Helicobacter pylori KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nyalah akhirnya referat dengan judul “ Penatalaksanaan Kuman Helicobacter pylori “ dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DR.dr Nurman Sp.Pd, KGEH atas waktu, bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani Kepanitraan klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan penulisan. Akhir kata penulis mengharapkan agar referat ini bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR ISI 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Helicobacter pylori
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nyalah
akhirnya referat dengan judul “ Penatalaksanaan Kuman Helicobacter pylori “ dapat penulis
selesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DR.dr Nurman Sp.Pd,
KGEH atas waktu, bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama
penulis menjalani Kepanitraan klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam penyempurnaan
penulisan. Akhir kata penulis mengharapkan agar referat ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
1
Helicobacter pylori
KATA PENGANTAR …………………………………………………..………………………i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Epidemiologi ………………………………………………………………2
II.2 Morfologi ………………………………………………………………….3
II.3 Patogenesis ………………………………………………………………..4
II.4 Diagnosis ………………………………………………………………….8
II.5 Penatalaksanaan …………………………………………………………13
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
Helicobacter pylori
Sejak penemuan kuman Helicobacter pylori (Hp) oleh Marshall dan Warren pada tahun
1983, kemudian terbukti bahwa infeksi Hp merupakan masalah gloBal, termasuk Indonesia,
sampai saat ini belum jelas betul proses penularan serta patofisiologi infeksi kuman ini pada
berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas (SCBA). Pada tukak peptik infeksi Hp
merupakan faktor etiologi yang utama sedangkan untuk kanker lambung termasuk karsinogen
tipe I, yang definitif. Pada keadaan lain seperti dispepsia non ulser dengan infeksi Hp, para ahli
belum bersepakat tentang perannya sebagai faktor etiologi.1
Prevalensi H. pylori di Negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibanding Negara
maju. Penegakkan diagnosis dari infeksi Helicobacter pylori adalah dengan metode invasif dan
non invasif. Metode invasif meliputi endoskopi dan biopsy yang diikuti oleh pemeriksaan
histology, biakan, uji urease, dan PCR, sedangkan metode non-invasif meliputi serologi dan uji
C-urea napas.2
Kuman Helicobacter pylori sangat cocok hidup dalam suasana asam, maka bila sekresi
asam menurun, misalnya pada gastritis atrofik atau pemberian obat-obat antisekretorik seperti
PPI, kolonisasi H.pylori juga akan berkurang. Kenyataan ini dipakai sebagai acuan dalam upaya
pemberantasan atau eradikasi kuman H.pylori ini.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Helicobacter pylori
II.1 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan
dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40 %, sedangkan
dinegaraberkembang mencapai 80-90 %. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20 % yang akan
menjadi penyakit gastroduodenal.1
Studi sero epidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46,1 % dengan usia
termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun . 5,3 -15,4 % telah terinfeksi, dan
diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor risiko timbulnya degenerasi maligna pada
usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyatannya prevalensi
kanker lambung di Indonesia relatif rendah semikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya
selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan menentukan
terjadinya kelainan patologis akibat infeksi.1
Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Hp merupakan masalah global, tetapi
mekanisme transmisi apakah oral-oral atau fekal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di
Indonesia menunjukkan adanya hubungan antar tingkat sanitasi lingkungan dengan prevalensi
infeksi Hp, sedangkan data di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi dengan
penyediaan atau sumber air minum.1
Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik pada
pasien dispepsia yang tukak peptik yang diendoskopi berkisar antara 5,78 % di Jakarta sampai
16,91 % di Medan. 1
Pada kelompok pasien dispepsia non ulkus, prevalensi infeksi Hp yang dilaporkan
berkisar antara 20-40 % dengan metode diagnostik yang berbeda yaitu serologi, kultur dan
histopatologi. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak terjadi
pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut, tidak sama dengan pola Negara berkembang lain
seperti afrika. Agaknya yang berperan adalah faktor lingkungan dan perbedaan ras.1
4
Helicobacter pylori
Tingginya prevalensi infeksi dalam masyrakat tidak sesuai dengan prevalensi penyakit
SCBA seperti tukak peptik ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya sekitar 10-20 %
saja yang kemudian menimbulkan penyakit gastroduodenal.1
II.2 MORFOLOGI
Helicobacter pylori adalah Gram-negatif, non spora, bisa curved atau spiral rop-shaped
bakteri yang tumbuh secara mikroaerob. Organisme tersebut mempunyai 7 flagella. Mempunyai
ukuran kira-kira tebalnya 0,6 m dengan panjang 1,5 gelombang panjang. Media yang dapat
dipakai untuk kultur terdiri dari darah dengan atau tanpa selektif antibiotika. H.pylori dapat
tumbuh dengan baik pada suhu 35-37 0 C, dan memproduksi enzim catalase, cytochrome
oxidase, urease, alkaline phosphatase dan glutamyl transpeptidase. Mukosa lambung terlindungi
dari infeksi bacterial. Jumlah H. pylori yang tampak menunjukkan kemampuan adaptasi pada
tempat tertentu misalnya pada gaster manusia sering ditemukan pada permukaan sel epitel dan
lapisan mucus. Strain H.pylori dapat dikultur dari duodenum, cairan lambung, dental plague
walaupun jarang dilakukan, dan feses.3,4
5
Helicobacter pylori
Gambar 1 : Helicobacter pylory
Diunduh dari : www. scienceaintsobad.com
II.3 PATOGENESIS
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, namun H.pylori memiliki
kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap ekologi lambung, dengan serangkaian langkah
unik masuk dalam mucus, berenang dan orientasi spasial di dalam mucus, melekat pada sel epitel
lambung, menghindar dari respon imun dan sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi
persisiten.1
Setelah memasuki saluran cerna, bakteri H.Pylori harus menghindari aktivitas
bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mucus.
Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease
menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonia, sehingga H.Pylori mampu bertahan
6
Helicobacter pylori
hidup dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh suatu saluran urea yang
tergantung pH (pH- gated urea channel), Ure-1, yang terbuka pada pH yang rendah, dan
menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat penting pada kolonisasi, dan
flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lipatan-lipatan lambung.1
H. Pylori dapat terikat erat pada sel-sel epitel melalui berbagai komponen permukaan
bakteri. Adhesis yang sangat dikenal baik karakteristiknya adalah BabA, suatu protein membrane
luar yang terikat pada group antigen darah Lewis B. beberapa protein lain family Hop protein
(protein membran luar) juga merupakan mediasi adhesi pada sel epitel. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa adhesi, terutama oleh BabA, sangat relevan dengan penyakit-penyakit terkait H.Pylori
dan dapat mempengaruhi derajat beratnya penyakit, meskipun beberapa hasil studi terdapat
beberapa pula yang bertentangan.1
Sebagian besar strain H.Pylori mengeluarkan suatu eksotoksin, vacA. Toksin tersebut
masuk ke dalam membrane sel epitel dan membentuk suatu saluran tergantung voltase, suatu
anion hexamer selektif, yang mana melalui saluran tersebut bikarbonat dan anion-anion organic
dapat dilepaskan, tampaknya juga untuk menyediakan nutrisi bagi bakteri. VacA juga
menyerang membrane mitokondria, sehingga menyebabkan lepasnya sitokrom c dan
mengakibatkan apotopsis. Peran patogenik dari toksin masih diperdebatkan. Pada studi-studi
hewan, bakteri mutan tanpa VacA juga dapat melakukan kolonisasi, dan strain dengan gen
VacA yang inaktif telah pula diisolasi dari pasien-pasien, menunjukkan bahwa VacA tidak
essential untuk untuk kolonisasi. Beberapa strain H.Pylori memiliki cag-PAI (cag pathogenicity
island), suatu fragmen genom yang mengandung 29 gen. beberapa gen ini menyandi komponen-
komponen sekresi yang mentranslokasi CagA kedalam sel penjamu. Setelah memasuki sel epitel,
CagA difosforilasi dan terikat pada SHP-2 tirosin fosfatase, menimbulkan respons selular growth
faktor-like dan produksi sitokin oleh sel pejamu.1,5
7
Helicobacter pylori
Gambar 2 : patogenesis Helicobacter pylori
Diunduh dari : www. medipulse.blogspot.com
Respon Pejamu terhadap H.Pylori
8
Helicobacter pylori
H.pylori menyebabkan peradangan lambung yang terus menerus. Respon peradangan ini
mula-mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag,
bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H.Pylori sangat jarang menginvasi
mukosa gaster, respon pejamu terutama dipicu oleh menempelnya bakteri pada sel epitel.
Pathogen tersebut dapat terikat pada molekul MHC class II di permukaan sel epitel gaster dan
menginduksi terjadinya apotosis. Perubahan lebih lanjut dalam sel epitel tergantung pada
protein-protein yang disandi pada cag-PAI dan translokasi CagA ke dalam sel epitel gaster.
Urease H.Pylori dan porin juga dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis