Top Banner
TINJAUAN PUSTAKA HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA Pembimbing: dr. H. Abdul Razak D, Sp.A Oleh: Yudriawan Annas H1A 007 057 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN
17

Referat Henoch Schonlein Purpura

Oct 28, 2015

Download

Documents

Yudriawan Annas

Referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Henoch Schonlein Purpura

TINJAUAN PUSTAKA

HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA

Pembimbing:

dr. H. Abdul Razak D, Sp.A

Oleh:

Yudriawan Annas

H1A 007 057

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2013

Page 2: Referat Henoch Schonlein Purpura

BAB I

PENDAHULUAN

Purpura Henoch-Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa

hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom

klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi,

saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura

nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan

kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11

tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak

pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 :1). Umumnya merupakan benign self-

limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal

ginjal.

Etiologinya belum dipastikan. Diagnosis berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan

biopsi. Pengobatan tidak ada yang spesifik dengan prognosis yang umumnya baik.

Page 3: Referat Henoch Schonlein Purpura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA

I. DEFINISI

Henoch-Schönlein Purpura adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis

pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura

nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan

gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis atau hematuria(1,2,3). Purpura Henoch-

Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas

vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak.(CDK) Nama lain penyakit ini adalah

purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik.(1)

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)

dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki

dibanding anak perempuan (1,5 : 1).(1,3) Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah.

HSP umumnya merupakan benign self-limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis;

hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal.

III.ETIOLOGI

Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor

memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas,

makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella,

rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan

(ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin).(1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari

bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia,

Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-

Barr).(1,3) Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk

penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).(1) Namun, IgA jelas

mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum,

kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.(1,3)

Page 4: Referat Henoch Schonlein Purpura

HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1

daripada IgA2.(3)

Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:(3)

Infeksi :- Mononukleosis - Infeksi parvovirus B19

- Infeksi Streptokokus grup A - Infeksi Yersinia

- Sirosis karena Hepatitis-C - Hepatitis

- Infeksi Mikoplasma - Infeksi Shigella

- Virus Epstein-Barr - Infeksi Salmonella

- Infeksi viral Varizella-zoster - Enteritis Campylobacter

Vaksin :- Tifoid - Kolera

- Campak - Demam kuning

Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin)

- Makanan

- Gigitan serangga

- Paparan terhadap dingin

Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease

IV. PATOFISIOLOGI

Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang

mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit

kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi

termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada

pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit,

nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis.(1,3)

Page 5: Referat Henoch Schonlein Purpura

Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti

perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator

inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP.

Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat

menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.(1,3)

Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi

sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin

(ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga

dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini

dibanding pada fase remisi.(1,3) Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan

dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut.(3).

V. MANIFESTASI KLINIS

HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah,

nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga

seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat.(5)

Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang

muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Gejala klinis

mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris

yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya

terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal

kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi

lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat

menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat

mengalami ulserasi.(1,3)

Page 6: Referat Henoch Schonlein Purpura

Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing

surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan

penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.

Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit

yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada

kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren.

Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala

prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan

anoreksia.(1,2,3,4)

Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh edema

kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute

Hemorrhagic Edema of Infancy).(3)

Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat

migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki,

namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan.(1,2,3,4,5)

Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat

menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan

ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren

pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap.(1,3)

Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri

abdomen atau perdarahan gastrointestinalis.(1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah

timbul kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat

adalah duodenum dan usus halus.(3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang

berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan

kadang – kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi

dibanding ileokolonal.(1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding

usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.(1,3) Kadang

dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak.(3)

Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria

(<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada

ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang

persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal

yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten,

keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal

Page 7: Referat Henoch Schonlein Purpura

biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik.(1) Seringkali derajat

keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. (3) Pada

pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat

proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut

memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien.(3)

Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf

pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada

beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang,

paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara

lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas,

ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan

defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis.

Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati

(nervus fasialis, femoralis, ulnaris).(3)

Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops

kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada

pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. (3)

Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis

miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis

stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma

subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut.(3)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah

trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh

trombositopenia.(1,2,3,5) Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik,

biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat

eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal.(1,2,3) Kadar komplemen

seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam

darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA.(1,3) Analisis

urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens

menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada

feses dapat ditemukan darah.(1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII

dan XIII dapat menurun.(3)

Page 8: Referat Henoch Schonlein Purpura

Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.(1,5) Imunofluorosensi

menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. (1) Pada

pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan

pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang

pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut.(3)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada

dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada

diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian

bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan

gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.(1,2,3,4,5)

Tabel 1. Kriteria Diagnosis HSP

Kriteria Definisi

Purpura non trombositopenia (palpable

purpura)

Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,

terdapat elevasi kulit, tidak

berhubungan dengan trombositopenia

Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun

Gejala abdominal / gangguan saluran

cerna (Bowel angina)

Nyeri abdominal difus, memberat

setelah makan atau diagnosis iskemia

usus, biasanya termasuk BAB berdarah

Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan

granulosit pada dinding arteriol atau

venula

Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi

setidaknya 2 dari kriteria yang ada. Tabel diambil dari Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak

2007.

Selain itu, terdapat beberapa kriteria diagnosis menurut American College of

Rheumatology 1990: Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu: (1) Palpable purpura

non trombositopenia; (2) Onset gejala pertama < 20 tahun; (3) Bowel angina; (4) Pada

biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula.

Page 9: Referat Henoch Schonlein Purpura

Menurut European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric

Rheumatology Society (PreS) 2006 apabila terdapat palpable purpura dan diikuti minimal

satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit),

artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria)

Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut

abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam

reumatik, Rocky mountain spotted fever, reaksi alergi obat – obatan, nefropati IgA, artritis

reumatoid.(2,3,4,5)

VIII.PENGOBATAN

Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan

simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi

nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan

OAINS seperti ibuprofen.(1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6

jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri

perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus

dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan

perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat

kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan

imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila

diberikan secara dini.(1) Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 – 750

mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk

fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 –

200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari

sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6

bulan.(1,3)

Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi

dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit

dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri

abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten.

Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan

perforasi saluran cerna.(1)

Page 10: Referat Henoch Schonlein Purpura

IX. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa

hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada

50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal

ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan

pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.(1,2,3,5)

Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,

intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran

cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini

jarang terjadi.(1)

Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,

eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,

adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli,

infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.(1)

Page 11: Referat Henoch Schonlein Purpura

DAFTAR PUSTAKA

1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran Edisi 194

Volume 139 Nomor 6. 2012. Available at http://www.kalbe.co.id diakses tanggal 19

Agustus 2013

2. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,

Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.

3. Bossart P. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dari

www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 19 Agustus 2013.

4. Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari

www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 19 Agustus

2013

5. D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education, 2009.

Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 19 Agustus

2013

6. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American Family

Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses

tanggal 19 Agustus 2013