8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis, yang pertama yaitu jurnal Fakultas Hukum Universitas Mulawarman volume 3 nomor 4 yang dibuat oleh Agustina dengan judul ”Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Terhadap Pengawasan Hewan Ternak di Tempat Umum atau Fasilitas Umum (Ditinjau Berdarsarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Ketertiban)”. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian di kantor Satpol PP Kabupaten Malinau. Permasalahan yang terjadi dari penelitian ini adalah banyaknya hewan ternak yang berada di fasilitas atau tempat umum akibat kurangnya pengawasan dari pemilik hewan ternak, maka dibutuhkannya peran Satpol PP dalam menertibkan serta mengawasi hewan ternak yang menuju ke tempat umum. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa peran Satpol PP dalam mengawasi hewan ternak tersebut adalah dengan melakukan tindakan preventif (pembinaan) terhadap masyarakat yang memiliki hewan ternak dan melakukan tindakan represif (penertiban) terhadap hewan ternak yang meresahkan masyarakat lainnya. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah terletak pada penjelasan bagaimana peran maupun tugas Satpol PP dalam menertibkan ketertiban umum, yaitu melakukan tindakan pengawasan dan
27
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis, yang
pertama yaitu jurnal Fakultas Hukum Universitas Mulawarman volume 3 nomor 4
yang dibuat oleh Agustina dengan judul ”Peranan Satuan Polisi Pamong Praja
Terhadap Pengawasan Hewan Ternak di Tempat Umum atau Fasilitas Umum
(Ditinjau Berdarsarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10
Tahun 2002 Tentang Ketertiban)”. Dalam penelitiannya penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian di kantor Satpol PP
Kabupaten Malinau. Permasalahan yang terjadi dari penelitian ini adalah
banyaknya hewan ternak yang berada di fasilitas atau tempat umum akibat
kurangnya pengawasan dari pemilik hewan ternak, maka dibutuhkannya peran
Satpol PP dalam menertibkan serta mengawasi hewan ternak yang menuju ke
tempat umum. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa peran Satpol PP dalam
mengawasi hewan ternak tersebut adalah dengan melakukan tindakan preventif
(pembinaan) terhadap masyarakat yang memiliki hewan ternak dan melakukan
tindakan represif (penertiban) terhadap hewan ternak yang meresahkan
masyarakat lainnya. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis
adalah terletak pada penjelasan bagaimana peran maupun tugas Satpol PP dalam
menertibkan ketertiban umum, yaitu melakukan tindakan pengawasan dan
9
penertiban, sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang akan ditertibkan
tersebut, dimana pada penelitian sebelumnya Satpol PP melakukan penertiban
terhadap hewan ternak di Kabupaten Malinau sedangkan penelitian penulis Satpol
PP melakukan penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima di Kota Denpasar.
Penelitian terdahulu yang kedua ialah Jurnal Kementrian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia volume 3 nomor 2 yang dibuat oleh Oki
Wahju Budijanto dengan judul “Evaluasi Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong
Praja Dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Masyarakat”. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan
lokasi penelitian meliputi empat provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara (Kota
Kendari), Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram), Provinsi Kalimantan
Selatan (Kota Banjarmasin) dan Provinsi Jawa Timur (Kota Surabaya).
Permasalahan dari penelitian ini adalah peneliti ingin mengevaluasi bagaimana
pemahaman Satpol PP tentang hak asasi manusia. Hasil dari penelitian ini adalah
pemahaman Satpol PP tentang HAM masih kurang sehingga masih sering
terjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP.
Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah sama-sama
menjelaskan peran dari Satpol PP, sedangkan yang menjadi perbedaan adalah
terletak pada objek penelitian dimana pada penelitian sebelumnya meneliti tentang
evaluasi peran Satpol PP terhadap pemahaman Hak Asasi Manusia sedangkan
penelitian penulis meneliti tentang peran Satpol PP dalam menertibkan Pedagang
Kaki Lima.
10
Penelitian terdahulu yang ketiga ialah skripsi dari Mitha Miftahul Hikmiyah
mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang pada tahun 2012 dengan
judul “Peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Dalam Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 Tentan Perizinan Penyelenggaraan
Hiburan di Kota Cilegon” Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian dikantor Satuan polisi pamong praja
kota Cilegon. Masalah dari penelitian ini adalah bagaimana peran Satpol PP
dalam implementasi peraturan daerah nomor 2 tahun 2003 tentang perizinan
penyelenggaraan hiburan di kota Cilegon. Hasil dari penelitian ini menjelaskan
bahwa peran dari Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah
tersebut belum optimal. Hal ini dikarenakan sumberdaya yang dimiliki Satpol PP
belum optimal, komunikasi pemerintah yang belum berjalan lancar, dan lemahnya
pengawasan Satpol PP mengenai perda hiburan serta dilakukannya revisi atas
perda nomor 2 tahun 2003. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan penulis adalah terletak pada penjelasan tentang bagaimana peran dari
Satuan Polisi Pamong Praja. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek
penelitiannya, dimana pada penelitian ini meneliti peran Satpol PP dalam
implementasi peraturan daerah nomor 2 tahun 2003 di Kota Cilegon sedangkan
penelitian penulis meneliti peran dari Satpol PP dalam menertibkan pedagang kaki
lima di Kota Denpasar.
Penelitian terdahulu lainnya adalah jurnal Ilmu Komunikasi volume 3 nomor 1
Universitas Mulawarman yang dibuat oleh Lidya Monalisa Francisca dengan
judul “Peran Satpol PP dalam melakukan komunikasi interpersonal untuk
11
penertiban pedagang kaki lima (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada Kota
Samarinda)”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
studi kasus adalah PKL di Jalan Gajah Mada Kota Samarinda. Permasalahan pada
penelitian ini adalah bagaimana komunikasi interpersonal dari Satpol PP Kota
Samarinda dalam menertibkan PKL di Kota Samarinda. Hasil dari penelitian ini
adalah dalam melakukan komunikasi interpersonal terhadap PKL di Jalan Gaja
Mada Kota Samarinda satpol PP masih kurang baik. Hal ini ditunjukan oleh
pernyataan sebagian PKL yang menyatakan sikap Satpol PP masih cenderung
kasar dalam melakukan penertiban. Kesamaan penelitian ini terhadap penelitian
penulis adalah terletak ada objek penelitian yaitu pedagang kaki lima, sedangkan
perbendaanya ialah dimana pada penelitian ini lebih menekankan pada
komunikasi interpersonal sedangkan penelitian penulis lebih menekankan pada
peran dari Satpol PP dalam menertibkan PKL di Kota Denpasar.
Penelitian yang dilakukan penulis tidak jauh berbeda dengan beberapa
penelitian sebelumnya, penulis akan meneliti tentang Peran Satuan Polisi Pamong
Praja Dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima di Kota Denpasar Tahun 2014
dengan menggunakan metode penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif.
2.2 Kerangka Konseptual
2.2.1 Peran
Perilaku individu dalam kesehariannya hidup bermasyarakat berhubungan erat
dengan peran. Sebuah peran harus dijalankan sesuai dengan norma-norma yang
12
berlaku juga di masyarakat. Seorang individu akan terlihat status sosialnya hanya
dari peran yang dijalankan dalam kesehariannya.
Istilah peran dalam Kamus Bahasa Indonesia Millenium penerbit Karina
Surabaya (KBI 2002: 434) mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang
lawak pada permainan ma’yung, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan di masyarakat, sedangkan Friedman, M (1998 : 286)
mengemukakan peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada
seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun
secara informal.
Adapun menurut Soerjono Soekanto (2002:243), peran merupakan aspek
dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran yang ideal, dapat
diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan
tersebut. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian
perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka disimpulkan peran merupakan
perilaku dari seseorang atau individu yang menjalankan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukan social atau posisi social yang diberikan baik secara
formal maupun informal agar memenuhi harapan orang itu sendiri maupun
harapan orang lain.
13
2.2.2 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
1. Defenisi Satuan Polisi Pamong Praja
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam Bab I (1) tentang ketentuan umum
disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP,
adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan daerah (Perda) dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Polisi Pamong
Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam
penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat, dimana ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu
keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.
Defenisi ini juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia nomor 40 tahun 2011 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Satuan
Polisi Pamong Praja.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010,
Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di setiap
provinsi dan kabupaten atau kota dibentuk Satpol PP. Pembentukan organisasi
Satpol PP berpedoman pada Peraturan Pemerintah tersebut.
2. Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja, pada bab II (2) disebutkan Satpol PP mempunyai tugas
14
menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut
Satpol PP juga mempunyai beberapa fungsi, diantaranya :
a) Program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat
b) Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah
c) Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat di daerah
d) Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat
e) Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan
Kepolisian
f) Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau
aparatur lainnya
g) Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi
dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah
h) Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP
Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong
Praja, dalam Bab III (3) menjelaskan tentang wewenang, hak dan kewajiban
Satpol PP yang diatur dalam tiga pasal. Pasal 6 menjelaskan wewenang dari
Satpol PP, diantaranya :
15
a) Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan atau
peraturan kepala daerah
b) Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
c) Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat
d) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan atau
peraturan kepala daerah
e) Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda atau
peraturan kepala daerah.
Selanjutnya hak dari Satpol PP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 6
tahun 2010, pada bab III (3) pasal 7, yaitu :
a) Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana serta fasilitas lain
sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah.
Selain hak Satpol PP juga memiliki kewajiban yang harus ditaati, kewajiban dari
Satpol PP diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010, pada bab III
(3) pasal 8, yaitu :
16
a) Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan
norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat
b) Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja
c) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d) Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya
atau patut diduga adanya tindak pidana
e) Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas
ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau
peraturan kepala daerah.
4. Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.6 tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja dan berdarsarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia no.40 tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan
Tata Kerja Satpol PP, susunan organisasi Satpol PP dibedakan menjadi Satpol PP
provinsi dan Satpol PP kabupaten atau kota. Susunan organisasi Satpol PP
provinsi terdiri atas :
a. Kepala Satuan
b. Sekretariat, terdiri atas :
Subbagian Program
Subbagian Keuangan
Subbagian Umum dan Kepegawaian
17
c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas :
Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan
Seksi Penyelidikan dan Penyidikan
d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas :
Seksi Operasi dan Pengendalian
Seksi Kerjasama
e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas :
Seksi Pelatihan Dasar
Seksi Teknis Fungsional
f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas :
Seksi Satuan Linmas
Seksi Bina Potensi Masyarakat
g. Kelompok Jabatan Fungsional
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah no.6 Tahun 2010 pada bab IV
(4) tentang organisasi, menjelaskan susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau
kota dibagi atas tipe A dan tipe B. Besaran organisasi Satpol PP kabupaten ata
kota tipe A dan tipe B ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi
perangkat daerah. Satpol PP kabupaten atau kota tipe A apabila variabel besaran
organisasi perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60
(enampuluh), sedangkan Satpol PP kabupaten atau kota Tipe B apabila variabel
besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enampuluh).
Selain dibedakan berdarsarkan variable besaran dari organisasi tersebut, Satpol PP
18
di tingkat kabupaten atau kota yang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi atau
penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai Satpol PP Tipe A.
Susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau kota tipe A terdiri atas :
a. Kepala Satuan
b. Sekretariat, terdiri atas :
Subbagian Program
Subbagian Keuangan
Subbagian Keuangan dan Kepegawaian
c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas :
Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan
Seksi Penyelidikan dan Penyidikan
d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas :
Seksi Operasi dan Pengendalian
Seksi Kerjasama
e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:
Seksi Pelatihan Dasar
Seksi Teknis Fungsional
f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:
Seksi Satuan Linmas
Seksi Bina Potensi Masyarakat
g. Kelompok Jabatan Fungsional
Susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau kota tipe B terdiri atas :
a. Kepala Bagian
19
b. Subbagian Tata Usaha
c. Seksi Penegakan Perundang-Undangan Daerah
d. Seksi Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat
e. Seksi Pengembangan Kapasitas
f. Seksi Sarana dan Prasarana
g. Seksi Perlindungan Masyarakat
h. Kelompok Jabatan Fungsional
5. Pengangkatan dan Pemberhentian Satpol PP
Persyaratan untuk diangkat menjadi anggota Polisi Pamong Praja diatur dalam
peraturan pemerintah no.6 tahun 2010 pada bab VI (6) tentang pengangkatan dan
pemberhentian. Syarat untuk menjadi anggota Polisi Pamong Praja, yaitu :
1. Pegawai negeri sipil
2. Berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang
setingkat
3. Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter)
untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk
perempuan
4. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun
5. Sehat jesmani dan rohani
6. Lulus pendidikan dan pelatihan dasar Polisi Pamong Praja
Anggota Polisi Pamong Praja dapat diberhentikan dari tugasnya dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Alih tugas
20
b) Melaggar disiplin Pamong Praja
c) Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
d) Tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja
Selanjutnya dalam peraturan menteri dalam negeri no.40 tahun 2011 tentang
pedoman organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja disebutkan bahwa :
a. Kepala Satpol PP provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Kepala Satpol PP kabupaten atau kota diangkat dan diberhentikan oleh bupati
atau walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur dengan pertimbangan
kepala Satpol PP provinsi.
c. Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP
provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul sekretaris daerah.
d. Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP
kabupaten/kota, diangkat dan diberhentikan oleh bupati atau walikota atas usul
sekretaris daerah.
e. Pejabat struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan diangkat dari pejabat
fungsional dan/atau pejabat di lingkungan Satpol PP.
2.2.3 Pedagang Kaki Lima (PKL)
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda, dimana
peraturan pemerintah menetapkan setiap jalan raya yang dibangun hendaknya
menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah
21
lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Setelah Indonesia merdeka ruas jalan
untuk pejalan kaki dimanfaatkan pedagang untuk berjualan. Sebutan untuk
pedagang tersebut adalah “pedagang emperan jalan” akan tetapi sekarang menjadi
“pedagang kaki lima”.
Banyak defenisi tentang pedagang kaki lima, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Kontemporer (1991), adalah pedagang yang menjual barang
dagangannya di pinggir jalan atau di dalam usahanya menggunakan sarana dan
perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan serta
memempergunakan bagian jalan atau trotoar, tempat-tempat yang tidak
diperuntukkan bagi tempat untuk berusaha atau tempat lain yang bukan miliknya.
Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), pedagang kaki lima merupakan orang-
orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan
ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.
Adapun Menurut Breman (1988), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil
yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan
mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini
termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap
dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum,
hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.
Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima
merupakan suatu pekerjaan atau usaha kecil oleh masyarakat yang berpenghasilan
rendah atau mempunyai modal kecil dengan menjual barang atau jasa di tempat