MAKALAH LENGKAP RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR LUARAN BURUK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT Oleh : dr. Octavianus Darmawan PPDS-I Neurologi FK UNUD Pembimbing : dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) dr. I. B. Kusuma Putra, Sp.S DISAMPAIKAN DALAM ACARA ILMIAH JAKARTA NEUROLOGY EXHIBITION WORKSHOP AND SYMPOSIUM FEBRUARI 2014
22
Embed
RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR … · makalah lengkap rasio neutrofil limfosit tinggi sebagai prediktor luaran buruk pada penderita stroke iskemik akut oleh : dr.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH LENGKAP
RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI
PREDIKTOR LUARAN BURUK PADA PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT
Oleh :
dr. Octavianus Darmawan
PPDS-I Neurologi FK UNUD
Pembimbing :
dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)
dr. I. B. Kusuma Putra, Sp.S
DISAMPAIKAN DALAM ACARA ILMIAH
JAKARTA NEUROLOGY EXHIBITION WORKSHOP AND SYMPOSIUM
FEBRUARI 2014
RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT TINGGI SEBAGAI PREDIKTOR
LUARAN BURUK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
Octavianus Darmawan*, Yoanes Gondowardaja*, I.B. Kusuma Putra**, I Made Oka Adnyana**
Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, Bali
ABSTRAK
Pendahuluan
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di dunia. Hubungan bermakna berbagai
petanda inflamasi dengan luaran buruk pada penderita stroke telah banyak diteliti, namun pemeriksaan
petanda tersebut sering terkendala oleh keterbatasan biaya dan fasilitas. Rasio Neutrofil Limfosit
(RNL) adalah salah satu petanda inflamasi yang murah dan mudah diperiksa, namun masih jarang
diteliti pada stroke, khususnya stroke iskemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar RNL
tinggi sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan pada penderita stroke iskemik akut di RSUP
Sanglah Denpasar.
Metode
Penelitian ini merupakan suatu kohort prospektif pada penderita stroke iskemik akut yang dirawat di
bangsal rawat inap RSUP Sanglah Denpasar mulai bulan Agustus sampai November 2013.
Pengukuran kadar RNL dilakukan dalam 48-72 jam sejak awitan stroke. RNL dihitung dari rasio
antara kadar neutrofil dengan limfosit dari pemeriksaan darah rutin. Luaran stroke digolongkan
menjadi baik dan buruk melalui nilai NIHSS I saat pasien masuk dan NIHSS II pada hari ketujuh sejak
awitan. Analisis statistik menggunakan uji chi-square.
Hasil
Penelitian melibatkan 110 orang dengan 103 orang yang memenuhi kriteria eligibilitas. Karakteristik
subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, jenis stroke iskemik, skor NIHSS I, skor NIHSS II,
kadar leukosit, neutrofil, limfosit, dan RNL. Rerata RNL didapatkan lebih tinggi pada kelompok
luaran buruk (6,03) dibanding kelompok luaran baik (3,73). Analisis ROC terhadap RNL dengan
luaran stroke diperoleh cut off point RNL sebesar 4,67. Analisis statistik menunjukkan kadar RNL
tinggi sebagai prediktor signifikan (p=0,003) luaran buruk selama perawatan pada penderita stroke
iskemik akut (RR 3,467; IK 95%: 1,525-7,882).
Kesimpulan
RNL tinggi dapat digunakan sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan pada penderita stroke
iskemik akut.
Kata Kunci: RNL, luaran buruk, stroke iskemik.
* Peserta Didik PPDS-I Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
** Staf Pengajar Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
HIGH NEUTROPHIL LYMPHOCYTE RATIO AS PREDICTOR OF
BAD OUTCOME IN PATIENT WITH ACUTE ISCHEMIC STROKE
Octavianus Darmawan*, Yoanes Gondowardaja*, I.B. Kusuma Putra**, I Made Oka Adnyana**
Neurology Department, Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General Hospital
Denpasar, Bali
ABSTRACT
Introduction
Stroke is a major cause of death and disability worldwide. Significant relation between inflammatory
marker and stroke outcome had been vastly researched, but measure of these markers was limited by
minimal resources and facilities. Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) is a low cost and easy marker
to measure. Even so, only a few researches were studied on stroke patients, especially ischemic type.
The aim of this study is to determine whether high NLR can be used as predictor of bad outcome in
acute ischemic stroke patient.
Methods
This is a prospective cohort study of acute ischemic stroke patients admitted to Sanglah General
Hospital from August until November 2013. NLR was calculated from complete blood count obtained
at 48-72 hours from onset, using ratio of relative neutrophil count to relative lymphocyte count.
Outcome was classified into good and bad, according to NIHSS score result taken on admission and
7th day after the onset. Statistical analysis was performed using chi-square test.
Results
A total of 110 patients were enrolled, 103 patients met the criteria. Subject’s characteristic described
by age, sex, ischemic stroke type, first NIHSS score, second NIHSS score, leucocyte count, neutrophil
count, lymphocyte count, and NLR. NLR mean was higher in bad outcome group (6,03) compared to
the good one (3,73). ROC analysis to NLR and stroke outcome resulted in cut off point of NLR 4,67.
Statistical analysis revealed high NLR level is a significant predictor (p=0,003) of bad outcome in
acute ischemic stroke patient (RR 3,467; CI 95%: 1,525-7,882).
Conclusion
High NLR level can be used as a predictor of bad outcome in acute ischemic stroke patient.
Keyword: NLR, bad outcome, ischemic stroke.
* Resident of Neurology Department, Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General
Hospital, Denpasar
** Lecturer of Neurology Department, Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General
Hospital, Denpasar
1
PENDAHULUAN
Stroke menurut WHO (World Health Organization) adalah adanya tanda
klinis fokal atau global yang terjadi mendadak, mengganggu fungsi serebral, dan
berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian, tanpa adanya
penyebab selain vaskular1. Stroke dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
stroke iskemik dan perdarahan. Stroke iskemik lebih umum dijumpai dengan
proporsi sekitar 80%. Mortalitas stroke iskemik lebih rendah dibandingkan
dengan stroke perdarahan, namun stroke iskemik berkaitan dengan defisit
neurologi berat yang menimbulkan kecacatan menetap2.
Stroke merupakan penyebab keempat kematian di Amerika sejak tahun
2008, dan penyebab utama kecacatan3. Data di Indonesia menunjukkan
kecenderungan peningkatan kasus stroke, baik dalam hal kematian, kejadian,
maupun kecacatan4. Riskerda (2007) menunjukkan bahwa stroke merupakan
penyebab pertama kematian di Indonesia, dengan prevalensi 8,3 per 1.000
penduduk5.
Salah satu faktor yang berperan dalam patogenesis stroke adalah inflamasi.
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera pada jaringan hidup yang memiliki
vaskularisasi6. Otak berespon terhadap proses iskemik melalui aktivasi sel darah
putih setempat, disertai produksi mediator proinflamasi yang menyebabkan
infiltrasi berbagai sel radang (neutrofil, limfosit, monosit) ke jaringan otak7.
Beberapa penelitian telah membuktikan akumulasi sel radang pada area infark
yang terjadi dalam 48-72 jam sejak awitan berkaitan dengan beratnya kerusakan
jaringan otak dan buruknya keluaran pasien setelah stroke iskemik8,9.
2
Hubungan berbagai petanda inflamasi, terutama C-reactive protein dengan
luaran buruk pada penderita stroke iskemik akut telah banyak diteliti10. Namun
pemeriksaan petanda tersebut dibatasi oleh fasilitas dan biaya pemeriksaan yang
tidak murah. Selain itu, hasil yang didapat dari beberapa penelitian mulai
meragukan kegunaan CRP sebagai petanda inflamasi11,12. Oleh karena itu,
dikembangkan berbagai penelitian untuk mencari petanda inflamasi lain yang
mudah diukur dan murah, namun masih tetap reliable untuk digunakan.
Salah satu petanda inflamasi yang dapat digunakan adalah rasio neutrofil
dengan limfosit (RNL). Kadar neutrofil dan limfosit didapat dari hitung difensial
leukosit yang merupakan salah satu komponen pemeriksaan darah rutin13.
Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil (neutrofilia) dan
penurunan limfosit (limfositopenia) segera setelah terjadi cedera jaringan,
termasuk pada penderita stroke. Neutrofilia dan limfositopenia yang terjadi
sebagai respon inflamasi akut tersebut menjadi dasar pengukuran rasio neutrofil
dengan limfosit yang dikenal sebagai RNL7,13,14.
Peningkatan RNL telah banyak diteliti sebagai faktor prediktor luaran buruk
pada berbagai kondisi, seperti penyakit kardiovaskular dan keganasan. Namun
masih jarang dilakukan penelitian tentang RNL sebagai prediktor luaran pada
penderita stroke, terutama tipe iskemik. Penelitian Oh, dkk. (2009) menunjukkan
bahwa RNL meningkat pada penderita stroke iskemik dibanding orang normal,
terutama tipe aterosklerosis pembuluh darah besar dan kardioemboli15. Penelitian
Park dkk. (2010) menunjukkan bahwa RNL saat masuk dapat digunakan sebagai
prediktor luaran fungsional setelah tiga bulan pada penderita stroke iskemik16.
3
Penelitian terbaru oleh Gokhan dkk. (2013) menyimpulkan bahwa RNL dapat
digunakan sebagai petanda yang sederhana dan mudah diukur untuk memprediksi
prognosis dan mortalitas pada penderita stroke iskemik dan hemoragik14.
Berdasarkan uraian tersebut maka diusulkan penelitian tentang kadar RNL
tinggi sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan pada penderita stroke
iskemik akut di RSUP Sanglah Denpasar.
METODE
Penelitian ini merupakan suatu kohort prospektif pada penderita stroke
iskemik akut yang dirawat di bangsal rawat inap RSUP Sanglah Denpasar mulai
Agustus sampai November 2013. Subyek penelitian diambil secara konsekutif.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi: penderita stroke iskemik akut
(awitan ≤ 72 jam) yang dirawat di bangsal rawat inap RSUP Sanglah, berusia
lebih dari 30 tahun, dan bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria eksklusi meliputi:
penderita stroke iskemik yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT sken
otak, bukan serangan pertama, dengan tanda infeksi atau inflamasi yang
meningkat secara akut sebelum stroke, penderita tumor otak, infeksi otak, trauma
kepala, penderita yang menjalani tindakan operasi bedah saraf atau pembedahan
lainnya, memiliki gangguan fungsi organ lain, atau memiliki gangguan imunitas
tubuh.
Bahan sampel penelitian diambil dari data pasien stroke iskemik akut yang
dirawat di bangsal rawat inap RSUP Sanglah, dilakukan pengambilan darah,
kemudian dianalisis di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.
4
Variabel tergantung penelitian ini adalah luaran perawatan stroke. Luaran
perawatan stroke digolongkan menjadi baik dan buruk melalui pengukuran skor
NIHSS I pada saat pasien masuk instalasi rawat darurat dan NIHSS II pada hari
ketujuh sejak awitan gejala stroke. Nilai skor NIHSS akan terbagi menjadi lima
kelompok yaitu nilai 0 pada normal, nilai 1-4 pada stroke ringan, nilai 5-15 pada
stroke sedang, 16-20 pada stroke sedang-berat, dan nilai 21-42 pada stroke berat.
Luaran stroke dikatakan buruk jika terdapat peningkatan nilai NIHSS antara awal
dan akhir sebesar ≥ dua poin atau didapatkan kematian selama perawatan.
Variabel bebas penelitian ini adalah RNL. Pengukuran RNL dilakukan
dalam 48-72 jam sejak awitan stroke. RNL dihitung dari rasio antara kadar
neutrofil dengan limfosit dari pemeriksaan darah rutin. RNL dikelompokkan
menjadi tinggi atau normal dengan nilai batas tinggi sebesar ≥ 4,67 yang
didapatkan dari kurva ROC terhadap RNL dengan luaran stroke selama perawatan
(gambar 1).
Gambar 1 Grafik kurva ROC terhadap RNL dengan luaran stroke
4,67
5
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik sampel
meliputi usia, jenis kelamin, jenis stroke iskemik, NIHSS I, NIHSS II, kadar
leukosit, neutrofil, limfosit, dan RNL. Untuk mengetahui kadar RNL tinggi
sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan pada penderita stroke iskemik
fase akut, digunakan uji Chi-Square. Tingkat kemaknaan dinyatakan dengan p dan
Risiko Relatif (RR) dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%.
HASIL
A. Karakteristik Subyek Penelitian
Selama periode Agustus sampai dengan November 2013 didapatkan
sebanyak 110 orang penderita stroke iskemik. Dari 110 orang tersebut, terdapat
103 orang yang memenuhi kriteria eligibilitas, sedangkan tiga orang lainnya
dieksklusi karena mengalami infeksi sebelum terkena serangan stroke dan empat
orang lainnya dengan gambaran infark subklinis dari data pemeriksaan penunjang.
Subyek penelitian menjalani perawatan sesuai prosedur di RSUP Sanglah
Denpasar dan dilakukan pengambilan data sesuai alur penelitian. Karakteristik
subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, jenis stroke iskemik, NIHSS I,
NIHSS II, kadar leukosit, neutrofil, limfosit, dan RNL disajikan pada Tabel 1
dibawah ini.
6
Tabel 1 Karakteristik subyek penelitian
Karakteristik Luaran
perawatan buruk
( n = 43 )
Luaran
perawatan baik
( n = 60 )
Total
(n=103)
n % n % N (%)
Usia (rerata±SB) 62,79±11,77 57,62±12,76
Jenis Kelamin Laki-laki 22 (37,3) 37 (62,7) 59 (57,3)
Perempuan 21 (47,7) 23 (52,3) 44 (42,7)
Jenis stroke iskemik Trombosis 12 (21,8) 43 (78,2) 55 (53,4)
Emboli 31 (64,6) 17 (35,4) 48 (46,6)
NIHSS I Stroke
ringan
2 (8,3) 22 (91,7) 24 (23,3)
Stroke
sedang
32 (50) 32 (50) 64 (62,2)
Stroke
sedang-berat
9 (60) 6 (40) 15 (14,5)
NIHSS II Normal 0 (0) 9 (100) 9 (8,7)
Stroke
ringan
1 (3,2) 30 (96,8) 31 (30,1)
Stroke
sedang
29 (58) 21 (42) 50 (48,6)
Stroke
sedang-berat
3 (100) 0 (0) 3 (2,9)
Stroke berat 10 (100) 0 (0) 10 (9,7)
Leukosit (rerata±SB)
x10e3/μL
12,03±3,07
9,75±3,71
Neutrofil (rerata±SB)
x10e3/μL
9,28±2,98 7,12±3,62
Limfosit (med, min-
maks) x10e3/μL
1,62
(0,56-5,35)
1,65
(0,37-4,48)
RNL (med, min-maks) 6,03
(1,64-27,24)
3,73
(1,15-31,66)
7
Karakteristik dasar berdasarkan usia dan jenis kelamin
Penelitian ini mendapatkan 103 subyek, dengan 43 orang (41,8%) mengalami
luaran buruk dan 60 orang (58,2%) dengan luaran baik. Usia rerata pada
kelompok dengan luaran buruk sebesar 62,79±11,77 tahun. Hasil ini lebih tinggi
dibanding pada kelompok luaran baik sebesar 57,62±12,76 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin, penelitian ini mendapatkan jenis kelamin lelaki 59 orang (57,3%)
dan jenis kelamin wanita 44 orang (42,7%). Pada kelompok luaran buruk, jumlah
lelaki sebanyak 22 orang (51,2%) dan jenis kelamin wanita 21 orang (48,8%).
Pada kelompok luaran baik, jumlah lelaki sebanyak 37 orang (61,7%) dan jenis
kelamin wanita 23 orang (38,3%).
Karakteristik dasar berdasarkan jenis stroke iskemik
Penelitian ini mendapatkan sebanyak 55 orang (53,4%) disebabkan oleh karena
proses trombosis, sedangkan yang disebabkan oleh proses emboli sebanyak 48
orang (46,6%). Pada kelompok luaran buruk sebanyak 31 orang (72,1%)
disebabkan oleh proses emboli dan 12 orang (27,9%) disebabkan oleh proses
trombosis. Pada kelompok luaran baik didapatkan hasil yang terbalik dimana 43
orang (71,7%) disebabkan oleh karena proses thrombosis dan 17 orang (28,3%)
disebabkan oleh proses emboli.
Karakteristik dasar berdasarkan hasil NIHSS I dan NIHSS II
Berdasarkan derajat keparahan stroke yang dinilai dengan NIHSS pada saat
masuk didapatkan 64 orang (62,2%) penderita dengan stroke sedang, stroke
8
ringan sebanyak 24 orang (23,3%), sedangkan stroke sedang-berat 15 orang
(14,5%). Pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS sebanyak 32 orang (74,4%)
menunjukkan stroke sedang, 9 orang (20,9%) stroke sedang-berat, dan 2 orang
(4,7%) stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran baik, sebanyak 32
orang (53,3%) dengan stroke sedang, 22 orang (36,7%) dengan stroke ringan, dan
sebanyak 6 orang (10%) dengan stroke sedang-berat. Kondisi penderita diikuti
selama perawatan dan pada saat hari ke tujuh sejak awitan dinilai kembali dengan
menggunakan skor NIHSS. Dari total subyek didapatkan 50 orang (48,6%)
mengalami stroke sedang, 31 orang (30,1%) stroke ringan, 10 orang (9,7%)
dengan stroke berat, 9 orang (8,7%) normal, dan stroke sedang-berat sebanyak 3
orang (2,9%). Pada kelompok luaran buruk, skor NIHSS pada hari ke tujuh
didapatkan sebanyak 29 orang (67,4%) menunjukkan stroke sedang, 10 orang
(23,3%) menderita stroke berat, 3 orang (7%) mengalami stroke sedang-berat, dan
1 orang (2,3%) menderita stroke ringan. Hal ini berbeda pada kelompok luaran
baik, dimana sebanyak 30 orang (50%) dengan stroke ringan, 21 orang (35%)
dengan stroke sedang, dan sebanyak 9 orang (15%) menjadi normal.
Karakteristik dasar berdasarkan kadar leukosit, kadar neutrofil, kadar
limfosit, dan kadar RNL
Nilai rerata kadar leukosit pada kelompok luaran buruk sebesar 12,03±3,07
x10e3/μL, sedangkan pada luaran baik sebesar 9,75±3,71 x10e3/μL. Kadar
neutrofil didapatkan lebih tinggi pada luaran buruk sebesar 9,28±2,98 x10e3/μL,
dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 7,12±3,62 x10e3/μL. Kadar
9
limfosit didapatkan lebih rendah pada luaran buruk sebesar 1,62 (0,56-5,35)
x10e3/μL, dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 1,65 (0,37-4,48)
x10e3/μL. Kadar RNL didapatkan lebih tinggi pada luaran buruk sebesar 6,03
(1,64-27,24), dibandingkan pada kelompok luaran baik sebesar 3,73 (1,15-31,66).
B. NLR Tinggi sebagai Prediktor Luaran Buruk Selama Perawatan
Penderita stroke iskemik sebanyak 103 orang, dari jumlah tersebut 43 orang
(41,7%) dengan luaran buruk dan 60 orang (58,3%) mengalami luaran baik. Jika
melihat RNL dari keseluruhan subyek data, sebanyak 49 orang (47,6%) memiliki
RNL tinggi dan 54 orang (52,4%) kadar RNL serum normal. Pada kelompok
luaran buruk dengan RNL tinggi sebanyak 28 orang (65,1%) dan 15 orang
(34,9%) dengan RNL normal. Pada kelompok luaran baik sebanyak 21 orang
(35%) memiliki RNL tinggi dan 39 orang (65%) memiliki RNL normal. Uji Chi-
square mendapatkan hubungan yang bermakna (p=0,003) dan didapatkan
RR=3,467 dengan IK 95% antara 1,525-7,882. Hal ini berarti penderita stroke
iskemik dengan RNL tinggi (≥4,67) mempunyai kemungkinan 3,467 kali lebih
besar mengalami luaran buruk dibanding RNL normal (<4,67). Jika penelitian ini
diulang dengan menggunakan cara dan metode yang sama, maka kelompok RNL
tinggi dapat berisiko mengalami luaran buruk sebesar 1,525 sampai 7,882 kali
lebih besar dibandingkan kelompok RNL normal. Hasil analisis kemaknaan
disajikan pada Tabel 2.
10
Tabel 2 Analisis bivariat kadar RNL dengan luaran perawatan
Luaran Perawatan
p RR
IK 95%
Buruk
n (%)
Baik
n (%) Min Maks
RNL
Tinggi 28 (57,1) 21 (42,9)
0,003* 3,467 1,525 7,882
Normal 15 (27,8) 39 (72,2)
Total
n (%) 43 (41,7) 60 (58,3)
*) bermakna (p < 0,05)
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian ini mendapatkan sebanyak 103 kasus yang memenuhi kriteria
eligibilitas untuk dijadikan sampel penelitian. Sebanyak 60 penderita stroke
iskemik mengalami luaran baik (58,2%) dan 43 penderita mengalami luaran buruk
selama perawatan (41,8%). Hal yang sama juga didapatkan oleh Whiteley dkk.
(2009) dengan melakukan studi kohort pada 844 penderita stroke iskemik dan
mendapatkan penderita dengan luaran baik sebanyak 60,67% dan luaran buruk
sebanyak 39,33%10.
Karakteristik usia penderita stroke iskemik pada penelitian ini didapatkan
rerata sebesar 59,78±12,56 tahun, lebih muda dibandingkan usia yang didapatkan
dari penelitian oleh Idicula dkk. (2008) dengan rerata usia 69,3±11 tahun17. Pada
penelitian ini rerata umur pada kelompok luaran buruk 62,79±11,77 tahun, lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok luaran baik yaitu 57,62±12,76 tahun. Hal
ini dapat disebabkan pada usia tua sering terdapat lebih dari satu faktor risiko
11
yang dapat mengganggu struktur dinding pembuluh darah seperti hipertensi,
diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan komponen metabolik lainnya seperti
homosistein, sehingga sering didapatkan aterotrombosis, nekrosis fibrinoid,
degenerasi lipohialin, serta stenosis dari lumen. Proses penuaan dari sel endotel
juga berkontribusi terhadap terjadinya kelainan pembuluh darah karena
kolateralisasi yang terjadi pada area otak tertentu yang mengalami iskemia tidak
terjadi maksimal2. Hal lain yang diduga terjadi pada usia tua adalah berkurangnya
jumlah sinaps antar neuron dan jumlah sel neuron. Berkurangnya sel neuron
dihubungkan dengan menurunnya kemampuan neuroplastisitas sel neuron dalam
hal regenerasi setelah proses iskemik18.
Karakteristik jenis kelamin pada penelitian ini dari 103 sampel didapatkan
59 orang (57,3%) lelaki dan 44 orang (42,7%) wanita, dengan 22 orang lelaki
(51,2%) dan 21 orang wanita (48,8%) mengalami luaran buruk. Studi di Indonesia
mendapatkan data bahwa wanita lebih banyak terkena stroke dibanding lelaki,
sebaliknya studi Framingham mendapatkan data bahwa lelaki 2,5 kali lebih sering
dibanding wanita19. Pada penelitian ini jenis kelamin tidak memiliki pengaruh
pada kedua kelompok luaran. Faktor genetik disamping faktor hormonal
dikatakan berpengaruh terhadap faktor risiko terjadinya stroke, namun melalui
autosomal-link, bukan sex-linked. Faktor genetik akan berperan terhadap
terjadinya stroke, namun tidak mempengaruhi luaran perawatan20,21.
Jenis stroke iskemik pada penelitian ini meliputi trombosis sebesar 55 orang
(53,4%) dan emboli 48 orang (46,6%). Penelitian oleh Wartenberg dkk. (2011)
mendapatkan data penyebab stroke iskemik oleh karena trombosis sebanyak 37%,
12
emboli 22%, infark lakunar 23%, dan kriptogenik 16%22. Sumber lain
menyebutkan emboli terjadi pada 45% dari stroke iskemik, trombosis terjadi
sebanyak 30% dan hipoperfusi sistemik ataupun penyebab yang lain 25%19.
Diagnosis penyebab dari stroke iskemik seringkali membutuhkan alat-alat seperti
ultrasonografi, angiografi, CT sken serial sampai MRI, serta ditunjang dengan
laboratorium klinik yang tidak semuanya dapat dikerjakan pada penelitian ini. Hal
ini merupakan kelemahan pada penelitian ini, selain keterbatasan dalam hal
ketersediaan alat serta keterbatasan peneliti dalam hal dana. Pada penelitian ini
sebanyak 31 orang dengan penyebab emboli mengalami luaran buruk dibanding
pada trombosis yang hanya didapatkan 12 orang. Hal ini berhubungan dengan
luasnya oklusi pembuluh darah yang akan berpengaruh pada beratnya defisit
neurologi yang terjadi2,22.
Skala NIHSS merupakan salah satu skala yang digunakan untuk memantau
perkembangan klinis pasien selama perawatan dengan cara membandingkan
NIHSS saat masuk dan hari ketujuh sejak awitan. Pada penelitian ini saat masuk
didapatkan penderita stroke sedang 62,2%, stroke ringan 23,3% , dan stroke
sedang-berat 14,5%. Pada akhir perawatan didapatkan stroke sedang 48,6%,
stroke ringan 30,1%, stroke sedang 2,9%, dan stroke berat 9,7%. Nilai NIHSS
dapat digunakan sebgaai prediktor terhadap luaran buruk18.
Penelitian ini menekankan pada aspek inflamasi yang terjadi pada stroke
iskemik akut. Proses inflamasi melalui beberapa studi dibuktikan sebagai faktor
penting dalam regenerasi ataupun kerusakan otak. Kadar inflamasi yang tinggi
menyebabkan kerusakan otak setelah proses iskemik ataupun dapat sebagai tanda
13
luasnya kerusakan otak yang terjadi akibat stroke. Petanda inflamasi akibat
kerusakan sel otak sangat banyak, misalnya petanda non spesifik seperti leukosit,
neutrofil, limfosit, dan LED. Petanda yang spesifik diantaranya CRP, hs-CRP,
sitokin proinflamasi seperti IL 6, IL 8, dan TNF α10.
Penelitian ini mendapatkan rerata kadar leukosit lebih tinggi pada kelompok
luaran buruk sebesar 12,03±3,07 x10e3/μL dibandingkan luaran baik sebesar
9,75±3,71 x10e3/μL. Whiteley dkk. (2009) mendapatkan kadar leukosit tinggi
bermakna sebagai prediktor luaran buruk10. Penelitian ini juga mendapatkan kadar
neutrofil 9,28±2,98 x10e3/μL yang lebih tinggi pada luaran buruk dibanding
luaran baik 7,12±3,62 x10e3/μL. Penelitian oleh Buck dkk. (2008)
membandingkan kadar leukosit dan neutrofil dengan luasnya infark yang terlihat
pada penggunaan MRI fungsional (DWI) dan menemukan luasnya infark
berkorelasi dengan tingginya leukosit dan neutrofil23. Studi post mortem penderita
stroke iskemik dengan pengecatan histokimia menemukan banyak neutrofil pada
daerah infark24. Penelitian ini juga mendapatkan kadar limfosit pada luaran buruk
1,62 x10e3/μL yang lebih rendah dibanding luaran baik 1,65 x10e3/μL. Penelitian
Urra, dkk. (2009) menyimpulkan limfopenia pada penderita stroke iskemik akut
merupakan petanda penurunan respon imun dan dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan otak yang lebih berat, serta risiko infeksi terkait stroke yang lebih
tinggi, sehingga berakibat pada luaran yang lebih buruk25.
14
B. NLR Tinggi sebagai Prediktor Luaran Buruk Selama Perawatan
Penderita stroke iskemik sebanyak 103 orang, dari jumlah tersebut 43 orang
(41,8%) dengan luaran buruk dan 60 orang (58,2%) mengalami luaran baik. Jika
melihat RNL dari keseluruhan subyek, sebanyak 49 orang (47,6%) memiliki RNL
tinggi dan 54 orang (52,4%) RNL serum normal. Pada kelompok luaran buruk
dengan RNL tinggi sebanyak 28 orang (65,1%) dan 15 orang (34,9%) dengan
RNL normal. Pada kelompok luaran baik sebanyak 21 orang (35%) memiliki
RNL tinggi dan 39 orang (65%) memiliki RNL normal. Penelitian Gokhan, dkk.
(2013) menunjukkan bahwa penderita stroke iskemik yang meninggal memiliki
RNL yang lebih tinggi (9,92±6,32) dibandingkan pasien yang bertahan hidup
(3,97±2,36)14. Penelitian Park, dkk. (2010) menunjukkan hasil penderita stroke
iskemik akut dengan luaran buruk memiliki RNL lebih tinggi dibandingkan luaran
baik (3,88 dibanding 2,27 pada bulan ketiga, 3,67 dibanding 2,31 pada tahun
pertama)16. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang sama dengan
hasil yang diperoleh dari penelitian ini.
Analisis statistik dengan uji chi-square mendapatkan hubungan yang
bermakna (p=0,003) dan risiko relatif (RR)=3,467 dengan interval kepercayaan
(IK) 95% antara 1,525-7,882. Hal ini berarti penderita stroke iskemik dengan
RNL tinggi (≥4,67) mempunyai kemungkinan 3,467 kali mengalami luaran buruk
dibanding RNL normal (<4,67). Jika penelitian ini diulang dengan menggunakan
cara dan metode yang sama, maka kelompok RNL tinggi dapat berisiko
mengalami luaran buruk sebesar 1,525 sampai 7,882 kali lebih besar
dibandingkan kelompok RNL normal.
15
Penelitian Park dkk. (2010) menunjukkan bahwa RNL saat masuk dapat
digunakan sebagai prediktor luaran fungsional setelah tiga bulan pada penderita
stroke iskemik dengan OR 2,2816. Penelitian oleh Gokhan dkk. (2013)
menyimpulkan bahwa RNL dapat digunakan sebagai petanda yang sederhana dan
mudah diukur untuk memprediksi prognosis dan mortalitas pada penderita stroke
iskemik dan hemoragik14.
Respon sistemik tubuh terhadap berbagai cedera, termasuk iskemia, diatur
oleh sistem neuroendokrin dan mekanisme imun tubuh yang diperantarai imunitas
selular dan humoral. Otak berespon terhadap proses iskemik melalui aktivasi sel
darah putih setempat disertai produksi mediator proinflamasi yang menyebabkan
infiltrasi berbagai sel radang (neutrofil, limfosit, monosit) ke jaringan otak. Pada
fase akut (menit-jam), mediator proinflamasi dilepaskan oleh jaringan otak yang
iskemik sehingga merangsang ekspresi molekul adhesi pada endotel pembuluh
darah dan leukosit. Proses ini menyebabkan terjadinya adhesi leukosit ke endotel,
diikuti proses migrasi leukosit keluar dari pembuluh darah. Pada fase subakut
(jam-hari), leukosit tersebut akan melepaskan sitokin dan kemokin yang
memperkuat reaksi inflamasi dan menyebabkan terjadinya gangguan pada sawar
darah otak, edema, dan kematian neuron7.
Sel darah putih berperan sangat penting dalam reaksi inflamasi, terutama
neutrofil, limfosit, dan monosit. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan
neutrofil (neutrofilia) dan penurunan limfosit (limfositopenia) segera setelah
terjadi cedera jaringan, termasuk pada penderita stroke7,13,14. Penelitian lain
menunjukkan akumulasi sel radang pada area infark yang terjadi dalam 48-72 jam
16
sejak awitan berkaitan dengan beratnya kerusakan jaringan otak dan buruknya
keluaran pasien setelah stroke iskemik8,9.
Neutrofilia sebagai respon inflamasi diakibatkan oleh demarginasi neutrofil,
apoptosis yang melambat, dan stimulasi sel punca oleh faktor pertumbuhan.
Limfositopenia pada respon inflamasi merupakan indikator terjadinya penurunan
imunitas seluler. Mekanisme yang terlibat meliputi marginasi dan redistribusi
limfosit pada sistem limfatik, serta peningkatan apoptosis. Neutrofilia dan
limfositopenia terjadi dalam 4-8 jam sejak terjadinya cedera, kemudian menetap
selama 2-7 hari, tergantung beratnya derajat cedera13.
Neutrofilia dan limfositopenia yang terjadi sebagai respon inflamasi akut
tersebut menjadi dasar pengukuran rasio neutrofil dengan limfosit yang dikenal
sebagai RNL.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: RNL tinggi sebagai prediktor luaran buruk selama perawatan pada
penderita stroke iskemik akut (p=0,003; RR=3,467; IK 95%: 1,525-7,882).
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO MONICA Project Investigator. Monitoring Trends and Determinants
in Cardiovascular Diseases. J.Clin Epidemiol. 1988; 41: 105-14.