Top Banner
REFERAT KOLESTEATOMA DISUSUN OLEH : Mahfira Ramadhania 2010730066 DOKTER PEMBIMBING: dr. Sondang BRS, Sp.THT, MARS KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN
73

Referat - Kolesteatoma

Oct 03, 2015

Download

Documents

Yasdika Imam

kolesteatoma word
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

REFERATKOLESTEATOMA

DISUSUN OLEH:Mahfira Ramadhania2010730066

DOKTER PEMBIMBING:dr. Sondang BRS, Sp.THT, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THTRUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJURPROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2014

iii

13

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiDAFTAR GAMBARiiiDAFTAR TABELivBAB I PENDAHULUAN1A.Latar Belakang1B.Batasan Masalah2C.Tujuan Penulisan2D.Metode Penulisan2BAB II TINJAUAN PUSTAKA3A.Anatomi Telinga31.Telinga Luar32.Telinga Tengah43.Telinga Dalam7B.Fisiologi Telinga81.Fungsi Telinga82.Fisiologi Pendengaran103.Fisiologi Keseimbangan11C.Penyakit pada Telinga13D.Kolesteatoma151.Definisi152.Epidemiologi163.Patogenesis dan Klasifikasi164.Presentasi Klinis195.Pemeriksaan Pencitraan216.Penatalaksanaan227.Komplikasi388.Prognosis39BAB III KESIMPULAN DAN SARAN41DAFTAR PUSTAKA42

i

DAFTAR GAMBARGambar 1. Anatomi telinga3Gambar 2. Kavum Timpani5Gambar 3. Organ telinga dalam7Gambar 4. Skala vestibuli, skala media, dan skala timpani8Gambar 5. Mekanisme penjalaran impuls suara di telinga11Gambar 6. Klasifikasi Otitis media13Gambar 8. Kolesteatoma kongenital16Gambar 9. Kolesteatoma pada daerah atik.17Gambar 10. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma21Gambar 11. Mastoidektomi23Gambar 12. Tipe-tipe timpanoplasti32

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan OMSK benigna dan OMSK maligna15Tabel 2. Distribusi kuman dari kavum timpani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatoma19Tabel 3. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh925

iv

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangKolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal. Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya, abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruh awal abad ke-20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebuah pendekatan baru diperkenalkan oleh William dan Howard Otologic DPR Medical Group . Bedah anatomi wajah digambarkan dan dijelaskan oleh William House, MD, seorang perintis ahli penyakit telinga dari abad ke-20. Operasi melalui reses wajah menghasilkan akses ke telinga tengah melalui tulang mastoid tanpa menghapus dinding kanal posterior. Dengan teknik ini, kolesteatoma dapat dihilangkan tanpa menghancurkan dinding kanal posterior.1Seiring waktu, semakin banyak ahli bedah berusaha untuk membiarkan dasar-dasar struktur anatomi telinga dan tulang temporal tetap utuh dengan menjaga keutuhan dinding kanal. Paham yang berupaya untuk menjaga anatomi di dekat telinga tetap normal mengundang kontroversi besar. Para ahli bedah cenderung untuk memilih antara teknik lama canal wall-down atau filosofi baru yaitu, canal wall-up.Selama dua dekade terakhir, sebagian besar ahli bedah otologi mengambil jalan tengah. Kebanyakan ahli bedah otologi di Amerika Serikat sekarang melakukan kedua teknik tersebut, memilih satu atau yang lain dari operasi ini tergantung pada keadaan individual pasien masing-masing.B. Batasan MasalahReferat ini membahas mengenai kolesteatoma dengan komplikasinya meliputi anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.C. Tujuan PenulisanTujuan penulisan referat ini selain untuk memenuhi tugas ilmiah kepaniteraan stase ilmu THT adalah untuk memahami mengenai anatomi dan fisiologi telinga, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi kolesteatoma.

D. Metode PenulisanReferat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi TelingaAuris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Auris berfungsi ganda : untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Membran timpani memisahkan auris eksterna dari auris media atau kavum timpani. Tuba auditiva (tuba Eustachius) menghubungkan telinga dengan nasofaring.Gambar 1. Anatomi telinga

1. Telinga Luar1Telinga luar terdiri aurikula, meatus akustikus eksernus, dan membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang rawan tersebut. sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posterior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.Batas-batas MAE antara lain;Anterior : Fossa mandibular, parotis Posterior: MastoidSuperior: Resessus epitimpanikum, kranialInferior: Parotis

2. Telinga Tengah2Auris media terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Auris media terdiri dari kavum timpani, yakni rongga yang terletak langsung di sebelah dalam membran timpani, dan recessus epitimpanikus. Ke depan auris media berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva. Ke arah posterosuperior kavum timpani berhubungan dengan cellulae mastoidea melalui antrum mastoideum. Kavum timpani dilapisi membran mukosa yang bersinambungan dengan membran mukosa pelapis tuba auditiva, cellulae mastoidea, dan antrum mastoideum. Di dalam auris media terdapat : Ossikula auditoris (malleus, incus, stapes) Muskulus stapedius dan muskulus tensor timpani Korda timpani, cabang nervus kranialis VII Pleksus timpanikus pada promontorium

a. Dinding-dinding Auris Media (Cavum Timpanica)Auris media yang berbentuk seperti kotak sempit, memiliki sebuah atap, sebuah dasar, dan empat dinding. Atapnya (dinding tegmental) dibentuk oleh selembar tulang yang tipis, yaitu tegmen timpani, yang memisahkan cavum timpanica dari dura pada dasar fossa cranii media. Dasarnya (dinding jugular) dibentuk oleh selapis tulang yang memisahkan cavum timpanica dari bulbus superior vena jugularis interna. Dinding lateral (bagian berupa selaput) dibentuk hampir seluruhnya oleh membrana timpanica; di sebelah superior, dinding ini dibentuk oleh dinding lateral recessus epitimpanicus yang berupa tulang (manubrium mallei terbaur dalam membrana timpanica, dan caput mallei menonjol ke dalam recessus epitimpanicus).Gambar 2. Kavum Timpani

Dinding medial atau dinding labirintal memisahkan kavum timpani dari auris interna. Dinding anterior (dinding karotid) memisahkan kavum timpani dari canalis carotis, pada bagian superior dinding ini terdapat ostium pharyngeum tubae auditoriae dan terusan musculus tensor timpani. Dinding posterior (dinding mastoid) dihubungkan dengan antrum mastoid melalui aditus dan selanjutnya dengan cellulae mastoideus; ke arah anteroinferior antrum mastoideum berhubungan dengan canalis facialis.b. Tuba Auditiva (tuba Eustachius)Tuba auditiva menghubungkan kavum timpani dengan nasopharynx; muaranya disini terdapat di bagian belakang meatus nasalis inferior pada cavum nasi. Bagian sepertiga posterior tuba auditiva terdiri dari tulang dan sisanya berupa tulang rawan. Tuba auditiva dilapisi membran mukosa yang ke posterior sinambung dengan membran mukosa nasopharynx. Tuba auditiva berfungsi sebagai pemerata tekanan dalam auris media dan tekanan udara lingkungan, dan dengan demikian menjamin bahwa membran timpani dapat bergerak secara bebas. Dengan memungkinkan udara memasuki dan meninggalkan cavum timpani, tekanan di kedua sisi membran timpani disamakan.c. Ossicula AuditoriaOssicula auditoria (malleus, incus, dan stapes) membentuk sebuah rangkaian tulang yang teratur melintang di dalam kavum timpani, dari membranan timpanica ke fenestra vestibuli. Malleus melekat pada membran timpani, dan stapes menempati fenestra vestibuli. Incus terdapat di antara dua tulang tersebut dan bersendi dengan keduanya. Ossicula auditoria dilapisi membran mukosa yang juga melapisi cavum timpani.Bagian superior malleus yang agak membulat, yakni caput mallei, terletak di dalam recessus epitimpanicus. Collum mallei terdapat pada bagian membran timpani yang kendur, dan manubrium mallei tertanam di dalam membran timpani dan bergerak bersamanya. Caput mallei bersendi dengan incus, dan tendo musculus tensor timpani berinsersi pada manubrium mallei. Chorda timpani menyilang permukaan medial collum mallei.Corpus incudis yang besar, terletak di dalam recessus epitimpanicus dan disini bersendi dengan caput mallei. Crus longum incudis bersendi dengan stapes, dan crus breve incudis berhubungan dengan dinding posterior cavum timpani melalui sebuah ligamentum. Basis stapedis, tulang pendengar terkecil, menempati fenestra vestibuli pada dinding medial cavum timpani. Capur stapedis yang mengarah ke lateral, bersendi dengan incus.Malleus berfungsi sebagai pengungkit yang lengan panjangnya melekat pada membran timpani. Basis stapedis berukuran jauh lebih kecil daripada membran timpani. Akibatnya ialah bahwa gaya getar stapes 10 kali gaya getar membran timpani. Maka, ossicula auditoris meningkatkan gaya getaran, tetapi menurunkan amplitudi getaran yang disalurkan dari membran timpani.Terdapat dua otot menggerakkan ossicula auditoris dan dengan demikian mempengaruhi membran timpani, yaitu : musculus tensor timpani dan musculus stapedius. Musculus tensor timpani berinsersi di manubrium mallei dipersarafi oleh nervus mandibullaris, menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan membran timpani, dan mempersempit amplitudo getarannya. Ini cenderung mencegah terjadinya kerusakan pada auris interna sewaktu harus menerima bunyi yang keras. Musculus stapedius berinsersi di collum stapedis dipersarafi oleh nervus cranialis VII, menarik stapes ke posterior dan menjungkitkan basis stapedis pada fenestra vestibuli, dan dengan demikian menarik ketat ligamentum annulare stapediale dan memperkecil amplitudo getaran. Otot ini juga mencegah terjadinya gerak stapes yang berlebih.3. Telinga Dalam3 Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibulir yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Gambar 3. Organ telinga dalamKanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners Membran) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.

Gambar 4. Skala vestibuli, skala media, dan skala timpaniB. Fisiologi Telinga1. Fungsi Telinga3Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang telinga. Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.a. Konduksi Tulang Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini. b. Respon auditorik Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk mendengar suara tersebut (melalui earphone, pengeras suara, dsb), dan pada titik mana suara itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga, di udara terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik. c. Kekuatan suara Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara yang didengar. d. Masking Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut. e. Sensitivitas pendengaran Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik tertentu merupakan suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-masing rangsangan auditorik tersebut. Perbedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara, makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara yang sama tergantung pada frekuensi suara tersebut, nilai ambang di atasnya dan durasi.f. Lokalisasi Sumber Bunyi Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi. Kemampuan ini merupakan kerja sama kedua telinga karena didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang diterima oleh masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanya gelombang suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk membedakan sumber suara yang berjalan horizontal lebih baik daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suara yang ingin didengarkan dengan mengacuhkan suara yang tidak ingin didengarkan.2. Fisiologi PendengaranProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.4 Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4Gambar 5. Mekanisme penjalaran impuls suara di telinga

3. Fisiologi KeseimbanganAparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit (sakulus dan utrikulus). Fungsi dari apparatus vestibularis adalah untuk memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh.5Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe sehingga kupula ikut bergerak. Selain itu, adanya akselerasi atau deselerasi juga akan menimbulkan endolimfe mengalami kelembaman dan tertinggal bergerak ketika kepala mulai berotasi sehingga endolimfe yang sebidang dengan gerakan kepala akan bergeser ke arah berlawanan dengan arah gerakan kepala (contoh seperti efek membelok dalam mobil). Hal ini juga menyebabkan kupula menjadi condong ke arah berlawanan dengan arah gerakan kepala dan sel sel rambut di dalam kupula ikut bergerak bersamaan dengan kupula. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama maka endolimfe yang awalnya diam tidak ikut bergerak (lembam) akan menyusul gerakan kepala dan sel rambut-rambut akan kembali ke posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti akan terjadi hal sebaliknya.5 Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan meregangkan tip link, yang menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan arah dengan kinosilium tidak teregang dan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf ini akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf vestibulokoklearis dan akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron motorik otot otot ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, ke neuron motorik otot otot mata untuk control gerakan mata, dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi.4Pada sakulus dan utrikulus, sel sel rambut di organ otolit ini juga menonjol ke dalam satu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di sel tersebut. Proses ini sama pada kanalis semisirkularis hanya saja pada sakulus dan utrikulus terdapat otolith yang mengakibatkan gerakan akan menjadi lebih lembam.Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal sedangkan sakulus berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal.4C. Penyakit pada TelingaBerdasarkan penyebabnya, penyakit pada telinga dapat diklasifikasikan menjadi penyakit telinga kongenital, trauma, radang/infeksi, metabolik, neoplasma, vaskuler, dan neurologis. Kelainan pada telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.Kelainan di telinga tengah yang dapat menyebabkan tuli konduktif ialah tuba datar/ sumbatan tuba Eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran. Salah satu kelainan telinga tengah yang paling sering adalah otitis media. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media nonsupuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/ OMP). Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,maka keadaan ini otitis media supuratif kronis (OMSK).

OMSK Benigna

OMSK Maligna

Gambar 6. Klasifikasi Otitis mediaOMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh infeksi di saluran nafas atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba Eustachius pada anak berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada dewasa.Gambar 7. Patofisiologi Otitis media

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek. Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis:a. OMSK tipe BenignaProses peradangannya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.b. OMSK tipe MalignaMerupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kongenital dan didapat. OMSK tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di atik atau marginal, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.Tabel 1. Perbedaan OMSK benigna dan OMSK maligna

D. Kolesteatoma1. DefinisiKolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain: keratoma (Schucknecht), squamos eipteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).4Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.6Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat apabila kolesteatoma terinfeksi.62. EpidemiologiInsiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatoma tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa.63. Patogenesis dan KlasifikasiBanyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.4Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :1. Kolesteatoma kongenital4,6Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran timpani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf. Gambar 8. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang membran timpani yang intak

Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang, riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan 5 tahun). Saat berkembang, kolesteatoma dapat menghalangi tuba Eustachius dan menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatoma juga dapat meluas ke posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dengan mekanisme ini dapat menyebabkan tuli konduktif.

2. Kolesteatoma akuisital, jenis ini terbagi dua :a. Kolesteatoma akuisital primerKolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).4Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitimpani (disebut juga skutum) secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitimpanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitimpanum posterior. Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo.Gambar 9. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan kolesteatoma akuisital primer pada stadium paling awal.

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran timpani terteraik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.6

b. Kolesteatoma akuisital sekunder4,7,8Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori Implantasi).Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor- (TNF-), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Tabel 2. Distribusi kuman dari kavum timpani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatoma9Jenis KumanJumlah temuan

Pseudomonas aeruginosa931,5%

Proteus mirabilis1758,5%

Difteroid13,3%

Streptococcus -hemolyticus13,3%

Enterobacter sp.13,3%

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.4. Presentasi Klinis4,6,8,9Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran timpani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran timpani.Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran timpani pada pars flaksida atau kuadaran posterior.Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis. Indikasi Pembedahan6Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan pengecualian apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu berisiko. Beberapa pasien yang memiliki kolesteatoma di satu-satunya telinga yang dapat mendengar, dengan alasan yang rasional, enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan pendengaran akibat dari operasi pengangkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma in situ. Kontraindikasi Pembedahan6Gangguan pendengaran di telinga kontralateral adalah kontraindikasi relatif untuk pembedahan. Seringkali, kolesteatoma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa pendengaran daripada pembedahan itu sendiri, dan, lebih sering daripada tidak, operasi pengangkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma berada di satu-satunya telinga yang dapat mendengar.

5. Pemeriksaan Pencitraan CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah sebagai berikut9: a. Erosi skutum b. Fistula labirin c. Cacat di tegmen d. Keterlibatan tulang-tulang pendengarane. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitasf. Anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 10. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatomaMRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut: a. Keterlibatan atau invasi duralb. Abses epidural atau subdural c. Herniasi otak ke rongga mastoid d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis e. Trombosis sinus sigmoid.6. Penatalaksanaana. Terapi Medis Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.8,10Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh golongan anaerob.9Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.9Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas.9b. Terapi PembedahanTerapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi pada tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut terhadap organ telinga dan sekitarnya. Dalam keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau canal wall down. Mastoidektomi canal wall up bertujuan membersihkan kolesteatoma atau jaringan patologik di daerah kavum timpani dan rongga mastoid dengan mempertahankan keutuhan dinding belakang liang telinga. Mastoidektomi canal wall down adalah teknik pembedahan yang dilakukan dengan meruntuhkan dinding posterior liang telinga menjadi rongga terbuka. Rongga terbuka tersebut dapat ditutup dengan jaringan kulit atau tulang, atau fasia, atau tidak ditutup. Luas ukuran rongga sesuai dengan luas sel yang akan dibuang dan dibersihkan, sesuai dengan area luas pandang yang dibutuhkan dan margin bedah yang diinginkan.Gambar 11. MastoidektomiSumber: Elsevier, 2011

Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down adalah yang paling sesuai. Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down. Pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur pembedahan.11 Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk fisiologis liang telinga dan telinga tengah.9 Mastoidektomi Radikal dengan Timpanoplasti Dinding Runtuh (Canal Wall Down)Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus eksternus posterior, pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. Inkus dan malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum timpani. Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal, bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free fascia graft maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran. Teknik mastodektomi ini harus menggunakan insisi retroaurikula dengan alasan didapatkan jaringan yang cukup lumayan untuk jabir, akan diperoleh fasia m. temporalis yang lebih lebar, memperoleh paparan yang luas pada korteks, terutama ke mastoid tip dan diperoleh sudut yang paling baik dalam usaha merendahkan facial ridge. Dengan membuang korteks mastoid dan amputasi ujung mastoid serta merendahkan facial ridge, akan menyebabkan jaringan lunak diluarnya jatuh (collapse) ke dalam sehingga luas kavitas operasi jauh berkurang. Mastoidektomi Radikal dengan Timpanoplasti Dinding Utuh (Canal Wall Up)6Prosedur mastoidektomi radikal dengan timpanoplasti dinding utuh dilakukan untuk menghindari masalah perawatan yang ditemui pada tindakan operasi dengan teknik canal wall down. Tindakan ini mempertahankan tulang posterior dinding kanalis akustikus eksterna melalui mastoidektomi sederhana dengan atau tanpa timpanotomi posterior. Prosedur yang bertahap sering kali diperlukan dengan operasi sekunder pada 6 hingga 18 bulan setelah operasi pertama untuk membuang kolesteatoma residual dan rekonstruksi rantai osikula. Pendekatan ini diindikasikan pada pasien dengan mastoid besar dan ruang telinga tengah yang beraerasi dengan baik yang menunjukkan fungsi tuba Eustachius yang baik. Tindakan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan fistula labirin, penyakit telinga yang lama, atau pasien dengan fungsi tuba Eustachius yang buruk.Keuntungan tindakan canal wall up dibandingkan mastoidektomi dinding runtuh adalah penyembuhan yang lebih cepat, perawatn jangka panjang yang lebih mudah, alat bantu dengar lebih mudah digunakan jika dibutuhkan. Kelemahan dari prosedur ini adalah teknik yang lebih sulit sehingga memerlukan waktu operasi yang lebih lama, penyakit residual yang lebih sulit dideteksi, kemungkinan adanya kantung retraksi yang menyebabkan kekambuhan dan proses operasi yang bertahap sehingga memakan waktu dan biaya.Tabel 3. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh9Teknik Operasi TimpanoplastiDinding UtuhDinding Runtuh

FisiologikLebih fisiologikKurang fisiologik

ResidivitasLebih tinggi Lebih rendah

KesulitanLebih tinggiLebih rendah

Komplikasi (iatrogenik)Lebih tinggi Lebih rendah

Perbaikan pendengaranLebih tinggiLebih rendah

Keperluan operasi keduaYa Tidak

Pembersihan spontan rongga ooperasi (self cleansing)Lebih baikMemerlukan lebih sering kontrol

Hearing aidLebih mudahSukar

Teknik MastoidektomiTindakan insisi pada mastoidektomi terdapat 3 pendekatan, yaitu:1. Pendekatan Transkanal.1. Pendekatan Endaural.1. Pendekatan Retro Aurikuler.Insisi yang sering dilakukan adalah pendekatan retroaurikuler (post aurikuler) karena pendekatan ini memungkinkan visualisasi yang lebih luas. Insisi kulit daerah retroaurikula pada dewasa sebaiknya melengkung dimulai 0,5 cm dari ujung insersi auricula atas kengikuti insersi auricula sampai ke tip mastoid. Pada anak usia dibawah 4 tahun tip mastoid belum terbentuk sempurna sehingga nervus fasialis tidak terlindungi, maka insisi tidak usah melengkung untuk menghindari n. Fasialis.Pendekatan operasi retroaurikuler dimulai dengan melakukan insisi kulit 0,5 cm dari lipatan retroaurikuler, kemudian jaringan lunak didiseksi sehingga mencapai daerah dinding liang telinga. Selanjutnya, secara tumpul kulit liang dilepaskan dari dinding tulang ke medial sampai terlihat anulus timpanikus, dilanjutkan dengan incisi melingkar pada kulit telinga bagian posterior untuk memaparkan liang telinga dari arah posterior. Teknik Operasi Mastoidektomi Simpel (Sederhana)Mastoidektomi simpel adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, dalam rangka membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak. Caranya dengan menemukan antrum dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat. Mastoidektomi simple ini juga da 2 macam : yang lengkap (membuang sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sinodura, sel mastoid di tegmen mastoid, di segitiga trautmann, sampai sel-sel mastoid di mastoid tip) dan teknik tidak lengkap yaitu cukup membuang jaringan patologik , membuka aditus ad antrum , sedangkan pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang.Pada keadaan sehari-hari mastoidektomi yang lengkap jarang diperlukan, cukup hanya membuang jaringan yang busuk, membuka korteks mastoid sampai ke antrum dan membuka sumbatan aditus ad antrum. Dalam melakukan operasi mastoidektomi harus bisa membayangkan secara 3 dimensi landmark yang harus diingat yaitu: 1. Dinding posterior liang telinga1. Spina supra meatal henle1. Linea temporalis1. Segitiga MacEwen1. Processus mastoid1. Tegmen mastoid1. Sinus lateralis1. Kanalis semisirkularis horisontalis1. Muskulus digastrikus1. Fossa inkudis1. Kanalis fasialis1. Korda timpani.Tindakan membuang mastoid harus dilakukan secara bertahap landai dari luar ke dalam, dimulai dengan apa yang disebut mastoidektomi superfisial, kemudian identifikasi tegmen mastoid dan sinus lateralis, dilanjutkan dengan mastoidektomi dalam, memasuki antrum mastoid ke arah kavum timpani menemukan inkus lalu identifikasi kanalis semisrkularis lateralis, mengidentifikasi n.VII dan mengikuti jalannya dengan mengidentifikasi lebih dulu fossa inkudis dan m. Digastrikus. Tindakan dapat dilanjutkan ke arah depan atas untuk memvisualisasi sebagian maleus dan inkus dan membuka aditus ad antrum.Teknik Pengeboran menuju Antrum MastoidPatokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina henle, segitiga Mc. Ewen, Prosesus mastoid. Pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah yang paling besar. Untuk menghisap serpihan tulang akibat pengeboran digunakan ujung penghisap yang besar. Sebelum dibor permukaan tulang diirigasi dulu agar serbuk tulang tidak berterbangan. Diharapkan daerah pengeboran tetap basah yang berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan oleh gesekan mata bor.Pengeboran pertama adalah disepanjang linea temporalis dari depan ke belakang, kemudian persis di belakang liang telinga sedalam kira-kira 2-3 mm ke arah atas sehingga bertemu dengan garis pengeboran pertama di linea temporalis , ke arah bawah sampai paling sedikit setinggi lantai liang telinga. Patokan untuk menemukan antrum adalah segitiga Mc. Ewen, yaitu segitiga imajiner yang dibentuk oleh linea temporalis dan dinding posterior liang telinga. Batas belakangnya bisa dikatakan garis tegak lurus linea temporalis yang menyinggung dinding posterior liang telinga.Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur akan mengakibatkan kita kesulitan menemukan antrum mastoid. Pengeboran dilanjutkan ke seluruh korteks mastoid dengan kedalaman bertahap, melandai luas ke belakang dengan bagian terdalam di daerah segitiga Mc. Ewen yang merupakan daerah yang menutupi antrum mastoid.Pengeboran di dalam korteks mastoid harus cukup luas sebelum mengebor lebih dalam untuk dapat mengenali landmark dengan lebih baik. Pengeboran yang sempit tetapi dalam sering mengganggu orientasi dan cenderung mengakibatkan kerusakan serta tidak sempurnannya membersihkan sel mastoid. Luas pengeboran tergantung kebutuhan membuang sel pneumatisasi yang sakit dan jaringan di dalamnya, ke belakang sampai sinus sigmoid, ke atas sampai tegmen mastoid dan ke bawah ke seluruh prosesus sampai ujung mastoid.Kesulitan mencari antrum mastoid terjadi karena : Pengeboran dilakukan terlalu rendah atau jauh linea temporalis. Antrum letaknya belakang dinding posterior saluran telinga luar, lateral dari anulus timpanikus. Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur. Melupakan adanya septum korner pada beberapa kasus yang disebut sebagai lamina petro skuamosa. Tulang mastoid diploic atau sklerotik yang sering disertai dengan penurunan letak tegmen dan sinus sigmoideus ke depan.Identifikasi Bagian-Bagian Penting 1. Identifikasi Tegmen Mastoid dan Tegmen timpaniTegmen mastoid dan tegmen timpani adalah lempeng tulang yang membatasi rongga mastoid dan kavum timpani dengan duramater. Lempeng ini lebih keras dari tulang mastoid, permukaan lebih halus dan perubahan warna menjadi merah muda. Pengeboran didaerah ini tidak boleh menggunakan bor yang kasar karena bisa menyebabkan fraktur tulang tegmen yang tipis. Disarankan menggunakan mata bor diamond.1. Identifikasi Sinus LateralSinus lateral atau sinus transversus atau sinus sigmoid, harus dicapai dengan mengebor jauh ke belakang tergantung luasnya pneumatisasi mastoid. Sinus sigmoid ini dipisahkan dengan rongga mastoid oleh lempeng sinus (sinus plate). Tercapainya daerah ini ditandai dengan adanya warna kebiruan dan permukaannya menjadi lebih halus. Gunakan juga mata bor diamond bila mendekati daerah ini.1. Identifikasi Antrum MastoidDengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc. Ewen akan ditemukan antrum mastoid. Disebelah dalam antrum mastoid akan ditemukan dinding tulang kanalis semisirkularis . Syarat menemukan Antrum mastoid harus didapatkan ruangan yang relatif lebih luas dibanding sekitarnya dan mempunyai hubungan dengan kavum timpani melalui aditus ad antrum. Luas antrum bervariasi untuk tulang dengan pneumatisasi yang baik ukuran antrum besar, untuk tulang yang skelotik ukuran antrum kecil dan sangat jarang antrum tidak terbentuk.1. Identifikasi Aditus Ad AntrumAditus ad antrum bisa ditemukan dengan menyusuri bagian anterior superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid. Patensi dari aditus ad antrum merupakan syarat keberhasilan timpanoplasti .1. Fosa InkudisFosa inkudis paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang zigomatikus yang menutupi antrum dekat dengan bayangan inkus apabila area pengeboran dipenuhi cairan irigasi. Gunakan mata bor diamond atau pahat kecil karena resiko menyentuh tulang pendengaran.1. N. Fasialis pars vertikalisPars verikalis N VII dimulai persis disebelah anteromedial kanalis semiskularis lateralis. Patokan untuk menemukan perjalanan nervus ini adalah fosa inkudis dan digastric ridge. Kanalis fasialis dapat ditemukan disekitar garis yang menghubungkan fosa inkudis dengan digastric ridge. Pada mastoid dengan pneumatisasi yang baik, digastric ridge membagi sel-sel mastoid menjadi kompartemen anterior dan kompatemen posterior sehingga untuk mengidentifikasinya sebaiknya dilakukan pengeboran sampai ditemukan alur yang mengandung serat otot.Harus diingat bahwa letak N. VII bervariasi pada setiap orang. Gunakan mata bor diamon dan dengan arah dari superior ke inferior. Dengan menipiskan kanalis fasialis akan tampak perubahan warna N VII. Harus diidentifikasi juga korda timpani yang meninggalkan N. VII pada dataran yang lebih rendah dari liang telinga. AtikotomiAtikotomi dikenal sebagai epitimpanotomi atau timpanotomi anterior adalah tindakan membuka atap kavum timpani dengan tetap menjaga keutuhan dinding liang telinga dan daerah sekutum serta tulang-tulang pendengaran agar struktur epitimpani dapat dilihat secara lurus melalui mikroskop operasi. Atikotomi dilakukan untuk membuang jaringan kolesteatoma luas yang mencapai epitimpanum, tujuan lain untuk menghubungkan rongga mastoid dengan kavum timpani. Atikotomi bisa juga dilakukan dari arah korteks mastoid ( transmastoid ), dan melalui liang teliga ( trans meatal ). Timpanoplasti1) Definisi4Timpanoplasti adalah prosedur pembedahan atau rekonstruksi pada membran timpani disertai atau tidak disertai oleh pencangkokan membran timpani, sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran.2) Sejarah5Sejarah rekonstruksi perforasi membaran timpani yang ruptur sudah dilakukan sejak tahun 1640 oleh Banzer, pada saat itu digunakan tandur dari vesika urinaria bai. Selanjutnya pada tahun 1853 oleh Toynbee, di tempatkan suatu karet yang dilekatkan pada kawat di atas membran timpani, prosedur ini dilaporkan meningkatkan kemampuan mendengar. Yearsley (1863), menempatkan bola kapas di atas perforasi membran timpani, sedangkan Blake (1877) menempatkan potongan kertas. Selanjutnya di tahun 1876, Roosa merawat perforasi membran timpani dengan kauter kimia. Berthold (1878) menempatkan plester gabus untuk menyingkirkan epithelium dari membran timpani dengan full thick skin graft. Dan pada tahun 1950, Wullstein and Zollner memperkenalkan prosedur small thick skin graft, selanjutnya Wullstein mendeskripsikan lima tipe timpanoplasti yang dikenal hingga sekarang. Shea (1957) untuk pertama kalinya melakukan medial graft dengan vein graft, diikuti oleh Storrs tahun 1961 dengan memperkenalkan penggunaan fasia temporalis graft dan medial graft dan House, Glasscock dan Sheehy (1961 dan 1967) memperkenalkan teknik lateral garft.3) Demografi6Di Amerika Serikat, gangguan telinga yang menyebabkan gangguan pendengaran mempengaruhi semua usia. Lebih dari 60% dari populasi dengan gangguan pendengaran di bawah usia 65, walaupun hampir 25% dari mereka yang berusia di atas 65 mengalami gangguan pendengaran yang dianggap signifikan. Penyebabnya antara lain: cacat lahir (4,4%), infeksi telinga (12,2%), cedera telinga (4,9%), kerusakan karena tingkat kebisingan yang berlebihan (33,7%), usia lanjut (28%), dan masalah lainnya (16,8%).4) IndikasiMembran timpani dari telinga adalah struktur tiga-lapis. Lapisan luar dan dalam terdiri dari sel-sel epitel. Perforasi terjadi sebagai akibat dari cacat di lapisan tengah, yang mengandung serat kolagen elastis. perforasi kecil biasanya sembuh secara spontan. Namun, jika cacat relatif besar, atau jika ada suplai darah yang kurang atau infeksi selama proses penyembuhan, perbaikan spontan mungkin akan terhambat. Perforasi membran timpani ini adalah kondisi yang dapat terjadi pada semua usia. Penyebab robeknya membran ini antara lain disebabkan oleh infeksi telinga tengah (otitis media), trauma baik secara langsung maupun tidak langsung misalnya tertusuk alat pembersih kuping, suara ledakan keras yang berada di dekat telinga kita, barotrauma, trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan sebagainya.7Ada 3 tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu: 9a) Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani.b) Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum.c) Perforasi atik. Letak perforasi di pars flaksida membran timpani.Gejala dan tanda perforasi membran timpani dapat berupa nyeri pada telinga, gangguan pendengaran, keluar cairan (dapat berupa nanah dan darah) dari telinga, tinnitus (bunyi berdenging di telinga), vertigo. Tujuan dari timpanoplasti adalah untuk memperbaiki gendang telinga berlubang, dan kadang-kadang tulang telinga tengah (ossicles) yang terdiri dari inkus, maleus, dan stapes. Cangkok membran timpani mungkin dapat diperlukan. Jika diperlukan, cangkok biasanya diambil dari vena atau fasia (otot kelopak) jaringan pada cuping telinga. Bahan sintetis dapat digunakan jika pasien memiliki operasi sebelumnya dan telah cangkok membran timpani.7Indikasi dan keadaan diperlukan untuk dilakukannya timpanoplasti: 8a) Penderita dengan tuli konduksi karena perforasi membran timpani atau disfungsi ossikular.b) Otitis media kronik atau rekuren sekunder terhadap kontaminasi.c) Tuli konduksi progresif karena patologi telinga tengah.d) Perforasi atau tuli persisten lebih dari 3 bulan karena trauma, infeksi atau pembedahan.e) Ketidakmampuan untuk mandi atau berpartisipasi dalam olahraga air dengan amanSedangkan syarat dilakukannya timpanoplasti adalah:a) Perforasi terjadi di sentral dimana keadaan telinga sudah kering paling tidak 6 minggu.b) Mukosa telinga tengah normal.c) Osikular yang utuh.d) Keadaan koklea baik.

5) Tipe Timpanoplasti7,10Ada lima tipe dasar dari prosedur timpanoplasti menurut Zollner dan Wullstein (1952): Tipe I timpanoplasti disebut Miringoplasti. Hanya merekonstruksi membran timpani yang berlubang. Tipe II timpanoplasti digunakan untuk perforasi membran timpani dengan erosi maleus. Ini melibatkan pencangkokan pada inkus atau sisa-sisa maleus tersebut. Tipe III timpanoplasti diindikasikan untuk penghancuran dua ossicles, dengan stapes masih utuh dan mobile. Ini melibatkan penempatan cangkokan ke stapes, dan menyediakan perlindungan untuk perakitan. Tipe IV timpanoplasti digunakan untuk penghancuran tulang pendengaran, yang mencakup semua atau bagian dari lengkungan stapes. Ini melibatkan penempatan cangkokan pada atau sekitar kaki stapes mobile. Tipe V timpanoplasti digunakan ketika kaki dari stapes menetap.

Gambar 12. Tipe-tipe timpanoplasti

6) Evaluasi Pre-operatif5,11Pasien yang akan di timpanoplasti harus dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dengan tes diagnostik pada telinga yang mencakup pemeriksaan gangguan pendengaran dan pemeriksaan otoscopy digunakan untuk menilai mobilitas membran timpani dan maleus. Dilakukan juga pemeriksaan saraf fasialis, vertigo, keadaan telinga luar, Tullios Phenomenon, otomikroskopi terhadap kanal telinga, keadaan membran timpani termasuk lokasi dan ukuran perforasi, retraksi dan jaringan granulasi serta keadaan telinga tengah melalui lubang perforasi. Pasien juga akan dilakukan tes audiometri pada keadaan telinga kering untuk mengetahui refleks akustik dan keadaan udara dan tulang, selain itu timpanometri dapat dilakukan. Selain itu, perlu diketahui keadaan umum pasien seperti riwayat penyakit yang pernah diderita (DM, hipertensi). Persiapan untuk operasi tergantung pada jenis timpanoplasti. Untuk semua prosedur, namun pemeriksaan darah dan urine dilakukan sebelum operasi.7) Teknik TimpanoplastiBeberapa teknik dari timpanoplasti dilakukan untuk menutup perforasi dari membran timpani, diantaranya timpanoplasti medial (underlay), timpanoplasti lateral (overlay), dan yang paling populer saat ini adalah teknik timpanoplasti medial dan lateral (under-over teknik)(a). Teknik Overlay (lateral grafting) 4,8Teknik ini cukup sulit sehingga harus dilakukan oleh ahlinya. Pada teknik overlay, materi dimasukan di bawah skuamosa (lapisan kulit) dari membran timpani. Kesulitannya pada memisahkan tiap lapisan dari membran timpani kemudian menempatkan graft di atas perforasi. Teknik lateral ini bisa digunakan untuk semua jenis perforasi dan dapat meminimalisasi kemungkinan reduksi rongga telinga tengah. Teknik ini memiliki keberhasilan yang tinggi dan efektif untuk perforasi yang besar dan perforasi anterior. Kerugian teknik ini adalah dapat terjadi anterior blunting, lateralisasi tandur, membutuhkan manipulasi maleus, waktu penyembuhan yang lama, waktu operasi yang lama, dan operasi akan sulit dilakukan untuk perforasi yang kecil dan retraction pocket. Pada teknik lateral prosedur anestesi yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal. Corong telinga ditempatkan pada meatus akustikus eksternus. Seluruh pinggiran perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam pengungkit dan cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei dibersihkan. Mukosa di bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya untuk tempat menempel fasia temporalis. Dibuat flap timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch Rivinus sampai ke posisi jam 6. Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus serta sisa membran timpani. Flap yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum timpani. Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah flap timpanomeatal, graft ditempatkan sedemikian rupa di bagian lateral dari anulus sehingga menutup seluruh perforasi membran timpani. Flap kemudian dikembalikan ke tempat semula, sehingga sebagian graft terletak di antara flap dan tulang kanalis akustikus eksternus.Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin sehingga memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus. Telinga kemudian dibalut.

(b). Teknik Underlay (Medial grafting) 4,8Teknik ini lebih simple dan biasa dilakukan. Graft ditempatkan di bawah tympanomeatal flap yang telah dielevasi makanya teknik ini dinamai sebagai underlay technique. Keuntungan dari teknik ini adalah mudah dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, menghindari risiko lateralisasi dan blunting pada sulkus anterior dan memiliki angka keberhasilan tinggi terutama pada perforasi membran timpani posterior. Kerugian teknik ini adalah tidak terdapatnya visualisasi yang adekuat pada daerah anterior telinga tengah terutama bila dilakukan dengan pendekatan transkanal, kemungkinan jatuhnya tandur anterior ke dalam kavum timpani dan reduksi ruang telinga tengah dengan konsekuensi meningkatnya risiko adhesi tandur pada promontorium terutama pada perforasi anterior dan subtotal. Penelitian lain melaporkan keberhasilan miringoplasti dengan teknik medial (underlay) sebesar 92% dari 96 kasus miringoplasti dengan pendekatan transkanal.Pada teknik medial prosedur anestesi yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal. Corong telinga ditempatkan pada meatus akustikus eksternus. Seluruh pinggiran perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam pengungkit dan cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei dibersihkan. Mukosa di bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya untuk tempat menempel fasia temporal.Dibuat flap timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch Rivinus sampai ke posisi jam 6. Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus serta sisa membran timpani. Flap yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum timpani. Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah flap timpanomeatal, graft ditempatkan sedemikian rupa di bagian medial manubrium malei sehingga menutup seluruh perforasi membran timpani. Kemudian seluruh pinggiran graft ditempatkan serta diselipkan di bagian medial sekeliling sisa membran timpani sejauh kira-kira 2 mm secara merata kecuali sebagian graft yang terletak di bagian posterior diletakkan di atas tulang kanalis akustikus eksternus di bawah flap timpanomeatal. Flap kemudian dikembalikan ke tempat semula, sehingga sebagian graft terletak di antara flap dan tulang kanalis akustikus eksternus. Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin sehingga memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus. Telinga kemudian dibalut.

(c). Teknik Mediolateral4,8Salah satu kegagalan yang serius pada penggunaan teknik pencangkokan adalah lateralisasi membran timpani. Lateralisasi membran timpani adalah keadaan permukaan membran timpani yang dapat dilihat, terletak pada cincin tulang anulus dan kehilangan kontak dengan sistem mekanisme konduksi telinga tengah. Untuk menghindari kegagalan yang terjadi pada miringoplasti baik pada teknik medial maupun lateral maka dilakukan teknik lain yaitu teknik mediolateral, dengan cara menempatkan tandur di bagian medial pada setengah bagian posterior membran timpani dan perforasi termasuk prosesus longus maleus, dan lateral terhadap setengah perforasi di bagian anterior untuk menghindari terjadinya lateralisasi.Pada perforasi anterior maupun subtotal, pendekatan transkanal terutama pada kanalis akustikus eksterna bagian anterior yang menonjol, merupakan hambatan untuk menempatkan tandur di bagian anterior secara akurat sehingga ditemukan kegagalan miringoplasti baik pada teknik medial maupun lateral yang dilakukan pada pendekatan transkanal. Oleh karena itu dipertimbangkan apakah teknik mediolateral dengan pendekatan transkanal dapat mengurangi kegagalan miringoplasti pada kedua teknik terdahulu. Anestesi lokal digunakan dengan pertimbangan biaya yang lebih murah, dapat digunakan pada pasien yang lebih kooperatif, serta menghindari masuknya N2O pada rongga kavum timpani yang dapat mendorong graft keluar bila dilakukan anestesi umum.Prosedur yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal. Fasia temporalis diambil, dipres, dan dikeringkan dibawah lampu operasi. Tepi perforasi disegarkan dengan cara melukai kembali tepi perforasi tersebut. Insisi kulit kanalis eksternus secara vertikal dibuat pada jam 12 dan jam 6. Insisi pada jam 6 bisa dilebarkan sampai ke kanan atas anulus. Insisi pada jam 12 diperluas ke arah inferior sampai beberapa millimeter di atas anulus untuk mempertahankan suplai pembuluh darah kulit kanalis eksternus anterior yang digunakan sebagai dasar tandur bagian superior. Timpanomeatal flap bagian posterior dielevasikan, dan tulang-tulang pendengaran dievaluasi. Apabila tidak terdapat fiksasi pada tulang-tulang pendengaran, pembedahan dilakukan dengan membuat insisi horizontal menggunakan pisau setengah lingkaran pada kulit kanalis eksternus anterior. Jarak insisi kanalis anterior-horizontal dari anulus anterior harus sama dengan diameter perforasi. Setelah insisi, kulit kanalis eksternus bagian anterior dielevasikan ke lateral dan medial. Kanaloplasti dilakukan dengan membuang tulang anterior yang berada diatasnya menggunakan bor tulang bermata diamond sehingga anulus posterior dapat terlihat jelas. Flap kulit kanalis anteromedial dielevasikan ke atas sampai mencapai anulus atau tepi membran timpani. Pada bagian anulus ini, hanya lapisan epitel squamosa membran timpani saja yang dielevasi dengan hati-hati kearah setengah bagian anterior tepi perforasi, sehingga bagian anulus anterior tetap intak. Ke dalam kavum timpani diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dibasahi tetes telinga antibiotik fluorokuinolon yang bersifat nontoksik.Berbeda dengan teknik timpanoplasti medial, pada teknik ini packing telinga tengah yang terdiri dari potongan spongostan tersebut tidak harus padat. Fasia graft temporalis kemudian ditempatkan di bagian medial perforasi untuk menutupi setengah bagian posterior perforasi tersebut. Pada perforasi bagian anterior, graft diletakkan lateral terhadap pinggir perforasi yaitu di atas anulus anterior untuk menutupi setengah perforasi sisanya. Untuk menghindari anterior blunting, graft ditempatkan hanya sampai dengan sulkus anterior di atas anulus tersebut. Sebagai lapisan penutup kedua, kulit kanalis anteromedial dirotasikan untuk menutupi perforasi dengan fasia sebagai dasar jabir superior. Kulit kanalis anterolateral dikembalikan ke tempatnya, dan dilanjutkan dengan menempatkan potongan-potongan spongostan yang telah dibasahi antibiotik pada kanalis akustikus eksterna yang berfungsi sebagai packing. Pada meatus akustikus eksternus diletakkan tampon kassa yang telah diberi salep antibiotik. 4

8) Perawatan Paska OperatifUmumnya, pasien dapat kembali ke rumah dalam 2-3 jam pasca timpanoplasti. Antibiotik dapat diberikan dengan analgetik. Setelah 10 hari, perban dibuka, telinga dievaluasi untuk melihat apakah graft berhasil tumbuh. Jika terdapat alergi atau pilek, dapat diberikan antibiotic dan dekongestan. Pasien sudah dapat kembali bekerja setelah 5-6 hari, dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop untuk melihat keberhasilan timpanoplasti. Perawatan pasca operasi dilakukan demi kenyamanan pasien. Infeksi dapat dicegah dengan topikal antibiotik pada kanal telinga. Untuk proses penyembuhan yang sempurna, graft harus bebas dari infeksi. Aktifitas yang dapat mengubah tekanan timpani harus dihindari, seperti bersin, menggunakan pipet untuk minum, atau terjadi pembengkakan pada hidung. Pendengaran akan kembali normal setelah 4-6 minggu setelah operasi. Setelah 2-3 bulan pasca operasi dilakukan audiogram untuk evaluasi kemajuan terapi.6,11 Instruksikan kepada pasien agar telinga tidak masuk air. Ketika insisi dan penutupan liang telinga dilakukan saat selesai operasi, gunakan pakaian pelindung atau kapas penyumbat kedap air dengan sedikit jel petroleum.49) KomplikasiSetiap tindakan tidak lepas dari resiko yang akan terjadi. Pada tindakan timpanoplasti, komplikasi yang bisa terjadi adalah: 5 Infeksi: akibat tindakan operasi yang aseptiknya kurang baik, kontaminasi alat-alat, kegagalan graft berhubungan dengan infeksi pasca operasi. Kegagalan graft: akibat infeksi, inadequate packing (anterior mesotympanum), kesalahan teknik. Kondroitis Trauma nervus korda timpani Tuli sensorineural dan vertigo: akibat manipulasi berlebihan terhadap osikel. Peningkatan tuli konduksi: akibat blunting dan meluasnya graft ke dinding kanal pada lateral grafting, lateralisasi membran timpani dari malleus. Stenosis kanal auditori eksternal

10) Prognosis TimpanoplastiKeberhasilan timpanoplasti mencapai 90% dalam memperbaiki fungsi membran timpani. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan timpanoplasti adalah: 11 Telinga yang kering (keadaan telinga) Letak perforasi membran timpani Perforasi lebih dari 50% Masih adanya malleus Tipe graft.

11) Follow up12Risiko pembentukan kolesteatoma, dapat melalui proses perjalanan penyakit atau dari epithelium skuamosa yang terperangkap selama terapi. Membutuhkan kontrol teratur post-operasi. Konsultasi ulang jika pendengeran berkurang atau terdapat drainase persisten telinga. Lokasi perforasi menentukan waktu dan frekuensi follow up. Perforasi pars tensa (bagian keras dari membran timpani) jarang menimbulkan komplikasi. Pengecualian adalah perforasi pars tensa berlokasi di annulus atau membran timpani. Perforasi di lokasi ini merupakan risiko berkembangnya kolesteatoma di telinga tengah. Perforasi dalam pars flaccida (bagian tanpa lapisan tengah fibrosa) lebih sering berkaitan dengan komplikasi dan butuh perawatan follow up lebih.

7. Komplikasi9Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi segera.Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur, stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tipografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma. Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan.Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin.Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat menyebabkan perdarahan besar.8. Prognosis6,8,10Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-40%.Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran timpani tidak selalu dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif permanen.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Dari semua penjabaran mengenai kolesteatom pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bahwa meskipun banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai terbentuknya kolesteatoma, patogenesis dari terbentuknya kolesteatoma sebenarnya masih belum pasti hingga saat ini. Sangat penting untuk memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai karkteristik anatomi dan fungsional dari telinga tengah untuk mencapai penatalaksanaan yang memuaskan untuk kolesteatoma Kunci dari didapatkannya diagnosis dini dan penatalaksanaan segera yang tepat untuk kolestatoma adalah evaluai yang hati-hati dan menyeluruh mengenai presentasi klinis hingga ke pencitraannya. Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan aman dari infeksi berulang. Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-masing pasien sesuai dengan keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma itu sendiri. Ahli bedah harus sangat waspada terhadap komplikasi pasca-pembedahan yang mengancam nyawa ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien seperti cedera nervus fasialis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pearce, Evelyn C.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia. 20042. Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Hipokrates; 20023. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC. 2001. Hal 186-1894. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 20085. Guyton, Arthur C.; John E. Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders. 2006. Hal 6936. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. 29 Juni, 2009. Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview. (Diakses pada tanggal 23 Juni 2014, jam 14:30 WIB)7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 19978. Waizel S. Temporal Bone, Acquired Cholesteatoma. Emedicine. 1 Mei 2007. http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview. (Diakses pada tanggal 23 Juni 2014, jam 14:35 WIB)9. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 200510. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med 1989 35:93. http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702 (Diakses pada tanggal 23 Juni 2014, jam 15:00 WIB)11. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Department of Otolaryngology. 25 Januari 2006. Diunduh dari: www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest-060125/Cholest-060125.pdf. (Diakses pada tanggal 23 Juni 2014, jam 15:30 WIB)12. Boesoirie Shinta, Lasminingrum Lina, dkk. Perbandingan Keberhasilan Miringoplasti Mediolateral Dengan Medial Dan Lateral Pada Perforasi Anterior Dan Subtotal Dengan Pendekatan Transkanal. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/perbandingan_keberhasilan_miringoplasti_mediolateral_dengan_medial_dan_lateral.pdf. (Diakses pada tanggal 28 Juni 2014, jam 10:30 WIB).13. Muller Christoper, Gadre Arun. Tympanoplasty. http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/T-plasty-030115/T-plastyslides-030115.pdf (Diakses pada tanggal 28 Juni 2014, jam 10:29 WIB).14. Tympanoplasty. http://www.surgeryencyclopedia.com/St-Wr/Tympanoplasty.html. (Diakses pada tanggal 28 Juni 2014, jam 11:00 WIB)15. Roland, P. S. Tympanoplasty: Repair of the Tympanic Membrane. Continuing Education Program (American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation). Alexandria, VA: American Academy of Otolaryngology, 1994.16. M.S Balasubramanian. Myringoplasty. http://www.drtbalu.co.in/myring.html (Diakses pada tanggal 28 Juni 2014, jam 11:20 WIB).17. Djaafar ZA. Helmi. Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h 6918. Fisch, H. and J. May. Tympanoplasty, Mastoidectomy, and Stapes Surgery. New York: Thieme Medical Pub., 19941