Top Banner
TUGAS RANKUMAN BAHASA INDONESIA FAJRUL SIYAM ANSAR 10542 0212 10 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
78

Rangkuman Bahasa Indonesia

Dec 24, 2015

Download

Documents

Fajrul Ansar

dhdgdgdgdggddgf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Rangkuman Bahasa Indonesia

TUGAS RANKUMAN

BAHASA INDONESIA

FAJRUL SIYAM ANSAR

10542 0212 10

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2010

Page 2: Rangkuman Bahasa Indonesia

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmatnya, sehingga

kami dapat menyelesaikan laporan individu ini sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

membantu kami secara tidak langsung dalam menyelesaikan laporan ini. Kami

menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena

kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah

selanjutnya.

Kami berharap laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pendidik,

peneliti, akademisi, praktisi, dan calon pendidik serta mahasiswa baik

kependidikan maupun non kependidikan. Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan

menerima amal bakti yang diabdikan oleh kita semua. Amin.

Makassar, Maret 2010

Page 3: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB I

PERENCANAAN PENDIDIKAN BAHASA DI INDONESIA

1. PENDAHULUAN

Indonesia didiami oleh berbagai suku bangsa dengan aneka ragam bahasa dan

kebudayaannya. Secara etnis ia beraneka, ada 30 kelompok bahasa yang pokok dan 400

dialek setempat (Oteng Sutisna, 1977 : 64-65).

Sumpah Pemuda tahun 1928 mengikrarkannya hanya ada satu bahasa nasional, yakni

bahasa Indonesia, namun Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV, Pasal 36 dan penjelasannya,

menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara dan bahasa daerah. Ketetapan

Majelis Permusyarawatan Rakyat No. 4/MPR/1978 bahwa pembinaan dan pengembangan

bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya.

Pertimbangan politik yang pokok yang bertalian dengan pendidikan dan kebudayaan

adalah bahasa nasional. System pendidikan telah menjadi lembaga yang paling berpengaruh

dalam mempersatukan kebudayaan-kebudayaan local tradisional ke dalam suatu kebudayaan

Indonesia modern yang sedang tumbuh.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai

(1) bahasa resmi kenegaraan,

(2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan,

(3) alat perhubungan pada tingkat nasional,

(4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi

(Halim, 1976 : 5)

Sementara di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, yaitu

(1) lambang kebanggan kebangsaan,

(2) lambang identitas nasional,

(3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai,

(4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya

(Halim, 1976 : 4).

Page 4: Rangkuman Bahasa Indonesia

Bahasa yang diapakai di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi bahasa daerah, bahasa

nasional (bahasa Indonesia), dan bahasa asing. Bahasa daerah dipakai untuk komunikasi

intrasuku, bahasa nasional dipakai untuk komunikasi antarsuku, dan bahasa asing dipakai

dalam komunikasi antarbangsa.

2. PERENCANAAN BAHASA

Perencanaan bahasa pertama kali digunakan oleh Haugen (1959). Perencanaan bahasa

merupakan usaha untuk menuntun perkembangan bahasa kea rah perkembangan bahasa

yang diinginkan oleh para perencana. Usaha perencanaan itu berupa pembuatan kamus, tata

ejaan yang normative, penyusunan tata bahasa yang akan menjadi acuan bagi pemakai

bahasa.

Beberapa ahli mengatakan mengenai perencanaan bahasa masa kini, Ray (1961)

mengatakan bahwa tujuan perencanaan bahasa terbatas pada rekomendasi yang aktif untuk

mengatasi masalah penggunaan bahasa dengan cara yang paling baik. Tauli (1964)

mendefinisikan perencanaan bahasa yaitu mencari norma yang ideal yang didasarkan atas

prinsip kejelasan, kehematan, dan keindahan. Haugen (1971) berpendapat bahwa bahasa

merupakan alat ekspresi kepribadian dan lambing identitas yang tidak otomatis takluk pada

hokum logika dan matematika.

Usaha menangani masalah kebahasaan diusulkan dalam dua cara yakni pendekatan

kebijakan (policy approach) dan pendekatan pembinaan (cultivation approach). Rubin dan

Jernud (1971) mengadopsi pendekatan kebijakan dan pembinaan dalam konsep perencanaan

bahasa yang dilakukan oleh badan yang khusus. Garvin (1973) mengatakan bahwa dalam

perencanaan bahasa sebaiknya dibedakan dua hal yakni pemilihan bahasa untuk tujuan dan

maksud yang direncanakan. Kloos (1969) membedakan dua hal dalam perencanaan status

bahasa dan korpus bahasa. Gorman (1973) membedakan perencanaan bahasa dari alokasi

bahasa yang berhubungan dengan pendekatan kebijakan kebahasaan. Haugen menganjurkan

agar perencanaan bahasa dimulai dengan pengetahuan keadaan bahasa lalu disusun program

kegiatan yang mencakup sasaran, penetapan pendekatan kebijakan untuk mencapai sasaran

dan pelaksanaan program, dan langkah terakhir yaitu penyebaran secara aktif norma yang

Page 5: Rangkuman Bahasa Indonesia

telah disulkan sehingga diterima oleh khalayak sasaran atau masyarakat pemakai bahasa.

Moeliono (1981) menyimpulkan bahwa perencanaan bahasa, seperti juga perencanaan di

bidang ekonomi pembangunan, bertujuan dalam waktu satu dua generasi, mencapai suatu

taraf pengembangan yang di dalam masyarakat.

3. PENGEMBANGAN BAHASA DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Oleh Moeliono (1981), hopitesis Ferguson dan Dil diikhtisarkan sebagai berikut:

1) proses pembangunan masyarakat penggunaan bahasa pembangunan seperti di bidang

pemerintah, pendidikan, dan dunia usaha,

2) proses pembangunan cenderung pada pengutamaan penggunaan satu bahasa

pembangunan di dalam Negara,

3) proses pembangunan cenderung menciptakan jaringan komunikasi berdasarkan satu

bahasa demi penghindaran ketegangan social yang dapat menghambat proses itu,

4) proses pembangunan menjurus ke pembakuan bahasa pembangunan dan bahasa yang

secara resmi digunakan untuk komunikasi pada tingkat nasional,

5) bahasa menjadi sarana utama bagi penemuan cara baru di bidang teknik dan di dalam

pengambilan putusan kemanajemenan lambat-laun akan menjadi bahasa

pembangunan yang dominan,

6) ragam bahasa yang merupakan saran utama bagi penemuan cara baru di bidang teknik

dan di dalam pengambilan putusan kemanajemenan cenderung mengalami perluasan

kosakata,

7) bahasa yang dominan cenderung menjadi bahasa komunikasi pada taraf nasional,

8) ragam bahasa yang dominan memilki kecondongan untuk menjai patokan bagi ragam

bahasa lain di Negara itu,

9) proses pembangunan menjurus ke arah pemekaran fungsional bahasa yang

menghasilkan perluasan kosakata teknis dan berjenis-jenis ragm wacana,

10) proses pembangunan cenderung meningkatkan pemakaian bahasa klasik,

11) proses pembangunan cenderung menciptakan ketegangan social antara kalangan

pemakai bahasa tradisional dan bahasa modern,

Page 6: Rangkuman Bahasa Indonesia

12) pembangunan yang dipertalikan dengan identitas keetnisan yang cenderung

meningkatkan status bahasa etnis kelompok tersebut,

13) proses pembangunan cenderung meningkatkan laju kegiatan pengembangan dan

pembinaan bahasa,

14) proses pembangunan cenderung menghasilkan orang yang mampu menggunakan

laras (register) bahasa.

4. PEMBAKUAN BAHASA

a. Variasi Bahasa Indonesia

Secara umum variasi suatu bahasa dapat dilihat dalam 3 dimensi yakni dimensi

regional, dimensi social, dan dimensi temporal. Berdasar dimensi ini maka variasi

suatu bahasa dibagi atas tiga jenos, yakni variasi regional, variasi social, dan variasi

temporal. Masyarakat bahasa dan variasinya benar-benar secara keseluruhannya

merupakan suatu system yang saling berhubungan. Variasi bahasa merupakan

seperangkat butir-butir kebahsaan distribusi social yang sama. Variasi itu meliputi

bahasa, dialek, dan register.

Perilaku kebahasaan anggota suatu masyarakat bahasa ditentukan oleh berbagai factor

social, yakni umur, jenis kelamin, hubungan kekeluargaan, kedudukan, status

ekonomi, pendidikan, peristiwa social, tempat, waktu, topic, tujuan, dan tingkat

keakraban.

b. Variasi Baku Bahasa Indonesia

Bahasa baku adalah……………………………………. Proses yang dilalui bahasa

baku adalah seleksi, kodifikasi, elaborasi fungsi, dan keberterimaan. Usaha

pembakuan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pusat bahasa telah menghasilkan

pembakuan di bidang ejaan (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan, 1972), di bidang tata bahasa (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,

1988), dan di bidang kosakata (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988).

Oleh Baradja (1975) dikemukakan bahwa ada lima cara yang dapat dipakai

pembakuan bahasa yakni otorita, bahasa penulis-penulis terkenal, demokrasi, logika,

dan bahasa orang-orang yang dianggap terkemuka oleh masyarakat.

Page 7: Rangkuman Bahasa Indonesia

5. IMPLIKASI DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah umumnya adalah variasi

baku. Kemahiran dan kemampuan menggunakan variasi baku bahasa Indonesia, baik

lisan maupun tulisan diharapkan dapat dilakukan oleh murid, pelajar, dan mahasiswa.

Mereka perlu menyadari bahwa bahasa yang baik dan benar adalah bahasa baku.

6. PENUTUP

Dari uraian di atas jelaslah bahwa perencanaan pendidikan bahasa di Indonesia,

sasaran utamanya ialah pembakuan bahasa. Perencanaan pendidikan bahasa di Indonesia

sebaiknya dilandasi oleh hasil-hasil penelitian. Dan setiap perencanaan pendidikan harus

dikaitkan dengan perencanaan ekonomi, social, dan politik.

Page 8: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB II

PEMORDENAN BAHASA INDONESIA DAN

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

MENYONGSONG ERA GLOBALISASI

1.Pendahuluan

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi Negara, bahasa Indonesia adalah bahasa

resmi pemerintahan, bahasa pengantar, alat perhubungan pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional, serta alat pengembangan

kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bangsa Indonesia memiliki nilai politik

yang sangat penting karena telah menjadi lambing kebulatan semangat kebangsaan Indonesia,

alat penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, kebudayaan,

dan kesukuannya kedalam suatu masyarakat nasional Indonesia, dan alat perhubungan antarsuku,

antardaerah, serta budaya .

Berikut ini akan diuraikan upaya pemordenan bahasa Indonesia dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi menyongsong era globalisasi.

2. Era Globalisasi dan Pemordenan Bahasa Indonesia

Era informasi dan teknologi canggih ini kian mempercepat pergaulan tingkat global.

Komunikasi dan transportasi telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.

Kebudayaan setiap etnis dan setiap bangsa, yang semula terbatas pada etnis dan bansa itu sendiri,

cenderung mengarah kepada globalisai dan menjadi peradaban dunia, yang melibatkan seluruh

umat manusia. Sehubungan dengan itu, kita ditantang untuk memberikan kontribusi yang

signifikan dalam perspektif interaksi dan interelasi masyarakat global itu. Pengembangan

Page 9: Rangkuman Bahasa Indonesia

kualitas SDM menjadi sangat penting karena kemampuan kompetitif suatu bangsa bergantung

pada kualitas SDM dan bukan semata-mata pada SDA.

Kualitas sumber daya manusia yang prima ditandai oleh kecekatan berfikir dan

menggunakan bahasakarena berfikir dan berbahasa merupakan dua sisi mata uang yang tidak

terpisahkan. Untuk itu, peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak terpisahkan dengan

pemordenan bahasa Indonesia.

3. Korelasi Pengembangan Bahasa dan Pengembangan Nasional

Ferguson dan Dil (1979) (dalam Moeliono, 1981:158-161) mengemukakan 14 hipotesis

tentang hubungan dan pengembangan bahasa, sebagai berikutt :

a. Proses pembangunan mensyaratkan penggunaan bahasa pembangunan, seperti di

bidang pemerintahan, pendidikan, dan dunia usaha, dapat ditunjukkan dengan

semakin banyaknya kosakata di bidang tersebut.

b. Proses pembangunan cenderung pada pengutamaan satu bahasa pembangunan di

dalam Negara, dapat ditunjukkan dengan berkurangnya penggunaan bahasa daerah di

Indonesia.

c. Proses pembangunan cenderung menciptakan jaringan komunikasi berdasarkan satu

bahasa demi penghindaran ketegangan sosial, dapat ditunjukkan dengan semakin

banyaknya penggunaan bahasa Indonesia yang menyebabkan berkurangnya

ketegangan social antaretnis yang ada di Indonesia.

d. Proses pembangunan menjurus kepembakuan bahasa pembangunan dan bahasa yang

secara resmi digunakan untuk komunikasi pada tingkat nasional, dapat ditunjukkan

dengan semakin mantapnya pembakuan bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa

Indonesia baku, baik lisan maupun tulisan.

e. Bahasa yang menjadi sraana utama bagi penemuan cara baru di bidang teknik akan

menjadi bahasa pembangunanyang dominan, ditunjukkan dengan semakin banyaknya

kosakata teknik yang diserap oleh bahasa Indonesia.

f. Ragam bahasa teknik pada mulanya mengalami perluasan kosakata. Ditunjukkan

pada bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang secara historis merupakan satu

bahasa yaitu bahasa melayu karena terjadi dua pusat pembangunan dalam dua

Page 10: Rangkuman Bahasa Indonesia

Negara yaiu Negara Indonesia dan Malaysia maka terdapat kosakata teknis yang

berbeda pula.

g. Bahasa yang dominan di pusat pembangunan cenderung menjadi bahasa resmi yang

dominan untuk komunikasi pada tarf nasional, ditunjukkan dengan pengaruh dialek

Betawi dan bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.

h. Ragam bahasa yang dominan di pusat pembangunan memiliki kecondongan untuk

menjadi patokan bagi ragam lain di Negara itu, ditunjukkan dengan pemakaian

bahasa Indonesia di kota-kota besar.

i. Proses pembangunan menjurus ke arah pemekaran fungsional bahasa, yang

menghasilkan perluasan kosakata teknis dan berjenis-jenis ragam bahasa.

j. Proses pembangunan cenderung meningkatkan pemakain bahasa klasik, yang

dirasakan menjadi penanda identitas keetnisan atau kepribadian nasional yang kuat,

ditunjukkan dengan mengalirnya kosakata Sansekerta dan Kawi ke dalam bahasa

Indonesia.

k. Proses pembangunan cenderung menciptakan ketegangan sosial diantara kalangan

penutur yang lebih suka menggunakan bahasa nasional dan bahasa modern.

l. Pembangunan yang bertalian dengan keetnisan cenderung meningkatkan status

bahasa kelompok etnis itu, ditunjukkan semakin banyaknya kosakata bahasa Jawa

yang masuk ke dalam bahasa Indonesia karena pusat pembangunan berada di Jawa.

m. Proses pembangunan cenderung meningkatkan laju kegiatan pengembangan dan

pembinaan bahasa, ditunjukkan dengan digalakkannya melalui Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

n. Proses pembangunan cenderung menghasilkan orang yang tergolong dwibahasawan

atau orang yang mampu menggunakan berbagai laras bahasa, ditunjukkan dengan

banyaknya orang yang dapat menggunakan bahasa Indonesia disamping orang yang

menggunakan bahasa daerah.

4. Pemordenan Bahasa Indonesia dan Pengembanagan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Michael Halliday (1973) mengemukakan fungsi bahasa, yakni :

Page 11: Rangkuman Bahasa Indonesia

1) Fungsi Instrumental, yaitu melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan beberapa

peristiwa terjadi.

2) Fungsi Pengaturan / Regulasi, yaitu mengendalikan peristiwa, tingkah laku, hokum &

kaidah.

3) Fungsi Repsentasional, yaitu membuat pernyataan, meliput kejadian dan peristiwa,

member pengetahuan, menjelaskan, dan melaporkan.

4) Fungsi Interaksional, yaitu memantapkan ketahanan dan memelihara komunikasi social.

5) Fungsi Personal, yaitu memungkinkan seseorang mengemukakan perasaan dan

kepribadian.

6) Fungsi Heuristik, digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan belajar tentang

lingkungan.

7) Fungsi Imaginatif, digunakan berimajinasi dan mengembangkan gagasan seperti dalam

bahasa sastra.

Bahasa Indonesia perlu dimutakhirkan sehingga mampu dipakai sebagai sarana komunikasi

dalam segala bidang kehidupan dunia modern, yang ditandai oleh kepesatan ilmu dan teknologi.

Upaya yang menonjol dalam proses pemordenan bahasa Indonesia telah dilakukan dengan

cara pemekaran kosakata dan pengembangan laras-laras bahasa.

Pemekaran kosakata dapat dilakukan dengan cara memilih kata dalam bahasa Indonesia

sendiri dan memberinya makna baru melalui proses perluasan atau penyempitan makna asalnya

dan menghidupkan kembali unsur lesikal lama dengan makna yang sama atau makna yang baru.

Cara lain pemekaran kosakata ialah mengambil kosakata bahasa serumpun yang

pemakaiannya berdampingan denga bahasa Indonesia. Pemungutan unsure leksikal dalam bahasa

serumpun mempunyai kemiripan dalam bidang fonologi, morfologi, dan semantik sehingga

medan makna leksikal yang dipungut digunakan (Moeliono 1981).

Sumber lain dalam perluasan kosakata bahasa Indonesia adalah bahasa asing. Dalam tradisi

bahsa melayu telah berabad-abad lamanya menyerap kosakata asing misalnya: kosakata

Sansekerta, Arab, Belanda, Inggris, Tamil, Persia, dan lain-lain.

Page 12: Rangkuman Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang memiliki kosakata dan laras-laras bahasa yang kaya dapat mengantar

bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah yang menghendaki bentuk penyajian yang padat,

singkat, tetapi lugas, dan tidak bermakna ganda. Bahasa Indonesia yang dimutakhirkan ini

mampu dipakai sebagai sarana komunikasi dalam segala bidang kehidupan modern yang ditandai

oleh kepesatan ilmi pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi.

5. Penutup

Bahasa sebagai wahana komunikasi dapat berperan secara mangkus dan sangkil apabila

bersungguh- sungguh mencerminkan perasaan dan pikiran para pemakainya.

Upaya untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah dilakukan dengan cara

memodernkan dan mencendikiakannya melalui pengembangan kosakata teknis dan pemekaran

laras-laras bahasa. Pemordenan dan pencendikiaan bahasa Indonesia dalam era globalisasi ini

merupakan prasyarat yang utama dalam memacu pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Page 13: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB III

KAIDAH BAHASA INDONESIA BAKU DALAM

PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

1. Pendahuluan

Ragam baku tidak saja ditelaah dan diberikan, tetapi juga di ajarkan disekolah.

Ragam itulah yang dijadikan toalk pembanding bagi pemakaian bahsa yang benar. Ciri

pertama ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah

dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiiap saat. Ciri kedua yang

menandai bahasa baku adalah sifat kecendiakannya. Perwujudan dalam kalimat,

paragraph, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran yang

teratur, terautur, logis, dan masuk akal. Cara ketiga pembakuan bahasa ialah adanya

penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi

bahasa.

2. Fungsi Bahasa Baku

Bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga diantaranya bersifat pelambang atau

simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi

pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan , dan (4) fungsi sebagai kerangka

acuan.

Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Jadi,

bahasa baku ,mempersatukan mereka menjadi suatu masyarakat bahasa dan

meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu.

Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku memperkuat perasaan

kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.

Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa

wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan perdaban lain

yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri. Bahasa baku berfungsi sebagai

kerangka acuan bagi pemakain bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang

dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolak ukur bagi betul tidaknya

pemkaian bahsa orang seorang atau golongan.

Page 14: Rangkuman Bahasa Indonesia

3. Ciri Bahasa Indonesia Baku

a. Pemakaian prefiks me- dan her- bila ada secara eksplisit dan konsisten.

Contoh :

Penyakit menyerang kampung itu (baku)

Penykit serang kampung itu (non baku)

b. Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan sebagainya) secara eksplisit dan

konsisiten.

Contoh :

Ia pergi ke kantor (baku)

Ia ke kantor (non baku)

c. Terbatasnya unsure-unsur leksikal dan gramatikal dari dialek-dialek regional dan

bahasa-bahasa daerah yang belum dianggap unsure bahasa Indonesia.

d. Pemakaian konjungsi bahwa dan karena –bila dan ada- secara eksplisit dan konsisten.

Contoh :

Engkau tidak mempercayainya karena ia penipu (baku)

Engkau tidak mempercayainya, ia penipu (non baku)

e. Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba bila ada – secara konsisten.

Contoh :

Sudah engkau baca surat itu (baku)

Engkau sudah baca surat itu (non baku)

f. Pemkaian konstruksi sintesis

Contoh :

Membersihkan (baku)

Bikin bersih (non baku)

g. Pemakain partikel –kah dan pun- bila ada secara konsisten.

Contoh :

Mereka pun pergi (baku)

Mereka pergi (non baku)

h. Pemkaian unsure-unsure leksikal berikut berbeda dari unsure-unsur yang menandai

bahasa Indonesia.

Page 15: Rangkuman Bahasa Indonesia

i. Pemakaian polaritas tutur sapa yang konsisten seperti saya – tuan, saya – saudara, dan

sebagianya.

j. Pemakaian istilah resmi.

k. Pemakaian Ejaan yang disempurnakan (EYD).

Batas antara ragam baku dan non baku tidak selalu tegas. Ciri-ciri bahasa Indonesia

yang baku sperty yang dijelaskan diatas, lebih menandai ragam tulis dari pada ragam

lisan. Ragam lisan, di samping memiliki cirri-ciri gramatikal dan laksikal juga

memiliki cirri-ciri paralinguistic dan ciri-ciri pronology. Bahasa Indonesia sebagai

bahhasa yang hidup mempunyai banyak ragam, yang masing-maisng berfungsi dalam

proses komunikasi.

4. Sifat Bahasa Tulis

Bahasa tulis tidak dapat mewujudkan suluruh aspek bahasa lisan secara sempurna.

Walaupun dalam bahasa tulis telah diusahakan berbagai macam tanda baca misalnya

tanda tanya, tanda seru, tanda koma, tanda titik, dan sebagainya yang mewujudkan

keseluruhan aspek bahasa lisan. Tekanan nada, dan lagu kalimat sering tidak dinyatakan

dalam tulisan. Bahasa tulisn memiliki kelebihan, bentuk grafis kata-kata yang

dirangkaikan dalam kalimat secara gramatikal terlihat sebagai suatu yang tetap stabil.

Dibandingkan dengan bunyi, bentuk-bentuk graffis itu lebih cocok menerangkan

kesatuan bahasa sepanjang masa.

Pemakaian bentuk bahasa pada tingkatan morfologis, sintaksis, dan semantic

dalam bahasa tulis dapat lebih cermat dikontrol oleh penulis sehingga pemakaian bentuk

bahasa tersebut sesuai dengan kaidah gramtikal. Hal ini dapat dilakukan oleh penulis

berkat adanya waktu dan kesempatan untuk membaca dan membetulkan kalimat-

kalimatnya.

5. Sifat Bahasa Ilmiah

Bahsa yang digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan mempunyai sifat

pemakaian yang khas sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa dalam bidang ilmu

pengetahuan merupakan ragam bahsa sendiri, yang berbeda dengan ragam bahsa yang

lain. Sifat tersebut ada yang merupakan sifat yang umum sebagai bahasa ilmiah dan ada

Page 16: Rangkuman Bahasa Indonesia

yang merupakan sifat khusus yang berhubungan dengan pemakaian kosakata dan bentuk

gramatikal.

Sifat bahsa ilmiah, yang merupakan sifat yang umum berhubungan dengan fungsi

sebagai alat untuk menyampaikan informasi dalam peristiwa komunikasi. Dalam hal ini,

fungsi bahasa ilmiah menyampaikan informasi pada peristiwa komunikasi yang terjadi

antara penulis dengan pembaca atau pembicara dengan pendengar.

Sifat bahsa ilmiah yang khusus, terliahat dalam pemilihan dan pemakaian kata

serta bentuk-bentuk garmatika, terutama dalam tataran sintaksis. Kosakata dalam bahasa

ilmiah bersifat denotative, artinya setiap kata hanya mempunyai satu makna yang paling

sesuai dengan konsep yang disampaikan. Apabila kosakata tersebut telah yang paling

sesuai dengan konsep yang disampaikan. Apabila kosakata tersebut telah merupakan

istilah, maka dalam pemakaian bahasa ilmiah, kosakata itu bersifat monosemantis, bebas

konteks, dan universal. Kalimat-kalimat dalam bahasa ilmiah bersifat logis. Hubungan

antara bagian-bagian kalimat dalam kalimat tunggal atau hubungan antara klausa-klausa

dalam kalimat kompleks mengikuti pola-pola bentuk hubungan logis.

6. Jenis Wacana Tulis

a. Wacana Narasi

Wacana narasi menyajikan peristiwa-peristiwa dalam suatu rangkaian kesatuan

dalam urutan waktu tertentu. Dalam wacana narasi, penulis menyajikan jalinan suatu

peristiwa yang dapat disebut sebagai ceritera. Tujuan utamnya bukan untuk

memberikan gambaran tentang maslah atau objek menurut pengamatan penulis,

melainkan memberikan suatu kisah yang terjadi dalam suatu rangkaiann waktu.

Penuulis dapat menggunakan berbagai macam tekhnik bercerita. Yang penting dalam

narasi ialah uraian tentang kejadian, yang disajikan tidak selalu mulai dari awal, tetapi

dapat pula dimualai kisahnya dari bagian kejadian yang penting menarik

perhatiannya.

Page 17: Rangkuman Bahasa Indonesia

Ada tiga prinsip penting dalam narasi yakni keutuhan, koherensi, dan penekanan.

Keutuhan ceritera pada narasi dibangun dengan mengarahkan rincian setiap bagian

ceritera pada suatu ide yang membangun keseluruhan ceritera.

b. Wacana Deskripsi

Wacana deskripsi memberikan gambaran hasil pengamatan penulis tehadap

sesuatu objek. Oleh karena itu, wacana deskripsi bersifat objectif. Wacana deskripsi

memberikan gambaran objek seperti apa adanya, maka maka wacana deskriptif

bersifat statis.

Wacana deskripsi dapat dibedakan dua macam, yakni deskripsi ekspositori dan

deskripsi literer. Deskripsi ekspositori mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan

wacana eksposisi. Tujuan wacana ekspositori adalah memberikan gambaran yang

mendalam tentang suatu masalah atau objek namun tetap mengemukakan gamabran

yang bersifat konkret saja. Uraiannya bersifat analitis dan tidak memberikan kesan

emosional.

c. Wacana Eksposisi

Wacana eksposisi memberikan penjelasan mengenai suatu masalah atau objek

secara mendalam. Tujuannya supaya pembaca memperoleh pengertian yang jelas

terhadap masalah yang disajikan. Dalam eksposisi, penjelasan suatu ,masalah tidak

hanya berhenti pada suatu penjelasan secara factual. Wacana eksposisi membahas

hakikat masalah serta hubungan- hubungannya, baik hubungan antara bagian-bagian

masalah itu sendiri maupun hubungan- hubungannya dengan masalah yang lain. Oleh

karena itu, wacana eksposisi banyak digunakan dalam karangan ilmiah.

Dalam wacana eksposisi dikenal beberapa jenis pembagian, antara lain definisi,

dan analisis. Definisi merupakan jenis eksposisi yang sering digunakan karena

mendasari penjelasan yang disajikan dalam suatu karangan. Dapat atau tidaknya

pembaca memahami penjelasan yang disajikan dlam suatu karangan, antara lain

bergantung pada dapat atau tidaknya penulis mengemukakan defenisi yang memadai.

analisis merupakan wacana eksposisi yang menjelaskan suatu masalah dengan

mengemukakan uraian keseluruhan masalah menjadi bagian- bagian sehingga

pembaca dapat memahami masalah tersebut.

Page 18: Rangkuman Bahasa Indonesia

d. Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi mengarahkan pembaca kepada suatu sikap tetentu terhadap

suatu masalah atau objek yang dikehendaki oleh penulis. Dalam mengarahkan sikap

tersebut wacana argumentasi menyajikan bukti yang dikemukakan dengan cara yang

meyakinkan sehingga pembaca dapat menarik kesimpulannya sendiri secara logis dan

mengakui kebenaran pandangan yang dikemukakan pengarang.

Wacana argumentasi berdasar pada pikiran yang kritis dan logis. Dalam

menyajikan fakta dan bukti yang lain, penulis harus senantiasa memperhatikan

apakah semuanya itu memang dapat digunakan sebagai bukti yang benar.

7. Kegiatan Keterampilan Menulis

Menulis karangan adalam kegiatan yang dilakukan melalui proses yang berawal

dari timbulnya ide untuk menulis sampai dengan terwujudnya karangan yang disusun.

Proses itu berlangganan dalam tiga tahapan utama yakni, perencanaan, penulisan, dan

perbaikan. Dari tahapan pertama sampai tahapan kedua wujud kegiatan itu ialah

penyajian masalah, pengorganisasian karangan, ppenyusunan dan pemakaian ejaan.

a. Pemilihan Kata

Kata menduduki posisi yang penting dalam setiap bahasa. Oleh karena itu,

pembahasan pengertian tentang kata menarik perahtian para ahli bahasa. Salah satu

defenisi tentang kata adalah bentuk minimal yang bebasyang kecil.

Dalam tata bahasa traditional kata dipandang sebagai unit dasar sintaktik dan

semantic. Dilihat dari wujudnya, kata adalah tanda yang terdiri atas dua komponen

(bentuk dan arti).

Dilihat dari keseluruhan karangan, kata merupakan unsure terkecil yang bersama-

sama dengan unsur yang lain mendukung isi karangan. Oleh karena itu, pemilihan

dan pemakaian kata merupakan masalah yang sangat penting dalam mengarang.

Untuk itu, pemilihan dan pemakaian kata seharusnya memperhatikan aspek-aspek

kebenaran kata yang dipakai, kejelasan, keefektifan, kesesuaian kata, dan ragam

bahasa yang digunakan.

Page 19: Rangkuman Bahasa Indonesia

b. Penyusunan Kalimat

Wujud karangan secara fisik dapat dilihat sebagai rangkaian wujud kalimat yang

membentuk paragraph yang menyajikan pikiran utama dan tambahan sehingga

terbentuk suatu karangan yang utuh. Setiap kalimat merupakan pendukung arti

keseluruhan ide yang disajikan dalam paragraph. Kejelasan kalimat dalam karangan

sangat diperlukan untuk menyajikan gagasan dalam karangan.

Pengertian kalimat

Dalam tata bahasa tradisonal pengertian kalimat dinyatakan sebagai suatu

pernyataan pikiran yang utuh. Dalam ilmu bahasa structural, pengertian kalimat

dinyatakan sebagai bentuk bahasa yang bebas, yang tidak merupakan bagian dari

konstruksi gramatikal yang lain, yang lebih besar. Dilihat dari aspek strukturnya,

kalimat yang digunakan dalam karangan haruslah benar. Suatu klimat dikatakan

benar strukturnya apabila kalimat tersebut dibangkitkan dengan menggunakan kaidah

bahasa yang bersangkutan, baik kaidah strukturnya frasa maupun kaidah struktur

trnsformasi.

Kebenaran kalimat yang dipakai oleh seorang pengarang dapat terganggu karena

adanya keslahan, yakni kalimat yang fragmentaris dan kekacauan konstruksi kalimat.

Kalmia fragmentasi merupakan kalimat yang tidak dapat dipahami maksudnya karena

kalimat tersebut secara structural merupakan bagian dari kalimat lain.

c. Penyusunan dan pengembangan paragraph

Pengertian paragraph dapat dilihat dari dua segi, yakni isi dan struktur. Dilihat

dari isi, paragraph adalah suatu pernyataan tentang suatu pokok pikiran yang

dinyatakan secara lengkap dan merupakan suatu kesatuan. Dilihat dari struktur,

paragraph adalah sekelompok pernyataan kalimat yang saling berhubungan,

dirangkaiakan dalam urutan teratur dan jelas kaitanya. Dalam hal yang bersifat

khusus, paragraph dapat terdiri atas satu kalimat.

Dilihat dari isinya suatu paragraph mengemukakan isi yang lengkap dan

merupakan suatu kesatuan. Paragraph dikatakan lengkap apabila menyatakan hal

yang seharusnya disampaikan agar pikiran utama dalam paragraph itu menjadi lebih

jelas. Hal yang dinyatakan untuk kelengkapan isi paragraph itu harus relevan dengan

pikiran utama sehingga keseluruhan isi paragraph tetap merupakan satu keasatuan.

Page 20: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB IV

PENDEKATAN, METODE, DAN TEKNIK PENGAJARAN BAHASA

1. Pendahuluan

Para ahli bahasa sering membicarakan dan menulis tantang pendekatan aural

(aural approach), metode audio lingual, pendekatan terjemahan, metode langsung,

metode tata bahasa, dan metode alamiah.

2. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pengajaran Bahasa

Jika dilihat dari suatu perangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat belajar

mengajar bahasa, maka suatu pendekatan adalah bersifat aksiomatkia digambarkan

sebagai hakikat pokok masalah tentang apa-apa yang diajarkan. Dari sudut pandang

tertentu, pendekatan adalah suatu filsafat , suatu keyakinan, namun tidak perlu di uji

kebenarannya.

Asumsi linguistik yang perlu dikemukakan, yakni

a. Bahasa adalah human, aural-oral, bersifat simbolik dan penuh dengan makna

b. Suatu bahasa tersusun secara unik dan dapat dikatakan bahwa tidak ada dua bahasa

yang mempunyai struktur yang sama

c. Struktur suatu bahasa dapat diketahui dan dapat digambarkan secara sistematik,

meskipun deskripsi yang ada akan berbeda-beda menurut tingkatan dan tujuan.

Jika bahasa itu diterima sebagai aural-oral maka hal itu adalah akibat yang wajar

dari asumsi yang di berikan. Aspek utama pendekatan aural-oral yakni menyimak dan

berbicara, yang harus diajarkan terlebih dahulu sebelum membaca dan menulis. Aspek

membaca dan menulis yang menurut urutannya sebaiknya didahulukan sebelum

pengajaran menulis dilaksanakan karena simbol –simbol grafik harus dilihat terlebih

dahulu sebelum dihafalkan. Aspek penutur bahasa lain yang dalam hal pengajaran sastra

dan seni, dan secara padagogik sebaiknya di tunda.

Asumsi yang perlu diperhatikan : bahasa adalah pembiasan-pembiasan, kebiasaan

tertanam melalui ulangan, bahasa harus diajarkan melalui ulangan melalui dengan

berbagai cara.

Dalam pendekatan Community Language Learning (CLL) pelajar tidak diberikan

kesempatan mendengarkan contoh ucapan atau kalimat sebelum ia disuruh berbicara.

Page 21: Rangkuman Bahasa Indonesia

Pendekatan Total Physical Response (TPR), Silent Way (SW), Audio Visual

Lingual (AVL), dan Communicative Competence Approach (CCA) memberi kesempatan

pelajar untuk mendengarkan terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya contoh yang

diberikan oleh guru.

Pendekatan alamiah yang dipelopori oleh Teller (1977) memberikan kesempatan

yang lama pada pelajar untuk mendengarkan. Pada pendekatan suggestopedia, situasi

kelas dibuat sedemikian rupa sehingga pelajar merasa santai dan nyaman dalam

menerima pelajaran. Pendekatan CCL tidak menggunakan guru, tetapi menggunakan

konselor.

Tugas konselor adalah pendamping dalam belajar, konselor pada mulanya dekat

pada pelajar dan mengetahui apa yang sedang dipelajari oleh pelajar.

Pendekatan TPR yang dipopuleri oleh Asher (1966) memberikan pelajaran dengan teknik

yang berbeda pula, Asher mengatakan bahwa duduk, mendengarkan, menirukan, dan

menghafalkan saja pelajaran bahasa di kelas tidak memberikan perangsang yang

memadai untuk menguasai bahasa yang sedang dipelajari.

Kelemahan pendekatan TPR ini apabila ditinjau dari sudut lain, misalnya

neurofisiologi, tidak diragukan lagi bahwa semua gerakan itu dikendalikan oleh otak,

tetapi pengendalian alat-alat motoris ini jauh lebih berbeda dengan pengendalian alat-alat

suara.

Pendekatan SW yang dipelopori Gattegno (1963) tidak menggunakan teknik

gerak badan seperti pada TPR, pada minggu pertama, SW banyak menggunakan alat

peraga yang mempunyai ukuran, bentuk, dan warna yang berlain-lain.

Penyajian bahan-bahan pelajaran yang diberikan oleh guru-guru secara bertahap, yakni

dari kata dan frase, dan dari frase ke kalimat, pelajar mendengarkan terlebih dahulu, lalu

menirukan dan memanipulasikan bahan pelajaran yang baru diterima, tugas guru hanya

mengangguk dan mengggelengkan kepala untuk mengiakan dan menolak apa yang

diucapkan oleh pelajar, karena itulah maka apa yang di perkenalkan oleh Gettegno

disebut juga pendekatan silent way.

Pendekatan SW, di samping memanfaatkan daerah wernicke juga mencoba

mengaktifkan daerak osipital (bagian belakang otak sebelah kiri), yakni daerah tempat

indera penglihatan pertama-tama dianggapi.

Page 22: Rangkuman Bahasa Indonesia

Pendekatan AVL memanfaatkan daerah pendengaran dan penglihatan pada saat

belajar mengajar bahasa. Urutan pendengaran yang diikuti oleh pengucapan merupakan

urutan normal dalam proses berbicara.

Sehubungan dengan penggunaan istilah pendekatan, metode dan teknik, maka di perlukan

satu kesatuan pengertian tentang istilah-istilah pendekatan, metode, dan teknik akan di

tempatkan dalam satu skema definisi. Susunannya bersifat hierarkik.

Page 23: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB V

METODE PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

DISEKOLAH DASAR

1. Pendahuluan

Dalam proses belajar-mengajar, termasuk proses belajar-mengajar bahasa Indonesia, salh

satu aspek yang sering mendapat perhatian adalah segi metode. Para guru perlu memahami

bahwa dalam proses belaja-mengajar banyak aspek yang terlibat dan semua aspek tersebut turut

menentukan keberhasilan dalam proses belajar-mengajar.

2. Pendekatan Metode dan Tekhnik Mengajar

Istilah-istilah yang digunakan dalam konsep-konsep pengajaran bahasa sebaiknya tepat

dan disetujui oleh semua pihak yang berprofesi dalam bidang pengajar bahasa. Sekaitan dengan

pemahaman yang sama tentang istilah-istilah yang digunakan dalam pengajaran bahasa, maka

dianggap perlu diadakan pembedaan penggunaan istilah pendekatan, metode, dan teknik. Ketiga

istilah tersebut mempunyai hubungan hierarkik, yakni teknik adalah penjabaran dari metode,

sedangkan metode merupakan penjabaran dari pendekatan, bersifat aksiomatik. Metode

mengajar bahasa mengutamakan penguasaan bahasa lisan, seperti metode langsung, metode

Mimicry Memorization, dan metode Audio-lingual.

Di kalangan para guru bahasa dikenal pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional

beranggapan bahwa bahasa adalah seperangkat kaidah, system atau aturan dan bahasa

digambarkan sebagai tulisan. Atas dasar asumsi tersebut dikembangkanlah Metode Gramatika,

Metode Gramatika-Terjemahan, yang menggunakan bahasa tulisan dan menjelaskan secara rinci

kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan.

Keterampilan berbahasa terwujud melalui latihan yang berkali-kali atau repetisi. Satu

metode dapat dibedakan dengan metode lainnya dengan seleksi, gradasi, presentasi, dan repetisi.

Pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan pengajaran bahasa Indonesia sebagai

bahasa kedua atau bahasa asing akan berbeda secara metodologik. Usia subjek didik, latar

belakang sosiokulturalnya, dan pengalaman bahasa yang diperoleh sebelumnya merupakan

faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode belajar-mengajar bahasa. Perbedaan

pemerian bahasa dan perbedaan tentang pemerolehan bahasa juga perlu mendapat perhatian

dalam menentukan metode. Perbedaan pemerian bahasa (language description) akan melahirkan

Page 24: Rangkuman Bahasa Indonesia

analisis fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantic yang berbeda. Dengan memahami konse-

konsep tentang pendekatan, metode, dan teknik, maka dapatlah dipahami mengapa metode yang

sama dapat berhasil di tangan guru A dan gagal di tangan guru B padahal mereka mengajar

dengan bahasa yang sama dan kurikulum yang sama pula.

3. Asumsi-asumsi tentang Bahasa

Dalam memilih dan menentukan sebuah metode belajar-mengajar bahasa, tentu perlu

diketahui asumsi-asumsi berikut :

a. Bahasa hanya dimiliki oleh manusia, bersifat aural-oral, dan secara simbolis mempunyai

makna

b. Setiap bahasa memiliki strukturnya sendiri-sendiri dan tidak ada dua bahasa yang

memiliki struktur yang sama.

c. Struktur suatu bahasa dapat dikenal, digunakan, dan diuraikan secara sistematik,

walaupun penguraiannya berbeda-beda sesuai tujuannya.

4. Konsep Dasar Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Konsep dasar bahasa Indonesia di sekolah dasar sebagai berikut :

a. Bahasa Indonesia, bahasa pertama atau bahasa kedua bagi sebagian subjek didik

Bahasa Indonesia dan bahasa daerah hidup berdampingan. Pada waktu subjek didik

memasuki sekolah dasar (SD) sebagian belum menguasai bahasa Indonesia karena

sebagian subjek didik menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.

b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

Pengajaran bahasa Indonesia dapat menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa

Indonesia. Menyadari bahwa bahasa Indonesia alat pemersatu dan kesatuan bangsa, dan

menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu identitas bangsa.

c. Bahasa Indinesia sebagai bahasa resmi Negara

Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi “Bahasa Negara ialah Bahasa

Indonesia ”. Pasal ini mengisyaratkan bahwa dalam setiap kegiatan kenegaraan, bahasa

Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar.

d. Pengajaran bahasa Indonesia menunjang mata pelajaran lain

Page 25: Rangkuman Bahasa Indonesia

Guru perlu memahami, bahwa pengajaran bahasa Indonesia menunjang mata

pelajaran lainnya. Dalam kedudukannya sebagai alat komunikasi, materi pengajaran

bahasa Indonesia dapat berupa pengetahuan social, eksakta, agama, dan lain-lain.

e. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan berbahasa

Sebelum Kurikulum 1975 tujuan pengajaran bahasa Indonesia dititikberatkan pada

pengetahuan tentang bahasa, sedangkan pada kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984

dititkberatkan pada keterampilan berbahasa. Apabila diteliti tujuan berbahasa Indonesia

di SD maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yakni ʻkemampuan berbahasa

Indonesia’ dan ‘menghayati bahasa dan sastra Indonesia.

5. Fungsi bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi penting. Sekaitan dengan itu, pengajaran bahasa hendaknya

lebih menekankan fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut :

A. Fungsi instrumental

Fungsi instrumental bahasa mengendalikan dan melayani pengelolaan lingkungan

dan menyebabkan peristiwa tertentu terjadi. Misalnya, ‘jangan mencuri uang itu’.

B. Fungsi regulasi

Fungsi regulasi bahasa mengendalikan peristiwa. Fungsi regulasi bahasa

mempertemukan manusia setuju,mengendlikan tingkah laku, dan menentukan hokum /

kaidah. Misalnya, ‘kalau engkau merokok, maka engkau mudah terserang penyakit

kanker paru-paru’.

C. Fungsi representasional

Fungsi represetasioal bahasa digunakan membuat pernyataan, meliput peristiwa,

dan pengetahuan, menjelaskan dan melaporkan. Misalnya, ‘Matahari panas’, ‘Presiden

Soeharto membuka KTT X GNB’, dan lain-lain.

D. Fungsi interaksioanal

Fungsi interaksional bahasa memantapkan ketahanan dan kelangsungan

komunikasi social. Fungsi bahasa ini memelihara kontrak antara anggota masyarkat dan

membuka seluruh komunikasi. Fungsi interaksiaonal bahasa menuntut penguasaan

bahasa slang, jargon lawak, kesopan santunan, dan semua kunci hubungan pertukaran

social.

Page 26: Rangkuman Bahasa Indonesia

E. Fungsi personal

Fungsi personal bahasa memungkinkan pembicara atau penulis mengemukakan perasan,

emosi, kepribadian, dan reaksi yang mendalam.

F. Fungsi heuristik

Fungsi heuristik bahasa mencakup bahasa yang digunakan untuk memperoleh dan

mengembangkan pengetahuan dan belajar tentang alam sekitar. Fungsi heuristik bahasa

diwujudkan dalam bentuk pertanyaan yang memerlukan jawaban.

G. Fungsi imaginatif

Fungsi imaginatif bahasa menghadirkan daya cipta imaginasi dan gagasan. Berita,

berlelucon, dan menulis novel menyatakan praktik fungsi imaginatif bahasa sehingga

dapat diciptakan mimpi yang indah atau hal-hal belum dan mugkin / tidak terjadi.

Ketujuh fungsi bahasa ini saling isi dan tidak saling membedakan, dan berfungsi

agar seseorang dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

6. Hakikat meode pengajaran bahasa

Metode mencakup pemilihan bahan, urutan bahan, penyajian bahan, dan pengulangan bahan.

Apabia bahasa dianalisis maka dikemukakan adanya bunyi-bunyi : bunyi bahasa ini mempunyai

arti; bunyi-bunyi bahasa yang berarti muncul bersama-sama dalam kesatuan tertentu dan

perubahan tertentu; adanya bentuk yang berarti.

Analisis bahasa yang dilakukan ini merupakan dasar untuk menyusun suatu metode bahasa.

7. Metode-metode pengajaran bahasa

Metode mengajar adalah cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem

tertentu. Hekikat metode pengajaran bahasa tidak lain persoalan pemilihan bahan yang akan

diajarkan, penentuan urutan bahan, penentuan cara penyajian, dan cara evaluasi. Kesemuanya

harus bermuara kepada tujuan pengajaran yang telah ditentukan lebih dahulu.

8. Metode pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Page 27: Rangkuman Bahasa Indonesia

Dari sekian banyak metode pengajaran bahasa, pada dasarnya semuanya dapat digunakan dalam

pengajaran bahasa indoesia di sekolah dasar.

Metode linguistik dan metode berbahsa dapa dipertimbangkan untuk diangkat menjadi metode

pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar.

9. Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Dalam proses belajar-mengajar bahasa, metode bukanlah satu-satunya aspek yang

menentukan keberhasilan pengajaran bahasa.

b. Pendekatan, metode, dan tekhik perlu dipahami sehingga istilah tersebut tidak

dikacaukan penggunaannya.

c. Kensep dasar penganjaran bahasa Indonesia di sekolah dasar mencakup bahasa

Indonesia sebagai bahasa pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa

resmi Negara, pengajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan berbahasa.

d. Fungsi berbahasa, yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasional,

fungsi interaksional, f ungsi personal, fungsi heuristic, dan fungsi imaginatif perlu

mendapat perhatian dalam pegajaran bahasa.

e. Lusinan metode pengajaran bahasa yang perlu diketahui oleh seorang guru bahasa.

Beberapa diantara metode tersebut dapat dipakai untuk pengajaran bahasa Indonesia

di sekolah dasar.

Page 28: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB VI

METODE LINGUISTIK KONTRASTIF

1. Pendahuluan

2. Beberapa Pengertian tentang Analisis Kontrasif

a. Penyebab lahirnya analisis kontrasif

Hal-hal yang mendorong lahirnya analisis kontrastif antara lain berkembangnya ilmu

bahasa deskriptif-sinkronik dan kajian-kajian kedwibahasaan bahasa serta

berkembangnya teori pemindahan belajar (transfer of learning).

Dalam karyanya Sapir menekankan bahwa seorang penutur asli menguasai sistem

pola yang tersusun secara teratur dan bukan menguasai butir-butir secara lepas, serta

pengertian fonem (point in pattern) berbeda dengan suara-suara biasa (phonetic

entities). Kemudian idenya ini dikembangkan lagi oleh Fries yang menghasilkan

sebuah gagasan yang dikenal dengan nama contrastive analysis (analisis kontrastif).

Perkembangan linguistik-sinkronik dibarengi dengan perkembangan kajian

kedwibahasaan, dimana kedua kajian tersebut memberikan sumbangan dalam bentuk

intervensi. Hal ini didukung pula oleh teori pemindahan belajar (transfer of learning),

yang mencari cara belajar efektif dan efisien.

b. Kelemahan analisis kontrasif

Seiring berjalannya waktu, analisis kontrastif mulai mendapat kritikan dan mulai

diragukan oleh beberapa ahli karena menganggap memiliki kekurangan. Kekurangan

itu antara lain : adanya anggapan bahwa dapat meramalkan semua kesulitan si belajar

dalam proses belajar bahasa; semua kesulitan dan kesalahan dalam belajar B2

bersumber pada B1; dan hasilnya dapat dibuat urutan kesulitan belajar bahasa B2.

c. Asumsi yang melandasi analisis kontrasif

Namun, ada beberapa asumsi yang mendasari analisis kontrastif antara lain: unsur-

unsur yang sama antara B1 dan B2 tidak akan menimbulkan interferensi; unsur-unsur

yang berbeda antara B1 dan B2 akan menyebabkan kesukaran bagi si belajar dan

dapat menimbulkan interferensi; kesalahan si belajar dalam proses belajar disebabkan

oleh sebahagian besar oleh adanya interferensi yang datang dari B1; unsur-unsur yang

Page 29: Rangkuman Bahasa Indonesia

serupa dan yang berbeda antara B1 dan B2 dapat ditemukan dari usaha

membandingkan antara sistem B1 dengan B2.

Ada beberapa ahli yang tidak menerima analisis kontrastif sebagai peramal

kesalahan-kesalahan yang dibuat si belajar. Misalnya, Catford yang berpendapat

bahwa para peneliti bahasa yang menganut teori analisis kontrastif jangan hanya

mendasarkan analisis kontrastif sebagai teori belajar bahasa belaka, tetapi juga para

peneliti bahasa sebaiknya mengumpulkan data kesalahan yang dibuat oleh si belajar

dan dikelompokkan kesalahan itu dengan tehnik yang biasa digunakan oleh analisis

kesalahan (error analysis), kemudian membandingkannya.

d. Manfaat teori analisis kontrasif dalam buku teks pelajaran

Data akurat yang ditemukan dalam teori analisis kontrastif dapat dimanfaatkan dalam

menyusun buku teks pelajaran, dapat membantu guru memecahkan kesulitan yang

dialami oleh siswa, dan guru dapat menyiapkan buku teks yang dapat menggantikan

buku-buku paket.

3. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia dan Analisis Kontrasif

a. Masalah Bahasa di Indonesia

Metode pengajaran bahasa Indonesia dan analisis ini mendapat beberapa masalah

dalam penerapannya karena Indonesia yang didiami berbagai suku dengan berbagai

bahasa dan budaya pula. Hal ini dapat menguntungkan namun dapat juga merugikan,

misalnya dalam Sumpah Pemuda telah mengikrarkan hanya ada satu bahasa nasional

yakni bahasa Indonesia.

Namun hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar yang menyatakan bahwa

bahasa Indonesia adalah bahasa negara, dan bahasa daerah yang dipakai sebagai alat

perhubungan dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, dipelihara juga oleh negara

sebagai bagian kebudayaan nasional yang hidup. Dan diperjelas oleh Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, menggariskan bahwa pembinaan dan

pengembangan bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan pengunaannya

secara baik dan benar dan bahwa pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka

pengembangan bahasa Indonesia sebagai salah satu sarana identitas nasional.

Page 30: Rangkuman Bahasa Indonesia

Bahasa yang dipakai di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi : bahasa daerah,

bahasa nasional, dan bahasa asing. Penggunaan bahasa ini juga berbeda-beda

misalnya bahasa daerah yang dipakai untuk komunikasi intrasuku, yakni percakapan,

sedangkan bahasa asing digunakan dalam komunikasi antar bangsa.

b. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa yakni perbedaan teori bahasa

yang dijadikan tumpuan pengajaran bahasa memengaruhi pengajaran bahasa dalam

analisis bahasa yang di jadikan tumpuan dalam pemilihan bahan dan pemilihan teknik

pengajaran dan penyajian. Hal ini akan berpengaruh atas luas dan sempitnya bahan

yang di ajarkan dalam pengajaran bahasa. Dalam suatu metode perlu diperhatikan

beberapa banyak dari bahagian bahan yang disajikan dalam metode itu benar-benar

dapat disajikan oleh metode itu sendiri dan berapa banyak yang dapat disajikan .

Belajar dan mengajar adalah hal yang berbeda, sehingga belajar yang baik belumlah

merupakan jaminan mengajar yang baik karena belajar dilaksanakan oleh murid.

Belajar yang buruk memengaruhi kebaikan mengajar yang baik, sama halnya

mengajar yang buruk dapat mengurangi kebaikan atau keunggulan suatu metode.

Mengajar yang baik seharusnya memperhitungkan belajar yang dilakukan oleh murid

karena pada hakikatnya tujuan dari mengajar yang baik dan belajar yang baik. Perlu

diingat bahwa mengajar yang baik dan belajar yang baik dapat saja terjadi secara

sendiri-sendiri tanpa ada hubungan satu dengan yang lainnya.

c. Keadaan pengajaran bahasa Indonesia

Keadaan pengajaran bahasa Indonesia mulai dari masalah pengajaran tidak dapat

hanya ditinjau secara mikro tapi juga pendekatan makro. Pengajaran bahasa

merupakan suatu sistem yang berarti setiap unsur yang membentuknya mempunyai

fungsi dan peranan masing-masing dalam mencapai tujuan. Untuk itu diperlukan

perubahan atau penyesuaian terhadap unsur-unsur tersebut. Sehingga dapat

disesuaikan dengan perubahan yang terjadi untuk mencapai tujuan tersebut.

Page 31: Rangkuman Bahasa Indonesia

d. Metode pengajaran bahasa Indonesia

Metode pengajaran bahasa Indonesia sering disoroti sebab keberhasilan atau

kegagalan suatu program pengajaran bahasa sering dilihat dari segi metode mengajar.

Ada pula yang menganggap bahwa metode mengajar itu tidak penting dan semuanya

tergantung dari gurunya. Untuk itu konsep-konsep pengajaran bahasa perlu

dinyatakan dalam istilah yang tepat agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan disetujui

oleh semua pihak.

Faktor kedudukan bahasa yang diajarkan turut pula memengaruhi metode sehingga

pengajaran bahasa Indonesia untuk murid Indonesia berbeda dengan murid yang

menggunakan bahasa asing. Dengan demikian berkembanglah bermacam-macam

metode pengajaran bahasa Indonesia dan jelaslah bahwa amat sulit menentukan suatu

metode. Untuk mempermudah hal ini dipilihlah metode linguistik kontrastif (analisis

kontrastif), dengan asumsi sebagai berikut :

1) Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi sebahagian besar murid sekolah di

Indonesia.

2) Murid yang ada di Indonesia di samping memakai bahasa ibunya juga memahami

bahasa Indonesia (bilingual/dwibahasa)

3) Bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah serumpun. Dengan

demikian sistem bahasa Indonesia dan bahasa daerah mempunyai kesamaan.

4) Metode pengajaran bahasa Indonesia bagi murid yang berbahasa ibu bahasa Indonesia

berbeda dengan yang berbahasa daerah.

5) Lingkungan murid turut berpengaruh dalam proses belajar-mengajar. Untuk itu buku-

buku yang digunakan perlu bervariasi.

6) Buku pelajaran bahasa Indonesia untuk sekolah dasar seharusnya mengindahkan dan

memperhatikan masalah interferensi yang ditimbulkan oleh pengaruh bahasa daerah

dan dialek.

Dengan asumsi tersebut diatas, murid yang berbahasa ibu bahasa daerah atau bahasa

Indonesia sebagai bahasa kedua sebaiknya menggunakan metode linguistik kontrastif.

Page 32: Rangkuman Bahasa Indonesia

Sedangkan yang berbahasa ibu bahasa Indonesia menggunakan metode lain. Metode

linguistik kontrastif didasarkan atas analisis kontrastif.

Untuk melaksanakan metode ini terlebih dahulu harus dipelajari bahasa ibu murid dan

bahasa Indonesia, sehingga diketahui perbedaan dan persamaan kedua bahasa tersebut.

Hampir semua kesalahan yang dibuat oleh murid akibat interferensi dari kedua bahasa itu

serta mereka tidak mengatahui persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa

Indonesia.

Seperti di awal, masih ada kelemahan-kelemahan dari metode ini. Sehingga metode ini

dan metode lainnya yang ingin digunakan dalam bahasa Indonesia sebaiknya terlebih

dahulu harus diadakan penelitian karena tanpa penelitian metode apa pun yang digunakan

pasti tidak dapat diaandalkan kesahihan dan kebenarannya.

4. Penutup

Untuk menyukseskan pengajaran bahasa Indonesia, perlu diperhatikan hal-hal berikut :

1) Pengajaran bahasa Indonesia jangan hanya dilihat dari segi mikro, yakni hanya

membatasi perhatian pada masalah belajar-mengajar disekolah, tetapi juga dari segi

makro yakni memperbaiki dan meningkatkan pengajaran bahasa Indonesia dalam konteks

yang lebih luas.

2) Tugas guru bahasa Indonesia ialah meningkatkan motivasi murid untuk belajar bahasa

Indonesia dalam semua kesempatan yang ada dan melengkapi murid dengan pengetahuan

kebahasaan menurut teori-teori linguistik, teori pendidikan, dan psikologi.

3) Semua guru harus berusaha memakai bahasa memakai bahasa Indonesia yang baik dan

benar yang patut dicontoh oleh murid karena pada hakikatnya semua guru di kelas adalah

guru bahasa Indonesia.

4) Metode pengajaran bahasa Indonesia bagi murid yang berbahasa ibu bahasa daerah dan

bahasa ibu bahasa Indonesia harus berbeda.

5) Metode pengajaran bahasa Indonesia bagi murid yang berbahasa ibu bahasa daerah

disarankan menggunakan metode linguistik kontrastif, dan bagi yang berbahasa ibu

bahasa Indonesia disarankan menggunakan menggunakan metode lain.

Page 33: Rangkuman Bahasa Indonesia

6) Buku-buku pelajaran untuk sekolah dasar perlu bervariasi sesuai dengan lingkungan

sosial/kebudayaan.

7) Para penulis buku teks pelajaran sebaiknya memperhatikan pengaruh interfensi dan

dialek setempat.

8) Semua buku teks pelajaran perlu diteliti ketepatan dalam penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

9) Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan metode apa yang cocok dalam pengajaran

bahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama maupun sebagai bahasa kedua.

Page 34: Rangkuman Bahasa Indonesia
Page 35: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB VII

PRAGMATIK

1. Pendahuluan

Penyemprnaan Kurikulum 1975 telah melahirkan Kurikulum 1984. Dalam

Kurikulum 1984 mata pelajaran bahasa Indonesia dipilih menjadi enam pokok bahsaba,

yakni (1) membaca, (2) kosakata, (3) struktur, (4) menulis, (5) pragmatic, dan (6)

apresiasi bahasa dan sastra.

Ada beberapa konsep dasar dalam Kurikulum 1975 yang dikembangkan dalam

Kurikulun 1984 tapi ada pula yang tetap dipertahankan. Konsep yang tetap dipertahankan

ialah konsep yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan integrative,

pendekatan spiral, dan pendekatan pengembangan rana kognitif, afektif, dan psikomotor.

Konsep dsar yang baru mencakup pendekatan keterampilan proses, pendekatan lintas

materi, dan pendekatan komunikatif.

2. Pragmatik Sebagai Suatu Teori

Pragmatic telah banyak dibicarakan namun kajian ini belum jelas sehingga

dimasukkan dalam kajian aspek penggunaan bahasa, analisis wacana, filsafat bahasa,

teori tindak tutur, dan lain-lain. Karena ketidakjelasan istilah pragmatic ini ada pulapara

pakar yang memasukkannya sebagai kajian sosiolinguistik.

Suatu hal yang disepakati oleh para pakar ialah bahwa pragmatic berkembang

sebagai reaksi terhadap cara penelitian bahasa yang berdasarkan aliran Chomsky yang

menganggap bahasa sebagai suatu yang abstrak, suatu kemampuan mental, yang terpisah

dari pemakaian dan fungsi bahasa.

3. Pragmatik Sebagai Pendekatan Pengajaran

Dengan pendekatan pengajaran bahasa yang bersifat komunikatif atau fungsional,

para ahli pengajaran bahasa berusaha membawa pandangan prinsip pemakaian bahasa ke

dalam pengajaran bahasa.

Pendekatan komunikatif tidak lain daripada mengajar siswa untuk berbahasa dan

bukan untuk mengajrakan tentang bahasa. Dengan pendekatan komunikatif diinginkan

Page 36: Rangkuman Bahasa Indonesia

agar siswa dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar.pendekatan komunikatif

disebut juga pendekatan pragmatic dalam pengajaran bahasa.

Kalimat ‘Sudah pukul dua belas’, dapat dianalisis dari berbagai sudut pandangan.

Dari sudut pandangan structural kalimat itu disebut kalimat yang tidak memiliki subjek

dan jenis kalimatnya disebut kalimat berita (deklaratif). Dari sudut pandangan pragmatic,

yang ditelusuri dari kalimat itu ialah segi penggunaannya di dalam komunikasi yang

nyata. Factor penentu ialah siapa yang berbicara dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam

situasi apa, dalam konteks apa, dengan jalur mana, media apa, dan dalam peristiwa apa.

4. Pragmatik Sebagai Bahasa Pengajaran

Dalam kurikulum 1975 praktik pengajaran bahasa sering dilupakan fungsi

komunikasi bahasa, yakni menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Yang diajarkan

ialah pengetahuan tentang bahasa dan bukan keterampilan menggunakan bahasa untuk

tujuan komunikasi. Kurikulum 1984 ingin memperbaiki pengajaran bahsa dengan

memperhatikan fungsi komunikasi.

James R. Hurford dan Brenden Heasley (1983) membagi makna atas dua bagian,

yakni makna kalimat (sentence meaning) dan makna tutur (utterance meaning). Makna

kalimat adalah makna bebas konteks dan makna tutur adalah makna yang tergantung

pada konteks. Dalam hubungan ini makna kalimat adalah bagian kajian semantic,

sedangkan makna tutur adalah kajian pragmatic.

Pengajaran bahasa perlu dipusatkan pada keterampilan menggunakan bahasa dan

bukan pengetahuan tentang bahasa. Pemasukan pragmatic dalam Kurikulum 1984 dinilai

sebagai satu upaya memperbaiki proses belajar-mengajar bahasa Indonesia.

Untuk mencapai keterampilan pragmatic itu dipersyaratkan pengetahuan dan

keterampilan unsure bahasa yang mencakup unsure-unsur bahasa dan kegiatan berbahasa

sesuai dengan tingkat dan sekolahnya.

1) Unsure-unsur bahasa:

a. Lafal/ejaan, megajarkan lafal yang baik ejaan yang disempurnakan

b. Struktur, mengajarkan bentuk-bentuk kata, frase, dan kalimat yang baik dan

berterima

Page 37: Rangkuman Bahasa Indonesia

c. Kosakata, mengajarkan kata-kata dari berbagai rana kebahasaan dalam jumlah

yang diperlukan

2) Kegiatan berbahasa

a. Membaca, mengajarkan kemampuan pemahaman dengan tepat dan cepat berbagai

macam wacana, seperti narasi, persuasi, eksposisi, khayal, dan sebagainya

b. Menulis/mengarang, mengajarkan kemampuan membuat kalimta-kalimat yang

baik, benar dan sesuai, dan merakitnya menjadi paragraph dan berbagai macam

wacana (surat, cerita, laporan, dan sebagainya

c. Berbicara, mengajarkan berbagai macam kemampuan menggunakan bahasa lisan

dalam berbagai peristiwa berbahasa

d. Pragmatic, mengajrkan kemampuan memilih bentuk bahasa secara lisan dan

tulisan yang sesuai dengan keadaan berbahasa, dan kemampuan memahami

bentuk bahasa dan situasi.

Bahan pragmatic melatih siswa agar terampil menggunakan bahasa secara lisan

(dan tulisan) sesuai dengan situasi. Latihan ditekankan pada penggunaan bahsa dalam

situasi takzim (tata karma, sopan-santun)

5. Penutup

Dalam Kurikulum bahasa Indonesia yang direncanakan, pengajaran pragmatic

sebaiknya tidak merupakan satu pokok bahasan, tetapi bagian yang tidak terpisahkan

dengan semua pokok bahasan lainnya dalam kurikulum bahasa Indonesia. Cara yang

paling tepat untuk mencapai tujuan pengajaran bahasa Indonesia ialah dengan

menggunakan prinsip-prinsip pragmatic, baik sebagai pendekatan maupun sebagai pokok

bahasan untuk seluruh jenjang pendidikan mulai dari SD sampai SMA.

Page 38: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB VIII

MEMASYARAKATKAN PENGGUNAAN KAMUS

1. Pendahuluan

Tanpa ada bahasa sebagai alat komunikasi, maka tidaklah mungkin IPTEKS itu dapat

bertumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, bahasa dan IPTEKS dapat

bertumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang

memilikinya. Untuk itu, perlu adanya sarana bahasa yang berupa kamus yang dapat dijadikan

sumber acuan bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa dan IPTEKS.

Apabila seorang pembaca ingin memahami apa yang dibacanya sebaiknya ia memahami

makna leksikal kata tersebut. Karena dalam memahami makna referensial, ia terlebih dahulu

harus memahami makna leksikal.

2. Tugas Leksikograf

Leksikograf merupakan terapan leksikologi. Untuk keperluan praktis dalam penyusunan

kamus, prinsip-prinsip leksikologi tidak dilaksanakan sepenuhnya.

Seorang leksikograf apabila ia ingin membuat suatu kamus maka tahap-tahap yang perlu

dipersiakan dalam penyusunan kamus tersebut ialah :

1. Persiapan

2. Penetapan korpus data

3. Pengumpulan data

4. Penyeleksian data

5. Pengaturan data

6. Klasifikasi data (penetapan label)

7. Pemberian definisi

8. Penyuntingan hasil pemberian definisi

9. Pengetikan kartu induk

10. Penyusunan kartotek

11. Pengetikan naskah

12. Koreksi naskah

13. Cetak coba

14. Koreksi cetak coba

Page 39: Rangkuman Bahasa Indonesia

15. Produksi kamus

Dalam menyusun kamus (khususnya kamus bahasa baku), leksikograf sebaiknya

memperhatikan hal-hal berikut :

a. Entri yang dibuat dalam kamus adalah kosakata bahasa yang memiliki ciri-ciri

kebakuan

b. Label-label, seperti label kelas kata, label pembidangan kata dan label lain hendaknya

menunjang pembinaan, pengembangan, dan pembakuan bahasa.

c. Batasan setiap entri hendaknya memberikan kejelasan makna.

d. Batasan terhadap entri yang dibuat hendaknya memiliki kesejajaran kategori

gramatikal dengan entri yang diberi batasan.

e. Batasan entri hendaknya menunjukkan ketepatan makna.

f. Batasan entri hendaknya dapat menggantikan kedudukan entri di dalam contoh

pemakaian tanpa mengganggu struktur yang ada.

g. Contoh kalimat hendaknya mendukung makna entri.

h. Kaidah ejaan hendaknya diterapkan dalam penyusunan kamus.

i. Kaidah gramatikal hendaknya mendapat perhatian.

j. Petunjuk pemakaian kamus hendaknya dibuatkan pengantar dalam menggunakan

kamus.

3. Jenis (Tipe) Kamus

Seorang pembaca yang ingin mengetahui makna sebuah kata sebaiknya mengetahui jenis

(tipe) kamus apa saja yang perlu dibaca bila ingin mencari makna kata tersebut. Jenis (tipe)

kamus dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Berdasarkan bahasa

Berdasarkan bahasnya, kamus dapat digolongkan ke dalam kamus ekabahasa, kamus

dwibahasa, dan kamus multibahasa.

b. Berdasarkan usia pemakai

Page 40: Rangkuman Bahasa Indonesia

Berdasarkan usia pemakainya, kamus dapat digolongkan ke dalam kamus anak-anak

(kamus SD) dan kamus orang dewasa.

c. Berdasarkan penggunaan atau tujuannya

Berdasarkan penggunaan atau tujuannya, kamus dapat digolongkan ke dalam kamus

ucapan, kamus sinonim, kamus antonim, dan kamus ungkapan.

d. Berdasarkan bidang ilmu

Berdasarkan bidang ilmunya, kamus dapat digolongkan ke dalam kamus istilah-istilah,

misalnya kamus linguistik, kamus kedokteran, kamus psikologi, dan lain-lain.

e. Berdasarkan ukuran

Berdasarkan ukuranny, kamus dapat digolongkan ke dalam saku dan kamus besar.

4. Fungsi Dan Peran Kamus

Kamus yang baik hendaknya berfungsi dan berperan sebagai :

1. Buku petunjuk mengenai cara penulisan penyukuan kata.

2. Buku petunjuk mengenai kata.

3. Buku petunjuk mengenai pelafalan kata.

4. Buku tata bahasa sederhana.

5. Buku petunjuk mengenai pemakaian kata dalam kalimat dan pemakaian kata tingkat,

bidang, daerah tertentu.

6. Buku sumber data yang dipilih untuk dimanfaatkan.

7. Kamus sinonim dan antonim.

8. Kamus frasa, ungkapan, dan pribahasa.

9. Kamus istilah.

10. Buku sumber ilmu pengetahuan yang sederhana.

Pada dasarnya seseorang yang ingin menggunakan kamus ia terlebih dahulu harus

memahami petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam pendahuluan kamus tersebut. Kamus

yang baik biasanya memberikan petunjuk sebagai berikut :

a. Kata kepala dan ejaannya

b. Petunjuk pelafalannya

c. Rincian penggolongan kata

d. Morfologi : kata jadian menimbulkan kesulitan

Page 41: Rangkuman Bahasa Indonesia

e. Sintaksis : potensi sintaksis kata kepala yang membatasinya

f. Keterangan tentang kata kepala

g. Kiasan, pemakaian bahasa, termasuk kata majemuk dan ungkapan baku

h. Daftar kata jadian dan kata kepala

i. Acuan silang

j. Semantik (pembatasan selektif), yang merujuk makna khusus

k. Stilistik

l. Bahan-bahan pemakaian bahasa, bahasa untuk menjelaskan padanan dan perbedaan

makna kata

m. Etimologi, bila dianggap perlu

Page 42: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB IX

PERANAN VARIABEL AFEKTIF DALAM PROSES

BELAJAR MENGAJAR BAHASA

( suatu Kajian tentang Mentalitas Masyarakat Pengguna Bahasa )

1. Pendahuluan

Periode inovasi teknologi yang mempesona, peluang ekonomi yang tidak pernah

terjadi sebelumnya, reformasi politik yang menakjubkan, dan kelahiran kembali kultur

besar ( Naisbitt dan Abuderne, 1990:1 ). Hal tersebut merupakan salah satu refleksi

globalisasi dunia yang terjadi, yang tidak terhindarkan, yang mempercepat proses

pembangunan dunia yang sedang menghadapi berbagai tantangan, yang memerlukan

respons kehati-hatian.

Kalau kita mencermati sejarah maka globalisasi itu telah mulai berkembang

dengan terjadinya revolusi dalam komunikasi dan meningkat ketika teknologi canggih

berkembang secara meleset dalam bentuk teknologi perkembangan dan ruang angkasa,

teknologi energy alternatif, bioteknologi, teknologi elektronika, dan informasi.

Kemajuan teknologi canggih yang menata dan mewujudkan masyarakat global,

masyarakat pascaindustri, masyarakat dengan peradaban informasi yaknio masyarakat

yang diadabi oleh pengguna elektronika, komputer, robot, sinar laser, serat optic,

komunikasi, genetika, energi alternatif, ilmu samudra, manufaktur di angkasa luar,

rekayasa ekologi, pertanian ekosistem, yang merefleksikan loncatan kualitatif

pengetahuan manusia, yang diejawnatahkan ke dalam penghematan waktu, tempat,

tenaga, dan bahan (M. Ide Said D.M., 1996:27 )

Faktor yang mempercepat era globalisasi ialah ‘bahasa’, yang digunakan

berkomunikasi. Bahasa adalah agen homogenesasi yang hebat. Bahasa adalah frekuensi

dimana kultur ditransmisikan. Bila bahasa inggris memperoleh kunci pada era global

implikasinya jeala.

Page 43: Rangkuman Bahasa Indonesia

2. Bahasa dan Masyarakat

Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pengguna bahasa. Masyarakat

dalam mengatur warganya berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat menyediakan

berbagai pedoman, yang berupa adat kebiasaan, norma, nilai, dan berbagai peraturan

yang ditetapkan bersama oleh anggota masyarakat yang saling bersangkutan untuk

dipergunakan dan dipatuhi bersama. Kecuali peraturan yang biasanya ditetapkan oleh

lembaga yang tumbuh dan terus hidup di dalam masyarakat, pedoman-pedoman itu

biasanya tidak tertulis.

Tingkah laku berbahasa yang telah tertanam itu membentuk kebiasaan dalam

berbahasa. Hakikat bahasa adalah pemerolehan dan pembelajaran. Aturan-aturan dan

kebiasaan-kebiasaan manusia ini diwariskan dalam kegiatan belajar-mengajar, dan bukan

melalui gen-gen yang dibawa lahir ( Subyakto-N., 1988:5 ). Kebiasaan inilah yang

membentuk variaebel ranah afektif, yang berupa sikap dan motivasi, yang membentuk

mentalitas masyarakat pengguna bahasa.

3. Variable Afektif dalam Proses Belajar-Mengajar Bahasa

Variable afektif memegang peranan dalam belajar. Variable afektif

mempengaruhi perilaku manusia dalam belajar termasuk proses belajar-mengajar bahasa.

Hilgard ( 1963:267 ) mengatakan “ purely cognitive theories of learning will be rejected

unless a role is assigned to affectivity”. Teori belajar-mengajar bahasa harus melihat

berbagai variabel, baik variabel afektif, variabel kognitif, maupun variabel psikomotorik.

Teori belajar-mengajar bahasa yang melihat variabel afektif, inteligensi, dan

psikomotorik lebih komprehensif dibandingkan dengan teori belajar-mengajar bahasa

yang melihat salah satu variabel.

Dalam tiga dasawarsa terakhir ini banyak dilakukan penelitian tentang belajar-

mengajar bahasa, yang dikaitkan dengan konsep kepribadian, misalnya tentang rasa

warga diri ( self-esteem ), empati (emphaty ), dan penerawangan diri-aku

(egopermeability ).

Page 44: Rangkuman Bahasa Indonesia

Guiro, dkk : (1967 ; 1972a ; 1972b) meneliti hubungan konsep kepribadian dan

belajar-mengajar bahasa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa larangan dapat

menghambat dalam proses belajar-mengajar bahasa. Pendapat Guirora, dkk. Di benarkan

oleh schumann (1974:225-226). Ia mengatakan bahwa kapasitas empati mencakup semua

aspek dalam belajar-mengajar bahasa, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakata.

4. Faktor Sikap

Sikap merupakan hasil proses sosialisasi yang sangat berpengaruh pada respons

seseorang terhadap objek. Sikap, situasi, dan bakat seseorang dapat digunakan untuk

menjelaskan reaksi seseorang pada sesuatu objek.

a. Definisi Sikap

Definisi sikap ( attitude) menurut Oppenheim (1966:105) adalah suatu keadaan

kesiapan ( a state of readiness), suatu kecenderungan bertindak atau bereaksi dengan

cara tertentu bila dihadapkan dengan rangsangan tertentu. Ada teori yang melihat

sikap sebagai sifat umum seseorang. Teori lainnya melihat bahwa sikap memiliki

referensi yang khusus pada objek tertentu. Krech, dkk. (1962 ) dan Brown (1966)

mengatakan bahwa sikap itu terdiri atas tiga komponen, yaitu afektif, kognitif, dan

perilaku. Triandis (1972:2-4) mengatakan bahwa pada umumnya yang terdapat dalam

batasan sikap itu adalah kesiapan bereaksi terhadap sesuatu keadaan Allport (1955:2)

mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan mental yang dibentuk melalui pengalaman

yang memberikan pengaruh yang dinamis pada reaksi seseorang terhadap semua

objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu.

b. Konsep Sikap

Konsep sikap dapat dijelaskan dengan mengemukakan ciri-cirinya, yakni sikap

memiliki sifat kognitif dan referensinya spesifik, yang berbeda dengan kebanyakan

konsep kepribadian lainnya. Sikap lebih berpengaruh sebagai keadaan yang mudah

terpengaruh oleh rangsangan dan sikap adalah satu faktor yang berpengaruh dan

mendasari tingkah laku. Sikap hanya dapat diukur secara tidak langsung.

Newcomb (1950) mengatakan bahwa konsep sikap tidak ditandai oleh dorongan,

tetapi hanya mengacu kepada kemungkinan bahwa sesuatu dorongan tertentu dapat

mewarnai sikap. Sikap menimbulkan motivasi. Motivasi yang berinteraksi dengan

Page 45: Rangkuman Bahasa Indonesia

ciri-ciri situasional dan keadaan lainnya yang mudah terpengaruh, menentukan

tingkah laku yang dapat diamati.

Skala yang digunakan untuk menaksir sikap dapat mengukur satu dimensi afektif

yang mencerminkan sikap yang mengevaluasi objek secara negative dan positif.

Hovland, dkk (1953) mengatakan bahwa perbedaan pendapat dan sikap adalah bahwa

pendapat dapat dikemukakan secara lisan atau tertulis, sedangkan sikap kadang-

kadang diantarai oleh proses nonverbal dan sering tidak disadari. ‘ Pendapat’ adalah

respons, sedangkan ‘sikap’ adalah keadaan yang mudah berpengaruh pada respons.

Thurstone (1927, dalam M. Ide Said D.M. 1987:53) mengartikan konsep pendapat

sebagai ekspresi verbal sikap. Dari segi ‘pengukuran pendapat’ tidak dicari skor total

(Sumadi Suryabrata, 1979:10). Sikap yang terletak pada satu sisi kontinum negatif

menunjukkan reaksi afektif yang negatif, yang menimbulkan respons negatif.

Sabaliknya, sikap yang terrletak pada sisi kontinum positif menimbulkan reaksi

afektif positif, yang menimbulkan respons positif. Titik netral agak sukar

diinterprestasi karena menunjukkan keseimbangan antara positif dan negatif.

Sikap banyak diperoleh melalui proses belajar atau hasil proses perkembangan

atau kematangan (McGrath, 1964). Sikap memiliki referensi spesifik yang dapat

berbentuk konkret atau abstrak. Sikap lebih stabil dan tahan lama. Sikap dapat

merupakan kontak langsung dengan objek dan situasi melalui hubungan langsung

dengan orang lain (Sherif dan Sherif, 1956). Sikap saling berhubungan dengan satu

terhadap yang lain dalam taraf yang kekuatannya yang berbeda atau bervariasi

(Krech, dkk,:1962 ; McGrath, 1956). Sikap dapat menduduki periferik dan sentral,

yang bervariasi dalam subsitemnya. Sikap yang interelasinya kuat memiliki stabilitas

maksimum. Sikap yang memiliki stabilitas maksimum melibatkan banyak perubahan

sikap periferik dan memiliki nilai yang penting dalam tingkah-laku.

c. Sikap Bahasa

Sikap bahasa merupakan salah satu di antara berbagai sikap yang ada. Anderson

(1974:47) membagi sikap atas dua jenis yakni sikap bahasa dan nonbahasa. Sikap

nonbahasa adalah sikap politik, sikap sosial, dan sikap estetis. Baik bahasa maupun

sikap nonbahasa dapat menyangkut keyakinan atau kognisi terhadap bahasa.

Anderson mengatakan bahwa sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang

Page 46: Rangkuman Bahasa Indonesia

relative panjang, sebagaian mengenai bahasa dan sebagian lagi mengenai objek

bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi menurut gayanya

sendiri.

Sikap memiliki beberapa komponen yakni komponen kognitif, afektif, dan motif.

Komponen kognitif menyangkut pengetahuan yang biasanya digunakan dalam proses

berfikir. Komponen afektif menyangkut perasaan dan emosi, yang mewarnai

pengetahuan dan gagasan kita yang terdapat dalam komponen kognitif. Komponen

afektif ini menyangkut nilai rasa, baik dan tidak baik, dan suka atau tidak suka.

Perilaku berbahasa dilakukan dalm pendidikan bahasa karena orang yang terbiasa

menggunakan bahasa yang baik dan benar akan menimbulkan kedisiplinan dalam

menggunakan bahasa. Factor yang memengaruhi penggunaan bahasa Indonesia,

bahasa daerah, dan bahasa asing bukan hanya ditentukan oleh pengetahuan tentang

bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, melainkan jug ditentukan oleh

kebiasaan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Perilaku berbahasa, yakni

adanya kedisiplinan menggunakan bahasayang baik dan benar merupakan hal yang

sebaiknya dtumbuhkan dalam masyarakat bahasa.

Triandis (1971:6-16) mengatakan bahwa asumsi yang selama ini dipegang bahwa

sikap merupakan factor perbuatan seseorang, tidaklah benar. Ia berpendapat bahwa

hubungan antara perbuatan dan sikap lemah. Menurut Triandis, yang mengutip hasil

penelitian La Piere (1934, dalam M. Ide Said D.M., 1987:57), mengatakan bahwa

tidak ada hubungan apa pun antara sikap dengan perbuatan (Halim, 1978:15).

Triandis sendiri tidak sependapat dengan La Piere. Ia masih mengakui adanya

hubungan antara sikap dengan perbuatan, walaupun hubungan itu lemah. Sikap

menyangkut apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh seseorang, sedangkan perbuatan

adalah fungsi sikap, norma, sosial, kebiasaan, dan akibat yang mungkin terjadi. Factor

terbesar pengaruhnya pada perbuatan adalah kebiasaan dan factor yang paling kecil

ialah sikap (Halim, 1978:15).

Penelitian Sugar (1967, dalam M. Ide Said D.M., 1987:58) membuktikan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara sikap dan perbuatan dalam hubungannya

kegemaran merokok di kalangan mahasiswa. Lambert (1967) mengemukakan bahwa

kegiatan dan keberhasilan belajar bahasa sangat terpengaruh oleh motivasi si belajar

Page 47: Rangkuman Bahasa Indonesia

yang bersangkutan, dan motivasinya ditentukan oleh pandangan dan sikapnya

mengenai belajar bahasa.

Sikap bahasa yang dikemukakan oleh Garvin dan Mathiot (1972) adalah kesetiaan

bahasa yang mendorong suatu masyarakat bahasa mempertahankan bahasanya,

kebanggaan bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan santun

merupakan factor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan, yakni kegiatan

penggunaan bahasa (Halim, 1978:6)

Gardner, dkk (1974). Menemukan bahwa motivasi sebagai konstruk (construct)

ditentukan oleg variabel sikap tertentu. Para penelitian tersebut mengembangkan

baterai tes, yang digunakan untuk menentukan peranan yang dimainkan oleh variabel-

variabel sikap dalam hubungannya dengan variabel motif integrative dalam proses

belajar mengajar bahasa prancis.

Schumann (1974:128) mengatakan bahwa ada sejumlah sikap yang berperan

dalam proses belajar-mengajar bahasa, yakni apa yang disebut kelompok sokap

khusus (specific attitudes) dan kelompok sikap umum generalized attitudes). Sikap

umum adalah sikap yang secara tidak langsung berhubungan dengan masyarakat

bahasa yang menggunakan bahasa sasaran, namun variabel tersebut tetap disebutkan

variabel sikap. Variabel adalah etnosentrisitas (etnocentricity), autoritarianisme

( authoritarianism), anomie, dan hasrat untuk maju (need achievement). Para peneliti

menyimpulkan bahwa si belajar bahasa yang nonetnosentrik dan nonautoritariabisne

lebih baik penguasaan bahasanya daripada si belajar yang memiliki sifat etnosentrik

dan autoritarianisme terhadap kebudayaan sasaran.

5. Factor motivasi

Motivasi adalah salah satu variabel yang menentukan keberhasilan proses belajar-

mengajar.

a. Definisi motivasi

Para ahli pernah memberikan definisi motivasi antara lain ialah Hebb (1955) dan

Young (1961). Hebb mendefinisikan motivasi sebagai “a general drive state…the

drive is an energizer” (Hebb, 1955:249). Motivasi menurut Hebb adalah suatu kemudi

yang berupa energy atau tenaga yang dapat menggerakkan sesuatu tindakan.

Page 48: Rangkuman Bahasa Indonesia

Young (1961:24) member definisi motivasi sebagai “the energetic aspect and ….

animal activity …..”. ia mengatak bahwa motivasi adalah semua factor yang

menentukan (all determinants) aktivitas manusia dan bintang, suatu proses yang

memacu tindakan untuk mencapai suatu kemajuan, dan mengatur pola-pola tindakan.

Dari definisi Hebb dan Young dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu

tenaga atau kekuatan yang mendorong suatu tindakan. Motivasi memacu, menopang,

dan mengatur pola-pola tindakan sehingga terjadi keaktifan dalam bertindak.

b. Motivasi bahasa

Motivasi dibagi atas dua tipe yakni motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah keinginan seseorang untuk mencapai tujuan yang bukan

pemberian atau ganjaran dari luar (no external reward). Ganjaran adalah kepuasan

seseorang karena kemampuan melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang ditimbulkan oleh factor eksternal.

Pada hakikatnya motivasi adalah dikotomi, yakni motivasi integrative dan

motivasi instrumental. Motivasi integrative adalah kemauan yang dimilikinya untuk

mempelajari bahasa sasaran karena ia berkomunikasi dengan masyarakat pemakai

bahasa sasaran dan menjadi anggota yang dihargai dalam kelompok etnolinguistik

bahasa itu. Motivasi instrumental adalah suatu ciri khas yang berupa keinginan untuk

mempelajari bahasa kedua, semata-mata karena suatu tujuan yang bermanfaat.

Penelitian Gardner dan Lambert menunjukkan bahwa orientasi integrative

merupakan predictor yang sangat kuat dalam keberhasilan belajar mengajar bahasa.

Kesimpilan yang dilakukan oleh Spolsky (1969:281-282). Ia mengatakan bahwa

seseorang yang belajar bahasa kedua akan lebih baik penguasaannya apabila ia ingin

menjadi pengikut kelompok tersebut, yang menjadi factor penting daalam proses

belajar-mengajar bahasa.

Penelitian yang dilakukan oleg Gardner dam Lambert (1972) di Maine (Amerika

Serikat), Feenstra dan Santos (1970) serta Gardner dan Santos (1972) di pilipina,

Lukmani (1972) di india, dan Jayatilaka (1982) di Malaysia menunjukkan bahwa

Page 49: Rangkuman Bahasa Indonesia

orientasi instrumental lebih banyak berperan dalam proses belajar-mengajar bahasa

kedua apabila dibandingkan dengan orientasi integratif.

6. Penutup

Simpulan

a. Variabel ranah kognitif, afekti, dan psikomotor memegang peranan dalam mentalitas

masyarakat pengguna bahasa.

b. Era globalisasi pada hakikatnya merupakan era informasi dan informasi adalah

komunikasi yang wahana utamanya adalah bahasa.

c. Dalam proses belajar mengajar bahasa diperlukan suatu kiat yang dapat

mempermudah keberhasilan dalam belajar. Kiat tersebut ialah memahami peranan

ranah afektif yang didalamnya tercakup factor sikap dan motivasi.

d. Sikap dan motivasi berperan dalam proses belajar mengajar bahasa. Orang yang

memiliki sikap positif dalam proses belajar mengajar bahasa, yakni orang yang

memiliki sifat empati, kurang memiliki sifat etnosentrisitas, autoritarianisme, dan

anomi lebih berhasil dalam proses belajar mengajar bahasa.

e. Orang yang memiliki motif integrative dan instrumental lebih berhasil dalam proses

belajar mengajar bahasa daripada orang yang tidak memiliki motif tersebut.

f. Sikap dan motif bahasa yang positif mendorong kebanggaan berbahasa dan

penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Saran

a. Bahasa sebaiknya memperhatikan pelajaran bahasa dalam era globalisasi karena siapa

yang menguasai informasi harus menguasai bahasa.

b. Bahasa sebaiknya memanfaatkan ranah afektif dalam proses belajar mengajar bahasa.

c. Sikap empati, etnosentrisitas, autoritarianisme, dan anomi perlu mendapat perhatian

karena sifat-sifat sangat berpengaruh dalam keberhasilan prose belajar mengajar

bahasa.

d. Penguasaan bahasa-bahasa daerah dan bahasa Indonesia perlu mendapat perhatian

dalam proses belajar mengajar bahasa karena bahasa-bahasa tersebut adalah jati diri

bangsa yang merupakan bahagian kebudayaan yang perlu ditumbuh kembangkan.

Page 50: Rangkuman Bahasa Indonesia

e. Bahasa asing (khususnya bahasa Inggris), harus dipelajari dan dikuasai karena

merupakan kunci era globalisasi, dimana kultur Negara-negara berbahasa Inggris

tersebut mendominasi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dewasa ini.

Page 51: Rangkuman Bahasa Indonesia

BAB X

PERANAN INTELEGENSI DALAM BELAJAR BAHASA

1. Pendahuluan

Peranan intelegensi dalam belajar bahsa belum banyak diketahui. Untuk itu,

dalam tulisan ini diuraikan tentang konsep intelegensi, hakikat intelegensi, dan kaitan

intelegensi dengan bahasa.

2. Konsep Intelegensi

Moskowitz dan Orgel (1969:246) menyatakan bahwa intelegensi bukanlah

perkataan yang menyatakan sebuah substansi, melainkan suatu kualitas tingkah laku

perorangan pada suatu waktu. Suatu perbuatan dapat dikatakan intelegen apabila

perbuatan itu dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan mudah apabila dibandingkan

dengan orang lain.

Vernon (dalam Chauhan, 1978 : 276-278; Baharuddin, 1982 : 64)

mendeskripsikan intelegensi atas tiga pendekatan.

a. Pendekatan Biologis

Pendekatan biologis ini melihat manusia sebagai suatu makhluk hidup di antara

makhluk hidup lainnya sehingga apabila psikologi dianggap sebagai salah satu

disiplin ilmu pengetahuan biologi, intelegensi juga dapat dikatakan sebagai adaptasi

dari lingkungannya.

b. Pendekatan Psikologis

Hebb menytakan adanya dua macam intelegensi, yakni intelegensi tipe A dan

intelegensi tipe B. Intelegensi tipe A adalah potensi atau kapasitas untuk

perkembangan, sdangkan intelegensi tipe B adalah fungsi otak yang telah diwarnai

oleh pengalaman.

c. Pendekatan Operasional

Suatu defenisi disebut operasional apabila menyatakan kondisi yang dapat

diamati. Misalnya, untuk menciptakan IQ seseorang, ia harus diberi tes IQ dan

kemudian dihitung hasilnya. Hal ini memberikan batasan tentang arti IQ yang

terkandung dalam sebuah kalimat: “Si Muhammad Ide Said D. M. memiliki IQ 140”.

Page 52: Rangkuman Bahasa Indonesia

Definisi operasional ini penting untuk mengetahui apa yang disebut konsep

intelegensi.

Freeman mendefinisikan intelegensi sebagai

a) Kemampuan Beradaptasi

b) Kemampuan Belajar

c) Kemampuan Berpikir Abstrak

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi adlah

kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan segala tindakan dan

mampu mengantisipasi dirinya m,enghadapi tantangan lingkungannya.

Charles Spearman mengatakan bahwa tiap orang memiliki factor intelegensi

umum yang disebut factor “g” dan kemampuan-kemampuan khusus disebut factor “s”.

oleh karena itu, teori Spearman disebut teori ua factor.

Thurstone mengatakan bahwa intelegensi dapat dipecah menjadi sejumlah

kemampuan primer. Dengan menggunakan analisis factor pada sejumlah tes, Thurstone

mendapatkan 7 faktor kemampuan primer dalam intelegensi, yakni:

1) Komprehensi verbal (kemampuan memahami arti kata)

2) Kefasihan kata (kemampuan memikirkan kata secara tepat)

3) Memori (kemampuan mengingat kembali rangsangan verbal)

4) Kemampuan bekerja dalam bilangan

5) Kemampuan melakukan visualisasi hubungan antara bentuk dan ruang

6) Kecepatan perceptual (kemampuan memahami visual secara terinci dengan cepat

dan melihat persamaan dan perbedaan antara objek yang digambarkan)

7) Kemampuan menyusun batasan umum berdasarkan contoh yang diberikan

Guilford mengatakan bahwa bentuk fungsi intelektual dapat dimasukan ke dalam

salah satu bahagian dimensi intelek, yakni operasi, isi, dan produk. Untuk itu, tes

intelegensi harus mencakup ketiga dimensi tersebut. Model struktur intelek

meperlihatkan 4 isi (figural, simbolik, semantic, dan behavioral), 5 operasi (kognisi,

memori, berpikir konvergen, dan evaluasi), dan 6 produk (unit, kelas, relasi, system,

transformasi, dan implikasi).

Page 53: Rangkuman Bahasa Indonesia

3. Kaitan Intelegensi dengan Bahasa

Berbicara dalam berpikir adalh dua hal yang independen. Sebaliknya, ada

pendapat yang mengatakan bahwa berpikir dan berbahasa merupakan dua hal yang

berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan. Tidak ada bahasa tanpa pikiran dan tidak ada

pikiran tanpa bahasa. Frei (dalam Tallei, 1983) mengatakan bahwa bahasa adalah

manifestasi pikiran dan kegiatan berbicara adalah manifestasi bahasa. Kemampuan-

kemampuan yang menjadi atribut intelegensi yang penting dalam bahasa, yaitu: (1)

kemampuan berpikir abstrak (kemampuan menggunakan symbol-simbol dan konsep-

konsep), (2) komprehensi verbal (kemampuan memahami arti atau makna kata-kata), (3)

kemampuan analogi (kemampuan argument dengan cara analogi)

4. Penutup

Dapat disimpulkan bahwa intelegensi mempunyai peranan yang penting dalam

belajar bahasa. Untuk itu, para guru bahasa perlu mengetahui tingkat intelegensi siswa-

siswanya agar pengajaran bahasa lebih berhasil sebagaimana yang diharapkan.s