1 BAB I PENDAHULUAN Infeksi virus hepatitis C adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 170 juta orang didunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Prevalensi global infeksi HCV adalah 2,9%. Rata-rata prevalensi HCV tertinggi dilaporkan di kembangkan pada negara miskin yaitu di Afrika dan Asia, sedangkan negara yang berkembang dan negara-negara industri memiliki prevalensi rendah yaitu di Eropa dan Amerika Utara. Negara yang memiliki rata-rata infeksi kronik tinggi adalah Mesir, Pakistan, dan Cina. Namun, tidak ada data pada negara Afrika kecuali Mesir, Morocco dan Afrika Selatan. 1,2 Salah satu penyebab penyakit hati di Indonesia adalah virus hepatitis C. Infeksi HCV merupakan masalah yang besar karena sebagian besar kasus menjadi hepatitis kronik yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati (karsinoma hepatoselular) dan merupakan penyebab tersering transplantasi hati. Di Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, Jepang dan Mesir, hepatitis C kronik pada umumnya menyebabkan sirosis dan indikasinya untuk transplantasi hati juga. Rata-rata resiko berkembang menjadi sirosis adalah dari 5%-25% pada usia 25-30 tahun.168 juta penduduk di negara ini diperkirakan sudah terinfeksi HCV. 2,3 HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses secara langsung untuk memproduksi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus hepatitis C adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 170
juta orang didunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Prevalensi global infeksi HCV
adalah 2,9%. Rata-rata prevalensi HCV tertinggi dilaporkan di kembangkan pada negara miskin
yaitu di Afrika dan Asia, sedangkan negara yang berkembang dan negara-negara industri
memiliki prevalensi rendah yaitu di Eropa dan Amerika Utara. Negara yang memiliki rata-rata
infeksi kronik tinggi adalah Mesir, Pakistan, dan Cina. Namun, tidak ada data pada negara Afrika
kecuali Mesir, Morocco dan Afrika Selatan.1,2
Salah satu penyebab penyakit hati di Indonesia adalah virus hepatitis C. Infeksi HCV
merupakan masalah yang besar karena sebagian besar kasus menjadi hepatitis kronik yang dapat
membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati (karsinoma hepatoselular) dan merupakan
penyebab tersering transplantasi hati. Di Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia,
Jepang dan Mesir, hepatitis C kronik pada umumnya menyebabkan sirosis dan indikasinya untuk
transplantasi hati juga. Rata-rata resiko berkembang menjadi sirosis adalah dari 5%-25% pada
usia 25-30 tahun.168 juta penduduk di negara ini diperkirakan sudah terinfeksi HCV.2,3
HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses
secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus Sebelum ditemukannya virus hepatitis
C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis, yaitu virus hepatitis A
(VHA) dan virus hepatitis B (HAB). Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak
disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenal pada saat itu sehingga dinamakan
hepatitis Non-A, Non B (hepatitis NANB). Pencarian penyebab hepatitis itu kemudian dilakukan
oleh banyak institusi sampai kemudian Choo dan kawan-kawan dengan cara amplifikasi dan
identifikasi genetik berhasil mendapatkan virus penyebab hepatitis yang baru ini. Virus baru ini
kemudian dinamakan virus hepatitis C (HCV).4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Hepar
Hati merupakan organ intestinal terbesar dengan berat diantara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.5
Gambar 1. Anatomi Hepar
Sumber: Netter. Interactive Atlas Of Human Anatomy
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap
lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial
mengelilingi vena sentralis. Ada juga sinusosid yang merupakan cabang vena porta dan
arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kuffer yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain didalam tubuh.
Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Hepar
Sumber: Netter. Interactive Atlas Of Human Anatomy
3
Tabel 1. Fungsi Hepar
Tabel 1. Fungsi HatiMetabolisme Karbohidrat
ApolipoproteinAsam lemakAsam amino transminasi dan deaminasi Simpanan vitamin larut dalam lemakObat-obatan dan konjugasinya
Sintesis UreaAlbuminFaktor pembekuanKomplemen C3 dan C4Feritin dan transferinProtein C reaktifHaptoglobinα-1antitripsinα2-makroglobulinseruloplasmin
Ekskresi Sintesis empeduMetabolit obat
Endokrin Sintesis 25-hidroksilase vitamin DImunologi Perkembangan limfosit B fetus
Pembuangan kompleks imun sirkulasi Pembuangan limfosit T CD8 teraktivasiFagositosis dan presentasi antigenProduksi lipopolysaccharide-binding proteinPelepasan sitokin, seperti TNF-α, interferonTransport immunoglobulin A
Lain-lain Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hatiPengaturan angiogenesis
2.2. Definisi Hepatitis C
VHC (Virus Hepatitis C) adalah virus RNA rantai tunggal dengan selubung
glikoprotein digolongkan kedalam Flavivirus . Terdapat 6 genotipe HCV dan lebih dari 50
subtipe. Respons limposit T yang menurun dan kecenderungan virus untuk bermutasi
nampaknya menyebabkan tingginya angka infeksi kronik.3
4
Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga limfosit B melalui reseptor
yang mungkin sekali serupa dengan CD 81 yang terdapat di sel hati maupun limfosit B
atau reseptor LDL. Setelah berada dalam sitoplasma hati, VHC akan melepaskan
selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian
replica RNA. Struktur gen VHC adalah sebuah RNA rantai tunggal, sepanjang kira-kira
10.000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) diapit susunan nukleotida
yang tidak ditranslasikan. Kedua ujung VHC ini sangat terpelihara sehingga saat ini
dipakai untuk identifikasi adanya infeksi VHC. Transalasi protein VHC dilakukan oleh
ribosom sel hati yang akan membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik tersebut.
15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh
membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi
Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam
waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit
hati dan kanker hati.
Keberadaan genetic HCV memiliki implikasi diagnostic dan klinis, yang
menyebabkan sulitnya pengembangan vaksin dan sedikitnya respon terapi. Genotipe-1
bertanggung jawab hingga pada 60-65% semua infeksi virus Hepatitis C di Indonesia dan
genotype ini dihubungkan dengan respon pengobatan yang lebih rendah.3
Struktur gen VHC adalah sebuah RNA untai tunggal, positif sepanjang kira-kira
10.000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) diapit oleh susunan
nukleotida yang tidak ditranslasikan pada masing-masing ujung 5’ dan 3’. Translasi protein
VHC dilakukan di ribosom sel hati yang akan mulai membaca RNA VHC dari satu bagian
spesifik (internal ribosom entry site atau IRES) yang terdapat di region 5’ UTR.
Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang terdiri dari 3011 asam amino.
Asam-asam amino yang dihasilkan ORF ini akan diproses oleh peptidase sel hati untuk
protein-protein structural VHC (dari core envelope region) dan protease-protease yang
dikode oleh VHC untuk protein-protein regulator dari region non-struktural (NS region).
Sampai saat ini telah dikenal 3 macam protein structural (core, E1 dan E2) maupun 7
protein non-struktural (regulator) yaitu: NS2, NS3, p7, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b.
5
Table 2. Fungsi Protein-protein VHC
Protein-protein VHC Fungsia. Protein core Membungkus RNA VHC untai tunggal positif di
reticulum endoplasma. Menimbulkan kerusakan sel hati atau fungsi penekanan imunoregulasi dan apoptosis sel hati yang terinfeksi VHC.
b. sE2 (hypervariable region (HVRI dan HVR2) Mentranslasikan CD81 sebagai reseptor virus untuk infeksi ke dalam sel.Memuat sequence yang identik dengan tempat fosforilasi protein kinase interferon (PKR) yang member kerentanan VHC terhadap terapi interferon.
c. NS2,3 dan 4A Menghasilkan proteased. NS3 Menghasilkan helikasee. NS5B Menghasilkan RNA-dependent RNA Polymerasef. NS2 dan E Menghasilkan protein p7 sebagai saluran ion di
membrane selular
Setelah berada didalam sitoplasma sel hati, VHC akan melepaskan selubung virusnya dan
RNA virus siap untuk melepaskan translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Virus ini
bereplikasi melalui RNA polymerase yang akan menghasilkan salinan RNA virus tanpa
mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan menghancurkan nukleotida yang tidak persis
sama dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak salinan-salinan RNA
VHC yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang pasien yang
disebut sebagai quesispecies. Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV maupun
VHB.
Tabel 3. Genotip HCV dan karakteristik utama masing-masing genotip
Genotipe Distribusi Respons terhadap terapi interferon dan ribavirin
Keterangan
1 Seluruh dunia Moderat (40-50%)-membutuhkan 48 minggu terapi
Merupakan genotip yang paling sering di Eropa, AS dan Jepang
2 Seluruh dunia Baik (70-80%)-membutuhkan 24 minggu terapi
-
3 Seluruh dunia Baik (70-80)-membutuhkan 24 minggu terapi
Lazim ditemukan pada pengguna narkoba suntik di negara berkembang
4 Timur Tengah Baik (60-80%) –mungkin membutuhkan 48 minggu terapi, tapi hanya tersedia sedikit data.
5 Timur jauh Belum diketahui6 Afrika Selatan Belum diketahui
6
Pengetahuan tentang genotip ini sangatlah penting karena dapat dipakai untuk
memprediksi respons terhadap terapi antivirus, SVR dan menentukan durasi terapi. Genotip 2
dan 3 adalah genotip yang telah diketahui memiliki respons lebih baik disbanding genotip I.
tingkat respons terhadap terapi kombinasi interferon pegilasi dan ribavirin adalah sekitar 88%
untuk genotip 2 dan 3 serta 48% untuk genotip 1,4,5 dan 6. Karena genotip tidak akan berubah
selama masa infeksi maka pemeriksaan ini tidak perlu diulangi kembali. Derajat beratnya
penyakit (tingkat/stage fibrosis) tidak memiliki kaitan dengan genotip virus.
2.3. Epidemiologi Infeksi Virus Hepatitis C
HCV merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia yang amat serius. Infeksi HCV
menjadi pandemi atau wabah global. Orang yang terkena virus ini jauh lebih banyak daripada
seluruh manusia yang terinfeksi Human immunodefidency Virus (HIV). Menurut angka
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), sedikitnya 175 juta umat manusia terinfeksi HCV. Angka
ini meliputi 3% dari seluruh populasi manusia di Dunia.
Di Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari laporan pada
lembaga transfusi darah didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi
populasi umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4%.4 Menurut survai massal subbagaian
Hepatologi FKUI, sekitar 4% penduduk Indonesia terinfeksi HCV.
Tabel 4. Rata-rata prevalensi negara yang terinfeksi HCV
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention
Of Hepatitis C, April 2013.
7
Rata-rata prevalensi tertinggi dilaporkan di kembangkan pada negara miskin di
Afrika dan Asia, yang berkembang dan negara-negara industry memiliki prevalensi rendah
yaitu di Eropa dan Amerika Utara. Negara yang memiliki rata-rata infeksi kronik tinggi
adalah Mesir, Pakistan, dan Cina. Sayangnya, tidak ada data pada Negara Afrika kecuali
Mesir, Morocco dan Afrika Selatan.
Hepatitis C kronik pada umumnya menyebabkan sirosis dan indikasinya untuk
transplantasi hati di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Australia, Jepang dan Mesir. Rata-
rata resiko berkembang menjadi sirosis adalah dari 5%-25% pada usia 25-30 tahun.
Infeksi berjangka dari sakit ringan yang berlangsung hanya beberapa minggu
hingga ke serius (infeksi akut) atau sakit seumur hidup (infeksi kronis). Kurang lebih
80% dari pasien yang terinfeksi virus hepatitis akan menjadi terinfeksi secara kronis, dan
kebanyakan dari pasien menunjukkan bukti hepatitis kronis. Periode inkubasi adalah 14-
180 hari (rata-rata 45 hari) dan tidak ada vaksin hepatitis C yang sekarang tersedia.
Tabel 5. Rata-rata perkembangan prevalensi hepatitis C
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention
Of Hepatitis C, April 2013.
2.4. Faktor resiko hepatitis C kronik
Faktor resiko untuk hepatitis C kronik sebagai berikut :
- Laki-laki
8
- Usia > 25 tahun saat terkena infeksi
- Infeksi akut asimptomatik
- Etnis Afrika-amerika
- Infeksi HIV
- Imunosupresi
Diagram Lingkaran 1. Sumber Infeksi HCV di USA
Sumber: Viral Hepatitis Surveillance, USA 2009/2011. Division of Viral Hepatitis and National Center for HIV/AIDS, Viral Hepatitis, STD, and TB Prevention.
- Tawanan, ada tindik dan tato hidung atau telinga.
- Pekerja sex, pengguna obat intravena, tenaga medis,
- Orang yang menjalani perawatan gigi
15
- Pasien dialisis, thalasemia atau hemofilia dengan multiple transfusi.
- Keluarga yang pernah terinfeksi HCV
- Anak yang lahir dengan infeksi HCV
- Pengguna jarum suntik
Tabel 6. Interpretasi Tes HCV
Sumber: World Gastroenterology Organisation Global Guidelines, Diagnosis, Management and Prevention
Of Hepatitis C, April 2013.
2.7. Interpretasi Hasil Laboratorium untuk Hepatitis C
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan antara lain:
Anti HCV untuk mengetahui apakah penderita terpapar hepatitis C
HCV RNA kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar aktivitas virus hepatitis C
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis C
Pemeriksaan Hasil Interpretasi Kemungkinan Lain
Anti-HCVHCV RNA PCR
NegatifNegatif
Tidak terinfeksi Masa inkubasi dan previous infection with clearance and seroconversion
Anti-HCVHCV RNA PCR
NegatifPositif
Infeksi akut -
16
Anti-HCVHCV RNA PCR
PositifNegatif
Infeksi yang telah meredah (Past resolved infection)
Positif palsu dari hasil antibodi dan kondisi kronik infeksi dengan transient PCR RNA yang undetectable (Chronic infection with transiently undetectable RNA PCR)
Anti-HCVHCV RNA PCR
PositifPositif
-
2.8. Diagnosis Hepatitis Akut dan Hepatitis Kronik C
Tidak seperti hepatitis B, pemeriksaan konvensional untuk mendeteksi keberadaan
antigen-antigen HCV tidak bersedia, sehingga pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi
HCV bergantung pada uji serologi untuk memeriksa antibodi dan pemeriksaan molekuler
untuk partikel virus.
Diagnosis HCV akut dan kronik berdasarkan deteksi RNA HCV. Anti HCV
antibody dapat diketahui oleh enzyme immunoassay (EIA) pada sebagian besar pasien
yang terinfeksi HCV, tapi bisa hasilnya negative pada pasien yang baru terkena hepatitis
akut dan pada pasien immunosupresi. Tidak semua pasien yang HCV akut hasil anti HCV
positif dalam diagnosis.
Antibodi anti-HCV adalah pemeriksaan lini pertama untuk infeksi HCV. Pada kasus
hepatitis C akut atau immunocompromise, test RNA HCV bisa menjadi bagian evaluasi
awal. Jika antibodi anti-HCV dideteksi, HCV RNA harus ditentukan oleh metode sensitive
molecular. Jika individu Anti-HCV positif, HCV-RNA negative maka diuji ulang HCV
RNA 3 bulan kemudian untuk mengkonfirmasi penyembuhan.
Dari semua individu dengan hepatitis akut, 75-80% akan berkembang menjadi
infeksi kronik. Diagnosis banding dari hepatitis C akut adalah hepatitis virus (hepatitis A,
B, atau E; Epstein-Barr dan Cytomegalovirus (CMV)), hepatitis alkoholik, hepatitis kronik
aktif autoimun, hepatitis drug-induced, penyakit Wilson.
Infeksi HCV sangat jarang terdiagnosis pada saat infeksi fase akut. Manifestasi klinis
bisa saja muncul dalam waktu 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26 minggu) setelah
terpapar dengan HCV. Sebagian besar HCV tidak menunjukkan gejala atau jika
menunjukan gejala, hanya gejala ringan. Pada HCV akut biasanya ada jaundice,
17
malaise, dan nausea. Infeksi berkembang menjadi kronik hanya sebagian dan biasanya
tidak menunjukkan gejala juga. Hal ini menyebabkan sulitnya menilai perjalanan
alamiah infeksi HCV.
Setelah paparan awal pada infeksi akut, RNA HCV dapat dideteksi dalam darah 1-3
minggu. Kerusakan sel hati ditunjukkan dengan peningkatan kadar alanine amino
transferase (ALT). infeksi akut dapat menjadi berat, namun jarang menjadi fulminan.
Gejala klinik biasanya jarang dijumpaia namun dapat berupa malaise, letih, anoreksia dan
ikterik. Gejala biasanya berkurang setelah beberapa minggu seraya diikuti turunnya ALT.
Infeksi HCV kronik didiagnosis dengan deteksi RNA HCV yang menetap dalam
darah selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Faktor yang berkaitan dengan kesembuhan
spontan infeksi HCV meliputi umur lebih muda, wanita, dan beberapa gen komplek
histokompatibilitas mayor (MHC).
Gejala sisa infeksi HCV tersering adalah penyakit hati menahun, fibrosis hati
progresif yang berakhir pada sirosis, dan KHS. Perkiraan proporsi orang yang terkena
infeksi kronik yang mendapatkan sirosis 20 tahun setelah infeksi awal bervariasi antara 2-
4% pada anak-anak hingga tertinggi 20-30% pada orang dewasa yang ditransfusi. Banyak
faktor yang meningkatkan resiko yaitu usia lebih tua pada saat infeksi, gender pria,
keadaan immunokompremais seperti HIV, muatan virus, genotype virus. Selain itu, yang
mempunyai dampak penting seperti infeksi bersama dengan hepatitis B, kelebihan besi,
perlemakan hati non alkaholik, ko-infeksi skistosomiasis, obat-obatan dengan potensi
hepatotoksik serta kontaminasi lingkungan.
Pasien dengan hepatitis C kronik dapat datang dengan manifestasi atau gejala
ekstrahepatik yang biasanya karena respons imun seperti gejala rematoid,
keratokonjungtivitis sicca, lichen planus, glomerulonefritis, limpoma, dan
krioglobulinemia esensial campuran. Hepatitis C kronik juga berhubungan dengan porfiria
cutanea tarda. Gangguan psikologis termasuk depresi dijumpai pada infeksi HCV pada 20-
30% kasus.
18
2.9. Management Infeksi Hepatitis C
2.9.1. Treatment pada hepatitis C akut
Pasien dengan hepatitis C akut harus dipertimbangkan untuk terapi antivirus
dalam mencegah perkembangan menjadi hepatitis C kronis dengan tingkat SVR tinggi (>
90%) telah dilaporkan dengan monoterapi pegylated IFN-α, pada dasarnya dalam
serangkaian pasein yang menunjukkan gejala, kecuali dari genotype HCV. Terapi
kombinasi dengan ribavirin tidak meningkatkan tingkat SVR dalam pengaturan ini, tetapi
digunakan dipertimbangkan selama pengobatan pada pasien dengan respon yang lambat
dan predictor negative lain dari respon pengobatan.
Waktu yang ideal untuk pemberian terapi belum jelas. Beberapa penelitian
memperkirakan bahwa terjadinya ALT elevasi, dengan atau tanpa gejala klinis, mungkin
ideal untuk waktu pemberian terapi. Hal ini dijelaskan kepada pasien bahwa pengobatan ini
harus diikuti selama 4 mingguan dengan RNA HCV kuantifikasi dan HCV tetap positif
pada 12 minggu dari inset harus diperlakukan.
Rekomendasi untuk pengobatan pasien dengan hepatitis C akut hanya dapat
disimpulkan dari hasil di apriori lebih sulit untuk penyembuhan pasien terinfeksi kronik.
Saat ini ada indikasi untuk pembarian IFN-α sebagai profilaksis pasca paparan dengan
tidak adanya dokumentassi penularan HCV.
2.9.2. Treatment baru dalam Perspektif
HCV lainnya telah mencapai akhir klinis Developmen Tahap Data IIItealah
disajikan untuk kombinasi dari pegylated IFN-α, ribavirin dan faldeprevir. Tahap III data
akan disajikan dalam presentasi April 2014 untuk kombinasi dosis tetap sofosbuvir dan
ledipasvir, dan untuk kombinasi tiga obat ritonavir meningkatkan ABT-450, ombitasvir
(bekas ABT-267), dan dasabuvir (bekas ABT-333). Tujuan dari pengobatan infeksi HCV
adalah mengurangi virus dan komplikasi terkait.
2.9.3. Treatment Goals
Pasien dengan infeksi akut HCV telah diselesaikan tanpa terapi tidak membutuhkan
treatment antivirus. Tergantung dari sumber infeksi, antara 15% dan 50% dari pasien dilaporkan
sembuh spontan.
19
Terdapat 3 sasaran dari terapi hepatitis C yaitu mencegah terjadinya sirosis dan
komplikasinya, mengurangi manifestasi ekstrahepatik dan mencegah kontaminasi atau penularan
kepada orang lain.
Pasien yang teinfeksi HCV genotype 1 diobati dengan kombinasi IFN –α pegilasi,
ribavirin (1000 atau 1200 mg pada pasien <75kg atau >7,5 kg.) dan sofosbuvir (400mg) 12
minggu. (pilihan pertama).8
Pasien yang teinfeksi HCV genotype 1 diobati dengan kombinasi IFN –α pegilasi,
ribavirin (1000 atau 1200 mg pada pasien <75kg atau >7,5 kg.) dan simeprivir (150 mg) (pilihan
ke 2). Kombinasi ini tidak direkomendasikan pada pasien dengan infeksi suptipe 1a. simeprevir
diberikan 12 minggu dengan kombinasi IFN-Αdan ribavirin. IFN-α dan ribavirin kemudian
diberikan sendiri sebagai penambah selama 12 minggu. Jadi jumlah total pengobatan selama 24
minggu (‘naïve and prior relapse patients’ ) dan ditambah 36 minggu jika pada sirosis total
pengobatan menjadi 48 minggu (‘prior partial and null responders’ termasuk sirosis). HCV RNA
dimonitor selama pengobatan. Pengobatan di stop jika HCV RNA ≥25 IU/ml diobati 4 minggu,
12 minggu atau 24 minggu. ( pilihan ke 2 pada genotype 2).8
Pasien yang terinfeksi HCV genotype ke 2 harus diobati dengan ribavirin diberikan tiap
hari, tergantung berat badan (1000 atau 1200 mg pada pasien <75 kg atau >75 kg) , dan
sofosbuvir tiap hari 400 mg 12 minggu. Terapi harus prolong ke 16 atau 20 minggu pada pasien
dengan sirosis.8
Pasien dengan infeksi HCV genotype 3 diobati dengan kombinasi IFN-α pegilasi
mingguan, ribavirin diberikan tiap hari, tergantung berat badan (1000 atau 1200 pada pasien <75
kg atau >75kg) dan sofosbuvir (400 mg) 12 minggu.8
Pasien dengan infeksi HCV genotype 4 diobati dengan kombinasi IFN-α pegilasi
mingguan, ribavirin (1000 atau 1200 pada pasien <75 kg atau >75kg) dan sofosbuvir (400 mg)
12 minggu. Obat sofosbuvir bisa diganti dengan simeprevir 150 mg atau daclatasvir 60 mg
selama 24 minggu atau juga sofosbuvir 400 mg selama 24 minggu.8
Pasien dengan infeksi HCV genotype 5 atau 6 harus diobati dengan kombinasi IFN-α
pegilasi mingguan, ribavirin diberikan tiap hari, tergantung berat badan (1000 atau 1200 pada
pasien <75 kg atau >75kg) dan sofosbuvir (400 mg) 12 minggu.8
20
Pasien dengan hepatitis akut dipertimbangkan pemberian terapi antivirus untuk
mencegah terjadinya hepatitis C kronik. Rata-rata SVR >90% tinggi untuk pemberian IFN-α
peglasi monoterapi tanpa menghiraukan HCV genotipenya. IFN-α peglasi monoterapi yaitu IFN-
α2a peglasi, 180μg/minggu atau IFN-α2b peglasi, 1,5 μg/kg/minggu selama 24 minggu.
Kombinasi terapi dengan ribavirin tidak meningkatkan nilai SVR. IFN-α peglasi akan
dikombinasi dengan ribavirin (1000 atau 1200 mg pada pasien <75 kg atau >75 kg selama 24
minggu pada pasien hepatitis C akut yang co-infeksi HIV. Tidak ada data yang tersedia tentang
penggunaan sofosbuvir, simeprevir atau daclatasvir pada pasien dengan hepatitis C akut.
Perbedaan profil farmakokinetik dari interferon α-2b dan α-2a pegilasi
PK Parameter PEG-IFN-2b (12 kDa) PEG-IFN-2a (12 kDa)Distribusi Volume 0,99 L/kg 8-12 LKlirens 220 ml/h/kg 60-100 ml/hAbsorpsi paruh waktu (jam) 4,6 50Eliminasi waktu paruh (jam) Approximately 40 65T (jam) 15-44 80Peak-to-throug ratio >10 1,5-2,0
Pasien hemodialisa, khususnya kandidat yang tlansplantasi ginjal, dipertimbangkan untuk
terapi antivirus. Pasien hemodialisa menerima IFN-free jika ribavirin-free regimen. Namun,
tidak ada dosis yang aman dan mujarab, dan membutuhkan dosis yang cocok untuk sofosbuvir,
simeprevir dan daclatasvir tidak diketahui. Sofosbuvir tidak diberikan pada pasien dengan eGFR
<30 ml/min/1,73 m2 atau dengan penyakit gagal ginjal.
IFN-α peglasi dosisnya dikurangi pada kasus dengan efek samping seperti depresi sedang
dan nilai netroufil dibawah 750/mm3, atau jumlah platelet dibawah 50.000/mm3. Ketika
menggunakan IFN-α2a, dosisnya dikurangi dari 180μg/minggu ke 135 μg/minggu, dan kemudian
ke 90 μg/minggu. Ketika menggunakan IFN-α2b, dosisnya dikurangi dari 1,5 μg/kg/minggu ke
1,0 μg/kg/minggu, dan kemudian ke 0,5 μg/kg/minggu. IFN-α peglasi di hentikan pada kasus
adany tanda depresi, jika jumlah neutropil dibawah 500/mm3 atau platelet dibawah 25.000/mm3.
Jika neutropil atau platelet meningkat dari nilai titik terendah maka pengobatannya diulang, tapi
dosisnya dikurangi. Ribavirin distop jika hemoglobin dibawah 8,5 g/dl.
21
Hal-hal yang penting untuk memahami terapi virus hepatitis C
Tujuan pengobatan hepatits C adalah untuk eradikasi virus. Bila hal ini tidak tercapai,
maka tujuan berikutnya adalah mencegah terjadinya sirosis dan komplikasinya serta
terjadinya kanker hati.
Bila terjadi respons virology menetap (HCV-RNA negative 24 bulan setelah terapi)
kemungkinan relaps dalam 4 tahun adalah 10%
Respons virus menetap pada pasien sirosis menyebabkan penurunan komplikasi sirosis
Apabila tidak tercapai respons virus menetap, masih dapat terjadi pengurangan
progresifitas penyakit bila transminase menunjukkan penurunan.
Pada masa terapi terdapat kemungkinan penurunan kualitas hidup penderita akan tetapi
akan membaik setelah terapi selesai.
Depresi merupakan efek samping yang serius
Anemia dan teratogenitas merupakan efek samping serius terapi dengan ribavirin.
Anjuran Pengobatan HCV pada Genotipe 1
22
Rekomendasi pengobatan HCV Genotipe 2 dan 3
Rekomendasi Pengobatan HCV dengan Genotipe 4,5 dan 6
23
Tabel 9. Rekomendasi terapi pada Hepatits C
2.10. Efek Samping Obat
Keadaan yang memerlukan perhatian khusus apabila diberi terapi interferon adalah