BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kelainan kongenital yang paling penting pada kaki adalah Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau yang juga dikenal sebagai Club Foot. Kelainan kongenital tersebut merupakan suatu bentuk deformitas yang mudah untuk didiagnosis tetapi masih sulit untuk mengoreksi dengan hasil yang sempurna. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindroma genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa disertai gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. 1,2 Deformitas club foot terjadi paling sering di tarsus. Tulang tarsal, yang paling banyak terdiri dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada flexi, adduksi, dan inversi saat lahir. Talus dengan plantar flexi yang berat, collumnya membelok ke medial, plantar dan caputnya berbentuk baji. Navicularis bergeser sangat medial , menutupi maleolus medialis, dan berartikulasi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kelainan kongenital yang paling penting pada kaki adalah Congenital
Talipes Equino Varus (CTEV) atau yang juga dikenal sebagai Club Foot.
Kelainan kongenital tersebut merupakan suatu bentuk deformitas yang
mudah untuk didiagnosis tetapi masih sulit untuk mengoreksi dengan hasil
yang sempurna. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik” bila
kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu
bagian dari sindroma genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa disertai
gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik.1,2
Deformitas club foot terjadi paling sering di tarsus. Tulang tarsal, yang
paling banyak terdiri dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada flexi,
adduksi, dan inversi saat lahir. Talus dengan plantar flexi yang berat,
collumnya membelok ke medial, plantar dan caputnya berbentuk baji.
Navicularis bergeser sangat medial , menutupi maleolus medialis, dan
berartikulasi parmukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi
dibawah talus.1
Kelainan ini merupakan kelainan yang paling sering ditemukan
dibandingkan dengan kelainan kongenital ortopedi yang lain dan
memerlukan perawatan yang intensif. Insidennya dilaporkan 1 sampai 2
per 1000 kelahiran hidup, dengan kejadian bilateral sekitar 50%.1
Penyebab CTEV sendiri masih belum diketahui tetapi diduga terkait
dengan genetik. Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab dari CTEV
diantaranya adalah teori kromosom, embrionik, neurogenik dan lain
sebagainya. Namun, dari beberapa teori yang diajukan tersebut sampai saat
ini belum terdapat kesepakatan berkaitan dengan penyebab CTEV.3
1
Masih banyaknya kejadian CTEV dan masih sedikitnya sumber yang
menerangkan lebih lanjut dan lebih dalam mengenai CTEV membuat
penulis tertarik untuk sedikit mengulas tentang CTEV. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan berkaitan dengan tulisan ini, kritik yang
membangun dibutuhkan untuk menjadikan tulisan atau referat ini menjadi
lebih baik.
II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih kepada
mahasiswa dan masyarakat pada umumya mengenai Congenital
Talipes Equino Varus (CTEV).
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa diharapkan lebih mengetahui tentang CTEV baik yang
berkaitan dengan gejala, temuan klinis dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan
2. Mahasiswa diharapkan dapat menegakkan diagnosis berkaitan
dengan CTEV
3. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan penanganan terhadap
CTEV.
III.Manfaat
1. Sebagai sumber tambahan yang berkaitan dengan CTEV
2. Dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat
pada umumnya berkaitan dengan CTEV.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau pes ekuinovarus bawaan
merupakan anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh
Hipokrates pada tahun 400 SM.3
CTEV atau juga disebut sebagai “club foot” merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan beberapa kelianan pada kaki yaitu deformitas yang
meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki
depan, dan rotasi media dari tibia.4,5
Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan
yang pada kaki yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya.
Sedangkan equinovarus berasal dari kata equino (meng-kuda) dan varus (bengkok
kearah dalam atau medial).6
Epidemiologi
CTEV merupakan kelainan muskuloskeletal dengan insidensi 2:1000 kelahiran
hidup dengan 50% diantaranya adalah bilateral. Lebih banyak terjadi pada laki-
laki dengan tingkat insidensi sekitar 70%. Beberapa sumber menyebutkan bahwa
perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 2:1.4,7
3
Tabel insidensi clubfoot
Ras Kasus per 1000 kehamilan
Cina 0,39
Jepang 0,53
Melayu 0,68
Filipina 0,76
Kaukasia 1,12
Puerto Rico 1,36
Indian 1,51
Afrika Selatan 3,50
Polinesia 6,81
Etiologi
Etiologi dari CTEV disebutkan sebagai salah satu puzzle yang belum terpecahkan
dari salah satu kelainan muskuloskeletal, meskipun telah banyak pendapat yang
dipublikasikan dan dianut oleh para ahli. Beberapa teori yang dipublikasikan
sebagai penyebab dari CTEV, diantaranya :
a. Teori kromosom (herediter)
Pada teori ini , kelainan (defek) sudah ada pada unfertilized germ cell yaitu
sel-sel kelamin yang belum mengalami pembuahan (fertilisasi). Teori ini
4
dibangun atas pengamatan adanya peningkatan insiden clubfoot lebih
sering pada keluarga-keluarga yang menderita clubfoot.1
Insiden turunan pertama 2%, turunan kedua 0,6%, saudara sekandung
2,8%, kembar identik 33%. Kemungkinan clubfoot diturunkan secara
polygenic multifactorial pada kelompok ras tertentu, seperti ditemui pada
suku bangsa Polynesia, dimana insidennya tinggi. Bukti lain yang
mendukung teori ini adalah adanya hubungan insiden dengan jenis
kelamin, dimana laki-laki lebih sering dibanding wanita.1
b. Teori embrionik (primary germ plasma defect)
Teori ini menyatakan bahwa kelainan terjadi pada fertilized germ cell
yaitu sel kelamin yang sudah mengalami pembuahan (fertilisasi). Saat
terjadinya defek adalah pada periode embrionik (mulai konsepsi 12
minggu). Pengamatan menunjukkan bahwa pada semua clubfoot
didapatkan collum talus yang pendek, menyerong ke medial dan platar.
Hal ini secara teoritis disebabkan adanya defek selama pertumbuhan
embrio talus. Kelemahan teori ini bahwa kelainan talus tidak selalu primer
tetapi bisa disebabkan oleh gaya yang tidak simetris selama pertumbuhan,
begitu pula adanya clubfoot yang unilateral melemahkan teori ini.1
c. Teori otogenik (arrest of development)
Teori ini menyatakan adanya pertumbuhan yang terhenti (arrest of
development). Terjadinya pertumbuhan bisa secara permanen, temporer
atau perlambatan. Permanen arrest bisa mengakibatkan malformasi
kongenital. Dari teori ini yang bisa menyebabkan clubfoot adalah
temporary arrest. Apabila temporary arrest ini terjadi pada minggu ke 7-8
pertumbuhan embrio maka akan terjadi clubfoot yang tipenya berat dan
bila terjadi setelah minggu ke 9 tipe clubfootnya ringan. Arrest theory ini
diperkirakan ada hubungannya dengan perubahan faktor genetik yang
disebut cronon yaitu faktor yang menentukan saat yang tepat terjadinya
5
modifikasi yang progresif yang berlangsung saat pertumbuhan. Jadi
clubfoot disebabkan oleh adanya suatu faktor perusak (lokal atau general)
yang menyebabkan perubahan didalam faktor genetik (cronon).
Perubahan-perubahan struktur tulang kemudian terhenti, sedangkan
pertumbuhan berjalan terus di bawah impuls-impuls yang diterima cronon
setelah mengalami kerusakan. Jadi kaki tumbuh di bawah suatu pengontrol
yang bisa mengalami keadaan patologis dan menyebabkan pertumbuhan
yang abnormal. Pada akhir fase growth arrest, pertumbuhan mulai normal
kembali.1
d. Teori fetal (faktor mekanis di uterus)
Teori ini paling tua seperti yang diajukan oleh Hippocrates bahwa clubfoot
ini disebabkan oleh tekanan ekstrinsik pada janin dalam uterus. Jadi bila
oleh suatu sebab ukuran atau volume uterus mengecil (misalnya
oligohidramnion, bayi kembar, primipara, atau adanya tumor intra uterina)
maka ada tekanan mekanis yang menyebabkan kaki janin tertekan pada
posisi equinovarus. Konsekuensinya adalah pertumbuhan tulang kaki
terutama talus akan terganggu, demikian juga otot- otot sekitar kaki akan
memendek sesuai postur intrauterina.1
e. Teori neurologi (neurologic defect)
Teori ini menjelaskan bahwa kelainan primer pada saraf. Bila saraf yang
menginervasi otot kaki mengalami gangguan, maka terjadi gaya yang
abnormal pada talus, sehingga talus tumbuh tidak normal menjadi equinus
dan varus.1
Klasifikasi 8
1. Typical Clubfoot
Merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita kaki pengkor
saja tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah
lima kali pengegipan dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil
jangka panjang yang baik atau memuaskan.6
a. Positional clubfoot
Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga diakibatkan
jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dilakukan dengan
satu sampai dua kali pengegipan.
b. Delayed treated clubfoot
Pada tipe ini ditemukan pada anak dengan usia sekitar 6 bulan atau
lebih.
c. Recurrent typical clubfoot
Dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan
metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang
terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan
pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus
paling sering terjadi. Pada awalnya bersifat dinamik namun dengan
berjalannya waktu bersifat fixed.
d. Alternatively treated typical clubfoot
Termasuk kaki pengkor yang ditangani secara operatif atau
pengegipan dengan metode non-Ponseti.
2. Atypical clubfoot
Pada klasifikasi ini berhubungan dengan penyakit lain. Dimulai
dengan penanganan menggunakan metode Ponseti. Pada klasifikasi ini
koreksi biasanya lebih sulit
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot
Dapat terjadi pada anak dengan tubuh kurus atau gemuk. Pada
kasus gemuk lebih sulit untuk ditangani. Kaki tersebut umumnya
kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada
telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, didapatkan
pemendeka metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi
metatarsophallangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi dengan
hanya kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan lain.
b. Syndromic clubfoot
7
Pada klasifikasi ini selain kaki pengkor juga ditemukan kelainan
lainnya. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan hasil lebih
sulit untuk diramalkan. Hasil akhir lebih ditentukan oleh kondisi
yang mendasarinya daripada kaki pengkornya.
c. Tetralogic clubfoot
Seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
d. Neurogenic clubfoot
Berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomylocele.
e. Acquired clubfoot
Seperti pada Streeter dysplasia.Klasifikasi Pirani :6
Physical Examination Findings
Score of 0 Score of 0.5 Score of 1
Curvature or lateral border of foot
Straight Mild distal curve
Curve at calcaneocuboid joint
Severity of medial (foot held in maximal correction)
Multiple fine creases
One or two deep creases
Deep creases change contour of arch
Severity of posterior crease (foot held in maximal correction)
Multiple fine creases
One or two deep creases
Deep creases change contour of arch
Medial malleolarnavicular interval (foot held in maximal correction)
Definite depression felt
Interval reduced Interval not palpable
Palpation of lateral part of head of talus (forefoot fully
Navicular completely “reduces”, lateral
Navicular partially “reduces”,
Navicular does not “reduce”, lateral talar head easily
8
abducted) talar head cannot be felt
lateral head palpable
felt
Emptiness of heel (foot and ankle in maximal correction)
Rigidity of equines (knee extended, ankle maximally corrected)
Normal ankle dorsiflexion
Ankle dorsiflexes beyond neutral, but not fully
Cannot dorsiflex ankle to neutral
Rigidity of adductus (forefoot is fully abducted)
Forefoot can be overcorrected into abduction
Forefoot can be corrected beyomd neutral, but not fully
Forefoot cannot corrected to neutral
Long flexor contracture (foot and ankle held in maximal correction)
MTP joints can be dorsiflexed to 90 degrees
MTP joints can be dorsiflexes beyond neutral but not fully
MTP joints cannot be dorsiflexed to neutral
Sifat Biologi
Kaki pengkor bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya
normal akan menjadi pengkor selama trimester kedua kehamilan. Kaki pengkor
jarang terdeteksi oleh ultrasonografi pada janin yang berumur dibawah 16
minggu. Oleh karena itu, kaki pengkor merupakan deformasi pertumbuhan
(developmental deformation) seperti pada developmental hip dysplasia dan
idiophatic scoliosis.1
9
Bentuk sendi-sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal.
Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf
(cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak fleksi dan makin kemedial makin
bertambah fleksi. Pada kaki pengkor, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis
posterior dan gastroso-leus serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih
kecil dan lebih pendek dibandingkan kaki normal. Di ujung distal gastrosoleus
terdapat peningkatan jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke
dalam tendo Achilles dan fascia profundus.1
Pada kaki pengkor, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle serta sendi
tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi equinus
dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran
otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki
pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga
atas betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus
berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab
relaps (kekambuhan).1
Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan gambaran
bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini menyebabkan
ligamen mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang dilakukan
dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa hari
berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah
sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.1
Kinematik
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang
hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,
collumnya meleng-kung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navicular bergeser jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi 10
dibawah talus. Seperti yang ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari (4 halaman
sebelah) navicular bergeser ke medial dan berartikulasi hanya dengan aspek
medial caput talus. Cuneiforme tampak berada di kanan navicular, dan cuboid
berada dibawahnya. Permukaan sendi calcaneocuboid mengarah posteromedial.
Dua pertiga bagian anterior calcaneus berada dibawah talus. Tendo tibialis
anterior, ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum longus bergeser ke
medial.8
Baik pada kaki yang normal ataupun kaki pengkor, tidak ada sumbu gerak tunggal
(seperti mitered hinge) dimana talus berotasi pada sumbu tersebut. Sendi-sendi
tarsal secara fungsional saling tergantung (interdependent). Pergerakan satu tulang
tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitarnya secara bersamaan.8
Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh
orientasi dan struktur ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola
pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang
inversi serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser
navicular, cuboid, dan calcaneus kearah lateral secara bertahap dan simultan,
sebelum mereka dapat di eversi ke posisi netral. Pergeseran ini mudah dilakukan
karena ligamenta tarsal dapat diregangkan secara bertahap . Koreksi tulang tarsal
kaki pengkor yang telah bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik
mengenai anatomi fungsional talus. Sayangnya, banyak ahli orthopedi menangani
kaki pengkor dengan asumsi yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart
mempunyai sumbu rotasi yang tetap, yang berjalan miring dari anteromedial
superior ke posterolateral inferior, melalui sinus tarsi. Mereka percaya bahwa
dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini akan mengkoreksi calcaneus yang
varus dan kaki yang supinasi. Padahal sesungguhnya tidaklah demikian.8
Mempronasikan kaki pengkor pada sumbu ini justru akan menyebabkan forefoot
lebih pronasi lagi dan akibatnya akan memperberat cavus dan menekan cakcaneus
yang adduksi pada talus. Akibatnya calcaneus varus tetap tidak terkoreksi.8
11
Koreksi kaki pengkor dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah
disupinasikan sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput talus
untuk mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding)
dengan baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak
boleh diregangkan melebihi batas ”kewajaran” nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat
diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut.8
Tulang dan sendi akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat
jaringan ikat, kartilago dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah
stimulus mekanik. Hal ini dibuktikan dengan sangat baik oleh Pirani yang
membandingkan gambaran klinik dan gambaran MRI sebelum, selama dan pada
akhir pengegipan.8
Sebelum dilakukan pengegipan terakhir, untuk menyempurnakan koreksi equinus,
tendo Achilles bisa dipotong perkutan. Tendo Achilles, tidak seperti ligamen
tarsal yang dapat diregangkan, terdiri dari berkas kolagen yang kaku, tebal dengan
sedikit sel serta tidak dapat diregangkan. Gips terakhir dipakai selama 3 minggu,
sementara tendo Achilles (yang telah dipotong) sembuh dengan panjang yang
tepat dan parut minimal. Pada tahap ini, sendi tarsal mengalami remodelling pada
posisi yang tepat.
Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5 sampai 6
kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Teknik ini
menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year
follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa
nyeri.8
Manifestasi klinis 9
Gambaran klinisnya dapat dibagi 2, yaitu :
a. Type rigid (intrinsic) (resistent)
12
Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi. Tumit kecil, equinus, dan
inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan teregang, sedangkan
kulit medial terlipat.
b. Type fleksibel (extrinsic) (easy)
Tumit normal dan terdapat lipatan kulit pada bagian dorsolateral
pergelangan kaki.
Tanda yang lain adalah :
a. Betis seperti tangkai pipa (pipe stem colf)
b. Tendo archiles pendek
c. Bagian distal fibula menonjol
d. Kaki lebar dan pendek
e. Metatarsal I pendek
Diagnosis 1
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir
(early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural,
kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh
bagian depan tibia. "Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia →
normal".
Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi.
Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian
medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki.
Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat
lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan
kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan
dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang
kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau
positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke
posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat 13
didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan
terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi
pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus,
pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan
maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian
bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial,
plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus
medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal
yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis
anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot
peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya
tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai
kekuatan yang normal.
Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida.
Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk
melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap
mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut
sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.
Pemeriksaan Penunjang 1
Pemeriksaan radiologi
Tujuan pemeriksaan radiografi pada clubfoot adalah untuk menentukan secara
tepat relasi anatomi dari talonavicular, tibiotalar, mditarsal dan tarsometatarsal.
Tachdjian mengemukakan bahwa pemeriksaan radiografi diindikasikan pada
clubfoot untuk menilai derajat subluksasi dari sendi talocalcaneonavicular dan
derajat keparahannya untuk dapat menentukan rekomendasi terapi dan melakukan
evaluasi terhadap perkembangan terapinya. Pada bayi, primary center of
14
ossification dari tulang talus, calcaneus, dan cuboid sudah terbentuk dengan baik
dan dapat terlihat pada foto polos radiografi.
Sedangkan tulang cuneiforme ketiga dapat terlihat. Tualng navicular masih berupa
kartilago, sehingga seperti tulang caput femur , pada umur 6 bulan pertama
kehidupannya, belum terlihat pada pemeriksaan radiografi. Center ossifikasi
tulang navicular muncul pada usia sekitar 3 tahun, dimulai pada kuadran lateral,
meskipun tulang navicular mungkin belum mengalami ossifikasi sebelum umur 4
tahun atau bahkan lebih. Oleh karena pusat-pusat ossifikasi belum terlihat di foto
polos, maka harus dilakukan penilaian dengan cara menggambar pada garis-garis
yang menghubungkan pusat ossifikasi yang sudah terbentuk, sehingga dapat
dinilai hubungan anatomy pada sendi talocalcaneonavicular. Ponseti (2000)
melaporkan bahwa evaluasi radiologis yang dilakukan pada pasien clubfoot, tidak
berbanding lurus dengan derajat keluhan secara klinis. Bahkan pada banyak kasus
ditemukan setelah pasien berada pada usia dewasa, kemudian dilakukan
pemeriksaan radiologis, hasil radiologis yang baik, tidak berkorelasi dengan
keluhan klinis pada banyak pasien clubfoot yang sudah terkoreksi dan menginjak
usia dewasa.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan CTEV adalah plantigade, fleksibel, painless, dapat
memakai sepatu noraml, berfungsi dengan baik, dan tampak normal. Terapi utama
clubfoot adalah non operatif dengan splint atau cast. Terapi dimulai segera setelah
lahir.Terapi konservatif berhasil pada pasien clubfoot sekitar 50 – 90% . Tindakan
operasi diindikasikan pada kasus clubfoot yang resisten atau gagal dengan non
operatif, kasus rekuren dan kasus-kasus neglected.1
Sejarah penatalaksanaan dari CTEV sendiri menyuguhkan hal-hal yang
menarik, untuk melihat perubahan dan perkembangan dalam teknik dan ditandai
dengan penelitian-penelitian yang tidak jarang menyimpulkan bahwa terdapat
kesalahan pada teknik yang terdahulu.1
15
Hugh Owen Thomas (1834-1891) merupakan seorang hali yang memperkenalkan
pemeriksaan untuk kontraktur pada sendi panggul dan memperkenalkan Thomas
Splint untuk terapi kasus fraktur, memperkenalkan alat koreksi (Thomas Wrench)
untuk melakukan koreksi terhadap CTEV. Para ahli yang meneliti alat tersebut
kemudian menyimpulkan bahwa tidak ada batasan planar yang jelas dan
percobaan pada cadaver memberiksan kesimpulan bahwa pemakaian yang tidak
tepat justru dapat mencabut kaki-kaki cadaver.1
Denis Browne (1892-1967) memperkenalkan Denis Browne Bar yang merupakan
alat ortosis untuk mengoreksi clubfoot. Alat yang mirip dengan Denis Browne Bar
tersebut saat ini masih digunakan.1
Micheal Hoke (1874-1944) memperkenalkan instrumen setelah dilakukan
manipulasi pada clubfoot, menggunakan gips untuk menjaga pasca koreksi.1
Kite, yang merupakan penerus dari Micheal Hoke melanjutkan metode terapinya
dengan menggunakan gips dan melakukan molding untuk terapi clubfoot. Kite
melakukan koreksi deformitas pada clubfoot dengan cara terpisah dan bukan
dengan cara simultan. Awalnya dia berpendapat pertama adalah mengoreksi cavus
dan menghindari pronasi, akan tetapi kemudian dia memerlukan beberapa kali
koreksi dan pengegipan untuk mengoreksi varus. Dia berpendapat untuk
melakukan koreksi semua deformitas dengan melakukan abduksi dengan
melakukan penekanan pada calcaneocuboid akan dapat mengoreksi deformitasnya
bersamaan.1
Berdasarkan pemahaman-pemahaman diatas, maka Ponseti memperkenalkan garis
besar terapi yaitu :
a. Semua komponen deformitas pada clubfoot harus dikoreksi secara
simultan dengan pengecualian pada equinus, yang dikoreksi terakhir
b. Cavus merupakan kelainan akibat forefoot lebih pronasi dibandingkan
dengan midfoot, sehingga koreksinya adalah dengan cara melakukan
16
supinasi dari forefoot sehingga sejajar dengan midfoot. Dan ini merupakan
fase pertama koreksi ponseti
c. Setelah semua kaki dalam keadaan supinasi dan fleksi, selanjutnya dapat
dengan gentle dan gradual dilakukan abduksi pada talus sebagai pusatnya,
dengan melakukan penekanan pada aspek lateral dari head talus untuk
menghindari rotasi pada ankle mortise
d. Heel varus dan supinasi akan terkoreksi bila seluruh kaki sudah dapat
dilakukan abduksi maksimal pada eksternal rotasi pada subtalar. Kaki
tidak boleh dieversikan
e. Setelah semua prosedur dilalui, equinusdapat dikoreksi dengan melakukan
dorsofleksi pada kaki. Tendo achiles sering memerlukan tenotomi
subkutaneus untuk memfasilitasi koreksi.1
Penatalaksanaan dengan metode Ponseti 1
a. Persiapan
Persiapan pengegipan meliputi dengan menenangkan anak terlebih
dahulu.persiapan penenangan anak sangat penting sebelum melakukan
penanganan lebih lanjut.
b. Manipulasi dan Pengegipan
Sedapat mungkin dimulai segera setelah bayi lahir.
c. Melokalisasi Secara Tepat Caput Talus
Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi malleolus medial dengan ibu
jari dan jari telunjuk dari tangan A sedangkan ibu jari dan metatarsal yang
lain dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan jari telunjuk
dari tangan A ke depan untuk dapat meraba kaput talus di depan
pergelangan kaki. Karena tulang navicularedisplaced ke medial dan
tuberositasnya hampir kotak dengan malleolus medialis, kita dapat meraba
penonjolan dari bagian lateral dari kaput talus di atas klit di depan
17
malleolus lateralis. Bagian anterior dari calcaneus dapat diraba dibawah
kaput talus.
Dengan menggerakkan kaki depan ke lateral dalam posisi supinasi, kita
dapat meraba tulang navicular bergeser sedikit ke depan kaput talus
sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah kaput talar.
d. Manipulasi
Tindakan manipulasi meliputi abduksi dari kaki dibawah kaput talus yang
distabilisasi. Tentukan lokasi dari talus . Semua komponen dari deformitas
clubfoot, kecuali equinus dari pergelangan kaki, terkoreksi secara
bersamaan. Untuk dapat mengoreksi kelainan ini, kita harus dapat
menemukan lokasi dari kaput talus, yang menjadi fulcrum dari koreksi.
e. Mengoreksi Cavus
Elemen pertama dalam manajemen Ponseti adalah mengoreksi deformitas
cavus dengan memposisikan forefootdalam satu alignment (kesegarisan)
yang benar dengan hindfoot. Cavus,yang merupakan lengkungan tinggi di
midfoot adalah akibat dari pronasi dari forefoot dibandingkan dengan
hindfoot. Cavus ini hampir selalu lunak pada bayi baru lahir dan hanya
membutuhkan elevasi dari jari dan metatarsal pertama dari forefootuntuk
mendapatkan arcus longitudinal kaki yang normal. Kaki depan disupinasi
sampai kita dapat melihat permukaan plantar pedis yang normal – jangan
terlalu tinggi atau terlalu datar. Kesegarisan dari kaki depan dengan kaki
belakang untuk mendapatkan arkus kaki yang normal sangat penting untuk
mencapai abduksi yang efektif dari kaki guna mengoreksi adductus dan
varus. Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih
murah dan mudah dibentuk dibanding dengan fiberglass.
18
f. Manipulasi Awal
Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi. Tumit jangan dipegang untuk
membiarkan calcaneus bisa abduksi.
g. Memasang Padding
Pasang padding yang tipis saja untuk mempermudah molding dari kaki.
Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal denganmemegang
ibu jari dan dengan menekan (counter pressure) kaput talus selama
pemasangan gips.
h. Pemasangan Gips
Pertama pasang gips di bawah lutut dan kemudian lanjutkan gips sampai
paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran dekat jari kaki kemudian
bergerak ke proksimal sampai lutut. Pasang gips dengan halus.
Tambahkan sedikit tarikan pada gips di atas tumit. Kaki dipegang pada ibu
jari dan gips diputar di atas jari-jari pemergang agar tersedia ruang yang
cukup untuk pergerakan jari-jari.Janganmelakukan koreksi secara paksa
menggunakan gips. Gunakan tekanan yang ringan.
Jangan menekan secara konstan kaput talus menggunakan ibu jari, tapi
tekan dan lepas secara berulang untuk mencegah decubitus dari kulit.
Bentuk gips di atas kaput talus sambil memegang kaki pada posisi yang
telah dikoreksi. Perhatikan bahwa ibu jari dari tangan kiri membentuk gips
di atas kaput talus sedangkan tangan kanan membentuk kaki depan dalam
supinasi. Arkus kaki dibentuk dengan baik untuk mencegah terjadinya
flatfoot atau rocker-bottom deformity. Tumit dibentuk dengan melakukan
counter pada gips diatas tuberositas posterior dari calcaneus.Malleolus
dibentuk dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses
yang dinamik, sehingga harus sering menggerakan jari-jari untuk
mencegah tekanan yang berlebihan pada satu lokasi. Lanjutkan molding
sambil menunggu gips keras.
19
Lanjutan Gips ke paha. Gunakan padding pada proksimal paha untuk
mencegah iritasi kulit. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi
anterior lutut untuk kekuatan dan untuk mencegah kebanyakan gips pada
daerah fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan gips.
Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk mendukung pergerakan jari-jari
dan pangkas atau potong gips ke arah dorsal sampai mencapai sendi
metatarsophalangeal.Gunting bagian tengah dari gips dulu baru kemudian
bagian medial dan lateral gips menggunakan gunting gips. Biarkan sisi
dorsum dari semua jari-jari kaki bebas untuk dapat ekstensi penuh.
Perhatikan hasil gips pertama setelah selesai. Kaki dalam posisi equinus,
dan kaki depan dalam keadaan supinasi.
Ciri dari abduksi yang adekuat adalah:
a. Pastikan kaki dalam keadaan abduksi saat akan mendorsofleksikan kaki 0
sampai 5 derajat sebelum melakukan tenotomi
b. Tanda terbaik abduksi yang adekuat adalah kemampuan untuk dapat
mempalpasi processus anterior dari calcaneus yang terabduksi keluar dari
bawah talus
c. Abduksi kurang lebih 60 derajat sehubungan dengan bidang frontal dari
tibia dimungkinkan
d. Neutral atau sedikit valgus dari os calcaneus ditemukan. Hal ini ditentukan
dengan mempalpasi bagian posterior dari calcaneus
e. Ingat ini merupakan deformitas tiga dimensi dan deformitas ini dikoreksi
bersamaan. Koreksi dicapai dengan mengabduksi kaki di bawah kaput
talus. Kaki jangan pernah dipronasikan.
Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi
abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-koreksi.
Namun merupakan koreksi penuh abduksi maksimal normal. Koreksi selesai,
normal dan abduksi penuh membantu mencegah rekurensi dan tidak menciptakan
over-koreksi atau kaki pronasi.
20
- Indikasi Tenotomy
Tenotomy diindikasikan untuk koreksi equinus ketika cavus, adductus, dan varus
dapat dikoreksi dengan baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih dibawah 10° dari
netral. Pastikan abduksi adequat 60-700 untuk
Karakteristik Abduksi yang Adekuat
Konfirmasi bahwa pedis cukup abduksi untuk dengan aman dilakukan 0-5°
dorsofleksi diatas netral sebelum tenotomi. Tanda yang paling bagus untuk
abduksi yang adekuat adalah:
a. Abduksi yang cukup dapat diraba pada processus anterior calcaneus saat
diabduksikan menjauh dari talus
b. Abduksi kurang lebih 60 derajat
c. Dalam hubungan dengan bidang frontal tibia jika memungkinkan netral
atau sedikit valgus dari calcaneus
d. Didapatkan posisi netral atau sedikit valgus, ditandai dengan palpsi di
posterior calcaneus.
Perlu diingat bahwa ini adalah deformitas 3 dimensional, dan bahwa deformitas
ini di koreksi secara bersama-sama. Koreksi dapat sempurna dengan
mengabduksikan pedis dibawah head talu . Pedis jangan pernah di pronasikan.
- Tenotomy
Masukkan pisau dari sisi medial, langsung ke anterior dari tendon. Jaga bagian
datar dari pisau paralel dengan tendon. Tempat masuk inisial menyebabkan incisi
kecil longitudinal. Tendon sheath tidak dideseksi dan dibiarkan intak. Pisau
kemudian dirotasikan, sehingga bagian tajam pisau ke posterior dari tendon. Piasu
kemudian digerakkan sedikit ke posterior. Dirasakan sebagai “pop” saat pisau
merelease tendon. Tendon dipotong seluruhnya (komplet) jika sensasi ”pop”
sudah dirasakan. Tambahan 15-20°dorsofleksi didapatkan setelah tenotomy.
21
- Gips Post Tenotomy
Setelah koreksi equinus dengan tenotomy, pasang gips ke 5 dengan pedis abduksi
60-70°pada bidang frontal dari ankle, dan 15°dorsofleksi. Pedis tampak
overkoreksi pada bidang femur. Gips ini dipertahankan selama 3 minggu setelah
koreksi komplet. Gips dapat diganti jika menjadi lunak atau kotor sebelum 3
minggu. Pasien dapat pulang, obat analgesik jarang diperlukan. Ini biasanya gips
terakhir yang diperlukan dalam program terapi clubfoot.
- Pelepasan Gips
Setelah 3 minggu, gips dilepas. 20°dorsofleksi sekarang mungkin dilakukan.
Tendon sudah healing, scar operasi minimal. Pedis siap untuk dipasang
brace.Pedis tampak over koreksi pada abduksi. Keadaan tersebut bukan dikatakan
overkoraksi, hanya abduksi penuh.
- Bracing
Pada akhir dari castingkaki di abduksikan pada sudut sekitar 60-70 derajat (sudut
paha dan kaki). Setelah tenotomy, castingterakhir dibiarkan Selama 3 minggu.
Protocolponseti kemudian menghimbau untuk melakukan bracing untuk
mempertahankan kaki di kondisi abduksi dan dorsofleksi. Alat ini berupa batang
logam direkatkan pada sepatu dengan ujung terbuka (open toe shoes). Sudut yang
dibentuk dalam abduksidiperlukan untuk menahan abduksi dari calcaneus dan
tapak kaki dan mencegah kembalinya posisi yang salah. Jaringan lunak pada sisi
medial dapat tetap tetarik meregang hanya jikabracing dilakukan setelah casting.
Dalam proses ini lutut tetap dibiarkan bebas, sehingga anak dapat menendang kaki
kedepan sehingga mengkonstraksikan otot gastrosoleus. Abduksi dari kaki pada
bracing dan ditambah dengan lengkungan pada batang alat membuat kaki menjadi
dorsofleksi. Ini dapat membantu kontraksi otot gastrocnemius dan tendon pada
tumit, ankle foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya menahan kaki lurus
dengan dorsofleksi netral.
22
Alat bracing ini harus dipakai fulltimeselama 3 bulan pertama setelah casting
terakhir dilepas. Setelah itu anak memakai alat bracing ini selama 12 jam saat
malam dan 2-4 jam saat siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam sehari
sampai anak berusia 3-4 tahun.
- Follow Up
Selanjutnya disarankan untuk kembali dalam 10-14 hari untuk memonitor
penggunaa brace. Jika bracing berjalan baik maka kontrol dapat dilakukan dalam
3 bulan lagi. Dan kemudian pada waktu itu bracing dihentikan untuk digunakan
terus saat siang. bracing digunakan saat tidur siang dan malam hari.
Terapi operatif 10
Insisi
Terdapat beberapa pilihan insisi, diantaranya adalah :
1. Cincinnati
Berupa insisi transversal dari sisi anteromedial (persendian navikular-
kuneiformis) kaki sampai ke anterolateral (bagian distal dan medial
sinus tarsal), dilanjutkan ke pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
2. Insisi turco curvilinear medial/posteromedial
Insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka khususnya di sudut vertikal
dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini maka dapat dilakukan
beberapa cara antara lain:
- Tiga insisi terpisah-insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
- Dua insisi terpisah-curvilinear medial dan posterolateral.
23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) merupakan fiksasi kaki pada
posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, kuboid dan navikular
berotasi ke arah medial terhadap talus dan tertahan dalam posisi adduksi
serta inversi oleh ligamen dan tendon.
Insidensi CTEV sendiri bervariasi bergantung ras dan jenis kelamin. Di
Amerika dilaporkan sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dengan
keterlibatan bilateral pada 50% kasus.
Penyebab dari CTEV masih idiopatik namun diduga berkaitan dengan
faktor genetik. Untuk mendiagnosis CTEV dapat dilakukan melalui
anamnesis yang lengkap dan terarah disertai dengan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan CTEV dapat dilakukan dengan metode non operatif.
Metode yang sekarang banyak digunakan adalah metode Ponseti yang
dikembangkan oleh dr.Igancio Ponseti. Terapi operatif berupa Incisi yang
terdiri dari beberapa pilihan yaitu cincinnati, insisi turcocurvilineal medial
atau postero medial.
B. Saran
Lebih diperbanyak tinjauan pustaka yang berkaitan dengan CTEV
sehingga memudahkan mahasiswa untuk lebih memahami CTEV.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifuddin, M. 2010. Evaluasi Radiologis Pada Pasien Idiopathic Clubfoot Yang Di Terapi Dengan Metode Ponseti Di RSO Prof. DR. R. Soeharso Surakarta. Surakarta: Program Pendidikan Dokter Spesialis Orthopedi dan Traumatologi FK UNS
2. Apley, G. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley edisi 7. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Hal 200-202