BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bronkiolitis adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama akibat peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus. Sering mengenai anak usia dibawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan. Bronkiolitis akut yang terjadi dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran pernafasan bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory Syncytial, kira-kira 45 – 55 % dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Belum ada bukti bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis. Sekitar 70 % kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan sisanya dirawat dipoliklinik. Sebagian besar infeksi saluran nafas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkiolitis adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama akibat
peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus.
Sering mengenai anak usia dibawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan.
Bronkiolitis akut yang terjadi dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus,
sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini
menimbulkan morbiditas infeksi saluran pernafasan bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang
paling banyak adalah virus Respiratory Syncytial, kira-kira 45 – 55 % dari total kasus.
Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar
20%.
Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Belum ada bukti
bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis. Sekitar 70 % kasus bronkiolitis pada bayi terjadi
gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan sisanya dirawat dipoliklinik.
Sebagian besar infeksi saluran nafas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus
RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun
pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.
Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 – 2 tahun di AS pernah
mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan
menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus
perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis dinegara-negara berkembang hampir sama
dengan di Amerika Serikat. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di
negara-negara tropis.
Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Keadaan tersebut harus
dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma
akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan
1
bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai
enfisema obstruktif dan gagal jantung.
Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa kanak-kanak.
Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak memerlukan pengobatan. Pada
jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan pengobatan penanganan utama termasuk pemberian
oksigen dan cairan yang adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi sebagian anak yang
mungkin memerlukan intervensi lebih.
Infeksi oleh respiratory syncitial virus (RSV) memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi
terutama pada anak dengan resiko tinggi dan imunokompromise. Oleh karena itu langkah
preventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Saat ini juga sedang
dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin virus hidup yang dilemahkan
(attenuated live viral vaccines) mengalami hambatan karena imunogenositas yang rendah dan
kecenderungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.
Bronkhiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena
antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4 – 6 minggu kehidupan, kemudian akan
menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran nafas bawah,
terutama terhadap virus.
Prognosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penangangan dan
penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun dan prematuritas).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui mengenai Bronkiolitis pada anak dan
juga sebagai salah satu kewajiban dari kepaniteraan klinik ilmu Anak di RST Soepraoen Malang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit Infeksi Respiratorik Akut (IRA) Bawah yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada bronkiolus yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang
dari 2 tahun.
2.2 Etiologi
Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV). Penyebab
lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan
beberapa virus lainnya. Tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.
2.3 Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada
usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada usia 2 – 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi
pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1
tahun.
Bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 – 6 bulan yang tidak mendapatkan
ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk.
Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi
bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi
pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis.
3
Rerata insidens perawatan setahun pada anak berusia di bawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000 dan
semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1 – 2 tahun.
Lama perawatan adalah 2 – 4 hari, kecuali pada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti
penyakit jantung bawaan (PJB). Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada
bayi muda. Hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2 juga pada bayi yang terpapar
asap rokok pasca natal. Beberapa prediktor lain untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan
menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masa gestasi < 34 minggu, usia < 3 bulan, sianosis,
saturasi < 90 %, laju respiratori > 70 x/menit, adanya ronki, dan riwayat displasia
bronkopulmoner (bronchopulmonary displasia, BPD).
Kenaikan jumlah perawatan karena bronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak anak
yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA), dan faktor virus sendiri yaitu perubahan virulensi
strain RSV. Selain itu terdapat juga faktor perubahan kriteria diagnostik terutama mikrobiologis
dan panduan terapi serta turunya mortalitas bayi prematur dan bayi dengan kelainan bawaan
kompleks yang merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV.
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-
negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya
tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara
berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1 – 3 %.
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian yang penting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein) yang mengikat sel dan protein
F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya.
Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam
strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala pada pernapasan yang
lebih berat dan menimbulkan sekuele.
4
Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus
RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun
pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.
Selain melalui droplet, RSV bisa juga menyebar melalui inokulasi atau kontak langsung dengan
sekresi hidung penderita. Seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang
yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam,
dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari.
Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus ini bereplikasi didalam nasofaring kemudian menyebar dari
saluran nafas atas kesaluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas
dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran nafas melalui
kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran
patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran nafas menyebabkan
terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus. Pada
bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena udema dan akumulasi mukus serta
eksudat yang kental. Pada dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrat sel radang. Radang
juga bisa dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstisial. Obstruksi parsial bronkiolus
menimbulkan emfisema dan obstruksi totalnya menyebabkan atelektasis.
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mokusilier, mukus tertimbun
didalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran nafas juga akan mengakibatkan saraf aferen
lebih terpapar terhadap alergen/iritan sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,
substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas. Pada akhirnya kerusakan
epitel saluran nafas juga meningkatkan ekspresi Intercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1)
dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi
sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan
mukus serta spasme otot polos saluran nafas.
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan
compliance, meningkatkan tahanan saluran nafas, dead space serta meningkatkan shunt.
5
Sumber : http://www.uptodate.com/patients/content
Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,
wheezing, obstruksi saluran nafas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnia, asidosis
metabolik sampai gagal nafas. Karena resistensi aliran udara saluran berbanding terbalik dengan
diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah
memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran nafas bayi dan anak
kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun
pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep sehingga udara akan
terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat
hampir 2 kali diatas normal. Atelektasis dapat terjadi bila terdapat obstruksi total. Proses
patologik ini menimbulkan gangguan pada proses pertukaran udara di paru, ventilasi berkurang,
dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi kecuali pada keadaan yang sangat