BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTumor jinak pada hidung dan sinus paranasal
sering ditemukan, tetapi tumor yang ganas termasuk jarang, hanya 3%
dari tumor kepala dan leher atau kurang dari 1% dari seluruh tumor
ganas. Gejala-gejala dan tanda klinis semua tumor hidung dan sinus
paranasal hampir mirip sehingga seringkali hanya pemeriksaan
histopatologi saja yang dapat menentukan jenisnya. Lokasi hidung
dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh
tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga
karsinoma yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini.
Hidung dan sinus paranasal merupakan rongga yang saling berhubungan
dan seringkali tumor ditemukan pertama kali pada stadium yang sudah
lanjut dan sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus
paranasal.1,2Karsinoma sinonasal banyak terjadi di negara
berkembang. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat
kedua yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Pria yang
terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari
tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70%
dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30%
terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi
pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dan 1% ditemukan di sinus
frontal dan sphenoid. Karsinomaselskuamosaadalah jenis yang paling
banyak terjadi (70%), disusul oleh karsinoma tanpa differensiasi
dan tumor asal kelenjar.1,3Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal
membuat tumor sangat dekat dengan struktur vital. Masalah ini
diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi (misalnya
epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal
yang umum dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh
karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan
presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal tumor ganas
sebagai gangguan sinonasal jinak. Tumor ganas hidung dan sinus
paranasal termasuk tumor yang sukar diobati secara tuntas dan angka
kesembuhan masih sangat rendah. Pasien dengan tumor ganas sinonasal
ditangani oleh tim spesialis menggunakan pendekatan holistik
multidisiplin ilmu. Pengobatan dapat berupa pembedahan, kemoterapi
dan radioterapi. 1,2,3
1.2 Perumusan MasalahKarsinoma sinonasal stadium awal biasanya
bersifat asimptomatis dan menimbulkan gejala pada stadium lanjut.
Deteksi dini dari karsinoma sinonasal harus dilakukan agar
penanganan dapat dilakukan segera sehingga angka harapan hidup
masih tinggi dan penanganan karsinoma sinonasal yang diberikan
harus bersifat multidisipliner.
1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan referat ini adalah untuk
mengetahui anatomi dan fisiologi nasal dan sinus paranasal,
etiologi dan faktor resiko, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada karsinoma
sinonasal.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1 Anatomi dan FisiologiA. HidungHidung terdiri atas nasus
externus dan cavum nasi. Nasus externus mempunyai ujung yang bebas
yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi. Lubang luar hidung
disebut nares. Kedua nares dibatasi oleh ala nasi dibagian lateral
dan oleh septum nasi dibagian medial. Rangka nasus externus
dibagian atas dibatasi oleh os nasale, processus frontalis ossis
maxillaris pars nasalis ossis frontalis. Dibagian bawah dibentuk
oleh lempeng tulang rawan yaitu cartilago nasi superior dan
inferior, dan cartilago septi nasi.4,5
Gambar 1. Anatomi Nasal Externus6
Cavum nasi terletak dari nares sampai choana. Dasar dari cavum
nasi dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina
horizontalis ossis palatini yaitu permukaan atas palatum durum.
Bagian atap dibentuk oleh corpus os sphenoidalis, lamina cribrosa,
os ethmoidalis, os frontale, os nasale dan cartilago nasi. Dinding
lateral dari cavum nasi terdapat tiga tonjolan yaitu concha nasalis
superior, media dan inferior. Area dibawah stiap concha disebut
meatus. Recessus sphenoethmoidalis adalah daerah kecil yang
terletak diatas concha nasalis superior dan di depan corpus os
sphenoidalis. Daerah ini terdapat muara dari sinus
sphenoidalis.4Meatus nasi superior terletak dibawah dan lateral
dari concha nasalis superior dan terdapat muara dari sinus
ethmoidalis posterior. Metaus nasi media terletak di bawah dan
lateral concha media. Pada dinding lateralnya terdapat bulla
ethmoidalis. Sebuah celah yang melengkung disebut hiatus
semilunaris yang terletak tepat di bawah bulla. Ujung anterior
hiatus masuk ke dalam saluran yang berbentuk corong disebut
infundibulum. Sinus maxillaris bermuara pada meatus nasi media
melalui hiatus semilunaris. Sinus frontalis dan sinus ethmoidales
anterior bermuara pada infundibulum.4Meatus nasi inferior terletak
di bawah dan lateral concha inferior dan terdapat muara dari ductus
nasolacrimalis. Dinding medial atau septum nasi merupakan
osteocartilago yang ditutupi membrana mukosa. Membrana mukosa
melapisi cavum nasi kecuali vestibulum. Terdapat dua jenis membrana
mukosa yaitu mukosa olfactorius dan respiratorius. Membrana mukosa
olfactorius melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan
recessus sphenoethmoidalis; juga melapisi daerah septum nasi septum
nasi yang berdekatan dengan atap. Fungsinya adalah menerima
rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mukosa memiliki sel-sel
penghidu khusus.permukaan membrana mukosa tetap basah oleh sekret
kelenjar serosa yang berjumlah banyak.4
Gambar 2. Anatomi Cavum Nasi6
Membrana mukosa respiratorius melapisi bagian bawah cavum nasi.
Fungsinya adalah menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara
inspirasi. Proses menghangatkan terjadi oleh adanya plexus venosus
di dalam jaringan submukosa. Proses melembabkan berasal dari
banyaknya mukus yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar dan sel
goblet. Partikel debu yang terinspirasi akan menempel pada
permukaan mukosa yang basah dan lengket. Persarafan cavum nasi
berasal dari N. Olfactorius yang mempersarafi membrana mukosa
olfactorius. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan
mencapai bulbus olfactorius.4,6Saraf-saraf sensasi umum berasal
dari nervus trigeminus cabang ophtalmica dan maxillaris. Persarafan
bagian anterior cavum nasi berasal dari n. Ethmoidalis anterior.
Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis,
ramus nasopalatinus, dan ramus palatina ganglion pterygopalatinum.
Suplai arteri untuk cavum nasi berasal dari cabang-cabang a.
maxillaris. Cabang yang terpenting yaitu a. sphenopalatina yang
beranastomosis dengan cabang septalis a.labialis superior yang
merupakan cabang dari arteri facialis di daerah vestibulum.
Vena-vena membentuk plexus yang luas di dalam mukosa. Plexus ini
dialirkan oleh vena-vena yang menyertai arteri. Pembuluh limfe
mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian
lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi cervicales
profundi superior.4,5
B. Sinus Paranasalis Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang
terdapat di dalam os maxilla, os frontal, os ethmoidalis, dan os
sphenoidalis. Sinus dilapisi oleh mucoperiosterum dan berisi udara,
berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil.
Sinus maxillaris dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam
bentuk yang rudimenter, setelah usianya delapan tahun menjadi cukup
besar dan pada masa remaja sudah terbentuk sempurna. Sinus
berfungsi sebagai resonator suara dan mengurangi berat tengkorak.
Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan kualitas suara
jelas berubah.4,6Sinus maxillaris terletak di dalam corpus
maxillaris. Sinus ini berbentuk piramid dengan basis membentuk
dinding lateral hidung dan apex di dalam processus zygomaticus
maxillae. Atap dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar dibentuk
oleh processus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta
molar ketiga dan kadang-kadang akar dari caninus menonjol ke dalam
sinus sehingga jika dilakukan ekstraksi gigi tersebut dapat
menyebabkan terbentuk fistula bahkan terjadi sinusitis. Sinus
maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus
semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis
bermuara ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris,
kemungkinan penyebaran infeksi dari sinus-sinus tersebut ke sinus
maxillaris sangat besar. Membrana mukosa sinus maxillaris
dipersarafi oleh n.alveolaris dan n.infraorbitalis.4,6Sinus
frontalis ada dua buah dan terdapat dalam os frontale dan
dipisahkan oleh septum tulang yang sering menyimpang dari bidang
median. Setiap sinus berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas
ujung medial alis mata dan ke belakang ke bagian medial atap
orbita. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.supraorbitalis. Sinus
sphenoidalis ada dua buah dan terletak di dalam corpus os
sphenoidalis. Setiap sinus akan bermuara ke dalam recessus
sphenoethmoidalis di atas concha nasalis superior. Membrana mukosa
dipersarafi oleh n.ethmoidalis superior.4,6Sinus ethmoidalis
terdapat dalam os ethmoidale di antara hidung dan orbita. Sinus ini
terpisah dari orbita oleh selapis tipis tulang, sehinggga infeksi
dengan mudah menjalar dari sinus ke dalam orbita. Sinus ini terbagi
menjadi tiga yaitu anterior, media dan posterior. Kelompok anterior
bermuara ke dalam infundibulum, kelompok media bermuara ke dalam
meatus nasi medius, dan kelompok posterior bermuara ke dalam meatus
nasi superior. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.ethmoidalis
anterior dan posterior. Sinus paranasal hampir tidak mempunyai
aliran limfe, sehingga metastasis ke kelenjar limfe sangat jarang
terjadi dan bila ada, hal itu mungkin terjadi pada waktu tumornya
sudah meluas keluar dari sinus paranasal seperti nasofaring, mukosa
pipi atau kulit.4
Gambar 3. Sinus Paranasal 6
Ohngren pada tahun 1933 membuat teori tentang adanya suatu
bidang imaginer yang melalui kantus medius dan angulus mandibula.
Bidang itu membagi rahang atas menjadi struktur superoposterior
(suprastruktur) dan struktur inferoanterior (infrastruktur). Yang
dimaksud suprastruktur adalah dinding tulang sinus maxilla bagian
posterior dan separuh bagian posterior dinding atas. Sisanya
termasuk infrastruktur. Tumor di daerah infrastruktur mempunyai
prognosis yang jauh lebih baik daripada tumor di daerah
suprastruktur.4,6,7
Gambar 4. Garis Ohngren7
2 Etiologi dan Faktor ResikoPerubahan dari sel normal menjadi
sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktor) dan
bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor
sinonasal antara lain : 4,5,6,71. Penggunaan tembakauPenggunaan
tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa,
mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko
terbesar penyebab kanker pada kepala dan leher.2. AlkoholPeminum
alkohol berat dengan frekuensi rutin 3. Inhalan spesifikMenghirup
substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus
paranasal, termasuk diantaranya adalah :a. Debu yang berasal dari
industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan
tepung.b. Debu logam berat : kromium, asbesc. Uap isoprofil
alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radiumd. Uap pelarut (gas
mustard dan isopropanolol) yang digunakan dalam memproduksi
furniture dan sepatu.4. Sinar ionisasi : Sinar radiasi; Sinar UV5.
Virus: Virus HPV, Virus Epstein-barr6. Usia Penyakit keganasan ini
lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun hingga 85
tahun.7. Jenis KelaminKeganasan pada kavum nasi dan sinus
paranasalis ditemukan dua kali lebih sering pada pria dibandingkan
pada wanita.8. Paparan terhadap thorotrast yang merupakan zat
kontras untuk pemeriksaan radiologi sinus maxilla karena mengandung
thorium radioaktif.
3 PatofisiologiPerubahan dari sel normal menjadi sel kanker
dipengaruhi oleh multifaktor seperti yang sudah dipaparkan diatas
dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor sinonasal
semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu
industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan
ataupun mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen
proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua
kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang memacu
diferensiasi (proto-onkogen) dan yang menghambat diferensiasi
(anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal
menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase
yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. 8,9Pada fase
inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi
sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat
terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi
tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel
kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang
sama atau diperlukan karsinogen yang berbeda. Sejak terjadinya
kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan
waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase
induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada
sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana
pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih
terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran
basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun. 8,9Sel
kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis
dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau
disebut juga dengan fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5
tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke
organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ
jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun. Sel-sel kanker ini akan tumbuh
terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan dan gangguan. Sel
kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya,
mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak
didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi.8,9
4 Klasifikasi Berikut ini merupakan klasifikasi dari karsinoma
traktus sinonasal :3Epitel Non epitel
Karsinoma sel squamous Differensiasi Squamous basaloid
Adenosquamous Karsinoma sel nonsquamous Adenoid cystic carcinoma
Mucoepidermoid carsinoma Adenocarcinoma Neuroendocrine carcinoma
Hyalinizing clear cell carcinomaMelanoma malignaOlfactory
neuroblastomaSinonasal undifferentiated carcinoma
ChondrosarcomaOsteogenic sarkomaSoft tissue sarcoma Fibrosarcoma
Malignant fibrous histiocytoma Hemangiopericytoma Angiosarcoma
Kaposis sarcoma Rhabdomyosarcoma Lymphoploroferative Lymphoma
Polymorphic reticulosis Plasmacytoma Metastatic
1. Karsinoma Sel SkuamosaKarsinoma sel skuamosa adalah keganasan
epitel yang berasal dari epitel mukosa dari cavum nasi atau sinus
paranasal yang meliputi keratinisasi dan non keratinisasi. Jenis
yang paling umum dan sering ditemukan pada karsinoma sinonasal
sekitar 70% dari semua kasus, jarang terjadi pada anak-anak dan
lebih sering pada pria dibandingkan wanita, terjadi pada rentang
umur 55-65 tahun. Penyebab definif dari SCC sinonasa tidak bisa
ditentukan secara pasti. Faktor resiko meliputi terexpose nikel,
chloropenol, debu textil dan memiliki riwayat menderita papiloma
sinonasal(Schneiderian). Human papiloma virus menjadi penyebab dari
beberapa kasus yang ditemukan. 1,3,8Kebanyakan karsinoma sel
skuamosa sinonasal yang timbul dalam sinus maxilla(60-70%), diikuti
oleh cavum nasi (12-25%), sinus ethmoidalis (10-15%) dan sinus
frontalis dan sphenoidalis (1%). tapi ketika pertama kali dilihat
tumor biasanya sudah melibatkan hidung, sel ethmoidal dan
antrum/maksila. Gejala berupa rasa penuh atau hidung tersumbat,
epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung,
pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus,
adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi
proptosis, diplopia atau lakrimasi.1,3,7,8Varian dari karsinoma sel
squamosa yaitu karsinoma verukosa, papillary cell squamous
carcinoma, basaloid squamous cell carcinoma, spindle cell
carcinoma, adenosqamous carcinoma. Pemeriksaan radiologis, CT scan
atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan
pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata,
pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik,
karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau
papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau
indurated, demarcated atau infiltratif.8,9,101. Mikroskopik
Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Secara histologi, tumor ini
identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa lain pada
daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam
bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma
merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges.
Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok
kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak
beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma
ini dinilai dengan diferensiansi baik, sedang atau
buruk.9,10,11
Gambar 5. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma11
ii. Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma (Cylindrical Cell,
transitional)Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus
sinonasal yang di karakteristikkan dengan pola plexiform atau
ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan
dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan
diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal
sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma
atau karsinoma neuroendokrin.8,11
Gambar 6. Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma11
Secara umum, lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah
maupun radioterapi, sedangkan pada tahap lanjut (T3-T4) dilakukan
multimodal terapi seperti terapi bedah diikuti dengan radioterapi
atau kemoterapi post operatif. Pasien dengan karsinoma sel squamosa
nasal umumnya terlihat lebih awal dibandingkan pasien dengan kanker
maxilla. Karsinoma sel squamosa nasal jarang bermetastasis ke nodus
limfe dan rekuren. Ketika jenis ini terjadi, perkembangannya
berlangsung sangat cepat. Adanya gangguan lokal yang terjadi selain
kanker, akan memperburuk prognosis. Angka survival 5 tahun sebesar
60% sedangkan untuk karsinoma sel squamosa maxilla 42%.8,9
1. Undifferentiated CarcinomaMerupakan karsinoma yang jarang
ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti.
Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar
sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui
batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Lokasi yang sering
terjadi yaitu cavum nasi, antrum maxilla, dan sinus ethmoidalis.
Karsinoma jenis ini banyak terjadi pada dekade 3-9 dan pertengahan
pada dekade 6 dan juga laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Beberapa kasus terjadi setelah terapi radiasi karsinoma
nasofaring.8,9 Gambaran klinis untuk tipe ini yaitu gejala
berlangsung singkat, obstruksi nasal, epistaksis, proptosis,
bengkak periorbital, diplopia, nyeri wajah, dan termasuk gejala
kelainan nervus kranial. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi
hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk
trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid.
Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga
oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti
menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi,
aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis
atipikal.8,9
Gambar 7. Mikroskopis Undifferentiated carcinoma
Prognosis dari Undifferentiated Carcinoma buruk dengan median
angka bertahan hidup 18 bulan dan survival 5 tahun kurang dari 20%.
Pengobatan dapat dilakukan kombinasi kemoradiasi dan radikal
reseksi.8,9,10
1. Adenokarsinoma Sinonasal Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor
glandular maligna dan tidak menunjukkan gambaran spesifik.
Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor ganas
nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma
agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara
40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari
minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan
pada sinus maksilaris dan etmoid. Gejala utama berupa hidung
tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau
proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya.8,9,10Gambaran
histologi yang dapat ditemukan adalah tipe cribriform, tubular, dan
solid. Tipe cribriform paling sering ditemukan dengan gambaran khas
penampakan swiss cheese. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi
dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang
bermetastasis. Terapi pembedahan dan adjuvant radioterapi adalah
pengobatan pilihan yang umum digunakan untuk terapi pada
adenokarsinoma. Prognosisnya jelek dan biasanya penderita meninggal
dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis.8,9
Gambar 8. Mikroskopis Adenocasinoma Sinonasal11
5 Diagnosis1. Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh
sangat diperlukan dalam penegakkan diagnosis keganasan di hidung
dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung dan
sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat
terpapar bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan
pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari kemungkinan
faktor resiko.1,2,3 Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung
dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maxilla biasanya tanpa gejala. Gejala yang timbul setelah
tumor besar mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga
hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala yang dikeluhkan
dapat dikategorikan sebagai berikut:1,31. Gejala nasal.Gejala nasal
berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret,
sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis.
Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi
deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena
mengandung jaringan nekrotik.1. Gejala orbital.Perluasan tumor
kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau
penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1.
Gejala oral.Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan
atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh
gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali
pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak
sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.1. Gejala
fasialPerluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai
nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus
trigeminus.1. Gejala intrakranialPerluasan tumor ke intrakranial
dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan
visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar
melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau
menembus basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media
maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke
belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus
disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus
maksilaris dan mandibularis.
1. Pemeriksaan FisisSaat memeriksa pasien, pertama-tama
perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau distorsi.
Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika
mata terdorong ke atas, berarti tumor berasal dari sinus maxilla,
jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal
atau etmoid. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan
nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang
licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang
berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor
ganas.1,3,8Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial
berarti tumor berada di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral,
disamping inspeksi lakukan juga palpasi gusi rahang atas dan
palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi goyang.
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan
tumor pada stadium dini. Kita juga harus memeriksa telinga adakah
tuli konduktif unilateral tanpa kelainan telinga dan kelainan saraf
cranial. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari
meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher.1,3,9
1. Pemeriksaan Penunjang2. Pemeriksaan BiopsiBiopsi adalah
pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah
mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan,
dan organ untuk mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara
untuk mengkonfirmasi diagnosis apakah tumor tersebut jinak atau
ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya,
sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian
untuk contoh pemeriksaan tumor yang sudah diangkat.1,3,9Hasil
pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang
dijadikan gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila
hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor tersebut, namun
bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan selanjutnya
apakah berupa operasi kembali atau diberikan kemoterapi atau
radioterapi.1,3,9,12
2. Pemeriksaan X-rayPada pemeriksaan X-ray sinus paranasal ada 4
macam posisi yang perlu untuk mendapat hasil yang baik. Pertama,
posisi waters paling baik untuk melihat sinus maxilla. Kedua,
posisi Caldwell untuk melihat sinus etmoid dan orbita. Ketiga,
posisi lateral untuk melihat sinus sphenoid dan dinding anterior
dan posterior sinus frontal dan maxilla. Keempat, posisi
submentovertex untuk melihat sinus sphenoid dan etmoid posterior.
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran
seperti udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan.1,12
Gambar 9. Foto polos kepala tampak kista didalam sinus
maksilaris12
2. CT - Scan CT-Scan lebih akurat dari pada plain film untuk
menilai struktur tulang sinus paranasal. Pasien beresiko tinggi
dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat,
neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan
dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat
seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal
dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk
menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak.
Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan
hubungannya dengan arteri karotis.1,12
Gambar 10. CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang
berbentuk lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga
hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid, sinus sphenoid dan
nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus
maksilaris12
2. Pemeriksaan MRI MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan
untuk membedakan daerah sekitar tumor dengan jaringan lunak,
membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang menempati
rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan temuan
imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap
radiasi ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluasi
foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan kanalis optik.
Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal
berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal
berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh
signal tumor yang mirip dengan otak.1,12
Gambar 12. a.CT-Scan terlihat karsinoma sinonasal ekstensif
dengan destruksi tulang anterior dan sekitar tulang orbita; b
Coronal MRI; c Sagittal MRI; d Axial MRI12
2. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) PET scan
adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh.
Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini
diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan lebih
banyak energi. Karena kanker cenderung menggunakan energi secara
aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner
kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam
tubuh. Sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk
staging dan surveillance.12
1. StagingSistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium
kanker. Sistem TNM didasarkan atas 3 kategori. Masingmasing
kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk melukiskan keadaan
masing masing pada T(tumor, sampai dimana perluasannya), N (nodul,
kelenjar limfe regional yang terkena), dan M (metastasis).
Pembuatan sistem klasifikasi berguna untuk mrencanakan terapi,
meramalkan prognosis, mengevaluasi hasil pengobatan, keseragaman
informasi antar sentra di dunia dan membantu penelitian mengenai
tumor ganas.9,11,12
6 PenatalaksanaanPasien dengan kanker sinus paranasal biasanya
dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan holistik
multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama
untuk tumor sinus paranasal meliputi:1,3,8,121. PembedahanTerapi
bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi
bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari
masing-masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi
jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan
margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi
tumor dengan struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta
batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat
dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa
kasus eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk
mengurangi nyeri yang hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi
saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus
paranasalis yang mengalami obstruksi. 1,7,12Tumor yang berlokasi di
kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti
reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis,
lateral rhinotomy atau kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah
terbuka (open surgery). Dalam memilih terapi bedah yang optimal,
seorang ahli harus mempertimbangkan dengan seksama dalam memilih
pendekatan endonasal daripada prosedur klasik yaitu melalui
pendekatan rhinostomi lateral, rhinostomi medial, transfasial,
transoral, dan midfacial degloving.Jenis reseksi pada tumor rongga
hidung dan sinus paranasal ditentukan oleh lokasi lesi dan
perluasannya. Tumor yang berasal dari dalam sinus maxilaris
diangkat dengan cara maxilektomi.7,9Menurut MSKCC, maksilektomi
dibagi menjadi IV yaitu defek tipe 1 ( maksilektomi terbatas)
terdiri dari reseksi pada satu atau dua dinding maksila kecuali
palatal. Pada kebanyakan pasien, dinding anterior sebagian dibuang
beserta dengan salah satu dinding tengah atau dasar orbita. Defek
tipe II (maksilektomi subtotal) meliputi reseksi pada lengkung
maksila, palatal, dinding anterior dan lateral (lima dinding
dasar), dengan tetap menjaga dasar orbita. Defek tipe III
(maksilektomi total) meliputi reseksi keenam dinding maksila. Defek
tipe ini dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe IIIa, dimana isi orbita
tetap dijaga dan tipe IIIb, dimana isi orbita diikutsertakan. Defek
tipe IV (orbitomaksilektomi) meliputi reseksi pada isi orbita dan
kelima dinding atas maksila dengan tetap menjaga bagian
palatal.1,7,12
Gambar 13. Jenis Maksilektomi
Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien
dengan gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas
ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan
arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta
adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma optikum.
Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah mencegah insisi
pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan
di rumah sakit lebih singkat.1,7,12Reseksi luas dari tumor kavum
nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan kecacatan/kerusakan
bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulitan menelan. Tujuan
utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka,
penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah,
restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan
berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum
cranii.1,7,12
1. RadioterapiTerapi radiasi juga disebut radioterapi
kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I dan II, atau dalam
kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai
adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah
dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap awal
kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal
alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi
tinggi, penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di zona
yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk terapi
paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi
radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal)
maupun brachyterapi (radiasi internal). Pemberian radioterapi
didasarkan pada jenis histopatologi karena ada yang bersifat
radiosensitif dan sebaliknya.7,9,12
1. KemoterapiKemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi
tumor stadium lanjut. Selain terapi lokal, upaya terbaik untuk
mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan
menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh
tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini
disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau
kombinasi obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat
minggu). Tujuan kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah
sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant maupun neoadjuvant),
kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi
paliatif. 7,9,12Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat
tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk debulking pada lesi-lesi
masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada
pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien
dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi,
penyebaran perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada
metastasis regional.7,12
7 Komplikasi Komplikasi keganasan sinus terkait dengan
pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
yaitu : 1,2,7,121. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri
etmoid anterior danposterior dan arteri sfenopalatina dapat
dikauter atau diligasi.1. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat
bocor dekat dengan basis cranii. Tanda dan gejala yang terjadi
termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo.
Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat
dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus
dilakukan intervensi pembedahan.1. Epifora : hal ini sering terjadi
saat pembedahan disebabkan oleh obstruksipada aliran traktus
lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi
mungkin perlu dilakukan.1. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang
tepat adalah kunci untukmenghindari komplikasi ini. Jika terjadi
diplopia, penggunaan kacamataprisma merupakan terapi yang paling
sederhana.
8 Prognosis Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali
faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan pada sinonasal.
Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal
tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan
sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan,
status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain
yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil
pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis
penyakit ini. Pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang
terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium
tumor.1,9,12
BAB IIIKESIMPULAN
Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana sel-sel kanker
ditemukan dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar
hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita, dan
80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar
60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan
20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15%
terjadi pada sinus ethmoidal dengan minoritas sisa neoplasma
ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.Paparan asap hasil sisa
industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama yang
telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai
timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan
menetap setelah penghentian paparan. Pasien dengan tumor sinus
paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan
pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Tingkat rata-rata ketahanan
hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar 40% selama
5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka
kesembuhan hingga 80%. Pasien dengan tumor yang dioperasi dan
dilakukan terapi radiasi memiliki tingkat kelangsungan hidup kurang
dari 20%.
ALGORITMA PENANGANAN KARSINOMA SINONASAL
Anamnesis
Gejala nasal - Gejala oral Gejala orbita - Gejala fasial Gejala
intrakranial
Bone surveyRontgen ThoraxUSG abdomen lower dan upperMenentukan
stagingTerapi multidisiplin ilmuTerapi GanasJinakPemeriksaan
Histopatologi
BiopsiPemeriksaan Radiologi
X-Ray CT-Scan MRIPemeriksaan Fisik
Mencari lokasi asal tumor, perluasan serta penyebarannya
DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher:
edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,
editor. 2007. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
hal : 178-81.2. Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor
Ganas Kepala Leher. dalam : BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6.
Effendi H, Santoso RAK, editor. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. hal : 235-7, 429-44. 3. Rosen, ST. Head and Neck Cancer. 2004.
USA : Kluwer Academic Publishers. hal : 161-169.4. Snell, R. S.
Kepala dan Leher. dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran.
Edisi 6. 2006. Jakarta : EGC. hal 252-256 5. Faller, A, Schuenke,M.
The Respiratory System. dalam : The Human Body. New York. Georg
Thieme Verlag; 2004;hal 335-3386. Dhingra P. Anatomy of Nose. in :
Disease of Ear, Nose, and Throat 4th edition. 2010. India :
Elsevier. hal 130-5,141,165.7. Budiman, B., Yurni. Maksilektomi
Total Dengan Eksenterasi Orbita Pada Karsinoma Mukoepidermoid
Sinonasal . 2012. Padang : Fakultas Departemen Telinga Hidung
Tenggorok-Bedah Kepala Leher Kedokteran Universitas Andalas/ RS.
Dr. M.Djamil Padang. hal 1-15. 8. Carrau RL, MD. Malignant Tumor of
the Nasal Cavity and Sinuses. [cited on 14 Maret 2015]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article
/846995-overview#showall9. Surakardja, IDG. Tumor Hidung dan Sinus
Paranasal. dalam : Onkologi Klinik. 2000. Fakultas kedokteran
Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. hal : 85-103.10.
Salam KS, Choudhury AA, Hossain MD, et al. Clinicopathological
Study of Sinonasal Malignancy. Bangladesh J Otorhinolaryngology
2009; 15(2):55-9.11. American Society of Clinical Oncology. Nasal
Cavity and Paranasal Sinus Cancers. 2011. USA. [cited on 14 Maret
2015]. Available from : http://www.
cancer.net/cancer-types/nasal-cavity-and-paranasal-sinus-cancer12.
Probst,R., Grever, G., Iro, H. Disease of the Nose, Paranasal
Sinuses, and Face. dalam : Basic Otorhinolaryngology. 2006. New
York : Thieme. hal 64-67.1