nyeri, eksudasi,
edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hiperemia, hipertrofi
palpilar, folikel tarsal dan limbal (superior), keratitis superior,
pembentukan pannus, nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan.2
(a) (b)
Gambar 4 : jaringan parut konjungtiva (a) dan sumur Herbert (b)
(diambil dari pustaka No.7)
Gambar 5 : Trikiasis dan keratopati (diambil dari pustaka
No.7)
Superior Limbic Keratoconjunctivitis
Umumnya bilateral, terbatas pada tarsus superior dan limbus
superior, dan berhubungan dengan fungsi abnormal kelenjar tiroid.
Keluhan utama biasanya berupa iritasi dan hyperemia. Penyakit ini
ditandai dengan hipertrofi papilar tarsus superior, kemerahan pada
konjungtiva bulbaris superior, penebalan dan keratinisasi limbus
superior, keratitis epithelial, filament cornea superior. Sel
epitel berkeratin mengambil zat warna Bengal rose sehingga pada
pulasan Bengal rose menampilkan warna kemerahan.2,7Giant papillary
conjunctivitis
Tanda dan gejalanya mirip dengan konjungtivitis vernal, dan
dapat dijumpai pada parien pengguna lensa kontak atau mata buatan
dari pelastik.2Komplikasi
Komplikasi yang timbul dapat merupakan akibat dari perjalanan
penyakitnya atau efek samping pengobatan yang diberikan. Bila
proses penyakit meluas ke kornea dapat terjadi ulkus kornea
superfisial yang pada akhirnya berakibat terbentuknya parut kornea,
keratokonus, dan astigmatisme miopi sebagai akibat dari
keratokonus. Selain itu, dapat juga terjadi komplikasi berupa
blefaritis dan konjungtivitis stafilokokus.2,7
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang sebagai pengobatan
konjungtivitis vernal dapat menyebabkan terjadinya glaucoma,
katarak, dan infeksi bakteri sekunder.2Penatalaksanaan
Karena keratokonjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang
sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), perlu diingat
bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat member
perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberi kerugian jangka
panjang.2Tindakan umum :
Menghindari allergen : menghindari daerah berangin kencang,
memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin (climate-therapy),
menggunakan kacamata berpenutup total, dll.2,10 Menghindari
kegiatan menggosok mata.10 Kompres dingin : menurunkan vasodilatasi
dan dapat memperbaikin gejala sementara.10 Air mata buatan
(artificial tears) 2-4 kali sehari dapat membantu menghilangkan
allergen serta berfungsi untuk lubrikasi mata.10 Penggunaan ruangan
ber-AC dapat membuat pasien merasa nyaman.2Medikasi Topikal :
Kortikosteroid : mungkin dibutuhkan pada fase akut. Ketika
gejala sudah membaik, sebaiknya secara perlahan diberhentikan dan
terapi diganti dengan antihistamin dan penstabil sel mast.
Penggunaan jangka panjang steroid dapat menimbulkan efek sampaing
katarak, glaucoma, dan peningkatan resiko terjadinya infeksi, oleh
karnanya perlu pemeriksaan berkala.10 Antihistamin : secara
competitive mengikat reseptor histamine dan mengurangi rasa gatal
dan vasodilatasi. Levocabastine Hydrocloride 0.05%, Azelastine
Hydrocloride 0.05%, Emedastine difumarate 0.05 % merupakan beberapa
jenis antihistamin yang sering dipakai untuk konjungtivitis
alergi.11 Penstabil sel mast : bekerja dengan menghambat degradasi
sel mast sehinggal menurunkan pengeluaran substansi inflamatorik.
Sodium cromolyn 4%, lodoxamide tromethamine 0.1%, merupakan obat
pilihan untuk terapi keratokonjungtivitis vernal.10 Obat
Antiinflamasi Nonsteroid : Bekerja dengan menghambat aktivitas
siklooksigenase, yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Ketorolac
tromethamine 0.5% merupakan pilihan.11 Imunosupresan : Cyclosporine
2% efektif untuk kasus berat yang tidak responsive.2 Antibiotik
broad spectrum topical dapat digunakan sebagai terapi profilaksis
pada konjungtivitis yang menyertai kornea Mucolitic agent : Asetil
sistein 10-20% dalam larutan saline dapat digunakan untuk
menghilangkan sekresi mucus.10Medikasi sistemik :
Kortikosteroid sistemik : prednisolone dan deksametasone
misalnya dapat digunakan untuk keratokonjungtivitis vernal pada
kasus yang parah.11 Ketika gejala membaik, sebaiknya penggunaan
dihentikan dan dilanjutkan dengan pemberian vasokonstriktor,
kompres dingin, dan penggunaan tetes mata yang memblok histamine.2
Antihistamin sistemik : Acetyl salicylic acid 0.5-1.0 gram / hari
dapat dipertimbangkan penggunaannya bila gejala masih terasa
setelah penggunaan antialergi topical yang cukup.DAFTAR PUSTAKA1.
Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2010 : 121-23.2. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum
Edisi ke-17, Jakarta : EGC, 2009 : 97-114.
3. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum Edisi ke-17, Jakarta :
EGC, 2009 : 5 6.4. Conjunctival pathology. Available at :
http://one.aao.org/asset.axd?id=0f07bdf8-3b02-4468-ab72-10fedef22364
5. Italian Journal of Pediatric. Allergic Conjunctivitis : A
comprehensive review of the literature, Updated : 2013, Available
at : http://www.ijponline.net/content/pdf/1824-7288-39-18.pdf 6.
Wijana, Nana. Ilmu penyakit mata, Konjungtiva : 46-597. Kanski JJ
dan Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systemic Approach. 7th
edition. USA: Elsevier Saunders; 2011.8. Bonini, Stefano, dkk.
Allergic conjunctivitis : Update on its pathophysiology and
perspectives for future treatment, Updated : 2009, Available at :
http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9784431883166-c1.pdf?SGWID=0-0-45-725907-p173848471
9. Ventocilla, Mark. Allergic Conjunctivitis. Updated : sept, 17
2012. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview
10. Goodwin, Dennise; Ericson, Dina. Management of Ocular
Allergies, Pacific university Oregon, Available at :
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/ManagementofOcularAllergies.pdf
11. Optometric Clinical Practice Guideline, Care of the Patient
with Conjungtivitis 2nd edition, American Optometric Association.
2010. Available at : http://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara