Top Banner
REFERAT NYERI INFLAMASI DAN NYERI CAMPURAN : PATOFISIOLOGI DAN PENATALAKSANAANNYA Disusun oleh : Dewantari Saputri G99141047 Fitroh Annisah G99141048 Puji Rahmawati G99141049 Fernando Feliz Christian G99141050 Ilma Anisa G99141051 Pembimbing dr. Yulyani Werdiningsih, Sp.PD
28

REFERAT EDIT.docx

Jan 11, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REFERAT EDIT.docx

REFERAT

NYERI INFLAMASI DAN NYERI CAMPURAN : PATOFISIOLOGI DAN

PENATALAKSANAANNYA

Disusun oleh :

Dewantari Saputri G99141047

Fitroh Annisah G99141048

Puji Rahmawati G99141049

Fernando Feliz Christian G99141050

Ilma Anisa G99141051

Pembimbing

dr. Yulyani Werdiningsih, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: REFERAT EDIT.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut International Association for the Study of Pain, nyeri merupakan

pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan

dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Nyeri

bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur,

dan jenis kelamin.1

Persepsi nyeri sangat bersifat individual yang banyak dipengaruhi oleh

berbagai faktor non fisik, bukan hanya merupakan gangguan fisik tetapi

merupakan kombinasi dari faktor fisiologis, patologis, emosional, psikologis,

kognitif, lingkungan, dan sosial. 1

Nyeri merupakan derita bagi siapapun, dan semestinya ditanggulangi oleh

karena menimbulkan perubahan biokimia, metabolisme dan fungsi sistem organ.

Bila tidak teratasi dengan baik nyeri dapat mempengaruhi aspek psikologis dan

aspek fisik dari penderita. Aspek psikologis meliputi kecemasan, takut, perubahan

kepribadian dan perilaku,gangguan tidur dan gangguan kehidupan sosial.

Sedangkan dari aspek fisik, nyeri mempengaruhi peningkatan angka morbiditas

dan mortalitas. 1

Penatalaksanaan nyeri bersifat kompleks dan harus dilakukan secara

komprehensif karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penanganan

nyeri. Seorang klinisi harus cermat dalam melakukan anamnesis demi menggali

faktor-faktor yang berkaitan dengan timbulnya nyeri. Kegagalan dalam menilai

faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya

serta tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang

tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi

seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi.1

Page 3: REFERAT EDIT.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI NYERI

Nyeri secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis yang terdiri

dari nyeri nosiseptif (inflamasi), neuropatik, campuran, dan nyeri yang

penyebabnya tidak jelas (pain of unknown origin).13

Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang dapat bersifat spontan atau dapat

pula distimulasi oleh kerusakan jaringan dan proses inflamasi. Nyeri jenis ini

berguna untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan yang rusak. Bila

lesi atau kerusakan jaringan sembuh, biasanya diiringi dengan hilangnya rasa

nyeri.2,3

Nyeri nosiseptif terjadi karena stimulasi dari nosiseptor dan bisa berasal dari

somatik (dari tulang, sendi, atau jaringan lunak) ataupun dari visceral

(inflamasi, distensi, atau stretching dari organ dalam). Sedangkan nyeri

neuropatik merupakan nyeri yang diakibatkan karena lesi primer atau disfungsi

pada sistem syaraf.10

Jika nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik terjadi dalam satu waktu maka

akan menjadi suatu nyeri campuran.13

B. ETIOLOGI

Nyeri nosiseptif berdasar penyebabnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu yang

penyebabnya berasal dari somatik (superfisial dan dalam) dan yang berasal dari

visceral. Nyeri yang berasal dari somatik superfisial merupakan nyeri yang

bersumber dari nosiseptor di bagian kulit dan jaringan subkutis. Stimulus yang

efektif untuk menimbulkan nyeri di daerah ini dapat berupa rangsangan

mekanis, suhu, mekanis, kimiawi, ataupun listrik. Sedangkan nyeri yang

berasal dari somatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon,

ligamentum, tulang, dan sendi. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit

reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas. Stimulus yang

Page 4: REFERAT EDIT.docx

membangkitkan nyeri pada daerah somatik dalam antara lain karena iskemik,

kontraksi terus-menerus, spasme, serta inflamasi.12,13

Nyeri nosiseptif visceral mengacu pada nyeri yang berasal dari organ-organ

tubuh. Reseptor nyeri visceral lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri

somatic dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga (lambung,

kandung empedu, saluran empedu, ureter, kandung kemih) dan di kapsul

organ-organ padat (hati, pancreas, ginjal). Mekanisme utama yang

menimbulkan nyeri visceral adalah peregangan atau distensi abnormal dinding

atau kapsul organ, iskemia, dan peradangan.12,13

Proses inflamasi merupakan interaksi yang sangat komplek antar faktor

jaringan dalam upaya memberikan respon terhadap trauma maupun infeksi dan

proses ini menyebabkan kerusakan jaringan yang selanjutnya diikuti

penyembuhan. Proses inflamasi ini akan mengakibatkan respon seluler dari sel

imun (makrofag dan neutrofil) dan sel-sel lainnya (sel schwan dan sel mast)

yang akan memproduksi mediator-mediator yang dapat mengaktivasi serta

menyebabkan sensitisasi pada nosiseptor, yaitu reseptor ujung saraf bebas yang

ada di kulit, otot, persendian, viseral, dan vaskular. Sistem nosiseptor berjalan

mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks

serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptor akan

bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu

perbaikan jaringan yang rusak.4,5

Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau

dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri

spesifik (nosiseptor). Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas seperti

terbakar, perih, atau seperti tersengat listrik. Karena nyeri ini berhubungan erat

dengan SSO, maka nyeri sering bertambah paraholeh stress emosi atau fisik,

dan mereda oleh relaksasi. Nyeri jenis ini dapat terjadi karena lesi di SSP atau

kerusakan saraf perifer.12

Nyeri campuran merupakan kombinasi dari nyeri nosiseptif dan nyeri

neuropatik.10

C. PATOFISIOLOGI

Page 5: REFERAT EDIT.docx

1. Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan

lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan

komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun,

sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor.

Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor

(nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan

nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya

(nociceptor sensitizers).2,4

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi

ambang aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan

cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen

yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan,

penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan

menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan

ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di

tempat cedera atau inflamasi. 2,4

Gambar 2.1 Mekanisme sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral

2. Sensitisasi Sentral

Page 6: REFERAT EDIT.docx

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor

di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer

bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah

cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik

dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu

oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian

terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent). 2,4,5

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf,

dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan

jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan

terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan

menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi

hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri

akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera

juga akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. 4,5

D. PERJALANAN NYERI

1. Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung

saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu

diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf

perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel,

corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik

trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin

yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan

dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi

perifer.2,4

2. Proses Transmisi

Page 7: REFERAT EDIT.docx

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses

transduksi memlalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla

spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke

thalamus oleh traktus spinothalamicus da sebagia ke traktus spinoretikularis.

Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsagan dari organ-organ

yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih

difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini

mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan

bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di

cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.2,4

3. Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi di susunan saraf pusat

(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem

analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang

masuk ke kornu posterior medulla spinais merupakan proses ascenden yang

dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,

noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla

spinalis. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada

setiap orang. 2,4

4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses transduksi,

transmisi, dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu

proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan

terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.2,4

E. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Pada kasus nyeri campuran, seorang klinisi harus memperhatikan bahwa ada

dua elemen yang harus ada pada penegakan diagnosisnya, yaitu nyeri

neuropatik dan nyeri nosiseptif yang dideskripsikan oleh pasien.

a. Nyeri nosiseptif

Page 8: REFERAT EDIT.docx

- Apabila hanya kulit yang terlibat : rasa menyengat, tajam, teriris, atau

seperti terbakar; tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan, nyeri

menjadi berdenyut.10,11

- Nyeri pada somatic dalam dirasakan lebih difus daripada nyeri pada

kulit dan cenderung menyebar ke daerah sekitarnya. Nyeri akibat

suatu cedera akut pada sendi memiliki lokalisasi yang jelas dan

biasanya dirasakan sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau berdenyut.

Pada peradangan kronik sendi (arthritis), yang dirasakan adalah nyeri

pegal-tumpul yang disertai seperti tertusukapa bila sendi ikut

bergerak. Nyeri tulang lokalisasinya kurang jelas dan sering dirasakan

sebagai rasa pegal-tumpul atau linu sedangkan untuk otot sering

dirasakan sebagai suatu kram dan menghebat saat kontraksi.10,11

- Nyeri yang disalurkan melalui jalur visceral sejati kurang jelas

lokalisasinya dan sering dirujuk ke suatu daerah permukaan kulit

(dermatom) yang jauh dari asalnya. Sedangkan nyeri yang disalurkan

melalui jalur parietal dirasakan tepat di atas daerah yang nyeri sebagai

contoh nyeri kolik.10,11

b. Nyeri neuropatik

Dibedakan menurut stimulusnya, yaitu:

1) Stimulus Independent Pain (Gejala nyeri diutarakan oleh pasien) :

- Rasa terbakar kontinyu

- Nyeri seperti ditusuk, menyentak intermiten

- Nyeri seperti tersetrum

- Parestesia

- Disestesia11,12

2) Stimulus Evoked Pain (Nyeri dibangkitkan pada pemeriksaan) :

- Alodinia : Nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal

tidak menimbulkannyeri.

- Hiperalgesia : Respon yang berlebihan terhadap stimulus yang

secara normal menimbulkan nyeri.11,12

F. KRITERIA DIAGNOSIS

Page 9: REFERAT EDIT.docx

Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar kajian awal terhadap rasa

nyeri yang dikeluhkan pasien, yaitu:14,15

1. Lokasi Nyeri

Mintalah pada pasien untuk menjelaskan daerah mana yang merupakan

bagian paling nyeri atau sumber nyeri. Walaupun demikian perlu

diperhatikan bahwa lokasi anatomik ini belum tentu sebagai sumber rasa

nyeri yang dikeluhkan pasien. Misalnya pada keluhan nyeri sciatic yang

dirasakan pasien sepanjang tungkai bagian belakang, bukanlah lokasi

sumber nyeri yang sebenarnya.

2. Intensitas Nyeri

Pada umunya dipakai rating scale dengan analogi visual atau dikenal

sebagai Visual Analogue Scale (VAS). Mintalah pasien membuat rating

terhadap rasa nyerinya (0-10) baik yang dirasakan saat ini, kapan nyeri yang

paling buruk dirasakan atau yang paling ringan dan pada tingkatan mana

rasa nyeri masih dapat diterima sendiri seperti nyeri tajam, seperti terbakar,

seperti tertarik, nyeri tersayat dan sebagainya.

3. Kualitas Nyeri

Gunakan terminologi yang dikemukaan oleh pasien itu sendiri seperti

nyeri tajam, seperti terbakar, tertarik, tersayat, dan sebagainya.

4. Awitan Nyeri, Variasi Durasi dan Ritme

Perlu ditanyakan kapan mulai nyeri terjadi, variasi lamanya kejadian

nyeri itu sendiri serta adakah irama atau ritme terjadinya maupun intensitas

nyeri. Apakah nyeri tetap berada pada lokasi yang diceritakan pasien.

Apakah nyeri menetap atau hilang timbul (breakhtrough pain).

5. Cara Pasien Mengungkapkan Rasa Nyeri

Perhatikan kata yang diungkapkan untuk menggambarkan rasa nyeri

yang berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya dan tergantung dari

pengalaman sebelumnya.

6. Faktor Pemberat dan yang Meringankan Nyeri

Page 10: REFERAT EDIT.docx

Apa saja yang dapat memperberat rasa nyeri yang diderita pasien dan

faktor apa yang meringankan nyeri hendaklah ditanyakan kepada pasien

tersebut.

7. Pengaruh Nyeri

Dampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah seputar kualitas hidup atau

terhadap hal-ha1 yang lebih spesifk seperti pengaruhnya terhadap pola tidur,

selera makan, energi, aktivitas keseharian (activities of the daily living),

hubungan dengan sesama manusia (lebih mudah tersinggung dan

sebagainya) atau bahkan terhadap mood (sering menangis, marah atau

bahkan berupaya bunuh diri), kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau

pembicaraan dan sebagainya.

8. Gejala Lain yang Menyertai

Apakah pasien menderita keluhan lainnya di samping rasa nyeri seperti

mual dan muntah, konstipasi, gatal, mengantuk atau terlihat bingung,

retensio urinae serta kelemahan.14,15

G. PENGUKURAN INTENSITAS NYERI

Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh

psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri

merupakan masalah yang relatif sulit. Ada beberapa metoda yang umumnya

digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain :6,7

a. Verbal Rating Scale (VRSs)

Metoda ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan nyeri yang

dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang

menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada.

Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat

pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan.

Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri yaitu:

- tidak nyeri (none)

- nyeri ringan (mild)

- nyeri sedang (moderate)

Page 11: REFERAT EDIT.docx

- nyeri berat (severe)

- nyeri sangat berat (very severe)

b. Numerical Rating Scale (NRSs)

Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari

intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang

dirasakan dari angka 0-10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan ”10”

menggambarkan nyeri yang hebat.

Gambar 2.2 Numeric pain intensity scale

c. Visual Analogue Scale (VASs)

Metoda ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri.

Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan

keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka

pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan

menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan

intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam

berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak-

anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada

dalam nyeri hebat.

Gambar 2.3 Visual Analog Scale

Page 12: REFERAT EDIT.docx

d. The Faces Pain Scale

Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk

menilai intensitas nyeri pada anak-anak. 9

Gambar 2.4 Faces Pain Rating Scale

H. PENATALAKSANAAN1. Terapi Multimodal

Setelah diagnosis ditetapkan, perencanaan pengobatan harus disusun.

Untuk itu berbagai modalitas pengobatan nyeri yang beraneka ragam dapat

digolongkan sebagai berikut8 :

a. Modalitas fisik : latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS),

tusuk jarum, perbaikan posisi, imobilisasi, dan mengubah pola hidup.

b. Modalitas kognitif-behavioral : relaksasi, distraksi kognitif, mendidik

pasiern, dan pendekatan spiritual.

c. Modalitas invasif : pendekatan radioterapi, pembedahan, dan tindakan

blok saraf.

d. Modalitas psikoterapi : dilakukan secara terstruktur dan terencana,

khususnya bagi merreka yang mengalami depresi dan berpikir ke arah

bunuh diri

e. Modalitas farmakoterapi mengikuti WHO “Three-Step Analgesic Ladder”

Page 13: REFERAT EDIT.docx

Gambar 2.5 Modalitas terapi menurut WHO

2. Terapi Farmakologi

Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi

dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti inflamasi non steroid,

pada transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada

proses modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau

klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau

parasetamol.

Page 14: REFERAT EDIT.docx

Tabel 2.1. Daftar indikasi dan dosis obat farmakoterapi bedasarkan derajat nyeri

a. Obat-obatan untuk Nyeri Ringan sampai Sedang

Banyak orang dapat mengelola sakit dan nyeri dengan analgesik OTC,

termasuk aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen atau naproksen pada dosis

200 mg dosis formulasi. Untuk nyeri yang sedang, salisilat, AINS, atau

Page 15: REFERAT EDIT.docx

asetaminofen dosis yang lebih tinggi sering sudah memadai, jika tidak

dokter dapat meresepkan obat-obatan seperti kodein atau oksikodon.

Aspirin

Aktivitas aspirin terutama disebabkan oleh kemampuannya

menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim

siklooksigenase secara irreversibel (prostaglandin sintetase), senyawa

yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa

endoperoksida, pada dosis tepat, obat ini akan menurunkan

pembentukan prostaglandin maupun tromboksanA2 tetapi tidak

leukotrien. Aspirin umumnya digunakan sebagai obat pilihan pertama

untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang, aspirin ini merupakan

antipiretik efektif dan agen anti inflamasi. Efek analgesik dapat

dicapai pada dosis yang lebih rendah dibanding efek anti

inflamasinya.

Asetaminofen

Asetaminofen pada dosis yang sama dengan aspirin (650 mg oral

setiap 4 jam) mempunyai efek analgetik dan antipiretik yang

sebanding tetapi efek antiinflamasinya lebih rendah dibanding aspirin.

Ini sangat berguna bagi orang yang tidak dapat mentolerir aspirin atau

pada gangguan perdarahan dan pada pasien yang mempunyai risiko

Reye’s Syndrome.

AINS

Semua obat AINS merupakan analgesik, antipiretik dan

antiinflamasi yang kerjanya tergantung dosis. Prinsipnya, obat-obat

tersebut digunakan untuk mengontrol nyeri tingkat sedang pada

beberapa gangguan muskuloskeletal, nyeri menstruasi dan lainnya

terutama keadaan yang bisa sembuh sendiri termasuk

ketidaknyamanan pasca operasi.Aktivitas AINS menghambat

biosintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah famili hormone-like

chemicals, beberapa di antaranya dibentuk karena respons kerusakan

jaringan. Mekanisme yang lazim untuk semua AINS adalah

Page 16: REFERAT EDIT.docx

menginhibisi enzim siklooksigenase (COX). COX ini diperlukan

dalam pembentukan prostaglandin. Enzim ini dikenal dalam dua

bentuk, COX-1 yang melindungi sel-sel lambung dan intestinal dan

COX-2 yang terlibat pada proses inflamasi jaringan, tidak identik

dengan siklooksigenase yang ada pada kebanyakan sel lain di dalam

tubuh (COX-I).14,15

b. Obat-obatan untuk Nyeri Sedang sampai Berat

Opioid analgesik diindikasikan untuk nyeri sedang sampai berat yang

tidak berkurang dengan obat lain. Contohnya termasuk nyeri akut pada

trauma berat, luka bakar, infark miokard, batu ureter, pembedahan dan nyeri

kronik pada penyakit progresif seperti AIDS. Opioid efektif, mudah dititrasi

dan mempunyai rasio manfaat-risiko yang baik. Dosis besar opioid

dibutuhkan untuk mengontrol nyeri jika nyeri berat dan penanganan lebih

luas diperlukan jika nyerinya kronik. Opioid analgesik berguna juga untuk

menangani pasien yang dengan jalan yang lain tidak berhasil. Terapi opioid

yang berkelanjutan seharusnya didasarkan pada evaluasi dokter terhadap

kesimpulan penanganan (tingkat pengurangan nyeri, perubahan fimgsi fisik

dan psikologis, jumlah peresepan, nomor telepon, kunjungan klinik atau unit

kegawatan, rawat inap di rurnah sakit, dan lain-lain).

Pemberian opioid dalam dosis terapi secara berulang terus-menerus dapat

mengakibatkan toleransi (peningkatan dosis opioid yang dibutuhkan untuk

mendapatkan efek analgesik yang sama) dan ketergantungan fisik (gejala

putus obat terjadi bila tiba-tiba opioid dihentikanl withdrawal syndrome atau

abstinence syndrome, terjadi variasi tingkat dan periode penggunaan).

Contoh obat agonis opioid antara lain morfin sulfat, metadon, kodein,

oksikodon/hidrokodon, meperidin, dan tramadol.14,15

I. PROGNOSIS

Pada umumnya nyeri memiliki prognosis baik, terutama nyeri yang sifatnya

akut. Nyeri dikatakan akut jika terjadi dalam hitungan hari dan hanya

berlangsung sebentar. Nyeri akut dapat hilang dengan obat penghilang nyeri

Page 17: REFERAT EDIT.docx

ringan seperti asetaminofen dan ibuprofen. Sedangkan nyeri yang sifatnya

kronis memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding nyeri akut. Prognosis

nyeri kronis dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu penyebab nyeri, kondisi

kesehatan pasien dan respon tubuh pasien terhadap pengobatan. Nyeri yang

tidak ditangani dengan sempurna akan menimbulkan respon stres metabolik

yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi

pasien.2

Page 18: REFERAT EDIT.docx

BAB III

RINGKASAN

Nyeri secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis yang terdiri

dari nyeri nosiseptif (inflamasi), neuropatik, campuran, dan nyeri yang

penyebabnya tidak jelas (pain of unknown origin).

Nyeri nosiseptif terjadi karena stimulasi dari nosiseptor dan bisa berasal dari

somatik (dari tulang, sendi, atau jaringan lunak) ataupun dari visceral

(inflamasi, distensi, atau stretching dari organ dalam). Sedangkan nyeri

neuropatik merupakan nyeri yang diakibatkan karena lesi primer atau disfungsi

pada sistem syaraf. Nyeri campuran merupakan kombinasi dari nyeri nosiseptif

dan nyeri neuropatik.

Pada kasus nyeri campuran, seorang klinisi harus memperhatikan bahwa ada

dua elemen yang harus ada pada penegakan diagnosisnya, yaitu nyeri

neuropatik dan nyeri nosiseptif yang dideskripsikan oleh pasien.

Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusya memiliki risiko relatif

rendah, tidak mahal, dan onsetnya cepat. Dosis pengobatan harus dijadwal

secara teratur untuk memelihara kadar obat dan mencegah kambuhnya nyeri.

Dosis tambahan yang onsetnya cepat dan durasinya pendek, digunakan untuk

nyeri yang menyerang tiba-tiba.

Page 19: REFERAT EDIT.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Merskey H. Pharmacology of Inflamatory Pain ; The Paths of Pain 1975 – 2005. 2005. USA: IASP Press Seattle,p. 177.

2. Woolf CJ. Pain: Moving from ympton control toward mecanism-sesific pharmacologic management. Ann Intern Med. 2004. 140: 441-451.

3. Meliala L. Terapi Rasional Nyeri: Tinjauan Khusus Nyeri Neuropatik. 2004. Jogjakarta: Aditya Media.

4. Kidd BL and Urban LA. Mechanisms of Infammatory Pain. Br. J. Anaesth. 2001. 87: 3-11.

5. Xu Q and Yaksh TL. A brief comparison of the pathophysiology of inflammatory versus neuropathic pain. Curr Opin Anaesthesiol. 2011. 24(4): 400–407.

6. Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2nd ed. Stamford:Appleton and Lange, 1996, 274-316.

7. Benzon, et al., The Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and Regional Anaesthesia, 2nd ed, Philadelphia, 2005

8. Mangku G., Nyeri dan Mutu Kehidupan, Buletin IDI, Denpasar, 2005.

9. Melati, Endang., Pediatric Pain Management In Trauma, Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,Palembang, 2003.

10. Anthony S. Fauci. 2010. Harrison's Internal Medicine, 18 th. Edition. USA: McGraw – Hill, page 275 – 292.

11. Baron, Ralf. 2006. Mechanisms of Disease: Neuropathic Pain-a Clinical Perspective. Nature Clinical Practice: Neurology. 2(2).

12. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2008. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC, hal. 1063-1101.

13. Ritchie, Mark. 2011. Mixed Pain. Midlife and Beyond. 41: 624-627.

14. Hartwig, Mary S. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

15. Setiyohadi, Bambang et al. 2009. Nyeri. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.