BAB IPENDAHULUANKemajuan teknologi di sektor industri telah
berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang dalam
pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi suara atau
timbulnya bising di tempat kerja. Suara bising atau polusi suara,
sebagai salah satu efek dari sektor industri yang dapat menimbulkan
gangguan pendengaran atau ketulian pada seseorang yang bekerja atau
berada di lingkungan industri.(1)Bising dapat menyebabkan gangguan
pada kesehatan pekerja baik gangguan secara langsung pada
pendengaran maupun pada non pendengaran. Gangguan pada pendengaran
yaitu berupa trauma bising/NIHL (Noise Induced Hearing Loss) yaitu
akibat kerusakan organ sensori atau sensorineural telinga dalam
yang menetap disebabkan oleh dampak akumulasi pengaruh bising dalam
jangka lama. (2,3)Menurut KepMenNakes No.51 tahun 1999 dan
KepMenKes No.1405 tahun 2002, kebisingan yang dapat diterima oleh
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari
atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB. World Health Organization (WHO)
tahun 2004 menyatakan tingginya kadar kebisingan kerja menjadi
masalah di seluruh wilayah dunia. Di Amerika Serikat lebih dari 30
juta pekerja terpapar kebisingan berbahaya dan di Jerman 4-5 juta
orang (12-15% dari tenaga kerja) terpapar kebisingan. Menurut hasil
WHO Multi Center Study pada tahun 1998, Indonesia termasuk dalam
empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan
pendengaran yang cukup tinggi yaitu 4,6%, tiga negara lainnya
adalah Sri Langka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India
(6,3%).(4,5)Gangguan pendengaran tersebut terkadang tidak disadari
oleh penderitanya dimana akibat dari timbulnya gangguan pendengaran
ini dapat dipengaruhi oleh umur, lama pemaparan, masa kerja dan
intensitas bising. Ketulian akan mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup (Quality of Life) seseorang dan berdampak terhadap kualitas
sumber daya manusia.(2,3)
BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 ANATOMI TELINGATelinga dibagi atas
telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. II.1.1 Telinga
luarTelinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-ira 2 - 3 cm. Pada
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Seperti yang terdapat
gambar di bawah ini :
Gambar 1. Anatomi telinga (Telinga Luar, Telinga Tengah dan
Telinga Dalam)
II.1.2 Telinga Tengah (Cavum Timpani)Telinga tengah berbentuk
kubus dengan batas luar membran timpani, batas depan adalah tuba
eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis), batas
belakang aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis,
batas atas tegmen timpani (meningen/otak), serta batas dalam dengan
susunan berturut-turut dari atas ke bawah terdiri dari kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.Membran
timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Batas atas
disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah
pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua,
yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.Bayangan penonjolan bagian bawah maleus
pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu
reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 5
untuk membran timpani kanan dan pukul 7 untuk membrane timpani
kiri. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis
reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.Membran
timpani dibagi menjadi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis,
dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani, sesuai
dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat
tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus
dan stapes.(Gambar 1)Tulang pendengaran di dalam telinga saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes
terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.Pada
pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.( 6)
II.1.3 Telinga DalamTelinga dalam terdiri dari koklea (rumah
siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.Kanalis semisirkularis saling berhubungan
secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untu
pendengaran. Dasar skala vestibuli (Reissners membrane) sedangkan
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ
Corti.Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis
Corti, yang membentuk organ Corti.gambaran seperti berikut :(6)
Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam
II.2 FISIOLOGI PENDENGARANProses pendengaran diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Membran timpani
akan bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-daerah
bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan ditimbulkan
oleh gelombang suara menyebabkan gendang telinga yang sangat peka
melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang
suara. Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani
ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh rantai tiga
tulang kecil atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang dapat
bergerak dan membentang di telinga tengah. Sewaktu membran timpani
bergetar, rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan
frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran
timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang
ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan
telinga dalam mirip gelombang suara asal. Sistem osikulus
memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara
melalui dua mekanisme agar cairan dikoklea bergetar. Pertama,
karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada
luasjendela oval (tekanan= gaya/luas). Kedua, efek tuas osikulus
juga menimbulkan penguatan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini
meningkatkan gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali
dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung mengenai jendela
oval. Penambahan tekanan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan
di koklea.Energi getar yang diamplikasi ini akan menggetarkan
jendela oval sehigga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran ini diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
edolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini proses ini merupakan
rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.uraian diatas seperti gambar di bawah ini :(7)
Gambar 3. Gambaran fisiologi pendengaranII.3 NOISE INDUCED
HEARING LOSSII.3.1 DefinisiGangguan pendengaran akibat bising
(noise induced hearing loss) adalah gangguan pendengaran yang
disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam
jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Gangguan pendengaran akibat bising biasanya
bilateral dan sama derajat maupun sifatnya.(8,9)Secara umum bising
adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang
intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang
sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi
yang frekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang
terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 4000 Hz.(8)Banyak hal yang mempermudah seseorang
menjadi tuli akibat terpajan bising, antara lain intensitas atau
kerasnya bunyi yang lebih tinggi (sound pressure level), tipe
bising (spektrum frekuensi), periode pemaparan per hari (duty cycle
perday), lamanya masa kerja, kerentanan individual, umur pekerja,
penyakit telinga yang menyertai, sifat lingkungan tempat bising
dihasilkan, jarak dari sumber bunyi, dan posisi setiap telinga
terhadap gelombang suara. Empat yang pertama merupakan
faktor-faktor terpenting dalam pemaparan bising.(9)
II.3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat sekitar 10 juta orang dewasa dan 5,2 juta
anak sudah menderita gangguan pendengaran akibat bising dan 30 juta
lebih lainnya dapat terkena dampak bising yang berbahaya setiap
harinya.(10)Data World Health Organization (WHO) mengenai angka
gangguan pendengaran dan ketulian menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) dari total
penduduk dunia, tahun 2005 sekitar 278 juta (4,2%) dan mengalami
peningkatan pada tahun 2013 menjadi sekitar 360 juta (5,3%)
penduduk dunia, 328 juta penduduk (91%) merupakan orang dewasa dan
32 juta (9%) adalah anak-anak.Di Indonesia penelitian tentang
gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak
lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun 1995 pada
Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta
didapatkan hasil adanya gangguan pendengaran pada 50% jumlah
karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10
dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10
tahun.(11)
II.3.3 Patofisiologi
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama
sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut
luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai
dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut
luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap
stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan
dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia
seperti gambar di bawah ini:
Gambar 4. sel rambut yang mengalami kerusakan
Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan
hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh
jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel
rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin
luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada
saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang
otak.(12)
II.3.4 Maniefestasi Klinis
Bising memiliki dua pengaruh terhadap pekerja yaitu pengaruh
auditorial berupa tuli akibat bising (Noise induced hearing
loss/NIHL) umumnya terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat
kebisingan yang tinggi serta berupa pengaruh non auditorial yang
dapat bermacam-macam misalnya gangguan komunikasi, gelisah, rasa
tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah dan lain
sebagainya.(9)Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran
dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar
sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang dengar
menetap (permanent threshold shift).(8)Reaksi adaptasi merupakan
respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70
dB SPL atau kurang. Keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada
saraf telinga yang terpajan bising.(8)Peningkatan ambang dengar
sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar
akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi.
Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang
terjadi pemulihan dalam satuan hari.(8)Peningkatan ambang dengar
menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar
menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi
berlangsung singkat (explosif) atau berlangsung lama. Keadaan ini
menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain
kerusakan organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dan
lain-lain.(8)
II.3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,
pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk
pendengaran seperti audiometri.Anamnesis pernah bekerja atau sedang
bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama
biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan otoskopik tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala
didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga
pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis
ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni
didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz
dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang
patognomonik untuk jenis ketulian ini.uraian diatas seperti gambar
di bawah ini :
Gambar 5. Hasil Audiogram Pada Tuli Akibat Bising
Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short increment
sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudness balance), MLB
(monoaural loudness balance), audiometri Bekesy, audiometri tutur
(speech audiometry), hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen
(recruitment) yang patognomonik untuk tuli sensorineural
koklea.(8)
II.3.6 PenatalaksanaanSesuai dengan penyebab ketulian, penderita
sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak
mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga
terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga
(ear muff) dan pelindung kepala (helmet).Oleh karena tuli akibat
bising adalah tuli sensorineural yang bersifat menetap, bila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi
dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengar/ ABD (hearing aid).Alat bantu dengar (ABD) adalah suatu
perangkat elektronik yang berguna untuk memperkeras (amplifikasi)
suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si pemakai dapat
mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya.(8,12)ABD
memiliki 4 bagian pokok yaitu mikrofon yang berperan menerima suara
dari luar dan mengubah sinyal suara menjadi energi listrik kemudian
meneruskannya ke amplifier, amplifier yang berfungsi memperkeras
suara dengan cara memperbesar energi listrik yang selanjutnya
mengirimkannya ke receiver, receiver berfungsi mengubah energi
listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi energi bunyi
kembali dan meneruskan ke liang telinga serta batere sebagai sumber
tenaga. Contoh seperti gambar dibawah ini :(12)
Gambar 6. Bagian-bagian dari Alat Bantu Dengar (ABD)Selain
komponen dasar tersebut pada jenis ABD tertentu juga dilengkapi
dengan fasilitas tambahan seperti telecoil yang berfungsi menangkap
medan magnit dari peralatan audio disekitarnya, audio input yang
memungkinkan ABD terhubung dengan peralatan audio (TV, radio dan
lain-lain), serta tone control untuk dapat memilih kualitas nada
yang diinginkan. Untuk ABD yang komponennya berada di luar telinga,
suara yang telah diperkeras disalurkan ke liang telinga melalui
pipa plastik (tubing) dan ear mould (cetakan liang telinga). Ear
mould dibuat khusus agar sedemikian rupa cocok dengan ukuran liang
telinga, terbuat dari bahan acrylic atau silikon. Ukuran ear mould
sangat individual sehingga ear mould untuk telinga kiri tidak cocok
bila dipasang di telinga kanan. Pada bayi dan anak, ear mould
secara berkala harus diganti karena ukuran liang telinga pasti
berubah sesuai perkembangan anatomi kepala. Pada ABD berukuran
kecil dimana semua komponen berada di liang telinga, ear mould
menyatu dengan komponen ABD.(12)Apabila pendengarannya telah
sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat
berkomunikasi dengan adekuat sehingga diperlukan psikoterapi agar
dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training)
agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien
dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan
gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar
suaranya sendiri sangat leah, rehabilitasi suara juga diperlukan
agar dapat mengendalikan volume tinggi rendah dan irama
percakapan.(8)Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral
dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear
implant). Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang
mempunyai kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan
kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat
dan total bilateral. Implan koklea sudah mulai dimanfaatkan
semenjak 25 tahun yang lalu dan berkembang pesat di negara maju.
Implantasi koklea pertama kali dikerjakan di Indonesia pada bulan
Juli 2002. Selama 4 tahun terakhir telah dilakukan implantasi
koklea pada 27 anak dan 1 orang dewasa. Implan koklea yang paling
mutakhir saat ini mempunyai 24 buah saluran
(channel).(8,12)Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan
tuli saraf berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun
dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu
dengar konvensional, usia12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada
kontraindikasi medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan
kognitif yang baik. Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan
koklea antara lain tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat
(tuli sentral), proses penulangan koklea, koklea tidak
berkembang.(12)
II.3.7 Prognosis jenis ketulian akibat terpapar bising adalah
tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat
diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang
baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya
ketulian.(8)
II.3.8 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melaksanakan Program
Konservasi Pendengaran di tempat kerja dengan baik. Program
Konservasi Pendengaran (PKP) antara lain dengan mengidentifikasi
sumber bising (walk through survey), pengukuran dan analisis
kebisingan (SLM, Octave Band Analyzer), pengendalian bising dalam
bentuk control engineering maupun kontrol administrasi, melakukan
pemeriksaan audiometri secara berkala, pelaksanaan komunikasi,
informasi dan edukasi, pemberian alat pelindung diri, serta
pencatatan dan pelaporan data. Seperti tabel di bawah ini:
Tabel 1. Intensitas dan waktu pajanan bising yang
diperkenankanIntensitas bising (dB)Waktu Pajanan (per hari dalam
jam)
8024
8216
858
884
912
941
97
100
OSHA (Occupational Safety and Health Administration) membuat
peraturan yang dikenal dengan hukum 5 dB. Apabila intensitas bising
meningkat 5 dB, maka waktu pajanan yang diperkenankan harus
dikurangi separuhnya.(13) II.4 OKSIGEN HIPERBARIKOksigen hiperbarik
adalah pemberian oksigen dengan tekanan lebih dari 1 (satu)
atmosfer, dilakukan dalam Ruangan Udara Bertekanan Tinggi (RUBT).
Pada umumnya oksigen hiperbarik diberikan dengan tekanan 2-3 ATA
tergantung dari jenis penyakitnya. Oksigen 100 % diberikan dengan
menggunakan masker, sementara gas di sekitar tubuh merupakan udara
normal yang terkompresi pada tekanan yang sama. Di dalam RUBT
posisi penderita bisa duduk atau berbaring.(14)Dasar dari terapi
hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori
Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan
udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi
unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen
(N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian.
Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang disediakan mengandung
Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika
dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.Sedangkan
prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2
pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua
organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke
dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari
pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi dan
difusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan
matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan
kondisi yang optimal.Aspek fisiologis oksigen hiperbarik bisa
dilihat di table di bawah ini :
Tabel 2. Aspek Fisiologis Oksigen HiperbarikASPEK FISIOLOGIS
OKSIGEN HIPERBARIK
Transport oksigen dalam darah
Pada keadaan nornal kira-kira 97% oksigen (19.4 vol%) diangkut
oleh hemoglobin dari paru-paru ke jaringan, 3% sisanya diangkut
dalam bentuk terlarut dalam plasma darah. Dengan demikian pada
keadaan normal, oksigen dibawa ke jaringan hampir seluruhnya oleh
hemoglobin
Jumlah oksigen yang diangkut Hemoglobin
1 (satu) gram Hb dapat mengikat 1.34 ml O2, konsentrasi normal
Hb +/- 15 gram per 100 ml darah. Bila saturasi HB 100 %, maka 100
ml darah dapat mengangkut 20,1 ml O2 yang terikat pada Hb (20,1 vol
%)
Pengaruh hiperbarik terhadap kelarutan O2 dalam darah
Pada tekanan normal, oksigen yang larut dalam darah hanya
sedikit (0.32 vol %). Tetapi dalam keadaan hiperbarik, misalnya
pada tekanan 2,8 ATA dimana PO2 arterial mencapai +/- 2000 mmHg
sehingga oksigen yang larut dalam plasma adalah sebesar +/- 6.4 vol
% yang cukup untuk memberi hidup meskipun tidak ada hemoglobin
(life without blood). Pada keadaan normal (istirahat) kebutuhan
oksigen jaringan adalah 5 vol %.(15,16)
Dasar pemikiran pemakaian terapi dengan oksigen hiperbarik
Hiperoksigenasi akan memperbaiki daerah-daerah iskemik/hipoksia,
mempertahankan dan memperbaiki fungsi sel-sel. Keadaan
vasokonstriksi dapat mengurangi edema jaringan. Indikasi terapi
hiperbarik oksigen penting pada kasus-kasus yang berkaitan dengan
insufisiensi vaskuler.(14,15)
BAB IIIKESIMPULANGangguan pendengaran yang disebabkan akibat
terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup
lama biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja dan
merupakan salah satu penyebab timbulnya penurunan kualitas hidup
seseorang. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah
tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak dapat
diobati dengan obat maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu
yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. Untuk terapi
gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss)
dengan terapi hiperbarik belum pernah diteliti, karena NIHL
merupakan suatu keadaan yang kronis, sedangkan menurut penelitian
keberhasilan hiperbarik apabila keadaannya akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nandi SS, Dhatrak SV. Occupational Noise Induced Hearing Loss
in India. India Journal of Occupational and Environment Medicine,
August 2008. vol 12, issue 2. P.53-6.2. Arini E.Y. 2005.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran Tipe
Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT.Kurnia Jati Utama
Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro. Accessed on 13th May,
2015.3. Tjan H, Lintong F, Supit W. Efek Bising Mesin Elektronika
Terhadap Gangguan Fungsi Pendengaran pada Pekerja di Kecamatan
Sario Kota Manado, Sulawesi Utara. Jurnal e-Biomedik (eBM).2013;1
(1): 34-9.4. World Health Organization. Occupational Noise. Geneva:
Protection of The Human Environment WHO [Online] 2004. Available at
www.who.int/quantifying_ehimpacts/.../ebd9.pdf. Accesed on 13th
May,2015.5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat
Pendengaran Baik. c2010 Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/840-telingasehatpendengaran-baik.html.
Accesed on 13th May 2010.6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J.
Gangguan pendengaran (Tuli). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu penyakit telinga,
hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 2007. h. 8.7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 2011.p.236-8.8.
Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising
(noise induced hearing loss). Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, Ed. Buku ajar ilmu penyakit telinga,
hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 2007. h. 49-52.9. Fox MS. Pemaparan bising industri
dan kurang pendengaran. Dalam : Ballenger JJ, Ed. Penyakit telinga,
hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1997. h. 305-9. 10. Seidman MD, Standring RT. Noise and
Quality of Life. International Journal of Environmental Research
and Public Health. 2010;7:3730-8.11. Siti Rani. Dosis Pajanan
Bising. Available at
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123563-S-5264-Gambaran%20dosis-pendahuluan.pdf.
Accessed on 14th May 2015.12. Yunita Andrina. 2003. Gangguan
Pendengaran Akibat Bising. Bagian Ilmu Penyakit THT. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Accessed on 14th May
2015.13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Seri pedoman
tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas kesehatan : Penyakit
THT akibat kerja. Jakarta: Kementrian Kesehatan, 2011.h. 3-9.14.
Gill AL, Bell CNA. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of
action and outcomes. Qjm. 2004;97(7):385-95.15. Sadasivan S., et
al. Hyperbaric oxygen therapy. Available at:
http://www.moh.gov.my/attachments/6369.pdf. Accesed on 13th May,
201516. Ustad F, Ali FM, Ustad T, Aher V, Suryavanshi H. hyperbaric
oxygen therapy, HBO, uses of HBO. Uses of hyperbaric oxygen
therapy: a review. 2012(293).
1