TINJAUAN PUSTAKA
1. HORMON STEROID1.1 KELENJAR ADRENAL Kedua kelenjar adrenal,
yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di
kutub superior kedua ginjal.1 Kelenjar adrenal terdiri dari dua
lapis yaitu korteks dan medula adrenal. Korteks adrenal
menghasilkan banyak hormon steroid, dan yang paling penting adalah
kortison, aldosteron, dan androgen adrenal, sedangkan medula
adrenal menghasilkan katekolamin. Penyakit-penyakit kelenjar
adrenal yang menyebabkan endokrinopati seperti sindrom cushing,
penyakit addison, hiperaldosteronisme, dan sindrom hiperplasia
adrenal kongenital.21.1.1 Korteks adrenal Sel-sel korteks dapat
mensintesis kolesterol dan mengambilnya dari sirkulasi. Kolesterol
diubah menjadi 5-pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua
steroid.2,3 Steroid yang penting adalah:a. Kortisol
(hidrokortison)Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona
fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis (lapisan dalam)
korteks adrenal.1 Kortisol adalah salah satu jenis glukokortikoid
dengan aktivitas yang sangat kuat, mencakup kira-kira 95% dari
seluruh aktivitas glukokortikoid).2,4b. Dehidroepiandrosteron
(DHEA)Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah
yang sama dengan kortisol.1,5c. AldosteronMerupakan salah satu
jenis mineralokortikoid dengan aktivitas yang sangat kuat, mencakup
kira-kira 90% dari seluruh aktivitas mineralokortikoid.2 Disekresi
oleh zona glomerulosa (lapisan luar) yang juga memproduksi beberapa
jenis kortikosteroid lain dan sedikit testosteron dan
estrogen.1Zona dan steroidogenesisZona-zona korteks adrenal yang
terpisah mensintesis hormon spesifik, menunjukkan kemampuan
enzimatis setiap zona untuk mentransformasi dan hidrolisis steroid
tertentu. Zona luar (glomerulosa) mengandung enzim untuk
biosintesis aldosteron, dan zona dalam (fasikulata dan retikularis)
adalah tempat biosintesis kortisol dan androgen.2,3 Zona
glomerulosa yang menghasilkan aldosteron, apabila terjadi gangguan
aktivitas 17-hydroxylase maka tidak dapat mensintesis
17-hidroxipregnenolon dan 17-hidroksiprogesteron yang merupakan
prekursor kortisol dan androgen adrenal. Sintesis aldosteron oleh
zona ini terutama diatur oleh renin-angiotensi dan kalium. Zona
fasikulata dan retikularis menghasilkan kortisol, androgen adrenal,
dan sejumlah kecil estrogen. Zona-zona ini terutama diatur oleh
ACTH.21.1.2 Medula adrenalMerupakan 20% bagian kelenjar, terletak
di pusat kelenjar dan secara fungsional berkaitan dengan sistem
saraf simpatis, mensekresi hormon-hormon epinefrin dan norepinefrin
sebagai respon terhadap rangsangan simpatis. Selanjutnya,
hormon-hormon ini akan menyebabkan efek yang hampir sama dengan
perangsangan langsung pada saraf-saraf simpatis di seluruh bagian
tubuh.11.2 STEROID Steroid adrenal mengandung 19 dan 21 atom
karbon. Steroid C19 dengan satu gugus keton pada C117 dinamakan
17-ketosteron. Steroid C19 mempunyai aktivitas predominan
androgenik. Steroid C21 dengan gugus hidroksil pada posisi 17
dinamakan 17-hidroksikortikosteron. Steroid C21 mempunyai kandungan
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid adalah steroid
C21 yang bekerja predominan pada metabolisme intermediet, sedangkan
mineralokortikoid adalah steroid C21 yang bekerja predominan pada
metabolisme kalium dan natrium.2
Gambar 1.Biosintesis steroid dalam kelenjar adrenal.2Sekresi
kortisol diatur oleh tiga sistem yang bekerja serentak:21)
Pelepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan adanya
ritme diurnal sekresi kortisol sehingga terjadi kadar plasma
maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira setengah
maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsik ini diatur oleh otak yang
dicetuskan oleh cahaya melalui hipotalamus yang melepaskan
corticotropin releasing factor (CRF) dan ACTH dilepaskan
hipofisis.2) Melalui respon terhadap stres mental dan fisis, juga
melalui CRF dan ACTH. Respon berlangsung hanya beberapa menit dan
menghasilkan kortisol dan menyimpannya dalam jumlah yang mampu
meningkatkan kadar kortisol plasma sesuai kebutuhan. 3) Melalui
mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH oleh kortisol
(dan oleh glukokortikoid sintetik), sedangkan produk steroid lain
dari korteks adrenal tidak mempunyai efek ini. 2. SINDROM CUSHING
Insidens sindrom cushing ini adalah 1,2-2,4 per 1 juta penduduk dan
prevalensinya adalah sekitar 40 per 1 juta penduduk. Kortisol
plasma berlebihan (hiperkortisolisme) menyebabkan suatu gambaran
yang dikenal dengan sindrom Cushing.62.1 DEFINISI Cushing
melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan
(truncal obesity), hipertensi, mudah lelah, kelemahan, amenorea,
hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glikosuria,
osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini kemudian
dinamakan sindrom cushing.62.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASIKlasifikasi
sindrom cushing berdasarkan penyebab:Tabel 1. Klasifikasi Sindrom
Cushing Berdasarkan Penyebab
Penyebab Sindrom Cushing
Hiperplasia Adrenal Sekunder terhadap kelebihan ACTH hipofisis
Disfungsi hipotalamik hipofisa Mikro dan makroadenoma yang
menghasilkan ACTH hipofisis Sekunder terhadap tumor neuroendokrin
yang menghasilkan ACTH atau CRH (karsinoma bronkogenik, karsinoid
timus, karsinoma pankreas, adenoma bronkus)Hiperplasia Noduler
AdrenalNeoplasia Adrenal Adenoma KarsinomaPenyebab eksogen,
iatrogenik Penggunaan glukokortikoid jangka lama Penggunaan ACTH
jangka lama
Tanpa mempertimbangkan etiologi, semua kasus sindrom cushing
endogen disebabkan oleh peningkatan produksi kortisol oleh adrenal.
Pada kebanyakan kasus penyebabnya adalah hiperplasia adrenal
bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis atau produksi
ACTH oleh tumor non-endokrin.6,7 Individu yang mempunyai tumor
hipofisis yang menghasilkan ACTH dipastikan sebagai penyakit
Cushing, tanpa mempertimbangkan apakah tumor dikenali secara
radiografi.6Tumor non-endokrin bisa mensekresi polipeptida yang
secara biologik, kimiawi, dan imunologik tak dapat dibedakan dari
ACTH dan CRH dan menyebabkan hiperplasia adrenal bilateral.
Tanda-tanda dan simtom khas dari sindrom cushing tidak bisa
dijumpai atau minimal dengan produksi ACTH ektopik, alkalosis
hipokalemik merupakan manifestasi yang predominan. Kebanyakan dari
kasus ini berkaitan dengan primitive small cell (oat cell) tipe
dari karsinoma bronkogenik atau tumor timus, pankreas, ovarium,
karsinoma medula tiroid, atau adenoma bronkus. Pasien dengan tumor
karsinoid atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang
lebih lama dan biasanya menunjukan gambaran cushingoid tipikal.
Tumor-tumor ini bisa memproduksi ACTH dalam jumlah besar, steroid
biasanya jelas meningkat, dan bisa dijumpai pigmentasi kulit.
Hiperpigmentasi pada pasien dengan sindrom cushing hampir selalu
menunjukkan tumor ekstra adrenal baik diluar atau didalam
kranium.6,7,82.2 PATOFISIOLOGISindrom cushing endogen adalah
kondisi klinis yang terjadi akibat peningkatan sekresi endogen
kortisol jangka panjang sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol
bebas di dalam plasma, ditandai dengan hilangnya mekanisme umpan
balik normal aksis hipotalamo-pituitari-adrenal dan irama sikardian
sekresi kortisol. Kondisi lainnya dimana juga terjadi peningkatan
kadar kortisol bebas di dalam plasma tanpa disertai Cushingoid
state, seperti pada perawatan ICU jangka lama, tidak dikelompokkan
pada sindrom Cushing.7 Hubungan antara peningkatan kadar
glukokortikoid dengan hipertensi sangat kompleks dan masih belum
dimengerti sepenuhnya. Mekanismenya meliputi peningkatan
angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati, pengaturan sistem
sentral fungsi barorefleks, tonus simpatis, inhibisi vasodilator
dan peningkatan sistem vasokonstriktor pada jaringan pembuluh
darah, peningkatan reaktivasi pembuluh darah oleh glukokortikoid
terhadap norepinefrin, pengaruh sodium dan volume homeostasis, dan
peningkatan aktivitas local endothelial growth factor. Enzim 11
-hydroxysteroid dehydrogenase-1 yang mengaktifkan kortisol dari
bentuk 11-keto menyebabkan terjadinya obesitas viseral dengan
resistensi insulin dan dislipidemia.8 Dari pengamatan yang
dilakukan disimpulkan bahwa penyakit ataupun sindrom cushing pada
umumnya disertai dengan depresi berat dan ansietas seiring dengan
peningkatan produksi dan sekresi glukokortikoid seperti kortisol.
Peningkatan sekresi kortisol ini diperkirakan memainkan peranan
penting dalam patofisiologi terjadinya depresi pada pasien
cushing.8Efek glukokortikoid pada metabolisme lipid adalah
kompleks. Kortisol meningkatkan lipolisis seluruh tubuh, tetapi
hiperkortisolemia kronik menyebabkan peningkatan massa lemak.
Glukokortikoid menginduksi aktivitas hormon sensitif lipase dalam
jaringan adiposa, meningkatkan hidrolisis trigliserida di dalam
jaringan adiposa. Hiperkortisolemia menstimulasi aktivitas
lipoprotein lipase yang kemudian berpotensi menyebabkan
hiperinsulinemia, menyebabkan terjadinya lipolisis intravaskular,
dan meningkatkan ambilan asam lemak tidak jenuh dan gliserol dari
jaringan adiposa. Telah diperlihatkan bahwa glukokortikoid
menghambat aktivitas protein kinase yang diaktivasi oleh AMP dalam
jaringan adiposa, diperkirakan merupakan mekanisme tambahan untuk
menjelaskan terjadinya deposisi jaringan lemak viseral dan obesitas
sentral pada pasien hiperkortisolemia.92.3 GEJALA DAN TANDABanyak
tanda dan gejala sindrom cushing yang menyertai kerja
glukokortikoid. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer
menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan, osteoporosis, striae
kulit, dan mudah berdarah bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis
hati dan resistensi insulin menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Diabetes melitus klinis dijumpai pada 20% pasien yang mungkin
bersifat individu dengan predisposisi diabetes. Hiperkortisolisme
mendorong penumpukan jaringan adiposa pada tempat-tempat tertentu
khususnya di wajah bagian atas (moon face), daerah antara kedua
tulang belikat (buffalo hump) dan mesenterik (obesitas badan).
Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini belum
diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan atau
peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik tanpa disertai
dengan peningkatan kadar sel darah merah. Hipertensi sering
terjadi, dan bisa dijumpai perubahan emosional, mudah tersinggung
dan emosi labil sampai depresi berat, bingung, atau psikosis. Pada
wanita, peningkatan kadar androgen adrenal dapat menyebabkan
timbulnya jerawat, hirsutisme, dan oligomenore atau amenorea.
Beberapa tanda dan simtom pada pasien hiperkortosolisme yaitu
obesitas, hipertensi, diabetes, dan osteoporosis adalah
non-spesifik dan karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis
hiperkortisolisme. Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae
yang khas, miopati dan virilisasi (meskipun kurang sering) adalah
lebih sugestif sindrom cushing.6Tanda yang membedakan pasien
sindrom cushing dengan pseudo-cushing adalah ditemuinya miopati
proksimal, mudah terjadinya lebam, dan kelemahan. Sementara buffalo
hump, obesitas, hirsutisme sulit digunakan untuk membedakannya.7,8
Masalah yang terkait dengan sindrom cushing, seperti diabetes
melitus dan hipertensi dapat menjadi alasan utama pasien mencari
pertolongan medis.7,9 Kecuali pada sindrom cushing iatrogenik,
kadar kortisol plasma dan urine meningkat. Kadang-kadang
hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik dijumpai,
terutama dengan produksi ACTH ektopik.6,102.4 DIAGNOSIS Problem
diagnostik adalah membedakan pasien dengan sindrom cushing ringan
dari hiperkortisolisme fisiologis ringan atau pseudo-Cushing.
Termasuk didalamnya fase depresi gangguan afektif, alkoholisme,
penghentian dari intoksikasi alkohol, atau gangguan makan seperti
anoreksia dan bulimia nervosa.6,11 Untuk skrining awal dilakukan
tes supresi deksametason tengah malam. Diagnosis definif ditetapkan
bila gagal menurunkan kortisol urin menuju ke 7,5 mg per hari,
tetapi kurang atau sama dengan 30 mg prednison atau setara
perhari.19 Menurut Balo. 2013, metilprednisolon adalah salah satu
glukokortikoid yang poten dengan salah satu efek samping adalah
terjadinya supresi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sindrom
cushing pada pemberian dosis lebih dari 20 mg prednison atau setara
dengan 16 mg metilprednisolon per hari selama lebih dari 3
minggu.26Diagnosis differensial yang dikirkan pada pasien ini
adalah Pseudo-Cushingoid state. Pseudo-Cushingoid state difikirkan
karena adanya gejala depresi pada pasien serta tidak begitu
jelasnya tanda-tanda Cushing yang dapat menegaskan adanya suatu
sindrom cushing. Menurut Price, et.al.1998, adanya miopati
proksimal, easy bruising, dan fragilitas kulit adalah tanda utama
yang dapat membedakan kedua kondisi ini. Psedu-Cushing state
didefinisikan sebagai suatu kondisi klinis yang menyerupai sindrom
cushing disertai bukti hiperkortisolisme, tetapi mengalami
perbaikan dengan teratasinya kondisi yang mendasarinya. Pada pasien
depresi yang disertai dengan gejala cushing, memiliki respon yang
baik pada pemeriksaan insulin-induced hypoglicemia.7 Dengan
penelusuran lebih lanjut, disimpulkan bahwa pasien ini belum
mengalami depresi, melainkan hanya merupakan perubahan mood yang
wajar. Pasien ini mengalami gangguan cemas dan perubahan mood
terkait dengan sindrom cushing yang sudah dideritanya sebelumnya.
Hormon kortisol ini berhubungan dengan sindrom depresi, dan
pasivitas.23 Starkman, et.al. 2000, menyatakan bahwa mood depresi
pada tiga perempat pasien yang diteliti. Amin biogenik telah
berperanan dalam regulasi hipotalamus terhadap pelepasan hormon
dari hipofisis anterior, termasuk ACTH. Ada banyak literatur yang
menyatakan hubungan antara amin biogenik ini dengan depresi.
Setidaknya, beberapa kejadian depresi ini juga berhubungan dengan
defisiensi relatif atau absolut dari katekolamin, norepinefrin
tertentu, khususnya reseptor adrenergik di otak. Selain itu, adanya
peptida neuroaktif mungkin merupakan hal yang sangat penting. Satu
contoh peptida adalah -endorfin, berasal dari prekursor yang sama
dengan ACTH di hipofisis anterior. -endorfin dan ACTH disekresikan
secara bersamaan dalam jumlah yang meningkat sebagai respon
terhadap stimulus ACTH. Kadar -endorfin ditemukan meningkat pada
pasien dengan sindrom cushing. Peranannya dalam penyakit psikiatrik
belum dimengerti sepenuhnya. Walaupun pada studi sebelumnya
melaporkan adanya gejala psikiatrik pada pasien yang diberikan
-endorfin atau antaginis opiat.24 Atrofi otak dan perubahan pada
hipokampus yang disebabkan oleh peningkatan sekresi kortisol
diperkirakan memainkan peranan penting dalam hal terjadinya gejala
psikiatrik pada pasien. Mekanisme pasti yang diinduksi oleh
glukokortikoid ini pada hipokampus adalah berkurangnya
volumenya.25Efek fisiologi glukokortikoid termasuk pengaturan
metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat.
Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah dengan bekerja
sebagai antagonis insulin dan dengan menekan sekresi insulin.
Dengan demikian, menghambat ambilan glukosa perifer, meningkatkan
glukoneogenesis dan meningkatkan kandungan glikogen hati. Hal ini
adalah faktor yang menyebabkan terjadinya glucose intolerance pada
pasien ini yang berujung pada diabetes mellitus. Glukokortikoid
mengatur mobilisasi asam lemak dengan meningkatkan aktivitas lipase
sel oleh lipid mobilizing hormone (misal: katekolamin dan peptida
hipofisa). Kerja kortisol pada protein dan jaringan adiposa berbeda
pada bagian tubuh berbeda. Contoh, dosis farmakologik kortisol
dapat menurunkan matriks protein pada kolumna vertebralis (tulang
trabekula), tetapi pada tulang panjang (terutama tulang padat)
dipengaruhi hanya sedikit; hal yang sama, massa jaringan adiposa
menurun, sedangkan lemak abdomen dan interscapular
bertambah.6Pasien ini mengalami leukositosis dengan neutrofilia
serta limfopenia relatif. Leukositosis neutrofilik dan limfopenia
relatif berhubungan dengan sindrom cushing ini. Reseptor
glukokortikoid diekspresikan pada leukosit dan diketahui memainkan
peranan penting pada adesi dan rekrutment leukosit dari sumsum
tulang. Menurut Iraqi, et.al, 2014, pasien cushing dengan
leukositosis adalah sekitar 40% kasus. Sebagian besar kasus akan
mengalami remisi seiring dengan penurunan kadar glukokortikoid
dalam darah.27 Insiden terjadinya limfopenia relatif pada pasien
cushing adalah sangat jarang yaitu sekitar 19,4 10,8%.28Penyebab
neoplasia adrenal pada pasien ini belum bisa disingkirkan.
Kira-kira 20-25% pasien dengan sindrom cushing menderita neoplasia
adrenal. Tumor ini biasanya unilateral dan kira-kira setengahnya
adalah ganas (maligna). Dua bentuk spesifik menyebabkan hiperplasia
nodular: penyakit autoimun familial pada anak-anak atau dewasa muda
(disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan
hipersensitifitas terhadap gastric inhibitory polypeptide.6 Oleh
karena itu, pada pasieni ini masih bisa difikirkan untuk dilakukan
pemeriksaan radiologis lanjutan yaitu CT Scan adrenal. Insufisiensi
adrenal dapat terjadi pada pasien ini akibat penggunaan
kortikosteroid. Melalui mekanisme umpan balik negatif, cushing
iatrogenik dapat menyebabkan supresi adrenal dengan kadar kortisol
endogen yang rendah. Supresi adrenal tergantung pada potensi,
dosis, rute, durasi menggunakan preparat steroid. Adrenal
insufisiensi dapat diantisipasi dengan pemberian prednisol 7,5
mg/hari selama lebih dari 3 minggu. Diagnosis dibuat berdasarkan
konsentrasi kortisol dalam sirkulasi yang rendah yang gagal
mengalami peningkatan saat dilakukan tes ACTH. Pasien dengan putus
obat kortikosteroid seringkali mengalami gejala kelemahan, sulit
tidur, nyeri-nyeri sendi berisiko mengalami krisis adrenal.31,
32Diagnosis systemic lupus erythematosus (SLE) pada pasien ini
belum bisa dipastikan karena tidak adanya data laboratorium yang
dapat menjadi dasar diagnostik pada pasien ini. Terhadap pasien ini
dilakukan pemeriksaan ANA (antibodi antinuklear), dan anti ds-DNA
yang merupakan antibodi terhadap native DNA. ANA yang positif
ditemukan pada 98% pasien, ini adalah tes yang sensitif untuk
skrining. Titer yang tinggi dari anti ds-DNA spesifik untuk SLE,
tetapi juga memiliki korelasi dengan aktivitas penyakit,
vaskulitis, dan nefritis.20 Diagnosis banding yang difikirkan pada
pasien ini adalah artritis rheumatoid (AR) dengan skor ACR-EULAR
2010 adalah 5. Hal ini difikirkan sebagai diagnosis banding karena
adanya nyeri-nyeri sendi kecil yang terjadi secara simetris pada
pasien ini, walaupun karakteristik nyeri sendinya tidak begitu khas
untuk AR. Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa Anti-CCP
apabila tidak terbukti adanya SLE pada pasien ini.29 Diagnosis
banding lainnya dari SLE ini juga difikirkan adanya polimiositis
dengan gejala adanya kelemahan, yang berhubungan dengan artralgia,
mialgia. Untuk diagnosis pasti polimiositis ini perlu dilakukan
pemeriksaan enzim otot yang mengalami peningkatan. Antibodi
spesifik anti-Jo-1 dapat membantu membedakan polimiositis dengan
SLE.30Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dilakukan
tappering off metilprednisolon yang diturunkan 4 mg per 2 minggu.
Tujuan terapi adalah menormalisasi kadar kortisol serum. Pada
pasien juga perlu diwaspai terjadinya insufisiensi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA1. Guyton, Arthur C. Hormon Adrenokortikal dalam:
Fisiologi Kedokteran. 2006. Jakarta: EGC. Hal. 1203-901. Piliang,
Syafril, Chairul Bahri. Hormon Steroid dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: FKUI. Hal. 1995-20001. Brandt, Mark.
Steroid Hormone Biosynthesis. 2003. P.1-61. BioHealth Diagnostics.
Steroidal Hormone Principal Pathways. San Diego: Canon St. 20041.
Craigie, Eilidh, John J. Mullin, Matthew A. Bailiy. Glucocorticoids
and Mineralocorticoids. Weinhem: Verlag. 2008. P.1-371. Piliang,
Syafril, Chairul Bahri. Hiperkortisolisme dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: FKUI. Hal. 2001-41. Price, John
Newell, Peter Trainer, Michael Besser, Ashley Grossman. The
Diagnosis and Differential Diagnosis of Cushings Syndrome and
Pseudo-Cushings States. 1998. London: St. Bartholomews Hospital.
P.647-651. Singer, Eugenia, Sebastian Strohm, Ursula Gobel, Markus
Bieringer, Dierk Schmidt, Wolfgang Schneider. Cushings Disease,
Hypertension, and Other Sequels. 2015. Germany: HELIOS. P.1001-51.
Greenman, Yona. Management of Dyslipidemia in Cushings Syndrome.
Israil: Tel-Aviv-Sourasky Medical Centre. 2010. P.91-951. Sharma,
S.T, L.K Nieman, R.A Feelders. Comorbidities in Cushings disease.
Netherlands: CE Rotterdam. 2015. P.187-921. Patient Information.
Cushings Syndrome And Cushings Disease. 2013 Update1. The Endocrine
Societys Clinical Guideline. The Diagnosis of Cushings Syndrome: An
Endocrine Society Clinical Practice Guideline. P.5-211. Terzolo, M,
A.Pia, G.Reimondo. Subclinical Cushings syndrome: definition and
management. Italy: San Luigi. 2011. P.12-61. Prevedello, Daniel M,
Sue M.Challinor, Nestor D.Tomycz, Paul Gardner, Ricardo L.Carrau,
Carl Snyderman, et.al. Diagnosing, Managing Cushings Disease: A
Multidisciplinary Overview. Pittsburgh: Syndermann. 2009. P.19-231.
Iwasaki, Kiroaki. Reversible alterations in cardiac morphology and
functions in a patient with cushings syndrome. 2014. Japan: Toshiba
Ronkan Hospital1. Salles, Gil, Claudia Cardoso, Arnando R.Nogueira,
Katia Bloch, Elizabeth Muxfeldt. Importance of the
electrocardiographic strain pattern in patients with resistant
hypertension. 2006. Brasil: Federal University of Rioi de Janeiro.
P.437-411. Feelders, Richard A, and Leo J. Hofland. Medical
Treatment of Cushings Disease. Netherlands: Erasmus Medical Centre.
2013. P.425-351. Karnath, Bernard, and Olugbenga Babatunde Ojo.
Cushings Syndrome. Texas: Hospital Physician. 2008. P.25-91.
Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Rekomendasi
Pehimpunan Reumatologi Indonesia 20111. Menachem, Erez. Systemic
Lupus Erythematosus. Israel: Sheba Medical Centre. 2010. P.665-721.
Tsokos, George. Systemic Lupus Erythematosus. Israel: Deaconnes
Medical Centre. 2011. P.2110-211. Mok CC, C S Lau. Pathogenesis of
systemic lupus erythematosus. Hongkong: Koon Road. 2003. P.481-81.
Boyle, Robert. The Anatomy and Physiology of The Human Stress
Response. New York: Springer. 2013. P.1-171. Starkman, Monica,
David E. Schteingart, Anthony Schork. Depressed Mood and Other
Pscyhiatric Manifestations of Cushings Syndrome: Relationship to
Hormone Levels. America: Elsevier. 1981. P.1-81. YF, Chen, Li YF,
Chen Y, Sun QF. Neuropsychiatric disorders and cognitive
dysfunction in patients with cushings disease. England Journal.
20131. Balo, Timea. Cushings Syndrome. 3rd Dept of Internal
Medicine. 20131. Iraqi, Masri, Robenshtok E, Tzvetov G, Manistersky
Y, Shimon I. Elevated White Blood Cell Count in Cushings Disease.
Pubmed. 20141. T, Okamoto, Obara T, Ito Y, Izuo M, Yamashita T,
Kanaji Y, et.al. Relative Lymphopenia in Cushings Syndrome. Japan:
Pubmed. 19931. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. 20141. Jaw Ji, Tsai.
SLE: Differential diagnosis with other connective tissue diseases.
Section of Allergy and clinical Immunology Cathay General Hospital.
20041. Stewart, P. Iatrogenic Adrenal Suppression: diagnosis and
management. UK: Harrogate. 20091. Emmelweis Egyetem, Altalnos
Orvostudomnyi Kar, II. Belgygyszati Klinika, Budapest. Treatment of
iatrogenic Cushing syndrome: questions of glucocorticoid
withdrawal. Hungary: Pubmed. 2007