BAB 1 PENDAHULUAN Pendahuluan Nyeri adalah salah satu gejala sisa yang paling sulit dari stroke, yang terjadi pada 19-74 % pasien. 1 Sebagian dari rasa nyeri pasca stroke ini disebabkan oleh lesi otak itu sendiri, keadaan ini disebut Central Post-Stroke Pain (CPSP) atau nyeri sentral paska stroke. Meskipun prevalensi CPSP antara pasien stroke rendah (1-8 %), nyeri yang persisten, disertai pengobatan refrakter serta sensasi menyakitkan bisa menjadi masalah besar yang nantinya membuat penurunan kualitas hidup pasien yang terkena. Mulai meningkatnya jumlah populasi usia tua, CPSP akan menjadi masalah yang lebih penting di masa depan. Meskipun patogenesis CPSP belum diketahui, para peneliti telah mengemukakan bahwa penyebabnya termasuk hyperexcitation di jalur sensorik yang rusak, kerusakan jalur penghambatan pusat, atau kombinasi dari keduanya. Antidepresan adrenergik saat ini merupakan obat lini pertama untuk CPSP, tapi efeknya sering tidak baik . Antiepilesi, seperti lamotrigin, dapat digunakan sebagai ajuvan terapi , sementara obat GABAergic, seperti gabapentin atau pregabalin, baru-baru ini muncul sebagai terapi yang berpotensi berguna. 1 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Nyeri adalah salah satu gejala sisa yang paling sulit dari stroke, yang terjadi pada 19-74 %
pasien.1 Sebagian dari rasa nyeri pasca stroke ini disebabkan oleh lesi otak itu sendiri,
keadaan ini disebut Central Post-Stroke Pain (CPSP) atau nyeri sentral paska stroke.
Meskipun prevalensi CPSP antara pasien stroke rendah (1-8 %), nyeri yang persisten, disertai
pengobatan refrakter serta sensasi menyakitkan bisa menjadi masalah besar yang nantinya
membuat penurunan kualitas hidup pasien yang terkena.
Mulai meningkatnya jumlah populasi usia tua, CPSP akan menjadi masalah yang lebih
penting di masa depan. Meskipun patogenesis CPSP belum diketahui, para peneliti telah
mengemukakan bahwa penyebabnya termasuk hyperexcitation di jalur sensorik yang rusak,
kerusakan jalur penghambatan pusat, atau kombinasi dari keduanya.
Antidepresan adrenergik saat ini merupakan obat lini pertama untuk CPSP, tapi efeknya
sering tidak baik . Antiepilesi, seperti lamotrigin, dapat digunakan sebagai ajuvan terapi ,
sementara obat GABAergic, seperti gabapentin atau pregabalin, baru-baru ini muncul sebagai
terapi yang berpotensi berguna.1
Tentunya penelitian sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
patofisiologi CPSP dan mendukung pengembangan modalitas pengobatan yang lebih baik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Nyeri
Definisi
Nyeri adalah persepsi; yaitu suatu pengalaman emosional dan sensorik yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan. Walaupun nyeri diperantarai
oleh sistem saraf, perbedaan antara nyeri dan mekanisme nosiseptif –suatu respon terhadap
kerusakan jaringan- adalah penting baik secara klinis maupun eksperimental. Beberapa
jaringan mempunyai reseptor sensorik khusus yang disebut nosiseptor, yang diaktifkan oleh
rangsangan noxious pada jaringan perifer.1
Tidak seperti submodalitas somatik lainnya seperti penglihatan, pendengaran dan penciuman,
nyeri memiliki kualitas primitive yang bertanggung jawab terhadap aspek emosional dan
afektif dari persepsi nyeri. Lebih dari itu, intensitas nyeri yang dirasakan dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga rangsangan yang sama dapat menghasilkan respon yang berbeda pada
setiap individu dalam kondisi yang serupa.
Fisiologi nyeri
Rangsangan nyeri pada kulit atau jaringan subkutan, seperti otot atau sendi, mengaktifkan
beberapa terminal nosiseptor (akhir saraf sensorik primer yang badan selnya terletak di
ganglion dorsalis dan ganglion trigeminal). Terdapat 3 kelas mayor nosiseptor yaitu2 :panas,
mekanik, dan polimodal, serta sebuah kelas yang disebut ‘silent nosiseptor’.
Nosiseptor panas diaktifkan oleh temperature yang ekstrim (> 450C dan < 50C),
mempunyai diameter kecil, dilapisi serabut tipis myelin tipe Aδ yang menghantar
impuls dengan kecepatan 5-30 m/s.
Nosiseptor mekanik diaktifkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada kulit.
Nosiseptor ini juga dilapisi serabut tipis myelin tipe Aδ dengan kecepatan hantaran 5-
30 m/s.
Nosiseptor polimodal diaktifkan oleh trauma mekanik, kimia, atau termal
(panas/dingin) dengan intensitas tinggi. Nosiseptif ini mempunyai diameter kecil,
2
mempunyai serabut saraf tipe C yang tak bermielin dengan hantaran yang lambat,
pada umumnya dengan kecepatan kurang dari 1,0 m/s.
Serabut nosiseptif aferen berakhir secara predominan di kornu dorsalis medula spinalis.
Kornu dorsalis dapat dibagi menjadi 6 lapisan (lamina) berdasarkan gambaran sitologik
susunan saraf. Kelas-kelas neuron aferen primer yang menyampaikan modalitas-modalitas
terpisah berakhir di lamina-lamina yang terpisah pula pada kornu dorsalis. Dengan demikian
terdapat hubungan yang erat antara organisasi fungsional dan anatomikal dari neuron-neuron
di kornu dorsalis medula spinalis.2
Neuron nosiseptif terletak di bagian superfisial dari kornu dorsalis, di lapisan marginal
(lamina I) dan substansia gelatinosa (lamina II). Sebagian besar dari neuron ini menerima
masukan sinaps secara langsung dari serabut Aδ dan C. Banyak neuron di lapisan marginal
(lamina I) berespon khususnya pada stimulus nyeri (sehingga disebut neuron spesifik
nosiseptif) dan diproyeksikan ke susunan saraf pusat. Beberapa neuron dalam lapisan ini,
yang disebut wide-dynamic range neuron, berespon pada kedua macam rangsangan mekanik
noxious dan non-noxious. Substansia gelatinosa (lamina II) kebanyakan terdiri dari
interneuron (baik neuron eksitasi dan inhibisi), diantaranya ada yang hanya berespon pada
rangsangan nosiseptif, sementara yang lain berespon pada rangsangan non- noxious.
Informasi tentang luka jaringan/tisu dibawa dari medulla spinalis ke otak melalui lima jalur
asending utama; yaitu spinothalamic, spinoreticuler, spinomesencephalic; cervicothalamic,
dan jalur spinohypothalamic.
Bidang Spinothalamic adalah jalur nosiceptif paling banyak di dalam medulla spinalis. Itu
menjadi akson-akson dari\ nociceptive-spesific dan wide-dynamic range neuron di lamina I
dan V-VII di dorsal horn dan berjalan kontralateral di samping medulla spinalis dan naik
anterolateral di white matter, berakhir di dalam talamus.2 Rangsangan elektrik pada jalur
3
spinothalamic mengakibatkan nyeri, sedangkan lesi pada jalur mengakibatkan pengurangan-
pengurangan sensasi rasa sakit di sisi sebaliknya dari medulla spinalis.
Nuklei talamik menghubungkan informasi aferen ke korteks serebri. Beberapa nukleus di
dalam talamus memproses informasi nosiseptik. Dua kelompok penting yaitu nuklear lateral
dan medial. Kelompok nuklear lateral dari talamus menyusun inti ventroposterior medial, inti
ventroposterior cabang samping. Nucleus ini menerima masukan via bidang yang
spinothalamic, terutama dari neuron-neuron nosiseptif-spesifik dan wide-dynamic-range di
lamina V dari kornu dorsalis medulla spinalis. Neuron-neuron di dalam nucleus ini
mempunyai tempat untuk menerima rangsangan yang kecil, seperti halnya proyeksi neuron-
neuron di medulla spinalis itu kepada mereka. Talamus lateral bisa kemungkinan besar terkait
dengan mediasi informasi tentang lokasi dari suatu luka, informasi yang biasanya
disampaikan secara sadar sebagai nyeri yang akut.
Luka pada bidang spinothalamik dan target-targetnya menyebabkan suatu nyeri yang berat
yang disebut nyeri sentral. Sebagai contoh, satu infark di dalam daerah kecil talamus
ventroposterolateral dapat menghasilkan thalamik (Dejerine-Roussy) sindrom.2,3 Pasien-
pasien dengan sindrom ini sering kali mengalami suatu nyeri terbakar yang secara spontan
dan sensasi-sensasi abnormal lain (dysesthesia) di dalam daerah-daerah tubuh di mana stimuli
noxoious secara normal tidak menjurus kepada nyeri.3
Pengamatan ini menekankan bahwa ada suatu perubahan di dalam thalamic dan sirkuit
kortikal di dalam kondisi nyeri yang kronis. Dengan demikian, pasien-pasien yang
mengalami nyeri persisten karena cedera mempunyai otak yang berbeda secara fungsional
dari mereka yang tidak memiliki mengalami nyeri sebelumnya.
Kelompok Nuklear Medial talamus menyusun nukleus sentral lateral dari talamus dan
kompleks intra-laminar. Masukannya yang utama adalah dari neuron-neuron di lamina VII
dan VIII dari kornu dorsalis. Jalur ke talamus medial adalah proyeksi pertama spinothalamik
4
untuk muncul di dalam evolusi mamalia dan kemudian dikenal sebagai jalur
paleospinothalamic. Proyeksi dari talamus lateral ke nucleus ventroposterior lateral dan
medial adalah yang paling berkembang di dalam primata dan karena itu juga dikenal jalur
neospinothalamic. Banyak neuron di dalam talamus medial menanggapi optimal kepada
stimuli noxious tetapi juga mempunyai proyeksi-proyeksi yang tersebar luas sampai ke
ganglia basal dan kortikal area yang berbeda-beda.
Gambar 2.1 Jalur spinothalamik2
5
Nosiseptif sendiri adalah proses penyampaian informasi adanya stimuli noksius, di perifer,
dan ke sistem saraf pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau
merupakan akibat terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu
dan kimia. Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai nyeri melibatkan proses yang
kompleks dan masih banyak yang belum dapat dijelaskan.
Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan empat proses
yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi. Proses-proses tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
Transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu, mekanik,
atau kimia) menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor sensorik untuk nyeri
(nosiseptor).
Transmisi adalah proses penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya
rangsangan di perifer ke pusat.
Persepsi adalah proses apresiasi atau pemahaman dari impuls saraf yang sampai ke
SSP sebagai nyeri.
Modulasi adalah proses pengaturan impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap
tingkat, namun biasanya diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak
terhadap proses di kornu dorsalis medulla spinalis
Gambar 2.2 Patofisiologi nyeri nosiseptif
6
Bab III
Central Post Stroke Pain
Definisi
Central Post Stroke Pain ( CPSP ) adalah sindrom nyeri neuropatik yang dapat terjadi setelah
penyakit serebrovaskular. Sindrom ini ditandai dengan nyeri dan kelainan sensorik pada
bagian tubuh yang dipersarafi oleh bagian otak yang sudah terkena oleh lesi serebrovaskular. 4
Kehadiran kehilangan sensori dan tanda-tanda hipersensitivitas pada daerah yang
menyakitkan pada pasien dengan CPSP mungkin menunjukkan kombinasi deafferentasi dan
perkembangan selanjutnya dari hipereksitabilitas neuronal. Prevalensi pasti CPSP tidak
diketahui, sebagian karena oleh kesulitan dalam membedakan sindrom ini dari jenis nyeri
lainnya yang dapat terjadi setelah stroke (seperti nyeri bahu , kekakuan, sakit kepala terus-
menerus, dan kondisi nyeri muskuloskeletal lainnya).
Gambar 2.3 Tipe-tipe nyeri yang sering terjadi setelah stroke3
Sistem penilaian yang diusulkan untuk nyeri neuropatik menunjukkan bahwa diagnosis pasti
nyeri neuropati mensyaratkan adanya nyeri dengan distribusi berbeda yang masuk akal,
riwayat sugestif dari lesi yang relevan, indikasi tanda-tanda sensorik negatif atau positif
7
dalam suatu daerah, dan konfirmasi lesi dengan tes diagnostik. Saat ini, diagnosis CPSP
adalah salah satu pengecualian, karena tidak ada gejala patognomonik pada sindrom ini.4
Seperti sakit kronis yang umum pada orang tua dan nyeri pasca stroke sering terjadi, banyak
pasien akan bersamaan hadir dengan beberapa jenis rasa sakit. Banyak dari pasien ini akan
memenuhi kriteria diagnostik pasti nyeri neuropatik, meskipun rasa sakit berasal dari
rangsangan nociceptik. Pada kasus ini, mengidentifikasi nyeri neuropatik sentral dengan nyeri
bahu hemiplegia, kekakuan, atau nyeri muskuloskeletal lainnya mungkin sulit dan, dalam
beberapa kasus, beberapa jenis nyeri mungkin hadir pada bagian tubuh yang sama. Saat ini
tidak ada penelitian untuk membimbing kita membedakan nyeri pasca stroke. Beberapa
penulis telah menggambarkan CPSP sebagai sindrom nyeri neuropatik sentral yang dapat
terjadi setelah stroke di bagian tubuh yang sesuai dengan lesi serebrovaskular, yang ditandai
dengan nyeri dan kelainan sensori, dan di mana penyebab lain yang jelas dari nyeri
nociceptik, psikogenik, atau neuropatik perifer telah disingkirkan
Epidemiologi
Hanya ada beberapa studi epidemiologi beberapa CPSP. Prevalensi CPSP pada pasien stroke
adalah antara 1 % dan 12 %.4 Pengembangan CPSP terkait dengan gangguan sensorik , dan
dalam sebuah penelitian prevalensi CPSP setinggi 18 % pada pasien dengan defisit sensorik,
dibandingkan dengan 8 % pada semua pasien dengan stroke. Oleh karena itu, tampaknya
CPSP tidak menjadi gangguan langka dan pemeriksaan gejala sensorik (termasuk nyeri ) dan
tanda-tanda merupakan bagian penting dari pasca stroke tindak lanjut, khususnya pada pasien
yang lansia atau yang memiliki afasia.
CPSP terjadi setelah lesi pada setiap tingkat jalur somatosensory otak, termasuk medula,
thalamus, dan korteks serebral . Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi
CPSP tergantung pada lokasi lesi, dan kejadian terjadinya sangat tinggi pada lesi setelah
infark medulla lateralis (atau Sindrom Wallenberg ) atau lesi di ventroposterior bagian dari
thalamus. Pada 63 pasien dengan infark medulla lateral diidentifikasi secara retrospektif dan
prospektif, 16 berkembang menjadi CPSP. Dalam studi pada 39 pasien dengan stroke
thalamic diberikan profilaksis dengan amitriptyline, 7 pasien berkembang menjadi CPSP
dalam 1 tahun setelah stroke tanpa ada perbedaan antara pasien yang diobati dengan
amitriptyline dan placebo.
8
Gejala klinik
Karakteristik klinis CPSP mirip dengan nyeri neuropatik sentral dan perifer lainnya. Tidak
gejala patognomonik atau tanda-tanda khas mengenai onset, presentasi, dan intensitas, dan
karakteristik dan deskripsi CPSP bervariasi antara satu pasien dengan pasien lainnya. CPSP
sering digambarkan berlangsung lama, bahkan seumur hidup, tetapi tidak ada studi prospektif
yang telah melaporkan hal ini . Kebanyakan penelitian didasarkan pada pasien dari gejala
klinik nyeri, yang mungkin hasilnya berpotensi bias terhadap nyeri yang lebih parah dan
tahan lama. Rasa sakit di CPSP bisa spontan atau dicetuskan. Dysaesthesia spontan paling
umum dan hasilnya dilaporkan sampai dengan 85 % dari pasien.4
Pada skala dari 0 sampai 10, rata-rata intensitas nyeri bervariasi antara 3 dan 6. Dalam
beberapa penelitian, intensitas nyeri yang lebih tinggi telah dilaporkan ketika lesi terletak di
batang otak atau thalamus dibanding di daerah lain , namun, dalam penelitian terbaru, gejala
dan keparahan CPSP di thalamik dibandingkan stroke extrathalamik tidak berbeda. Intensitas
nyeri spontan sering berfluktuasi dan dapat ditingkatkan oleh rangsangan internal atau
eksternal , seperti stres atau dingin ,dan diatasi dengan, misalnya istirahat atau pengalihan.
Sakit umumnya merupakan beban berat bagi pasien , bahkan ketika intensitas rendah. Sakit
spontan berkelanjutan digambarkan sebagai "terbakar" , "perih" , "menusuk" , " beku" , dan
"seperti diremas" , sedangkan nyeri intermiten dijelaskan sebagai "dikoyak" atau "tertembak".
Deskripsi afektif akibat rasa sakitnya termasuk "bermasalah”, " mengganggu ", dan
"melelahkan ". Selanjutnya , CPSP dapat mengurangi kualitas hidup pada pasien yang pernah
stroke, pasien jadi berpikir ulang untuk rehabilitasi, tidur terganggu, pasien mulai menutup
diri, dan bahkan mendorong pasien untuk bunuh diri
Distribusi nyeri dapat berkisar dari daerah kecil (misalnya tangan) ke daerah-daerah besar
(misalnya , di salah satu sisi tubuh). Wilayah yang luas yang paling sering terkena, dengan
atau tanpa keterlibatan badan dan muka. Pasien dengan infark medulla lateralis, rasa sakit
dapat melibatkan satu sisi wajah dan sisi kontralateral tubuh atau anggota badan, dan nyeri
periorbital sering dilaporkan. nyeri hemibody umum pada pasien dengan lesi thalamic.
Temuan non-sensorik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan lesi serebrovaskular.
Nyeri dapat dilokalisasi dalam seluruh area sensorik yang punya kelainan, atau sebagian
daerah saja sesuai dengan lokalisasi lesi vaskularnya.
9
Temuan kunci di sebagian besar, gangguan nyeri neuropatik adalah kombinasi dari rangsang
sensorik yang hiposensitif dan hipersensitif pada daerah yang menyakitkan. Sesuai dengan
temuan ini, peristiwa sensorik "negatif" dan "positif"merupakan salah satu ciri CPSP dan
nyeri neuropatik lainnya. Kelainan baik sensasi termal (Terlalu dingin) atau nyeri (misalnya,
seperti ditusuk jaram) ditemukan di lebih dari 90% pasien, sedangkan hilangnya sensorik
dalam modalitas lainnya (seperti sentuhan dan getaran) jarang terjadi. Temuan sensorik
positif, seperti evoked pain yang dibangkitkan oleh rangsangan mekanik atau termal (sangat
dingin), umum terjadi di CPSP. Dalam sebuah penelitian prospektif 16 pasien dengan CPSP,
allodynia terhadap dingin, diperiksa oleh penggunaan roll thermo (20 ° C) yang merupakan
gabungan rangsang suhu dan rangsang mekanik dinamis, ditemukan pada 9 pasien, allodynia
dengan sentuhan ditemukan pada 9 pasien, dan dysaesthesia atau allodynia baik dengan
sentuhan atau dingin ditemukan pada 15 pasien. tanda-tanda klinis positif lainnya, seperti
aftersensations, radiation of pain, dan summation lebih jarang.
CPSP dapat terjadi baik pada lesi perdarahan dan lesi iskemik dari SSP. Dalam satu studi, 4
dari 13 pasien berkembang menjadi CPSP setelah perdarahan intrasereblar. Dari hasil ini
disimpulkan bahwa tingginya prevalensi mungkin disebabkan adanya keterlibatan wilayah
thalamik pada lesi perdarahan.1,4
Waktu antara stroke dan onset nyeri bervariasi, dan nyeri dapat dicetuskan segera setelah
stroke dalam beberapa pasien dan sampai satu tahun kemudian pada orang lain. Onset dapat
tertunda, namun pengembangan CPSP dalam satu bulan pertama adalah yang paling sering
Dalam sebuah penelitian prospektif yang termasuk 16 pasien dengan CPSP, onset nyeri
terjadi pada bulan pertama setelah stroke dalam sepuluh pasien, antara 1 dan 6 bulan pada
tiga pasien, dan setelah 6 bulan pada tiga pasien.
Patofisiologi
Patofisiologi multiple sclerosis, cedera otak traumatis, dan stroke jelas berbeda, meskipun
mekanisme yang mendasari nyeri mungkin tidak berbeda secara substansial. Bahkan, klinis
karakteristik CPSP mirip dengan nyeri neuropatik sentral dan nyeri neuropatik perifer.
Namun, jika lesi yang sama-sama di otak, tetapi memiliki mekanisme patofisiologis dapat
berbeda tergantung pada lokasi lesi di SSP.1,4
10
Nyeri terbakar lebih umum pada pasien dengan infark medulla lateralis dibandingkan pada
pasien dengan infark thalamik, dan deskripsi dari rasa sakit dan menjengkelkan berbeda
tergantung pada apakah lesi medullar tersebut terletak di medial atau lateral.
Saat ini, ada sedikit bukti yang menghubungkan antara mekanisme nyeri, lokasi dan patologi
lesi, manifestasi klinis, dan respon terhadap pengobatan . Konsekuensinya, setiap penjelasan
terhadap mekanisme yang diusulkan harus didasarkan pada karakterisitik klinis penyakitnya,
seperti kehilangan sensori (deafferentation), hipersensitivitas (sensitisasi dan inhibisi), dan
penurunan atau peningkatan sensasi suhu dan nyeri. Proses hantaran sensori suhu dan rasa
tertusuk terjadi melewati thalamus melalui jaras spinothalamik dan jaras
spinotrigeminothalamik yang memproyeksikannya ke talamus. Sistem nyeri batang otak
biasanya dibagi menjadi lateral dan medial. Inti sensorik utama ventro-caudal dari talamus
lateral yang merupakan bagian dari sistem nyeri “lateral”. Inti ini menerima hantaran dari
jaras spinothalamik dan memproyeksikannya ke korteks somatosensori utama, korteks
somatosensori sekunde, dan insula . Data dari studi PET menunjukkan bahwa korteks
somatosensori primer terlibat dalam proses diskriminasi nyeri, korteks somatosensori
sekunder dalam intensitas nyeri , dan insula dalam pengolahan informasi termal dan
nociceptik
Bagian medial dan nukleus intralaminar thalamic juga menerima hantaran dari traktus
spinotalamikus dan memproyeksikan kepada korteks cingulatum anterior (sistem nyeri "
medial ") . Korteks cingulate anterior secara konsisten diaktifkan oleh rangsangan berbahaya
dan telah terlibat dalam aspek afektif - emosional pada nyeri.
Gambar 2.4 teori-teori mekanisme nyeri sentral4
11
Sensitisasi sentral
Sebuah lesi dalam SPP yang menghasilkan baik perubahan anatomi, neurokimia,
eksitotoksik, dan inflamasi, semua yang mungkin memicu peningkatan rangsangan saraf.
Dikombinasikan dengan hilangnya hambatan dan meningkat fasilitasi, peningkatan
rangsangan ini dapat mempengaruhi pusat sensitisasi, yang pada saatnya dapat menyebabkan
nyeri kronis.4
Mekanisme ini didukung oleh fakta bahwa banyak dari obat farmakologi yang tersedia untuk
pengobatan nyeri sentral bertindak sebagian dengan mengurangi hipereksitabilitas neuronal .
Nyeri spontan pada CPSP mungkin terkait dengan hipereksitabilitas atau pembuangan
spontan neuron yang deafferentated di thalamus atau korteks .
Perubahan dalam fungsi traktus spinotalamikus4
Gangguan nyeri dan sensasi termal merupakan temuan umum pada pasien dengan CPSP, dan
lesi dari traktus spinotalamikus mungkin diperlukan untuk mengembangkan sindrom ini.
Defisit dalam fungsi jaras spinotalamikus dapat ditunjukkan dengan laser-evoked potential .
Namun, gangguan tersebut sama-sama umum pada pasien dengan Lesi SSP tanpa rasa sakit.
Namun demikian, adanya hipersensitivitas dengan rangsang tusuk dan rangsangan termal
(sangat dingin ) lebih umum terjadi pada pasien stroke dengan nyeri sentral dibandingkan
dengan yang tanpa nyeri sentral, menunjukkan bahwa hipereksitabilitasi dan aktivitas yang
sedang berlangsung di traktus spinotalamikus mungkin merupakan mekanisme yang
mendasari .
Teori disinhibisi4
Masukan ke SSP terus dikontrol dengan keseimbangan antara sistem fasilitasi dan inhibisi,
termasuk interaksi antara inti batang otak (medula ventromedial rostral dan periaqueductal
gricea) dan sumsum tulang belakang dan sirkuit talamokortikal supraspinal.
Ketidakseimbangan tersebut telah diusulkan menjadi mekanisme dalam banyak teori yang
mendasari nyeri sentral, termasuk yang menunjukkan bahwa nyeri sentral adalah hasil dari
lesi dari sistem lateral, menyebabkan penghambatan dari sistem medial (gambar 2.3 A - C).
Head dan Holmes pada tahun 1911 menyarankan bahwa nyeri sentral disebabkan oleh lesi di
thalamus lateral yang mengganggu penghambatan jalur, menyebabkan disinhibisi dari
thalamus medial (gambar 2.3 A). Sebuah modifikasi dari hipotesis ini diusulkan dalam teori
12
disinhibisi thermosensory, yang menyatakan bahwa hasil CPSP dari hilangnya penghambatan
normal nyeri dari dingin akibat adanya lesi . Ini menghasilkan ketidakseimbangan antara
traktus spinotalamikus lateralis yang terlibat dalam sinyal sensasi dingin dan traktus
spinotalamikus medial yang terlibat sinyal sensasi nyeri (gambar 2.3 B). Disinhibisi dari
Spino reticulothalamic yang terletak di medial atau jalur paleospinothalamic, oleh lesi dari
lateral traktus spinotalamikus, juga telah dicetuskan (Gambar 2.3 C).
Perubahan dalam aliran darah otak regional yang dapat divisualisasikan dengan
menggunakan MRI fungsional , PET , atau SPECT (Single photon emission computed
tomography). Beberapa perubahan telah ditunjukkan selama evoked pain pada pasien dengan
infark medulla lateralis dan CPSP. Peningkatan aliran darah otak regional di thalamus, area
somatosensori, parietal inferior, insula anterior, dan medial korteks prefrontal yang
ditemukan selama stimulasi daerah Allodynic . Pada individu sehat, ada peningkatan aktivitas
dalam korteks cingulate anterior yang berhubungan dengan rangsangan berbahaya , tetapi
respon ini tidak terlihat selama allodynia . Studi ini menunjukkan bahwa perubahan plastik
dari jalur somatosensori dan nyeri terjadi setelah stroke ,mungkin dalam sistem diskriminatif
nyeri lateral.4
Perubahan thalamus4
Thalamus dipikirkan memainkan bagian penting dalam mekanisme yang mendasari nyeri
sentral, dan CPSP umum terjadi setelah lesi mengenai thalamus . Dalam satu studi, 9 dari 11
pasien dengan lesi thalamus dan murni stroke sensorik memiliki infark kecil di thalamus,
yang semua terbatas pada inti posterolateral . 6 dari pasien ini tidak memiliki atau memiliki
sangat kecil temuan sensorik, dan 3 pasien melaporkan dysaesthesia. Dalam serangkaian
pasien dengan infark thalamus, hanya lesi terletak di bagian ventral posterior inti lateral dan
medial posterior ventral) thalamus menyebabkan CPSP . Dalam studi lain , lesi dari yang
thalamus inti ventral caudul, tidak mempengaruhi bagian belakang inti ventral medial, sudah
cukup untuk merusak sensitivitas dingin dan menghasilkan CPSP .
Thalamus juga mungkin terlibat dalam nyeri sentral di pasien yang lesinya tidak langsung
melibatkan thalamus. Data dari studi PET menunjukkan penurunan aliran darah otak regional
di thalamus pada pasien dengan CPSP yang memiliki rasa sakit spontan pada saat istirahat.
Hypoactivity ini hanya mungkin menunjukan deafferentation, tapi mungkin juga terkait
dengan patofisiologi nyeri neuropatik. Hiperaktif thalamus telah ditemukan selama allodynia
13
dengan menggunakan SPECT dan PET. Peningkatan bursting activity telah ditemukan di
caudal ventral inti thalamus pada pasien dengan nyeri sentral yang dilihat oleh penggunaan
microelectrodes selama operasi otak . Studi nyeri sentral terbaru pada hewan dalam primata
dan hewan pengerat menunjukkan bahwa peningkatan rangsangan nukleus adalah hasil
plastisitas homeostatik maladaptif karena hilangnya input ascending yang normal melalui
saluran spinotalamikus (gambar 2.3 D) . Meskipun pola bursting mungkin tidak lebih spesifik
untuk pasien dengan nyeri kronis, aktivitas bursting pada pasien dengan nyeri sentral
tampaknya berbeda dalam lokasi dan karakteristik dibandingkan dengan pasien yang bebas
rasa sakit dengan deafferentiation serupa. Stimulasi listrik oleh microelectrodes pada daerah-
daerah tertentu di kedua lateral dan thalamus medial dapat menimbulkan rasa sakit. Ada
peningkatan kejadiann stimulus-evoked pain di daerah ventro-caudal dan posteroinferior
thalamus, dan microstimulation lebih cenderung menyebabkan sensasi terbakar pada pasien
dengan CPSP dibandingkan dengan pasien dengan nyeri kronis lainnya.4 Oleh karena itu,
thalamus mungkin memiliki peran substansial dalam beberapa pasien dengan nyeri sentral,
baik sebagai generator nyeri atau dengan pengolahan abnormal input ascending.
Deafferentation, hilangnya penghambatan neuron yang mengandung GABA di thalamus, dan
aktivasi mikroglial juga telah disarankan mendasari perubahan thalamus.
Perubahan lain
Teori reverberation dinamis menunjukkan bahwa nyeri sentral timbul sebagai akibat dari
kekacauan dari pola osilasi di dalam corticothalamocortical sensorik reverberatory loop yang
berjalan antara thalamus dan korteks (gambar 2.3 E).4 Melzack mengusulkan jaringan saraf,
atau neuromatrix , yang mengatur sensasi pada tubuh dan memiliki substrat ditentukan secara
genetik yang dimodifikasi oleh pengalaman sensorik. Dia menyarankan bahwa jaringan ini
menghasilkan sensasi menyakitkan abnormal, seperti phantom limb pain , ketika kekurangan
input sensorik. Reorganisasi struktural thalamus (inti ventro-caudal) dan korteks
somatosensori telah ditunjukkan dalam nyeri sentral dan dalam studi pada hewan dengan
menggunakan pencitraan fungsional dan tes neurofisiologis. Reorganisasi struktueal belum
diperiksa dalam CPSP, dan apakah reorganisasi di daerah nyeri sentral lainnya memiliki
hubungan kausal langsung dengan nyerinya atau sekunder untuk perubahan yang terjadi pada
tingkat lain dari SSP tidak jelas.
14
Diagnosis
Diagnosis pasti CPSP sulit, terutama karena dari gambaran klinis yang variatif, seringnya
muncul beberapa jenis nyeri, dan kurangnya jelas kriteria diagnostik untuk CPSP . Diagnosis
harus didasarkan pada gabungan dari riwayat pasien, pemeriksaan klinis dan sensorik,
pencitraan lesi (CT atau MRI) , dan langkah-langkah klinis lainnya (Gambar 2.3). Riwayat
stroke harus dikonfirmasi oleh pencitraan (baik CT atau MRI ) untuk memvisualisasikan lesi
(jenis, lokasi , dan ukuran ) dan untuk menyingkirkan penyebab utama lainnya dari rasa
nyeri. Riwayat nyeri harus termasuk rincian timbulnya nyeri, kualitas nyeri , adanya
dysaesthesia atau allodynia, dan pasien harus diminta untuk menunjukkan area yang sakit
pada gambar tubuh (a pain drawing). Pemeriksaan klinis harus mencakup pemeriksaan
sensorik untuk mengkonfirmasi dan memetakan keberadaan kelainan sensorik, dan juga
untuk membantu menyingkirkan penyebab lain dari sakit. Hasil dari tes sensorik kuantitatif
memungkinkan hasil uji yang terkontrol dan mengukur stimulus rangsangan fisiologis
seperti, seperti panas, tekanan, tusukan, dan rangsangan getaran, dan telah digunakan untuk
mendokumentasikan temuan sensorik yang sering atau tidak cocok pada CPSP .
Gambar 2.4 Kriteria diagnostik untuk CPSP4
Kelainan pada somatosensorik -evoked dan laser –evoked umum terjadi pada CPSP , tetapi
memiliki nilai diagnosis yang terbatas. Baik tes sensoris kuantitatif dan pemeriksaan
neurofisiologis mungkin berguna dalam pasien dengan CPSP dengan lesi yang sulit untuk
dilihat oleh pencitraan, ketika defisit sensorik halus tidak dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan sensorik biasa, untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri (misalnya,
15
neuropati perifer) dan memeriksa mekanisme yang mendasari. Namun pada saat ini tes
diagnostik ini tidak secara rutin digunakan dalam klinik karena mereka memakan waktu dan
peralatan yang mahal.
Beberapa alat skrining untuk nyeri neuropatik telah diluncurkan dalam dekade terakhir,
namun diagnostik mereka untuk menilai CPSP belum dibuktikan. Sebuah studi baru-baru ini
menekankan bahwa pemeriksaan sensorik sangat penting untuk sub-klasifikasi jenis nyeri.
Skala nyeri, seperti skala analog visual dan skala penilaian numerik, berguna dalam evaluasi
intensitas nyeri , tetapi tidak ada skala yang dikembangkan secara khusus untuk CPSP.
Gambar 2.5 Grading pada CPSP4
Penatalaksanaan
CPSP, seperti halnya untuk gangguan neuropatik lainnya, sering sulit untuk diobati, respons
pengobatan sebagian besar moderate, dan dosis dibatasi oleh efek samping, terutama pada
pasien usia lanjut . Dalam praktek klinis, pengobatan pasien dengan CPSP sering didasarkan
pada trial and error sampai efek hilangnya nyeri ditemukan, dan hasilnya biasanya berupa
kombinasi beberapa obat . Ada hanya beberapa studi terkontrol acak pada pengobatan CPSP
(Tabel 2.1) , dan tidak adanya percobaan yang dipublikasikan pada polifarmasi untuk CPSP.
16
Satu-satunya studi pencegahan CPSP sejauh ini adalah prospektif , tersamar ganda, studi
plasebo - terkontrol amitriptyline (75 mg per hari) pada 39 pasien dengan stroke akut
thalamus, yang ditindaklanjuti selama 1 tahun.4 Tidak ada efek profilaksis yang signifikan
ditemukan dalam penelitian kecil ini.
Tabel 2.1 Trial pada pengobatan CPSP4
Antidepresan
Antidepresan trisiklik memiliki efek yang menguntungkan untuk nyeri neuropatik yang sudah
cukup dikenal dan ini adalah obat lini pertama untuk nyeri neuropatik. Amitriptyline (75 mg
per hari) secara signifikan mengurangi nyeri pada pasien dengan CPSP . Efeknya berkorelasi
dengan konsentrasi plasma amitriptyline, dengan banyak responden memiliki konsentrasi
plasma lebih dari 300 nmol / L. Efek samping yang umum, terutama kelelahan dan mulut