-
Universitas Gadjah Mada 1
BAB III
Radang dan Kesembuhan Luka
Oleh :
Dhirgo Adji
Radang
Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan
seluler dari
jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya
rangsang/ iritasi
akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral
(Celloti dan Laufer,
2001). Kemampuan tubuh dalam membuat reaksi radang bertujuan
untuk
mendukung jaringan pada proses kerusakan, pertahanan terhadap
serangan
mikroorganisme dan memperbaiki jaringan yang rusak serta proses
kesembuhan
luka (NN, 2003). Walaupun efek inflamasi sering digambarkan
menyebabkan
beberapa kerugian, namun proses tersebut tetap menguntungkan,
antara lain
adalah pengaruhnya dalam menanggulangi pengaruh stres yang
selalu ada dalam
kehidupan sehari-hari. Penyebab radang sangat banyak dan
bervariasi, namun
pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap
mikroorganisme
penyebab infeksi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah :
trauma, operasi,
bahan kimia kaustik, pangs dan dingin yang ekstrem dan iskhemia
(Baratawidjaja,
2002 ;NN. 2003).
Terdapat 2 tipe radang : (1) Akut (eksudatif): merupakan respon
awal
terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin
menimbulkan pengaruh
yang fatal. Durasi biasanya pendek, umumnya terjadi sebelum
respon immun menjadi jelas
dan ditujukan terutama untuk menghilangkan agen penyebab
gangguan dan membatasi
jumlah jaringan yang rusak (2) Kronis (proliferatif):
Berlangsung selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan bahkan bisa bertahuntahun. Radang kronis bisa
merupakan hasil
perkembangan radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya
infiltrasi sel mononuklear
(makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab
biasanya merupakan iritan
yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan
penetrasi lebih dalam
atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang
kronis antara lain : benda
asing, talk, silikon, asbes dan benang jahit operasi.
-
Universitas Gadjah Mada 2
Tujuan dari adanya keradangan secara umum adalah untuk
mengeluarkan,
membuang dan menetralkan agen iritan. Efek samping keradangan
adalah hipersensitif
akut, deformitas fibrotik, pembentukan keropeng, obstruksi dan
pembatasan mobilitas.
Komponen reaksi keradangan berupa plasma, sei-sel darah dalam
sirkulasi berupa
neutrofil, monosit, eosinofil, limfosit, basofil, platelet,
komponen jaringan konektivus
seperti sel Mast ; Fibroblas dan makrofag dan jaringan
ekstraseluler seperti : protein
penyusun jaringan fibrosa; kolagen; elastin; fibronektin;
laminin dan pembuluh darah
(Celloti dan Laufer, 2001).
Gambar 1. Sebab-sebab keradangan akut (Baratawiwidjaja,
2002)
Tanda-tanda keradangan
Menurut Celloti dan Laufer (2001), keradangan akut ditandai
dengan adanya warna
merah (rubor), sebagai hasil peningkatan aliran darah pada
daerah radang/hiperemi; panas
(kalor) sebagai hasil hiperemi vaskuler; bengkak (tumor),
sebagai hasil eksudasi seluler
dan cairan; sakit (dolor) disebabkan oleh adanya iritasi akibat
tekanan dan adanya
produk metabolisme serta Kehilangan fungsi (functio laesa),
karena fungsi jaringan
berjalan secara tidak normal. Gejala tersebut merupakan gejala
umum sebagai
manifestasi yang berkaitan dengan proses konstriksii arteriola
diikuti dengan dilatasi
yang melanjut dengan dilatasi kapiler dan venula; kongesti
venula; peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kecil; eksudasi cairan radang kaya
protein (eksudat);
hemokonsentrasi , marginasi dan adesi sel darah, transmigrasi
menembus venula,
kemotaksis, agregasi dan fagositosis.
-
Universitas Gadjah Mada 3
Terdapat 3 komponen histologis dasar pada daerah keradangan :
(1) vaskularisasi
yang disertai peningkatan namun statis dari aliran darah yang
menyebabkan panas dan
kemerahan, (2) eksudasi seluler terutama sel fagosit (neutrofil
dan monosit) yang
menyebabkan kebengkakan dan (3) eksudasi cairan yang mengandung
protein tinggi
(fibrinogen) menyebabkan kebengkakan disertai iritasi nervus
yang menyebabkan sakit dan
gangguan fungsi.
Manifestasi keradangan
1. Radang akut
Manifestasi keradangan akut dibedakan menjadi 2 kategori : (a)
respon vaskuler
dan (b) respon seluler. Respon vaskuler atau respon hemodinamik
terjadi scat
timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah kecil didaerah radang.
Vasokonstriksi
akan segera diikuti vasodilatasi arteriola dan venula yang
mensuplai daerah
radang. Sebagai hasil dari reaksi tersebut, maka daerah radang
menjadi kongesti
yang menyebabkan jaringan berwarna merah dan panas. Bersamaan
dengan itu,
permeabilitas kapiler akan meningkat, yang menyebabkan cairan
berpindah ke
jaringan dan menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan
fungsi.
Respon seluler pada keradangan akut ditandai dengan adanya
proses fagositosis
dari sel darah putih (Celloti dan Laufer ,2001) .
2. Radang kronis
Berbeda dengan radang akut, radang kronis menciri dengan adanya
infiltrasi sel
mononuklear termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel; jaringan
yang terdestruksi,
proliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis) dan fibrosis
(Cotran dkk, 1994).
Mediator dan efeknya
lnflamasi akut terjadi akibat pelepasan berbagai mediator yang
berasal dari
jaringan yang rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun
pemicu keradangan
dapat berbeda-beda, namun jalur keradangan tetap sama, kecuali
radang yang
disebabkan oleh reaksi alergi (Ig-E-sel mast) yang terjadi Iebih
cepat dan dapat menjadi
sistemik. Mediator-mediator tersebut menimbulkan edema,
kebengkakan, merah, sakit
dan gangguan fungsi organ/ jaringan yang terkena.
Jaringan yang rusak akan mengeluarkan mediator seperti trombin,
histamin dan
TNFa. Mikroba dapat melepaskan endotoksin dan/ atau eksotoksin,
yang mana
keduanya dapat memacu pelepasan mediator pro-inflamasi. Komponen
bakteri LPS
(lipopolisakarida) komponen dinding sel bakteri gram negatif,
apabila diinjeksikan dapat
menyebabkan munculnya berbagai sitokin pro-inflamasi seperti
Interleukin (IL)-1, 6, 12,
-
Universitas Gadjah Mada 4
18, TNF- dan TNF-. Toksin bakteri juga menimbulkan kerusakan
jaringan dan
melepaskan trombin, histamin, sitokin dan merusak ujung-ujung
saraf. Mikroba juga
dapat mengaktifkan komplemen jalur klasik atau alternatif.
Kejadian pada tingkat
molekuler/ seluler yang terjadi pada keradangan adalah
vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskuler dan infiltrasi seluler. Hal tersebut
berkaitan dengan kerja mediator
kimia yang disebarkan keseluruh tubuh dalam bentuk aktif maupun
non aktif. Mediator
akan diaktifkan ditempat keradangan itu terjadi. TNF- dan IL-1
yang diproduksi
makrofag dan diaktifkan oleh endotoksin mikroba, juga berperanan
dalam perubahan
permeabilitas vaskuler (Baratawidjaja, 2002).
Komplemen
Aktivasi komplemen terjadi melalui jalur klasik dan alternatif.
Hal ini
berhubungan dengan tahap awal dari invasi bakteri Aktivasi
komplemen akan
melepas berbagai mediator seperti C3a, C4a dan C5a yang
merupakan
anafilatoksin dan merangsang sel mast jaringan untuk melepas
histamin dengan
efek pelebaran serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Cairan dan
protein yang keluar dari rongga intravaskuler, menimbulkan edema
dan
kebengkakan. Vasodilatasi akan melambatkan aliran darah yang
memungkinkan
timbulnya marginasi leukosit dan menempel pada endotel
(Baratawidjaja, 2002).
Mediator Asal Efek
Histamin Sel mast, basofil Peningkatan permeabilitas
kontraksi
Otot polos, kemokinosis
1 5-Hidroksi triptamin Trombosit, mastosit Permeabilitas
vaskuler
Platelet activating Basofil, neutrofil, Pelepasan mediator dari
trombosit,
factor makrofag permeabilitas vaskuler meningkat,
kontraksi otot polos, aktivasi neutrofil
Neutrofil Mastosit Kemotaksis neutrofil
chemotactic factor
Chemokines Leukosit Merangsang kemotaksis
C3a Komplemen C3 Degranulasi mastosit, kontraksi otot
polos
C5a Komplemen C5 Degranulasi mastosit, kemotaksin
neutrofil dan makrofag, aktivasi
neutrofil, kontraksi otot polos,
permeabilitas vaskuler meningkat
-
Universitas Gadjah Mada 5
Bradikinin Sistem kinin Vasodilatasi, kontraksi otot polos,
peningkatan permeabilitas, rasa sakit
Fibrinopeptida dan Sistem penjendalan Permeabilitas vaskuler,
kemotaksis
produk asal fibrin darah neutrofil dan makrofag
Prostaglandin E-2 Jalur siklooksigenase Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas vaskuler oleh histamin
dan bradikinin
Leukotrin B4 Jalur Lipoksigenase Kemotaksis neutrofil,
sinergistik
dengan prostaglandin E2 dalam
meningkatkanpermeabilitas vaskuler
Leukotrin D4 i Jalur lipoksigenase Kontraksi otot polos,
permeabilitas
vaskuler meningkat
Tabel 1. Mediator pada inflamasi akut (Baratawidjaja, 2002).
.
Reaksi iaringan selama radang
Berdasarkan proses kimiawi dan kerjasama berbagai sel dan
jaringan dalam
tubuh, penampakan perubahan jaringan selama keradangan dibedakan
menjadi 3
stadium : (1). Stadium hiperemis : selama stadium ini, perubahan
gambaran jaringan
disertai dengan aaanya dilatasi pembuluh darah setempat,
peningkatan aliran darah
dan peningkatan aliran limfe. (2) Stadium stagnasi : Pada
stadium ini aliran darah justru
menurun, namun tekanan setempat meningkat. Timbul eksudasi
leukosit di jaringan
interseluler, perubahan sel menjadi fagosit dsan jaringan ikat
setempat berubah
menjadi fibroblas. (3) Stadium Resolusi : Stagnasi sedikit demi
sedikit berkurang,
sistem limfe kembali normal, deposit fibrin karena diserap
leukosit dan munculnya
kapiler-kapiler darah yang baru.
-
Universitas Gadjah Mada 6
Gambar 2. Interaksi antara granulosit dan Kinin Pada keradangan
(Thomson, 1978)
Kesembuhan Luka
Yang dimaksud dengan kesembuhan luka adalah proses pergantian
sel-sel
atau jaringan rusak dan mati dengan jaringan yang sehat derivat
parenkim atau
jaringan konektivus (Celluti dan Lauferb, 2001). Kesembuhan luka
merupakan respon
alamiah terhadap jaringan yang rusak, merupakan interaksi dari
cascade kompleks
dari sel-sel yang menghasilkan pembentukan jaringan baru
sehingga jaringan yang
rusak akan kembali baik dan memiliki kekuatan seperti sedia kala
(Romo, 2001).
Kesembuhan luka merupakan proses yang dinamis, interaktif yang
melibatkan
mediator, sel-sel darah, matriks ekstraseluler dan sel-sel
parenkim (Singer and Clarck,
1999). Proses kesembuhan luka ini secara umum dibedakan atas 3
fase (1)
Keradangan (2) Formasi jaringan dan (3) Pembentukan kembali
jaringan luka (Singer
dan Ciarck, 1999) sedangkan Romo (2001) membedakan fase
kesembuhan menjadi
(1) keradangan, (2) proliferasi dan (3) maturasi.
-
Universitas Gadjah Mada 7
Keradangan
Jaringan yang mengalami kerusakan menyebabkan disrupsi pembuluh
darah
dan ekstravasasi darah ketempat luka. Darah yang membeku sebagai
hasil hemostasis
dipergunakan untuk migrasi sel matriks ekstraseluler. Platelet
tidak hanya memfasilitasi
formasi proses hemostasis, namun jugs mensekresikan beberapa
mediator
kesembuhan luka seperti PDGF (Platelet Derived Growth factor),
yang mengaktivasi
makrofag dan fibroblas. Dalam keadaan tidak ada hemoragi,
platelet tidak akan
bermanfaat terhadap kesembuhan luka. Berbagai vasoaktif mediator
dan kemotaktik
faktor yang dihasilkan melalui proses koagulasi dan jalur faktor
kemotaksis dan sel
parenkim aktif atau luka. Substansi ini akan menarik leukosit
pada daerah luka (Singer
dan Clarck, 1999).
Gambar 3: Luka pada kulit hari ke-3 setelah luka (Singer dan
Clarck, 1999).
Infiltrasi neutrofil akan membersihkan daerah luka terhadap
adanya partikel
asing dan bakteri kemudian dihancurkan oleh proses fagositosis
makrofag. Sebagai
respon terhadap kemoatraktan spesifik (protein matriks
ekstraseluler, Transforming
growth factor , dan monocyte chemoattracttant-1), monosit juga
menginfiltrasi tepi luka
kemudian menjadi makrofag aktif yang mengeluarkan growth factor
seperti PDGF dan
VEGF (vascular endothelial growth factor) yang menginisiasi
formasi jaringan granulasi.
Makrofag berikatan dengan protein spesifik dari matriks
ekatraseluler melalui reseptor
integrin, yang selanjutnya akan menstimulasi fagositosis
mikroorganisme dan fragmen
dari matriks ekstraseluler. Sitokin Iainnya seperti :
transforming Growth factor,
transforming growth factor , lnterleukin-1 dan Insulin-like
growth factor 1 juga
-
Universitas Gadjah Mada 8
diekspresikan oleh monosit. Monocyte dan Makrophag derived
growth factor selalu
diperlukan untuk inisisasi dan propagasi formasi jaringan Baru
di daerah Iuka
Gambar 4. Luka kulit pada hari ke 5 setelah luka (Singer dan
Clarck, 1999).
Epitelialisasi
Reepitelialisasi dimulai dalam beberapa jam setelah luka. Sel
epidermis kulit akan
mengeluarkan jendalan darah dan stroma yang rusak dari permukaan
luka. Pada waktu
yang sama, sel akan berubah termasuk retraksi tenofilamen
intraseluler; terputusnya
kebanyakan desmosoma interseluler yang memungkinkan adanya
hubungan antar sel; dan
formasi filamen aktin sitoplasma perifer yang menyebabkan
sel-sel bergerak. Selanjutnya
sel-sel epidermis dan dermis akan lepas, disebabkan terputusnya
hubungan
hemidesmosomal dengan membrana basalis, yang memungkinkan sel
epidermis dapat
bergerak ke lateral.
-
Universitas Gadjah Mada 9
Gambar Reepitelialisasi pada luka kulit babi (Snger dan Clarck,
1999)
Ekspresi reseptor integrin pada sel epidermis memungkinkan
untuk
berinteraksi dengan berbagai protein matriks ekstraseluler
(fibronektin dan
vitronektin) yang akan berselang seling dengan kolagen stromal
tipe-1 pada tepi luka
dan menjalin dengan jendalan fibrin pada ruang luka. Migrasi
epidermis akan
memotong luka, memisahkan dan mengeringkan keropeng dari
jaringan hidup.
Degradasi matriks ekstraseluler, yang dibutuhkan jika sel
epidermis bermigrasi
antara kolagen dermis dan fibrin keropeng tergantung pada
produksi kolagenase
oleh sel epidermis sebagaimana aktivasi plasmin oleh aktivator
plasminogen yang
diproduksi oleh sel epidermis. Aktivator epidermis juga
mengaktifkan kolagenase
(matriks metalloproteinase-1) dan memfasilitasi degradasi
kolagen dan protein
matriks ekstraseluler. Satu sampai dua hari setelah luka, sel
epidermis tepi luka
mulai berproliferasi. Stimulus migrasi dan proliferasi sel
epidermis selama
reepitelialisasi mungkin berkaitan dengan tidak adanya sel
tetangga pada tepi luka
(the free edge effect) yang memberi sinyal untuk bermigrasi dan
berproliferasi.
Keluarnya growth factor lokal dan meningkatnya ekspresi reseptor
growth factor
kemungkinan juga akan menstimulasi proses ini. Menyebabkan
persaingan termasuk
epidermal growth factor, transforming growth factor dan
keratinocyte growth factor.
Seperti reepitelialisasi yang terjadi , protein membran basalis
muncul kembali dengan
rangkaian yang urut dari tepi luka kearah dalam. Sel-sel
epidermis kembali ke fenotipenya,
sekali lagi berada pada membrana basalis dan dermis.
-
Universitas Gadjah Mada 10
Formasi jarinqan granulasi
Stroma baru kemudian sering disebut sebagai jaringan granulasi,
dimulai
dengan masuk ke ruang luka kira-kira 5 hari setelah luka.
Berbagai kapiler
mendukung stroma baru dalam ujud jaringan granuler. Makrofag,
fibroblas dan
pembuluh darah bergerak ke ruang luka dalam waktu yang sama.
Makrofag menjadi
sumber grwoth factor yang perlu untuk stimulasi fibroplasia dan
angiogenesis.
Fibroblas menghasilkan matriks ekstraseluler baru yang perlu
untuk mendukung
pertumbuhan kedalam, dan pembuluh darah untuk mengangkut oksigen
dan nutrisi
yang diperlukan untuk mendukung metabolisme sel. Growth factor,
kususnya PDGF
dan TGF 1, bersama-sama dengan molekui matriks ekstraseluler
memacu fibroblas
dari jaringan sekitar luka untuk berproliferasi, mengekspresikan
reseptor integrin
yang sesuai dan berpindah kedalam ruang luka. Sebaliknya, PDGF
mempercepat
kesembuhan luka pada kondisi radang kronis dan ulcer diabetes,
sementara fibroblas
growth factor digunakan untuk menanggulangi gangguan kronis.
Struktur molekul yang baru dibentuk matriks ekstraseluler
membentuk jaringan
granulasi yang berupa tangga-tangga atau pipa-pipa untuk migrasi
sel. Molekul
tersebut termasuk fibrin, fibronektin dan asam hialuronat.
Kenyataannya munculnya
fibronektin dan reseptor integrin yang sesuai akan mengikat
fibronektin, fibrin atau
keduanya. Fibroblas bertanggung jawab untuk sintesis, deposisi
dan remodelling
matriks ekstraseluler. Sel bergerak ke dalam jendalan darah atau
melintasi fibrin atau
anyaman matriks ekstraseluler mungkin membutuhkan sistem
proteolitik aktif yang
dapat memecah jalan untuk migrasi sel. Berbagai enzym derivat
fibroblas sebagai
tambahan serum derivat plasmin juga merupakan kandidat yang
berpotensi pada jalan
ini, termasuk aktivator plasminogen, kolagenase, gelatinase A
dan stromelysin.
Setelah bermigrasi kedalam luka, fibroblas memulai sintesis
matriks ekstraseluler.
Sedikit demi sedikit posisi matriks ekstraseluler diganti oleh
matriks kolagen, kemungkinan
sebagai hasil aksi TGF 1. Fibroblas kemudian berhenti
memproduksi kolagen, dan
fibroblas yang kaya jaringan granulasi ditempatkan oleh keropeng
yaitu sel yang relatif
tanpa inti. Sel pada luka kemudian mengalami apoptosis yang
dipacu oleh sinyal yang
tidak diketahui asalnya.
Neovaskularisasi
Formasi pembuluh darah baru sangat perlu untuk mendukung
jaringan
granulasi yang baru. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks
berkaitan
dengan matriks ekstraseluler pada luka seperti halnya migrasi
dan stimulasi mitogenik
sel endothel. lnduksi angiogenesis pada awalnya dilengkapi
dengan fibroblas growth
-
Universitas Gadjah Mada 11
factor asam atau basa. Selanjutnya beberapa molekul akan
ditemukan pada aktivitas
angiogenesis tersebut. Urutan kejadian angiogenesis adalah
sebagai berikut : Luka
yang terjadi menyebabkan destruksi jaringan dan hipoksia. Faktor
angiogenesis
seperti asam dan basa fibroblast growth factor selanjutnya
dikeluarkan oleh makrofag
setelah sel rusak, dan produksi VEGF oleh sel epidermis yang
distimulasi kondisi
hipoksia. Enzim proteolitik kemudian dikeluarkan kedalam
jaringan konektif dari
protein matriks ekstraseluler terdegradasi. Fragmen dari protein
ini akan menarik
monosit darah perifer ke tepi luka. Ketika monosit menjadi
makrofag aktif, makrofag
akan mengeluarkan faktor angiogenesis. Makrofag-faktor
angiogenesis menstimulasi
sel endotel untuk mengeluarkan aktivator plasminogen dan
prokolagenase. Aktivator
plasminogen mengubah plasminogen menjadi plasmin, sedangkan
prokolagenase
menjadi kolagenase aktif. Masing-masing protease kemudian
bergerak ke membrana
basalis, fragmentasi membrana basalis memungkinkan sel endotel
distimulasi oleh
faktor angiogenesis untuk berpindah dan membentuk pembuluh darah
baru. Luka diisi
oleh jaringan granulasi baru, angiogenesis berhenti dan beberapa
pembuluh darah
baru dihancurkan melalui proses apoptosis. Program kematian sel
kemungkinan
diatur melalui berbagai molekul matriks seperti
thrombospondins-1 dan 2, dan faktor
antiangiogenesis, seperti angiostatin, endostatin dan
angiopoietin 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka.
Meskipun secara alamiah kesembuhan luka berjalan dengan
sendirinya, banyak
faktor dapat mempengaruhi kesembuhan luka, sehingga mekanisme
yang seharusnya
terjadi menjadi terhambat, sehingga kesembuhan berjalan lambat
atau tidak terjadi
sama sekali. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses
kesembuhan luka antara
lain : (1) Faktor Umum : defisiensi protein, defisiensi vitamin
A, defisiensi asam
askorbat, defisiensi Zn, obesitas, faktor genetik, anemia,
leukopenia, hormon dan umur.
(2) faktor Lokal : Vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma,
durasi operasi, infeksi,
adanya benda asing, jahitan yang tidak baik serta suplai nervus
(Archibald, 1974).
-
Universitas Gadjah Mada 12
Gambar 6. Neovaskularisasi kulit babi (Singer dan Clarck,
1999)
-
Universitas Gadjah Mada 13
Pustaka Acuan
Archibald, J., 1974, Canine Surgery, 2 ed, 22-29.
Baratawidjaja, K.G., 2002, Imunologi Dasar, Edisi ke 5,Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta,314-325
Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and
Repair Synopsis, J. Phar. Res.,
Vol. 43, No. 5, 2001
Cotran, R.S., Kumar, V., and Robbins, S.L., 1994, Robbins
Pathologic basis of
Disease, 5 ed, WB. Saunders Company, Philadelphia, London,
toronto,
Montreal, Sydney, Tokyo,51-92.
NN, 2003, Inflammation, Tissue repair and Fever dalam
Connection.lww.com/go/porth, Chapter 9. halaman 150-167.
Romo III, T.,2001, Skin Wound Healing, JMS., sepetmber 10, 2001,
Department of
Otolaryngology, Division of Plastic Surgery and reconstructive
Surgery, New York
Eye and ear Infirmy,
Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing,
NEJM, Vol 341,
September 2, 1999, Number 10, pp. 738-746
Thomson, R.G., 1978, General Veterinary Pathology, W.B. Saunders
Company,
Phyladelphia, London, Toronto, 152-211.