Top Banner
STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG) PUSPITA DESWINA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
219

PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

Mar 08, 2019

Download

Documents

vodiep
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

i

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

PUSPITA DESWINA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi judul ―STUDI KEAMANAN

LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)‖ adalah karya saya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2014

Puspita Deswina

NRP P062090101

Page 3: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

iii

ABSTRACT

PUSPITA DESWINA, Environmental Safety Study for Policy Formulation of

Genetically Engineered Products (Case Study of Bt Rice). Supervised by RIZAL

SYARIEF, LATIEF M. RACHMAN and M. HERMAN.

Sustainable development in agriculture needs to be strengthened by doing

technological innovation. One of the advances that have been achieved to improve

the quality and quantity of rice production is the carrying out of Bt rice resistant to

stem borer attack. Before being released or commercialized, genetically

engineered Bt rice plant must meet the biosafety requirements like food,

environmental and/or feed safety. It takes a considerable cost for the development

of Genetic Engineered Plant (GEP) technology, including biosafety testing of

GEP after being generated. The objective of this research is the study of

environmental safety to make the analysis of the policy strategy of sustainable

GEP management especially Bt rice containing gene CryIA(b). Environmental

safety testing has been conducted in a limited field trials since 2003 to 2007. The

test results data of the impact on non- target pests and natural enemies as well as

testing gene flow derived, become the composisitions in making environmental

safety assessment of GEP crop. In formulating the management policies of Bt

rice, instead of the environmental safety assessment only; the analysis of financial

sustainability with social aspects of community; the analysis sustainability

multidimensional and regulations assessment; laws of legislation and related

institutions based on decision-making method; were also made. Based on the

results of environmental safety testing, it turns out there was no difference in the

number of non- target insect and natural enemies populations in Bt Rice and non-

GE rice’s cropping land. From the selection results of hygromycin and PCR

analysis of non- GE rice first generation (T0), there was no intersection between

Bt Rice to non- GE rice on 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15 treatment spacing from

Bt rice plants. Financial feasibility of Bt rice farming business was moderate to be

continued. Sustainability analysis of multidimensional GEP management policy

was around 58.99 % which is quite sustainable. The role of regulations and laws

of legislation based on institutions; is crucial to the success of GEP crop

introductions. The research was conducted in the laboratory of the Research

Center for Biotechnology, LIPI and field surveys at four locations in Cianjur ,

Sukabumi , Karawang and Subang; being started in January 2012 until May 2013.

The research methods are descriptive methods, partial budget analysis, MDS

(Multidimensional Scaling), AHP (Analytical Hierarchy Process), ISM

(Interpretative Structural Modeling) and content analysis.

Keywords: environmental safety of GEP, Bt Rice, gene flow, policy formulation of

Bt Rice, GEPs management

Page 4: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

iv

RINGKASAN

PUSPITA DESWINA, STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI

KASUS PADI Bt PRG). Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, LATIEF M.

RACHMAN dan M. HERMAN

Pertambahan jumlah penduduk, terutama di negara-negara berkembang

diperkirakan terus meningkat pesat. Di dunia, Indonesia menempati urutan nomor

empat terpadat setelah China, India dan Amerika. Indonesia harus terus

mengupayakan berbagai alternatif pengadaan pangan agar dapat memenuhi

kebutuhan pangan nasional. Konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Indonesia

terhadap kebutuhan beras sebesar 139 kg per orang per tahun atau 0.38 kg beras

per hari per orang. Secara nasional angka tersebut menjadi 100 ribu ton per hari,

jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras

terbesar di dunia.

Masalah serangan hama masih menjadi kendala utama dalam peningkatan

produksi padi. Kerugian yang diakibatkan oleh serangga hama, dapat

menyebabkan penurunan produksi padi dari 5 – 10% dari total produksi padi di

Asia. Serangan hama penggerek batang bisa menyebabkan kerugian sampai 20%.

Usaha pengendalian dengan penyemprotan insektisida untuk hama penggerek

batang kurang efektif, karena serangga ini hidup dan berkembang di dalam batang

tanaman padi, sehingga waktu kontak dengan insektisida sangat terbatas.

Sehubungan dengan masalah tersebut maka salah satu usaha yang dapat dilakukan

adalah inovasi teknologi dengan menerapkan teknik rekayasa genetik untuk

mengembangkan tanaman tahan hama. Sumber gen untuk sifat ketahanan

terhadap hama tidak terdapat pada tanaman itu sendiri, sehingga diperlukan

organisme lain sebagai sumber gen ketahanan seperti bakteri Bacillus

thuringiensis (Bt) yang bersifat toksik terhadap serangga-serangga spesifik.

Melalui teknologi rekayasa genetik telah dihasilkan tanaman Padi Bt hasil

rekayasa genetik yang terbukti tahan terhadap hama penggerek batang kuning

(Scircophaga incertulas). Tanaman Padi Bt memberikan harapan terhadap

perbaikan kondisi lingkungan akibat penggunaan insektisida secara terus menerus.

Kesepakatan dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on

Biological Biodiversity) di Montreal tahun 1994, dituangkan konsep Protokol

Cartagena tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (PRG),

mewajibkan setiap negara yang menandatanganinya untuk membuat peraturan

dan pedoman bagi PRG sebelum dimanfaatkan atau dilepas ke lingkungan.

Pengkajian risiko keamanan lingkungan merupakan bagian dari proses

pengambilan keputusan terhadap kelayakan pemanfaatan tanaman PRG.

Kekhawatiran sebagian masyarakat akan kemungkinan dampak negatifnya

terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati berdasarkan hasil kajian ini,

tidak terbukti, meskipun kegiatan komunikasi risiko kepada petani pengguna

belum berjalan intensif sesuai dengan kesepakatan global dalam Protokol

Cartagena. Kajian keamanan lingkungan tanaman PRG meliputi kemungkinan

dampaknya terhadap organisme yang berada di atas permukaan tanah, pada

permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Target pengujian lebih

Page 5: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

v

diutamakan kepada organisme potensial yang paling terkait dengan sifat yang

diintroduksikan pada tanaman. Pada kasus Padi Bt telah dilakukan pengujian

dampak terhadap serangga non target termasuk musuh alami. Selain itu, pengujian

keamanan lingkungan juga meliputi kemungkinan terjadinya perpindahan material

genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non PRG yang diuji pada tanaman

generasi kesatu (T0).

Penelitian dan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG, yang

membawa sifat protein Bt harus dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap organisme non target, seperti musuh alami, predator dan parasitoid.

Pengetahuan terhadap sifat agronomis (familiarity) tanaman Padi Bt harus

dipahami sebelum melakukan kajian risiko, karena berhubungan dengan dampak

ekologis terhadap tanaman lain, kerabat liar serta interaksi dan pengaruhnya pada

keanekaragaman hayati, ekosistem atau organisme tanah. Prinsip kehati-hatian

(precautionary approach) berdasarkan kasus per kasus perlu dilakukan dalam

pengaturan dan pengelolaan PRG supaya tidak terjadi dampak yang merugikan

terhadap manusia, hewan dan lingkungan. Diperlukan suatu kajian yang bersifat

holistik dan sistemik terkait dengan kebijakan pengelolaan tanaman PRG,

sehingga diperoleh rekomendasi kebijakan pengelolaan untuk perencanaan

pembangunan pertanian berkelanjutan.

Dalam menyusun formulasi kebijakan pengelolaan Padi Bt, telah

dilakukan kajian keamanan lingkungan, analisis keberlanjutan finansial dengan

aspek sosial kemasyarakatan, analisis keberlanjutan multidimensi serta kajian

peraturan dan perundang-undangan terkait, berdasarkan metode pengambilan

keputusan. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Puslit Bioteknologi, LIPI dan

survei lapangan di empat lokasi Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Karawang dan

Subang, dimulai bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2013. Metode penelitian

menggunakan metode deskriptif, analisis anggaran parsial (partial budget

analysis), MDS (Multidimensional Scaling), AHP (Analytical Hierarchy Process),

ISM (Interpretative Structural Modelling) dan analisis isi (content analysis). Data

yang dikumpulkan berupa data primer terhadap tanaman generasi kesatu (T0)

hasil pengujian keamanan lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya

persilangan (crossing) dari Padi Bt kepada Padi non PRG di Lapangan Uji

Terbatas (LUT) yang telah dilakukan sebelumnya oleh Puslit Penelitian

Bioteknologi LIPI. Pengujian dilakukan dengan uji higromisin dan analisis PCR

(Polymerase Chain Reaction) di Laboratorium dan Rumah Kaca Fasilitas Uji

Terbatas (FUT). Data primer lainnya diperoleh melalui survei lapangan dan

wawancara dengan pakar terkait. Data sekunder dikumpulkan dari hasil studi

literatur, media elektronik dan data-data dari hasil pengujian keamanan

lingkungan terhadap serangga non target dan musuh alami dari Puslit

Bioteknologi LIPI yang dijadikan sebagai bahan kajian keamanan lingkungan

dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil pengujian keamanan lingkungan yang telah dilakukan

oleh Puslit Bioteknologi LIPI terhadap serangga non target dan musuh alami di

pertanaman Padi Bt, ternyata tidak terdapat perbedaan jumlah populasi di lahan

Padi Bt dan lahan Padi non-PRG. Tetapi berdasarkan kajian keamanan lingkungan

yang pernah dilakukan pada tanaman Bt yang lain, perlu dibuat kategori dan

daftar spesies serangga non target berdasarkan fungsi ekologis serta menyusunnya

berdasarkan prioritas potensi dalam menimbulkan efek samping sebelum

Page 6: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

vi

penanaman Padi Bt dilakukan. Kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui

perubahan komposisi atau kehilangan jenis atau populasi serangga tertentu yang

memiliki fungsi ekologis di lokasi penelitian sebelum dan sesudah penanaman

Padi Bt. Pada kasus Padi Bt, prosedur pengujian keamanan lingkungan tersebut

belum dilaksanakan, tetapi dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa tidak

terdapat pengaruh negatif penanaman Padi Bt terhadap keberadaan serangga non-

target yang terdapat di lapangan uji terbatas. Hasil pengujian keamanan

lingkungan terhadap empat kultivar Padi non-PRG (Rojolele, Rojolele KA,

Ciherang dan Pandan Wangi) generasi kesatu (T0), tidak terdapat gen Cry IA(b)

pada semua semaian benih padi yang diuji untuk semua perlakuan jarak

1,2,3,5,7,9,11,13 dan 15 meter dari tanaman Padi Bt. Pengujian dilakukan

menggunakan seleksi higromisin dan analisis PCR.

Kelayakan finansial usahatani Padi Bt dilakukan melalui analisis terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi akibat penggunaan teknologi dalam

pengembangan tanaman PRG. Metode yang paling sesuai untuk membuat analisis

kelayakan usaha adalah analisis anggaran parsial yang dapat dipakai untuk

mengetahui apakah usahatani Padi Bt terkategori layak atau tidak untuk

dilanjutkan. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil selisih ratio manfaat dan

biaya (B/C ratio) lebih besar dari satu, berarti usahatani Padi Bt termasuk kategori

layak untuk dilanjutkan.

Analisis keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG, untuk multidimensi

menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan multidimensional sebesar 58.99% yang

tergolong cukup berkelanjutan. Indeks dan status keberlanjutan masing-masing

dimensi adalah dimensi ekologi 73,02% (cukup berkelanjutan), dimensi ekonomi

69,30% (cukup berkelanjutan), dimensi sosial 51,22% (cukup berkelanjutan);

dimensi teknologi (46,71%) dan dimensi hukum kelembagaan (54,74%). terdapat

15 faktor pengungkit yang sifatnya dapat diintervensi kearah perbaikan maupun

dapat dipertahankan.

Peraturan perundang-undangan dan kelembagaan mempunyai peran

penting dalam keberhasilan introduksi PRG. Dari hasil pengambilan keputusan

strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen

dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor, kriteria dan alternatif

kebijakan. Lembaga yang paling berperan adalah BPOM, KLH dan Kementan,

sedangkan faktor kendala yang ditemukan terdiri dari sepuluh sub elemen dengan

elemen kunci adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam melakukan

pengujian keamanan hayati serta penyelesaian pembuatan pedoman teknis untuk

pengujian keamanan hayati. Hasil penelitian studi keamanan lingkungan dengan

mengambil studi kasus Padi Bt diharapkan dapat memberikan masukan dan

rekomendasi kepada pemerintah sebagai salah satu strategi memajukan

pembangunan pertanian berkelanjutan.

Kata kunci: Keamanan lingkungan tanaman PRG, Padi Bt, gene flow, formulasi

kebijakan Padi Bt, Pengelolaan Padi Bt.

Page 7: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 8: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

viii

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

PUSPITA DESWINA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 9: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

ix

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Sutrisno

2. Prof.Dr. Cecep Kusmana MS

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof.Dr.Ir. Bambang Prasetya

2. Prof.Dr.Ir. Surjono H.Sutjahjo MS

Page 10: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

x

Judul Disertasi : STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

Nama : Puspita Deswina

NRP : P 062090101

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Rizal Syarief, DESS

Ketua

Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc, MBA

Anggota

Prof. Muhammad Herman, M.S, PhD

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi/Mayor

Pengelolaan Sumber Daya Alam

Dan Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pacsasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Page 11: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

ludul Diseliasi

Nama

NRP

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKA Y ASA GENETIK (STUDI K4SUS PADI Bt PRG)

Puspita Deswina

P 062090101

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

JJD'Lr.JILr.JL~altj·~M!:fu~~n1lM1:.:SS£cJM~B~A~-PEr~o . Muhammad Herman, M.S, PhD Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi/Mayor Pengelolaan Sumber Daya Alam

Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

,,+JIl!.MJ~:It~~~lh P acsasarj ana,

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : f 6 DEC 2 13 2 7 JA N 2014

Page 12: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karuniaNya, serta salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad

SAW atas tuntunan dan bimbingan beliau, akhirnya disertasi ini dapat penulis

selesaikan. Disertasi ini berjudul STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI

KASUS PADI Bt PRG) yang merupakan akhir dari rangkaian penelitian program

doktor yang mulai dilakukan sejak Tahun 2011.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada Prof. Dr. Rizal Syarief DESS, Dr.Ir. Latief M. Rachman, MBA dan Prof.

Muhammad Herman BS,MS,PhD. selaku pembimbing atas segala saran,

bimbingan, kritik dan nasehat yang tak terhingga selama studi dan penulisan

disertasi. Terima kasih kepada Kepala Puslit Bioteknologi LIPI atas kesempatan

yang diberikan dalam menjalankan pendidikan serta kepada Kementerian Riset

dan Teknologi yang telah memberikan bantuan beasiswa selama pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Rachman Kurniawan, Shiddiq

Ardhi Irawan dan Yeka Hendra Fatika yang telah banyak membantu pengolahan

data dan diskusi hasil penelitian. Terima kasih kepada Bapak Dr. Soetrisno, Dr.

Buang Abdullah, Prof.Dr. Bahagiawati, Dr. Damayanti Buchori, Ibu Nurmala

Darsono, Dewi Fadilla, M.Sc atas bantuan penyediaan informasi selama

penelitian. Terima kasih kepada Dr. Inez H. Slamet-Loedin, Dr. Satya Nugroho

dan Dr. Amy Estiati (Puslit Bioteknologi LIPI) atas bantuan ketersediaan akses

data, bahan kimia dan fasilitas Laboratorium. Terima kasih sebesar-besarnya

kepada Siti Munggah yang telah setia membantu selama penelitian di

laboratorium dan di rumah kasa, kepada Bapak Oco dari Balitpa Sukamandi,

Bapak/Ibu dari Kementerian Pertanian Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, Dr.

Enung S.Mulyaningsih atas bantuan pelaksanaan survei lapangan.

Terima kasih kepada semua teman di Kelti padi atas dukungan,

persahabatan dan pengertiannya serta semua rekan di Puslit Bioteknologi LIPI

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak lupa kepada sahabat

seperjuangan Dr Heny Hindriani, Ita Junita, Diane, serta teman-teman angkatan

2009 yang selalu memberi semangat dan inspirasi dalam penyelesaian studi ini.

Dengan setulus hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua

orang tua terkasih, papa Yuzar Akmam BA, mama Djawanis, atas doa, kesabaran

dan petuah dalam menempuh pendidikan dan menjalani kehidupan selama ini,

kakakku Dodi Indra P.hD (beserta keluarga), Dr. Media Sandra Kasih (almh)

(beserta keluarga) dan adikku Ir. Jecky Aulia (beserta keluarga) yang telah

memberikan semangat dan inspirasi dalam kehidupan, putra-putri Uni Med

tersayang, Nadya Intan Kemala dan Berlian Naufal yang tiada henti memberikan

dorongan dan dukungan.

Page 13: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xii

Dengan segenap cinta dan kasih sayang, penulis sampaikan terima kasih

kepada suamiku Drs. Heroriki, cahaya hidupku, ananda Ibnu Khalil Ibram yang

selalu setia dan tiada lelah mendampingi dan memberi semangat dalam

menempuh pendidikan S3 ini, terima kasih untuk doa-doa dan kesabaran kalian.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kebaikan kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian disertasi ini

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Amin.

Bogor, Januari 2014

Puspita Deswina

Page 14: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok (Sumatera Barat) pada tanggal 2 Desember 1966

sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Papa Yuzar Akmam BA

dan Mama Djawanis. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas diselesaikan di Kota Padang – Sumatera Barat. Pendidikan Sarjana ditempuh

di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Andalas – Padang, lulus pada tahun 1990. Lulus Program Magister Bidang

Bioteknologi pada Tahun 2001 di University Putra Malaysia (UPM) - Malaysia.

Studi Program Doktor dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2009,

pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS -

PSL) dengan biaya selama studi dari Kementerian Riset dan Teknologi

(Kemenristek).

Sejak Tahun 1992 penulis telah bekerja sebagai staff peneliti di Pusat

Penelitian Bioteknologi, LIPI dan bergabung di kelompok penelitian padi

(Laboratorium Genomik dan Perbaikan Mutu Tanaman) sejak tahun 1996. Diberi

kesempatan sebagai pengelola dan koordinator Balai Kliring Keamanan Hayati

Indonesia (BKKH-Indonesia) sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011.

Selama menjalankan studi S3 ini, penulis memperoleh kesempatan melakukan

kegiatan pemagangan di Jepang (Plant Genetic Diversity, Environmental

Biosafety and Bioethics Division of Bioindustrial Sciences & Gene Research

Center Graduate School of Life and Environmental Sciences University of

Tsukuba, Japan), untuk mempelajari metode pengujian keamanan lingkungan

tanaman produk rekayasa genetik selama lebih kurang 3 bulan dengan biaya dari

Kemenristek. Beberapa karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi telah

disampaikan dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Makalah tersebut adalah:

1. Pengaruh padi transgenik yang mengandung gen Cry IA(b) terhadap

populasi serangga nontarget di lapangan uji terbatas di Jurnal Penelitian

Pertanian Tanaman Pangan Vol 28(2): 95-100.

2. Merintis Pelepasan Tanaman Padi Transgenik di Indonesia di Journal of

Applied and Industrial Biotechnology in Tropical Region Vol. 4: 28-32

3. Analisis Ex-ante Kelayakan Ekonomi dan Persepsi Petani terhadap Padi Bt

Produk Rekayasa Genetik di Indonesia dalam Prosiding Lokakarya

Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian

Indonesia. Bogor 2-4 September 2013

4. Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Tanaman Padi Produk Rekayasa

Genetik di Indonesia akan diterbitkan di Jurnal Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan.

Page 15: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xiv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi

PENDAHULUAN

Latar Belakang ………....................................................................... 1

Kerangka Pikir …………................................................................... 7

Perumusan Masalah............................................................................ 10

Tujuan Penelitian................................................................................ 11

Manfaat Penelitian ………................................................................. 12

Kebaruan (Novelty)............................................................................. 12

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Sebaran Tanaman Padi……………………………… 14

Hama Penting Tanaman Padi………................................................. 15

Status dan Perkembangan Bioteknologi Padi..................................... 16

Pengkajian Risiko Keamanan Lingkungan........................................ 21

Analisis Kelembagaan dan Kebijakan Keamanan Hayati PRG……. 25

Kajian sosial ekonomi terhadap Keberlanjutan Introduksi PRG…... 26

JUDUL 1. Studi Keamanan Lingkungan Padi Bt PRG

Abstrak …………………................................................................... 30

Abstract…………………................................................................... 31

Metode Analisis Data……... ............................................................. 35

Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 38

Kesimpulan…………………………………..................................... 51

Saran ...………………....................................................................... 52

JUDUL 2. Analisis Ex-Ante Kelayakan Ekonomi Padi Bt PRG Berkelanjutan

Abstrak ………………….....................................................................

Abstract………………….....................................................................

Metode Analisis Data……... ................................................................

Hasil dan Pembahasan ..........................................................................

Kesimpulan…………………………………........................................

Saran …………………..........................................................................

53

54

57

62

77

78

Page 16: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xv

JUDUL 3. Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Tanaman Padi Produk

Rekayasa Genetik Di Indonesia

Abstrak………………........................................................................ 79

Abstract …………….......................................................................... 80

Metode Penelitian …………….…………………………………..... 83

Hasil dan Pembahasan ……………………………………………... 87

Kesimpulan ……..………………………………………………….. 109

Saran …………………...................................................................... 109

JUDUL 4. Analisis Kebijakan Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik

Berkelanjutan dengan Metode Pengambilan Keputusan

Abstrak………………........................................................................ 110

Abstract …………............................................................................. 111

Metode Analisis Data ………….…………………………………... 113

Hasil dan Pembahasan …………………………………………….. 117

Kesimpulan …..……………………………………………………. 148

Saran ……………….......................................................................... 149

PEMBAHASAN UMUM ……….………………………………………… 151

KESIMPULAN …………………………….………………………………. 159

SARAN-SARAN…………………………………………………………… 161

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 162

DAFTAR LAMPIRAN…………………….………………………………. 174

Page 17: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xvi

DAFTAR TABEL

No Teks Hal

1 Tahapan dan metode analisis data untuk formulasi kebijakan

PRG................................................................................................. 10

2 Daftar negara-negara penghasil beras di dunia ………….............. 15

3 Jumlah benih Padi non-PRG hasil penelitian gene flow di

LUT………………………………………………………............. 46

4 Uraian produktifitas dan biaya pengolahan usahatani Padi Bt dan

Padi non-Bt di lahan pertanaman………………………………… 59

4 Biaya (cost) pengembangan Padi Bt PRG mengandung gen Cry

IA(b) tahan hama penggerek batang di Puslit Bioteknologi

LIPI………………………………………………......................... 63

5 Analisis anggaran partial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih premium (50%)…………… 65

6 Analisis anggaran partial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih tidak berubah……………… 65

7 Kategori status keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG ……..… 84

8 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo

dengan analisis Rap-PRG ……………………………………….. 105

9 Nilai stress dan koefisien determinasi (R2) hasil analisis Rap-

PRG …………….……………………………………………….. 106

10 Atribut sensitif keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG

sebagai faktor pengungkit dari setiap dimensi ............................... 108

11 Peraturan-peraturan terkait pemanfaatan PRG di Indonesia…….. 118

12 Proporsi sebaran aspek kunci dalam regulasi terkait kebijakan

pengelolaan PRG …………………..……………………………. 120

13 Daftar PRG yang telah memperoleh keamanan hayati dari

pemerintah pada tahun 2011-2012……………………………….

122

Page 18: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xvii

14 Nilai pembobotan untuk elemen-elemen alternatif berdasarkan

kriteria agregat lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi……... 137

15 Nilai indeks inkonsistensi untuk setiap matriks pembandingan

berpasangan …………..……………………………………….… 140

Page 19: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xviii

DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal

1 Kerangka pemikiran penelitian keamanan lingkungan untuk

membuat formulasi kebijakan pengelolaan produk rekayasa

genetik…………………………………………………………….. 7

2 Diagram alir rancangan masalah penelitian……………………... 9

3 Diagram teknologi transformasi dan teknologi konvensional…… 18

4 Pembangunan berkelanjutan……………………………………… 28

5 Model disain penelitian gen flow untuk tanaman padi transgenik

di Nepal tahun 2003………………………………………………. 33

6

7

Model disain penelitian gen flow untuk tanaman anggur PRG di

LUT pada tahun 2002-2004 di Jerman……………………………

Tanaman padi umur 2-3 minggu untuk persiapan seleksi

higromisin…………………………………………………………

34

37

8 Populasi serangga wereng punggung putih (Sogatella furcifera)

pada galur Padi Bt PRG dan Padi non PRG di tiga lokasi

Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu…………………... 39

9 Populasi serangga hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis)

pada galur Padi Bt PRG dan Padi non-PRG di dua lokasi yang

berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu……………………… 40

10

11

Populasi serangga hama wereng coklat (Nilaparvata lugens

Stahl.) pada galur padi Bt PRG dan Padi non-PRG di dua lokasi

yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu………………...

Populasi laba-laba pada galur PAdi Bt PRG dan Padi non-PRG di

dua lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu……..

40

42

12 Populasi Paederus sp pada galur Padi Bt PRG dan Padi non-PRG

di dua lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu….. 43

13 Kemampuan tumbuh kultivar Rojolele dan Pandan Wangi hasil

penelitian gen flow di wilayah Karawang untuk seleksi

higromisisn dan analisis PCR…………………………………….. 47

14 Kemampuan tumbuh benih padi kultivar Rojolele KA dan

Ciherang hasil penelitian gen flow di wilayah Karawang untuk

seleksi higromisisn dan analisis PCR…………………………….. 48

15 Hasil seleksi higromisisn pada daun tanaman padi………………. 49

16 Hasil analisis PCR menggunakan primer Cry IA(b) pada tanaman

generasi kesatu (T0) Padi non PRG cv Rojolele (A) dan Ciherang

(B) hasil penelitian gene flow di LUT……………………………. 49

17 Skema lokasi pengambilan responden petani di Propinsi Jawa

Barat………………………………………………………………. 62

Page 20: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xix

18 Distribusi kelompok usia petani di wilayah penelitian Jawa Barat. 68

19 Distribusi tingkat pendidikan petani di wilayah penelitian

Propinsi Jawa Barat………………………………………………. 69

20 Distribusi tingkat penghasilan petani di wilayah penelitian Jawa

Barat………………………………………………………………. 70

21 Persepsi petani terhadap keamanan Padi Bt PRG di wilayah

penelitian Jawa Barat…………………………………………….. 71

22 Persepsi petani terhadap dampak Padi Bt PRG terhadap

lingkungan di Propinsi Jawa Barat……………………………….. 72

22 Penerimaan petani terhadap keberadaan Padi Bt PRG di wilayah

Propinsi Jawa Barat………………………………………………. 73

23 Tindakan petani dalam mengatasi serangan hama di wilayah

penelitian Jawa Barat……………………………………………... 74

24 Kriteria petani dalam memilih Padi Bt PRG di wilayah penelitian

Jawa Barat………………………………………………………… 75

25 Kesediaan petani untuk membeli benih Padi Bt PRG di wilayah

penelitian Jawa Barat……………………………………………... 76

26 Ilustrasi nilai indeks keberlanjutan dalam skala ordinasi………… 85

27 Ilustrasi nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi……..………… 86

28 Elemen proses aplikasi Rap-PRG dengan pendekatan MDS…….. 87

29 Indeks keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan PRG………… 89

30 Hasil analisis leverage dimensi ekologi pengelolaan PRG………. 90

31 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan PRG…. 92

32 Hasil analisis leverage dimensi ekonomi pengelolaan PRG……... 94

33 Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan PRG…….. 96

34 Hasil analisis leverage dimensi sosial pengelolaan PRG………… 98

35 Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan PRG… 99

36 Hasil analisis leverage dimensi teknologi pengelolaan PRG…….. 101

37 Nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum kelembagaan

pengelolaan PRG…………………………………………………. 102

38 Hasil analisis leverage dimensi hukum kelembagaan pengelolaan

PRG………………………………………………………………. 103

39 Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan Padi Bt PRG………………………………………… 107

40 Diagram alir pengajuan izin keamanan hayati PRG……………… 123

41 Hirarki regulasi terkait kebijakan keamanan hayati PRG ……….. 125

42 Time line penetapan kebijakan nasional terkait pengelolaan PRG

di Indonesia……………………………………………………….. 128

43 Struktur hirarki dengan analisis AHP untuk kebijakan

pengelolaan PRG di Indonesia…………………………………… 131

44 Prioritas dari level faktor yang mempengaruhi pengelolaan PRG

dengan nilai bobot dari setiap aspek yang dikaji…………………. 132

Page 21: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xx

45 Prioritas kriteria dari faktor lingkungan dengan nilai bobot untuk

setiap kriteria yang dikaji………………………………………… 133

46 Prioritas kriteria dari aspek ekonomi dan nilai bobot masing-

masing elemen yang dikaji………………………………………. 134

47 Prioritas kriteria dari aspek sosial masyarakat dan nilai bobot

masing-masing elemen yang dikaji………………………………. 135

48 Prioritas kriteria dari faktor teknologi dan nilai bobot setiap

kriteria yang dikaji……………………………………………….. 136

49 Matriks driver power-dependence untuk elemen-elemen alternatif

yang diperlukan dalam pengelolaan PRG berkelanjutan di

Indonesia…………………………………………………………. 139

50 Struktur hirarki sub elemen alternatif yang berperan dalam

pengelolaan PRG………………………………………………… 141

51 Matriks driver power-dependence untuk elemen lembaga yang

berperan dalam pengelolaan PRG berkelanjutan di Indonesia….. 143

52 Struktur hirarki sub elemen lembaga yang berperan dalam

pengelolaan PRG…………………………………………………. 143

53 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala yang

berpengaruh dalam pengelolaan PRG di Indonesia……………… 145

54 Struktur hirarki sub elemen kendala yang mempengaruhi

pengelolaan PRG berkelanjutan………………………………….. 147

55 Diagram input-output strategi pengelolaan PRG berkelanjutan…. 156

56 Bagan alir model konseptual strategi kebijakan pengelolaan PRG. 157

Page 22: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Hal

1 Model penanaman untuk penelitian gen flow di daerah

Karawang Tahun 2006.. ……………………………………… 174

2 Komposisi larutan untuk Reaksi PCR………………………... 175

3 Contoh kuisioner untuk persepsi dan penerimaan petani

terhadap Padi Bt PRG………………………………………… 176

4 Uraian isi peraturan dan undang-undang yang menyebut

penggunaan dan pemanfaatan produk rekayasa genetik……… 180

5 Kuisioner AHP untuk responden pakar………………………. 184

Page 23: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

 

Page 24: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan manusia terhadap peningkatan produksi pangan sangat

mendesak, terutama di negara-negara berkembang. Terjadinya hal ini karena

pertambahan jumlah populasi penduduk diperkirakan terus meningkat pesat.

Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia

berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang. Dengan jumlah

penduduk nomor empat (4) terpadat di dunia, Indonesia harus terus

mengupayakan berbagai alternatif pengadaan pangan agar dapat memenuhi

kebutuhan pangan nasional. Konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Indonesia

terhadap kebutuhan beras sebesar 139 kg per tahun, kira-kira setengah kilogram

beras per hari per kapita. Secara nasional angka tersebut menjadi 100 ribu ton per

hari. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras

terbesar di dunia (FAPRI 2004; Slette 2010). Mempertimbangkan pertambahan

penduduk yang tidak seimbang dengan produksi pangan, maka upaya

meningkatkan produksi secara cepat, tepat dan efisien merupakan keharusan.

Tantangan masa sekarang antara lain adalah berkurangnya luas lahan pertanian

karena alih fungsi lahan dan dampak perubahan iklim global. Penambahan luas

lahan pertanian sangat sulit dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan terhadap

lingkungan (Sharma et al. 2002). Sehubungan dengan masalah tersebut maka

salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menerapkan teknologi modern

terutama dibidang pertanian. Banyak pihak mengakui bahwa peningkatan pangan

melalui bioteknologi pertanian memiliki kelebihan dalam memperkuat ketahanan

pangan, dapat mengurangi kebutuhan pembukaan lahan pertanian, meningkatkan

produksi dan lebih ramah lingkungan. Teknologi ini menjanjikan ketersediaan

pangan dunia agar seimbang dengan tingkat pertambahan penduduk (Soemarwoto

2002; Khan & Liu 2009).

Padi sebagai komoditas pertanian utama di Indonesia, memerlukan

perbaikan kualitas melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi untuk memenuhi

kebutuhan penduduk akan pangan yang berkualitas. Teknologi pemuliaan

Page 25: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

2  

tanaman konvensional yang selama ini digunakan tidak lagi efisien dalam

mengatasi kebutuhan pangan karena sifat-sifat yang diperoleh sangat terbatas,

perlu waktu lebih lama, sumber gen ketahanan terbatas, tidak dapat diketahui

apakah hanya sifat yang diinginkan saja yang diintroduksi pada tanaman target,

karena dengan teknologi konvensional semua sifat yang ditransfer akan terbawa,

oleh karena itu diperlukan waktu untuk seleksi lebih lama agar diketahui sifat

yang diinginkan sudah dipindahkan pada tanaman target (Novak & Brunner

1992). Berdasarkan prediksi kebutuhan pangan terutama beras di tahun 2025,

diperlukan 70% lagi peningkatan produksi. Kenyataan ini tidak mungkin tercapai

tanpa memanfaatkan bioteknologi. Di Indonesia, kegiatan pengembangan

bioteknologi modern dimulai sejak tahun 1990 di beberapa pusat penelitian milik

pemerintah dan swasta. Sifat baru yang banyak ditambahkan adalah sifat

ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Sifat ketahanan terhadap hama

merupakan sifat utama yang banyak digunakan pada tanaman pertanian, terutama

tanaman padi (Prasetya & Deswina 2009). Melalui bioteknologi pertanian para

ilmuwan mencari dan memperoleh sifat-sifat baru yang lebih baik dan unggul.

Sifat tersebut bisa berasal dari organisme itu sendiri atau species lain yang

berbeda (Breitler et al. 2000; Redona 2006). Sebelumnya revolusi hijau telah

menimbulkan kejenuhan pada lahan pertanian, dengan metode pemupukan dan

penggunaan insektisida yang terus menerus. Alternatif bioteknologi tanaman

diharapkan dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang

semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Diharapkan teknologi baru ini

pada akhirnya mampu menjawab kebutuhan pangan dunia, sehingga tercapai

kebutuhan pangan tanpa merusak kelestarian lingkungan (James 2010; Stein &

Rodriguez-Cerezo 2010).

Kendala utama tanaman pertanian di negara beriklim tropis dan lembab

seperti Indonesia adalah serangan organisme pengganggu seperti hama dan

penyakit tumbuhan. Pada tanaman padi, serangan hama masih menjadi kendala

utama dan masalah serius di lapangan, misalnya hama wereng coklat dan

penggerek batang. Kerugian yang diakibatkan oleh kedua serangga hama ini

menyebabkan penurunan produksi padi dari 5 – 10% dari total produksi padi di

Asia. Serangan hama penggerek batang sendiri bisa menyebabkan kerugian

Page 26: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

3

sampai 20% (Ghareyazie et al. 1997). Kerugian akan bertambah besar jika terjadi

serangan serentak pada suatu wilayah pertanaman padi, contohnya di Sri Lanka

yang bisa menyebabkan kerugian sampai 50%. Usaha pengendalian yang selama

ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida yang kurang efektif terhadap

hama penggerek batang, karena serangga ini hidup dan berkembang di dalam

batang tanaman padi, sehingga waktu kontak dengan insektisida sangat terbatas.

Serangga bisa menyerang tanaman pada fase awal (vegetatif) dan fase

pembungaan (generatif) (Amuwitagama 2002). Tanaman tahan serangga dapat

diperoleh dengan teknologi rekayasa genetik. Sumber gen ketahanan dapat berasal

dari organisme itu sendiri atau organisme lain seperti bakteri, jamur atau tanaman

lain yang berbeda spesies. Sifat ketahanan terhadap serangga hama penggerek

batang tidak terdapat pada tanaman padi itu sendiri, sehingga diperlukan

organisme lain sebagai sumber gen ketahanan seperti bakteri Bacillus

thuringiensis (Bt) yang bersifat toksik terhadap serangga (MacMahon 2000;

Gatehouse 2008; Lemaux 2009;).

Insektisida biologis yang telah digunakan sejak 40 tahun yang lalu dalam

mengendalikan serangga hama adalah bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) yang

tergolong bakteri tanah. Secara konvensional, penggunaan bakteri ini telah

dikomersialisasikan dalam bentuk hasil fermentasi yaitu spora dan kristal protein

(Baum et al. 1996). Namun secara komersial produksi Bt ini masih terbatas, dan

pengaruh perlindungannya berumur pendek. Bakteri ini merupakan bakteri gram

positif yang membentuk spora selama proses sporulasi. Spora dan kristal protein

Cry bersifat insektisidal dan toksik terhadap larva serangga dari Ordo

Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera (Kuo & Chak 1996; Cheng et al. 1998).

Introduksi gen Cry yang menyandikan ketahanan terhadap hama telah berhasil

dilakukan pada beberapa tanaman seperti jagung (Lynch et al. 1999), kelapa sawit

(Lee et al. 2006) dan tanaman padi (Rahman et al, 2007, Cheng et al. 1998, Ho et

al. 2001). Kelas Cry dikelompokkan berdasarkan virulensi yang spesifik terhadap

kelompok serangga sasaran. Kelompok protein Cry sebagai insektisida, ditandai

dengan gen Cry dan diklassifikasikan menjadi Cry I, II, III dan IV tergantung

pada inang yang spesifik dan homologi dari asam aminonya (Hofte et al. 1989 ;

Lenin et al. 2007). Seperti gen Cry IA(b) atau Cry IA(c) yang diekspresikan pada

Page 27: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

4  

padi sangat efektif dalam mengendalikan serangan larva serangga penggerek

batang kuning (Scirpophaga. incertulas) dan penggerek batang bergaris (Chilo

suppressalis) (Nayak et al. 1997; Datta et al. 1998; Wang et al. 2002; Ghareyazie

et al. 1997). Gen Cry IB dibawah kontrol promoter ubiquitin dari jagung

dilaporkan sangat efektif mengendalikan penggerek batang bergaris baik pada

fase vegetatif maupun generatif (Marfa et al. 2002).

Ketahanan tanaman produk rekayasa genetik (PRG) dapat dipatahkan,

seperti halnya tanaman hasil pemuliaan konvensional. Berbagai strategi

dikembangkan untuk memperlambat laju pematahan ketahanan oleh serangga.

Beberapa upaya yang telah dilakukan diantaranya adalah diversifikasi sumber gen

ketahanan, yaitu penggunaan dua gen yang berbeda binding site (pyramiding

genes) (Herman 2009). Alcantara et al (2000) melaporkan bahwa beberapa toxin

cry mempunyai “binding site” yang berbeda dalam pencernaan larva serangga dua

species penggerek batang bergaris dan penggerek batang kuning. Kombinasi

penggunaan protein Cry yang berbeda binding site dalam memperoleh tanaman

transgenik merupakan alternatif untuk memperoleh tanaman yang memiliki

ketahanan lebih lama. Misalnya kombinasi gen Cry IA(b) dengan Cry I C (Salm et

al. 1994), Cry IA(b) dengan Cry IB (Ho et al. 2001). Penemuan ini memberikan

keuntungan dalam mengembangkan strategi untuk memperlambat laju pematahan

ketahanan oleh serangga, karena kemungkinan mutasi dua receptor yang berbeda

pada serangga lebih kecil. Dalam upaya mengatasi serangga hama penggerek

batang pada tanaman padi, telah dilakukan perakitan tanaman padi PRG

mengandung gen Cry IA(b) yang efektif terhadap hama penggerek batang kuning

( Laporan Teknik Puslit Bioteknologi-LIPI 2004).

Sebelumnya dilaporkan bahwa modifikasi gen perlu dilakukan untuk

meningkatkan ekspresinya pada tanaman sehingga dapat mengendalikan

serangga-serangga penting dalam pertanian. Salah satu tujuan dari strategi

pengendalian hama terpadu atau insect resistance management (IRM) adalah

memperlambat terjadinya ketahanan hama terhadap toksin tanaman seperti toksin

Bt. Selain itu juga dengan menanam tanaman PRG mengandung toxin Bt dosis

tinggi (high dose toxin) bersamaan dengan tanaman non-PRG (refuge), serta

menggabungkan kristal protein Bt yang berbeda (stacking genes) juga diperlukan

Page 28: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

5

untuk memperlambat munculnya ketahanan serangga terhadap toksin Bt (Salm et

al. 1994; Tang et al. 2006; Yang et al. 2011).

Dengan dihasilkannya beberapa produk tanaman PRG telah menimbulkan

beberapa tanggapan dari masyarakat baik positif maupun negatif. Isu keamanan

lingkungan sebelum komersialisasi tanaman PRG mendapat perhatian khusus,

meskipun telah dilakukan pengujian-pengujian yang akurat dengan metode ilmiah

yang benar (Lu & Sweet 2010). Pengujian keamanan lingkungan, keamanan

pangan dan keamanan pakan merupakan komponen dari pengujian risiko

keamanan hayati. Persyaratan ini telah ditetapkan dan diputuskan dalam Protokol

Cartagena tentang Keamanan Hayati yang juga telah disepakati Indonesia dengan

ditandatanganinya Protokol tersebut sejak Tahun 2000 (Herman 2009).

Pengujian keamanan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan sifat alami

yang diintroduksikan, karakteristik tanaman PRG dibandingkan dengan tanaman

non-PRG, kondisi lingkungan penerima tanaman PRG serta interaksi dari elemen-

elemen tersebut (Sharma et al 2002; McCammon 2006; Raybould 2006, Lu &

Sweet 2010). Lembaga pemerintahan yang berwenang akan melakukan evaluasi

sesuai dengan peraturan dan pedoman yang tersedia terhadap penelitian risiko

keamanan lingkungan sebelum tanaman PRG tersebut dikomersialisasikan (Auer

2008). Pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG mengandung Bt,

difokuskan pada pengaruh toksisitas Bt (Bacillus thuringiensis) terhadap

organisme non-target, dampak ekologis yang disebabkan oleh transfer gen pada

tanaman satu kerabat dan kerabat liarnya, serta interaksi dan pengaruh tanaman

PRG terhadap keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem (Lu & Sweet 2010).

Pengujian risiko keamanan lingkungan terutama dampaknya terhadap

organisme non target dilakukan berdasarkan informasi ilmiah terkini

menggunakan ilmu–ilmu dasar maupun ilmu terapan dan pembahasan terhadap

risiko yang ditimbulkannya (Pauwels et al. 2010; Garcia-Alonso et al. 2006).

Pengujian risiko keamanan lingkungan harus sejalan dengan peraturan disetiap

negara yang akan melepas produk hasil rekayasa tersebut. Oleh karena itu

pertimbangan keamanan hayati harus menjadi bagian yang terintegrasi dengan

perkembangan produk bioteknologi pertanian khususnya produk pertanian PRG.

Posisi suatu negara terhadap bioteknologi dilihat dari sisi kebijakan/regulasi

Page 29: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

6  

sangat bergantung dari beberapa hal seperti kebijakan, tingkat risiko yang dapat

diterima, kapasitas melakukan kajian atau evaluasi risiko implementasi

kelembagaan yang memadai, persepsi dari manfaat secara ekonomi yang dapat

diperoleh yang dihubungkan dengan kaitannya pada ketergantungan impor produk

pertanian serta investasi litbang yang telah dialokasikan pada produk ini. Dalam

dokumen Agenda 21 Indonesia (KMLH 1997) pada salah satu bab dikemukakan

bahwa bioteknologi memiliki potensi dan peranan dalam (1) memecahkan

masalah pertanian, kesehatan dan lingkungan; dan (2) mempertimbangkan aspek

keamanan hayati (biosafety) sehingga dampak negatif bisa dicegah. Puslit

Bioteknologi LIPI telah merintis penelitian Padi PRG mengandung gen Cry IA(b)

yang memiliki sifat tahan terhadap hama penggerek batang sejak tahun 1996.

Telah dilakukan pengujian keamanan lingkungan terhadap Padi Bt PRG pada tiga

lokasi yang berbeda, yaitu Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu, untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan khususnya organisme non target.

Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan kesepakatan Indonesia dalam meratifikasi Protokol

Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi Keanekaragaman Hayati,

maka Indonesia berkewajiban menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary

principles) dalam pelepasan PRG. Oleh karena itu perlu dilakukan studi yang

menyeluruh terkait dengan rencana pelepasan Padi Bt PRG ke lingkungan. Puslit

Bioteknologi LIPI telah menghasilkan Padi Bt PRG tahan hama penggerek batang

kuning yang telah dibuktikan berdasarkan pengujian bioassay di Fasilitas Uji

Terbatas (FUT) (contained field trial) dan di Lapangan Uji Terbatas (LUT)

(confined field trials) khusus tanaman PRG. Untuk mengetahui kemungkinan

dampak negatifnya terhadap lingkungan terutama organisme non target potensial,

harus dilakukan pengujian di LUT. Secara komprehensif, produk dari teknologi

baru yang dikenal dengan Padi Bt PRG, perlu kajian ilmiah terkait manfaatnya.

Sebelum komersialisasi kepada masyarakat, perlu diketahui aspek ekologi, aspek

ekonomi dan aspek sosial, Aspek ekologi lebih diutamakan terhadap keamanan

lingkungan dari pengaruh negatif PRG terhadap keanekaragaman hayati. Aspek

ekonomi diwakili oleh indikator peningkatan output dan peningkatan daya saing.

Page 30: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

7

Aspek sosial umumnya diukur dari tingkat kenyamanan dan ketenangan dalam

menentukan pilihan produk yang diinginkan. Untuk mencapai ketiga tujuan

tersebut perlu diperhatikan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat

(Munasinghe 1993).

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian keamanan lingkungan untuk membuat

formulasi kebijakan pengelolaan produk rekayasa genetik (PRG).

Riset 

Tidak  Tidak 

Ya 

Keamanan ling-kungan dan keber-lanjutan Padi Bt PRG

Kajian Keber-lanjutan Padi Bt PRG

Introduksi Padi Bt PRG ke lingkungan

Analisis peraturan dan Kelembagaan pengel-olaan Padi Bt PRG

Kajian kea-manan ling-kungan

Data & Informasi (cukup)

Advokasi kebijakan

Rekomendasi

Implementasi

Gabungan dari kajian ilmiah dan

kebijakan

Strategi pengel-olaan Padi Bt PRG

Kajian sosial ekonomi untuk melihat kelayakan finansial dan persepsi petani

Page 31: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

8  

Selain itu juga diperlukan kajian kelembagaan dan peraturan yang berperan dalam

pengelolaan PRG. Sehingga dihasilkan suatu strategi dalam kebijakan

pengelolaan PRG yang utuh dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah dalam pengembangan kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG di

Indonesia. Kerangka pemikiran penelitian studi keamanan lingkungan untuk

membuat formulasi kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG disajikan pada Gambar 1.

Perumusan Masalah Melalui rekayasa genetik telah dihasilkan tanaman yang memiliki sifat

baru yang lebih unggul dari sebelumnya, tujuannya adalah meningkatkan kualitas

dan produktifitas tanaman. Sebagai hasil teknologi baru, karena kemajuan di

bidang bioteknologi rekayasa genetik, perlu diterapkan prinsip kehati-hatian

berdasarkan kasus per kasus dan metode ilmiah yang akurat dan terukur dalam

melakukan pengujian dan pengkajian risiko keamanan hayati. Menurut Peraturan

Pemerintah No 21 Tahun 2005, keamanan hayati meliputi keamanan lingkungan,

keamanan pangan dan/atau keamanan pakan sesuai amanat Protokol Cartagena.

Suatu kajian yang bersifat holistic dan sistemik terkait dengan rencana pelepasan

tanaman Padi Bt PRG, perlu dilakukan untuk membuat rekomendasi kebijakan

pengelolaan tanaman PRG. Selain kajian ilmiah terkait aspek teknologi dan riset

untuk mengetahui pengaruh Padi Bt PRG terhadap lingkungan, juga diperlukan

kajian aspek ekonomi, sosial dan regulasi dalam melihat prospek kelayakan

pemanfaatan Padi Bt PRG dalam penyelenggaraan pertanian berkelanjutan

(Protokol Cartagena pasal 23 dan pasal 26).

Tanaman Padi Bt PRG telah diintroduksi dengan gen Cry IA(b) dan fusi

gen cry IB - cry IA(a) tahan terhadap hama penggerek batang kuning telah

dikembangkan oleh Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (Puslit Bioteknologi

LIPI). Tanaman ini secara genetik terbukti memiliki sifat ketahanan terhadap

hama penggerek batang kuning berdasarkan hasil penelitian bioassay di FUT

Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Selain itu strategi penggunaan gen Bt sangat

menguntungkan dalam mengurangi penggunaan insektisida sehingga dapat

memperbaiki kualitas lingkungan (Roush 1998; Herman 2009). Sedangkan secara

ekonomi lebih menguntungkan karena akan mengurangi jumlah biaya pembelian

pestisida (Yang et al 2011).

Page 32: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

9

Hipotesis dari penelitian adalah tanaman Padi Bt PRG yang memiliki sifat

ketahanan terhadap serangga hama penggerek batang kuning, tidak memberikan

pengaruh negatif terhadap serangga non target dan musuh alami potensial, serta

memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

alternatif peningkatan ketahanan pangan di Indonesia. Rincian dari konsep

penelitian ini beserta metode dan utilitas yang digunakan ditampilkan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir rancangan masalah penelitian

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan

sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengujian di laboratorium, survei

lapangan, hasil wawancara, survei responden dan survei pakar. Sedangkan data

sekunder diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya mengenai data keamanan

hayati Padi Bt PRG mengandung Cry IA(b) tahan serangan hama penggerek

batang.dari Puslit Bioteknologi LIPI, data-data ekologi dan survei literatur atau

Page 33: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

10  

regulasi melalui studi pustaka. Uraian jenis dan sumber data yang diperlukan

disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tahapan dan metode analisis data untuk formulasi kebijakan PRG

Tujuan Jenis

data

Sumber data Metode

analisis

Output yang

diharapkan

(1) Studi keamanan lingkungan : a. Analisis dampak Padi Bt PRG terhadap serangga non-target dan musuh alami b. Persentase kemungkinan terjadinya perpindahan gen di LUT

Sekunder Primer

Hasil pengujian LUT Puslit Bioteknologi LIPI

Analysis of Variance dengan menggunakan Duncan Test Analisis deskriptif dan uji Laboratorium dengan seleksi higromisisn dan analisis PCR

Persentase populasi serangga non target dan musuh alami pada Padi Bt PRG dan non-PRG Persentase terjadinya gen flow ke tanaman padi non PRG

(2)Kajian kelayakan

finansial pengembangan Padi PRG dan persepsi petani

Sekunder Primer

Dinas/Instansi terkait Responden terpilih

Analisis anggaran parsial (B/C ratio)

Diketahui manfaat finansial dan kelayakan usaha Padi Bt PRG

(2) Analisis

keberlanjutan terhadap pengelolaan Padi Bt PRG

Primer

Responden terpilih

Analisis MDS dengan Rap -PRG

Diketahui status keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG dalam kerangka membangun kebijakan pengelolaan PRG

(3) Kajian peraturan dan kebijakan terkait dengan pengelolaan PRG di Indonesia

Sekunder Primer

Peraturan terkait dan subyek yg relevan Wawancara pakar dan kuesioner

Legal review dan analisis isi (content analysis) AHP dan ISM

Analisis kebijakan dan implementasi pengelolaan PRG

Page 34: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

11

Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penulisan disertasi ini adalah menyusun bahan,

informasi, hasil kajian dan rekomendasi sebagai masukan dan pertimbangan

dalam penyusunan formulasi kebijakan dalam mengelola pemanfaatan PRG,

khususnya tanaman Padi Bt. Pengujian keamanan lingkungan telah dilakukan

terhadap serangga non target dan musuh alami di Lapangan Uji Terbatas (LUT)

hasil kerja sama antara Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)

Sukamandi dengan Puslit Bioteknologi LIPI, sedangkan pengujian terhadap benih

Padi non-Bt generasi kesatu (T0) hasil penelitian gene flow dilakukan dengan

seleksi higromisin dan analisis PCR (Polymerase Chain Reaction) di

Laboratorium dan Rumah kasa padi. Selain kajian aspek teknologi keamanan

lingkungan, juga dilakukan kajian sosial ekonomi meliputi analisis finansial,

persepsi dan penerimaan petani, analisis keberlanjutan serta kajian peraturan

kelembagaan. Studi ini merupakan gabungan antara kajian ilmiah dan sosial yang

bersifat holistik dan terpadu terhadap prospek pengembangan Padi Bt PRG, agar

strategi pembangunan pertanian berkelanjutan yang menjadi tujuan pembangunan

nasional dapat diwujudkan dan ketahanan pangan nasional tercapai. Secara rinci

tujuan penelitian adalah untuk:

1. Mengetahui status keamanan lingkungan Padi Bt PRG yangmengandung

gen Cry IA(b) tahan terhadap hama penggerek batang.

2. Mengetahui kelayakan finansial serta persepsi dan penerimaan petani

terhadap Padi Bt PRG dengan melakukan studi ex ante.

3. Mengetahui status keberlanjutan kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG

berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum

kelembagaan

4. Menganalisis dan melakukan tinjauan terhadap peraturan dan kelembagaan

serta kebijakan pengambilan keputusan dalam pengelolaan PRG

Page 35: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

12  

Manfaat Penelitian Penelitian terhadap kajian keamanan lingkungan meliputi pengaruh

langsung terhadap serangga non target (predator dan musuh alami), mengetahui

potensi terjadinya perpindahan gen (gene flow), dan kajian-kajian sosial ekonomi

untuk mengetahui kelayakan dan potensi keberlanjutan Padi Bt PRG berdasarkan

kajian peraturan perundang-undangan dan kebijakan dalam pengelolaan dan

pemanfaatannya untuk:

1. Merekomendasikan keamanan keamanan lingkungan Padi Bt PRG

mengandung gen Cry IA(b), sebelum pemanfaatan kepada masyarakat,

berdasarkan hasil kajian ilmiah.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah terutama pembuat kebijakan

terhadap potensi kelayakan ekonomi pemanfaatan padi Bt PRG

3. Memberikan alternatif pemanfaatan padi Bt yang lebih ramah lingkungan

dengan mengurangi penggunaan insektisida berdasarkan hasil kajian

keamanan lingkungan

4. Mengetahui potensi keberlanjutan padi Bt PRG berdasarkan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Kebaruan (Novelty) Penelitian

Penelitian mengenai bioteknologi khususnya perakitan tanaman PRG di

Indonesia masih sangat terbatas, karena terkait dengan kemampuan dalam

penguasaan teknologi yang berkaitan dengan infrastruktur, dana dan sumber daya

manusia. Persyaratan sebelum tanaman PRG dilepas atau dikomersialisasikan

adalah sertifikat keamanan hayati meliputi keamanan pangan, lingkungan

dan/atau pakan. Khusus untuk tanaman PRG, pengujian keamanan lingkungan

dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh negatifnya terhadap

keanekaragaman hayati seperti organisme non target dan terjadinya persilangan

(crossing) dengan tanaman sejenis atau kerabat liar di lokasi pertanaman PRG.

Kebaruan yang muncul dari penelitian ini adalah, rekomendasi kebijakan

kepada pemerintah mengenai pengelolaan tanaman PRG, khususnya tanaman Padi

Bt berdasarkan studi keamanan lingkungan di Laboratorium dan LUT. Pengujian

Page 36: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

  

 

13

keamanan lingkungan Padi Bt PRG di Indonesia adalah penelitian pertama yang

pernah dilakukan untuk tujuan memperoleh sertifikat dan pernyataan keamanan

lingkungan.

Sebagai produk bioteknologi baru melalui teknik rekombinan DNA,

tanaman Padi Bt PRG harus disosialisasikan kepada masyarakat, sebelum dilepas

atau dikomersialisasikan, sebab keberhasilan suatu teknologi adalah bagaimana

masyarakat menerima dan memanfaatkannya. Secara holistik penelitian ini

meliputi; (1) Kajian keamanan lingkungan (environmental risk assessment) (2)

Pengujian benih hasil penelitian gene flow di LUT (3) Studi kelayakan pelepasan

Padi Bt PRG (4) Status keberlanjutan dalam pengelolaan tanaman Padi Bt PRG

dan (5) Studi kebijakan pengambilan keputusan berdasarkan peraturan dan

kelembagaan terhadap pengelolaan tanaman PRG.

Page 37: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

14

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Sebaran Tanaman Padi

Padi termasuk genus Oryza dari family Gramineae (Poaceae). Genus

Oryza terdiri dari 25 species dan hanya dua species yang banyak dibudidayakan

yaitu Oryza sativa dan Oryza glaberrima. Genus O. glaberrima hanya ditanam di

daerah Afrika barat (Vaughan et al. 2003). Jenis padi yang paling banyak ditanam

dan dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Asia adalah Oryza sativa L.

Jenis ini dapat beradaptasi pada berbagai kondisi dan tumbuh pada kondisi

lingkungan yang bervariasi mulai dari daerah dataran rendah sampai daerah

dataran tinggi, kecuali di daerah Antartika (Jeong et al. 2005; Abdullah et al.

2005).

Tanaman padi dengan produksi berasnya merupakan sumber nutrisi utama

bagi hampir dua pertiga (Vaughan et al. 2003) sampai separo populasi penduduk

di seluruh dunia (Abdullah et al. 2005), dengan total nilai produksi beras dunia

pada tahun 2010 mencapai lebih dari 400 juta ton per tahun, berarti mengalami

kenaikan 1,8% dibandingkan tahun 2009. Terjadinya bencana alam di beberapa

negara produsen beras di dunia ternyata belum memberikan dampak penurunan

yang nyata terhadap produksi beras secara global. Peningkatan produksi beras

dunia pada tahun 2011 diperkirakan dari India dan China, dengan prediksi tidak

terjadi perubahan iklim yang ekstrim (FAO 2010). Indonesia menempati urutan

ketiga dari negara-negara penghasil beras di dunia dengan jumlah produksi sekitar

50 juta ton per tahun (Tabel 2).

Sentra produksi beras terbesar di dunia berasal dari benua Asia, hampir

90% berasal dari China, India, Vietnam, Thailand dan Indonesia. Sekitar 75% dari

produksi beras tersebut dikonsumsi oleh penduduk di wilayah Asia sendiri

(Mohanty 2010). Kebutuhan beras di masa yang akan datang akan terus

meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, terutama di negara-

negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus bertambah.

Page 38: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

15

Tabel 2. Daftar negara-negara penghasil beras di dunia

No Negara Jumlah Produksi (ton/tahun) Persentase

1 China 166,417,000 32,7

2 India 132,013,000 26,0

3 Indonesia 52,078,832 10,2

4 Bangladesh 38,060,000 7,5

5 Vietnam 34,518,600 6,8

6 Thailand 27,000,000 5,3

7 Myanmar 24,640,000 4,8

8 Philippines 14,031,000 2,8

9 Brazil 10,198,900 2,0

10 Japan 9,740,000 1,9

(Sumber: FAO 2010).

Hama Penting Tanaman Padi

Masalah utama pada pertanaman padi adalah serangan hama dan penyakit.

Serangan hama penggerek batang masih menjadi masalah serius terutama

didaerah tropis seperti Indonesia. Hama ini dapat menimbulkan kerugian sampai

10 juta ton per tahun atau mendekati 10 - 30% produksi di lapangan (Ho et al.

2001; Moghaieb 2010). Pada saat terjadi serangan berat, dapat menurunkan

produksi hingga lebih dari 65 % pertahun (Tu et al. 2000). Sampai saat ini belum

ditemukan varietas padi yang tahan terhadap serangan hama penggerek batang.

Serangga termasuk jenis hewan yang paling banyak di muka bumi, hampir

¾ dari jenis hewan adalah serangga. Salah satu dari jenis serangga tersebut adalah

serangga penggerek batang yang termasuk ke dalam ordo Lepidoptera (Howell et

al. 1998). Secara morfologi serangga ini memiliki mulut pengisap yang

menyerupai belalai dengan tanda khusus berbentuk spot atau sisik di bagian sayap

(Amuwitagama. 2002). Penggerek batang diketahui dapat merusak tanaman pada

semua fase pertumbuhan, baik fase di pembibitan, anakan dan fase pembungaan

(Srivastava et al. 2003). Gejala kerusakan yang ditimbulkan berbeda-beda sesuai

dengan fase pertumbuhan tanaman. Bila serangan terjadi pada fase pembibitan

Page 39: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

16

sampai anakan disebut sundep sedangkan pada saat pembungaan disebut beluk.

Kerusakan pada bagian batang akan menghasilkan lubang (entry hole) sehingga

merusak jaringan pembuluh tanaman yang mengakibatkan bagian pangkal

tanaman mati, sedangkan serangan di waktu pembungaan akan mengakibatkan

malai hampa dan berwarna putih (Amuwitagama 2002). Serangga penggerek

batang padi dapat menyerang tanaman sepanjang musim terutama di daerah tropis,

daerah sebarannya melingkupi hampir disemua wilayah.

Serangga penggerek batang padi terdiri dari empat jenis yaitu serangga

penggerek batang putih (Scirphopaga innotata), serangga penggerek batang

kuning (Scirphopaga incertulas), serangga penggerek batang bergaris (Chilo

suppressalis) dan serangga penggerek batang padi merah jambu (Sesamia

inferens) (Kartasapoetra 1993 ; Daly et al. 1998). Siklus hidup serangga ini

dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa memerlukan masa sekitar 46 hari.

Perbedaan morfologi serangga penggerek batang dewasa antara yang jantan

dengan yang betina kelihatan sangat berbeda. Serangga penggerek batang jantan

memiliki warna lebih kecoklatan bila dibandingkan dengan betina (Reissig et al.

1986).

Status dan Perkembangan Bioteknologi Tanaman Padi

Kebutuhan terhadap peningkatan produksi dan perbaikan mutu tanaman

padi sangat mendesak karena pertumbuhan populasi penduduk yang tidak

seimbang dengan jumlah produksi serta terjadinya perubahan iklim global dunia.

Kondisi ini dapat memicu timbulnya ancaman akan krisis pangan. Oleh karena itu

sebagai negara berkembang, Indonesia memerlukan teknologi baru dalam

mempercepat terealisasinya peningkatan produksi dan kualitas hasil tanaman

utama seperti padi. Terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan

pertambahan jumlah penduduk memerlukan alternatif dan metode baru yang

mampu mempercepat tercapainya kenaikan produksi. Beberapa teknik telah

dilakukan sebelumnya, mulai dari teknik konvensional sampai era revolusi hijau,

akan tetapi belum terjadi kenaikan hasil yang nyata .

Teknik rekayasa genetik merupakan salah satu dari beberapa alternatif

penerapan bioteknologi pada tanaman pertanian yang bertujuan untuk

Page 40: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

17

meningkatkan produksi dengan memperbaiki sifat ketahanan terhadap hama dan

penyakit. Melalui teknologi ini diharapkan terjadi kenaikan produksi yang

berkelanjutan, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat

penggunaan pestisida secara berlebihan, terutama pada padi yang rentan terhadap

serangan hama (Thiagarajasubramanian 2005).

Konsep awal dalam melakukan rekayasa pada tanaman adalah

memindahkan sifat-sifat yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan mutu

tanaman pertanian, hortikultura dan tanaman hias. Selain itu teknologi ini juga

dimanfaatkan untuk memahami proses-proses biologis tertentu pada tanaman

(Greenberg & Glick 1993). Teknologi rekayasa genetik memungkinkan untuk

memanfaatkan sifat-sifat tanaman yang unggul baik yang berasal dari tanaman itu

sendiri maupun dari spesies lain yang berbeda, sehingga memungkinkan untuk

introduksi sejumlah sifat baru yang dikehendaki ke dalam tanaman budidaya

seperti padi (Thomson 2000). Selain itu, sumber materi genetik dan sifat-sifat lain

yang bermanfaat, telah digunakan dengan berbagai kombinasi yang berbeda untuk

memenuhi kebutuhan dalam perbaikan mutu dan meningkatkan efisiensi pada

pemuliaan tanaman padi (Thomson 2000; Baihaki 2002). Proses pembuatan

tanaman rekayasa genetik dibandingkan dengan tanaman hasil pemuliaan

konvensional, memerlukan waktu yang lebih singkat dengan kepastian sifat yang

lebih akurat. Perbedaan dari kedua proses tersebut dapat digambarkan seperti pada

Gambar 3.

Beberapa sifat baru yang diinginkan seperti toleran terhadap kekeringan,

salinitas dan rendaman, meningkatkan kualitas nutrisi tanaman (seperti kadar

protein dan kadar asam amino), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

serangan hama dan penyakit, serta memperbaiki tampilan tanaman (warna bunga,

tinggi tanaman) lebih mudah dan lebih efisien dilakukan dengan teknik rekayasa

genetik (Kropff & Struik 2002).

Page 41: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

18

Sumber: Sharma et al. 2005

Gambar 3. Diagram teknologi transformasi dan teknologi konvensional

Rekayasa genetik pada tanaman telah dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan seperti; meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama,

penyakit, gulma dan herbisida; meningkatkan kandungan zat-zat gizi,

mengendalikan tingkat kematangan dan masa penyimpanan setelah panen serta

modifikasi genom tanaman untuk produksi bahan-bahan kimia tertentu dari

tanaman tersebut (MacMahon 2000). Rekayasa genetik pada tanaman padi

bertujuan untuk memperoleh tanaman tahan serangan hama dari jenis Lepidoptera

dengan memanfaatkan protein Bt toxins (Brookes & Barfoot 2003). Keberhasilan

teknologi ini juga telah diterapkan pada tanaman kedelai (52%), jagung (31%),

kapas (12%) dan canola (5%). Sifat-sifat unggul yang paling banyak dimanfaatkan

pada tanaman adalah ketahanan terhadap herbisida dan serangan hama, serta

gabungan dari dua atau lebih sifat tersebut pada satu tanaman (Groote et al. 2011).

Masalah utama pada tanaman padi adalah meningkatkan ketahanan tanaman

Page 42: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

19

terhadap serangan hama dan penyakit selain perbaikan kandungan nutrisi yang

juga menjadi prioritas.

Karena umumnya sel tanaman bersifal totipotensi (totipotent), yang berarti

memiliki kemampuan dalam memperbanyak diri dari satu sel menjadi banyak sel.

Khususnya tanaman hasil transformasi, akan memiliki kombinasi gen baru yang

juga dapat memperbanyak diri dan diturunkan pada generasi berikutnya, baik

melalui bunga atau biji. Sifat yang ditambahkan tersebut harus dapat diturunkan

pada generasi berikutnya (Manshardt 2004). Saat ini telah banyak tanaman

pertanian hasil rekayasa genetik yang dihasilkan seperti kentang, tomat, canola,

kedele, jagung, kapas dan padi.

Tanaman hasil rekayasa genetik monokotil seperti padi umumnya lebih

sulit diregenerasikan bila dibandingkan dengan tanaman hasil rekayasa genetik

dikotil. Tetapi karena padi merupakan tananaman pertanian utama, lebih

memerlukan teknologi modern dalam perbaikan sifat untuk memperoleh kenaikan

hasil yang nyata. Salah satu strategi dalam meningkatkan produksi tanaman padi

adalah meningkatkan ketahanan tanaman tersebut terhadap serangan hama dan

penyakit. Fungsi insektisida dalam tanaman padi dapat direkayasa secara genetik

dengan mengintroduksikan gen Bt dari Bacillus thuringiensis. Selama insektisida

biologis tersebut bersifat spesifik, umumnya tidak akan membahayakan terhadap

manusia sebagai pangan ( Greenberg & Glick 1993).

Pada awal transformasi genetik dilakukan pada tanaman padi, telah

digunakan metode transformasi secara langsung dengan metode penembakan

(particle bombardment). Kemudian beberapa metode dikembangkan seperti

metode PEG (Poly Ethylene Glycol) yang dapat meningkatkan jumlah kalus tahan

Higromicin. Akhir-akhir ini metode Agrobacterium tumefaciens semakin banyak

digunakan karena lebih efisien (Ignacimuthu et al. 2000). Metode ini dimulai

dari DNA target yang disisipkan ke dalam plasmid yang mampu menginduksi

tumor pada tanaman, selanjutnya plasmid ditransfer kedalam bacteria yang akan

menginfeksi sel tanaman. Potongan DNA di dalam plasmid yang membawa sifat

atau target gen yang diinginkan akan ditransfer ke dalam sel atau genome tanaman

(Thiagarajasubramanian 2005). Transformasi dengan A tumefaciens yang

memiliki sifat binary vector, telah berhasil digunakan dalam memproduksi padi

Page 43: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

20

PRG sampai generasi kedua dengan integrasi dan ekspresi gen yang stabil (Wang

et al. 2002). Penelitian terbaru pada tanaman padi PRG yang memiliki sifat

ketahanan terhadap penggerek batang (Chilo agamemnon Bles.) dengan introduksi

gen Bt (Cry 1la5), memperlihatkan sifat-sifat agronomi dan fenotip yang sama

dengan tanaman non-PRG (kontrol) (Moghaieb 2010).

Melalui penerapan teknologi rekayasa genetik pada tanaman, aspek

keamanan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia harus menjadi prioritas

utama, jika produk tersebut akan diintroduksi ke lingkungan atau dikonsumsi oleh

manusia (Sharma et al. 2002). Meskipun saat ini belum ada padi hasil rekayasa

genetik mengandung gen Bt yang dikomersialisasikan di Asia Tenggara (Ye et al.

2003; Chen et al. 2006; Redona 2006), tetapi pengujian di lapangan uji terbatas

telah dilakukan di China sejak tahun 1997 - 1998 untuk padi tahan serangan hama

penggerek batang dan ulat penggulung daun. Sampai tahun 2001 pengujian

keamanan lingkungan untuk padi hasil rekayasa genetik yang membawa sifat

ketahanan terhadap hama dan penyakit telah dikembangkan di lapangan uji

terbatas. Hasil penelitian di lapangan uji terbatas, yang ditanam pada kondisi

serangan alami, dapat menghasilkan produksi 28,9% lebih tinggi dibandingkan

dengan padi non - Bt (Tu et al. 2000).

Status penelitian rekayasa genetik di Indonesia telah dimulai sejak tahun

1990-an. Penelitian yang tadinya masih di laboratorium dan rumah kaca khusus

untuk tanaman hasil rekayasa genetik di FUT, saat ini telah sampai pada tahap

pengujian di LUT untuk mengetahui kemungkinan dampaknya terhadap

lingkungan terbatas (Herman 2009). Salah satu tanaman PRG hasil penelitian

dalam negeri yang telah memperoleh pengakuan keamanan lingkungan adalah

tanaman tebu PRG dari PT Perkebunan Nusantara XI (Balai Kliring Keamanan

Hayati Indonesia 2010).

Penelitian Padi Bt PRG, yang mengandung gen Cry IA(b) tahan terhadap

penggerek batang yang dilakukan di Puslit Bioteknologi LIPI sejak tahun 1996

telah diuji di LUT untuk mengetahui kemungkinan dampak negatifnya terhadap

lingkungan, tetapi benih hasil pengujian untuk mengetahui apakah terjadi

persilangan dengan tanaman Padi non-Bt belum diketahui hasilnya, oleh karena

itu perlu dilakukan pengujian dengan seleksi Higromisin dan analisis PCR

Page 44: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

21

(Polymerase Chain Reaction) terhadap semua benih yang telah ditanam pada

jarak yang berbeda-beda sebagai perlakukan sebelumnya. Penelitian tanaman

PRG di LUT harus melalui prosedur pengajuan izin kepada Kementerian

Lingkungan Hidup melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pertanian. Seperti yang dinyatakan oleh Hilbeck & Andow (2004)

bahwa sebelum komersialisasi, tanaman PRG harus dilakukan pengujian

keamanan lingkungan terlebih dulu untuk mengetahui dampaknya terhadap

lingkungan tempat tumbuh yang dikategorikan pada mahkluk hidup yang berada

di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah seperti serangga non

target, musuh alami, mikroba tanah dan aktivitas enzim tanah.

China adalah negara kedua setelah Iran yang telah mengeluarkan keputusan

keamanan lingkungan (environmental safety) pada Padi Bt PRG. China

melakukan pengujian keamanan lingkungan di LUT pada tahun 1997 sampai

1998. Meskipun sampai saat ini belum ada varietas Padi Bt yang siap dipasarkan

kepada petani (Marfä et al. 2002; Huang et al. 2007) namun melalui teknologi

DNA, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, juga telah berhasil melakukan

introduksi gen Cry IA(b) yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam

genom padi kultivar Rojolele. Gen ini menghasilkan kristal protein yang bersifat

toksik terhadap serangga lepidoptera, namun tidak berbahaya bagi kesehatan

manusia (Bravo et al. 2011).

Pengkajian Risiko Keamanan Lingkungan (Environmental Risk

Assessment)

Berdasarkan kesepakatan negara-negara pada Konvensi Keanekaragaman

Hayati (Convention on Biological Biodiversity) di Montreal tahun 1994, telah

dituangkan konsep Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Produk

Rekayasa Genetik, yang mewajibkan setiap negara yang menandatangani

kesepakatan tersebut untuk membuat peraturan dan pedoman bagi setiap produk

rekayasa genetik sebelum dimanfaatkan dan dilepas ke lingkungan (Newell &

Mackenzie 2000). Pengkajian risiko keamanan lingkungan merupakan bagian dari

proses pengambilan keputusan terhadap kelayakan penanaman tanaman PRG ke

Page 45: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

22

lingkungan. Adanya issu mengenai keamanan hayati, diawal produk ini dilepas

merupakan persoalan yang penting untuk melibatkan masyarakat melalui kegiatan

pendidikan publik yang konsisten dan transparan.

Penelitian-penelitian tentang keamanan hayati tanaman PRG, lebih

difokuskan pada pengaruh sifat toksik dari Bt (Bacillus thuringiensis) terhadap

organisme non target, dampak ekologis tanaman PRG terhadap tanaman lain dan

kerabat liar, serta interaksi dan pengaruh tanaman PRG tersebut pada

keanekaragaman hayati, ekosistem dan mikroba tanah (Lu & Sweet 2010)

Karena dianggap lebih ramah lingkungan, maka bioteknologi modern

menjadi harapan baru dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil

pertanian yang belum dapat diselesaikan secara konvensional. Seperti tanaman

tahan serangan hama, akan mengurangi penggunaan insektisida, sehingga

menyelamatkan lingkungan dari pencemaran udara dan air. Dampak jangka

panjangnya akan mengurangi pencemaran pestisida yang terakumulasi di dalam

tanah sehingga menguntungkan bagi lingkungan (Barratt et al, 2010).

Berdasarkan fakta terbaru dari ISAAA (2013), angka perkiraan global luas

areal tanam PRG di negara-negara berkembang sejak tahun 1996 sampai 2012

meningkat sampai 100 kali, dari 1,7 juta ha menjadi 170 juta ha. Bertambahnya

jumlah petani yang menanam tanaman PRG seperti kapas Bt, jagung Bt di negara-

negara berkembang telah berhasil meningkatkan pendapatan petani, sehingga

program ini diharapkan mampu mendukung Sasaran Pembangunan Milenium

dengan mengurangi angka kemiskinan. Harapan untuk mengangkat taraf hidup

petani diharapkan tercapai dengan terjadinya peningkatan produksi sebesar 10–

20%, diikuti dengan efisiensi pengeluaran untuk insektisida dan biaya perawatan.

(James 2012).

Upaya membangun kepercayaan publik dalam pemanfaatan produk

rekayasa genetika memerlukan usaha yang cukup serius dari pemerintah,

mengingat masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan publik

mengenai hal ini. Sebelumnya penemuan-penemuan varietas unggul baru melalui

proses teknologi pemuliaan konvensional tidak pernah mendapat reaksi negatif

yang serius dari masyarakat petani, maupun masyarakat konsumen pada

umumnya. Sedangkan varietas unggul baru dari tanaman transgenik mendapat

Page 46: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

23

reaksi yang keras dan beragam dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan

dampak negatif terhadap keamanan hayati. Reaksi yang muncul dari masyarakat

dapat diterima asalkan tidak berlebihan dan disampaikan melalui prosedur yang

semestinya. Terdapat beberapa pemikiran dari kelompok yang kontra terhadap

tanaman PRG seperti; potensi bahaya produk sehingga tidak ada antisipasi yang

dapat dilakukan jika terjadi penyimpangan, risk assessment dan risk management

masih lemah, sehingga berdampak luas. Di dalam PP 21 tahun 2005 disebutkan

bahwa setiap produk bioteknologi yang akan dimanfaatkan secara luas harus diuji

dan dikaji terlebih dahulu terhadap kemungkinan risiko yang akan

ditimbulkannya.

Informasi ilmiah mengenai hasil pengujian dari pengembangan dan

pemanfaatan tanaman PRG yang tersedia saat ini masih rendah, sehingga

pengetahuan masyarakat terkait PRG sangat terbatas. Persepsi publik terutama

terhadap tanaman PRG terbagi dua kelompok, antara pro dan kontra. Kelompok

yang kontra terhadap PRG memprediksi jika tanaman PRG dilepas ke alam dan

terjadi persilangan, maka gen yang akan mencemari lingkungan hayati tidak

dapat ditarik kembali. Pandangan ini tidak dapat dibenarkan karena adanya aturan

yang telah dibuat untuk menjamin keamanan hayati setiap PRG yang akan dilepas

atau dimanfaatkan. Menurut Herman (2009) sebelum tanaman PRG dimanfaatkan

untuk di tanam ke lingkungan harus melalui pengkajian keamanan lingkungan

dengan melakukan percobaan di lapangan uji terbatas, dengan lingkungan fisik

yang dapat dikontrol dan dikendalikan. Tindakan isolasi genetik dengan

pembatasan materi/bahan yang digunakan dalam membatasi penggunaan bahan

tanaman PRG hanya untuk area spesifik dari suatu lingkungan di lokasi

percobaan. Percobaan lapangan terbatas adalah kegiatan penelitian skala kecil

dan pra komersial, dengan menyediakan teknologi untuk mengevaluasi tampilan

tanaman PRG serta mengkoleksi data yang diperlukan dalam pengkajian

keamanan lingkungan, pengujian varietas, registrasi, dan tujuan untuk sertifikasi

benih (Halsey 2006).

Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran tersebut maka metode pengkajian

risiko (risk assessment) untuk PRG dilaksanakan berdasarkan kasus per kasus,

karena setiap produk PRG yang ditanam pada ekosistem yang berbeda

Page 47: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

24

memerlukan sistem pengkajian risiko yang berbeda juga (Hilbeck & Andow

2004). Oleh karena itu PRG yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan

pengembangan yang telah dilakukan di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau

lapangan uji terbatas sebelum diusulkan untuk dilepas dan/atau diedarkan harus

diuji efikasi dan memenuhi persyaratan keamanan hayati (PP No 21 2005)

Peraturan yang telah dibuat sesuai dengan PP No 21 tahun 2005 dimana

unsur pengujian dan penilaian kelayakan PRG harus melalui risk assessment dan

risk management yang sangat teliti dan hati-hati sehingga berbagai kemungkinan

dampak negatif yang muncul dapat diantisipasi. Bioteknologi pertanian dalam

bidang rekayasa genetik bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan, dan

memperbaiki sistim kehidupan tanpa melakukan eksploitasi terhadap alam agar

tercapai kesejahteraan hidup manusia.

Terdapat beberapa peraturan yang terkait dengan pengaturan keamanan PRG

yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan

keputusan menteri. Dalam undang-undang yang dikeluarkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup telah dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melepaskan PRG

ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan atau izin lingkungan. Pada pasal 101 dari Undang-Undang tersebut,

ditulis adanya sanksi bagi yang melanggar, baik sanksi uang maupun tahanan.

Oleh karena itu pemanfaatan PRG di tengah-tengah masyarakat harus mengikuti

prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan kesepakatan dalam

Protokol Cartagena. Meskipun kelembagaan yang terkait dengan keamanan hayati

telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden No 39 tahun 2010, tetapi belum

dilakukan kajian mengenai fungsi kelembagaan yang terkait serta kebijakan yang

ditetapkan dalam peraturan tersebut, apakah cukup efektif terhadap pelepasan dan

komersialisasi PRG di Indonesia.

Beberapa kendala dalam penelitian dan pengembangan PRG di Indonesia

adalah waktu yang cukup lama untuk penelitian, minimal 3 – 5 tahun, belum

terlaksananya keseluruhan regulasi yang telah ditetapkan sampai pada koordinasi

antar kelembagaan serta sikap dan konsistensi pemerintah dalam pengembangan

tanaman PRG yang mempengaruhi kinerja penelitian sehingga menghasilkan arah

Page 48: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

25

yang kurang fokus. Ketersediaan dana dan grand strategy dalam pengembangan

PRG juga menjadi kendala dalam pengembangannya. Teknologi rekayasa genetik

ini memerlukan biaya yang cukup besar termasuk biaya pengujian keamanan

hayati sebelum dilepas. Keterbatasan dana untuk melakukan pengujian keamanan

hayati khususnya tanaman PRG menjadi salah satu kendala dalam upaya

pemanfaatan dan pelepasan tanamab PRG kepada masyarakat, terutama di

lembaga-lembaga penelitian milik pemerintah dimana sumber dana untuk

melakukan penelitian berasal dari dana APBN. Selain itu, beberapa aturan

pendukung pemanfaatan PRG belum dapat diselesaikan seperti pedoman teknis

pelaksana. Termasuk pedoman untuk pengujian hewan PRG dan pakan PRG serta

pedoman untuk penelitian dan pengembangan PRG di Laboratorium.

Analisis Kelembagaan dan Kebijakan Keamanan Hayati

Kelembagaan merupakan suatu aturan main (rule of the game) dalam

interaksi interpersonal. Dalam hal ini kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan

aturan baik formal maupun informal, yang tertulis maupun tidak tertulis mengenai

tata hubungan manusia dan lingkungannya, menyangkut hak-hak dan

perlindungan hak-hak serta tanggung jawab. Sedangkan menurut Pakpahan (1990)

dalam Kartodihardjo (2009) kelembagaan atau institusi merupakan sistem yang

kompleks, rumit dan abstrak yang mencakup ideologi, hukum adat, aturan,

kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mengatur apa yang

dilarang untuk dikerjakan oleh individu (perorangan atau organisasi) atau dalam

bentuk bagaimana indvidu dapat mengerjakan sesuatu. Karena itu kelembagaan

adalah instrumen yang mengatur individu. Kelembagaan merupakan sistem

organisasi dan kontrol masyarakat terhadap penggunaan sumberdaya. Batasan

tersebut menunjukkan bahwa organisasi dapat dipandang sebagai perangkat keras

dari kelembagaan sedangkan aturan main merupakan perangkat lunak.

Dalam sistim keamanan hayati di Indonesia, kelembagaan terkait

pengaturan dan pengelolaan PRG melibatkan beberapa Kementerian dan Lembaga

Pemerintah Non Kementerian (LPNK) sesuai dengan produk PRG yang akan

dilepas, seperti tanaman PRG melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian

Lingkungan Hidup, sedangkan untuk produk makanan, melibatkan Badan

Page 49: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

26

Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM). Kelembagaan independen yang bersifat

non struktural yang bertugas dalam memberikan sertifikat dan rekomendasi

pelepasan atau/dan peredaran PRG kepada Kementerian dan LPNK terkait adalah

Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG) yang telah ditetapkan

keanggotaannya dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 39 tahun 2010. Dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, KKH PRG dibantu oleh Tim Teknis

Keamanan Hayati PRG (TTKH PRG) yang keanggotaannya terdiri dari pakar

berbagai disiplin ilmu untuk melakukan pengkajian dokumen teknis dan

pengujian keamanan hayati lanjutan jika diperlukan, sesuai dengan tugas dan

fungsi yang telah ditetapkan pada Perpres 39 tahun 2010.

Implementasi kebijakan pemanfaatan PRG di Indonesia diatur dalam

Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG,

yang sebelumnya masih menggunakan Keputusan Bersama Empat Menteri, yaitu

Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan serta

Menteri Pangan dan Hortikultura tentang Keamanan Hayati dan Keamanan

Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik No

998.1/Kpts/OT.210/9/99;790.a/Kpts-IX/1999. Sebagai negara yang memiliki

keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Indonesia ikut meratifikasi dan akhirnya

menandatangani kesepakatan Protokol Cartagena tentang keamanan hayati PRG.

Kesepakatan yang tertuang dalam Protokol Cartagena bertujuan untuk menjamin

tingkat proteksi yang memadai dalam hal perpindahan, penanganan, dan

pemanfaatan yang aman dari perpindahan lintas batas PRG meliputi pangan,

pakan, dan pengolahan.

Kajian Sosial Ekonomi terhadap Keberlanjutan Introduksi PRG

Pertimbangan sosial ekonomi masyarakat terhadap penerapan PRG, harus

menjadi perhatian berbagai pihak, karena hasil teknologi baru memerlukan waktu

untuk sosialisasi, agar dapat dipahami dan akhirnya diputuskan oleh masyarakat

itu sendiri, apakah akan memanfaatkan atau menolaknya. Keterlibatan masyarakat

secara sosial dalam pembangunan bioteknologi sangat rendah di Indonesia. Hal ini

dapat diungkapkan melalui persepsi dan partisipasi sebagian besar masyarakat

yang belum memahami dan mengerti tentang PRG (Bermawie et al. 2003).

Page 50: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

27

Menurut kajian yang dilakukan oleh Adiwibowo et al. 2005, beberapa peluang

yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

terhadap introduksi PRG ke lingkungan adalah melalui kampanye, advokasi

bersama dengan kelompok LSM serta memberikan akses yang lebih luas kepada

masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan kebijakan

pembangunan bioteknologi. Di dalam Protokol Cartagena Pasal 26, dicantumkan

pertimbangan sosial ekonomi menjadi aspek perhatian setelah keamanan hayati

terpenuhi, karena kepentingan ekonomi masyarakat pengguna PRG perlu

diperjuangkan, agar kemandirian pangan dapat diwujudkan melalui PRG produksi

nasional.

Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan model pembangunan

yang berorientasi lingkungan, sosial dan ekonomi. Pembangunan yang

berorientasi ekonomi semata dinilai gagal menyelesaikan agenda pembangunan

yaitu kemiskinan dan kerusakan lingkungan (Salim, 2005). Konsep pembangunan

berkelanjutan mengeksplorasi kaitan antara pembangunan ekonomi, kualitas

lingkungan dan keadilan sosial (Rogers et al. 2007).

Konsep ini berawal dari pertemuan konferensi internasional lingkungan

hidup di Stockholm, Swedia tahun 1972. Konfrensi ini pertama kali dalam sejarah

yang digagas oleh PBB. Sepuluh tahun kemudian PBB kembali menggelar

konferensi tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya. Usul

yang dihasilkan dari pertemuan lingkungan di Nairobi ini dibawa kesidang umum

PBB tahun 1983, dan oleh PBB dibentuk WCED (World Comission on

Environment and Development) yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland.

Komisi ini menghasilkan dokumen "Our Common Future" pada tahun 1987, yang

memuat analisis dan saran bagi proses pembangunan berkelanjutan. Dalam

dokumen itu diperkenalkan suatu konsep baru yang disebut suatu konsep

pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa

kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi

kebutuhan mereka sendiri.

Page 51: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

28

Gambar 4. Pembangunan berkelanjutan Sumber : Munasinghe (1993)

Di dalam konsep pembangunan berkelanjutan terdapat tiga faktor utama

yang membangun pembanguan berkelanjutan (Gambar 4) yaitu faktor ekonomi

yang efisien dan memiliki pertumbuhan yang positif bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat pengguna (konsumen) serta masyarakat petani. Faktor

lingkungan sebagai sumber daya keanekaragaman hayati yang merupakan modal

dalam pembangunan berkelanjutan serta faktor sosial yang menyangkut

penerimaan, pemerataan dan hak yang sama bagi masyarakat dalam memperoleh

kesejahteraan dan rasa aman dari kemajuan teknologi modern. Pembangunan

berkelanjutan mengandung pengertian perubahan positif terhadap kondisi sosial

ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat

sangat bergantung dan membutuhkannya. Agar tercapai keberhasilan dan

keberlanjutan dalam penerapannya, diperlukan kebijakan, perencanaan dan proses

pembelajaran sosial yang bersifat terpadu dan menyeluruh melalui kebijakan atau

keputusan pemerintah melalui kelembagaan sosial dan perekonomian.

Untuk mencapai kemajuan di bidang bioteknologi pertanian diperlukan

perubahan kebijakan beberapa bidang pembangunan seperti bidang teknologi,

sosial ekonomi, dan lingkungan yang bermanfaat untuk pengembangan kebijakan

dimasa yang akan datang.

Page 52: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

29

Untuk menjamin keberlanjutan produksi tanaman PRG perlu keterlibatan

pemerintah secara intensif dengan masyarakat, melalui komunikasi dan sosialisasi

yang interaktif dan bersifat terbuka, sehingga informasi teknologi yang akan

diterapkan dapat diterima dan dipahami dengan baik sesuai dengan tingkat

pendidikan dan kemampuan masyarakat itu sendiri. Di dalam Protokol Cartagena

interaksi antara kelembagaan dengan pemangku kepentingan sangat penting,

dimana kegiatan ini menjadi bagian dari analisis risiko PRG yaitu komunikasi

risiko.

Dalam melakukan kajian terhadap dampak ekonomi sosial, diperlukan

penilaian dampak dari aplikasi teknologi. Penilaian dapat dibedakan antara kajian

ex-post ( teknologi yang sudah digunakan) dan ex-ante (teknologi yang belum di

pergunakan). Penggunaan dua jenis kajian ini bergantung pada ketersediaan data

yang dimiliki. Kajian ex-post biasanya lebih andal bila dibandingkan dengan

kajian ex-ante karena lebih bergantung pada penilaian percobaan penelitian.

Pemilihan metode atau analisis yang tepat, merupakan hal kunci untuk

memperoleh hasil yang baik. Untuk permasalahan lingkungan disumbang oleh

keadaan iklim, kondisi social masyarakat dan keterbatasan teknologi. Strategi

permasalahan tersebut ialah dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan yang disebut dalam UU 32 Tahun 2009 tentang

Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu upaya sadar dan terencana

dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam

strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan

generasi masa depan.

Beberapa peneliti menguraikan keberlanjutan lebih rinci lagi dalam lima

dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi

kelembagaan dan dimensi teknologi (Fauzi & Anna 2005). Dimensi ekologi lebih

terkait pada aspek menjaga daya dukung, serta meningkatkan kapasitas dan

kualitas ekosistem. Dimensi sosial ekonomi terkait pada keberlanjutan dan

kesejahteraan masyarakat dalam rangka keberlanjutan. Dimensi kelembagaan

ialah terkait kelembagaan yang mendorong keberlanjutan. Dimensi sosial ialah

terkait keberlanjutan penerimaan dan kenyamanan pada masyarakat.

Page 53: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

30

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN PADI Bt PRODUK

REKAYASA GENETIK

Study of Environmental Safety for Genetically Engineered Bt Rice

Deswina P1), Syarief R

2), Rachman LM

3), Herman M

4)

1)Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan Staf Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 3Fakultas Pertanian Institut

Pertanian Bogor, 4 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber

Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Perkembangan teknologi rekayasa genetik pada tanaman pertanian telah

menghasilkan tanaman Padi Bt mengandung gen Cry IA(b) tahan serangan hama

penggerek batang (Scirphopaga incertulas) yang dikembangkan oleh Puslit

Bioteknologi LIPI. Sebagai tanaman hasil rekayasa genetik, maka Padi Bt harus

melalui pengujian keamanan hayati sebelum dilepas atau dikomersialisasikan

kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk membuat analisis keamanan

lingkungan Padi Bt Produk Rekayasa Genetik (PRG) berdasarkan data-data

sekunder dan primer. Data sekunder berasal dari hasil pengujian terhadap

serangga non target di lapangan uji terbatas (LUT) di tiga lokasi wilayah

pengujian, hasil kerja sama antara Balai Penelitian Padi Sukamandi dengan Puslit

Bioteknologi LIPI. Data primer diambil dari hasil seleksi higromisin dan analisis

PCR (Polymerase Chain Reaction) terhadap benih tanaman padi hasil penelitian

gene flow (persilangan) tanaman Padi Bt PRG ke tanaman Padi non-PRG. Metode

analisis data menggunakan analisis deskriptif dan evaluatif. Berdasarkan hasil

kajian, meskipun tidak terdapat perbedaan jumlah populasi serangga non target

seperti musuh alami di lahan Padi Bt PRG dan lahan Padi non PRG, tetapi

kelengkapan data untuk pengkajian keamanan lingkungan belum dipenuhi.

Sedangkan hasil pengujian terhadap benih- tanaman Padi non PRG yang telah

disemai sebagai tanaman generasi kesatu hasil penelitian gene flow, tidak terbukti

terjadinya persilangan karena tidak terdapat benih yang positif membawa gen Cry

I A(b).

Kata kunci: Padi Bt, gen Cry IA(b), gene flow, keamanan lingkungan, serangga

non target.

Page 54: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

31

Abstract

The development of genetically engineered technology on agricultural

crops has produced Bt rice containing genes Cry IA(b) resistant to stem borer

(Scirphopaga incertulas Walk.) developed by the Research Center for

Biotechnology LIPI . As genetically engineered crop, Bt rice has to go through

biosafety testing before being released or commercialized to the public. This study

aims to make the analysis for the environmental safety of Genetically Engineered

Products (GEPs ) Bt Rice, based on secondary and primary data. Secondary data

derived from the results of tests on non-target insects in the Confined Field Trials

(CFTs) in three locations of testing area, a collaboration results between

Sukamandi Rice Research Institute with Research Center for Biotechnology LIPI.

Primary data were taken from the hygromycin selection and PCR analysis

(Polymerase Chain Reaction) on rice seed as gene flow ( crosses ) research

results of GEP Bt Rice and non-GEP Bt Rice. The methods of data analysis were

descriptive and evaluative method. Based on the results of the study, although

there was no difference in the number of non-target insect populations such as

natural enemies in GEP Bt rice field and non-GEP rice field, but the complement

data for environmental safety assessment still have not been fulfilled yet. While

the tests results on non-GEP rice seed that has been sown as first generation of

gene flow research, the cross still has not been proven yet to be happened because

there is no positive seeds that containing Cry IA(b) protein.

Keywords: Bt Rice, Gene Cry IA (b), gene flow, environmental safety, non- target

insect

PENDAHULUAN

Perbaikan mutu tanaman pertanian secara konvensional, telah

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil, akan tetapi sistim ini tidak dapat

dipertahankan karena terbatasnya sifat-sifat yang dimiliki oleh satu spesies yang

dapat diturunkan pada generasi berikutnya. Contohnya sifat ketahanan terhadap

hama dan penyakit, tidak ditemukan pada tanaman itu sendiri, sehingga harus

diambil dari spesies lain yang memiliki sifat ketahanan atau sifat toksin terhadap

serangga hama. Salah satu teknik yang dapat memindahkan sifat tertentu dari satu

spesies kepada spesies lain yang berbeda jenisnya adalah teknologi rekayasa

genetik (Thomson 2000). Produk yang dihasilkan dari teknologi rekayasa genetik

dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping terhadap lingkungan dan

Page 55: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

32

kesehatan manusia, oleh karena perlu dilakukan pengujian secara ilmiah sebelum

dilepas atau dikomersialisasikan. Tanaman PRG sebagai hasil bioteknologi

modern, harus memenuhi persyaratan keamanan hayati. Kajian risiko lingkungan

(environmental risk assessment) sebagai bagian dari keamanan hayati, harus

dilakukan berdasarkan pengujian ilmiah untuk pengambilan keputusan oleh

pemerintah sebelum tanaman dikomersialisasikan (Garcia-Alonso et al. 2006).

Keamanan lingkungan merupakan ketentuan yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2005, yang harus dilakukan untuk

mengetahui kemungkinan dampak negatifnya terhadap ekosistim dan

keanekaragaman hayati. Definisi keamanan lingkungan yang disebut dalam PP

No 21 tahun 2005 adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai

akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik.

Terdapat beberapa kemungkinan dampak tanaman PRG terhadap

keanekaragaman hayati yang menurut Konvensi Keanekaragaman Biologi

(Convention on Biological Diversity) yang ditetapkan pada tahun 1992 memiliki

banyak manfaat, termasuk peran pentingnya dalam mencukupi kebutuhan bahan

makanan bagi kehidupan, kesehatan dan manfaat lainnya bagi pertumbuhan

populasi dunia. Nilai ekologis dari keanekaragaman hayati dapat dihubungkan

dengan fungsi ekosistem (Birch et al. 2004). Kemungkinan tanaman PRG dapat

memberikan dampak terhadap organisme di atas permukaan tanah seperti

serangga non target, burung dan hewan lain yang bermanfaat bagi ekosistem.

Demikian juga terhadap organisme yang berada di bawah permukaan tanah seperti

mikroba tanah dan hewan (fauna) bawah tanah. Selain itu kekhawatiran terjadinya

perpindahan gen berupa material genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non

PRG, telah menjadi isu yang menimbulkan polarisasi pendapat pro dan kontra di

kalangan masyarakat. Terjadinya perpindahan gen (gene flow) yang dalam

pengertian konvensional adalah persilangan (crossing) merupakan peristiwa alami

yang selalu terjadi di alam, sehingga menambah keragaman genetik yang telah

ada sebelumnya (Hüsken et al. 2010). Terjadinya kemungkinan transfer material

genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non-PRG secara konvensional biasa

terjadi di alam dengan beberapa persyaratan seperti cara penyerbukan dan

Page 56: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

33

kompatibalitas seksual diantara tanaman asal dan tanaman penerima yang

berdekatan (Herman 2009).

Terdapat kekhawatiran pada tanaman PRG karena PRG dianggap individu

asing yang sama sekali berbeda dengan yang lainnya. Kemungkinan terjadinya

perpindahan material genetik dari tanaman PRG ke tanaman non PRG dianggap

dapat menimbulkan sifat weediness dan invasiveness di alam (Herman 2008).

Penyebaran serbuk sari tanaman padi yang memiliki sifat menyerbuk sendiri

(cleistogamy), terdapat kekhawatiran terjadinya persilangan dengan kerabat liar

dan jarang terjadi dengan sesama tanaman pertanian (Hüsken et al. 2010).

Beberapa percobaan tentang kemungkinan terjadinya persilangan atau

pindahnya material genetik seperti serbuk sari dari tanaman PRG kepada tanaman

non-PRG telah dilakukan dengan menggunakan disain percobaan yang berbeda-

beda sesuai dengan jenis tanaman yang diuji. Penelitian terhadap perpindahan

serbuk sari tanaman padi menggunakan metode langsung, yaitu memasang

perangkap serbuk sari pada jarak 0.2,0.4,0.8,1.6,2.4, 3.2,4.0, 4.8,5.6, 6.4,7.2,

8.0,8.8, 9.6,10.4 meter dari padi PRG yang memiliki warna dasar bunga ungu.

Model pemasangan perangkap serbuk sari dan disain penelitian di LUT seperti

pada Gambar 1.

Gambar 1. Model desain penelitian gene flow untuk tanaman padi PRG di Nepal

tahun 2003.

Sedangkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Harst et al. (2009) untuk

pengujian penyebaran serbuk sari dan persilangan pada tanaman anggur PRG ke

Padi PRG

Padi Non-

PRG

Page 57: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

34

tanaman anggur non-PRG menggunakan desain penelitian seperti Gambar 2. Jarak

isolasi yang digunakan mulai dari 5, 10, 20, 50, 100 dan 150 meter dari tanaman

PRG. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masih terjadi persilangan antara

tanaman anggur PRG ke tanaman anggur non-PRG pada jarak isolasi 20 meter

sebesar 2.0-2.7%.

Gambar 2. Model desain penelitian gene flow untuk tanaman anggur PRG di LUT

pada tahun 2002-2004 di Jerman

Untuk pengujian keamanan lingkungan terutama dampaknya terhadap

organisme tanah yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah perlu

diidentifikasi melalui pengujian lapangan. Selanjutnya Birch et al. (2004)

menjelaskan bahwa persyaratan pelaksanaan pengujian tanaman PRG sebelum

dilepas, harus dalam kondisi yang tertutup, lingkungan yang terkontrol

(terkendali), seperti rumah kaca khusus atau lapangan pengujian terbatas.

Pengujian harus dilakukan dengan memperhatikan kasus per kasus sesuai dengan

sifat tanaman yang diintroduksikan berdasarkan metode penelitian yang jelas dan

transparan. Untuk pengujian spesies-spesies yang berada di bawah permukaan

tanah, seperti mikroba tanah dan komunitas fauna makro, melibatkan spesies-

spesies yang sangat beragam dan terkadang hanya memiliki sedikit keterkaitan

dengan fungsi ekologis atau dampaknya pada ekosistem. Sehingga pengujian

untuk mengetahui dampak tanaman PRG pada keragaman hayati di bawah

permukaan tanah berdasarkan pada kelompok spesies yang terkait dengan fungsi

ekosistem tanah.

Anggur PRG

Anggur Non-

PRG

Page 58: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

35

Model pengujian risiko lingkungan untuk spesies non target yang

dikembangkan oleh Birch et al. (2004) meliputi lima tahapan yaitu; (1) Membuat

kategori (klasifikasi) organisme non-target berdasarkan fungsi, (2) Membuat

daftar spesies-spesies non-target potensial berdasarkan prioritas ekologis, (3)

Membuat analisis lintasan exposure dari tanaman PRG terhadap organisme non-

target atau dampak potensial dari tanaman PRG, (4) Identifikasi dampak dan

pengembangan hipotesa, (5) Mengembangkan metodologi atau protokol pengujian

risiko. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat kajian ilmiah berdasarkan data-

data primer dan sekunder terhadap pengujian keamanan lingkungan tanaman Padi

Bt PRG yang telah dilakukan sebagai persyaratan memperoleh izin keamanan

lingkungan dari lembaga terkait yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

berdasarkan rekomendasi Kementerian Pertanian. Selain itu kajian risiko

lingkungan menurut Garcia-Alonso (2006) harus dilakukan berdasarkan kasus per

kasus dengan pendekatan kehati-hatian sesuai dengan informasi ilmiah dan data

yang diperlukan termasuk pendapat pakar dalam pengambilan keputusan.

METODE ANALISIS DATA

a. Kajian Pengaruh Padi Bt PRG terhadap Keberadaan Serangga Non

Target dan Musuh Alami Potensial

Pengujian keamanan lingkungan untuk Padi Bt PRG mengandung

gen Cry IAb telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (Puslit

Bioteknologi LIPI) bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

(BB Penelitian Tanaman Padi), Kementerian Pertanian pada tahun 2003 sampai

dengan tahun 2007 di LUT (Confined Field Trial) pada tiga lokasi yang berbeda

di Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Karawang, Indramayu dan Pusaka

Negara. Hasil penelitian dalam bentuk data sekunder dikaji dan dianalisis untuk

membuat suatu rekomendasi kebijakan pelepasan Padi Bt PRG. Lokasi yang

menjadi wilayah penelitian termasuk daerah yang merupakan wilayah endemik

serangan hama penggerek batang kuning di Jawa Barat, sehingga lokasi ini sangat

sesuai dijadikan lokasi percobaan LUT untuk mengetahui kemungkinan pengaruh

Padi Bt PRG terhadap keberadaan serangga target dan non target.

Page 59: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

36

Analisis yang digunakan pada penelitian adalah analisis deskriptif yang

digunakan untuk kajian dan menjelaskan hasil penelitian menurut kriteria tertentu

sehingga bisa memberikan gambaran yang sesungguhnya untuk kemudian dibuat

generalisasi. Analisis data yang dipakai merupakan proses penyederhanaan data

ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Hasil

pengujian keamanan lingkungan terhadap serangga non target dan pengujian gene

flow yang telah dilakukan sebelumnya oleh Puslit Bioteknologi LIPI digunakan

sebagai bahan kajian untuk analisis deskriptif evaluatif yang disajikan dalam

bentuk Grafik, sedangkan pengujian terhadap benih hasil penelitian gene flow

dilakukan di laboratorium dengan metode seleksi higromisisn dan analisis PCR

(Polymerase Chain Reaction).

b. Pengujian Benih Hasil Penelitian Gene flow di LUT

1. Seleksi Higromisisn

Sebelum dilakukan pengujian terhadap benih hasil penelitian gene flow

yang telah dilakukan pada tahun 2006-2007 oleh Puslit Bioteknologi LIPI bekerja

sama dengan BB Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Kementerian Pertanian

pada tahun 2006-2007, benih-benih tersebut diidentifikasi dan dihitung jumlahnya

sesuai dengan ulangan dan perlakuan di LUT. Selanjutnya benih-benih tersebut

direndam selama 1x 24 jam dan kemudian ditumbuhkan di dalam bak semai

sebelum selanjutnya diseleksi menggunakan larutan higromisin. Evaluasi benih

Padi non-Bt hasil pengujian gene flow terdiri dari beberapa kultivar padi yaitu

Rojolele, Rojolele KA, Pandan Wangi dan Ciherang. Untuk mengetahui apakah

benih-benih Padi non-PRG tersebut telah disilangi oleh Padi Bt PRG selama

penelitian, dilakukan seleksi higromisin sebelum analisis PCR.

Seleksi higromisin merupakan seleksi awal yang dilakukan pada saat

benih berumur sekitar 21 hari, dimana sebelumnya benih disemai secara bertahap

sesuai dengan kapasitas rumah kasa yang tersedia. Benih-benih tersebut disemai

di bak plastik berukuran 40 cm x 30 cm x 10 cm dengan media pembibitan terdiri

dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1. Benih-benih

tersebut direndam di dalam air aquades selama lebih kurang 24 jam, kemudian

ditiriskan dan siap di tanam. Benih yang ditanam di pelihara dan dijaga agar

Page 60: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

37

kebutuhan airnya mencukupi, setelah berumur sekitar 2 – 3 minggu, semaian telah

memiliki lebih kurang 3-4 lembar daun (Gambar 3). Semaian kemudian siap

untuk ditandai dengan spidol dan ditetesi dengan larutan higromisin (100 mg/l).

Larutan penguji ini terdiri dari: 0,01% gelrite 1000 µl yang telah dipanaskan, 780

µl air steril, 1% triton X-00 200 µl, setelah suhu mencapai 30o C, ditambahan 20

µl hygromisin (stok 50 µg/ml). Larutan control dibuat dan digunakan tanpa

higromisin. Pada helaian daun yang telah diberi tanda sebelumnya dengan spidol

warna hitam, diolesi dengan larutan higromisin tadi, untuk kontrol digunakan

larutan penguji tanpa ditambahi dengan hygromisin. Pengamatan ketahanan daun

tanaman pada higromisin dilihat setelah tiga hari perlakuan. Jika daun yang

diolesi higromisin berubah menjadi nekrotik, berarti tanaman peka terhadap

antibiotik higromisin, dan tidak perlu dilanjutkan dengan analisis PCR. Apabila

diperoleh semaian yang tidak mengalami nekrotik, dilanjutkan dengan analisis

PCR

Gambar 3. Tanaman padi umur 2 – 3 minggu untuk persiapan seleksi

higromisin

2. Analisis PCR (Polymerase Chain Reaction)

Analisis PCR digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi integrasi

gen pada tanaman Padi non-PRG karena adanya persilangan (crossing) dengan

tanaman Padi Bt PRG. Pada analisis PCR digunakan DNA tanaman kontrol positif

mengandung gen Cry IA(b) dan DNA tanaman kontrol negatif yang tidak

mengandung gen Cry IAb. Sampel daun dari tanaman Padi non PRG yang tidak

mengalami nekrotik pada uji higromisin diisolasi dengan menggunakan metode

Zheng et al. (1995). DNA sampel tanaman hasil penelitian gene flow di LUT yang

Page 61: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

38

tidak lolos seleksi higromisisn, diisolasi dari daun. Daun sepanjang ± 2 cm

dipotong-potong, kemudian ditambah 750 µl dapar isolasi DNA (0.2 M Tris-HCl

pH 7.5, 0.05 M EDTA, 2 M NaCl dan 2% CTAB), dapar ekstraksi (sorbitol 0.35

M, Tris-HCl pH 7.5, 0.1 M dan 5 mM EDTA) ditambah 5% sarkosil. Selanjutnya

reaksi diinkubasi pada suhu 650C selama 1 jam. Kemudian ditambahkan 750 µl

chloroform:isoamylalkohol (24:1) dan disentrifugasi selama 5 menit pada

kecepatan 8.000 rpm pada suhu 40C. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan

ditambah dengan 400 µl isopropanol dingin, dan disentrifugasi selama 8 menit

dengan kecepatan 8.000 rpm pada suhu 40oC. Supernatan dibuang dan pellet

dicuci dengan 70% etanol. Pelet dalam tabung dikeringkan dan dilarutkan dengan

30-50 µl dapar TE pH 8.0. Untuk uji PCR, volume 1 x reaksi PCR ialah 20 µl

dengan komposisi seperti pada Lampiran 2. Primer yang digunakan adalah hpt 5’–

GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3’ dan 5’ – GCACTCCCCGCCTGCAC-3’.

Volume 1 x reaksi PCR ialah 20 µl dengan komposisi seperti pada

Lampiran 1. Primer yang digunakan adalah hpt 5’–

GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3’ dan 5’ – GCACTCCCCGCCTGCAC-3’.

Kemungkinan terjadinya persilangan atau perpindahan material genetik

dari tanaman Padi Bt ke tanaman Padi non-Bt, yang diamati untuk setiap

perlakuan berdasarkan jarak isolasi di lapangan yaitu 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15

meter dari tanaman Padi Bt PRG, dengan menggunakan pola penanaman

berbentuk lingkaran, dimana pada linkaran bagian dalam ditanami dengan padi Bt

PRG dan seterusnya pada setiap jari-jari lingkaran ditanam dengan beberapa

kultivar tanaman padi non-PRG. Secara keseluruhan pola penanaman padi yang

dilakukan Puslit Bioteknologi LIPI berbentuk pola lingkaran menyerupai baling-

baling (Lampiran 2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kajian Keamanan Lingkungan terhadap Pengaruh Padi Bt PRG terhadap

Serangga non-target di LUT

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian

Bioteknologi LIPI di LUT yang bekerja sama dengan Balitpa Padi Sukamandi,

telah diperoleh hasil penelitian, terhadap pengaruh tanaman Padi Bt PRG pada

Page 62: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

39

populasi serangga non target dan musuh alami potensial di LUT di tiga lokasi

berbeda yaitu Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu seperti disajikan pada

Gambar 4.

Sumber :Laporan teknik penelitian Puslit Bioteknologi 2004

Gambar 4.Populasi serangga wereng punggung putih (Sogatella furcifera)

pada galur Padi Bt PRG (11.21.39;6.11) dan Padi non-PRG di tiga

lokasi Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu.

Hama padi non target seperti wereng punggung putih (Sogatella furcifera)

ditemukan di tiga lokasi pengujian dengan tingkat populasi yang tidak berbeda

pada pertanaman Padi Bt PRG dan pertanaman Padi non–PRG. Populasi tertinggi

untuk tiga lokasi tersebut terdapat pada 4 MST. Di awal pengamatan belum

ditemukan populasi wereng punggung putih, kecuali di daerah Karawang,

sedangkan di daerah Indramayu, sudah tidak ditemukan populasi wereng

punggung putih sejak pengamatan ke 8 sampai dengan pengamatan ke 10 MST

(Laporan akhir Puslit Bioteknologi-LIPI 2006). Hama-hama lain yang tergolong

hama non target adalah hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis) (Gambar 5)

dan hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stahl.) (Gambar 6).

Page 63: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

40

Sumber :Laporan teknik penelitian Puslit Bioteknologi 2006

Gambar 5. Populasi serangga hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis) pada

galur Padi Bt PRG (6.11;11.21.39) dan Padi non-PRG di dua lokasi

yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu.

Sumber :Laporan teknik penelitian Puslit Bioteknologi 2007

Gambar 6. Populasi serangga hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stahl.)

pada galur Padi Bt PRG(6.11;11.21.39) dan Padi non-PRG di dua

lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu.

Page 64: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

41

Diketahui bahwa tiga jenis serangga non target ini merupakan jenis-jenis

serangga potensial dan dominan di lokasi pertanaman. Berdasarkan hasil

pengujian yang telah dilakukan di LUT, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan populasi serangga hama lain atau serangga non target di lokasi Padi Bt

maupun di lokasi Padi non Bt. Hal ini disebabkan karena Padi Bt PRG tidak

mempengaruhi atau meracuni serangga non target di lokasi pertanaman, sehingga

populasinya tidak berbeda, baik pada Padi Bt PRG maupun Padi non PRG.

Menurut Chen et al. (2006) tidak ditemukan perbedaan terhadap komposisi

spesies dan kerapatan populasi serangga non target seperti wereng coklat dan ulat

penggulung daun (leafhopper) pada pertanaman Padi Bt yang mengandung gen

Cry IAb – Cry IAc dan pertanaman Padi non Bt di Propinsi Zhejiang, China pada

tahun 2003 dan 2004.

Gen Cry dikelompokkan berdasarkan tingkat virulensi yang spesifik

terhadap kelompok serangga sasaran. Senyawa toksin yang berasal dari kristal

protein Cry hanya akan bekerja dan aktif jika bertemu dengan receptor yang tepat

di dalam sistem pencernaan serangga dari golongan yang sesuai dengan kelas

virulensinya, seperti Cry I yang hanya akan bersifat racun pada serangga dari

kelompok Lepidoptera (Sanahuja et al. 2011). Pada padi aromatik yang

mengandung gen Cry1A(b) menunjukkan ketahanan terhadap penggerek batang

padi merah jambu (Chilo suppressalis) dan penggerek batang padi kuning

(Ghareyazie et al. 1997), dan padi japonica terhadap hama penggerek batang padi

kuning (Wu et al. 1997).

Tidak ditemukan populasi serangga hama putih palsu dan wereng coklat di

daerah pengamatan Karawang, hanya wereng punggung putih yang paling

dominan ditemukan pada saat pengamatan. Selain hama wereng punggung putih

di LUT daerah Tempuran, Karawang, juga ditemukan walang sangit (Leptocorisa

oratorius) sebagai hama non target generalis , berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan pada padi Rojolele non PRG (isogenik) dan Padi Bt PRG di Karawang,

terbukti tidak terdapat perbedaan populasi yang nyata terhadap kedua jenis hama

non target tersebut di LUT (Mulyaningsih et al. 2009).

Pengamatan untuk serangga hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis)

juga memperlihatkan kondisi yang sama dengan hama non target WPP, dimana

Page 65: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

42

tidak ditemukan perbedaan populasi antara tanaman Bt dan tanaman non Bt.

Perbedaan populasi hanya terdapat pada waktu pengamatan, dimana di daerah

Subang, populasi hama putih palsu (HPP) paling tinggi terdapat pada pengamatan

6 MST, sebaliknya di daerah Indramayu populasi tertinggi dari serangga HPP

terdapat pada awal pertanaman atau pada waktu tanaman masih muda yaitu 2

MST. Populasi hama wereng coklat tertinggi terdapat pada 8 MST baik di lokasi

Kabupaten Subang maupun Indramayu.

Pengaruh tanaman Padi Bt PRG terhadap musuh alami yang ditemukan di

lapangan seperti laba-laba (Arachnida), dan Paederus (Paederus sp), disajikan

pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Sumber :Laporan teknik penelitian Puslit Bioteknologi 2006

Gambar 7. Populasi laba-laba pada galur padi Bt PRG (6.11 dan 11.21.39) dan

padi non-PRG (Rojolele dan Ciherang) di dua lokasi yang berbeda

Kabupaten Subang dan Indramayu

Page 66: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

43

Sumber :Laporan teknik penelitian Puslit Bioteknologi 2006

Gambar 8. Populasi Paederus sp pada galur Padi Bt PRG (6.11 dan 11.21.39) dan

Padi non-PRG (Rojolele dan Ciherang) di dua lokasi yang berbeda

Kabupaten Subang dan Indramayu.

Populasi laba-laba sebagai musuh alami di daerah Subang dan Indramayu

dapat ditemukan di pertanaman Padi Bt dan Padi non Bt, dengan jumlah populasi

yang tidak berbeda nyata. Di daerah Subang, sampai pengamatan 10 MST masih

ditemukan populasi laba-laba tetapi pada pengamatan 2 MST belum ditemukan.

Untuk daerah Indramayu tidak ditemukan lagi laba-laba pada pengamatan ke 8

dan 10 MST.

Terdapat juga populasi Paederus sp sebagai musuh alami di daerah

Subang dan Indramayu pada pengamatan 4 MST sampai 8 MST dengan jumlah

populasi yang tidak berbeda nyata baik pada Padi Bt maupun Padi non Bt. Selain

laba-laba dan Paederus sp, musuh alami yang ada selama percobaan di LUT

daerah Indramayu berlangsung adalah Coccinella sp dan Cyrtorhinus sp. Keempat

predator tersebut merupakan predator dari wereng coklat. Sedangkan laba-laba

selain predator wereng juga predator banyak serangga hama (generalis) (Deswina

et al. 2009). Dari keempat musuh alami tersebut, populasi laba-laba cukup tinggi

dan tidak banyak berbeda antar galur Padi Bt dan Padi non Bt yang diuji. Menurut

laporan akhir BB Penelitian Tanaman Padi dan Puslit Bioteknologi LIPI, tingkat

parasitasi Trichogramma yang merupakan parasitoid dari telur penggerek batang

Page 67: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

44

padi, yang tertinggi terdapat pada galur Padi Bt PRG (galur 6.11) dan tidak

berbeda nyata dengan padi lain yang non PRG.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, di tiga lokasi pada

musim yang berbeda, menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan

jumlah populasi serangga non target dan musuh alami dari serangga yang berada

di atas permukaan tanah. Pengamatan pada organisme atau serangga di permukaan

tanah belum dilakukan, akan tetapi penelitian serupa telah banyak dilakukan

terhadap organisme yang berada di bawah permukaan tanah seperti mikroba

dengan hasil yang bervariasi, mulai dari pengaruh minor sampai nyata yang

diakibatkan oleh tanaman Bt terhadap komunitas mikroba di dalam tanah. Tetapi

perbedaan yang muncul lebih disebabkan karena berbedanya geografi, temperatur,

varietas tanaman dan tipe tanah, dan perubahan struktur komunitas mikroba

bersifat sementara, dan tidak berhubungan dengan keberadaan protein Cry di

dalam jaringan tanaman (Rahman et al. 2007, Icoz & Stotzky 2008). Menurut

hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI pada tahun

2006 terhadap pengaruh Padi Bt PRG terhadap populasi mikroba tanah di

pertanaman Padi Bt dan Padi non Bt dari lokasi pertanaman Padi Bt di LUT, tidak

terdapat perbedaan nyata populasi mikroba pada dua lokasi pertanaman Padi Bt

dan non-Bt (Slamet-Loedin, komunikasi pribadi).

Pengujian keamanan lingkungan untuk tanaman PRG yang membawa sifat

ketahanan terhadap serangga lebih diutamakan jika dibandingkan dengan sifat

toleran herbisida, karena kemungkinan pengaruh negatif tanaman toleran

herbisida terhadap serangga non target hanya bersifat tidak langsung (Lottmann &

Berg 2001). Lebih jauh disebutkan bahwa faktor abiotik lingkungan lebih besar

memberikan pengaruh terhadap mikroba tanah bila dibandingkan dengan faktor

genotip tanaman (Mimura et al. 2008).

Organisme yang terdapat di dalam tanah sangat bervariasi dan kompleks

baik dari jumlah, jenis dan fungsinya di dalam tanah. Untuk mengetahui pengaruh

negative tanaman Bt PRG terhadap keseluruhan organisme tanah akan

membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu

pengujian dilakukan hanya terhadap organisme tanah yang langsung terpengaruh

(terpapar) oleh residu yang dihasilkan langsung bagian tanaman PRG seperti

Page 68: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

45

toksin Cry (IAb) yang terdapat di dalam tanah. Jika tidak memungkinkan semua

organisme tanah dapat diketahui pengaruhnya terhadap residu tanaman PRG,

maka yang paling penting diketahui adalah kemungkinan dampak negatifnya

terhadap organisme tanah dan yang paling besar perannya dalam kehidupan

tanaman itu sendiri. Pengaruh tanaman Bt tahan hama terhadap ekosistem tanah

meliputi organisme invertebrate (seperti cacing tanah, colembola, serangga tanah

dan nematode) dan mikroorganisme (mikrobiota) tanah (meliputi bakteri,

actinomycetes dan fungi) (Icoz & Stotzky 2008).

Berdasarkan pengujian keamanan lingkungan pengaruh protein Cry I Ab

yang diintroduksi pada tanaman, tidak terbukti dampak negatifnya terhadap

organisme invertebrata yang hidup di permukaan tanah. Tetapi terdapat pengaruh

terhadap mikrobiota tanah seperti jamur (fungi) pada tanah yang ditanami dengan

tanaman PRG ternyata mengandung protein Cry I Ab, sedangkan tanah yang

ditanami dengan tanaman non-PRG diketahui tidak mengandung protein Cry I Ab

setelah diuji secara molekuler, tetapi belum diketahui dampaknya terhadap jamur

itu sendiri (Icoz & Stotzky 2008). Kemungkinan terjadinya dampak atau risiko

tanaman PRG terhadap lingkungan, tidak hanya bergantung pada kualitas hasil

penelitian, tetapi juga dari interaksi antara penilai, pembuat peraturan dan

pengembang teknologi (McCammon 2010).

b. Pengujian terhadap Benih Padi non-PRG Hasil Penelitian Gene Flow di

Lapangan Uji Terbatas.

Semua benih Padi non-PRG hasil penelitian gene flow dihitung dan

dipisahkan berdasarkan jenis dan ulangan, hasilnya disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil identifikasi, tidak diperoleh benih padi Rojolele untuk ulangan

III, diperkirakan benih tersebut tidak berhasil dipanen pada waktu penelitian

berlangsung karena penelitian yang telah lama berlangsung sejak tahun 2006-

2007.

Page 69: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

46

Tabel 1. Jumlah benih padi non PRG hasil percobaan perpindahan gen (gene flow) di LUT

No Kultivar Ulangan Jarak tanaman Padi non PRG dari tanaman Padi Bt PRG

1 mtr 2 mtr 3 mtr 5 mtr 7 mtr 9 mtr 11 mtr 13 mtr 15 mtr

1 Rojolele I 281 77 154 268 126 156 50 50 283

II 0 0 0 215 306 141 80 196 78

III 0 0 0 0 0 0 0 0 0

IV 46 0 0 0 0 60 122 0 109

Total 327 46 154 483 432 357 252 246 470

Rata-rata 81,75 19,25 38,5 120,75 108 89,25 63 123 117,5

2 Rojolele KA I 537 990 780 1006 1705 825 1717 1551 980

II 170 440 598 526 739 476 0 844 836

III 300 447 0 248 213 561 1035 235 495

IV 4031 0 1406 0 1656 663 975 0 523

Total 5790 1877 2784 1780 4313 2525 3727 2630 2834

Rata-rata 1447.5 625.67 928.00 593.33 1078.25 631.25 1242.33 876.67 708.50

3 Pandan Wangi I 126 0 0 0 0 84 119 118 70

II 63 170 100 143 75 100 0 165 0

III 552 1070 1376 592 708 307 456 417 126

IV 349 418 0 56 0 50 50 92 61

Total 1090 1658 1476 791 783 541 625 792 257

Rata-rata 272.5 552.67 738.00 263.67 391.50 135.25 208.33 198.00 85.67

4 Ciherang I 0 0 330 320 349 714 526 564 0

II 123 163 123 56 0 122 148 66 86

III 376 667 585 0 0 307 750 343 260

IV 1260 2490 1960 2459 1780 789 1078 1608 960

Total 1759 3320 2998 2835 2129 1932 2502 2581 1306

Rata-rata 879.50 1660.00 1199.20 1417.50 1419.33 772.80 1000.80 1032.40 653.00

Page 70: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

47

Setelah semua benih padi hasil pengujian gene flow di LUT di hitung dan

dicatat, kemudian setiap kultivar berdasarkan jarak isolasi ditumbuhkan dengan

menggunakan media semai tanah sawah yang dilumpurkan dalam bak plastik.

Jumlah benih yang berhasil ditumbuhkan atau tidak dapat lagi tumbuh diamati

dan dicatat sesuai dengan jenis masing-masing kultivar seperti yang disajikan

pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Kemampuan tumbuh benih padi generasi kesatu (T0) kultivar Rojolele

dan Pandan Wangi hasil penelitian gene flow di wilayah Karawang

untuk seleksi higromisin dan analisis PCR.

Jumlah benih yang paling banyak dari hasil identifikasi adalah Rojolele KA (5790

butir), tetapi kemampuan benih untuk tumbuh hanya sekitar 1.89% (110 butir).

Tetapi sebaliknya untuk benih Ciherang dengan jumlah benih 3320 butir memiliki

kemampuan tumbuh paling tinggi yaitu sekitar 35.3% (1174 butir). Benih Pandan

Wangi memiliki kemampuan tumbuh paling kecil yaitu sekitar 0.4% (8 butir) dari

1658 butir benih yang disemai.

Page 71: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

48

Gambar 10. Kemampuan tumbuh benih padi generasi kesatu (T0) kultivar

Rojolele KA dan Ciherang hasil penelitian gene flow di wilayah

Karawang untuk seleksi higromisin dan analisis PCR.

Seleksi Higromisin

Seleksi awal untuk benih-benih hasil penelitian gene flow menggunakan

higromisin dengan cara menetesi daun tanaman dengan larutan Higromisin

100mg/l. Setelah 2x24 jam, daun tanaman yang ditetesi larutan higromisin

tersebut terbakar atau berwarna coklat (Gambar 11), maka tidak perlu dilanjutkan

lagi dengan analisis PCR, sebaliknya apabila daun tanaman tidak terbakar, maka

dilanjutkan dengan analisis PCR untuk memastikan apakah benih yang tidak

terbakar dengan uji higromisin tersebut mengandung gen Cry IA(b).

Larutan higromisin termasuk pada salah satu sistem penanda (marker)

ketahanan antibiotik yang umum digunakan pada tanaman monokotil seperti padi

(kelompok gramineae). Keberadaan gen hpt (hygromycin phosphotransferase),

sebagai salah satu gen penanda pada padi Rojolele PRG dapat diuji menggunakan

antibiotik higromisin. Cara kerja antibiotik ini adalah menghambat sintesis protein

melalui gangguan translokasi, sehingga terjadi kesalahan pada ribosom 80S

(Rodriguez & Nottenburg 2002).

Page 72: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

49

Gambar 11. Hasil seleksi higromisin pada daun tanaman padi A lingkaran yang diberi larutan higromisin

B lingkaran yang tidak diberi larutan higromisin

Analisis PCR

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada semua benih padi hasil

pengujian gene flow, tidak ditemukan tanaman Padi non Bt generasi kesatu, yang

positif mengandung Cry I A(b). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil evaluasi

menggunakan higromisisn dan analisis PCR yang dilakukan pada benih padi

dengan berdasarkan perlakuan jarak isolasi yang berbeda-beda. Beberapa hasil

pengujian dengan analisis PCR terhadap tanaman Padi non-PRG yang ditanam di

sekitar tanaman Padi Bt PRG di LUT disajikan pada Gambar 11.

Gambar 12. Hasil analisis PCR menggunakan primer Cry IA(b) pada tanaman

generasi kesatu (T0) Padi non-PRG cv. Rojolele (A) dan Ciherang

(B) hasil penelitian gene flow di LUT. λ hind III;P plasmid;+ DNA cry IA(b); A sampel air;1(sampel tanaman Rojolele

non PRG); 2-39 sampel DNA tan padi non-PRG cv. Rojolele hasil penelitian gene

flow.

B

λ P + - A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11121314 15 16 17181920 2122232425 26272829303132333435363738

λ P + - A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 111213 141516 17181920 212223 242526 272829303132333435363738

B A

A

1012 bp Cry IAb

1012 bp Cry IAb

Page 73: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

50

Pada analisis PCR digunakan sampel DNA yang mengandung gen Cry IA(b)

sebagai kontrol positif untuk pembanding dengan sampel-sampel DNA tanaman

yang diuji, sedangkan kontrol negatif digunakan tanaman padi kultivar Rojolele

non PRG.

Pengujian untuk mengetahui apakah terjadi persilangan antara tanaman

Padi Bt dengan tanaman Padi non-Bt, telah dilakukan sesuai dengan perlakuan

jarak isolasi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil seleksi higromisin dan analisis

PCR terhadap semua sampel dari benih tanaman Padi non Bt generasi kesatu (T0)

kultivar Rojolele, Rojolele KA, Ciherang dan Pandan Wangi yang dianalisis,

ternyata tidak terdapat satupun sampel yang positif mengandung gen Cry IAb

(Gambar 12). Kemungkinan terjadinya hal ini karena sifat tanaman padi yang

menyerbuk sendiri (kleistogami), sehingga proses penyerbukan sudah terjadi di

dalam bunga sebelum bunga sempat membuka (Harst et al. 2009). Selain faktor

fisiologis dari tanaman itu sendiri, terdapat kemungkinan faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya persilangan seperti model desain percobaan di lapangan

dan proses seleksi dan analisis yang dilakukan (Harst et al. 2009). Pada percobaan

penelitian gene flow untuk tanaman padi yang dilakukan oleh Puslit Bioteknologi

LIPI, menggunakan model desain lingkaran, menyerupai baling-baling, dimana

setiap jari-jarinya ditanami dengan Padi non-PRG sedangkan tanaman Padi Bt

PRG ditanam ditengah-tengah lingkaran. Sebagai perlakuan, digunakan jarak

tanam 1,2,3,5,7,9,11 dan 13 meter dari tanaman Padi Bt PRG (Lampiran 1). Di

luar lingkaran tadi ditanam padi Rojolele isogenik sebagai barier sesuai dengan

rekomendasi penanaman Padi PRG di LUT dengan luas 3 meter untuk tanaman

padi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap benih-benih hasil penelitian gene flow

tersebut, diduga jarak tanam antara Padi Bt dengan Padi non Bt mempengaruhi

untuk terjadinya persilangan, selain itu perbedaan umur tanaman Padi non-Bt

dengan umur tanaman Padi Bt termasuk salah satu faktor yang menghalangi

persilangan. Walaupun waktu penanaman dibedakan, supaya masa pembungaan

bersamaan antara Padi Bt PRG dengan Padi non-PRG, tetapi faktor fisiologis dan

sifat kleistogami pada tanaman padi menjadi faktor penghalang untuk persilangan.

Perbedaan jarak tanam dan ketinggian tanaman sangat mempengaruhi terjadinya

persilangan pada tanaman padi (Chen et al. 2004).

Page 74: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

51

Dari hasil penelitian terhadap frekwensi terjadinya gene flow yang pernah

dilakukan oleh Chen et al. (2004) pada padi kultivar Minghui-63 dengan jenis

padi liar Oryza rufipogon, terdeteksi sekitar 1,1-2,2 % dalam lahan percobaan

seluas 5 x 5 m2 dan jarak antar tanaman di dalam plot 30 x 50 cm. Sedangkan

frekuensi terjadinya gene flow dari jenis padi Nam29/TR 48 kepada jenis-jenis

gulma padi (weedy rice) sangat rendah, yang berkisar antara 0,011-0,046 %.

Berdasarkan hasil analisis terhadap pola terjadinya transfer material genetik antara

tanaman PRG dengan tanaman non-PRG dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh

karena itu diperlukan sikap kehati-hatian dan berdasarkan kasus per kasus

tergantung dari jenis dan sifat tanaman yang dikaji. Menurut Snow et al. (2003)

identifikasi prioritas pada penelitian gene flow, meliputi risk assessment, risk

management, mitigasi dan membuat urutan penelitian baik di fasilitas uji terbatas

atau lapangan uji terbatas.

KESIMPULAN

1. Tidak terjadi dampak Padi Bt PRG terhadap non target organisme

berdasarkan perbedaan populasi serangga hama non target seperti wereng

punggung putih (Sogatella furcifera), hama putih palsu (Cnaphalocrosis

medinalis) dan wereng coklat (Nilaparvata lugens) pada pertanaman Padi Bt

PRG dan pertanaman Padi non-PRG di lokasi pengamatan LUT.

2. Populasi musuh alami yang berfungsi sebagai predator seperti laba-laba

(Arachnida) dan Paederus sp tidak berbeda nyata, baik pada pertanaman Padi

Bt dan pertanaman Padi non-Bt di LUT lokasi Kabupaten Subang dan

Indramayu.

3. Berdasarkan seleksi higromisin dan analisis PCR pada empat kultivar

tanaman Padi non-PRG generasi kesatu (T0) hasil penelitian gene flow, tidak

ditemukan tanaman yang positif membawa gen Cry IA(b) pada perlakuan

jarak 1,2, 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 meter dari pertanaman Padi Bt.

Page 75: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

52

Saran

1. Berdasarkan hasil kajian terhadap keamanan lingkungan Padi Bt PRG,

disarankan untuk melengkapi variabel pengujian dengan membuat kategori

atau daftar spesies non-target potensial berdasarkan fungsi ekologis sebelum

dilakukan pengujian keamanan lingkungan. Selanjutnya disusun prioritas

serangga non-target potensial, terutama yang berpotensi terkena dampak

negatif tanaman Padi Bt PRG.

2. Hasil pengujian laboratorium terhadap benih-benih hasil penelitian gene flow,

tidak memperlihatkan terjadinya persilangan antara Padi Bt PRG dengan Padi

non-PRG pada perlakuan jarak tanam 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15 meter.

Oleh karena itu dapat disarankan bahwa jarak tanam Padi Bt dengan Padi non

PRG minimal 1 meter, belum terjadi persilangan, meskipun untuk mengatasi

terjadinya gene flow, di dalam peraturan Pedoman Pengkajian Keamanan

Hayati Produk Rekayasa Genetik Seri Tanaman Tahun 2005 jarak minimal

adalah 3 meter untuk tanaman padi.

Page 76: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

53

ANALISIS EX-ANTE KELAYAKAN EKONOMI PADI Bt

PRODUK REKAYASA GENETIK BERKELANJUTAN

Sustainable Ex- Ante Analysis of Economic Feasibility on GEP Bt Rice

Deswina P1), Syarief R

2), Rachman LM

3), Herman M

4)

1)Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut

Pertanian Bogor dan Staf Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2)

Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 3)

Fakultas Pertanian Institut

Pertanian Bogor, 4)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan

Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Teknologi rekayasa genetik di bidang pertanian telah menghasilkan

tanaman yang memiliki keunggulan dari kualitas maupun kuantitas. Salah satunya

adalah Padi Bt Produk Rekayasa Genetik (PRG) yang memiliki sifat ketahanan

terhadap hama penggerek batang. Meskipun pengujian keamanan lingkungan

(environmental risk assessment) telah dilakukan, seperti yang telah ditetapkan di

dalam Protokol Cartagena tentang keamanan hayati PRG, tanaman PRG harus

melalui pertimbangan sosial ekonomi dan dampak sosialnya terhadap kehidupan

masyarakat. Pertimbangan ini perlu mendapat perhatian sesuai dengan amanat

dalam Protokol Cartagena pasal 26. Tujuan dari penelitian adalah membuat

analisis ex-ante kelayakan ekonomi Padi Bt PRG berkelanjutan dan mengetahui

persepsi petani, sebagai bagian dari analisis risiko dalam pemanfaatan Padi Bt.

Metode analisis menggunakan kajian anggaran partial (partial budget analysis)

dan survei langsung kepada petani pengguna menggunakan kuisioner dan

wawancara. Hasil analisis anggaran partial berdasarkan asumsi ex ante harga

benih normal dan harga premium 50%, menunjukkan bahwa usahatani Padi Bt di

Indonesia masih terkategori layak dilanjutkan, meskipun biaya investasi

pengembangan teknologi cukup tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dan

kuisioner, diketahui bahwa umumnya petani kurang mengetahui tentang tanaman

Padi Bt, tetapi mereka bersedia menanam dengan harapan terjadi kenaikan

produksi dan biaya pengelolaan dapat dikurangi.

Kata kunci: Padi Bt, persepsi petani, analisis ex ante, keamanan hayati,

analisis anggaran parsial

Page 77: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

54

Abstract

Genetically engineered technology in agriculture has resulted some

plants that are advance both on their quality and quantity. One of them is the

Genetically Engineered Products (GEPs) of Bt rice, which has been through

environmental safety testing process. On Cartagena Protocol about biosafety

of GEPs, states the importance of risk assessment for each GEP plant before

being released or commercialized. As the product of new technology, GEP Bt

rice has the resistance in facing stem borer, therefore it must meet the

requirements of environmental safety. Besides, socio-economic considerations

and the impacts on society require some attentions in accordance with the

mandate of Article 26 on Cartagena Protocol. One of policy strategy based on

ex- ante analysis of the economic feasibility and the farmers perception, as the

part of risk analysis in the sustainable use of GEP Bt rice has been done.

Analysis methods used, were partial budget analysis and directly survey to

user farmers through questionnaires and interviews. Partial budget analysis

results based on the ex- ante assumption on normal price seeds and 50%

premium price seeds, showed that Bt rice farming in Indonesia was still

categorized as worth to be continued, despite the relatively high cost for its

technology development. Based on interviews and questionnaires, it was known

that most farmers were not informed well about Bt rice plants, but they were

willing to plant in hope for an increase in production and a decreace in

management costs.

Keywords : Bt rice, farmer’s perceptions, ex-ante analysis, biosafety, partial

budget analysis

PENDAHULUAN

Meningkatkan produksi pertanian dengan melakukan inovasi teknologi

merupakan salah satu strategi dalam pembangunan pertanian berkelanjutan.

Tetapi program ini mendapat tantangan dari kelompok pengamat sosial dan

lingkungan, terutama dampaknya terhadap organisme non target. Kurangnya

informasi dan pemahaman terhadap teknologi baru, dapat menjadi hambatan

dalam pengembangan produk rekayasa genetik (PRG) (Sharma et al. 2002).

Penerapan keamanan hayati untuk setiap PRG, merupakan salah satu persyaratan

sebelum pelepasan dan komersialisasi PRG kepada masyarakat. Faktor sosial

ekonomi termasuk salah satu pertimbangan penting dan menjadi perhatian

berbagai pihak dalam menerapkan pemanfaatan tanaman PRG. Pada

Page 78: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

55

komersialisasi setiap hasil teknologi baru, memerlukan kajian terhadap dampak

negatif, terutama bagi keberlanjutan hidup dan kesejahteraan manusia (Qaim

2009). Selain dampak yang berhubungan dengan teknologi dan lingkungan,

dampak sosial ekonomi bagi kehidupan masyarakat harus menjadi salah satu

bahan kajian. Berdasarkan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap PRG, sangat

diperlukan sosialisasi dan pemahaman yang berkelanjutan sesuai dengan

perbaikan terhadap sifat yang diintroduksi pada PRG, agar manfaatnya dapat lebih

optimal (Araya-Quesada et al. 2010). Tujuan pendidikan masyarakat adalah, agar

mereka dapat memutuskan sendiri apakah akan memanfaatkan atau tidak

memanfaatkan PRG tersebut bagi kepentingan mereka. Kegiatan sosialisasi dan

informasi ilmiah yang mudah dan murah diakses merupakan hak setiap warga

negara dalam menerima teknologi baru, kewajiban pemerintah untuk

menyediakan akses dan fasilitas terkait dengan keperluan tersebut (Qaim 2009).

Terjadinya perbedaan pendapat dengan munculnya polarisasi antara

kelompok yang pro dan kelompok yang kontra terhadap PRG, terus terjadi

mengiringi keberhasilan PRG dalam mengatasi beberapa permasalahan di bidang

pertanian. Kelompok yang kontra mengklaim bahwa terdapat dampak negatif dari

PRG seperti dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia Hal ini bisa

diakibatkan karena kurangnya komunikasi dan informasi antara pihak produsen

dan pengembang teknologi dengan kelompok pengguna (konsumen).

Keterlibatan masyarakat secara sosial dalam pembangunan bioteknologi

sangat rendah di Indonesia. Hal ini terungkap melalui persepsi dan partisipasi

sebagian besar masyarakat yang terbukti belum memahami dan mengerti

mengenai PRG (Bermawie et al 2003). Menurut kajian yang dilakukan oleh

Adiwibowo et al. (2005), beberapa peluang yang dapat dilakukan pemerintah

untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap introduksi PRG ke

lingkungan adalah melalui kampanye, advokasi bersama dengan kelompok LSM

serta memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi

dalam mengambil keputusan kebijakan pembangunan bioteknologi. Di dalam

Protokol Cartagena Pasal 26, dicantumkan bahwa negara sebagai pihak yang

terlibat dalam konvensi mengenai keamanan hayati, perlu bekerja sama dalam

penelitian dan pertukaran informasi mengenai dampak sosial ekonomi organisme

Page 79: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

56

hasil modifikasi genetik khususnya terhadap masyarakat asli dan masyarakat

setempat. Karena kepentingan ekonomi masyarakat yang menjadi target

pemanfaatan PRG perlu diperhatikan, dan diharapkan kemandirian pangan dapat

diwujudkan melalui PRG produksi nasional.

Setiap jenis investasi memerlukan analisis untuk mengetahui bahwa hasil

yang akan diperoleh sepadan dengan risiko yang ditimbulkannya. Tingkat

kelayakan ekonomi dalam rencana pemanfaatan padi Bt PRG perlu dilakukan

supaya diketahui apakah rencana pengembangannya nanti dapat berkelanjutan

atau dalam jangka waktu tertentu baru diperoleh hasil sesuai dengan pengeluaran

(investasi) yang telah digunakan berdasarkan manfaat ekonomi. Parameter dari

manfaat ekonomi dapat diukur berdasarkan data statistik produksi dan harga jual

produk (Groote et al. 2011) Untuk pengembangan teknologi diperlukan

pendanaan dan perencanaan yang tepat sesuai dengan manfaat dan kebutuhan.

Demikian juga dengan tingkat risiko yang dihasilkannya, tidak ada suatu

teknologi baru yang tidak memiliki risiko. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan

adalah pengelolaan risiko (risk management) serta komunikasi risiko (risk

communication) kepada masyarakat (Sharma et al. 2002). Apabila diketahui

terdapat kemungkinan risiko dari PRG yang akan dilepas, maka risiko yang

mungkin terjadi harus dikelola dan diminimalisir agar manfaatnya lebih besar

daripada risiko yang ditimbulkannya. Pengelolaan risiko berkaitan dengan

komunikasi risiko yang transparan dan mudah dipahami oleh kelompok pengguna

teknologi. Oleh karena itu pemanfaatan teknologi baru memerlukan kajian dan

analisis risiko yang meliputi pengkajian, pengelolaan dan komunikasi risiko

(Sharma et al. 2002). Komunikasi risiko merupakan proses pengumpulan

informasi dan pendapat terkait bahaya dan risiko dari pihak-pihak yang

berkepentingan selama proses analisis risiko, serta membuat forum komunikasi

hasil penilaian risiko dan tindakan manajemen risiko yang diusulkan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan (PerMen LH 25 Tahun 2012).

Analisis kajian ekonomi untuk tanaman pertanian bertujuan untuk

membuat evaluasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam metode produksi

atau pengelolaan usaha pertanian. Faktor-faktor yang diperhitungkan dan

dijadikan bahan analisis adalah yang memiliki kaitan dengan perubahan tersebut.

Page 80: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

57

Analisis yang tepat digunakan adalah analisis anggaran partial (partial budget

analysis), yang digunakan untuk membuat perbandingan dari dampak perubahan

teknologi dan kelayakannya, terutama di bidang pertanian. Pendekatan ini

mempunyai beberapa manfaat yaitu tidak memerlukan banyak data bila

dibandingkan dengan anggaran usahatani keseluruhan (whole farm budgeting).

Selain itu, tidak diperlukan informasi mengenai segi-segi usahatani yang tidak

dipengaruhi oleh perubahan yang sedang diamati karena keragaan bagian ini tidak

berubah untuk diterapkan pada keadaan usahatani yang lebih luas daripada

anggaran usahatani keseluruhan. Analisis anggaran parsial dibuat untuk

menunjukkan pengaruh suatu perubahan terhadap ukuran keuntungan seperti

pendapatan bersih usahatani. Menurut Soekartawi (1995), penggunaan analisis

anggaran parsial juga dapat dimanfaatkan untuk mengambil suatu keputusan

penting di bidang pertanian termasuk adopsi teknologi baru yang meliputi

modifikasi atau perubahan dalam proses produksi tanaman. Secara umum tujuan

dari penelitian adalah mengetahui kelayakan finansial usaha tani Padi Bt PRG dan

mengetahui persepsi dan penerimaan petani terhadap pemanfaatannya di lapangan

melalui studi ex-ante.

METODE ANALISIS DATA

a. Analisis ex-ante Kelayakan Finansial Padi Bt PRG

Analisis kelayakan finansial dilakukan dalam menetapkan alternatif, apakah

pemanfaatan Padi Bt PRG layak atau tidak untuk dilanjutkan. Analisis ini

berbeda dengan analisis ekonomi yang lebih mengutamakan keberhasilan suatu

usaha dengan menilai besarnya pendapatan (keuntungan) yang diperoleh.

Besarnya keuntungan, dapat diketahui berdasarkan manfaat (benefit) yang didapat

dan besarnya biaya (cost) yang dikeluarkan. Pada kasus Padi Bt PRG, karena

produk belum tersedia di tingkat petani, maka analisis dilakukan pada variabel

yang mengalami perubahan akibat introduksi teknologi. Komponen-komponen

yang diperkiraan mengalami perubahan seperti produktifitas, harga jual benih,

biaya pembelian insektisida dan penurunan biaya tenaga kerja. Metode kajian

menggunakan data primer dengan melakukan wawancara terhadap kelompok tani

di desa Jaten, Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang khusus

Page 81: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

58

menanam padi kultivar Rojolele dan kelompok tani di Sukamandi, Kabupaten

Subang. Pengisian kuisioner juga dilakukan untuk mengetahui biaya pengelolaan

di lapangan dan harga benih padi sejenis non-PRG. Data primer untuk biaya

produksi padi, dibandingkan dengan data ex-ante Padi Bt PRG jika nanti dilepas

kepada masyarakat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui metode survei

dengan responden petani. Data yang dikumpulkan juga meliputi data kesediaan

membayar (willingness to pay, WTP) dan kesediaan untuk menerima (willingness

to accept, WTA).

Metode analisis data menggunakan analisis anggaran parsial untuk

mengetahui keadaan yang sebenarnya dari perubahan teknologi yang dipakai

sebelumnya yaitu tanaman padi konvensional kepada tanaman Padi Bt tahan

serangan hama penggerek. Analisis dilakukan pada variabel yang mengalami

perubahan dengan adanya introduksi teknologi pada tanaman padi, seperti

produktifitas, harga jual benih unggul, biaya pembelian insektisida dan penurunan

biaya tenaga kerja. Sifat agronomis tanaman Padi Bt PRG sama dengan Padi non-

PRG, mulai dari kondisi biologi tanaman, proses pengolahan tanaman di lahan

pertanian hingga panen dan pascapanen, kecuali terhadap sifat baru yang

diintroduksi kepada tanaman, dalam hal ini adalah sifat tahan terhadap hama

penggerek batang. Oleh karena itu yang perlu dibuat simulasi terhadap Padi Bt

hanya mengenai pembiayaan untuk produksi, harga jual benih dan penurunan

biaya pengolahan usaha pertanian yang didasarkan pada asumsi ex-ante seperti

tertera pada Tabel 1.

Page 82: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

59

Tabel 1. Uraian produktifitas dan biaya pengolahan usahatani Padi Bt dan

Padi non-Bt di lahan pertanaman

Instrumen Padi Bt PRG Padi non-Bt

Produksi (ton/ha) 4 - 4,9 4 - 4,9

Biaya-biaya (cost)

Harga per kg (Rp)

- Skenario tidak berubah

- Premium 50%

20.000

30.000

20.000

20.000

Tenaga kerja (pemeliharaan) (Rp/ha) 100.000 200.000

1.286.875

1.787.000

1.787.000

Pemupukan (Rp/ha) 1.286.875

Insektisida (Rp/ha) (10%) 178.700

Insektisida (Rp/ha) (50%) 893.500

Pada simulasi ex-ante ini, asumsi produktifitas harga jual benih yang

digunakan adalah benih murni dari kultivar Rojolele non Bt yang ditanam petani

di desa Jaten, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Produktifitas

Padi Bt untuk saat ini masih menggunakan asumsi sama dengan produksi Padi

non-Bt, karena berdasarkan hasil pengujian di lapangan belum diperoleh

peningkatan produksi, kecuali sifat yang diintroduksikan pada tanaman untuk sifat

ketahanan terhadap hama penggerek batang. Sedangkan untuk sifat meningkatkan

produksi belum diperoleh. Alasan ini dikemukakan karena pada proses awal

penelitian, padi kultivar Rojolele yang memiliki umur dalam lebih panjang yang

lebih responsif saat pengujian kultur jaringan, sehingga kultivar inilah yang

dipakai sebagai model penelitian Padi Bt PRG di laboratorium (Loporan Teknik

Puslit Bioteknologi LIPI 2004). Selanjutnya Padi Bt PRG kultivar Rojolele ini

akan disilangkan dengan jenis padi lain yang telah diketahui produksi tinggi dan

umur lebih pendek sehingga bisa dipanen lebih dari dua kali setahun. Tetapi pada

kasus Padi Bt PRG, sifat ketahanan yang dimiliki tanaman tersebut, diharapkan

lebih memiliki kesempatan untuk berproduksi lebih baik dibandingkan dengan

jenis tanaman yang sama tetapi tidak memiliki sifat ketahanan terhadap serangan

hama, terutama di daerah endemis serangan hama penggerek batang. Untuk harga

benih dibuat simulasi dalam dua tingkat harga yakni tidak berubah dan

Page 83: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

60

peningkatan 50% dari harga rata-rata benih non-Bt. Disamping perubahan harga

jual benih, diperkirakan juga terjadi pengurangan penggunaan insektisida yang

berdampak pada pengurangan biaya untuk tenaga kerja. Sedangkan biaya

pemupukan tidak dibedakan dengan padi non-PRG.

Biaya (cost) pengembangan teknologi dengan teknik rekayasa genetik

merupakan anggaran atau pendanaan yang tidak dapat dipisahkan dari pengadaan

Padi Bt PRG, karena biaya tinggi merupakan salah satu konsekuensi dari investasi

teknologi yang dapat dimanfaatkan di masa depan dalam meningkatkan mutu

tanaman agar memiliki keunggulan sesuai dengan kebutuhan di masa sekarang

dan masa depan.

Menurut Roth & Hyde (2002) metode perhitungan dengan analisis anggaran

parsial menggunakan benefit cost ratio (B/C Ratio), yang sering disebut dengan

profitability index, yaitu merupakan rasio antara aliran kas bersih dengan nilai

investasi (produksi) pada saat sekarang (present value).

b. Persepsi dan Penerimaan Petani terhadap Pemanfaatan Padi

Bt PRG

Data yang dikumpulkan didasarkan pada perangkat kuisioner yang dibuat

dan disusun secara khusus untuk mengetahui persepsi (perception) dan

penerimaan (acceptance) petani dalam rencana pelepasan Padi Bt PRG ke

lingkungan. Kuisioner disusun dengan pertanyaan-pertanyaan yang mudah

dipahami dan dimengerti petani terhadap tingkat pengetahuan mereka tentang

PRG (Lampiran 6).

Teknik pengumpulan data sebagai sumber informasi, dilakukan dengan

wawancara dan kuisioner. Isian kuisioner dari responden digunakan sebagai data

primer yang diolah menggunakan program Microsoft Excell 10. Lokasi

pengambilan responden dari wilayah sentra produksi padi utama di Propinsi Jawa

Barat yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang dan

Kabupaten Subang. Pertimbangan jarak lokasi dan operasional wawancara seperti;

transportasi, waktu, tenaga dan biaya, menjadi pertimbangan dalam pemilihan

lokasi penelitian.

Page 84: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

61

Pengambilan contoh/responden dilakukan secara purposive radom

sampling (Brockett & Levine 1984) berdasarkan beberapa pertimbangan populasi

yang tersebar menurut wilayah geografis secara alami pada kelompok wilayah

administratif, tidak merupakan bagian unit observasi yang sulit dan membutuhkan

biaya mahal untuk memperoleh data sesuai dengan target informasi. Responden

yang dipilih dianggap telah mewakili kelompok petani dari Propinsi Jawa Barat,

karena berdasarkan sentra produksi padi utama. Pemilihan responden disesuaikan

dengan jumlah kelompok tani di lokasi penelitian, yang dianggap dapat mewakili

dan memahami permasalahan yang diteliti. Di setiap Kabupaten dipilih satu desa

yang dianggap mewakili dan responden petani dipilih secara acak untuk

menghindari kesamaan persepsi dan pendapat terkait dengan topik yang ditanya.

Pengambilan responden menggunakan metode purposive random

sampling secara proporsional (Walpole, 1995) dengan rumus sebagai berikut:

Nx

nx = — n …………………………….. (1)

N

Dimana: nx = jumlah responden (sample) setiap strata

N =jumlah seluruh populasi (kepala keluarga petani)

Nx = jumlah populasi setiap strata

N = ukuran responden secara keseluruhan

Data yang diperoleh dari kuesioner disusun berdasarkan kriteria keperluan

penelitian dan ditabulasi berdasarkan wilayah dan lokasi penelitian. Dilakukan

penghitungan nilai minimal, nilai maximal, median dan nilai rata-rata dari seluruh

kuisioner. Seluruh data kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel dengan

menggunakan single tabulation bagi butir-butir pertanyaan yang dianggap

memiliki korelasi.

Lokasi penelitian menurut pembagian wilayah dan pembatasan lokasi

penelitian diwakili oleh daerah-daerah sebagai berikut (Gambar 1).

1. Kabupaten Karawang Desa Tegal Waru

2. Kabupaten Cianjur Desa Sukataris, Kecamatan Karang Tengah

3. Kabupaten Subang Desa Ranca Jaya Kecamatan Patokbeusi

4. Kabupaten Sukabumi Desa Sumberjaya Kecamatan Tegalbuleud

Page 85: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

62

Gambar 1. Skema lokasi pengambilan responden petani di Propinsi Jawa Barat

Analisis data berdasarkan hasil pengumpulan dan rekapitulasi data yang

diisi oleh responden melalui wawancara dan kuisioner. Analisis data kualitatif dan

kuantitatif dalam bentuk deskriptif berdasarkan pada tingkat pengetahuan dan

persepsi petani dalam memanfaatkan tanaman Padi Bt hasil inovasi teknologi.

Pengolahan data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan program Microsoft

Excel vers 10.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kelayakan Finansial Padi Bt PRG vs Padi non-PRG

Sebelum melakukan kajian terhadap kelayakan finansial Padi Bt PRG,

telah dilakukan penelitian dengan membuat rincian biaya investasi penelitian dan

pengembangan tanaman Padi Bt PRG yang diintroduksi dengan gen Cry IA(b).

Penelitian Padi Bt PRG telah dilakukan mulai dari Laboratorium Puslit

Bioteknologi LIPI sejak tahun 1996. Penelitian terhadap Padi Bt ini, merupakan

penelitian Padi Bt pertama di Indonesia, meskipun sampai saat ini belum dapat

1

4

3

2

Page 86: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

63

dilepas dan dikomersialisasikan kepada masyarakat. Selain biaya pengembangan

tanaman dengan teknologi rekayasa genetik di laboratorium, juga diperlukan

biaya yang cukup besar untuk pengujian keamanan lingkungan di LUT.

Biaya pengembangan teknologi Padi Bt selama masa penelitian sampai

pengujian keamanan lingkungan, di rumah kaca FUT Puslit Bioteknologi LIPI

maupun LUT di beberapa lokasi Jawa Barat seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Biaya (cost) pengembangan Padi Bt PRG mengandung gen Cry I A(b)

tahan hama penggerek batang di Puslit Bioteknologi LIPI.

No Kegiatan Waktu

(tahun)

Biaya

(x juta)

Keterangan

1. Kultur jaringan tanaman 2 200 Kegiatan

penelitian padi

Bt telah

dilaksanakan

pada tahun

1997 s/d 2007

2. Kloning gen, transformasi

dan regenerasi tanaman

3 450

3. Pengujian bioassay, uji

ketahanan di FUT

1 75

4. Uji segregasi, stabilitas dan

ekspresi gen

2 200

5. Pengujian LUT untuk

keamanan lingkungan (3

lokasi x 150 juta) dan (2

lokasi untuk penelitian gene

flow)

2 750 Pengujian

LUT padi Bt

dilakukan pada

tahun 2004-

2007.

Total 1.675**

Ket :

** Biaya ril untuk tahun pelaksanaan 1997-2007 dan diluar biaya pengujian

keamanan pangan

(Sumber:pengembang teknologi Padi Bt PRG, Puslit Bioteknologi LIPI)

Dari Tabel 2 diatas, dapat diketahui biaya yang harus dikeluarkan mulai

dari tahap penelitian sampai pada tahap pengujian keamanan hayati, memerlukan

modal yang cukup besar agar teknologi Padi Bt dapat diaplikasikan kepada

masyarakat. Nilai yang tertera tidak memperhitungkan nilai keuangan sekarang

serta kenaikan suku bunga yang terjadi setiap tahunnya. Agar pembangunan

pertanian berkelanjutan dapat terlaksana, teknologi rekayasa genetik tanaman

terutama untuk tanaman pangan harus dapat dikuasai, agar peningkatan produksi

Page 87: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

64

pangan dapat tercapai dan kerusakan lingkungan berkurang terutama penggunaan

insektisida yang berlebihan.

Dari rincian biaya pengembangan Padi Bt PRG, diketahui bahwa total

biaya yang diperlukan untuk penelitian sampai pengujian sebesar lebih kurang Rp

1.675.000.000,- berdasarkan nilai mata uang pada tahun pelaksanaan penelitian

dilakukan. Nilai ini akan semakin bertambah besar jika dikonversikan dengan

nilai mata uang sekarang dengan memperhitungkan tingkat kenaikan suku bunga.

Analisis ekonomi yang memperhitungkan nilai kembalian dan keuntungan belum

dapat diprediksi, karena produk belum tersedia di pasaran. Menurut Soekartawi

(1995) analisis kelayakan usaha dapat dilakukan dengan membuat evaluasi dari

akibat-akibat yang disebabkan oleh terjadinya perubahan dalam proses teknologi,

sedangkan perhitungan ekonomi digunakan jika ingin mengetahui hasil total dari

produksi dan nilai ekonomi secara keseluruhan. Analisis yang tepat untuk

mengetahui dampak perubahan teknologi pada tanaman Padi Bt PRG adalah

analisis anggaran parsial (partial budget analysis) yang lebih sederhana dan tidak

memerlukan data usaha tani keseluruhan khususnya untuk tanaman pertanian.

Usaha pertanian dengan penanaman padi di sawah membutuhkan biaya

pengelolaan meliputi biaya tenaga kerja dan pembelian pupuk serta obat-obatan

yang cukup besar untuk mengatasi serangan hama dan penyakit. Penanaman Padi

Bt PRG akan mengurangi biaya saprotan dalam pengelolaan, terutama biaya

pembelian pestisida. Data-data primer yang diperoleh dan data secara ex ante,

kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui kelayakan dan keberlanjutan

Padi Bt PRG jika akan dilepas atau dikomersialisasikan.

Hasil analisis data primer terhadap padi kultivar Rojolele non PRG

dibandingkan dengan Padi Bt PRG disajikan pada dua Tabel di bawah, dengan

membuat asumsi terhadap harga benih tanam, dan jumlah produksi Padi Bt PRG

dibandingkan dengan benih Padi non-PRG, termasuk efisiensi biaya jika produk

ini sudah tersedia ditingkat petani.

Page 88: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

65

Tabel 3. Analisis anggaran parsial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih premium (50%)

Instrumen Padi Bt PRG Padi non-Bt Ratio B/C

Elemen pendapatan

Produksi (ton/ha) 4 - 4,9 4 - 4,9 -

Biaya-biaya (cost)

Harga per kg (Rp) 30.000 20.000 -

Tenaga kerja 100.000 200.000 -

Pemupukan 1.286.875 1.286.875 -

Insektisida (10%) 178.700 1.787.000 1,52

Insektisida (50%) 893.500 1.787.000 1,50

Tabel 4. Analisis anggaran parsial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih tidak berubah

Instrumen Padi Bt PRG Padi non-Bt Ratio B/C

Elemen pendapatan

Produksi (ton/ha) 4 - 4,9 4 - 4,9 -

Biaya-biaya (cost)

Harga per kg (Rp) 20.000 20.000 -

Tenaga kerja 100.000 200.000 -

Pemupukan 1.286.875 1.286.875 -

Insektisida (10%) 178.700 1.787.000 1,02

Insektisida (50%) 893.500 1.787.000 1,01

Hasil analisis anggaran parsial disusun berdasarkan asumsi, bahwa padi

kultivar Rojolele non-PRG sama dengan Padi Bt PRG, kecuali perubahan yang

terjadi akibat introduksi sifat gen Bt yang ditambahkan seperti berkurangnya

penggunaan insektisida dengan dua skenario yaitu penggunaan insektisida 10%

dan 50%. Penggunaan insektisida tetap diperlukan terutama jika terjadi serangan

hama lain selain penggerek batang, karena gen Bt yang ditambahkan bersifat

Page 89: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

66

spesifik dan efektif hanya terhadap hama penggerek batang dan tidak bersifat

toksik terhadap serangga lain (non target) (Tu et al. 2000).

Dari hasil analisis parsial yang dilakukan, dengan menggunakan asumsi

harga jual benih tanam yang berbeda, diketahui bahwa kisaran manfaat dan biaya

(∆ B/C) yang diperoleh adalah 1,52 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,50

untuk aplikasi insektisida 50%. Hasil ini diperoleh untuk harga jual benih tanam

Padi Bt PRG sebesar Rp 30.000 dengan harga premium 50% lebih tinggi

dibandingkan dengan benih tanam Padi non Bt dari kultivar Rojolele sebesar Rp

20.000. Sedangkan pada Tabel 7, dengan harga jual benih tanam Padi Bt PRG

sama dengan benih padi tanam non-Bt sebesar Rp 20.000, hasil kisaran manfaat

dan biaya untuk kedua jenis tanaman pangan ini adalah 1,02 untuk aplikasi

insektisida 10% dan 1,01 untuk aplikasi insektisida 50%. Nilai profitability index

menunjukkan angka lebih besar dari 1, hal ini memberi arti bahwa rencana

kegiatan penanaman Padi Bt PRG nantinya dapat menghasilkan pendapatan yang

lebih besar dari pada biaya-biaya pengelolaan yang diperlukan. Bentuk usaha di

bidang pertanian dapat diterima apabila kisaran manfaat dan biaya (benefit cost

ratio) lebih besar dari angka satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

usahatani Padi Bt kultivar Rojolele termasuk kategori layak untuk dilanjutkan,

jika Padi Bt tersebut telah tersedia di pasaran.

Biaya produksi tanaman pertanian di negara berkembang lebih mahal bila

dibandingkan dengan negara maju seperti USA. Contohnya di China untuk biaya

(cost) produksi tanaman padi membutuhkan dana sekitar 40 – 60 % dari total

produksi, sedangkan di USA dan Kanada hanya memerlukan dana sekitar 6 – 10%

(Huang et al. 2001). Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit pada tanaman

padi, petani di China menghabiskan biaya sekitar 4.34 milliar dolar US utk

pembelian pestisida per tahunnya. Biaya paling besar terutama berasal dari

pengeluaran untuk pembelian insektisida (Pray et al. 2001 dan Huang et al. 2001).

Penggunaan pestisida per ha untuk tanaman Padi PRG hanya menghabiskan

sekitar 2.0 kg/ha dibandingkan dengan Padi non PRG yang menghabiskan 21.2

kg/ha (Rozelle et al. 2000). Diharapkan dengan dilepasnya Padi Bt PRG tahan

serangan hama penggerek batang, akan mengurangi penggunaan pestisida

khususnya insektisida pada tanaman padi di lahan pertanian Indonesia.

Page 90: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

67

b. Persepsi dan Penerimaan Petani terhadap Keberlanjutan Pemanfaatan

Padi Bt PRG

Analisis mengenai persepsi (perception) atau penerimaan (acceptance)

merupakan kajian yang berhubungan langsung dengan pengguna (user), dimana

teknologi tidak ada artinya jika tidak memperoleh pengakuan atau penerimaan

dari masyarakat. Dalam kasus Padi Bt PRG, upaya untuk memperkenalkan produk

bioteknologi baru ini masih menjadi tantangan dan tanggung jawab pemerintah

melalui pengembang teknologi, agar produk lebih dikenal dan dipahami oleh

masyarakat seperti petani. Beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah sosialisasi

dan komunikasi terhadap keunggulan dan risiko yang mungkin timbul dari Padi

Bt PRG jika nanti diterapkan dan dikomersialisasikan kepada mereka.

Komunikasi kepada pengguna dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana

agar produk bioteknologi ini mudah diterima dan dipahami.

Perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan masyarakat mengenai

tanaman PRG akan selalu terjadi jika program sosialisasi dalam bentuk

komunikasi risiko tidak intensif dilakukan, sehingga menimbulkan

kesalahpahaman karena ketidakmengertian akan PRG. Sebagai produk

bioteknologi modern, terdapat kesulitan dalam memberi respon dan implementasi

produk kepada masyarakat, karena sangat terkait dengan aturan dan regulasi yang

berlaku disetiap negara (McCammon 2007).

Untuk mengetahui tingkat persepsi, pengetahuan dan partisipasi petani

terhadap Padi Bt PRG telah dilakukan survei dengan melakukan wawancara dan

pengarahan dalam bentuk pengenalan sederhana tanaman Padi Bt PRG kepada

petani serta meminta petani mengisi langsung kuisioner yang telah disiapkan.

Responden petani yang disurvei mewakili empat wilayah penelitian, yang berasal

dari wilayah sentra produksi padi di Propinsi Jawa Barat. Hasil survei dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian utama yaitu: a) karakteristik petani sebagai

responden dan b) persepsi serta penerimaan petani terhadap rencana pelepasan

Padi Bt PRG berdasarkan informasi yang diperoleh dari isian kuisioner (Lampiran

3).

Page 91: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

68

a. Karakteristik Petani Padi Sawah

Karakteristik petani padi sawah di wilayah penelitian disajikan pada

Gambar 2. Berdasarkan kelompok usia, kebanyakan petani padi sawah berada

pada usia yang tergolong tidak muda lagi yakni antara 41-58 tahun, dimana

jumlah mereka lebih dari 50% untuk semua wilayah penelitian, kecuali untuk

wilayah Cianjur jumlah responden tertinggi masih tergolong pada usia muda (23-

40 tahun) dengan jumlah melebihi 40% dari total responden di wilayah tersebut.

Sedangkan usia yang tergolong cukup tua untuk bekerja di lahan pertanian masih

cukup banyak di setiap lokasi penelitian dengan kisaran 10 – 30% pada setiap

wilayah penelitian.

Gambar 2. Distribusi kelompok usia petani di wilayah penelitian Propinsi

Jawa Barat.

0

10

20

30

40

50

60

70

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

de

n

Usia

23-40 th

41-58 th

59-76 th

Page 92: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

69

Gambar 3. Distribusi tingkat pendidikan petani di wilayah penelitian

Propinsi Jawa Barat

Yang cukup menarik dari hasil pendataan terhadap tingkat pendidikan dari

responden petani (Gambar 3), yakni wilayah Karawang ternyata memiliki tingkat

pendidikan SMU keatas lebih banyak (mendekati 40%) bila dibandingkan dengan

wilayah penelitian lain, meskipun yang berpendidikan SD-SMP tetap lebih

mendominasi. Hal ini terkait dengan jumlah penghasilan rata-rata yang diperoleh

petani dari wilayah Karawang berkisar antara satu juta sampai dengan 5 juta

rupiah per bulan, yang merata diantara semua responden dengan jumlah melebihi

angka 80% (Gambar 4). Umumnya tingkat penghasilan di kalangan petani

berdasarkan kuisioner masih kurang dari satu juta rupiah, dengan angka melebihi

50% di setiap wilayah penelitian. Tingkat pendidikan yang lebih merata yaitu SD-

SMP berada di wilayah penelitian Sukabumi, kurang dari 10% yang memiliki

tingkat pendidikan diatas SMP, dan tidak ada yang lebih tinggi dari SMU,

demikian juga dengan penghasilan yang mereka peroleh dengan jumlah kurang

dari satu juta sampai satu juta rupiah untuk lebih dari 90% jumlah responden.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah/tidaklulus SD

SD-SMP

SMU-akademi/PT

S2 ke atas

Page 93: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

70

Gambar 4. Distribusi tingkat penghasilan petani di wilayah penelitian

Propinsi Jawa Barat

b. Persepsi dan Penerimaan Petani terhadap Padi Bt PRG

Berdasarkan hasil analisis persepsi dan penerimaan petani secara umum

terhadap produk teknologi baru, sangat baik dan responsif. Tetapi terdapat

kesenjangan informasi yang mereka terima, karena sangat kurangnya sosialisasi

dan komunikasi antara pengembang teknologi dengan petani sebagai pengguna

pertama dari teknologi ini. Umumnya petani sangat tertarik dengan keunggulan

dari tanaman PRG, tetapi tidak begitu mengerti dengan adanya risiko yang

mungkin dapat ditimbulkan oleh tanaman PRG tersebut. Jika dapat meningkatkan

produksi, rata-rata petani tidak keberatan menanam dan memanfaatkan Padi Bt di

lahan mereka. Oleh karena itu sangat diperlukan sosialisasi dan komunikasi risiko

kepada petani sebelum tanaman PRG dikomersialisasikan, agar manfaat jangka

panjang tetap dapat diperoleh. Secara umum hasil rangkuman dari persepsi dan

penerimaan petani terhadap rencana pelepasan Padi Bt PRG disajikan pada

Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7. Dari hasil survei yang telah dilakukan,

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Penghasilan

≤ 1 juta rupiah

1 juta-5 juta rupiah

> 5 juta rupiah

Page 94: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

71

diketahui tingkat pengetahuan petani yang sangat rendah terhadap keamanan

tanaman PRG terutama terhadap lingkungan. Meskipun persyaratan tanaman PRG

sebelum dilepas harus memenuhi keamanan hayati yang meliputi keamanan

pangan, keamanan lingkungan dan/atau keamanan pakan, tetapi umumnya petani

hanya memahami bahwa tanaman PRG aman untuk dikonsumsi dan tidak

membahayakan kesehatan manusia.

Gambar 5. Persepsi petani terhadap keamanan Padi Bt PRG di wilayah

penelitian Jawa Barat

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa, persepsi petani terhadap

keamanan tanaman PRG hanya untuk kesehatan manusia, kebanyakan (hampir

melebihi 60%) menyatakan tidak tahu tentang prinsip keamanan yang harus

dipahami untuk tanaman PRG. Hal ini disebabkan karena sangat sedikitnya akses

informasi yang dapat mereka peroleh terkait dengan tanaman PRG sebagai

pangan. Terdapat sekitar 30% responden dari wilayah Sukabumi yang

menyatakan tahu tentang tanaman PRG dan hanya lebih kurang 20% yang

mengetahui tanaman PRG dari wilayah Cianjur dan Subang (Gambar 5). Dari

hasil wawancara yang dilakukan dengan petani, meskipun mereka menjawab tahu

tentang tanaman PRG, itupun hanya sebatas pernah mendengar saja tanpa

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Keamanan Padi Bt PRG

Aman

Tidak aman

Tidak tahu

Page 95: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

72

memahami maksudnya. Seiring dengan kebutuhan peningkatan produksi pangan

yang cukup mendesak, dikhawatirkan kelompok masyarakat seperti petani kurang

memperhatikan dampak tanaman PRG terhadap lingkungan, oleh karena itu

sangat diperlukan sosialisasi dan pemahaman yang intensif kepada petani,

terutama usaha pengelolaan tanaman Padi Bt PRG sebelum komersialisasi, agar

pemanfaatannya lebih optimal. Karena beberapa dampak jangka panjang tanaman

PRG terhadap lingkungan belum dapat diprediksi dan diketahui dengan pasti

(Tietenberg & Lewis 2010).

Sebagian besar petani menyatakan tidak tahu mengenai tanaman PRG jika

dilepas ke lingkungan apakah lebih menguntungkan atau merugikan, karena

ketidakmengertian mereka terhadap Padi Bt PRG yang dikembangkan. Tujuan

dilepasnya Padi Bt kepada petani, diharapkan dapat mengurangi penggunaan

insektisida yang mencemari lingkungan seperti udara, air dan tanah, sehingga Padi

Bt lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan Padi non-Bt (Tietenberg &

Lewis 2010).

Gambar 6. Persepsi petani terhadap dampak Padi Bt PRG terhadap

lingkungan di Propinsi Jawa Barat

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

de

n

Padi Bt PRG Ramah Lingkungan

Tahu

Tidak tahu

Page 96: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

73

Gambar 7. Penerimaan petani terhadap keberadaan Padi Bt PRG di wilayah

Propinsi Jawa Barat.

Dari hasil survei kepada petani, hampir seluruh wilayah penelitian

menyatakan tidak tahu, dan hanya dari wilayah Subang (± 20%) yang mengetahui

jika Padi Bt seharusnya lebih ramah lingkungan (Gambar 6). Hasil yang diperoleh

menggambarkan kondisi dari tingkat pengetahuan petani terhadap tanaman PRG

sangat rendah sehingga mereka tidak mengetahui kelebihan dan keuntungan dari

pengembangan tanaman ini, terutama manfaatnya terhadap lingkungan.

Kesediaan petani untuk menanam Padi Bt PRG jika tersedia di pasaran

lebih dominan dibandingkan dengan kelompok yang tidak bersedia atau ragu-

ragu. Pada tiga lokasi penelitian, responden menyatakan kesediaan (60%-96%)

menanam Padi Bt PRG. Kecuali di wilayah Subang, hanya sekitar 38% responden

menyatakan bersedia menanam, 48% bersikap ragu-ragu dan 6% responden

menyatakan tidak bersedia menanam Padi Bt (Gambar 7).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Kesediaan Menanam Padi Bt PRG

Bersedia

TidakBersedia

Ragu-ragu

Page 97: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

74

Gambar 8. Tindakan petani dalam mengatasi serangan hama di wilayah

penelitian Propinsi Jawa Barat

Berdasarkan hasil survei terhadap cara petani dalam mengatasi serangan

hama pada lahan pertanaman padi yang mereka miliki rata-rata dengan

menggunakan insektisida (Gambar 8). Di wilayah Subang, hampir 67% petani

menggunakan insektisida jika tanamannya mendapat serangan hama, 14%

melakukan pengendalian biologis dan hanya 3% yang tertarik menanam tanaman

tahan hama. Pada wilayah karawang, 62% mengatasi serangan hama dengan

insektisida, 36% lebih tertarik menanam varietas yang tahan hama dan hanya

sekitar 2% saja yang tidak memberi perlakukan dengan obat-obatan. Pada wilayah

penelitian Cianjur, dapat dilihat tindakan petani dalam mengatasi hama melalui

tiga cara dengan persentase hampir merata yaitu menggunakan insektisida (44%),

menanam varietas tahan (31%) serta melakukan pengendalian biologis (25%).

Sedangkan di wilayah Sukabumi hampir sama dengan wilayah lainnya, lebih

menyukai insektisida dalam mengatasi serangan hama, tetapi masalah hama bukan

merupakan persoalan utama di wilayah tersebut, pada umumnya mereka lebih

tertarik pada tanaman padi yang mampu berproduksi tinggi.

Pada umumnya petani lebih menyukai produk tanaman unggul yang

menjanjikan peningkatan produksi atau tanaman padi yang dapat mengurangi

pengeluaran dalam pengolahan tanaman di lapangan, seperti biaya tenaga kerja,

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Tindakan menghindari hama

Menggunakaninsektisida

Menggunakan varietastahan hama

Pengendalian biologis

Tanpa Obat

Page 98: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

75

pemupukan dan pembelian insektisida. Terjadinya penurunan biaya jika menanam

Padi Bt seperti yang dijelaskan pada analisis anggaran parsial ternyata dapat

memberikan dampak terhadap pemanfaatan Padi Bt di masa depan.

Gambar 9. Kriteria petani dalam memilih Padi Bt PRG di propinsi Jawa

Barat

Dilihat dari pilihan petani terhadap kriteria tanaman Padi Bt yang mereka

harapkan, terlihat bahwa jawaban yang diberikan sangat bervariasi (Gambar 9),

kecuali kelompok petani dari wilayah Sukabumi, yang sepakat menyatakan harga

benih merupakan pilihan paling utama. Pada wilayah penelitian lainnya seperti

Karawang, tidak mempermasalahkan harga benih Padi Bt jika sudah tersedia di

tingkat petani nantinya, bahkan sekitar 51% dari responden lebih peduli terhadap

isu keamanan dan risiko Padi Bt. Hal ini diduga berhubungan dengan tingkat

pendidikan responden yang hampir 40% memiliki pendidikan setara SMU dan

Perguruan Tinggi dengan penghasilan rata-rata antara 1-5 juta rupiah per bulan,

sehingga mereka diperkirakan lebih memiliki akses terhadap nformasi-informasi

baru. Di wilayah penelitian Subang, hanya 27% dari responden yang peduli

terhadap isu keamanan dan risiko tanaman PRG, dan terdapat hanya 3% yang

lebih memperhatikan aspek harga benih padi. Meskipun ditampilkan kriteria

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Kriteria memilih Padi Bt PRG

Harga benih

Jenis (varietas padi)

Kandungan Gizi

Keunggulan sifat

Isu resiko dankeamanan

Page 99: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

76

kandungan gizi yang tidak berkaitan langsung dengan sifat yang diintroduksi,

tetapi dapat menggambarkan pandangan dan harapan petani terhadap Padi Bt

seperti hasil yang diperoleh untuk wilayah penelitian Subang dan Cianjur, dimana

hampir 30% petani lebih memperhatikan aspek kandungan gizi, hanya sekitar

29% petani dari wilayah Cianjur yang lebih memilih harga benih sebagai kriteria

kedua yang diutamakan.

Gambar 10. Kesediaan petani untuk membeli benih Padi Bt PRG di

wilayah Propinsi Jawa Barat

Kriteria selanjutnya dalam mengetahui penerimaan petani terhadap Padi Bt

PRG adalah kesediaan mereka untuk membeli benih Padi Bt PRG jika nanti

produk sudah tersedia di tingkat petani. Dari data yang tersaji pada Gambar 10,

masih banyak petani yang membeikan jawaban tidak tahu terhadap harga yang

mau mereka bayarkan jika Padi Bt sudah tersedia di pasaran. Diduga hal ini

terjadi karena mereka tidak memahami atau belum mengerti dengan sifat-sifat

tanaman PRG. Contohnya petani dari wilayah Karawang menjawab 100% tidak

tahu, demikian juga dengan wilayah Sukabumi, hampir 79% menjawab tidak tahu

dan hanya 7% yang menjawab mau membeli benih tanaman Padi Bt dengan harga

benih lebih murah dibandingkan dengan harga benih padi hibrida. Petani dari

wilayah Subang memberikan hasil jawaban sama, yaitu harga benih lebih murah

dibanding padi hibrida serta menjawab tidak tahu sebesar 38%, dan hanya 4%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Cianjur Karawang Subang Sukabumi

Pe

rse

nta

se R

esp

on

den

Kesediaan Membeli Padi Bt PRG

Harga sama denganbenih hibrida

Lebih mahal dibandingdengan hibrida

lebih murah dibandingdengan hibrida

Tidak tahu

Page 100: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

77

yang menjawab harga sama dengan benih padi hibrida. Petani di wilayah Cianjur

menjawab lebih murah dari harga benih hibrida (76%) responden dan hanya 6%

yang menjawab mau membeli dengan harga lebih mahal, atau sama dengan benih

padi hibrida. Disamping keutamaan sifat yang diintroduksi, persoalan harga jual

dan pengelolaan risiko perlu mendapat perhatian dalam komersialisasi tanaman

PRG (Sharma et al. 2002). Karena biaya dalam memproduksi Padi Bt PRG cukup

tinggi, maka harga yang lebih mahal bila dibandingkan dengan harga benih

konvensional masih dapat diterima, asal benih padi tersebut dapat menjanjikan

peningkatan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan benih padi sejenis

yang non PRG.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis anggaran parsial terhadap Padi Bt PRG dengan

pengurangan penggunaan insektisida 10% sampai dengan 50%, usahatani

Padi Bt PRG tergolong layak untuk dilanjutkan.

2. Hasil analisis anggaran parsial (partial budget analysis) dengan asumsi harga

benih tanam (benih pokok) Padi Bt PRG sama dengan Padi non-PRG yakni

Rp 20.000, diperoleh nilai investasi (B/C ratio) 1,02 untuk aplikasi insektisida

10% dan 1,01 untuk aplikasi insektisida 50%. Jika harga benih pokok Padi Bt

PRG lebih tinggi 50% yakni sebesar Rp 30.000, diperoleh nilai investasi (B/C

ratio) 1,52 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,50 untuk aplikasi insektisida

50%. Angka ini terkategori usahatani dapat dilanjutkan untuk komersialisasi.

3. Berdasarkan karakteristik responden petani, diperoleh kisaran usia terbanyak

antara 41-58 tahun dengan tingkat pendidikan SD-SMP, memiliki penghasilan

rata-rata setiap bulan kurang atau sama dengan satu juta rupiah. Sedangkan

wilayah penelitian Karawang sebagian besar telah memiliki penghasilan diatas

satu juta sampai lima juta rupiah.

Page 101: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

78

4. Persepsi petani terhadap keamanan tanaman PRG sebagian besar ( ≥ 60%

responden) menyatakan tidak tahu, hanya 20%-35% responden yang

menyatakan bahwa tanaman PRG tersebut aman dikonsumsi.

5. Pengetahuan petani terhadap tanaman Padi Bt PRG lebih ramah lingkungan

masih sangat rendah, dimana lebih dari 65% petani menyatakan ketidaktahuan

mereka tentang Padi Bt, dan hanya sekitar 20% petani dari wilayah Subang

yang mengetahui padi Bt PRG lebih ramah lingkungan dibandingkan tanaman

Padi non-PRG

6. Penerimaan petani terhadap rencana pelepasan Padi Bt PRG sangat baik dan

mereka sebagian besar menyatakan bersedia menanam Padi Bt PRG jika

produk sudah tersedia di pasaran, hanya wilayah Subang yang menyatakan

kesediaan menanam Padi Bt PRG jauh lebih sedikit yaitu sekitar 35%

responden.

Saran

1. Persepsi petani terhadap Padi Bt PRG tidak dapat dijadikan acuan dalam

mengambil kebijakan, karena tujuan petani menggunakan tanaman PRG lebih

kepada keuntungan secara ekonomi, dibandingkan manfaat terhadap

lingkungan, sehingga keutamaan tanaman Padi Bt yang lebih ramah

lingkungan kurang diketahui.

3. Upaya meningkatkan pengetahuan petani terhadap Padi Bt PRG melalui

kegiatan sosialisasi yang berkelanjutan, sangat diperlukan sebelum tanaman

dilepas atau dikomersialisasikan.

4. Ketersediaan informasi yang murah dan mudah diakses masyarakat mengenai

Padi Bt PRG perlu difasilitasi oleh pemerintah dan sosialisasi terhadap

komunikasi risiko tanaman PRG harus dilakukan secara berkelanjutan agar

pemanfaatan Padi Bt PRG dapat tercapai.

Page 102: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

79

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN TANAMAN

PADI PRODUK REKAYASA GENETIK DI INDONESIA

Sustainable Analysis of Genetically Engineered Rice Management in Indonesia

Deswina P1, Syarief R

2, Rachman LM

3, Herman M

4

1) Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Institut Pertanian Bogor dan Staf Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2)

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 3)

Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor, 4)

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Kementerian Pertanian

Abstrak

Pengelolaan produk rekayasa genetik (PRG) di Indonesia melibatkan

beberapa lembaga pemerintah sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.

Koordinasi diantara lembaga pemerintah tersebut sangat menentukan dalam

keberlanjutan pengelolaan PRG. Selain persyaratan keamanan hayati,

pertimbangan sosial ekonomi yang berdampak langsung terhadap masyarakat

perlu mendapat perhatian, sesuai dengan amanat Protokol Cartagena pasal 26.

Pengembangan tanaman PRG hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri

umumnya masih berada di tahap penelitian, baik laboratorium, Fasilitas Uji

Terbatas atau di Lapangan Uji Terbatas. Sedangkan tanaman PRG yang berasal

dari luar Indonesia telah banyak yang masuk dan memperoleh izin pelepasan dan

komersialisasi di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan

kajian kebijakan pengelolaan PRG yang berorientasi keterpaduan dan

keberlanjutan. Hasil kajian ini dapat menjadi rekomendasi dan bahan

pertimbangan dalam membuat formulasi kebijakan pengelolaan PRG

berkelanjutan, khususnya tanaman Padi Bt. Penelitian ini juga bertujuan

untukmengetahui status keberlanjutan pengelolaan PRG ditinjau dari dimensi

ekologi, sosial, ekonomi, teknologi dan kelembagaan. Analisis data yang

digunakan adalah metode Multidimensional Scaling (MDS) dimana hasilnya

dinyatakan dalam bentuk indeks berkelanjutan. Berdasarkan hasil kajian diperoleh

nilai dimensi lingkungan 73,02%, dimensi ekonomi 69,30%, dimensi sosial

51,22%, dan dimensi hukum kelembagaan 54,74%, semua tergolong pada kriteria

cukup berkelanjutan. Kecuali untuk dimensi teknologi 46,71% termasuk kurang

berkelanjutan. Dari hasil analisis atribut-atribut utama yang tergolong faktor

pengungkit (leverage factor) disetiap dimensi, maka perlu dilakukan perbaikan

dan perubahan, agar diperoleh peningkatan dari nilai indeks keberlanjutan.

Kata kunci: Padi Bt PRG, analisis keberlanjutan, MDS, faktor pengungkit.

Page 103: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

80

Abstract

Management of Genetically Engineered Product (GEP) in Indonesia

involved some government institutions that were accordance with the functions

and roles in both GEP’s variety and aim that would be released and

commercialized. The coordinations among the government agencies were so

important for the sustainability of GEP management. Cartagena protocol

mandated the need of risk assessment to each GEP before being released. As the

result of new technology, GEP had to meet the biosafety requirements inculded

the safety of food, environmental and / or feed. Beside of the biological safety,

socio-economic considerations and impacts to the societies had to be noticed too.

Because of that, it was required the policy strategy as the part of risk analysis in

the usage management of GEP plant. The studies held on the dimensions of

environment, economic, social, technology and institutional law. Data analysis

used was the method of Multidimensional Scaling (MDS) and the results were

expressed in index form of sustainable management of GEP. Results of studies,

with score 58,99% showed that multidimensional assessment considered as

sustainable criteria. There was also sustainable value for environmental

dimensions in 73.02% while the technology dimensions was on less sustainable

value (46.71%). Although for social, economic and institutional law dimensions

were quite sustainable, but tended to be less sustainable, so it was necessary to

repair the main attributes of each dimensions. Retrieved fifteen leverage factors

that might affect the increasing the sustainability index of all the five dimensions.

Keywords: Genetically Engineered Product (GEP), biosafety, sustainability,

MDS, leverage factor, Rap GEP

PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan di bidang pertanian mengacu kepada

pembangunan pertanian berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek sarana dan

prasarana melalui pendanaan dan inovasi teknologi. Kondisi ini sangat diperlukan

agar kebijakan pembangunan pertanian lebih mengedepankan kepentingan sosial

dan lingkungan. Pembangunan pertanian berkelanjutan berkaitan dengan

pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan serta melibatkan teknologi dan hukum

kelembagaan (Kementan 2013). Perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini

menyebabkan terjadinya pemanasan global yang menimbulkan dampak

penurunan produksi pertanian.

Page 104: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

81

Sebagai komoditas pertanian utama di Indonesia, tanaman padi perlu

peningkatan kualitas dan kuantitas, melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan berkualitas. Teknologi

pemuliaan tanaman konvensional yang selama ini digunakan tidak lagi efisien

dalam mengatasi permasalahan tanaman, karena sifat-sifat atau sumber gen yang

tersedia sangat terbatas, perlu waktu lebih lama untuk memperoleh jenis baru

(Khan & Liu 2009). Metode konvensional, tidak dapat lagi dipertahankan kerena

beberapa keterbatasan tadi, terutama dalam mengatasi tekanan lingkungan yang

semakin komplek (Manshardt 2004).

Sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit, merupakan salah satu sifat

yang tidak dimiliki setiap tanaman, sehingga diperlukan inovasi teknologi yang

mampu memanfaatkan sumber gen yang berasal dari individu lain baik yang

sejenis atau berbeda jenis. Salah satu teknik yang digunakan adalah teknologi

rekayasa genetik yang dapat memanfaatkan spesies yang berbeda sama sekali.

Teknologi ini telah dipakai untuk perbaikan sifat/karakter tanaman, yang meliputi

ketahanan terhadap cekaman biotik seperti sifat ketahanan terhadap hama dan

penyakit. Demikian juga dengan sifat toleransi terhadap kondisi lingkungan

tertentu (Shah et al. 2011). Di Indonesia, kegiatan pengembangan bioteknologi

modern dimulai sejak tahun 1990 di beberapa pusat penelitian milik pemerintah

dan swasta, dengan perbaikan sifat-sifat tanaman sesuai dengan kebutuhan di

lapangan, seperti sifat toleran kekeringan, kadar garam tinggi atau sifat ketahanan

terhadap hama dan penyakit. Sifat ketahanan terhadap hama merupakan sifat

utama yang banyak digunakan pada tanaman pertanian (Prasetya & Deswina

2009).

Kendala utama tanaman pertanian di negara beriklim tropis dan lembab

seperti Indonesia adalah serangan organisme pengganggu seperti hama dan

penyakit. Khusus tanaman padi, serangan hama masih menjadi masalah serius di

lapangan, misalnya hama wereng coklat dan penggerek batang. Kerugian yang

diakibatkan oleh kedua serangga hama ini menyebabkan penurunan produksi padi

5 – 10% dari total produksi padi di Asia. Serangan hama penggerek batang sendiri

bisa menyebabkan kerugian sampai 20% (Ho et al. 2001). Usaha pengendalian

yang selama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida kurang efektif

Page 105: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

82

terutama terhadap hama penggerek batang, karena serangga ini hidup dan

berkembang di dalam batang tanaman padi, sehingga waktu kontak dengan

insektisida sangat terbatas (Amuwitagama 2002).

Melalui teknologi rekayasa genetik, dapat diperoleh tanaman tahan

serangan hama dengan melakukan introduksi gen Cry dari bakteri Bacillus

thuringiensis (Bt) (Gatehouse 2008; Lemaux 2009). Padi Bt adalah tanaman yang

telah diintroduksi dengan gen Cry yang berupa protein Bt, efektif mengendalikan

serangga hama dari jenis Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera (Bravo et al. 2011).

Sifat toksin dari protein Bt, sangat spesifik (highly selective spectrum), yang

hanya bekerja pada jenis serangga tertentu dengan range yang sangat sempit

(narrow range) (Bravo et al. 2011). Oleh karena itu tanaman Padi Bt

dikembangkan dengan tujuan mengurangi aplikasi insektisida. Penelitian Padi Bt

telah dilakukan oleh banyak negara, di Asia seperti China dan Iran telah diperoleh

izin keamanan lingkungan untuk padi produksi rekayasa genetik, bahkan Iran

telah mengkomersialisasikan Padi Bt sejak tahun 2004 (Herman 2009).

Penerapan teknologi rekayasa genetik pada tanaman, harus memperhatikan

aspek keamanan lingkungan dan kesehatan manusia (Sharma et al. 2002). Untuk

pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG mengandung Bt, difokuskan pada

pengaruh toksisitas Bt terhadap organisme non-target, dampak ekologis yang

disebabkan oleh transfer gen dan kerabat liarnya, serta interaksi dan pengaruh

tanaman PRG terhadap keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem (Pauwels et

al. 2010).

Dengan dihasilkannya beberapa tanaman PRG telah menimbulkan

beberapa tanggapan dari masyarakat baik positif maupun negatif terutama isu

keamanan lingkungan. Pro dan kontra terus berlangsung meskipun telah dilakukan

pengujian-pengujian berdasarkan metode ilmiah yang benar (Lu & Sweet 2010).

Pengujian keamanan hayati yang menjadi persyaratan dalam Protokol Cartagena

tentang Keamanan Hayati PRG, juga terdapat faktor ekonomi sosial yang harus

diperhatikan, karena terkait langsung dengan kehidupan masyarakat (Garcia-

Alonso et al. 2006). Meskipun masih diperdebatkan, tetapi dari laporan statistik

terhadap luas areal tanaman PRG di dunia, telah mencapai 170 juta ha pada tahun

Page 106: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

83

2012, berarti meningkat hampir seratus kali lipat dibandingkan dengan tahun 1996

yang hanya 1.7 juta ha (James 2013).

Peran teknologi dalam pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan

faktor penunjang yang cukup penting, oleh karena itu program berkelanjutan

dalam pengelolaan PRG, harus melalui kebijakan, perencanaan dan proses

pembelajaran dari kondisi sosial yang terjadi (Soemarwoto 2006). Ketahanan

pangan nasional yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (ekologi,

sosial dan ekonomi) menjadi tantangan generasi masa sekarang dalam

meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kesempatan generasi masa

depan untuk menaikkan tingkat kesejahteraan mereka (Rogers et al. 2007).

Tujuan penelitian adalah memformulasikan kebijakan pengelolaan terpadu produk

hasil rekayasa genetik terutama tanaman PRG yang berkelanjutan berdasarkan

dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan, serta mengetahui

faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan kebijakan

pengelolaan PRG.

METODE PENELITIAN

a. Teknik Penentuan Responden

Penentuan responden untuk penelitian dilakukan melalui wawancara

mendalam (indepth interview) dan kuisioner terstruktur kepada pakar-pakar

terkait, yang memiliki kompetensi di bidang teknologi rekombinan DNA dan

keamanan hayati PRG. Jumlah pakar terkait berasal dari institusi dan profesi yang

berbeda, yaitu pengembang teknologi/peneliti (6 orang), Perguruan Tinggi (2

orang) dan pihak swasta (2 orang) (Lampiran 8). Penentuan responden untuk

survei pakar dilakukan dengan teknik secara sengaja (purposive sampling).

Responden yang dipilih memiliki kepakaran terhadap bidang yang dikaji dengan

kriteria sebagai berikut.

1. Memiliki pengalaman yang relevan dan kompeten dengan bidang kajian;

2. Memiliki profesi yang relevan dengan bidang yang dikaji;

3. Memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi dan memahami bidang

yang dikaji.

Page 107: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

84

Lokasi responden pakar berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dan Jawa

Timur. Waktu penelitian berlangsung dari bulan November 2011 – April 2012.

b. Analisis Data

Analisis data keberlanjutan terhadap kebijakan pengelolaan PRG,

menggunakan metode pendekatan Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan

software Rapsettlement (Rapid Appraisal for Settlements) yang merupakan

penyesuaian dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries) yang dikembangkan

oleh Pitcher & Preikshot (2001). Pendekatan ini lebih didasarkan pada prinsip

Multi Criteria Analysis (MCA) dengan mengandalkan algoritma yang disebut

sebagai algoritma MDS. Teknik aplikasi RapPRG adalah metode multi disiplin

yang digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan PRG berkelanjutan

berdasarkan jumlah atribut yang banyak akan tetapi mudah dinilai. Ordinasi

Rapsettlement dapat mengakomodasi dimensi lebih dari tiga yaitu dimensi

ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan dengan atribut yang

relatif lebih banyak.

Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Penentuan atribut keberlanjutan pemanfaatan padi Bt PRG mencakup lima

dimensi yaitu: dimensi ekologi, ekonomi, sosial masyarakat, teknologi dan

hukum kelembagaan.

2. Penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan

setiap dimensi. Masing-masing atribut dari setiap dimensi dilakukan

penilaian berdasarkan scientific judgment oleh responden pakar berdasarkan

persyaratan yang telah ditentukan. Pemberian skor ordinal pada penelitian ini

dengan rentang 0-2 sesuai dengan karakter atribut yang menggambarkan

strata penilaian dari terendah (0) sampai yang tertinggi (2). Skor 0 adalah

buruk (bad) dan skor 2 adalah baik (good). Penilaian atribut dilakukan

dengan membandingkan kondisi atribut dengan memberikan penilaian buruk

(0), sedang (1), baik (2).

3. Menghitung indeks dan menganalisis status keberlanjutan. Hasil skor dari

setiap atribut dianalisis dengan multi dimensional untuk menentukan suatu

Page 108: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

85

titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pemanfaatan padi Bt PRG di

Indonesia. Titik tersebut merupakan posisi relatif keberlanjutan yang dikaji

terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Skor

definitifnya adalah nilai modus, yang dianalisis untuk menentukan titik-titik

yang mencerminkan posisi keberlanjutan sistem yang dikaji relatif terhadap

titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi statistik MDS. Skor perkiraan

setiap dimensi dinyatakan dengan skala terburuk (bad) 0% sampai yang

terbaik (good) 100%.

Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori status keberlanjutan pemanfatan padi Bt PRG

Nilai Indeks Kategori Keterangan

0,00 - 25,00

25,01 - 50,00

50,01 - 75,00

75,01 - 100,00

Buruk tidak berkelanjutan

Kurang kurang berkelanjutan

Cukup cukup berkelanjutan

Baik sangat berkelanjutan

Sumber: Fauzi dan Anna (2005)

Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat

divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Dengan proses

rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai

indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) hingga 100% (baik). Ilustrasi

hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan terlihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Ilustrasi nilai indeks keberlanjutan dalam skala ordinasi

Keluaran (output) dari analisis RAP/MDS adalah indeks keberlanjutan dari

0 sampai 100 yang bisa ditampilkan dalam bentuk leveraging (faktor yang relatif

sensitif terhadap indeks keberlanjutan), dan diagram layang (kite diagram).

Simetris diagram layang-layang ditentukan oleh indeks masing-masing dimensi.

Dimensi utama terdiri dari ekologi, ekonomi, dan sosial. Disamping itu nilai

Buruk Baik

0 50 100 25 75

Page 109: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

86

indeks dari masing-masing dimensi dapat dimunculkan pada diagram tersebut.

Diagram layang-layang keberlanjutan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat atribut yang paling sensitif

memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan dengan melihat bentuk

perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi pada sumbu X. Semakin besar

perubahan nilai RMS, maka semakin sensitif atribut tersebut. Dari analisis-

analisis yang dilakukan akan terdapat pengaruh galat yang dapat disebabkan oleh

berbagai hal seperti kesalahan dalam pembuatan skor, kesalahan pemahaman

terhadap atribut atau kondisi lokasi penelitian, variasi skor akibat perbedaan opini

atau penilaian oleh peneliti, proses analisis MDS yang berulang-ulang, kesalahan

pemasukan data atau terdapat data yang hilang, dan tingginya nilai stress (nilai

stress dapat diterima jika nilai < 25%) (Pitcher & Preikshot 2001). Sehingga

dalam mengevaluasi pengaruh galat pada pendugaan nilai ordinasi akan

digunakan analisis Monte Carlo.

Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang

dihitung berdasarkan nilai S di atas dan R2. Nilai stress yang rendah menunjukkan

good fit, Nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Dalam pendekatan Rap-

Fish, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25

00,20,40,60,8

1Lingkungan

Ekonomi

SosialTeknologi

HukumKelembagaan

Page 110: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

87

atau S < 0,25 (Fauzi dan Anna 2005). Nilai R2 yang baik adalah yang nilainya

mendekati 1.

Secara keseluruhan maka tahapan dalam analisis keberlanjutan

menggunakan MDS dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Start

Identifikasi dan

Pendefenisian Atribut

(didasarkan pada

kriteria yang konsisten)

Gambaran Umum

Skoring (mengkonstruksi

reference point untuk good

dan bad serta anchor)

Multidimensional

Scaling Ordination

(untuk setiap atribut)

Simulasi Montecarlo

(Analisis Ketidakpastian)

Analisis Leverage

(Analisis Anomali)

Analisis Keberlanjutan

(Asses Sustainability)

Gambar 3. Elemen proses aplikasi Rap-PRG dengan pendekatan MDS

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Status keberlanjutan Padi Bt PRG

Analisis keberlanjutan tanaman Padi Bt PRG yang dibuat berdasarkan

hasil kuisioner dari responden pakar terpilih (expert justification), dianalisis dan

diverifikasi. Kajian keberlanjutan ini dilihat melalui manfaat ekologis, ekonomi,

sosial, teknologi dan kelembagaan. Manfaat yang diperoleh sangat ditentukan

oleh interaksi antar lima faktor yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan tujuan

Page 111: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

88

pelepasan PRG. Uraian dari hasil analisis setiap dimensi yang dikaji sebagai

berikut:

1. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Atribut atau faktor-faktor yang diperkirakan memberikan pengaruh

terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri atas tujuh atribut,

yaitu : 1) Keamanan PRG terhadap kesehatan manusia, 2) Perbaikan kualitas

lingkungan, 3) Kemungkinan perpindahan material genetik dari Padi PRG ke Padi

non PRG, 4) Potensi Padi Bt PRG menjadi gulma, 5) Dampaknya terhadap

organisme perairan, 6) Pengaruhnya terhadap ekosistem, 7) Pengaruhnya terhadap

organisme non target dan keanekaragaman hayati potensial. Berdasarkan hasil

analisis Rap-PRG terhadap tujuh atribut diperoleh nilai indeks keberlanjutan dari

dimensi ekologi sebesar 73.018% (terletak antara 50.01–75.00%) berarti cukup

berkelanjutan. Nilai indeks berkelanjutan yang menunjukkan angka diatas 50%

menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan tanaman Padi Bt PRG masih

termasuk berkelanjutan dan belum memberikan pengaruh negatif terhadap

lingkungan dan keanekaragaman hayati. Kerusakan dan pencemaran lingkungan

akibat penanaman Padi Bt PRG yang dikembangkan untuk tahan hama penggerek

batang bertujuan mengurangi penggunaan bahan kimia seperti pestisida yang

dapat mengganggu kesehatan dan mencemari lingkungan (Chen et al. 2010). Oleh

karena itu indeks keberlanjutan diatas 50% menunjukkan dukungan terhadap

pengelolaan lingkungan berkelanjutan.

Penggunaan insektisida Bt sebagai biopestisida telah dimanfaatkan di

banyak negara sejak puluhan tahun yang lalu. Aktivitas toksin yang dihasilkan

oleh protein Cry dari sejenis bakteri gram positif (Bacillus thuringiensis) efektif

mengendalikan serangga hama dari jenis Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera

(Cohen et al. 2008; Chen et al. 2006; Bravo et al. 2011). Sebelumnya protein Bt

diaplikasikan langsung kepada tanaman dan diketahui sejak tahun 1995 telah

terdaftar 182 produk insektisida Bt di United States Environmental Protection

Agency, akan tetapi petani tidak banyak menggunakannya sebagai insektisida

alami disebabkan ketidakstabilan dari sifat toksisitas Bt tersebut di lapangan

(Chen et al. 2010). Akhirnya peneliti berusaha melakukan introduksi protein Bt

dari Bacillus thuringiensis kepada tanaman pertanian, agar diperoleh tanaman

Page 112: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

89

yang tahan terhadap hama. Tujuannya adalah mengurangi aplikasi insektisida dan

menjadikan kualitas lingkungan lebih baik. Karena sifat toksin dari protein Cry

(Bt), yang sangat spesifik (highly selective spectrum), maka toksin ini hanya

bekerja pada jenis serangga tertentu dengan kisaran yang sangat sempit (narrow

range) (Bravo et al. 2011).

Beberapa kriteria keamanan lingkungan digunakan sebagai atribut dalam

analisis keberlanjutan Padi Bt PRG, agar diketahui kemungkinan terjadinya

dampak yang merugikan terhadap keanekaragaman hayati dan lingkungan.

Atribut yang digunakan dibuat berdasarkan indikator ilmiah berdasarkan prinsip

keamanan lingkungan (Nelson et al. 2004) dalam Hilbeck & Andow 2004).

Kemampuan ekologis di suatu lokasi akan berkurang karena adanya kegiatan

pengolahan tanah dan penanaman, akan tetapi dapat menjadi lebih baik jika

faktor-faktor yang mengurangi potensi tersebut dapat di kelola sesuai dengan

prinsip pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan

dimensi ekologi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Indeks keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan PRG

Analisis sensitivitas pada dimensi ekologi dengan metode analisis leverage

pada RAP-PRG (Gambar 5) memperlihatkan bahwa atribut terjadinya

perpindahan (crossing) material genetik dari Padi Bt PRG ke tanaman Padi non

Page 113: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

90

PRG merupakan atribut yang sangat berpengaruh terhadap atribut-atribut lainnya

dengan nilai root mean square change (RMS) lebih dari 10% (10.21%).

Pertimbangan terjadinya transfer material genetik dari tanaman PRG kepada

tanaman non-PRG menjadi perhatian khusus pakar dalam keamanan lingkungan,

meskipun secara konvensional persilangan dapat terjadi pada kondisi alami

dengan beberapa persyaratan seperti kompatibalitas diantara tanaman yang

berdekatan, dan juga viabilitas dari serbuk sari yang pindah (Harst et al. 2009).

Gambar 5. Hasil analisis leverage dimensi ekologi pengelolaan PRG

Demikian juga dengan pengaruh Padi Bt PRG terhadap lingkungan

terutama organisme perairan dan serangga non target potensial (RMS= 4.45). Dari

hasil penelitian LUT yang pernah dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI

terhadap serangga non target, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan populasi

serangga non target dan musuh alami di lahan penanaman Padi Bt PRG dengan

lahan Padi non PRG di wilayah penelitian Kabupaten Subang (Deswina et al.

2009) dan Kabupaten Karawang (Mulyaningsih et al. 2010). Faktor pengungkit

selanjutnya adalah potensi tanaman PRG menjadi gulma (RMS=3.65).

Kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap munculnya kemungkinan tanaman

Page 114: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

91

PRG menjadi gulma (weediness) atau menguasai/menginvasi suatu areal pertanian

(invasiveness) merupakan isu yang cukup penting. Isu ini menjadi semakin

menarik dengan dikembangkannya tanaman yang toleran terhadap tekanan abiotik

(abiotic stress tolerance), karena kemampuan bertahan hidup dari tanaman PRG

tersebut menjadi semakin baik terhadap tekanan lingkungan. Pada kenyataannya

tanaman yang diintroduksi dengan sifat baru tidak boleh memiliki perbedaan

dengan tanaman asal sejenis. Apabila tanaman asal, sebelum diintroduksi dengan

sifat tertentu tidak memiliki sifat weediness dan invasiveness, maka tanaman PRG

juga akan memiliki sifat yang sama dan setara. Kesamaan sifat ini dapat

dibuktikan dengan pola pertumbuhan seperti lamanya dormansi benih dan sifat-

sifat agronomis lainnya. (Raybould 2011).

Faktor pengungkit selanjutnya yang dapat mempengaruhi indeks

keberlanjutan adalah keamanan PRG terhadap kesehatan manusia (RMS=3.50).

Pengaruh terhadap kesehatan manusia merupakan pertimbangan utama yang harus

diperhatikan, karena merupakan persyaratan utama dalam keamanan pangan PRG,

dan sangat sensitif terhadap perubahan indeks keberlanjutan PRG.

2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG ditinjau dari dimensi ekonomi

menggunakan studi ex ante dengan menyusun tujuh atribut utama yaitu: 1)

Kesejahteraan petani, 2) Jumlah tenaga kerja, 3) Tingkat ketergantungan petani,

4) Harga jual benih PRG, 5) Peningkatan pendapatan petani, 6) Berkurangnya

biaya dalam produksi karena berkurangnya biaya saprotan, 7) Stabilitas produksi.

Kajian terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi perlu diperhatikan sebagai bahan

untuk membuat kebijakan pengelolaan, karena langsung berhubungan dengan

masyarakat. Nilai skor yang ditetapkan untuk setiap atribut berdasarkan pada

survei terhadap kondisi di lapangan dan wawancara langsung. Berdasarkan hasil

analisis Rap-PRG diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan dari dimensi

ekonomi sebesar 69.29% berarti cukup berkelanjutan karena terletak diantara

50.01-75.00%. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekonomi disajikan pada

Gambar 6.

Page 115: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

92

Gambar 6. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan PRG

Berdasarkan nilai indeks keberlanjutan ini berarti bahwa secara ekonomi,

pengelolaan dan pemanfaatan Padi Bt PRG masih tergolong berkelanjutan,

meskipun terdapat biaya pengembangan teknologi yang cukup tinggi. Diharapkan

manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk

investasi teknologi.

Dari hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 7, diperoleh lima

atribut yang sensitif terhadap indeks keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu: 1)

Tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG (RMS=9.49), 2) Harga beli

benih PRG yang terjangkau (RMS = 6.45), 3) Peningkatan pendapatan petani

(RMS = 5.13), Stabilitas produksi (RMS=4.25) dan berkurangnya biaya produksi

(4.00).

Tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG memperoleh nilai

leverage yang paling tinggi diantara atribut lainnya. Dalam hal ini adalah

ketergantungan petani terhadap Padi Bt hibrida, jika Padi Bt ini telah memperoleh

status keamanan hayati, akan disilangkan kembali dengan tanaman padi hibrida

yang dapat berproduksi tinggi. Benih padi hibrida hanya dapat mempertahankan

keunggulannya pada generasi kesatu, selanjutnya harus membeli benih dengan

kualitas yang sama dengan benih asal. Kekhawatiran akan terjadinya

Page 116: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

93

ketergantungan terhadap benih Padi Bt hibrida menjadi pertimbangan utama,

seperti halnya benih tanaman hibrida yang tidak dapat diperbanyak atau ditangkar

oleh petani secara mandiri. Sebaliknya untuk benih PRG, dapat diperbanyak

dengan kualitas yang sama dengan benih induk, karena kestabilan sifat yang

diintroduksi pada tanaman PRG menjadi persyaratan sebelum tanaman dilepas

atau dikomersialisasikan (Herman 2009). Kurangnya tingkat pengetahuan di

kalangan petani menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan benih

tanaman PRG.

Biaya pengembangan teknologi tanaman PRG sangat besar, sehingga

diperlukan pengaturan dan pengakuan terhadap kepemilikan teknologi tersebut.

Berbeda dengan benih hibrida, kestabilan sifat yang diintroduksi pada tanaman

PRG, merupakan keharusan dan dapat dibuktikan berdasarkan pengujian

laboratorium. Pada pengkajian risiko tanaman PRG harus dapat dibuktikan bahwa

gen yang diintroduksi kepada tanaman telah memenuhi persyaratan keamanan

hayati berdasarkan peraturan di negara tempat tanaman PRG akan dilepas dan

dikomersialisasikan (Newell & Mackenzie 2000). Dalam penetapan harga jual

benih PRG, akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga benih tanaman

konvensional. Oleh karena itu faktor harga yang terjangkau menjadi atribut

pengungkit yang sensitif dalam kajian dimensi ekonomi. Diperlukan intervensi

seperti pemahaman yang baik kepada petani sehingga diperoleh manfaat dari

penggunaan benih tanaman PRG ini. Berdasarkan hasil survei di lapangan,

kebanyakan petani tidak keberatan dengan harga yang lebih mahal, tetapi dengan

jaminan produksi lebih baik dibandingkan dengan produk konvensional. Petani

lebih mengutamakan keuntungan secara ekonomi bila dibandingkan dengan biaya

pengelolaan. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi pengembang teknologi, agar

tanaman PRG yang dikembangkan benar-benar mencapai sasaran, sehingga biaya

pengelolaan dapat ditekan sesuai dengan sifat tanaman yang diintroduksi,

sehingga manfaat dapat lebih optimal. Jika produksi meningkat, akan terjadi

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Jika kondisi ini tidak tercapai, maka

pengembangan teknologi untuk tanaman PRG akan mengalami hambatan.

Faktor pengungkit selanjutnya adalah peningkatan pendapatan petani

dengan menggunakan benih PRG yang memperoleh nilai 51,3%. Masih

Page 117: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

94

diharapkan perubahan kearah yang lebih baik agar pendapatan petani menjadi

lebih baik dari yang mereka terima saat ini. Karena itu intervensi terhadap factor

ini akan meningkatkan nilai indeks keberlanjutan. Demikian juga kestabilan

produksi dengan menggunakan tanaman PRG menjadi faktor pengungkit

berikutnya yang harus diperhatikan. Karena kestabilan sifat yang diintroduksi

pada tanaman PRG, diharapkan terjadi kenaikan produktifitas tanaman PRG.

Berkurangnya biaya yang dikeluarkan untuk saprotan, karena

memanfaatkan tanaman PRG tahan serangan hama menjadi faktor sensitif yang

juga harus diintervensi. Atribut ini menjadi indikator terhadap pemahaman

manfaat tanaman Padi Bt PRG di lapangan, yang dapat mengurangi penggunaan

insektisida jika terdapat serangan hama penggerek batang. Seperti kasus pada

tanaman jagung Bt yang dikembangkan untuk ketahanan hama Busseola fusca,

hanya efektif dan memberikan keuntungan besar jika ditanam pada areal dengan

kelembaban sedang (Groote et al. 2011).

Gambar 7. Hasil analisis leverage dimensi ekonomi pengelolaan PRG

Pada kasus tanaman Padi Bt PRG, belum dapat diketahui produksi

maksimal di lapangan untuk skala usaha tani, karena produk belum memperoleh

Page 118: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

95

sertifikat keamanan lingkungan, tetapi dapat dibuat asumsi produksi sama dengan

Padi non-PRG. Dari hasil analisis finansial, usahatani Padi Bt terkategori layak

untuk dilanjutkan, tetapi belum diketahui jumlah keuntungan secara ekonomi

yang akan diperoleh. Untuk meningkatkan produksi tanaman Padi Bt PRG, dapat

dilakukan skenario dengan menyilangkan tanaman Padi Bt PRG dengan jenis padi

unggul yang berumur pendek dan produksi tinggi, sehingga diharapkan hasilnya

lebih baik dan diminati petani. Berkurangnya penggunaan insektisida dalam

mengatasi serangan hama, akan menghemat pengeluaran petani untuk biaya

produksi, yang akhirnya memberikan dampak positif dalam peningkatan

pendapatan petani sebagai atribut kunci pada dimensi ekonomi.

3. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Apabila diperhatikan hasil analisis Rap-PRG terhadap sembilan atribut

dimensi sosial kemasyarakatan diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan

pada dimensi sosial sebesar 51.22% (berada di antara 50.01-75.00%) berarti

cukup berkelanjutan. Meskipun kategori cukup berkelanjutan, akan tetapi

keadaan ini sangat rentan untuk menjadi kurang berkelanjutan dengan nilai yang

sedikit di atas 50.00%. Karena itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan kearah

keberlanjutan, supaya pemanfaatan Padi Bt PRG di lapangan dapat diterima dan

dimanfaatkan oleh petani dan masyarakat sebagai konsumen. Hasil analisis

keberlanjutan dimensi sosial disajikan pada Gambar 8.

Nilai keberlanjutan untuk setiap atribut dimensi sosial berdasarkan

asumsi dengan studi ex ante, karena produk Padi Bt belum tersedia di tingkat

petani. Selanjutnya responden pakar diminta membuat penilaian terhadap faktor-

faktor yang menentukan pada dimensi sosial.

Page 119: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

96

Gambar 8. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan PRG

Berdasarkan hasil analisis leverage pada dimensi sosial, diperoleh tiga

atribut yang memiliki nilai RMS hampir sama yaitu: 1) Ketersediaan informasi

bagi masyarakat (RMS = 1.01), 2) Penerimaan dan persepsi masyarakat (RMS =

1.06), dan 3) Keikutsertaan publik dalam pengambilan keputusan pelepasan PRG

(RMS = 1.01). Hasil leverage terhadap dimensi sosial kemasyarakatan disajikan

pada Gambar 9.

Dari hasil analisis leverage, tiga atribut tersebut tidak termasuk pada faktor

yang perlu diintervensi. Tetapi secara keseluruhan atribut-atribut ini perlu

diperbaiki atau ditingkatkan fungsinya agar dapat meningkatkan indeks

keberlanjutan. Atribut ketersediaan informasi yang benar bagi masyarakat

mengenai PRG dianggap memberikan pengaruh yang paling besar terhadap

atribut lainnya. Terkait dengan ketersediaan informasi yang benar dan mudah

diakses oleh masyarakat tentang PRG sampai saat ini masih sangat terbatas,

sehingga terjadi polarisasi pendapat antara yang kontra dan pro terhadap PRG.

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti ekonomi

terhadap sekelompok masyarakat Eropa, yaitu 100 orang responden dari negara

Perancis, menghasilkan data yang cukup mengejutkan. Karena sebelumnya

Page 120: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

97

masyarakat Eropa menolak kehadiran PRG di negara mereka, akan tetapi hasil

dari survey yang mereka lakukan, memperlihatkan hasil bahwa sebanyak 35%

responden sama sekali tidak mau membeli produk yang merupakan PRG,

sedangkan 42% menyatakan kesediaan mereka membeli PRG dengan syarat

harganya lebih murah dibandingkan dengan produk konvensional. Sisanya 23%

menyatakan tidak tahu (Tietenberg & Lewis 2010). Survei ini dilaksanakan

setelah dilakukan sosialisasi dengan memberi informasi ilmiah mengenai PRG

dengan teknologi rekombinan DNA dalam merakit PRG berdasarkan sifat-sifat

tertentu yang diintroduksi. Hasil survei menggambarkan bahwa peran informasi

terhadap cara pandang seseorang dapat mempengaruhi perubahan sikap dalam

menentukan pilihan.

Diharapkan nilai keberlanjutan untuk dimensi sosial kemasyarakatan dapat

ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pendidikan mengenai PRG

berdasarkan informasi yang bersifat ilmiah dan terbuka. Di Indonesia telah

tersedia pusat informasi terkait PRG dalam bentuk situs web

(www.indonesiabch.org ) atau Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH). Akan

tetapi sejauh ini, belum banyak masyarakat yang memanfaatkan dan mengakses

situs ini sebagai salah satu sumber informasi tentang PRG. Hal ini dapat

dibuktikan dari hasil forum diskusi dan pengambilan keputusan pada saat PRG

akan dilepas atau dikomersialkan oleh pemerintah, yang mengharuskan

keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan sebelum pelepasan atau

komersialisasi PRG yang merupakan implementasi PP 21/2005. Keikutsertaan

masyarakat dalam pengambilan keputusan terhadap rencana pelepasan PRG masih

sangat sedikit, bahkan tidak ada sama sekali yang memberikan pendapat atau

saran terkait dengan hal rencana pemerintah untuk melepas PRG

(www.indonesiabch.org. 2011). Di dalam salah satu kajian yang pernah dilakukan

oleh Adiwibowo et al. (2005), disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dan

keikutsertaan masyarakat dalam konsultasi publik untuk pemanfaatan PRG

seharusnya menjadi prioritas, tetapi kegiatan ini masih menjadi hambatan yang

belum dapat diselesaikan. Oleh karena itu pelaksanaan sosialisasi yang intens

melalui berbagai media cetak atau elektronik mengenai manfaat dan risiko PRG

secara sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat

Page 121: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

98

mendesak untuk segera dilaksanakan. Diperlukan komitmen yang berkelanjutan

terhadap penyediaan informasi yang mudah diakses serta sumber daya manusia

yang memiliki kemampuan terutama di bidang keamanan hayati tanaman PRG.

Gambar 9. Hasil analisis leverage dimensi sosial pengelolaan PRG

4. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi

Analisis keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG dari dimensi teknologi

telah dilakukan dengan mempelajari kasus-kasus dalam pengembangan PRG di

Indonesia. Selanjutnya atribut-atribut tersebut dinilai pakar sesuai dengan

perkembangan di bidang teknologi rekayasa genetik. Terdapat empat atribut yang

menjadi bahan kajian yaitu: 1) Jumlah PRG yang telah dilepas atau

dikomersialisasikan, 2) Jumlah SDM yang memiliki kemampuan dalam

melakukan riset rekombinan DNA, 3) Kemampuan (capacity building) dalam

melakukan pengujian dan pengkajian keamanan hayati, 4) Kemampuan SDM

dalam melakukan riset rekombinan DNA.

Kajian bidang teknologi melengkapi kajian ekologi, ekonomi dan sosial

yang dapat menentukan keberlanjutan pemanfaatan PRG. Sebagai hasil teknologi

baru, pengembangan PRG memerlukan kemampuan penguasaan teknologi baik

dalam pengembangan, pengujian, pengkajian dan pengelolaan risiko, terutama

Page 122: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

99

terhadap kemungkinan dampaknya pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Kemampuan dan jumlah SDM yang belum memadai, merupakan salah satu

hambatan dalam pengembangan tanaman PRG. Indikasinya dapat dilihat dari

jumlah PRG yang dapat dihasilkan oleh Litbang sendiri yang sangat terbatas.

Sejak kegiatan pengembangan PRG dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1990-

an sampai tahun 2012, hanya satu PRG yang dapat dilepas dan dinyatakan aman

lingkungan dan aman pangan yaitu tanaman tebu toleran kekeringan (event NXI-

1T, NXI-4T dan NXI-6T), yang dihasilkan oleh Perseroan Terbatas Perkebunan

Nusantara XI (PTPN XI) di Jawa Timur (Laporan KKH PRG 2012). Menurut

hasil penelitian Bahagiawati et al. (2003), selain faktor teknologi, terdapat faktor

pembiayaan yang menjadi hambatan dalam pengembangan PRG di Indonesia.

Selanjutnya ditambahkan oleh Bahagiawati et al. (2008), bahwa pembiayaan

penelitian bidang bioteknologi belum menjadi prioritas utama pemerintah.

Berdasarkan hasil analisis Rap-PRG pada dimensi teknologi, diperoleh

nilai indeks keberlanjutan sebesar 46.71% berarti dengan status kurang

berkelanjutan karena nilainya berada antara 25.01-50.00%. Hasil analisis

keberlanjutan dimensi teknologi disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan PRG

Page 123: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

100

Kondisi kurang berkelanjutan untuk dimensi teknologi, akan

mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan PRG di Indonesia, oleh karena itu perlu

dilakukan perubahan dan intervensi terhadap atribut-atribut pengungkit, supaya

indeks keberlanjutan dapat ditingkatkan. Selain jumlah PRG yang dapat

dihasilkan sendiri, terdapat faktor keterbatasan kemampuan dalam melakukan

riset di bidang rekayasa genetik (RMS=2.68). Atribut ini perlu diperbaiki dengan

memacu dan meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi tersebut

melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Sugandhy & Hakim (2009)

menyatakan bahwa salah satu strategi dan kegiatan yang harus dilakukan dalam

pengembangan teknologi pembangunan berkelanjutan adalah meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, mengembangkan pusat-pusat penelitian,

meningkatkan kerja sama antara instansi yang terkait dalam merumuskan

kebijakan, membuat perumusan dan pengembangan kebijakan dalam

mengantisipasi dampak kerusakan terhadap lingkungan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai

yang berlaku di Indonesia. Di dalam PP 21/2005 khususnya pasal 3 dijelaskan

bahwa pengaturan keamanan hayati di Indonesia, untuk PRG menggunakan

pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan,

keamanan pangan dan/atau keamanan pakan yang berdasarkan pada metode

ilmiah yang sahih dengan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya

dan estetika.

Page 124: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

101

Gambar 11. Hasil analisis leverage pada dimensi teknologi pengelolaan PRG

Dari hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 11, diperoleh dua

atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi

teknologi yaitu: 1) Jumlah PRG yang telah dilepas dan memperoleh izin

peredaran di Indonesia (RMS=3.60), 2) Kemampuan SDM dalam riset

rekombinan DNA (RMS = 2.68). Dari dua atribut sensitif tersebut, diketahui

bahwa perubahan yang dilakukan, diharapkan dapat merubah dimensi teknologi

secara keseluruhan dengan nilai indeks keberlanjutan yang lebih tinggi.

Implementasinya akan dan berimplikasi terhadap jumlah PRG yang dapat

dihasilkan, sehingga kemandirian di bidang teknologi bisa tercapai. Perubahan

yang dilakukan pada dua atribut kunci, dapat memberikan pengaruh yang besar

terhadap indeks keberlanjutan dimensi teknologi.

5. Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Berdasarkan analisis keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG dari dimensi

kelembagaan, telah disusun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberlanjutan

di bidang kelembagaan. Selanjutnya responden pakar diminta memberi penilaian

terhadap faktor-faktor yang berpengaruh tersebut, hasil dalam bentuk rata-rata

Page 125: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

102

geometris diolah dan dianalisis. Terdapat sembilan atribut pada dimensi hukum

kelembagaan untuk diketahui tingkat keberlanjutannya.

Berdasarkan hasil analisis Rap-PRG diperoleh nilai indeks keberlanjutan

dari dimensi hukum kelembagaan sebesar 54.74% yang berarti cukup

berkelanjutan karena terletak antara 50.01-75.00% (Gambar 12). Keadaan ini

merupakan gambaran kondisi hukum kelembagaan terhadap kebijakan

pengelolaan PRG. Status keberlanjutan sebesar 54.74%, sangat rentan untuk

menjadi kurang berkelanjutan. Di dalam UU No 32/2009 telah dicantumkan

sanksi denda dan hukuman pidana terhadap seseorang atau kelompok yang

melanggar pemanfaatan PRG di Indonesia. Demikian juga dengan peraturan dan

regulasi yang mengatur keamanan hayati PRG telah cukup tersedia, hanya perlu

dilengkapi dan dilaksanakan secara tegas oleh masing-masing kelembagaan

terkait. Selain itu diperlukan perbaikan pada faktor-faktor kunci supaya angka

keberlanjutan dapat diperbaiki. Kelengkapan peraturan serta kelembagaan

mengenai keamanan hayati dalam pengelolaan PRG dianggap telah mencukupi.

Pengaturan dan koordinasi diantara lembaga pemerintahan yang terkait dengan

pengelolaan PRG sangat menentukan keberlanjutan pengembangan teknologi

rekayasa genetik di Indonesia.

Gambar 12. Nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum kelembagaan pengelolaan

PRG

Page 126: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

103

Gambar 13. Hasil analisis leverage pada dimensi hukum kelembagaan

pengelolaan PRG

Berdasarkan hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 13,

diperoleh dua atribut utama yang memiliki pengaruh sensitif terhadap indeks

keberlanjutan hukum kelembagaan yaitu: 1) Peraturan perundang-undangan

tentang PRG (RMS=2.50), dan 2) Pelabelan (labelling) untuk PRG (RMS = 2.29).

Hasil analisis leverage atau analisis sensitivitas pada kedua atribut utama

berkaitan dengan status keberlanjutan, jika dilakukan perbaikan dengan

menerapkan setiap aturan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap

dua atribut ini, maka indeks keberlanjutan dapat berubah menjadi lebih baik.

Untuk atribut peraturan dan perundang-undangan PRG, di Indonesia sudah

dapat terakomodir dari sejumlah peraturan dan undang-undang yang tersedia saat

ini. Tetapi masih terdapat beberapa aspek terkait pengelolaan PRG yang belum

dicantumkan dalam peraturan. Secara umum peraturan mengenai keamanan hayati

PRG dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2005 telah memuat ketentuan

pengelolaan PRG di Indonesia. Tetapi dalam menerapkan peraturan tersebut

diperlukan pedoman teknis pengujian PRG. Pedoman teknis yang telah

diselesaikan sampai tahun 2013 ini adalah pedoman pelaksanaan teknis untuk

keamanan pangan dan lingkungan, sedangkan pedoman pengujian keamanan

Page 127: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

104

pakan dan pedoman pelaksanaan penelitian dan pengembangan PRG di

Laboratorium dan FUT belum dapat diselesaikan. Selain itu sesuai dengan

ketentuan di dalam PP 21/2005 terdapat ketentuan monitoring terhadap

pelaksanaan penelitian dan pengembangan PRG di lapangan, yang perlu

dibuatkan peraturan pelaksanaannya. Karena belum lengkapnya pedoman teknis

dalam pelaksanaan pengujian PRG di Indonesia, menjadi hambatan dalam strategi

pengelolaan berkelanjutan PRG.

Pada atribut pelabelan (labelling) terhadap PRG baik dalam bentuk olahan

atau produk segar, yang telah ditetapkan jauh sebelumnya didalam PP 69/1999,

masih belum diterapkan di lapangan sampai saat sekarang oleh lembaga yang

berwenang. Hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang belum dapat

diselesaikan. Keadaan ini semakin menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan

masyarakat sehingga melahirkan kelompok-kelompok yang kontra dan menentang

keberadaan PRG sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan pembangunan

pertanian berkelanjutan.

Ketertinggalan negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi

modern lebih disebabkan karena kurangnya kemampuan dalam pengujian

keamanan hayati dan mekanisme peraturan terkait perkembangan bioteknologi,

sehingga menjadi kelemahan dan keterlambatan aplikasi PRG di negara pihak

pengimpor (Araya-Quesada et al. 2005). Negara pengimpor berhak mengambil

suatu keputusan yang sesuai sehubungan dengan impor PRG dengan maksud

untuk menghindari atau meminimalkan potensi yang mengakibatkan kerugian,

seperti yang dicantumkan pada pasal 11 Protokol Cartagena terutama

pemanfaatan langsung PRG sebagai pangan atau pakan.

6. Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Kebijakan PRG

Hasil analisis dengan menggunakan Rap-PRG terhadap nilai indeks

keberlanjutan untuk masing-masing dimensi. sebagai berikut yaitu dimensi

ekologi sebesar 73.02% dengan status cukup berkelanjutan. Dimensi ekonomi

69.30% dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial kemasyarakatan

51.22% dengan status cukup berkelanjutan, dimensi teknologi sebesar 46.71%

dengan status kurang berkelanjutan, dimensi hukum kelembagaan 54.74% dengan

Page 128: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

105

status cukup berkelanjutan. Berdasarkan uji multidimensi keberlanjutan

pemanfaatan padi Bt PRG yang merupakan gabungan dari seluruh dimensi yang

dikaji, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 58.99% yang tergolong pada

status cukup berkelanjutan.

Uji validitas dengan analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf

kepercayaan 95% diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan pemanfaatan Padi

Bt PRG menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata kedua analisis tersebut

berkisar dari 0.19 – 1.37% (Tabel 2). Menurut uji validitas, model analisis MDS

yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan pemanfaatan

Padi Bt PRG. Perbedaan nilai yang diperoleh tidak banyak mengalami perubahan

dengan hasil analisis Rap-PRG. Hal ini berarti bahwa kesalahan dalam analisis

dapat diperkecil dengan memperbaiki pemberian skoring setiap atribut. Variasi

pemberian scoring karena perbedaan opini dan proses analisis data yang

dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, serta kesalahan dalam menginput

data dan data hilang dapat dihindari (Fauzi & Anna 2005). Analisis Monte Carlo

juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak

kesalahan acak/galat (random error) dalam analisis statistik yang dilakukan

terhadap seluruh dimensi (Pitcher & Preikshot 2001).

Tabel 2. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan

analisis Rap-PRG

Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Keberlanjutan (%)

Perbedaan MDS Monte Carlo

Ekologi 73.02 71.65 1.37

Ekonomi 69.30 68.26 1.04

Sosial Masyarakat 51.22 51.31 0.09

Teknologi 46.71 47.05 0.34

Hukum dan Kelembagaan 54.74 54.93 0.19

Hasil analisis Rap-PRG menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji

terhadap status keberlanjutan dalam pengelolaan pemanfaatan Padi Bt PRG,

cukup akurat sehingga diperoleh hasil analisis untuk uji ketepatan (goodness of

Page 129: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

106

fit) yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai stress berkisar antara 13.35 sampai

15.16% dan nilai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0.94 dan 0.95. Hasil

analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0.25 (25%) dan nilai

koefisien determinasi (R2) mendekati 1.0 (100%). Adapun nilai stress dan

koefisien determinasi seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai stress dan koefisien determinasi (R2) hasil analisis Rap-PRG

No Dimensi Keberlanjutan Parameter

Stress (%) R2

Ekologi 13.35 0.95

Ekonomi 13.48 0.95

Sosial Masyarakat 15.16 0.94

Teknologi 14.30 0.95

Hukum dan Kelembagaan 14.80 0.95

Agar nilai indeks ini di masa yang akan datang dapat meningkat mencapai

status berkelanjutan (sustainable), perlu perbaikan terhadap atribut-atribut yang

sensitif dan memberi pengaruh terhadap nilai dari indeks dimensi ekologi,

ekonomi, sosial masyarakat, teknologi serta hukum dan kelembagaan. Gambar

diagram layang (kite diagram) yang menggambarkan status keberlanjutan secara

terintegrasi antara dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi

teknologi dan dimensi hukum kelembagaan dari Rap-PRG yang disajikan pada

Gambar 14.

Page 130: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

107

Gambar 14. Diagram layang ( kite diagram) nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan Padi Bt PRG

b. Faktor Pengungkit dalam Kebijakan Pengelolaan Padi Bt PRG

Berkelanjutan

Hasil analisis tiga puluh enam atribut dari lima dimensi (ekologi, ekonomi,

sosial, teknologi dan hukum kelembagaan) diperoleh 15 atribut sensitif sebagai

faktor pengungkit (leverage factor) terhadap masing-masing dimensi secara

parsial. Sebagai faktor pengungkit, ada atribut yang perlu ditingkatkan kinerja dan

sebagian yang lain perlu dijaga kinerja dalam pengelolaan pemanfaatan Padi Bt

PRG sehingga nilai indeks keberlanjutan ke depan menjadi lebih baik. Oleh sebab

itu perlu intervensi dalam meningkatkan kinerja atribut untuk menaikkan status

keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG.

Faktor pengungkit (leverage factor) yang perubahannya dapat

mempengaruhi secara sensitif terhadap peningkatan indeks keberlanjutan. Lima

belas atribut sensitif yang dikumpulkan dari setiap dimensi, dengan jumlah lima

atribut pengungkit dari dimensi ekologi, empat atribut pengungkit dari dimensi

ekonomi, dua atribut pengungkit dari dimensi sosial, dua atribut pengungkit dari

dimensi teknologi dan dua atribut pengungkit dari dimensi kelembagaan.

Terhadap faktor-faktor pengungkit tersebut dapat dilakukan perbaikan atau

Page 131: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

108

perubahan sesuai dengan tujuan keberlanjutan pada masing-masing dimensi.

Perbaikan yang dilakukan harus berdasarkan hasil penelitian dan data ilmiah yang

telah tersedia sebelumnya agar keberlanjutan dari atribut-atribut sensitif dapat

ditingkatkan sesuai dengan target keamanan hayati dalam pelaksanaan pengujian

dan pengkajian risiko PRG. Kebijakan pengelolaan tanaman PRG juga dapat

dijaga keberlanjutannya dengan memperbaiki atribut-atribut yang sensitif, kecuali

untuk dimensi teknologi yang masih termasuk kategori kurang berkelanjutan,

harus dilakukan intervensi dan perubahan supaya keberlanjutan di bidang

teknologi rekayasa genetik dapat tercapai dengan memanfaatkan sumber daya

alam yang kita miliki. Faktor-faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Atribut sensitif keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG sebagai

faktor pengungkit dari setiap dimensi

No. Dimensi Faktor Pengungkit (leverage factor) RMS

1 Ekologi (5) 1. Perpindahan (crossing) material genetik dari

Padi Bt PRG ke tanaman padi non PRG

10.21

2. Dampak Padi Bt PRG terhadap organisme

perairan.

4.45

3. Pengaruh Padi Bt PRG pada organisme non

target dan keanekaragaman hayati potensial

4.04

4. Potensi tanaman PRG menjadi gulma 3.65

5. Keamanan PRG terhadap kesehatan

manusia

3.50

2 Ekonomi (5) 6. Tingkat ketergantungan petani terhadap

benih PRG

9.49

7. Harga beli benih PRG yang terjangkau 6.45

8. Peningkatan pendapatan petani 5.13

9. Stabilitas produksi 4.25

3 Sosial ( 2) . 10. Ketersediaan informasi bagi masyarakat

mengenai PRG

1.01

11. Penerimaan dan persepsi masyarakat 1.06

4. Teknologi (2) 12. Jumlah PRG yang telah dilepas dan

memperoleh izin peredaran di Indonesia

3.60

13. Kemampuan SDM dalam riset rekombinan

DNA

2.68

5. Hukum

Kelembagaan (2)

14. Peraturan perundang-undangan tentang

PRG

2.50

15. Pelabelan (labelling) terhadap PRG 2.29

Page 132: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

109

KESIMPULAN

1. Status keberlanjutan kebijakan pengelolaan tanaman PRG secara multidimensi

menunjukkan kondisi yang tergolong cukup berkelanjutan dengan nilai

58.99%. Sedangkan kondisi keberlanjutan untuk masing-masing dimensi

adalah 73.02% untuk dimensi ekologi, dimensi ekonomi 69.30%, dimensi

sosial 51.22% dan dimensi hukum kelembagaan 54.74%, semuanya tergolong

cukup berkelanjutan. Sedangkan untuk dimensi teknologi, diperoleh nilai

keberlanjutan 46.71%, nilai ini tergolong kurang berkelanjutan.

2. Terdapat 15 atribut sensitif yang merupakan faktor pengungkit untuk setiap

dimensi yang dikaji. Lima belas faktor ini memiliki potensi untuk

dipertahankan atau diintervensi agar berubah menjadi lebih baik dengan

indikasi terjadinya kenaikan indeks keberlanjutan.

Saran

1. Disarankan untuk menambah atribut keefektifan Padi Bt terhadap terhadap

serangan hama target, karena pemanfaatan Padi Bt secara terus menerus di

lapangan tanpa melakukan pengelolaan risiko dapat meningkatkan resistensi

hama pada tanaman Padi Bt. Atribut ini bisa dimasukkan pada dimensi

teknologi, karena melalui teknologi rekayasa genetik dapat dikembangkan

tanaman yang dapat mematahkan ketahanan hama terhadap Padi Bt.

2. Atribut pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur yang lebih memadai,

juga disarankan untuk ditambahkan pada dimensi teknologi, untuk

memperbaiki indeks keberlanjutan pada dimensi teknologi. Karena

pengembangan teknologi rekayasa genetik tidak mungkin dilakukan tanpa

ketersediaan fasilitas dan pendanaan yang cukup.

Page 133: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

110

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PRODUK

REKAYASA GENETIK BERKELANJUTAN DENGAN

METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Policy Analysis of Sustainable Genetically Engineered Product Management

Using Decision Making Method

Deswina P1), Syarief R

2), Rachman LM

3), Herman M

4)

1)

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut

Pertanian Bogor dan Staf Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2)

Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 3)

Fakultas Pertanian Institut

Pertanian Bogor, 4)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan

Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian

ABSTRAK

Produk rekayasa genetik (PRG) merupakan hasil teknologi modern yang

membutuhkan strategi kebijakan dalam pengelolaan mulai dari tahap penelitian

dan pengembangan sampai tahap pengujian keamanan hayati. Pendekatan secara

terpadu dan holistik berdasarkan kajian ilmiah terhadap lingkungan, kajian sosial

ekonomi berdasarkan peraturan dan kelembagaan telah dilakukan agar

pemanfaatan PRG tidak merugikan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui prioritas kebijakan terhadap pengelolaan

PRG berkelanjutan dengan metode pengambilan keputusan. Hasil perumusan

kebijakan berdasarkan justifikasi pakar dengan AHP (Analytical Hierarchy

Process) terbagi atas empat level yaitu level tujuan, faktor, kriteria dan alternatif.

Hasil sintesis pakar terhadap faktor lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi,

memberikan nilai eigen (bobot) yang hampir sama. Terjadinya perpindahan

material genetik (gene flow) dari tanaman PRG ke tanaman non PRG merupakan

elemen yang paling penting untuk diperhatikan pada kriteria lingkungan, dengan

nilai bobot 0.278. Sedangkan peningkatan pendapatan petani dengan nilai eigen

0.358, yang tertinggi untuk kriteria ekonomi. Keamanan PRG terhadap kesehatan

manusia (0.464) adalah elemen yang lebih diutamakan untuk kriteria sosial.

Terakhir kemampuan SDM dalam melakukan pengujian keamanan hayati (0.580)

merupakan elemen paling penting untuk aspek teknologi. Berdasarkan alternatif

yang disusun pakar, elemen law enforcement terhadap peraturan dan undang-

undang memperoleh nilai paling tinggi (0.187). Dari matriks kuadran ISM

(Interpretative Structural Modelling), elemen-elemen alternatif tersebar pada tiga

kuadran dependence, linkage dan independent.

Kata kunci: Analisis kebijakan, tanaman PRG, keamanan hayati, nilai eigen, AHP, ISM

Page 134: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

111

ABSTRACT

Genetically engineered product (GEPs) is the result of modern technology

that require policy strategies on its management ranging from research and

development stage to biosafety testing stage. An integrated and holistic approach;

based on scientific to environment, socio-economic studies based on rules and

institutions, has been done in order to the usage of GEP to be not detrimental for

the human health and for the environment. This study aims to determine policy

priorities for sustainable management of GEPs using decision-making method .

The outputs of policy making based on experts justification by AHP (Analytical

Hierarchy Process) method, are divided into four levels, they are: Focus, Factor,

Criteria and Alternative ways level. The synthesized of experts justifications on

environmental, economic, social and technological factors, give a nearly equal

eigen values to the previous four levels, so they are concluded in having the same

priority in managing GEP. The gene flow of Genetically Engineered Crop (GEC)

to non GEC is the most important element to be considered with the eigen values

0.278. The increase of farmer’s income with eigen values 0.358 is considered as

the most important criteria of economic factor. GEPsafety to human health

(0.464) is the preferred social elements. Last but not least, the human resource

capability in doing biosafety test (0.580) is the most important criteria for the

technology factor. Based on the alternatives compiled by the experts, law

enforcement elements of the rules must be done by 0.187 eigen values. Also based

on ISM (Interpretative Structural Modelling) quadrant matrix, alternative

elements are scattered into three quadrants; dependence, linkage and

independent.

Keywords: Genetically Engineered Products (GEPs), Policy analysis of GEPs,

biosafety, environmental safety, eigen value, AHP, ISM

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satu industri paling strategis dalam

pembangunan nasional berkelanjutan di Indonesia, maka perlu dilakukan

pengembangan dengan inovasi teknologi dalam rangka meningkatkan produksi

untuk ketahanan pangan nasional. Selama ini sektor pertanian turut memberikan

kontribusi keuntungan terhadap perekonomian nasional sebesar lebih kurang 20%

(Mitchel et al. 2007). Permasalahan sektor pertanian di Indonesia sangat

bervariasi terutama rentan (vulnerable) terhadap variabilitas dan perubahan iklim

akibat pemanasan global sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi

Page 135: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

112

pertanian. Faktor-faktor eksternal lainnya banyak mempengaruhi terhadap

penurunan produksi pertanian yang diprediksi akan menurunkan produksi padi

dunia sampai 41% (Ceccarelli et al. 2010, Shah et al. 2011).

Berbagai upaya perbaikan mutu tanaman telah dilakukan untuk

meningkatkan kualitas dan produktifitas tanaman, tetapi keterbatasan lahan dan

cepatnya pertambahan penduduk masih menjadi kendala. Diperlukan inovasi

teknologi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul. Salah satu

teknologi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah

teknik bioteknologi modern dengan rekayasa genetik (Manshardt 2004).

Teknologi ini telah dimanfaatkan untuk perbaikan sifat/karakter tanaman, meliputi

sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Josine et al 2011).

Diperlukan kebijakan nasional dalam mengelola produk rekayasa genetik

(PRG) sebelum produk tersebut dilepas atau dikomersialisasikan kepada

masyarakat agar sistem pertanian berkelanjutan tercapai. Kebijakan pengelolaan

PRG meliputi di bidang ekonomi, lingkungan, sosial, teknologi dan kelembagaan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Analisis kebijakan pengelolaan

merupakan bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi yang

relevan sebagai landasan bagi para pengambil kebijakan dalam membuat suatu

keputusan terkait dengan masalah-masalah publik (Dunn 2003).

Kebijakan merupakan perangkat pedoman yang memberikan arah terhadap

pelaksanaan strategi pembangunan berkelanjutan dan berfungsi untuk

memberikan rumusan mengenai berbagai pilihan tindakan dan prioritas agar dapat

mencapai tujuan pembangunan dengan efektif. Analisis kebijakan merupakan

suatu analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat

memberikan landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan.

Pengambilan keputusan dalam sebuah kebijakan hampir dapat dipastikan

didasarkan pada adanya berbagai masalah yang saling terkait dan kompleks. Oleh

karena itu analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dan

profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, valuatif dan prospektif sehingga dapat

memberikan rekomendasi kepada pemerintah (Quade 1975 dalam Dunn 2003).

Kebijakan terhadap pengelolaan PRG berkelanjutan diwujudkan dalam

bentuk produk hukum seperti Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP)

Page 136: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

113

dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini telah dikeluarkan PP mengenai

Keamanan Hayati PRG dan peraturan pendukung lainnya. Untuk aturan

kelembagaan terhadap pengelolaan PRG telah ditetapkan dalam Peraturan

Presiden (Perpres) No 39/2010.

Menyangkut sanksi hukum terhadap pelanggaran pelaksanaan dalam

pengelolaan PRG telah dicantumkan di dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi hukum yang terdapat di

dalam UU 32/2009, diberlakukan terhadap pelanggaran atau penyalahgunaan

pemanfaatan PRG, dimana ancaman hukuman berupa denda uang dan hukum

pidana (kurungan). Sanksi ini diharapkan dapat memberikan perlindungan

terhadap keselamatan lingkungan dan keanekaragaman hayati serta proteksi

terhadap kesehatan manusia. Setiap kebijakan yang dibuat harus memiliki regulasi

yang jelas, sehingga dapat digunakan sebagai landasan hukum dalam pengelolaan

PRG berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat analisis dan arahan

kebijakan yang kemudian distrukturisasi ke dalam nilai-nilai kuantitatif guna

memperoleh strategi dan alternatif dalam pengelolaan PRG.

METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan dalam mengkaji kebijakan dan

regulasi terkait pengelolaan PRG adalah analisis isi (content analysis) yang

bersifat deskriptif evaluatif yang berhubungan dengan masa lalu sekaligus

prediktif dan preskriptif yang berhubungan dengan masa depan. Analisis

Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Interpretative Structural Modelling

(ISM) digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap strategi prioritas dalam

kebijakan pengelolaan tanaman PRG.

a. Analisis Isi (Content analysis)

Analisis ini merupakan salah satu teknik penelitian yang digunakan untuk

menganalisis dokumen-dokumen tertulis yang dapat digunakan untuk

menjelaskan berbagai kelembagaan atau peraturan terkait dengan pengelolaan

PRG. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakter-karakter

lainnya serta mengungkapkan fokus perhatian dari masalah yang dikaji. Teknik

Page 137: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

114

penelitian dengan analisis isi dapat berupa teknik kualitatif dan kuantitatif yang

sistematis dan dapat diaplikasikan untuk memahami dan menjelaskan aspek-aspek

yang dikaji. Teknik ini merupakan teknik kualitatif yang menjelaskan dan

menganalisis frekuensi kata, frasa, atau kalimat yang terkandung dalam dokumen

tertulis yang mengasumsikan bahwa frekuensi tertinggi dapat diartikan sebagai

refleksi dari perhatian yang besar dari variabel tersebut (Saaty 2008). Hasil

penelaahan dan tingkat intensional, fokus kebijakan dan aturan dari kebijakan

tersebut dapat dipetakan menurut frekuensi dan proporsi dari aspek kunci yang

terkait dengan topik yang dibahas. Hasil dapat disajikan dalam bentuk tabel atau

tabulasi yang menunjukkan kecenderungan proporsi aspek kunci dari setiap

peraturan yang dikaji.

Untuk mengetahui fokus kebijakan yang diambil pemerintah terhadap

PRG, telah dilakukan telaah yang lebih dalam dan detail dari peraturan-peraturan

yang terkait dengan pengelolaan PRG. Hasil penelaahan ditampilkan dalam tabel

yang menunjukkan kecenderungan aspek-aspek kunci dalam setiap peraturan yang

dipetakan. Analisis isi dilakukan pada peraturan-peraturan terkait PRG yaitu UU

No 12/ 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian, yang diikuti dengan Permentan

No.67/2006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan SDG Tanaman serta Permentan

No 61/2011 tentang Pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas

tanaman. Mengenai keamanan hayati PRG, telah ditetapkan dalam UU No.

21/2004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena, UU 32/ 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Pertanian

1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil

Rekayasa Genetik, Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentan, Menhutbun,

Menkes, dan Meneg Pangan dan Hortikultura 29 September 1999 tentang

Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan, yang diikuti dengan PP No 21/2005

tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Di dalam Peraturan Menteri

LH No 25 Tahun 2012 telah diatur tatacara dan Pedoman Analisis Risiko

Lingkungan PRG. Terkait dengan keamanan pangan telah dibuat UU No.18/2012

mengenai Pangan menggantikan UU No 7/1996, selanjutnya PP No.28/2004

mengenai Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, serta Peraturan Kepala Badan POM

mengenai Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG No HK

Page 138: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

115

03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012. Mengenai aturan kelembagaan pengelolaan PRG

telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 39 / 2010 tentang

Kelembagaan KKH PRG, yang diikuti oleh Surat Keputusan KKH PRG No

1/2011 tentang pembentukan TTKH PRG.

b. Analisis Hirarki Proses (AHP)

AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk menentukan

elemen-elemen kunci untuk ditangani. Analisis ini diharapkan mampu

menyelesaikan persoalan-persoalan yang komplek sehingga dapat

disederhanakan.dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Metode ini

menggunakan knowledge sebagai alat analisis dan interpretasi dalam memecahkan

situasi kompleks dan tidak berstruktur kedalam bagian komponen yang tersusun

secara hirarki baik struktural maupun fungsional. Penggunaan metode ini didasarkan

pada sistem yang diamati, bersifat kompleks dengan jumlah pelaku yang lebih

majemuk (Marimin 2004). Dalam AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar

(expert judgement) untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-

elemen yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan. Metode AHP yang

digunakan dalam pengambilan keputusan yang diidentifikasi oleh pakar,

dikembangkan oleh Saaty (2008).

Metode AHP memiliki keunggulan dan keunikan dalam pengambilan

keputusan, yang terdapat dalam kemampuannya untuk menguraikan masalah secara

terstruktur dalam bentuk hirarki. Masalah yang sebelumnya terdapat dalam sebuah

sistem yang kompleks akan diuraikan secara hirarki menjadi sub elemen yang lebih

sederhana, selain itu dengan AHP juga dapat dilihat relasi antar sub-sub elemen yang

komplek. Penguraian persoalan secara hirarki akan mempermudah pemahaman

penyelesaian masalah sampai ke akar penyebabnya. Penguraian secara hirarki dalam

metode AHP didasarkan pada pencapaian tujuan, faktor yang berpengaruh, penentuan

kriteria dan penetapan alternatif kebijakan (Marimin 2005). Keharusan nilai numerik

pada setiap variabel masalah membantu pengambil keputusan mempertahankan pola

pikiran yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan. Penilaian alternatif dan

kriteria ini didapatkan dari kuisioner yang diberikan dan diisi oleh pakar yang

Page 139: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

116

berkepentingan dari berbagai multi disiplin keilmuan mewakili kelompok dari

lembaga penelitian, perguruan tinggi dan perusahaan swasta. Penyusunan secara

hirarki dalam AHP mencerminkan pemikiran untuk memilahkan elemen sistem

dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada tiap

tingkat. Tingkat puncak yang disebut fokus hanya satu elemen yaitu sasaran

keseluruhan yang sifatnya luas. Tingkat berikutnya masing–masing dapat memiliki

beberapa elemen. Pada analisis AHP ini, urutan prioritas setiap elemen dinyatakan

dalam nilai numerik atau persentase.

c. Interpretative Structural Modeling (ISM)

Dalam menentukan lembaga yang paling berperan terhadap kebijakan

pengelolaan PRG serta kendala-kendala yang ditemukan dalam

penyelenggaraannya ditentukan dengan menggunakan pendekatan metode

Interpretative Structural Modeling (ISM) yang dikembangkan oleh Saxena (1992)

dalam Eriyatno (2007). Metode ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi

hubungan kontekstual antar sub elemen dari setiap eleman yang membentuk suatu

sistem berdasarkan gagasan atau struktur penentu dalam sebuah masalah yang

kompleks. Beberapa kategori struktur atau gagasan tadi mencerminkan hubungan

kontekstual antar elemen dapat dikembangkan dengan menggunakan ISM, seperti

struktur pengaruh (misal; sub elemen Ei mempengaruhi munculnya sub elemen

Ej), struktur prioritas (misal; sub elemen Ei lebih prioritas daripada sub elemen

Ej), atau gagasan kategori (misal; sub elemen Ei memiliki kategori yang sama

dengan sub elemen Ej).

Data-data dalam pengolahan ISM merupakan kumpulan pendapat

beberapa pakar sewaktu dilakukan wawancara mendalam mengenai institusi atau

lembaga yang terkait dalam pengelolaan PRG sehingga diperoleh formulasi

kebijakan pengembangan PRG yang berkelanjutan dan sesuai dengan peraturan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Elemen-elemen yang dipilih dalam melakukan

analisis kebijakan kelembagaan ini adalah elemen aktor/lembaga yang paling

berperan dan kendala atau permasalahan utama yang mempengaruhi kebijakan

pengelolaan PRG.

Page 140: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

117

Klasifikasi sub elemen dalam satu elemen berdasarkan pada olahan

Reachability Matrix (RM) diperoleh nilai Driver Power Dependence. Klasifikasi

sub elemen dikelompokkan dalam empat sektor:

1. Sektor 1:Weak driver-weak dependent variabels (Autonomous): Peubah

disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan

kemungkinan memiliki hubungan sedikit, meskipun bisa saja

hubungan tersebut menjadi kuat.

2. Sektor 2:Weak driver-strongly dependent variabels (Dependent): Umumnya

peubah yang terdapat disini merupakan peubah yang tidak bebas

3. Sektor 3:Strong driver-strongly dependent variables (Linkage): Peubah di

sektor III ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar

peubah tidak stabil. Setiap tindakan yang terdapat dalam peubah

tersebut akan memberikan dampak terhadap yang lainnya dan

kebalikan pengaruhnya bisa memperbesar dampak.

4. Sektor 4: Strong driver-weak dependent variable (Independent): Peubah pada

sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut juga dengan

peubah bebas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Peraturan dan Undang-undang Keamanan Hayati PRG

Analisis isi terhadap peraturan dan perundang-undangan dimulai dengan

menyusun dan mengidentifikasi peraturan-peraturan yang terkait dengan obyek

yang diteliti, selanjutnya mencari (spotlight) pasal-pasal yang menyebut tentang

PRG, kemudian dianalisis dan diidentifikasi kaitannya dengan PRG. Hasil

identifikasi, telah diperoleh sejumlah peraturan-peraturan yang dapat dipetakan

menjadi sebelas peraturan dan undang-undang yang terkait dengan pengelolaan

keamanan hayati PRG di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut disajikan pada

Tabel 1, sedangkan kandungan isi menurut pasal-pasal terkait dari setiap peraturan

dan undang-undang tersebut ditampilkan pada Lampiran 4.

Page 141: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

118

Tabel 1. Peraturan-peraturan terkait pemanfaatan PRG di Indonesia

No Peraturan perundang-

undangan terkait

Kajian Isi Keterangan

terkait PRG

1. UU No 12/ 1992 Sistim Budidaya

Tanaman

Pasal 8 dan 12

2. SKB Mentan, Menhutbun,

Menkes, dan Meneg

Pangan dan Hortikultura 29

September 1999

Keamanan Hayati dan

Keamanan Pangan

Produk Pertanian Hasil

Rekayasa Genetik

Semua pasal

3. PP No 69/ 1999 Label dan Iklan Pangan Pasal 35 ayat

1-2

4. UU No. 21/2004 Pengesahan Protokol

Cartagena

Semua pasal

5. PP No.28/2004 Keamanan, Mutu, dan

Gizi Pangan

Pasal 14 ayat

1-5

6. PP No 21/2005 Keamanan Hayati

Produk Rekayasa

Genetik

Semua pasal

7. UU 32 / 2009 Perlindungan dan

Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Pasal 69 ayat

1 dan 101

8. Perpres No 39/2010 Komisi Keamanan

Hayati

Semua pasal

9. Surat Keputusan (SK) Ketua

KKH PRG No 1/2011

Pembentukan TTKH

PRG

Semua pasal

10. PerMenTan No 37/ 2011 Pelestarian dan

Pemanfaatan SDG

Tanaman

Pasal 58

11. PerMenTan No 61/2011 Pengujian,

Penilaian,Pelepasan

dan Penarikan Varietas

Tanaman

Pasal 1, 8-10,

13,16, 23, 25

12. Permen LH No 25/2012 Pedoman Analisis

Risiko Lingkungan

Semua pasal

13. UU No 18/2012 Pangan Pasal 69 dan

77

14. Peraturan Kepala Badan

POM RI No HK.

03.1.23.03.12.1563/ 2012

Pedoman Pengkajian

Keamanan Pangan

PRG

Semua pasal

Dari hasil identifikasi isi peraturan dan perundang-undangan, dapat

dikategorikan 18 aspek kunci. Aspek-aspek kunci tersebut adalah bioteknologi,

proses rekayasa genetik atau organisme hasil modifikasi genetik, produk rekayasa

genetik (PRG), pengujian, dampak, keamanan lingkungan, keamanan pangan,

Page 142: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

119

keamanan pakan, keanekaragaman hayati, pengkajian risiko (Risk assessment),

pengelolaan risiko (Risk management), komunikasi risiko (Risk communication),

analisis risiko, pengendalian, keberlanjutan, perpindahan gen (persilangan),

kesehatan manusia, dan (masukan) masyarakat. Hasil pembahasan terhadap

kandungan isi dari regulasi-regulasi tersebut, beserta kajian proporsi sebaran

aspek kunci digambarkan lebih jelas di dalam Tabel 2.

Dari hasil pembahasan menggunakan metode analisis isi terhadap

peraturan dan perundang-undangan yang disajikan pada Tabel 2, yang terdiri atas

delapan belas aspek kunci yang ditelaah berdasarkan persentase proporsi kata atau

frasa yang terkandung dalam peraturan-peraturan tersebut, diperoleh jumlah aspek

kunci terbanyak di dalam PP No 21/2005 tentang Keamanan Hayati PRG (15

buah) dan PerPres No 39/2010 mengenai Kelembagaan PRG (13 buah). Kedua

peraturan tersebut dikeluarkan khusus untuk menangani pengelolaan PRG dan

menyempurnakan atau melengkapi peraturan-peraturan sebelumnya khususnya

hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan tersebut.

Pada undang-undang 12/1992 mengenai sistim budidaya pertanian, belum

digunakan istilah PRG, tetapi lebih dikenal dengan istilah produk introduksi yang

memiliki kesamaan makna dengan PRG saat ini. Pemerintah melalui Departemen

Pertanian (sebelum berganti nama menjadi Kementerian Pertanian, yang memiliki

wewenang terhadap pengelolaan tanaman PRG saat itu) mencantumkan dalam

pasal 8 dan pasal 12 istilah produk introduksi dari luar negeri , harus diuji

sebelum diedarkan dan digunakan oleh masyarakat. Kehadiran dua pasal dalam

undang-undang ini membuktikan perhatian pemerintah terhadap kemungkinan

masuknya PRG ke wilayah Indonesia, sehingga pemeriksaan harus dilakukan

terlebih dahulu, meskipun belum ada petunjuk teknis pelaksanaan pengkajian,

akan tetapi kekhawatiran pada kemungkinan munculnya dampak PRG terhadap

kesehatan manusia dan lingkungan sudah tergambar dalam undang-undang

tersebut. Pada undang-undang No 18/2012 tentang pangan telah dibuat pasal

khusus (pasal 69) yang mencantumkan keamanan pangan PRG yang merupakan

bagian dari keamanan hayati. Setiap pangan yang memiliki kandungan bahan

PRG, harus memperoleh izin keamanan pangan terlebih dahulu sebelum pangan

tersebut dapat diedarkan kepada masyarakat.

Page 143: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

120

Tabel 2 Proporsi sebaran aspek kunci dalam regulasi utama terkait kebijakan pengelolaan PRG

No Aspek kunci

Peraturan dan Perundang-undangan terkait pengelolaan PRG (%)

Rat

a-r

ata

pro

po

rsi

Jum

lah

ke

bija

kan

te

rkai

t

UU

N

o

12

/19

92

Si

stim

bu

did

aya

Tan

ama

n

UU

18

/ 2

01

2

Pan

gan

UU

No

21

/20

04

Pe

nge

sah

an

pro

toko

l ca

rtag

en

a U

U

No

3

2/2

00

9

Pe

rlin

du

nga

n

dan

pe

nge

lola

an

lingk

un

gan

hid

up

SK

B

Me

nta

n,

Me

nh

utb

un

,

Me

nke

s, d

an M

en

eg P

anga

n

dan

H

ort

iku

ltu

ra

29

Se

pt

19

99

PP

N

o

69

/19

99

Lab

el

dan

ikla

n p

an

gan

PP

N

o

28

/20

04

K

eam

ana

n,

mu

tu d

an g

izi p

an

gan

PP

N

o

21

/20

05

Ke

ama

nan

hay

ati P

RG

Pe

rpre

s N

o

39

/20

10

Ke

lem

bag

aan

PR

G

Pe

rMe

nta

n

No

3

7

20

11

Pe

lest

aria

n d

an p

em

anfa

atan

SDG

tan

aman

Pe

rMe

nta

n

No

6

1/2

01

1

Pe

ngu

jian

, p

en

ilaia

n

dan

pe

lep

asan

var

ieta

s ta

nam

an

1 Bioteknologi 0.00 0.00 20.37 0.00 4.00 0.00 0.00 4.51 7.02 0.00 3.28 5.00 5

2 Proses rekayasa genetic 0.00 2.48 0.00 0.00 0.00 2.86 2.88 0.00 0.00 0.00 0.00 2.33 3

3 Produk rekayasa genetic (PRG) ,organisme hasil modifikasi genetic

0.00 0.00 5.56 3.16 0.00 0.00 9.62 12.78 14.04 57.14 22.95 8.43 7

4 Pengujian 5.56 9.92 0.00 0.00 6.00 0.00 13.46 12.03 1.75 14.29 29.51 8.50 8

5 Dampak 0.00 5.79 9.26 33.68 2.00 11.43 2.88 0.75 3.51 0.00 0.00 6.88 8

6 Keamanan lingkungan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 15.79 17.54 0.00 13.11 13.00 3

7 Keamanan pangan 0.00 11.57 0.00 0.00 66.00 2.86 25.96 14.29 21.05 0.00 6.56 15.71 7

8 Keamanan pakan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.78 17.54 0.00 4.92 10.00 3

9 Keanekaragaman hayati 0.00 0.00 38.89 3.16 0.00 0.00 0.00 7.52 3.51 14.29 3.28 6.50 6

10 Pengkajian risiko 0.00 0.00 1.85 1.05 0.00 0.00 0.00 1.50 0.00 0.00 0.00 1.33 3

11 Pengelolaan resiko 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.26 3.51 0.00 0.00 2.50 2

12 Komunikasi risiko 0.00 0.00 0.00 1.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 1

13 Analisis risiko 0.00 0.00 0.00 5.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.00 1

14 Pengendalian 20.37 1.65 0.00 11.58 14.00 0.00 0.96 4.51 3.51 0.00 1.64 5.86 7

15 Keberlanjutan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.01 0.00 14.29 0.00 2.50 2

16 Perpindahan gen,persilangan 5.56 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.28 2.50 2

17 Kesehatan manusia 1.85 20.66 12.96 2.11 6.00 17.14 11.54 8.27 3.51 0.00 3.28 7.10 10

18 (Masukan) masyarakat 66.67 47.93 11.11 38.95 2.00 65.71 32.69 0.00 3.51 0.00 8.20 22.44 9

Jumlah aspek kunci 5 7 7 9 7 6 8 13 12 4 10 4.83

Page 144: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

121

Di dalam UU 18/2012 telah dinyatakan dengan jelas bahwa setiap pangan

yang mempunyai kandungan ataupun memiliki bahan dasar PRG, harus

memenuhi persyaratan keamanan pangan sebelum diedarkan, dengan persentase

aspek kunci untuk keamanan pangan 11.57%. Undang-undang tentang pangan

dilengkapi dengan PP No 69/1999 tentang label dan iklan pangan serta PP No

28/2004 mengenai keamanan, mutu dan gizi pangan. Selain itu, khusus mengenai

pangan PRG, telah dibuat pedoman pengkajian keamanan pangan PRG yang

disahkan oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sejak tahun

2008 dan telah direvisi kembali pada tahun 2012. Penetapan pedoman pengkajian

ini memerlukan waktu yang cukup lama, jika dilihat dari waktu penetapan PP

21/2005.

Prinsip keamanan hayati dalam PP No 21 tahun 2005 telah mencakup

keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Sedangkan

pedoman (guideline) merupakan perangkat operasional dalam melakukan

pengkajian risiko PRG sebelum dilepas atau diedarkan kepada masyarakat.

Sampai saat ini beberapa pedoman teknis pengkajian terhadap keamanan PRG

masih belum dapat diselesaikan, seperti pedoman pengkajian keamanan pakan dan

pedoman pelaksanaan penelitian rekayasa genetik. Pedoman pengkajian

keamanan lingkungan khusus tanaman yang sebelumnya menggunakan Pedoman

Pengkajian Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Seri Tanaman yang telah

ditetapkan sejak tahun 2005, telah diganti dengan Pedoman Penyusunan Dokumen

Analisis Risiko Lingkungan Produk Rekayasa Genetik yang telah ditetapkan

menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PerMen LH) No 25 Tahun 2012.

Lambatnya proses pengesahan beberapa pedoman keamanan hayati PRG,

berakibat terhadap izin keamanan hayati yang dikeluarkan pemerintah. Contohnya

adalah impor kedelai PRG yang telah dijalankan lebih kurang sejak lima belas

tahun yang lalu, akan tetapi pengkajian terhadap keamanan pangan di Indonesia

baru dilakukan setelah ditandatanganinya Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan

pada tahun 2008 dan terakhir direvisi lagi tahun 2012. Daftar tanaman PRG yang

telah memperoleh izin keamanan hayati dari Kementerian yang berwenang/LPNK

terkait disajikan pada Tabel 3.

Page 145: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

122

Tabel 3. Daftar PRG yang telah memperoleh keamanan hayati dari

pemerintah pada tahun 1999-2013

No Nama tanaman Sifat yang direkayasa Jenis keamanan

hayati

1. Kapas MON event

53/757/076

Tahan serangan hama Aman hayati

2. Kapas event MON

1445/1698

Toleran herbisida Aman hayati

3. Jagung event MON 810 Tahan serangan hama Aman hayati

4. Jagung event GA 21 Toleran herbisida Aman hayati

5. Kedelai event GTS 40-3-2 Toleran herbisida Aman hayati

6. Tebu event NXI-1T, NXI-

4T, dan NXI-6T

Toleran kekeringan Aman lingkungan

7. Tebu NXI-IT, NXI-4T dan

NXI-6T

Toleran kekeringan Aman pangan

8. Jagung event MON 89034 Tahan lepidoptera

Aman pangan

9. Jagung event MON NK 603

Toleran glifosat Aman pangan

10. Kedelai event GTS 40-3-2

Toleran glifosat Aman pangan

11. Jagung event MON 89788

Toleran glifosat Aman pangan

12. Jagung event MIR 162

Tahan hama Aman pangan

13. Jagung Event GA 21

Toleran glifosat Aman pangan

14. Jagung Event MIR 604

Tahan hama Aman pangan

15. Jagung Bt 11

Tahan hama

Lepidoptera

Aman pangan

16. Jagung Event 3272 Toleran enzim

α-amilase

Aman pangan

17. Ice Structuring Protein (ISP)

Bahan tambahan

Pangan

Aman pangan

18. Ronozym AX (CT) Food additive utk

pakan

Aman pakan

19. Jagung event NK 603 Toleran glifosat Aman pakan

20. Jagung event MON 89034 Tahan Lepidoptera Aman pakan

Sumber:Herman (2009) dan Laporan Sekretariat KKH PRG (2013)

Peran peraturan dan kelembagaan dalam menetapkan suatu keputusan,

mengenai PRG sangat penting. Sejak diberlakukannya PP 21/2005 dan

Page 146: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

123

dibentuknya kelembagaan PRG berdasarkan Perpres 39/2010, pemerintah telah

mengeluarkan surat keputusan dan sertifikat keamanan hayati menurut jenis dan

sifat PRG yang diajukan kepada Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG).

KKH PRG merupakan lembaga independen yang dibentuk langsung oleh Presiden

dan keanggotaannya ditetapkan oleh Presiden, atas usulan dari KLH. Susunan

KKH PRG terdiri dari satu orang ketua dan tiga orang ketua lainnya mewakili

kelompok bidang keamanan lingkungan, keamanan pakan dan keamanan pangan.

Anggota KKH PRG berasal dari lembaga pemerintah dan non pemerintah. Tugas

KKH PRG secara garis besar adalah memberikan rekomendasi, sertifikat hasil uji

keamanan hayati, memberikan saran dan pertimbangan terhadap pemantauan

dampak, pengelolaan risiko dan penarikan PRG dari peredaran serta

melaksanakan pengawasan terhadap pemasukan dan pemanfatan PRG kepada

Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang dan Kepala LPNK. Dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, KKH PRG dapat dibantu oleh Tim Teknis

Keamanan Hayati (TTKH PRG) yang melakukan pengkajian dokumen teknis dan

uji lanjutan keamanan hayati. Keanggotaan TTKH PRG terdiri dari para pakar

berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan keamanan hayati serta memiliki

keahlian di bidang ilmu mereka masing-masing. Hirarki kelembagaan yang

berperan dalam pemberian izin keamanan hayati untuk tanaman PRG dapat

digambarkan seperti pada diagram alir yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir pengajuan izin keamanan hayati PRG

Page 147: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

124

Bentuk pengajuan keamanan hayati dari proponen dapat berupa

permohonan izin keamanan lingkungan untuk tanaman diajukan kepada

Kementerian Lingkungan Hidup melalui Kementerian Pertanian, untuk izin

keamanan pangan diajukan kepada Kepala BPOM, dan izin keamanan pakan

kepada Kementerian Pertanian. Selanjutnya dokumen yang telah diisi dan

disiapkan oleh proponen akan diserahkan kepada KKH PRG yang kemudian

meminta TTKH PRG melakukan kajian terhadap permohonan yang diajukan.

Hasil kajian TTKH PRG disampaikan kepada KKH PRG yang selanjutnya

ditelaah sebelum diputuskan apakah izin keamanan hayati dapat dikeluarkan atau

tidak. Rekomendasi dari KKH PRG disampaikan kepada Menteri yang

berwenang/Kepala LPNK terkait, untuk dibuatkan surat keputusan

pelepasan/peredaran atau sertifikat hasil uji keamanan hayati. Sebelum KKH PRG

memutuskan untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri yang berwenang

atau Kepala LPNK, harus dilakukan komunikasi publik melalui forum komunikasi

Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) dalam bentuk situs web BKKH

Indonesia (www.indonesiabch.or.id). Hasil masukan masyarakat akan dijadikan

salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Proses komunikasi terkait

kemungkinan timbulnya risiko PRG terhadap lingkungan dan kesehatan manusia

perlu dikomunikasikan agar masyarakat memahami mengenai penerapan

teknologi rekayasa genetic pada tanaman. Dalam salah satu kebijakan sistim

pertanian dan bioindustri terdapat kebijakan terhadap sarana produksi pertanian

yaitu kemampuan dalam mengembangkan benih/bibit hasil rekayasa genetik yang

harus dimonitoring dan dievaluasi secara ketat pelaksanaan dan dampaknya

(Kementan 2013). Pernyataan ini juga dikuatkan dalam UU 39/2009 mengenai

PPLH, yang mencantumkan sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan PRG.

Sampai akhir tahun 2013 telah dikeluarkan 20 sertifikat keamanan hayati,

dimana untuk produk tanaman Kapas MON event 53/757/076 tahan serangan

hama, Kapas event MON 1445/1698 toleran herbisida, Jagung MON 810, Jagung

GA 11 dan Kedelai event GTS 40-3-2 telah dinyatakan aman hayati sejak tahun

1999 oleh Komisi Keamanan Hayati Keamanan Pangan (KKHKP), karena pada

waktu tersebut Indonesia belum memiliki peraturan mengenai keamanan hayati

Page 148: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

125

seperti PP 21/2005. Selanjutnya 10 sertifikat keamanan pangan untuk tanaman

PRG dan satu produk bahan tambahan pangan juga telah dikeluarkan oleh

BPOM. Sedangkan untuk keamanan lingkungan, meskipun masih menggunakan

pedoman keamanan lingkungan seri tanaman yang ditetapkan tahun 2005, telah

ditetapkan satu sertifikat keamanan lingkungan untuk Tebu event NXI-IT, NXI-

4T dan NXI-6T toleran kekeringan dan tiga sertifikat keamanan pakan untuk

produk Rhonozym dan dua tanaman Jagung PRG event NK 603 dan Jagung event

MON 89034 yang akan digunakan sebagai pakan ternak telah memperoleh

sertifikat untuk aman pakan. Izin keamanan hayati untuk tebu toleran kekeringan

yang dikembangkan oleh perusahaan swasta nasional PTPN XI telah memberikan

semangat pada lembaga-lembaga penelitian milik pemerintah lainnya untuk

menghasilkan tanaman PRG yang memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas

dan kuantitas hasil tanaman.

Identifikasi kerangka peraturan tentang kebijakan pengelolaan PRG,

khususnya menyangkut keamanan hayati PRG tertuang dalam tiga (3) undang-

undang yang secara garis besar terdiri dari Sistem budidaya tanaman (UU No

12/1992), Pengaturan pangan (UU No 18/2012) dan Keamanan hayati (UU

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) No 39/2009).

Sedangkan UU No 21/2004 mengenai pengesahan protokol Cartagena, merupakan

payung atau acuan pembuatan PP No 21/2005 tentang keamanan hayati PRG.

Hirarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengenai

keamanan hayati disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hirarki regulasi terkait kebijakan keamanan hayati PRG

Page 149: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

126

Terdapat tiga undang-undang yang terkait langsung dengan keamanan

lingkungan dan pangan yaitu UU 12/1992 tentang Budidaya tanaman, yang

dilengkapi dengan Permentan 37/2011 mengenai pelestarian dan pemanfaatan

sumber daya genetik tanaman yang mengatur pemasukan dan pengeluaran sumber

daya genetik hasil rekayasa genetik dengan mengikuti peraturan keamanan hayati

yang telah ditetapkan dalam PP 21/2005. Sedangkan Permentan 61/2011 yang

mengatur tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, yang

juga meliputi tanaman PRG. Menurut Permentan 61/2011 tanaman PRG meliputi

tanaman pangan PRG, tanaman perkebunan PRG dan tanaman hijauan pakan

ternak PRG (pasal 8). Di dalam peraturan ini dijelaskan tata cara pelepasan

tanaman PRG sebagai varietas baru sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

sebelum pelepasan varietas. Uji adaptasi atau uji observasi terhadap tanaman PRG

dapat dilakukan setelah proses pengujian keamanan hayati atau bersamaan dengan

pengujian keamanan hayati (pasal 9).

Keamanan pangan telah diatur di dalam undang-undang pangan

No18/2012 yang merupakan perbaikan dari UU 7/1996 yang dianggap sudah tidak

relevan dengan perkembangan teknologi saat sekarang. Keamanan pangan

khususnya pangan yang menggunakan PRG sebagai bahan dasar, tambahan atau

pelengkap harus memenuhi persyaratan keamanan pangan sebelum diedarkan dan

dikomersialisasikan kepada masyarakat. Keharusan pengujian keamanan pangan

untuk produk pangan yang dibuat dengan proses rekayasa genetik merupakan

persyaratan yang ditulis dalam PP No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

Pangan, yang menyatakan bahwa keamanan pangan ditangani dan ditetapkan oleh

BPOM sebagai Lembaga Otoritas Kompeten Nasional berdasarkan rekomendasi

Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH PRG) yang ditetapkan berdasarkan

Peraturan Presiden No 39 tahun 2010 tentang Kelembagaan PRG. Jika terdapat

pelanggaran atau penyalahgunaan terhadap pemanfaatan pangan berbahan PRG

tanpa melalui izin keamanan pangan akan dikenakan sanksi denda dan pidana

seperti yang telah ditetapkan dalam UU 32/2009 mengenai PPLH.

Peraturan pemerintah No 21/2005 tentang kemaanan hayati PRG telah

melengkapi dan menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Surat Keputusan

Bersama (SKB) Empat Menteri. Demikian juga dengan kelembagaan yang

Page 150: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

127

mengatur pengelolaan PRG telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres)

No 39/2010. Dua peraturan ini mengacu kepada UU 32/2009 yang mencantumkan

sanksi denda dan pidana terhadap pelanggaran penggunaan PRG yang tidak

memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Terdapat periode kekosongan dalam

mengeluarkan keputusan keamanan hayati sebelum ditetapkannya Perpres

39/2010, sebelumnya hanya keputusan keamanan lingkungan dari Menteri terkait

untuk tanaman jagung, kedelai dan kapas PRG. Selain permasalahan penetapan

kelembagaan yang baru dikeluarkan tahun 2010, keterlambatan pengambilan

keputusan dalam pengajuan keamanan hayati PRG adalah peralihan kewenangan

dalam penyelenggaraan pengelolaan keamanan hayati PRG, seperti yang

dicantumkan dalam Perpres 39/2010 yaitu kedudukan KKH PRG yang

sebelumnya merupakan koordinatif dan melibatkan empat departemen, kemudian

menjadi mandat atau wewenang langsung Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

seperti yang tertulis dalam Perpres 39/2010 pasal 5 ayat 3 bahwa pengangkatan

ketua dan anggota KKH PRG ditetapkan oleh presiden berdasarkan usulan dari

KLH. Perubahan lainnya adalah kedudukan sekretariat KKH PRG yang

sebelumnya di Kementan dialihkan ke KLH, demikian juga kedudukan dari Balai

Kliring Keamanan Hayati (BKKH) yang berfungsi sebagai pengelola dan penyaji

informasi kepada publik, sebelumnya fungsi tersebut dilaksanakan oleh Puslit

Bioteknologi, LIPI yang dirintis sejak diratifikasinya Protokol Cartagena pada

tahun 2004. Akhirnya BKKH dibangun pada tahun 2005 dan berfungsi sebagai

sumber informasi keamanan hayati PRG. Karena pendirian BKKH merupakan

kewajiban maka penyelenggaraannya pada saat itu diserahkan pada institusi

pelaksana sebagai pengelola. Kedudukan BKKH dialihkan kepada KLH sesuai

dengan ketentuan yang ditulis pada Perpres 39/2010 Bab IV pasal 10. Kondisi

nyata yang terjadi pada masa peralihan kewenangan dan kedudukan adalah

ketidaksiapan di institusi pelaksana dalam mempersiapkan masa transisi sehingga

terjadi kevakuman pengelolaan BKKH sejak tahun 2010. Pengelolaan BKKH

akhirnya secara administrasi dipegang KLH, mulai 2012. Pemusatan kewenangan

oleh KLH sebagai pelaksana keamanan hayati di Indonesia, diharapkan dapat

didukung dengan kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur yang

Page 151: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

128

memadai agar pengelolaan PRG dapat berjalan dengan baik dan memenuhi

prinsip keberlanjutan.

Berdasarkan kerangka waktu penetapan peraturan-peraturan dan

perundang-undangan yang telah ditetapkan pemerintah dapat disimpulkan bahwa

kebijakan yang diterapkan dalam peraturan-peraturan terkait PRG dapat

ditampilkan dalam kerangka waktu (time line) untuk memperjelas urutan

penetapannya dalam strategi kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah selama

ini (Gambar 3).

30-Apr-92 30-Aug-13

30-Apr-92

UU N0 12/19924-Nov-96

UU No 7/1996

29-Sep-99

SKB 4 Menteri

26-Nov-02

PP No 28/2004

28-Oct-03

UU No 21/2004

28-Sep-04

PP No 21/2005

15-Jan-07

UU No 32/2009

13-Aug-09

Perpres No 39/2010

7-Mar-11

PerMentan No 61/2011

7-Oct-98

PP No 69/1999

13-Apr-12

UU No 18/201231-Oct-12

Permen LH 25/2012

20-Sep-10

PerMenTan No 37/2011

Gambar 3. Time line penetapan kebijakan nasional terkait pengelolaan PRG di

Indonesia

B. Prioritas Kebijakan dalam Pengelolaan PRG dengan AHP

Susunan hirarki kebijakan pengelolaan PRG menurut justifikasi pakar dari

institusi pemerintah, perguruan tinggi dan swasta, telah dilakukan pengambilan

keputusan terhadap permasalahan yang komplek berdasarkan tujuan strategi

pengelolaan PRG, maka disusun level hirarki menjadi empat tingkatan yaitu level

tujuan, faktor, kriteria dan alternatif, yang memberikan gambaran atau keadaan

pengelolaan PRG saat sekarang.

Susunan hirarki tersebut disusun menjadi:

Level pertama adalah fokus kebijakan pengelolaan PRG berkelanjutan.

Level kedua merupakan faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi

pengelolaan PRG yang terdiri atas faktor lingkungan, ekonomi, sosial

kemasyarakatan dan teknologi.

Level ketiga adalah kriteria dari masing-masing faktor yang mempengaruhi

pengembangan kebijakan keberlanjutan pengelolaan PRG antara lain keamanan

Page 152: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

129

PRG terhadap organisme non target, keanekaragaman hayati potensial,

perpindahan material genetik, perbaikan kualitas lingkungan dan PRG yang

aman untuk lingkungan, yang merupakan elemen-elemen lingkungan. Untuk

faktor ekonomi terdiri dari kriteria stabilitas produksi, berkurangnya biaya

produksi dan meningkatnya pendapatan petani. Selanjutnya kriteria-kriteria

untuk faktor sosial masyarakat terdiri dari persepsi dan penerimaan masyarakat,

pendidikan masyarakat, keamanan PRG terhadap kesehatan manusia dan

labeling untuk PRG yang sudah dikomersialisasikan. Terakhir faktor teknologi

yang terdiri atas elemen kemampuan SDM melakukan pengujian keamanan

hayati dan kemampuan SDM dalam riset dasar sampai diperoleh PRG.

Level keempat adalah alternatif-alternatif yang telah direstriksi oleh pakar

menjadi duabelas alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan

keputusan kebijakan pengelolaan PRG berkelanjutan.

Setiap elemen pada setiap level selanjutnya diboboti oleh pakar dengan

menggunakan nilai bobot seperti yang telah ditetapkan oleh Saaty (1993).

Pengolahan data untuk menentukan elemen prioritas dalam pengambilan

keputusan kebijakan pengelolaan PRG berkelanjutan menggunakan software

Expert Choice 2000

Hasil sintesis menghasilkan nilai eigen (bobot) untuk setiap pilihan yang

ada di dalam struktur AHP. Untuk memudahkan dalam interpretasi hasil terhadap

nilai eigen maka nilai tersebut dimasukkan dalam struktur hirarki AHP secara

kumulatif sebagaimana yang disajikan pada Gambar 4.

- Kontribusi Peran Berdasarkan Level

Tingkat kepentingan berdasarkan peran dari masing masing level yaitu

level faktor, level kriteria dan level alternatif, yang selanjutnya dianalisis terhadap

perannya dalam pengembangan kebijakan pengelolaan PRG berbasis kajian

berkelanjutan (Gambar 4). Berdasarkan keputusan (judgement) pakar, secara

hirarki pada level faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan PRG, tidak terdapat

perbedaan penilaian yang nyata, karena nilai bobot yang diberikan hampir sama

besar nilainya. Hasil penilaian terhadap faktor lingkungan adalah 0.258, faktor

ekonomi 0.232, faktor sosial 0.278 dan faktor teknologi 0.232, nilai yang

Page 153: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

130

diberikan pakar hampir tidak ada perbedaan. Berdasarkan hal ini, dapat

disimpulkan bahwa keempat faktor tersebut memiliki peran yang sama pentingnya

dalam kebijakan pengelolaan PRG di Indonesia. Nilai pembobotan yang tidak

jauh berbeda diantara empat faktor tersebut sangat sesuai dengan prinsip

pembangunan berkelanjutan yang harus memperhatikan tiga faktor utama sebagai

pilar pembangunan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial (Rogers et al. 2008).

Dalam mengelola dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber daya alam

dalam hal ini keanekaragaman hayati merupakan sumber plasma nutfah yang

harus dijaga kelestariannya. Supaya tercapai tujuan pemanfaatan keanekaragaman

hayati yang berkelanjutan, diperlukan perangkat teknologi yang dapat mengurangi

eksploitasi terhadap lingkungan. Dalam hal ini peran teknologi terutama rekayasa

genetik dalam pengembangan kualitas dan kuantitas tanaman Padi Bt PRG dapat

diterima dengan persyaratan keamanan lingkungan terhadap organisme non target

di lokasi penanaman terpenuhi dan telah dinyatakan aman lingkungan setelah

melalui pengujian dan pengkajian risiko oleh kelembagaan berwenang.

Page 154: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

131

Gambar 4. Struktur hirarki dengan analisis AHP untuk kebijakan pengelolaan PRG di Indonesia

Page 155: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

132

Sebagai produk teknologi baru, keberhasilan dalam pengelolaan PRG tidak

terlepas dari kemampuan penguasaan teknologi baik infrastruktur maupun

kemampuan SDM, sehingga manfaat ekonomi yang diindikasikan pada tingkat

pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas bisa berakhir pada kesejahteraan

masyarakat tercapai (Cogoy and Steininger 2007). Jika terjadi ketidakseimbangan

pada salah satu faktor diatas akan berakibat pada ketidakberlanjutan pembangunan

dalam pemanfaatan PRG.

Gambar 5. Prioritas dari level faktor yang mempengaruhi pengelolaan PRG

dengan nilai bobot dari setiap aspek yang dikaji.

Berdasarkan keputusan (judgement) pakar, hirarki pada level faktor atau

aspek yang berpengaruh dalam pengelolaan PRG, menghasilkan nilai bobot yang

hampir sama nilainya (Gambar 5). Hasil penilaian terhadap faktor lingkungan

dengan nilai bobot (eigen) 0.258, faktor ekonomi 0.232, faktor sosial 0.278 dan

faktor teknologi 0.232. Nilai pembobotan yang hampir sama untuk keempat faktor

tersebut sangat sinkron dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus

memperhatikan tiga faktor utama sebagai pilar yaitu ekonomi, lingkungan dan

sosial (Barbier 2005). Sementara UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH

menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana

yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi

pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,

kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa

depan.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan kebijakan

dalam pengelolaan PRG, maka setiap level faktor terdiri dari kriteria-kriteria

sesuai dengan faktor/aspek yang dikaji. Level kriteria dari masing-masing faktor

Page 156: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

133

hasil justifikasi pakar, telah diperoleh nilai pembobotan menggunakan pendekatan

AHP. Nilai bobot tertinggi dari faktor lingkungan adalah kriteria perpindahan

material genetik dari tanaman PRG ke tanaman non PRG (0.278) (Gambar 6).

Munculnya kekhawatiran pakar terhadap kemungkinan terjadinya perpindahan

material genetik (gene flow) pada tanaman PRG cukup beralasan karena akan

berakibat terjadinya perubahan dalam keseimbangan ekosistem. Di lapangan,

terjadinya perpindahan material genetik antara tanaman PRG dengan tanaman

sejenis non PRG dapat terjadi dengan terpenuhinya beberapa persyaratan seperti;

kesamaan jenis tanaman, memiliki kompatibalitas yang tinggi secara sexual

(sexually compatible), terutama terhadap kerabat liar (wild relatives) (Rissler &

Mellon 1996). Jika semua persyaratan sudah terpenuhi, maka dapat terjadi

persilangan (crossing) sehingga dihasilkan dapat menghasilkan keturunan yang

fertil (Gambar 6).

Gambar 6. Prioritas kriteria dari faktor lingkungan dengan nilai bobot untuk

setiap kriteria yang dikaji.

Pada kasus tanaman padi, perpindahan material genetik anatara tanaman

PRG dengan non PRG secara alami dapat terjadi melalui pollen yang terbawa oleh

angin, meskipun kemungkinan terjadinya sangat kecil, sebab padi termasuk

tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollination). Menurut pakar, pada elemen

terjadinya gene flow paling penting untuk diperhatikan dari aspek lingkungan

Hasil analisis AHP terhadap kriteria-kriteria yang membangun aspek ekonomi

(Gambar 7), memberikan nilai tertinggi untuk elemen peningkatan pendapatan

petani (0.358). Sedangkan elemen-elemen pengurangan biaya dalam produksi

tanaman (0.333) serta stabilitas produksi tanaman PRG (0.309). Berdasarkan

penilaian secara ekonomis, berkurangnya biaya produksi dan kestabilan produksi

Page 157: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

134

pada waktu panen akan memberikan peningkatan penghasilan dan menambah

kesejahteraan petani. Menurut James (2012) pemanfaatan tanaman hasil

bioteknologi (tanaman PRG) di beberapa negara berkembang telah meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan petani penanam. Khususnya untuk tanaman yang

memiliki ketahanan terhadap serangan hama, mampu mengurangi pengeluaran

petani terhadap penggunaan insektisida. Pertimbangan faktor ekonomi penting

sebelum memanfaatkan tanaman PRG, karena perbaikan mutu dari kualitas dan

kuantitas PRG menjadi target utama dalam pengembangan PRG. Menurut Sharma

et al (2002) manfaat ekonomi akan diperoleh jika pemanfaatan produk

bioteknologi tersebut sesuai dengan sifat yang ditambahkan serta diaplikasikan

pada areal tanam yang luas. Selain itu, penelitian ekonomi memegang peranan

penting dalam penerapan bentuk mekanisme regulasi yang efisien serta inovasi

yang diperlukan dalam teknologi di bidang pertanian (Qaim 2009)

Gambar 7. Prioritas kriteria dari aspek ekonomi dan nilai bobot masing-masing

elemen yang dikaji.

Dari kriteria-kriteria aspek sosial masyarakat, hasil analisis AHP

memberikan nilai faktor keamanan terhadap kesehatan manusia dengan bobot

tertinggi (0.464) bila dibandingkan dengan pendidikan masyarakat tentang PRG

(0.319), persepsi dan penerimaan masyarakat (0.125), dan faktor pelabelan

terhadap PRG (0.091), secara lengkap urutan prioritas disajikan pada Gambar 8.

Prioritas utama untuk keamanan PRG terhadap kesehatan manusia sama

dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang No 7 tahun 1996

pasal 13 ayat 1, “bahwa setiap orang yang memproduksi pangan atau

menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan dan atau bahan bantu lain

Page 158: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

135

dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa

genetik wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan

manusia sebelum diedarkan”. Sebagai prioritas utama hasil analisis AHP,

keamanan pangan, sangat penting untuk diperhatikan, mengingat hal ini sangat

berhubungan dengan keberlanjutan kehidupan manusia, sesuai dengan

persyaratan pelepasan PRG yang harus memenuhi keamanan lingkungan, aman

pangan dan/atau aman pakan (PP No 21 / 2005).

Gambar 8. Prioritas terhadap kriteria-kriteria faktor sosial masyarakat dengan nilai

bobot masing-masing.

Agar pelaksanaan prinsip keamanan hayati PRG tercapai, perlu

peningkatan pengetahuan dan pendidikan masyarakat terhadap PRG itu sendiri,

sehingga dapat memberikan persepsi dan penerimaan yang seimbang antara

manfaat dan kerugian PRG. Sedangkan faktor pelabelan (labelling), meskipun

telah ditetapkan melalui PP 69/1999, akan tetapi menurut pendapat pakar hal

tersebut masih belum menjadi prioritas bila dibandingkan dengan faktor

keamanan terhadap kesehatan manusia, pendidikan dan persepsi masyarakat.

Dalam penyelenggaraan kebijakan pengelolaan PRG yang berkelanjutan,

selain aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial, kriteria peningkatan teknologi telah

menjadi program yang melengkapi tiga aspek utama tersebut. Tanpa kemampuan

di bidang teknologi, selamanya Indonesia akan selalu bergantung pada negara lain

yang telah menguasai teknologi pembuatan PRG. Berdasarkan pendapat pakar,

faktor kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan pengujian dan

pengkajian PRG mendapat nilai bobot lebih tinggi (0.580) dibandingkan dengan

kemampuan untuk melakukan riset atau penelitian untuk memperoleh PRG itu

sendiri (0.420). Urutan prioritas disajikan pada Gambar 9.

Page 159: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

136

Gambar 9. Prioritas kriteria dari faktor teknologi dengan nilai bobot untuk setiap

kriteria yang dikaji

Pentingnya kemampuan dalam melakukan pengujian sangat terkait dengan

persyaratan keamanan PRG, sebelum dapat dimanfaatkan bagi kepentingan

manusia. Hal ini sangat berhubungan dengan pengujian dalam menentukan

apakah PRG tersebut memenuhi kriteria keamanan hayati yang meliputi

keamanan pangan, lingkungan dan/atau pakan.

Berdasarkan justifikasi pakar, alternatif yang dapat dilakukan dalam

penanganan kebijakan pengelolaan PRG terdiri dari duabelas elemen yang

dianggap dapat memberikan solusi dan kontribusi penanganan masalah. Penilaian

diberikan berdasarkan tingkat prioritas yang lebih diutamakan. Hasil pembobotan

pada setiap elemen, sekaligus memberikan gambaran prioritas dari elemen

tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa prioritas utama dengan nilai bobot

tertinggi adalah untuk elemen law enforcement pada peraturan dan undang-

undang. Prioritas utama ini berlaku baik terhadap faktor lingkungan, ekonomi,

sosial dan teknologi, dengan nilai masing-masing 0.178, 0.191, 0.185, dan 0.198.

Page 160: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

137

Tabel 4. Nilai pembobotan untuk elemen-elemen alternatif berdasarkan kriteria

agregat, lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi

Alternatif kedua tertinggi yang dapat dilakukan setelah mengikuti

peraturan dan regulasi adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) baik

anggota TTKH PRG yang ditunjuk untuk melakukan pengkajian risiko maupun

SDM terlatih lainnya seperti pakar atau peneliti yang harus memiliki kemampuan

dalam pengujian risiko PRG. Kepedulian pakar terhadap kemampuan TTKH PRG

melakukan pengujian dan pengkajian risiko menggambarkan bahwa potensi ini

No

Alternatif kebijakan Nilai

agregat

Nilai Konstribusi Faktor

Lingkungan Ekonomi Sosial Teknologi

1 Revisi pedoman keamanan

lingkungan 0.085 0.085 0.086 0.082 0.089

2 Membuat pedoman

keamanan pakan 0.071 0.073 0.068 0.072 0.071

3 Membuat pedoman

penelitian &

pengembangan

0.104 0.101 0.106 0.104 0.106

4 Meningkatkan

kemampuan SDM untuk

pengujian keamanan

hayati

0.096 0.100 0.093 0.100 0.090

5 Meningkatkan

kemampuan TTKH dalam

pengkajian risiko 0.162 0.153 0.163 0.167 0.164

6 Mengembangkan fasilitas

penelitian utk riset 0.069 0.079 0.066 0.067 0.063

7 Konsistensi pendanaan 0.077 0.082 0.081 0.072 0.070

8 Studi sosial ekonomi

untuk keberlanjutan PRG 0.028 0.028 0.029 0.028 0.028

9 Sosialisasi PRG kepada

masyarakat 0.031 0.028 0.030 0.033 0.033

10 Pendidikan dan informasi

ilmiah 0.056 0.058 0.052 0.056 0.056

11 Program studi keamanan

hayati di PT 0.034 0.035 0.035 0.032 0.032

12 Law enforcement thd

peraturan dan undang-

undang 0.187 0.178 0.191 0.185 0.198

Page 161: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

138

harus dikuasai terlebih dahulu sebelum pemanfaatan PRG dapat dioptimalkan.

Hasil pembobotan untuk semua elemen alternatif disajikan pada Tabel 4.

Hasil proses hirarki analisis (AHP) menunjukkan penilaian gabungan

kriteria alternatif agregat, dengan lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi yang

dilakukan para pakar terhadap struktur tersebut memiliki tingkat konsistensi yang

cukup baik (Tabel 5). Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio konsistensi (CR)

berkisar antara 0.00-0.089 pada semua elemennya. Nilai inkonsistensi dari indeks

pembandingan berpasangan harus dibawah 0.1.

Tabel 5. Nilai indexs inkonsistensi untuk setiap matriks pembandingan

berpasangan

No Sub elemen Indeks

Inkonsistensi No Sub elemen Indeks

Inkonsistensi 1 Revisi pedoman

keamanan lingkungan

0.02 7 Konsistensi pendanaan 0.01

2 Membuat pedoman

keamanan pakan

0.02 8 Studi sosial ekonomi

untuk keberlanjutan PRG

0.01

3 Membuat pedoman

penelitian &

pengembangan

0.02 9 Sosialisasi PRG kepada

masyarakat

0.02

4 Meningkatkan

kemampuan SDM

untuk pengujian

keamanan hayati

0.01 10 Pendidikan dan

informasi ilmiah

0.02

5 Meningkatkan

kemampuan TTKH

dalam pengkajian

risiko

0.01 11 Program studi keamanan

hayati di PT

0.02

6 Mengembangkan

fasilitas penelitian utk

riset

0.01 12 Law enforcement thd

peraturan dan undang-

undang

0.02

Pada alternatif peningkatan kemampuan TTKH PRG dalam melakukan

pengkajian risiko tanaman PRG, menurut pendapat pakar perlu mendapat

perhatian. Karena kompetensi dan keahlian harus dimiliki oleh anggota TTKH

PRG sebagai tim ahli yang akan melakukan pengkajian sesuai dengan kepakaran

mereka masing-masing. Kemandirian dan keahlian menjadi bagian dari ciri-ciri

anggota TTKH, sehingga tidak boleh memiliki keterkaitan dengan proponen yang

mengajukan izin pelepasan PRG. Oleh sebab itu kemampuan TTKH dalam

melakukan pengkajian sangat penting, agar diperoleh hasil pengkajian dengan

metode ilmiah yang benar dan memiliki akurasi yang tinggi.

Page 162: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

139

Penanganan kebijakan pengelolaan PRG seharusnya memiliki perencanaan

jangka panjang karena merupakan bagian dari pembangunan pertanian

keberlanjutan yang dapat memberi pengaruh cukup besar terhadap perekonomian,

kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan. Selain itu

keterlibatan banyak pihak termasuk masalah yang perlu ditangani melalui

koordinasi lintas sektoral.

C. Analisis Pengambilan Keputusan terhadap Alternatif Kebijakan

Hasil sintesis AHP menetapkan bahwa alternatif law enforcement terhadap

peraturan dan undang-undang harus menjadi hal utama yang dilaksanakan terlebih

dahulu sebelum elemen-elemen lainnya. Dari dua belas elemen alternatif yang

telah diberi bobot oleh pakar, kemudian dinilai kembali untuk mengetahui pola

hubungan diantara sesama elemen dan perannya dalam kebijakan yang telah

dipilih menggunakan aplikasi teori grafis atau metode ISM. Pada Gambar 10

dapat dilihat bahwa semua elemen yang dipilih pakar sebagai alternatif

keberlanjutan pengelolaan PRG, tersebar pada sector II, III dan IV, tidak ada yang

berada pada sektor I (Autonomous). Sub elemen law enforcement terhadap

peraturan (A12), peningkatan kemampuan TTKH dalam melakukan pengkajian

keamanan hayati (A5) dan peningkatan kemampuan SDM melakukan pengujian

keamanan hayati (A4) berada pada sektor IV (independent sector) yang

merupakan sub elemen kunci dan merupakan alternatif yang paling penting

diperhatikan serta akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap sub elemen

lain dalam keberlanjutan pengelolaan PRG di Indonesia. Selain itu ketiga sub

elemen tersebut memiliki kekuatan penggerak (driver power) yang besar terhadap

sub elemen lainnya, sehingga perubahan yang terjadi pada tiga sub elemen kunci

ini dapat mempengaruhi elemen lainnya. Elemen kunci yang berada pada sektor

IV ini perlu memperoleh perhatian dan kajian yang serius dalam implementasi di

lapangan.

Page 163: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

140

Gambar 10. Matriks driver power–dependence untuk elemen-elemen alternatif

yang diperlukan dalam pemanfaatan PRG berkelanjutan di

Indonesia.

Elemen-elemen yang memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi

terhadap elemen lainnya berada pada sektor II yaitu; pengembangan fasilitas

penelitian (A6), studi sosial ekonomi sebelum pemanfaatan PRG (A8) dan

membuat program studi keamanan hayati di perguruan tinggi (A11). Ketiga

elemen ini berada pada sektor dependence yang berarti ketiga alternatif ini bisa

dilaksanakan jika diperkuat oleh elemen-elemen lainnya sebagai pendukung.

Tersedianya pedoman keamanan lingkungan dan pakan (A1,A2),

konsistensi pendanaan (A7), sosialisasi kepada masyarakat (A9) dan pendidikan

yang benar mengenai PRG (A10) termasuk pada sektor III yaitu peubah linkage.

Pada sektor ini, semua elemen tersebut memiliki kekuatan penggerak yang cukup

besar, sehingga keberhasilan dalam pelaksanaannya akan memberikan kesuksesan

pada pemanfaatan PRG, dan sebaliknya jika elemen-elemen ini diabaikan akan

menimbulkan kegagalan dalam pemanfaatan PRG di Indonesia. Kejadian seperti

ini pernah dialami Indonesia pada waktu percobaan penanaman terbatas kapas Bt

di daerah Sulawesi Selatan, yang mengalami kegagalan karena tidak melakukan

studi yang menyeluruh sebelum pemanfaatan PRG tersebut di lapangan.

Page 164: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

141

Diharapkan dengan adanya kajian sistem kebijakan sebelum pemanfaatan PRG

dapat mengurangi kegagalan seperti sebelumnya. Dari analisis ISM, tidak ada

elemen yang berada pada sektor I, hal ini berarti tidak ada alternatif yang berada

diluar sistem.

Gambar 11. Struktur hirarki sub elemen alternatif yang berperan dalam

pengelolaan PRG

Berdasarkan struktur hirarki pada Gambar 11, terdapat enam tahapan yang

bisa diambil sebagai alternatif kebijakan dalam pengembangan pengelolaan PRG

berkelanjutan. Pada tahap pertama yang paling penting dilakukan adalah

pelaksanaan kebijakan pengelolaan PRG yang sesuai dengan aturan dan regulasi

yang telah ditetapkan pemerintah (A12). Pendapat pakar ini dikuatkan oleh

ketentuan yang tercantum dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup pasal 101 bahwa pelanggaran terhadap peredaran

atau pelepasan PRG akan dikenakan sanksi hukuman penjara atau denda. Pasal ini

memperlihatkan keseriusan pemerintah terhadap pelanggaran pemanfaatan PRG

yang tidak sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang berlaku. Pada level

berikutnya adalah meningkatkan kemampuan sumber daya manusia terutama

anggota TTKH PRG dalam melakukan pengkajian dan pengujian PRG (A4, A5).

Level 1

Level 4

Level 3

Level 5

Level 6

Level 2

Page 165: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

142

Pada tahapan keempat yaitu penetapan pedoman teknis untuk keamanan

lingkungan, keamanan pakan dan pedoman pengembangan dan penelitian PRG

(A1,A2, A3), kemudian melakukan sosialisasi mengenai PRG (A9), pendanaan

untuk penelitian dan pengembangan PRG (A7) serta pendidikan ilmiah yang

benar kepada masyarakat . Terakhir alternatif yang dapat dilakukan adalah

melengkapi fasilitas penelitian untuk pengembangan PRG nasional (A6),

melakukan studi sosial ekonomi terhadap PRG sebelum pelepasan (A8) dan

menambah kurikulum di PT tentang keamanan hayati PRG (A11).

Pada tahun 2012 telah ditetapkan pedoman teknis untuk pengujian

keamanan lingkungan dalam Peraturan Menteri No 25/2012 tentang Pedoman

Analisis Risiko Lingkungan untuk tanaman dan jasad renik (mikroorganisme),

karena penelitian telah berlangsung sejak tahun 2011, maka alternatif untuk

pedoman keamanan lingkungan tetap muncul di dalam analisis keberlanjutan.

D. Lembaga yang Berperan dalam Pengelolaan PRG Berkelanjutan

Berdasarkan hasil justifikasi pakar, diperoleh 12 sub elemen lembaga yang

berperan dalam pengelolaan PRG dan mempunyai peranan yang cukup penting

dalam penyelenggaraan keamanan hayati PRG yaitu: 1) KKH PRG, 2) TTKH

PRG, 3) BPOM, 4) Kementerian Pertanian (Kementan), 5) Kementerian

Lingkungan Hidup (KLH), 6) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 7)

Kementerian Kehutanan (Kemenhut), 8) Perguruan Tinggi (PT), 9) Masyarakat,

10)Petani, 11) Perusahaan Swasta dan 12) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) .

Hasil pengolahan dengan metode ISM, menunjukkan pembagian sebaran setiap

sub elemen masing-masing pada tiga sektor II, III dan IV seperti yang disajikan

pada Gambar 12. Sub elemen KKH (L1), TTKH (L2), BPOM (L3), Kementerian

Pertanian (Kementan) (L4) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) (L5)

berada pada sektor IV yang berarti lembaga-lembaga ini memiliki peran penting

dan menjadi elemen penggerak dalam pengelolaan dan pengambil kebijakan

terhadap perizinan pelepasan dan peredaran PRG. Lembaga-lembaga yang berada

pada sektor IV atau kuadran Driver Power Independen merupakan elemen kunci

yang memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi elemen-elemen lainnya.

Page 166: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

143

Gambar 12. Matriks driver power–dependence untuk elemen lembaga

yang berpengaruh pada pengelolaan PRG di Indonesia

Gambar 13. Struktur hirarki sub elemen lembaga yang berperan dalam

pengelolaan PRG

Peran penting yang dipegang oleh lembaga-lembaga tersebut karena fungsi

dan wewenangnya dalam mengeluarkan izin peredaran dan sertifikat untuk

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

L1

L2

L3

L4

L5

L6

L7

L8

L9

L10

L11

L12

LINGKAGE : L9, L10

DEPENDENT : L6, L7,L8,L11,L12 AUTONOMOUS

INDEPENDENT : L1, L2, L3,L4,L5

DEPENDENCE

DR

IVER

PO

WER

L1

L2

L6

L10

L7

L9

L8

L3 L4 L5

L11 L122

Level 1

Level 4

Level 3

Level 5

Level 6

Level 2

Page 167: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

144

keamanan pangan, lingkungan dan pakan bagi tanaman pertanian dan bahan

pakan.

Adapun lembaga yang memiliki ketergantungan cukup tinggi terhadap

lembaga lainnya berada pada sektor II (Dependent) yaitu lembaga KKP,

Kemenhut, Perguruan tinggi, perusahaan swasta dan LSM. Pada sector III

(Linkage) terdapat kelompok masyarakat dan petani yang tergolong pada peubah

pengait, yang berarti setiap tindakan yang dilakukan pada kedua kelompok ini

akan menentukan keberhasilan atau kegagalan dari suatu program, terutama

kebijakan pengelolaan PRG. Oleh karena itu bentuk tindakan atau perlakuan yang

dibuat terhadap kelompok masyarakat dan petani ini harus melalui kajian yang

mendalam dan lebih hati-hati karena lembaga yang berada pada kelompok ini

kurang stabil.

Secara hirarki kelembagaan yang tersaji pada Gambar 13, BPOM,

Kementan dan KLH memiliki peran penting dan menentukan, terutama dalam

wewenang pemberian izin keamanan hayati yang berada pada tahap pertama.

Kemudian disusul oleh kelembagaan KKH PRG dan TTKH PRG, sebagai dua

otoritas lembaga yang mengeluarkan rekomendasi dan melaksanakan pengkajian

keamanan hayati PRG. Pada tahap keempat terdapat kelompok masyarakat dan

petani, selanjutnya pada tahap kelima adalah KKP, Kemenhut dan perguruan

tinggi. Pada hirarki kelembagaan yang paling berperan, strata terakhir adalah

perusahaan swasta dan LSM.

E. Kendala yang Mempengaruhi Pengelolaan PRG Berkelanjutan

Dalam pelaksanaan pengelolaan pengkajian dan pelepasan PRG, terdapat

beberapa hambatan yang mempengaruhi keberlanjutan, berdasarkan justifikasi

pakar adalah sebagai berikut yaitu: 1) Pedoman keamanan lingkungan dan pakan

belum disahkan, 2) Polarisasi kelompok pro dan kontra terhadap PRG, 3)

Kerangka waktu dalam prosedur pengajuan belum sepenuhnya

diimplementasikan, 4) Koordinasi antar lembaga OKN masih lemah, 5)

Kewenangan yang terpusat pada satu OKN, 6) Kurangnya pemahaman holistic

terhadap PRG dan keamanan hayati, 7) Upaya pendidikan dan sosialisasi PRG

kepada masyarakat belum optimal, 8) Pemerintah belum konsisten terhadap riset

Page 168: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

145

dan pendanaan PRG, 9) Besarnya biaya penelitian keamanan hayati PRG, 10)

Terbatasnya jumlah pakar di bidang keamanan hayati PRG. Berdasarkan pendapat

pakar yang dianalisis dengan ISM, maka posisi dari setiap elemen kendala

tersebut disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Matriks driver power–dependence untuk elemen kendala

yang berpengaruh pada pengelolaan PRG di Indonesia

Dari Gambar 14, elemen pedoman keamanan lingkungan dan pakan yang

belum ditetapkan (K1), terdapatnya polarisasi kelompok masyarakat yang pro dan

kontra terhadap PRG (K2), belum diterapkan sepenuhnya kerangka waktu dalam

prosedur pengajuan izin pelepasan PRG sesuai dengan peraturan yang tercantum

dalam PP 21/2005 (K3) serta keterbatasan jumlah pakar di bidang keamanan

hayati (K10) berada pada sector IV (independent sector) yang merupakan sub

elemen kunci dan memberikan pengaruh yang sangat besar pada sub elemen lain

dalam pengelolaan PRG yang berkelanjutan. Selain itu sub elemen yang berada

di sector IV memiliki kekuatan penggerak (driver power) yang besar terhadap

yang lainnya, tetapi sedikit ketergantungan terhadap program pengelolaan PRG.

Peran pedoman dalam pelaksanaan pengujian risiko sangat penting karena

merupakan acuan dalam proses pengkajian, baik bagi proponen maupun TTKH

PRG. Seperti halnya pedoman keamanan pangan yang telah ditetapkan sejak

AUTONOMOUS

INDEPENDENT:K1,K10,K2,K3

DR

IVER

PO

WER

DEPENDENCE

Page 169: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

146

tahun 2008, pedoman keamanan lingkungan juga harus direvisi sesuai dengan PP

21/2005, demikian juga dengan pedoman keamanan pakan yang belum pernah

ditetapkan sejak PP 21/2005 dikeluarkan. Oleh karena itu pakar sepakat penetapan

pedoman teknis untuk keamanan hayati merupakan faktor kunci yang dapat

menghalangi keberlanjutan pengelolaan PRG. Dengan wewenang yang dimiliki

oleh KLH sebagai lembaga yang berhak mengeluarkan izin keamanan lingkungan,

maka menjadi tanggung jawab KLH membuat dan menetapkan pedoman

keamanan lingkungan yang sesuai dengan PP 21/2005, seperti halnya Kementan

yang bertanggung jawab terhadap pedoman keamanan pakan. Selanjutnya faktor

kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan pengujian dan pengkajian

keamanan hayati termasuk faktor kunci yang juga menentukan keberhasilan

pengelolaan PRG. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pedoman untuk

pengkajian keamanan lingkungan telah ditetapkan menjadi pedoman penyusunan

analisis risiko lingkungan tanaman PRG yang diperkuat dengan Permen LH No

25/2012. Berarti untuk keamanan lingkungan telah dilengkapi implementasi PP

21/2005, seperti pedoman untuk pengkajian keamanan pangan.

Elemen-elemen koordinasi antar lembaga otoritas kompeten nasional yang

masih lemah (K4) serta kurangnya pemahaman masyarakat terhadap PRG (K6)

berada pada sector III atau linkage (pengait). Sub elemen yang berada pada sector

III ini merupakan peubah yang dapat menghasilkan perubahan kearah kebaikan

sehingga perhatian yang diberikan pada sub elemen ini akan memberikan

keberhasilan dalam mengatasi kendala dalam pengelolaan PRG. Tetapi jika tidak

ada perhatian dalam pelaksanaan perbaikan terhadap sub elemen ini, maka

program pengelolaan PRG berkelanjutan akan mengalami kemunduran dalam

pelaksanaan.

Adapun empat sub elemen yang berada di sector II (dependent) adalah:

kendala adanya kewenangan yang terpusat di satu kementerian (K5), kurangnya

upaya pemerintah dalam memberi pendidikan dan sosialisasi pada masyarakat

tentang PRG (K7), pendanaan tidak konsisten untuk mengembangkan PRG hasil

litbang sendiri (K8) serta mahalnya biaya untuk melakukan pengujian keamanan

hayati (K9). Sub elemen pada sektor II (dependent) memiliki ketergantungan pada

sub elemen lainnya dalam penanganan permasalahan pengelolaan PRG. Kendala

Page 170: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

147

yang berada pada sektor ini dapat ditangani setelah kendala-kendala lainnya bisa

diatasi.

Gambar 15. Struktur hirarki sub elemen kendala yang mempengaruhi

pengelolaan PRG berkelanjutan

Adapun secara hirarki seperti yang disajikan pada Gambar 15,

penyelesaian revisi pembuatan pedoman teknis untuk keamanan lingkungan dan

keamanan pakan (K1) dan kendala keterbatasan sumber daya manusia (K10)

menempati level 1 yang merupakan kendala-kendala utama dan menjadi faktor

kunci permasalahan terhadap pengelolaan PRG, seperti yang sudah dibahas

sebelumnya. Penanganan terhadap kendala yang dihadapi dalam pengelolaan PRG

berkelanjutan ini dapat dilakukan dalam empat tahapan. Pada tahap pertama

adalah segera menyelesaikan pembuatan pedoman-pedoman teknis untuk

pengujian dan pengkajian risiko PRG serta meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia yang memiliki kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pengujian

keamanan hayati. Menurut analisis pakar dengan melakukan perubahan pada dua

hal utama ini, dapat memberikan pengaruh pada kendala-kendala lainnya.

Tahapan berikutnya adalah memberikan penerangan dan pendidikan ilmiah yang

benar kepada masyarakat terkait dengan kondisi polarisasi pendapat masyarakat

yang pro dan kontra terhadap PRG (K2). Disamping itu implementasi peraturan

Level 2

Level 3

Level 4

Level 1

Page 171: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

148

yang telah ditetapkan seperti penetapan kerangka waktu dalam pengajuan izin

keamanan hayati (K3), harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Koordinasi antar lembaga pemerintah yang berkompeten (K4) dan

meningkatkan pengetahuan masyarakat pada teknologi PRG (K6) menjadi

langkah berikutnya yang perlu dilakukan. Selanjutnya adalah langkah keenam

dalam mengatasi kewenangan yang terpusat pada satu kelembagaan seperti KLH

dalam menangani keamanan hayati. Terpusatnya beberapa tugas dan wewenang

seperti mengeluarkan izin keamanan lingkungan, kesekretariatan KKH dan Balai

Kliring Keamanan Hayati (BKKH) serta focal point Protokol Cartagena yang

telah ditetapkan sepenuhnya berada di KLH dan hanya menjadi bagian dari salah

satu kedeputian di KLH. Kondisi riil yang terjadi adalah penumpukan tugas dan

tanggung jawab pada satu lembaga pemerintah tanpa persiapan dari sisi

infrastruktur dan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas di bidang

keamanan hayati. Terpusatnya beberapa kewenangan di satu lembaga pemerintah

bisa menjadi lebih baik dari sisi kemudahan koordinasi dan efisiensi waktu, jika

lembaga yang ditunjuk telah memiliki kesiapan dan kemampuan, jika hal ini

belum terpenuhi, maka akan menjadi halangan dan kendala dalam pengelolaan

PRG berkelanjutan di Indonesia. Seperti halnya sub elemen lain pada tahapan

keenam yang harus dilakukan adalah upaya meningkatkan pendidikan dan

sosialisasi kepada masyarakat tentang PRG (K7), pemberian alokasi dana yang

konsisten untuk penelitian dan pengembangan PRG nasional (K8) serta

mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk pengujian keamanan hayati PRG

(K9). Keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan, memperhatikan tiga

hal, seperti yang ditegaskan dalam konsep strategi induk pembangunan pertanian

2013-2045 (Kementan 2013) yaitu berorientasi pada kesejahteraan social petani,

pekerja dan masyarakat, ramah lingkungan dan menciptakan nilai tambah

ekonomi bagi petani dan pengusaha.

KESIMPULAN

1. Secara garis besar pembagian peraturan dan undang-undang terkait kebijakan

dalam pengelolaan PRG terdiri dari UU 12/1992 mengenai sumber daya

genetik tanaman yang melingkupi tanaman PRG, UU 18/2012 tentang pangan

Page 172: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

149

khususnya keamanan pangan PRG serta UU 32/2009 mengenai PPLH yang

membawahi peraturan dan pelaksanaan keamanan hayati PRG serta aturan

terhadap terhadap pelanggaran pemanfaatan PRG.

2. Analisis kebijakan pengelolaan tanaman PRG berdasarkan metode

pengambilan keputusan (AHP) menghasilkan 4 level hirarki yaitu tujuan,

faktor, kriteria dan alternatif. Faktor lingkungan, ekonomi, sosial, dan

teknologi merupakan faktor penting dalam pengelolaan PRG. Perpindahan

material genetik dari tanaman PRG ke tanaman non-PRG merupakan faktor

penting untuk aspek lingkungan, peningkatan pendapatan petani adalah faktor

penting untuk aspek ekonomi, keamanan PRG terhadap kesehatan manusia

adalah kriteria penting untuk aspek social dan kemampuan dalam melakukan

pengujian keamanan hayati merupakan kriteria utama untuk aspek teknologi.

Prioritas utama pada level alternatif adalah law enforcement terhadap

peraturan dan undang-undang.

3. Terdapat lima lembaga yang paling berperan dalam pengelolaan PRG

berdasarkan urutan struktur hirarki dan matriks ISM di Indonesia yaitu

Kementan, BPOM, KLH berada di level kesatu dan KKH PRG, TTKH PRG

pada level kedua.

4. Kendala pelaksanaan dalam pengelolaan PRG di level kesatu struktur hirarki

ISM adalah belum diselesaikannya revisi pedoman pengkajian keamanan

hayati dan terbatasnya jumlah pakar di bidang keamanan hayati.

Saran-Saran

1. Meskipun jenis dan jumlah peraturan dan undang-undang yang terkait dengan

pengelolaan PRG telah tersedia, tetapi belum sepenuhnya dilaksanakan seperti

pedoman teknis untuk penelitian dan pengembangan PRG di laboratorium dan

Fasilitas Uji Terbatas (Contained Field Trials) serta pedoman pelaksanaan

pengujian keamanan pakan yang belum diselesaikan sampai akhir tahun 2013.

Disarankan kepada lembaga pemerintah terkait untuk segera menetapkannya

agar pelaksanaan pengelolaan PRG dapat berjalan sesuai dengan peraturan.

2. Disarankan untuk segera menyelesaikan pedoman pelaksanaan untuk

pengawasan (monitoring) dan pengendalian PRG sesuai dengan ketentuan

Page 173: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

150

yang telah ditetapkan dalam PP 21/2005 pasal 25 tentang keamanan hayati

PRG.

3. Sesuai dengan peraturan pemerintah mengenai pelabelan PRG, disarankan

untuk segera melaksanakannya, karena sudah ditetapkan sejak tahun 1999

dalam PP 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Page 174: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

151

PEMBAHASAN UMUM

Hasil nyata kemajuan di bidang bioteknologi rekayasa genetik tanaman,

salah satunya adalah tanaman padi tahan terhadap serangan hama penggerek

batang yang mengandung gen Cry IA(b). Tanaman ini diharapkan dapat

mengurangi penggunaan insektisida sehingga lebih ramah lingkungan, sesuai

dengan target pengembangan inovasi teknologi di bidang pertanian berkelanjutan.

Setiap tanaman hasil rekayasa genetik harus melalui tahapan pengujian keamanan

hayati yang meliputi keamanan pangan, keamanan lingkungan dan/atau keamanan

pakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No

21 Tahun 2005. Sedangkan tanaman non-PRG, tidak perlu melalui tahapan

pengujian keamanan hayati, karena proses pengembangannya secara alami

melalui persilangan konvensional. Karena tanaman PRG dikembangkan melalui

rekayasa genetik, dengan memanfaatkan sumber gen yang dapat berasal dari

spesies yang berbeda, maka tanaman PRG dianggap tidak melalui proses yang

alami. Dikhawatirkan terdapat pengaruh negatif dari tanaman PRG terhadap

lingkungan dan keanekaragaman hayati yang sampai saat ini selalu menjadi

perdebatan di kalangan masyarakat. Terjadinya perdebatan antara yang pro dan

kontra karena proses pembuatan tanaman PRG melalui teknologi rekayasa

genetik, serta banyak persoalan yang belum bisa dijawab, terutama pengaruh

jangka panjangnya terhadap lingkungan. Persoalan ini belum dapat diselesaikan

apabila masing-masing pihak tidak saling terbuka dan transparan dalam

memberikan penjelasan serta melakukan komunikasi berdasarkan fakta ilmiah

berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Tanaman Padi Bt PRG yang dikembangkan oleh Puslit Bioteknologi LIPI,

telah melalui pengujian keamanan lingkungan di LUT sejak tahun 2003 – 2007.

Berdasarkan hasil kajian ilmiah terhadap kemungkinan pengaruhnya terhadap

serangga non target (wereng coklat, wereng punggung putih, hama putih palsu)

dan musuh alami (laba-laba, Paederus sp, Coccinella sp dan Cyrtorhinus sp) di

lapangan uji terbatas, dimana terbukti bahwa tidak terjadi perbedaan populasi

serangga non target di lahan atau plot penanaman Padi Bt PRG dengan plot Padi

non-PRG. Meskipun belum dilakukan verifikasi jenis-jenis serangga non target

Page 175: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

152

dan musuh alami yang biasa berada di lokasi percobaan sebelum percobaan

penanaman Padi Bt PRG, tetapi hasil ini dapat memberikan gambaran dan

masukan terhadap dampak penanaman Padi Bt PRG terhadap lingkungan

terutama serangga non-target di lokasi pertanaman LUT. Pengujian keamanan

lingkungan terhadap organisme yang berada di permukaan dan bawah tanah,

belum dilengkapi karena pengujian keamanan lingkungan yang telah dilakukan

hanya terhadap dampak yang sangat terkait dengan sifat yang diintroduksikan

kepada tanaman. Karena Padi Bt PRG mengandung gen Cry IA(b) yang berfungsi

untuk ketahanan terhadap hama, maka sifat ini sangat berhubungan dengan

organisme yang berada di atas permukaan tanah seperti serangga non target dan

musuh alami. Meskipun pernah dilakukan pengujian terhadap mikroba yang

berada di permukaan tanah, ternyata hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat

adanya perbedaan populasi mikroba di tanah tempat ditanamnya Padi Bt PRG

dengan tanah tempat Padi non PRG (komunikasi pribadi). Kemungkinan pengaruh

negatif lain dari residu tanaman Padi Bt PRG, adalah dampaknya pada jenis

mikroba tanah yang berfungsi sebagai pengurai, dimana gen Cry IA(b) yang

terdapat di dalam tanaman Padi Bt PRG akan terakumulasi di dalam sel mikroba

melalui proses horizontal transfer gen. Tetapi sampai saat ini belum terdapat

laporan mengenai pengaruhnya terhadap mikroba itu sendiri.

Selain kajian pengaruh Padi Bt pada lingkungan, juga perlu diketahui

pengaruh sosial ekonominya terhadap masyarakat jika Padi Bt PRG nantinya

dikomersialisasikan. Berdasarkan kajian finansial dengan menggunakan analisis

anggaran parsial dapat diketahui keberlanjutan usahatani Padi Bt PRG jika sudah

dikomersialisasikan kepada masyarakat. Dengan melakukan analisis anggaran

parsial, diperoleh selisih manfaat dan biaya menggunakan data-data yang

diperoleh dari hasil perubahan-perubahan yang terjadi akibat penerapan teknologi

pengembangan Padi Bt. Bedasarkan hasil pengolahan data, ternyata diperoleh

hasil kisaran (ratio) B/C > 1, yang berarti bahwa usahatani Padi Bt PRG termasuk

kategori layak untuk dilanjutkan. Hal ini dapat diterima meskipun jumlah

produksi belum meningkat, tetapi dengan berkurangnya biaya yang dikeluarkan

dengan adanya pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan, sehingga dapat dibuat

asumsi pengurangan penggunaan insektisida dan upah tenaga kerja di lapangan,

Page 176: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

153

sehingga mampu menaikkan pendapatan petani. Berbeda dengan analisis ekonomi

yang lebih melihat pada keuntungan dan kerugian, tanpa perhitungan terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi akibat teknologi baru yang digunakan.

Sedangkan persepsi petani terhadap rencana pengembangan Padi Bt PRG

sangat baik, dengan harapan jika padi ini sudah tersedia di pasaran dapat

diterapkan dan akhirnya mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan

mereka. Tetapi tingkat pengetahuan petani terhadap Padi Bt PRG sangat terbatas,

terbukti dari jawaban yang diberikan sebagian besar menjawab tidak tahu, apalagi

mengenai pengaruhnya terhadap lingkungan, belum mereka pahami dengan baik.

Petani lebih tertarik dengan keuntungan yang akan mereka peroleh jika dapat

memperoleh jenih tanaman baru yang akhirnya dapat meningkatkan produksi

tanaman. Keterbatasan informasi yang mereka ketahui, kemungkinan disebabkan

karena sangat terbatasnya sumber yang dapat diakses serta komunikasi antara

pengembang teknologi dengan petani kurang difasilitasi oleh pemerintah,

sehingga terjadi kesenjangan dan gap antara kedua kelompok ini. Karena itu perlu

dilakukan sosialisasi dan komunikasi terhadap tanaman PRG, dengan segala

keutamaan dan kemungkinan risikonya. Produktivitas akan menjadi solusi

fundamental dalam ketahanan pangan nasional. Beberapa cara dapat dilakukan

melalui peningkatan dan perbaikan lingkungan, dengan mengurangi penggunaan

insektisida, penggunaan benih unggul melalui inovasi bioteknologi. Selain itu

perubahan dalam pengelolaan dan pendidikan petani termasuk salah satu

pengaturan dan perhatian pemerintah terhadap perbaikan di bidang pertanian di

masa mendatang.

Analisis keberlanjutan dalam pengelolaan kebijakan Padi Bt PRG

berdasarkan dimensi ekonomi, dimensi lingkungan, dimensi sosial, dimensi

teknologi dan dimensi hukum kelembagaan telah diperoleh dengan hasil indeks

keberlanjutan yang berbeda-beda pada setiap dimensi. Dari lima dimensi yang

dikaji, ternyata dimensi teknologi memiliki indeks keberlanjutan hanya 46,01%.

Nilai ini termasuk kurang berkelanjutan, dan memerlukan perbaikan pada atribut-

atribut sensitif agar kondisi yang terjadi saat sekarang dapat diintervensi dan

ditingkatkan menjadi berkelanjutan. Sedangkan untuk dimensi lingkungan,

ekonomi, sosial dan hukum kelembagaan tergolong cukup berkelanjutan, akan

Page 177: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

154

tetapi cenderung menjadi kurang berkelanjutan jika tidak dipertahankan atau

dilakukan perbaikan pada atribut-atribut sensitif.

Hasil analisis pengambilan keputusan berdasarkan strategi kebijakan

pengelolaan PRG memberikan nilai sama untuk semua aspek yang dikaji, yaitu

aspek lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial kemasyarakatan dan aspek

teknologi. Berdasarkan kriteria terhadap masing-masing aspek kajian, diperoleh

nilai tertinggi untuk menjadi perhatian bersama menurut analisis pakar terkait

adalah terjadinya perpindahan material genetik untuk aspek lingkungan,

peningkatan pendapatan petani untuk aspek ekonomi, perhatian terhadap

kesehatan manusia untuk aspek sosial kemasyarakatan serta kemampuan SDM

dalam melakukan pengujian keamanan hayati untuk aspek teknologi. Alternatif

utama yang menjadi prioritas pakar terkait adalah kepatuhan terhadap hukum (law

enforcement) dalam pelaksanaan pengelolaan PRG. Alternatif ini sudah menjadi

kesepakatan pemerintah yang dibuktikan dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 dan 101 yang memuat sanksi dan

hukuman terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan PRG yang bertentangan

dengan peraturan yang telah ditetapkan, terutama dalam PP 21/2005 mengenai

Keamanan Hayati PRG. Jenis sanksi yang dikenakan kepada pihak-pihak yang

melanggar aturan tersebut berupa hukuman pidana dan/atau hukuman denda.

Alternatif kedua yang telah dipilih oleh pakar adalah kemampuan TTKH dalam

melakukan pengkajian. Alternatif ini sangat penting karena keputusan yang dibuat

oleh TTKH merupakan rekomendasi bagi KKH dalam memberikan masukan

kepada Menteri terkait untuk mengeluarkan hasil keputusan atau izin pelepasan

dan pemanfaatan PRG kepada masyarakat atau lingkungan. TTKH sebagai

komponen yang menentukan, harus memiliki kemampuan ilmiah yang tinggi dan

luas sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing. Selain itu TTKH

harus melakukan pengkajian sesuai dengan prinsip kehati-hatian berdasarkan

kasus per kasus, seperti yang tercantum dalam Protokol Cartagena. Selain itu

prinsip kesetaraan substansial yang berarti tidak ada perbedaan dengan produk

sebelumnya, kecuali sifat yang diintroduksikan. Kepakaran dalam bidang keahlian

sangat diperlukan, karena proses pengkajian kelompok lingkungan lebih bersifat

multidisiplin keilmuan yang melibatkan beberapa bidang ilmu seperti ekologi,

Page 178: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

155

mikrobiologi, entomologi, agronomi, biologi, fisiologi, fitopatologi, tanah dan

genetika tanaman. Kemungkinan terjadinya risiko pada saat pengujian atau risiko

untuk jangka panjang terhadap keanekaragaman hayati, harus dianalisis dan dikaji

sesuai dengan aturan dan persyaratan keamanan lingkungan, agar tidak

menimbulkan kerugian terhadap lingkungan hidup.

Sistem kebijakan pengelolaan PRG dalam memacu pembanguan pertanian

berkelanjutan, dipengaruhi oleh beberapa komponen yang memiliki hubungan

saling keterkaitan. Komponen SDM dan peraturan merupakan komponen utama

yang dapat saling mempengaruhi. Selain itu komponen non fisik seperti

komponen sosial dan ekonomi, seperti persepsi dan penerimaan masyarakat

termasuk yang menentukan dalam keberlanjutan pemanfaatan PRG di pasaran.

Dalam rangka pemodelan strategi kebijakan pengelolaan PRG berkelanjutan

khususnya tanaman PRG, maka dirancang model yang memanfaatkan input

terkontrol, input tidak terkontrol, dan input lingkungan. Selain itu terdapat juga

output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Identifikasi sistem

berdasarkan data primer, pendapat pakar, data sekunder dan pengamatan langsung

di lapangan yang mengelompokkan input terkontrol di dalam sistem meliputi

antara lain pengurangan penggunaan pestisida khususnya insektisida untuk hama,

memperbaiki kualitas dan kuantitas tanaman dan meningkatkan kemampuan SDM

dalam teknologi rekombinan DNA. Input tidak terkontrol yang dapat

mempengaruhi kinerja sistem antara lain harga benih tanaman PRG yang tinggi

akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk pengujian keamanan hayati sebagai

persyaratan memperoleh izin pelepasan, biaya investasi teknologi pengembangan

tanaman PRG yang cukup besar serta keterbatasan infra struktur dalam

menghasilkan tanaman PRG. Input lain yang berpengaruh terhadap sistem antara

lain adalah UU No 12/1992 tentang Budidaya Tanaman, yang mengatur khusus

tanaman PRG adalah Peraturan Pemerintah No 21/2005 tentang Keamanan Hayati

PRG yang harus dilaksanakan sebelum pemanfaatan PRG kepada masyarakat,

yang diperkuat dengan PerPres N0 39/2010 tentang Kelembagaan Komisi

Keamanan Hayati PRG, UU No. 18/2012 tentang Pangan, dan UU No. 32/2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Input tersebut

diharapkan dapat menghasilkan output berupa peningkatan ketahanan pangan

Page 179: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

156

nasional, memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan

petani. Identifikasi sistem input output (I-O) tersebut dapat disajikan sebagaimana

pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram input-output strategi pengelolaan PRG berkelanjutan

Pada sistem ini ada beberapa output yang tidak diharapkan tetapi

berpeluang terjadi sebagai akibat proses pemanfaatan pengembangan PRG, antara

lain terjadinya pengaruh negatif terhadap manusia dan hewan serta

keanekaragaman hayati pada lingkungan tempat di tanamnya tanaman PRG.

Faktor kemungkinan terjadinya output yang tidak dikehendaki dapat diantisipasi

dengan melakukan pengujian dan pengkajian terhadap tanaman PRG sebelum

dilepas dan dimanfaatkan dengan mengacu kepada pedoman pengujian tanaman

PRG di LUT. Selain itu faktor penerapan peraturan atau regulasi terkait tanaman

PRG menjadi salah satu output yang tidak diinginkan, karena belum dilaksanakan

dengan semestinya. Oleh karena itu fungsi pengelolaan, komunikasi, pengawasan

-Meningkatkan ketahanan pangan nasional -Memperbaiki kualitas lingkungan -Meningkatkan kesejahteraan petani

OUTPUT DIINGINKAN

-Pengaruh negatif PRG pada manusia dan hewan -Pengaruh negatif PRG thd keanekaragaman hayati & lingkungan -Pengawasan dan Implementasi peraturan dan undang-undang belum dilaksanakan

sepenuhnya

OUTPUT TIDAK

DIINGINKAN

STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN

TANAMAN PRG BERKELANJUTAN

UMPAN BALIK

UU 21/2004, UU18/2012, PP

21/2005, PerPres 39/2010, UU

32/2009

INPUT LINGKUNGAN

-Mengurangi penggunaan insektisida -Meningkatkan kualitas &kuantitas tanaman -Meningkatkan kemampuan SDM di bidang teknologi rekombinan DNA dan keamanan hayati

INPUT TERKONTROL

INPUT TIDAK

TERKONTROL

Harga benih tan PRG tinggi Besarnya biaya utk pengujian keamanan hayati Biaya investasi teknologi yg tinggi Keterbatasan infrastruktur

Page 180: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

157

dan pelaksanaan peraturan harus dapat berjalan dengan seimbang, sehingga output

yang tidak diharapkan dapat dikelola menjadi input yang dapat dikendalikan.

Secara umum, kebijakan pengelolaan PRG dapat dituangkan dalam bentuk

model konseptual pengelolaan yang mengacu kepada pembangunan pertanian

berkelanjutan terdiri dari kelembagaan atau aktor pelaksana, adanya dukungan

pendanaan, sistem pengelolaan (management) yang berlandaskan pada peraturan

dan undang-undang (Gambar 2).

Legal review

Analisis Kelayakan

ekonomi

(Teknologi bru vs teknolgi

konvensional)

Pendidikan dan

Partisipasi Masyarakat

AHP- Faktor

- Kriteria

- Alternatif kebijakan

ISM(Interpretative

Structural Modelling)

Content

Analysis

MDS

Status

Keberlanjutan

Ekologi

EkonomiSosial

TeknologiHukum&

Kelembagaan

Peraturan dan Undang-

undang

Dukungan

Pendanaan

Kelembagaan &

Aktor Pengelola

Sistem

Pengelolaan

Struktur

aktor

Struktur

kendala

Struktur

alternatif

Pembangunan

pertanian

berkalanjutan

Gambar 2. Bagan alir model konseptual strategi kebijakan pengelolaan PRG

Model pengelolaan diawali dengan pembentukan lembaga pengelola

(institutional arrangement) yang telah diatur di dalam Perpres 39/2010,

tersedianya sumber pendanaan yang memadai dalam mengelola bidang

lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi yang berkelanjutan dengan melibatkan

peran serta masyarakat, institusi pemerintah dan pihak swasta. Penanganan sektor

lingkungan, teknologi, dan partisipasi masyarakat, sangat terkait dengan sistem

pengelolaan, pendanaan dan peraturan yang berkelanjutan.

Page 181: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

158

Secara lebih rinci, beberapa hambatan atau kendala terkait dengan

pengelolaan PRG dan alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk

mengatasinya telah dibahas dalam analisis kebijakan pengelolaan PRG

menggunakan metoda pengambilan keputusan berdasarkan justifikasi pakar

dengan metoda AHP dan ISM. Dari hasil analisis diketahui bahwa kendala utama

dalam pengelolaan PRG adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam

melaksanakan penelitian dan penyelesaian pedoman teknis terkait keamanan

hayati PRG. Tetapi pedoman teknis keamanan lingkungan PRG telah disahkan

sejak tahun 2012 dalam Per Men LH 25/2012, diharapkan pedoman teknis pakan

dan pedoman untuk penelitian PRG juga dapat diselesaikan secepatnya. Hambatan

yang ditemukan dalam pengelolaan PRG, dapat diselesaikan jika terdapat

komitmen dan koordinasi di lembaga pelaksana, sesuai dengan prioritas

pembangunan pertanian yang telah ditetapkan.

Alternatif yang dipilih untuk mengatasi hambatan dalam pengelolaan PRG

adalah pelaksanaan yang sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang telah

ditetapkan serta meningkatkan kemampuan TTKH PRG dalam melakukan

pengkajian dokumen keamanan hayati PRG. Peraturan dan undang-undang yang

mengatur tentang keamanan hayati PRG telah tersedia, hanya diperlukan

komitmen dan monitoring terhadap pelaksanaan dari peraturan tersebut. Demikian

juga dengan keanggotaan TTKH PRG harus berdasarkan keahlian dan kepakaran

yang sesuai dengan bidang keamanan hayati PRG.

Page 182: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

159

KESIMPULAN UMUM

1. Tidak terdapat pengaruh negatif Padi Bt PRG terhadap populasi serangga non

target dan musuh alami potensial yang ditemukan di LUT, berdasarkan

pengujian keamanan lingkungan.

2. Berdasarkan hasil seleksi higromisin dan analisis PCR pada tanaman Padi

non-PRG kultivar Rojolele, Rojolele KA, Ciherang dan Pandan Wangi

generasi kesatu (T0) hasil penelitian gene flow dengan perlakuan jarak tanam

yang berbeda-beda (1,2,3,5,7,9,11,13 dan 15 meter), tidak ditemukan tanaman

yang positif membawa gen Cry IA(b).

3. Tanaman Padi Bt PRG tahan serangan hama penggerek batang kuning,

termasuk kategori layak untuk diusahakan, berdasarkan analisis finansial ex

ante, dengan metode anggaran parsial. Dengan berkurangnya penggunaan

insektisida 10% sampai 50% dan asumsi harga benih tanam (benih pokok)

sama dengan Padi non-PRG yakni Rp 20.000, diperoleh nilai investasi (B/C

ratio) 1,02 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,01 untuk aplikasi insektisida

50%. Jika harga benih 50% lebih tinggi, maka diperoleh nilai investasi (B/C

ratio) 1,52 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,50 untuk aplikasi insektisida

50%. Angka ini termasuk pada kategori usahatani dapat dilanjutkan untuk

tujuan komersialisasi.

4. Persepsi petani terhadap keamanan tanaman PRG masih sangat rendah,

demikian juga dengan pengetahuan petani terhadap tanaman Padi Bt PRG

yang ramah lingkungan. Lebih dari 65% petani menyatakan tidak tahu tentang

Padi Bt, dan hanya sekitar 20% petani dari wilayah Subang yang mengetahui

bahwa Padi Bt PRG lebih ramah lingkungan dibandingkan tanaman Padi non-

PRG.

5. Umumnya petani bersedia menanam Padi Bt PRG (sekitar 90%) untuk

wilayah Karawang dan Sukabumi, kecuali petani dari wilayah penelitian

Subang, hanya 35% petani yang menyatakan bersedia menanam Padi Bt PRG.

6. Kebijakan pengelolaan PRG pada saat sekarang termasuk kategori cukup

berkelanjutan dengan nilai 58.99% pada skala ordinasi 1-100%. Dari lima

dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi ekologi, dimensi ekonomi,

Page 183: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

160

dimensi sosial dan dimensi kelembagaan tergolong pada kondisi cukup

berkelanjutan, kecuali untuk dimensi teknologi, tergolong pada kondisi

kurang berkelanjutan.

7. Faktor-faktor sensitif sebagai pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan

pengelolaan PRG adalah:

a. Dimensi ekologi yaitu perpindahan (crossing) material genetik dari padi

Bt PRG ke tanaman padi non PRG, dampak Padi Bt PRG terhadap

organisme perairan, pengaruh Padi Bt PRG pada organisme non target

potensial dan keanekaragaman hayati, potensi tanaman PRG menjadi

gulma, dan keamanan PRG terhadap kesehatan manusia.

b. Dimensi ekonomi yaitu tingkat ketergantungan petani terhadap benih

PRG, harga jual benih PRG yang terjangkau, peningkatan pendapatan

petani, dan stabilitas produksi tanaman PRG.

c. Dimensi sosial yaitu ketersediaan informasi bagi masyarakat mengenai

PRG, dan persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap PRG.

d. Dimensi teknologi yaitu jumlah PRG yang telah dilepas dan

memperoleh izin peredaran di Indonesia serta kemampuan SDM dalam

riset rekombinan DNA.

e. Dimensi kelembagaan yaitu peraturan perundang-undangan tentang

PRG dan pelabelan PRG.

8. Menurut analisis kebijakan dengan metode pengambilan keputusan (AHP)

diperoleh 4 level hirarki yaitu tujuan, faktor, kriteria dan alternatif. Untuk

faktor lingkungan, prioritas utama berdasarkan judgement pakar adalah

perpindahan material genetik dari tanaman PRG ke tanaman non-PRG.

Peningkatan pendapatan petani adalah prioritas utama untuk aspek ekonomi,

keamanan PRG terhadap kesehatan manusia merupakan prioritas utama untuk

aspek sosial dan kemampuan dalam melakukan pengujian keamanan hayati

untuk aspek teknologi.

9. Pada level alternatif , disepakati bahwa law enforcement terhadap peraturan

dan undang-undang merupakan prioritas dalam strategi pengelolaan PRG.

Page 184: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

161

10. Lima lembaga yang paling berperan dalam pengelolaan PRG berdasarkan

metode ISM dengan matriks driver power adalah Kementan, BPOM, KLH

dan diikuti oleh KKH PRG, TTKH PRG pada level kedua.

11. Kendala utama dalam strategi pengelolaan PRG menurut hasil pengolahan

data dengan ISM, diperoleh elemen belum diselesaikannya pedoman teknis

pengkajian keamanan hayati dan terbatasnya jumlah pakar di bidang

keamanan hayati merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan.

SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan penelitian, beberapa

saran dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Pada pengujian keamanan lingkungan yang telah dilakukan pada tanaman

Padi Bt PRG, disarankan untuk melengkapi data dengan justifikasi jenis-

jenis serangga non target potensial yang biasa berada di lokasi penelitian

sebelum penanaman Padi Bt PRG, sehingga dapat diketahui jenis-jenis

serangga yang biasa terdapat di lokasi sebelum penanaman dan setelah

ditanami dengan Padi Bt PRG.

2. Komunikasi risiko dan pengelolaan risiko sebagai bagian dari analisis

risiko terhadap PRG, harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

dan undang-undang yang telah ditetapkan agar pengelolaan PRG

berkelanjutan dapat tercapai. Pendidikan dan pengetahuan masyarakat

terkait PRG harus ditingkatkan melalui kegiatan sosialisasi dan informasi

yang murah dan mudah diakses.

3. Belum diselesaikannya sejumlah pedoman teknis dalam pelaksanaan

peraturan dan undang-undang terkait PRG, dapat menghambat pelaksanaan

pengelolaan PRG di Indonesia, maka disarankan untuk segera menetapkan

pedoman-pedoman teknis seperti pedoman keamanan pakan, pedoman

pelaksanaan penelitian di Laboratorium dan FUT, dan pedoman

pengawasan dan pengendalian terhadap peredaran PRG di Indonesia.

Page 185: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

162

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah AB, Ito S, Adhana K. 2005. Estimate of rice consumption in Asian

countries and the world towards 2050. Tottori University.

http://www.ipni.net/ppiweb/bcropint.nsf/webindex/A6E539E7C275E3E4

85256BDC00731AA9/file/BCI-RICEp12.pdf. [12 Maret 2011]

Adiwibowo S, Buchori D, Santosa DA, Kartodiharjo H, Triwidodo H. 2005.

Partisipasi masyarakat dan kebijakan bioteknologi di Indonesia:

Tantangan, kendala dan peluang. Cetakan pertama. KEHATI. Jakarta

Alcantara EP et al. 2000. Investigation of Bacillus thuringiensis δ-endotoxin

binding to midgut receptors of rice stem borers. International Rice

Genetics Symposium. IRRI. 221 hlm.

Alvarez-Morales A. 2006. Session IV: Identifying and defining hazards and

potential consequences III: Concepts for problem formulation and non-

target risk assessment. Environ Biosafety Res. 5:189-192.

Amuwitagama I. 2002. Analysis of pest management method used for rice stem

borer (Scirpophaga incertulas) in Sri Lanka based on the concept of

sustainable development [tesis]. Lund University International Master’s

Programme in Environmental Sciences.

Araya-Quesada M, Degrassi G, Ripandelli D, Craig W. 2010. Key elements in a

strategic approach to capacity building in the biosafety of genetically

modified organisms. Environ Biosafety Res. 9(1): 59-65.

Ardjanhar A, SS Siwi, E Mahrub. 2004. Peranan parasitoid telur penggerek

batang padi pada lahan yang diaplikasi insektisida kimia di daerah

Indramayu. Dalam Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam

Perubahan Lingkungan dan Sosial. Bogor. Perhimpunan Entomologi

Indonesia. 5 Oktober 2004.

Auer C. 2008. Ecological risk assessment and regulation for genetically-modified

ornamental plants. Plant Sci. 27(4):255-271.

Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH). 2010. Keputusan Domestik dan Berita

keamanan produk bioteknologi dan status perakitan tanaman produk

bioteknolo[on line] http://www.indonesiabch.org/beritaindex.php.

Bahagiawati AH et al. 2003. Pembangunan kemampuan di bidang bioteknologi

dan keamanan hayati di Indonesia. Proyek National Biosafety Framework

GEF-UNEP. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Bahagiawati AH, EM Lokollo, Supriyati, Sutrisno. 2007. The Cost of research

and development for producing a transgenic crop and Its biosafety

regulation compliance in Indonesia. Asian Biotechnol and Dev. 11(1): 5-

11.

Page 186: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

163

Baihaki A. 2002. Rekayasa Genetik: Tantangan dan harapan dalam rekayasa

genetik: Tantangan dan Harapan Unpad Press, Bandung.

Barratt BIP, Howarth FG, Withers TM, Kean JM, Ridley GS. 2010. Progress in

risk assessment for classical biological control. Biological Control 52:

245-254.

Breitler JC et al. 2000. Expression of a Bacillus thuringiensis cry1B synthetic

gene protects Mediterranean rice against the striped stem borer. Plant

Cell Rep. 19:1195-1202.

Baum JA, Kakefuda M, Gawron-Burke C. 1996. Engineering Bacillus

thuringiensis bioinsecticides with an indigenous site-specific

recombination system. Appl Environ Microbiol. 62(12): 4367-4373.

Bermawie N et al. 2003. Survei perkembangan dan dampak pelepasan produk

rekayasa genetik (PRG) dan produk komersialnya. Final report. Nasional

Biosafety Framework GEF-UNEP. Ministry of Environment, Jakarta.

Indonesia.

Birch ANE et al. 2004. Biodiversity and non-target impacts: a case study of Bt

maize in Kenya. Di dalam: Hilbeck A and Andow DA, editor.

Environmental risk assessment of genetically modified organisms. A case

study of Bt maize in Kenya.CAB International 2004: 117-186.

Brockett P, Levine P. 1984. Statistics and probability and their applications.

Saunders college publishing. Philadelphia.

Brookes G, Barfoot P. 2003. GM Rice: Will this lead the way for global

acceptance of GM crop technology? ISAAA Brief No 28: 1-52.

Bravo A, Likitvivatanavong S, Gill SS, Soberon M. 2011. Bacillus thuringiensis:

A Story of a successful bioinsecticide. Insect Biochemistry and Molecular

Biol.(41) 423-431.

Ceccarelli S, Grando S, Maatougui M, Michael M, Slash M, et al. (2010) Plant

breeding and climate changes. Journal of Agricultural Science,

Cambridge 148, 627-637.

Chen LJ, Lee DS, Song ZP, Suh HS, Lu BR. 2004. Gene flow from cultivated

rice (Oryza sativa) to its weedy and wild relatives. Ann Bot 93:67-73.

Chen M et al. 2006. Field assessment of the effects of transgenic rice expressing

a fused gene of cryI Ab and cryI Ac from Bacillus thuringiensis Berliner

on nontarget planthopper and leafhopper populations. Environ Entomol

35 (1):127-134.

Page 187: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

164

Chen Y et al. 2010. Transgenic rice plants expressing a fused protein of Cry

IAb/Vip3H has resistance to rice stem borers under laboratory and field

conditions. J Econ Entomol. 103(4):1444-1453.

Cheng X, Sardana R, Kaplan H, Altosaar I. 1998. Agrobacterium - transformed

rice plants expressing synthetic cry IA(b) and cry IA(c) gene are highly

toxic to striped stem borer and yellow stem borer. Proc Natl Acad Sci

95:2767-2772.

Conko G. 2003. The benefits of biotech. Regulation Spring: 20-25.

Cogoy M, Steininger KW. 2007. The economics of global environmental change.

International cooperation for sustainability. Edward Elgar Pub. Limited.

USA.

Cunningham WP, Saigo BW. 2001. Environmental Science: A global concern,

Sixth edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. 249-260.

Datta K et al. 1998. Constitutive and tissue-specific differential expression of the

cry IA(b) gene in transgenic rice plants conferring resistance to rice insect

pest. Theor Appl Genet 97: 20-30.

Daly HV, Doyen JT, Parcell A. 1998. Introduction to Insect Biology and

Diversity. Oxford New York – Oxford Univ. Press. 529 – 558.

Deswina P, Usyati N, Slamet-Loedin IH. 2009. Pengaruh padi transgenik

mengandung gen Cry 1A(b) terhadap populasi serangga non-target di

lapangan uji terbatas. J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(2): 95-

100.

Dunn WN. 2003. Pengantar analisis kebijakan public. Ed ke-2. Wibawa S et al.

penerjemah; Darwin M, penyunting. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press. Terjemahan dari: Public policy analysis: An

Introduction 2nd

.

Environmental Protection Agency (EPA). 1999. Pesticide Fact Sheet: Bacillus

thuringiensis Cry IAb Delta-Endotoxin and The Genetic Material

Necessary for It’s Production (Plasmid vector pZ 01502) in corn (Bt 11).

Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan: Metode penelitian untuk pascasarjana.

IPB Press. Bogor.

Fauzi A dan Anna Z. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan.

Untuk Analisis Kebijakan. Jakarta, Gramedia.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Biotechnology and food

security. Rome, Italy [on line] www.fao.org. [12 Maret 2011]

Page 188: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

165

[FAPRI] Food and Agricultural Policy Research Institute. 2004. The US and

world agricultural outlook, Iowa State University and the University of

Missouri.

Garcia-Alonso M et al. 2006. A tiered system for assessing the risk of

genetically modified plants to non-target organisms. Environ Biosafety

Res 5 (2):57-65.

Gatehouse GA. 2008. Biotechnological prospects for engineering insect-resistant

plant. Plant Physiol 146:881-887.

Ghareyazie B et al. 1997. Peningkatan ketahanan terhadap dua penggerek batang

pada padi aromatik yang memiliki gen cry IA(b) sintetik. Willy bayuardi

Suwarno, penerjemah; Mol Breeding 3: 401-404. Kluwer Academic Pub.

Belgium. Terjemahan dari: Enhanced resistance to two stem borer in an

aromatic rice containing a synthetic cry IA(b) gene.

Greenberg BM, Glick BR. 1993. The use of recombinant DNA technology to

produce genetically modified plants. Di dalam: Glick BR, Thompson JE,

editor. Methods in plant molecular biology and biotechnology. New

York. 1–10.

Groote HD, Overholt WA, Ouma JO, Wanyama J. 2011. Assessing the potential

economic impact of Bacillus thuringiensis (Bt) maize in Kenya. African J

of Biotechnol. 10(23):4741-4751.

Halsey ME. 2006. Integrated confined system for genetically engineered plants.

Program for Biosafety Systems. Donald Danforth Plant Science

Center.Washington D.C.

Hao C, YongJun L, Qi Fa Z. 2009. Review and prospect of transgenic rice

research – Document transcript. Review Chinese Science Bulletin.

Science In China Press. Wuhan 430070, China.

Harst M, Cobanov B, Hausmann L, Eibach R, Tӧ pfer R. 2009. Evaluation of

pollen dispersal and cross pollination using transgenic grapevine plants.

Environ Biosafety Res. 8: 87-99.

Herman M. 2009. Tanaman produk rekayasa genetik dan kebijakan

pengembangannya. Teknologi rekayasa genetik dan status penelitiannya

di Indonesia. Vol. 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Page 189: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

166

Herman M. 2009. Tanaman produk rekayasa Genetik dan kebijakan

pengembangannya. Status global tanaman produk rekayasa genetik dan

regulasinya. Vol. 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Ho NH, Uyen NV, Datta K, Datta SK. 2001. Production of transgenic rice plants

resistant to yellow stem borer and herbicide in two Vietnamese varieties

via Agrobacterium tumefaciens. Omonrice. 9:30-35.

Hofte H, Whiteley HR. 1989. Insectisidal crystal proteins of Bacillus

thuringiensis. Microbiol Rev. 53: 242-255.

Howell VD, John TD, Alexander P. 1998. Introduction to insect biology and

diversity. Oxford New York- Oxford Univ. Press: 3-20

Hilbeck D, Andow DA. 2004. Environmental risk assessment of genetically

modified organisms 1. CABI Publishing.

Huang J, Hu R, Rozelle S, Pray C. 2001. Insect resistant GM rice in farmer’s

field:Assessng productivity and health effects in China. Science: 688-690.

Hüsken A, Prescher S, Schiemann J. 2010. Evaluating biological containment

strategies for pollen-mediated gene flow. Environ Biosafety Res. 9:67-73.

[IRRI] International Rice Research Institute. 2003. Kinds of rice insect pest based

on modes of feeding. Rice doctor. http://knowledgebank.irri.org [26

Oktober 2011].

[ISAAA] International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications.

2013. Summary. Global Review of Commercialized Transgenic Crops.

[on line] http://www.isaaa.org/ [23 November 2012].

Icoz I, Stotzky G. 2008. Fate and effects of insect-resistant Bt crops in soil

ecosystems. Soil Biol and Biochem J. 40: 559-586.

Ignacimuthu S, Arockiasamy S, Terada R. 2000. Genetic transformation of rice:

Current status and future prospects. Current Science. 79(2):186-195.

James C. 2010. Global status of commercialized biotech/GM crops: 2010. Brief

42 ISAAA.

James C. 2012. Global status of commercialized biotech/GM crops: 2011.

ISAAA. Seminar Nasional Jakarta Indonesia 20 Februari 2012.

Jeong et al. 2005. Cytologycal characterization of interspecific hybrids in rice

(Oryza sativa L.). Korean J Breed. 37(1):52-56.

Page 190: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

167

Josine TL, Ji J, Wang G, Guan CF. 2011. Advances in genetic engineering for

plants abiotic stress control. African J of Biotechnol. 10(28): 5402-5413.

Kartasapoetra AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi aksara.

Jakarta.

Kartodiharjo, H. 2009. Sumberdaya Alam, Komoditi dan Arah Pengelolaannya.

Bahan Kuliah Pasca Sarjana PSL IPB.

Kementerian Pertanian. 2013. Konsep strategi induk pembangunan pertanian

2013-2045. Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan. Solusi pembangunan

Indonesia masa depan. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal

Kementerian Pertanian. 2-26

Khan EU, Liu JH. 2009. Plant biotechnological approaches for the production and

commercialization of transgenic crops. Review. Biotechnol & Biotechnol

EQ. 23(3): 1281-1288.

Kropff MJ, Struik PC. 2002. Developments in Crop Ecology. NJAS. 50(2): 223-

237.

Kuo W, Chak K. 1996. Identification of novel cry-type genes from Bacillus

thuringiensis strains on the basis of restriction fragment length

polymorphism of the PCR amplified DNA. Appl Environ Microbiol

62(4): 1369-1377.

Laporan Teknik Kegiatan Penelitian Bioteknologi Tahun Anggaran 2006, 2007

Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia.

Laporan KKH PRG. 2012. Sekretariat KKH PRG. Kementerian Negara

Lingkungan Hidup. Jakarta.

Lee M, Yeun L, Abdullah R. 2006. Expression of Bacillus thuringiensis

insecticidal protein gene in transgenic oil palm. Electronic J of Biotechnol

9(2): 117-126.

Lemaux PG. 2009. Introduction to genetic modification. Agricultural

Biotechnology in California Series. Pub. 8178.

http://ucbiotech.org/resources/factsheets/8178.pdf [14 September 2011].

Lenin K, Udayasurian V, Kannaiyan S. 2007. Diversity in cry genes of Bacillus

thuringiensis. National Biodiversity Authority. Chennai Tamil Nadu.

India

Lottmann J, Berg G. 2001. Phenotypic and genotypic characterization of

antagonistic bacteria associated with roots of transgenic and non-

transgenic potato plants. Microbiol Res. 156:75-82.

Page 191: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

168

Lu B-R, Sweet J. 2010. Challenges and opportunities in environmental biosafety

research. Environ Biosafety Res. 9:1-3

Lynch RE, Wiseman BR, Plaisted D, Warnick D. 1999. Evaluation of transgenic

sweet corn hybrids expressing cry IA(b) toxin for resistance to corn

earworm and fall armyworm (Lepidoptera: Noctuidae). J of Economic

Entomol. 2:26-32.

MacMahon RR. 2000. Genetic Engineering of crop plants. Yale-New Haven

Teachers Institute. Bioethics. VII.

http://yale.edu/ynhti/curriculum/units/2000/7/00.07.02.x.html. [12

Oktober 2011].

Manshardt R. 2004. Crop improvement by conventional breeding or genetic

engineering: How different are they? Bio. 5:1-3.

Marfa V, Mele E, Vassal JM, Messeguer J. 2002. In vitro insect-feeding bioassay

to determine the resistance of transgenic rice plants transformed with

insect resistance genes againts striped stem borer (Chilo suppressalis).

In vitro Cellular and Dev Biol Plant. 38: 310-315.

Marimin, 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta

McCammon SL. 2010. Biosafey research and risk assessment (Session I). Environ

Biosafety Res. 5(4):177-182.

Mimura M, Lelmen KE, Shimazaki T, Kikuchi A, Watanabe KN. 2008. Impact of

environmental stress-tolerant transgenic potato on genotypic diversity

of microbial communities and soil enzyme activities under stress

conditions. Microbes Environ. 23(3):221-228.

Mitchell B, Setiawan B, Rahmi DH. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan. Gadjah Mada University Press. IKAPI. Yogyakarta

Moghaieb REA. 2010. Transgenic rice plants expressing cry 1la5 gene are

resistant to stem borer (Chilo agamemnon). GM Crops. 1(5): 288-293.

Mohanty S. 2010. Climate change and its impact on rice, the irrigation schemes

and the market. Di dalam: European Agricultural Economics

Association’s special seminar on Climate Change, Food Security and

Resilience of Food and Agricultural Systems in Developing Countries:

Mitigation and Adaptations 20-27 Nov 2010, Stuttgart, Germany. 86-

97.

Mulyaningsih ES, Deswina P, Slamet-Loedin IH. 2009. Dampak padi transgenic

mengekspresikan gen Cry IA(b) untuk ketahanan terhadap penggerek

batang di lapang terbatas terhadap serangga bukan sasaran. J Hama

dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 9 (2):85-91.

Page 192: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

169

Munasinghe M. 1993. Environmental economics and sustainable development

Vol 3. World Bank Environment Paper. Washington DC. USA. 112 p.

Nasir. M. 2002. Bioteknologi: Potensi dan keberhasilannya dalam bidang

pertanian . PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 165-200.

Nayak P et al. 1997. Transgenic elite indica rice plant expressing cry IAc δ-

endotoksin of Bacillus thuringiensis are resistant against yellow stem

borer (Scirpophaga incertulas). Proc Natl Acad Sci USA 94: 211-216.

Newell P, Mackenzie R. 2000. The 2000 Cartagena Protocol on biosafety: legal

and political dimensions. Global Environ Change. 10: 313-317.

Novak FJ, Brunner H. 1992. Plant breeding: Induced mutation technology for

crop improvement. IAEA Bull 4: 25-33.

Pauwels K, Breyer D, De Schrijver A, Goossens M, Herman P. 2010.

Contributions from scientific research to the risk assessment of GMOs.

Lessons learned from a symposium held in Brussels, Belgium, 21-22

October 2010. Environ Biosafety Res. 9:113-121.

Prasetya B, Deswina P. 2009. Biotechnology research and integration with

industry. J of Biotech Res In Tropical Region. 2(2):2-6.

Pray ME, Ma D, Huang J, Qiao F. 2001. Impact of Bt Cotton in China. World

Dev. 29:813-825.

Pitcher TJ, Preikshot D. 2001. RAPFISH: a rapid appraisal technique to evaluate

the sustainability status of fisheries. Fisheries Res. 49:255-270.

Qaim M. 2009. The economics of genetically modified crops. The annual review

of resource economics. 1: 665-693.

http://www.annualreviews.org/doi/pdf/ [5 Nopember 2011].

Rahman M et al. 2007. Insect resistance and risk assessment studies of advanced

generations of basmati rice expressing two genes of Bacillus

thuringiensis. Electronic J of Biotechnol. 10(2): 240-251.

Raybould A. 2006. Problem formulation and hypothesis testing for environmental

risk assessments of genetically modified crops. Environ Biosafety Res.

5 (4):119-125.

Raybould A. 2011. The bucket and the searchlight: formulating and testing risk

hypotheses about the weediness and invasiveness potential of

transgenic crops. Environ Biosafety Res. 9:123- 133.

Page 193: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

170

Redona ED. 2006. Rice Biotechnology for Developing Countries in Asia.

Agricultural Biotechnology: Finding Common International Goals.

http://nabc.cals.cornell.edu/pubs/nabc_16/talks/redona.pdf.[18 Oktober

2011].

Reissig W et al. 1986. Illustrated guide to integrated pest management in rice in

tropical Asia. IRRI. Los Banos, Laguna, Philippines.

Rissler J, Mellon M. 1996. The ecological risks of engineered crops.

Massachusetts Institute of Technology. London. England.

Rodriguez RC, Nottenburg C. 2002. Antibiotic resistance genes and their use in

genetic transformation especially in plants. CAMBIA.

http:www.cambiaip.org/whitepapers/transgenic/ab_resistance/books/w

hole.pdf. [12 Nopember 2012].

Rogers P.P, Jalal K.F, Boyd J.A. 2007. An Introduction to Sustainable

Development. Earthscan, UK and USA.

Roth S, Hyde J. 2002. Partial budgeting for agricultural businesses. Agricultural

Research and Cooperative Extension College of Agricultural Sciences.

Penn State. http://www.cas.psu.edu {1 Oktober 2013}.

Roush RT. 1998. Two-toxin strategies for management of insecticidal transgenic

crops: can pyramiding succeed where pesticide mixtures have not? Phil

Trans Res Soc Lond B. 353: 1777-1786.

Rozelle S, Huang J, Hu R. 2000. Genetically modified rice in China: Effects on

farmers-in China and California. Giannini Foundation of Agricultural

Economics. Univ of California: 2-6

Saaty,R.W. and T.L. Saaty. 2003. Decision Making in Complex Environments:

The Analytical Hierarchy Process (AHP) for Decision Making and The

Analytical Network Process (ANP) for Decision Making with

Dependence and Feedback. Creative Decisions Foundation, Pittsburgh,

PA, http://www.SuperDecision,com [21 November 2012].

Salm T et al. 1994. Insect resistance of transgenic plants that express modified

Bacillus thuringiensis cry IA(b) and cry IC genes: a resistance

management strategy. Plant Mol Biol. 26: 51-59

Salim E.2005. Looking Back To Move Forward. Preface in Resosudarmo (edt):

The Politics and Economics of Indonesia’s Natural Resources. ISEAS,

Singapore.

Sanim B. 2003. Keterkaitan sumber daya alam dan lingkungan, pembangunan

ekonomi dan manajemen lingkungan. Materi kuliah ekonomi

sumberdaya alam dan lingkungan. Sekolah Pascasarjana IPB.

Page 194: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

171

Sanahuja G, Banakar R, Twyman RM, Capell T, Christou P. 2011. Bacillus

thuringiensis: a century of research, development and commercial

aplications. Plant Biotech J. 9: 283-300.

Shah F, Huang J, Cui K, Nie L, Shah T, et al. (2011) Impact of high temperature

stress on rice plant and its traits related to tolerance. J of Agricultural

Sci. Cambridge. 10: 1-12

Sharma KK, Sharma HC, Seetharama N, Ortiz R. 2002. Development and

deployment of transgenic plants: Biosafety considerations. In vitro cell

Dev Biol Plant. 38:106-115.

Slette J. 2010. Rice and corn update. Global agricultural information network.

USDA Foreign Agricultural Service. Voluntary Public.

Snow A, MacBryde B, Wozniak C, Daniell H, Hall L, Horak M, Strauss S. 2003.

Research needs & priorities for plants: Impacts and management of

gene flow In: Workshop “Future directions & research priorities for

the USDA biotechnology risk assessment grants program. Washington

DC June 9-10, 2003.

Soemarwoto O. 2002. Sikap Kehati-hatian Rekayasa Genetik. Di dalam: Rekayasa

Genetika: Tantangan dan harapan Unpad Press, Bandung: 12-19.

Srivastava SK et al. 2003. Stem borer of rice – wheat cropping system: status,

diagnosis, biology and management. Rice-wheat Consorsium Bulletin

Series. Rice-Wheat Consortium for the Indo- Gangetic Plains. New

Delhi. India.

Stein AJ, Rodriguez-Cerezo E. 2010. International trade and the global pipeline of

new GM crops. Nat Biotechnol. 28(1):23-25.

Sugandhy A, Hakim R. 2009. Pembangunan berkelanjutan berwawasan

lingkungan. Bumi Aksara.Jakarta. Ed. 1. 158 hal.

Soekartawi.1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta

Thiagarajasubramanian A. 2005. Recent advances in the genetic engineering of

rice crops. MMG 445 e-journal 1:1. www.msu.edu/course/mmg/445

[26 Oktober 2011].

Thomson JA. 2000. Genetic engineering of plants. Biotechnol III.7 p.

Tietenberg T, Lewis L. 2010. Environmental Economics and Policy. Sixth

Edition. Pearson Education. Inc. 15-90.

Tu J, Zhang G, Datta K, Xu C, He Y, Zhang Q, Khush G S, Datta S K. 2000.

Field performance of transgenic elite commercial hybrid rice

expressing Bacillus thuringiensis δ- endotoxin. Nature Biotechnol 18:

1101–1104.

Page 195: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

172

Undang-undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2004 Tentang Pengesahan

Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological

Diversity dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 21 Tahun

2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007.

Undang-undang No 32 Tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Jakarta.

Undang-undang No 18 Tahun 2012. Tentang Pangan. Badan Pengawas Obat dan

Makanan.

Vaughan DA, Morishima H, Kadowaki K. 2003. Diversity in the Oryza genus.

Current opinion in: Plant Biology. 6: 139-146.

Wang Z et al. 2002. Genetic analysis of resistance of Bt rice to stripe stem borer

(Chilo suppressalis). Euphytica.123: 379-386

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Terjemahan, Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

World rice production 2009 -2010. http://www.rice- trade.com/articles/rice-

production.html . [20 Oktober 2011].

Wraigt DL, Zangerl AL, Carrol MJ, Berenbaum MR. 2000. Absence of toxicity of

Bacillus thuringiensis pollen to black swallowtails under field

conditions. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 97:7700-7703.

Wu C, Fan Y, Zhang C, Oliva N, Datta SK. 1997. Transgenic fertile japonica rice

expressing a modified cry1Ab gene resistant to yellow stem borer.

Plant Cell Rep. 17: 129–132.

Yang Z, Chen H, Tang W, Hua H, Lin Y. 2011. Development and characterisation

of transgenic rice expressing two Bacillus thuringiensis genes. Pest

Manag Sci. 67: 414-422.

Ye GY, Yao HW, Shu QY, Cheng X, Hu C, Xia YW, Gao MW, Altosaar I. 2003.

High levels on stable resistance intransgenic rice with a Cry IA(b) gene

from Bacillus thuringiensis Berliner to leaffolder Cnaphalocrosis

medinalis (Guence) under field conditions. Crop Protection. 22: 171-

178.

Zheng K, Huang N, Bennet P, Khush GS. 1995. PCR-based marker assisted

selection in rice breeding. IRRI News Letter 2.

Page 196: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

173

Lampiran 1. Model penanaman untuk penelitian gene flow di daerah Karawang,

Jawa Barat, Tahun 2006

Padi non-PRG (border)

Padi PRG

Page 197: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

174

Lampiran 2. Komposisi larutan untuk reaksi PCR

Tabel 1. Komposisi volume untuk 1x reaksi PCR (15 µl)

No Bahan Konsentrasi

1 dNTP 0.05 mM

2 Taq Polymerase 0.05 µl

3 Primer forward Cry IAb 2.5 ng/ µl

4 Primer reverse CryIAb 2.5 ng/ µl

5 DNA sampel hasil isolasi 1 µl

6 d H2O agar reaksi mencapai 20 µl

Page 198: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

175

Lampiran 3: Contoh kuisioner untuk persepsi dan penerimaan petani terhadap

Padi Bt PRG

PERSEPSI DAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP

PADI Bt PRODUK REKAYASA GENETIK (PRG)

PETUNJUK PENGISIAN

1. Setiap responden diharapkan dapat menjawab semua pertanyaan dalam

kuisioner ini.

2. Untuk pertanyaan yang telah tersedia alternatif jawabannya, pilih salah satu

jawaban yang telah tersedia dengan memberikan tanda x pada kotak di

sebelah jawaban yang dipilih

3. Jawaban yang benar adalah pilihan yang sesuai dengan masing-masing

pendapat pribadi Bapak/Ibu

4. Untuk pertanyaan isian, tulislah jawaban yang sesuai dengan kondisi dan

pendapat Bapak/Ibu di tempat yang telah disediakan.

I. IDENTITAS RESPONDEN

Nomor : ……………… (diisi oleh petugas)

Nama : …………………………………………………………………

-l

Umur : …………………………… tahun

Alamat RT/RW :…………….

Dusun/Kecamatan/Kabupaten :…………………………………………………..

Pekerjaan lain selain bertani (jika ada, tolong disebutkan) : ……………….

Kelompok Tani : ……………………………………………..

(diisi jika Bapak/Ibu terdaftar sebagai anggota)

II. KARAKTERISTIK PENGETAHUAN RESPONDEN

Tingkat Pendidikan : 1. Apakah pendidikan formal terakhir Bapak/Ibu?

- -

Page 199: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

176

2. Berapakah kira-kira penghasilan yang Bapak/Ibu peroleh setiap bulan? -

3. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar tentang padi transgenik atau padi PRG?

4. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan/kursus/penataran/training yang berkaitan dengan produk transgenik (PRG) ?

5. Dari mana biasanya Bapak/Ibu memperoleh informasi tentang produk transgenik (PRG)

pe

1. Apakah menurut Bapak/Ibu, padi PRG tersebut aman untuk dikonsumsi oleh manusia?

2. Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk membeli beras yang berasal dari benih transgenik (benih PRG) jika tersedia di pasaran?

3. Kriteria yang lebih diutamakan dalam membeli/mengkonsumsi padi PRG

dari isu risiko dan keamanannya

4. Untuk menghindari tanaman padi Bapak/Ibu terserang oleh hama, tindakan apa yang lebih disukai?

(sebutkan)……………………………………………………………..

1. Dari mana biasanya Bapak/Ibu memperoleh benih padi?

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bahwa padi PRG lebih “ramah lingkungan”

dibandingkan dengan padi non PRG?

3. Apabila padi PRG telah tersedia di pasaran dengan sifat yang lebih unggul

(seperti tahan terhadap serangan hama) apakah Bapak/Ibu bersedia membeli

dengan harga

III. SIKAP DAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PRG

IV. OPINI DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PADI PRG

Page 200: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

177

4. Berapa harga yang selalu Bapak/Ibu bayar untuk memperoleh benih padi per

kg nya ? Rp ……………………………..

6. Berapa harga yang dapat Bapak/Ibu bayarkan seandainya padi PRG tahan

terhadap serangan hama tersebut sudah tersedia di pasaran: Rp………………..

5. Jenis padi varietas apa yang biasanya Bapak/Ibu beli untuk ditanam? Sebutkan ................................................. 7. Apa yang Bapak/Ibu harapkan dari padi PRG, pilih jawaban yang sesuai

dengan harapan Bapak/Ibu

No Sifat yang diinginkan dari padi PRG

Sangat setuju

setuju Tidak setuju

Tidak tahu

1. Produktifitas (hasil) tinggi

2. Tahan terhadap serangan hama

3. Tahan serangan penyakit

4. Bisa ditanam di lahan kering

5. Tahan rendaman

6. Tahan herbisida

7. Tahan naungan

8. Kandungan gizi

8. Apakah Bapak/Ibu bersedia menanam Padi PRG, jika produk sudah tersedia

di pasaran?

-ragu

9. Dalam membeli benih padi, kriteria/ pertimbangan apakah yang akan

Bapak/Ibu pilih ;

ama tertentu tapi panen 3 – 4 kali

setahun

– 4 kali setahun

Pilihan sendiri: ……………………………………………………………

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

Page 201: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

178

Lampiran 4. Uraian isi peraturan dan undang-undang yang menyebut penggunaan

dan pemanfaatan produk rekayasa genetic (PRG).

No Peraturan atau Undang-undang Ruang Lingkup

1. UU No 12 Tahun 1992 Pasal 8

Perolehan benih bermutu untuk

pengembangan budidaya tanaman

dilakukan melalui kegiatan penemuan

varietas unggul dan/atau introduksi dari

luar negeri

Pasal 12

1. Varietas hasil pemuliaan atau

introduksi dari luar negeri sebelum

diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh

Pemerintah

2. Varietas hasil pemuliaan atau

introduksi yang belum dilepas

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilarang diedarkan

2. UU No.7/1996 Pasal 3

Tersedianya pangan yang memenuhi

persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi

kepentingan kesehatan manusia

Pasal 13 ayat 1-2

1. 1. Setiap orang yang memproduksi pangan

atau menggunakan bahan baku, bahan

tambahan pangan dan atau bahan bantu lain

dalam kegiatan atau proses produksi pangan

yang dihasilkan dari proses rekayasa

genetika wajib terlebih dahulu

memeriksakan keamanan pangan bagi

kesehatan manusia sebelum diedarkan.

Pemerintah menetapkan persyaratan dan

prinsip penelitian, pengembangan, dan

pemanfaatan metode rekayasa genetika

dalam kegiatan atau proses produksi pangan

serta menetapkan persyaratan bagi

pengujian pangan yang dihasilkan dari

proses rekayasa genetika.

3. PP No 69/ 1999 Pasal 35 ayat 1-2

1. Pada label untuk pangan hasil rekayasa

genetika wajib dicantumkan tulisan

PANGAN REKAYASA GENETIKA.

Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika

Page 202: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

179

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

merupakan bahan yang digunakan dalam

suatu produk pangan, pada Label cukup

dicantumkan keterangan tentang pangan

rekayasa genetika pada bahan yang

merupakan pangan hasil rekayasa genetika

tersebut saja.

4. PP No.28/2004 Pasal 14 ayat 1-5

1.Setiap orang yang memproduksi pangan

atau mengunakan bahan baku, bahan

tambahan pangan, dan/atau bahan bantu lain

dalam kegiatan atau proses produksi pangan

yang dihasilkan dari proses rekayasa

genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan

keamanan pangan tersebut sebelum

diedarkan.

2. Pemeriksaan keamanan pangan produk

rekayasa genetika sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

a. informasi genetika, antara lain deskripsi

umum pangan produk rekayasa genetika dan

deskripsi inang serta penggunaannya sebagai

pangan;

b. deskripsi organisme donor;

c. deskripsi modifikasi genetika;

d. karakterisasi modifkasi genetika; dan

e. informasi keamanan pangan, antara lain

kesepadanan substansi, perubahan nilai gizi,

alerginitas dan toksisitas.

(3) Pemeriksaan keamanan pangan produk

rekayasa genetika sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan oleh komisi yang

menangani keanaman pangan produk

rekayasa genetika.

(4) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan

keamanan pangan produk rekayasa genetika

sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditetapkan oleh komisi yang menangani

keamanan pangan produk rekayasa genetika.

(5) Kepala Badan menetapkan bahan baku,

bahan tambahan pangan, dan/atau bahan

bantu lain hasil proses rekayasa genetika

yang dinyatakan aman sebagai pangan

dengan memperhatikan rekomendasi dari

komisi yang menangani keamanan pangan

produk rekayasa genetika.

5. UU 32 / 2009 Pasal 69 ayat (1)huruf g

Setiap orang dilarang melepaskan produk

rekayasa genetik ke media lingkungan

hidup yang bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan atau izin

Page 203: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

180

lingkungan

Pasal 101

Setiap orang yang melepaskan dan/atau

mengedarkan produk rekayasa genetik ke

media lingkungan hidup yang

bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan atau izin

lingkungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)

tahun dan denda paling sedikit Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan

paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga

miliar rupiah)

6. PerMentan 37/ 2011 Pasal 58

Untuk pengeluaran SDG hasil rekayasa

genetik selain mengikuti ketentuan dalam

pasal 56 dan pasal 57 harus mengikuti

ketentuan perundang-undangan tentang

keamanan hayati produk rekayasa

genetik.

7. PerMentan 61/ 2011 Tanaman PRG

Pasal 8

Jenis tanaman PRG meliputi tanaman

pangan PRG, tanaman perkebunan

PRG dan tanaman hijauan pakan ternak

PRG.

Pasal 9

(1) Uji adaptasi atau uji observasi

tanaman PRG sesuai komoditas

seperti tercantum pada Lampiran 1

sebagai bagian tidak terpisahkan

dengan peraturan ini, dapat dilakukan

setelah melalui proses

pengkajian keamanan lingkungan

tanaman PRG di LUT atau

bersamaan dengan proses pengkajian

keamanan lingkungan

tanaman PRG di LUT dengan tetap

mengikuti ketentuan LUT dan

ketentuan pelepasan varietas tanaman.

(2) Permohonan uji adaptasi atau uji

observasi yang dilakukan bersamaan

dengan proses pengkajian keamanan

lingkungan tanaman PRG di LUT

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diajukan secara tertulis kepada Menteri

Page 204: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

181

melalui Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian tembusan

kepada Menteri Negara Lingkungan

Hidup, Ketua KKH, Ketua BBN, dan

Kepala Badan Karantina Pertanian.

(3) Permohonan uji adaptasi atau uji

observasi tanaman PRG di LUT

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

harus dilengkapi dengan:

a. isian formulir seperti tercantum pada

Lampiran 3 sebagai bagian

tidak terpisahkan dengan Peraturan ini;

b. jawaban daftar pertanyaan seperti

tercantum pada Lampiran 4 sebagai

bagian tidak terpisahkan dengan

Peraturan ini;

c. lampiran informasi dan data yang

diperlukan, serta proposal uji

adaptasi atau uji observasi tanaman PRG

di LUT;

(4) Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian dalam

waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja

sejak menerima permohonan, harus

sudah mengusulkan kepada Ketua KKH

untuk penerbitan rekomendasi pengujian

keamanan lingkungan tanaman

PRG yang dilakukan bersamaan dengan

uji adaptasi atau uji observasi di LUT.

Pasal 10

Tata cara pemberian rekomendasi dari

Ketua KKH dan ijin uji adaptasi

atau uji observasi yang dilakukan

bersamaan dengan pengujian keamanan

lingkungan tanaman PRG di LUT oleh

Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian atas nama

Menteri Pertanian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 seperti

tercantum pada Lampiran 2 sebagai

bagian tidak terpisahkan dengan

Peraturan ini.

Pasal 11

(1) Hasil uji adaptasi atau uji observasi

yang dilakukan oleh penyelenggara uji

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

dan Pasal 9 dilampirkan pada dokumen

usulan pelepasan varietas.

Page 205: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

182

(2) Usulan pelepasan varietas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dievaluasi dan dinilai oleh TP2V. (3)

Hasil evaluasi dan penilaian TP2V

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

disampaikan kepada Ketua BBN sebagai

bahan pertimbangan usulan pelepasan

varietas oleh Menteri Pertanian.

Pasal 12

(1) Evaluasi dan penilaian oleh TP2V

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

dilakukan terhadap keunggulan dan

kesesuaian calon varietas yang akan

dilepas.

(2) Keunggulan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), antara lain:

a. daya hasil;

b. ketahanan terhadap organisme

pengganggu tumbuhan utama;

c. ketahanan terhadap cekaman

lingkungan;

d. kecepatan berproduksi;

e. mutu hasil tinggi dan/atau ketahanan

simpan;

f. toleransi benih terhadap kerusakan

mekanis;

g. tipe tanaman yang keindahan dan/atau

nilai ekonomis; dan/atau

h. batang bawah untuk perbanyakan

klonal, harus mempunyai perakaran yang

kuat, ketahanan terhadap hama/penyakit

akar dan kompatibilitas.

(3) Kesesuaian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), antara lain meliputi

sejarah, kebenaran silsilah, deskripsi dan

metoda pemuliaan.

Bab IV. Pelepasan

Pasal 13

(1) Calon varietas yang diusulkan untuk

dilepas dapat berasal dari pemuliaan di

dalam negeri atau berasal dari introduksi.

(2) Calon varietas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat berupa galur murni,

komposit, kultivar, klon, mutan, hibrida,

tanaman PRG dan/atau hasil teknik

pemuliaan lain.

(3) Calon varietas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dilepas apabila

Page 206: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

183

memenuhi persyaratan:

a. silsilah tanaman meliputi asal usul,

nama tetua, daerah asal, nama pemilik

atau penemu, perkiraan umur bagi

tanaman tahunan atau lama penyebaran

bagi tanaman semusim yang telah

berkembang di masyarakat (varietas

lokal) dan metoda pemuliaan yang

digunakan;

b. tersedia deskripsi yang lengkap dan

jelas, untuk identifikasi dan pengenalan

varietas secara akurat; c. menunjukkan

keunggulan terhadap varietas

pembanding;

d. unik, seragam dan stabil;

e. pernyataan dari pemilik bahwa benih

penjenis (breeder seed) tersedia baik

dalam jumlah maupun mutu yang cukup

untuk perbanyakan lebih lanjut; dan

f. dilengkapi data hasil pengujian

lapangan seluruh lokasi dan/atau

laboratorium.

(4) Untuk varietas introduksi selain

memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) harus

melampirkan ijin dari pemilik varietas.

(5) Untuk hibrida selain memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) deskripsi tetua harus

dilampirkan.

Pasal 14

Calon varietas tanaman PRG yang

diusulkan untuk selain memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 harus memenuhi ketentuan

keamanan hayati.

Pasal 15

(1) Varietas dari pemuliaan silang balik

yang ditujukan untuk perbaikan

sifat dan/atau penambahan satu sifat baru

dengan tidak merubah sifat-sifat lain

sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas

tanpa melalui uji adaptasi atau uji

observasi.

(2) Varietas dari pemuliaan silang balik

sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus mempunyai data bukti

kesesuaian deskripsi asli melalui uji

Page 207: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

184

petak pembanding.

(3) Petak pembanding sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) adalah varietas

asli yang dijadikan pembanding untuk

melihat kesamaan deskripsi dari varietas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pelepasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tetap mengikuti prosedur

pelepasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13.

Pasal 16

(5) Tanaman PRG yang berasal dari

varietas non PRG dan telah dilepas,

selanjutnya dilakukan perbaikan sifat

dan/atau penambahan satu sifat baru

dengan tidak merubah sifat-sifat lain

sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas

tanpa melalui uji adaptasi atau uji

observasi dengan tetap mengikuti

ketentuan pelepasan varietassebagaimana

dimaksud dalam pasal 13. (6) Tanaman PRG sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus

mempunyai data bukti kesesuaian

deskripsi asli melalui uji petak

pembanding.

(7) Petak pembanding sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) yaitu varietas asli

yang dijadikan pembanding untukmelihat

kesamaan deskripsi dari tanaman PRG

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(8) Tanaman PRG sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilepas,

apabila dilengkapi bukti kesesuaian

sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), dan sertifikat dan rekomendasi

keamanan lingkungan, keamanan

pangan dan/atau keamanan pakan

terlebih dahulu.

Pasal 23

(1) Penamaan varietas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 untuk tanaman

PRG harus ditambahkan kode PRG

(event).

(2) Penamaan varietas yang berasal dari

varietas yang telah dilepas harus

menggunakan nama varietas yang telah

dilepas dengan ditambahkan kode PRG.

Page 208: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

185

Pasal 25

Varietas tanaman PRG yang terbukti

tidak memberikan manfaat dan/atau

tidak layak sebagaimana dimaksud pada

Pasal 24 ayat (2)

a. Menteri Negara Lingkungan Hidup

mengusulkan kepada Menteri

Pertanian untuk mencabut keputusan

pelepasan atau peredaran varietas

tanaman PRG.

b. Tindakan pengendalian dan

penanggulangan serta penarikan varietas

tanaman PRG dari peredaran dilakukan

sesuai dengan ketentuan

UU No 18/2012 Pasal 77

(1) Setiap Orang dilarang memproduksi

Pangan yang dihasilkan dari Rekayasa

Genetik Pangan yang belum mendapatkan

persetujuan Keamanan Pangan sebelum

diedarkan.

(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan

atau proses Produksi Pangan dilarang

menggunakan bahan

baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau

bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa

Genetik Pangan yang belum mendapatkan

persetujuan Keamanan Pangan sebelum

diedarkan.

(3) Persetujuan Keamanan Pangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diberikan oleh Pemerintah.

(4) Ketentuan mengenai tata cara

memperoleh persetujuan Keamanan Pangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 78

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan dan

prinsip penelitian, pengembangan, dan

pemanfaatan metode

Rekayasa Genetik Pangan dalam kegiatan

atau proses Produksi Pangan, serta

menetapkan persyaratan

bagi pengujian Pangan yang dihasilkan dari

Rekayasa Genetik Pangan.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan

prinsip penelitian, pengembangan, dan

pemanfaatan metode

Rekayasa Genetik Pangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Pasal 137

Page 209: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

186

(1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan

yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik

Pangan yang belum

mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan

sebelum diedarkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal

77 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang melakukan kegiatan

atau proses Produksi Pangan dengan

menggunakan bahan baku,

bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain

yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik

Pangan yang belum mendapatkan

persetujuan Keamanan Pangan sebelum

diedarkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 77 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak

Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

Page 210: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

187

Lampiran 5: Kuisioner AHP untuk responden pakar

KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Nama Lengkap :

2. Pekerjaan/Institusi : …………………………………………………………..…

3. Keahlian : □ Biologi/ Kultur Jaringan/ Mikrobiologi

□ Kebijakan pemerintah

□ Biologi molekuler/Pemuliaan

□ Ekologi/Konservasi

□ Sosial, budaya dan kelembagaan

□ Ekonomi sumberdaya alam

□ Keanekaragaman hayati (Biodiversiti)

□ Entomologi

□ Ilmu lingkungan

□ Lainnya:.................................................................

4. Penelitian di bidang pengelolaan produk rekayasa genetik / tanaman, hewan, jasad renik

5. Pendidikan di Bidang : S1 : …................................................………..........………. S2 : …................................................………..........……….

S3: …................................................………….........……. 6. Alamat :

…………………...................................................………….. 7. Alamat E-mail : 8. Telepon/HP/Fax : /....……..…………...../.............………….. 9. Tanggal Pengisian Kuesioner: .....................................................

PENENTUAN KRITERIA DAN ALTERNATIF

KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN

PENGELOLAAN PRODUK REKAYASA GENETIK (PRG)

1. Penentuan Tujuan Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk

Padi Transgenik

Mohon diberikan tanda () pada kolom A, B, C, D atau E pada masing-

masing pernyataan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu jika pernyataan tersebut

dapat diidentifikasikan sebagai kriteria Tujuan Formulasi Kebijakan

Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik dimana:

A : Sangat setuju

B : Setuju

C : Cukup setuju

D : Kurang setuju

E : Tidak setuju

Page 211: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

188

Kriteria tujuan pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik secara berkelanjutan adalah:

No Tujuan A B C D E

1 Menjamin perlindungan aspek ekologis terhadap keanekaragaman hayati

2 Meningkatkan ekonomi masyarakat dengan memacu produksi padi nasional untuk mendukung ketahanan pangan

3

Keselarasan sosial dengan memperhatikan komunikasi risiko (Risk communication) dan managemen risiko (Risk management)dengan masyarakat

4 Memacu kemampuan di bidang teknologi rekombinan DNA

5 .........................................................................

2. Penentuan Aktor yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik

Mohon diberikan tanda () pada kolom A, B, C, D atau E pada masing-masing pernyataan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu jika pernyataan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai kriteria Aktor Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik dimana: A : Sangat berpengaruh

B : Berpengaruh C : Cukup berpengaruh D : Kurang berpengaruh E : Tidak berpengaruh

Kriteria aktor yang berpengaruh dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik adalah:

No Aktor A B C D E

1 Komisi Keamanan Hayati PRG

2 Tim Teknis Keamanan Hayati PRG

3 Kementerian Pertanian

4 Kementerian Negara Lingkungan Hidup

Page 212: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

189

5 Badan Pengawas Obat dan Makanan

6 Lembaga pemerintah Non Kementerian lainya

7 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

8 Pengembang teknologi

9 Petani

10 Masyarakat

11 Perusahaan Swasta Multinasional

12 Lainnya (jika ada mohon dituliskan):

3. Penentuan Faktor yang Diprioritaskan Dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik

Mohon diberikan tanda () pada kolom A, B, C, D atau E pada masing-masing pernyataan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu jika pernyataan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai kriteria Faktor yang menjadi prioritas dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik untuk Padi Transgenik, dimana:

A : Sangat diprioritaskan B : Diprioritaskan C : Cukup diprioritaskan D : Kurang diprioritaskan E : Tidak diprioritaskan

Kriteria faktor yang diprioritaskan dalam kebijakan pengelolaan Padi PRG secara berkelanjutan adalah:

No Faktor A B C D E

1 Kemampuan sumber daya manusia (SDM)

2 Kelengkapan infra struktur dan peralatan dalam penelitian

3 Ketersediaan budget penelitian, sampai tahap pengajuan keamanan hayati ( Financial)

4 Birokrasi atau prosedur memperoleh keamanan hayati dari Institusi terkait

5 Peraturan dan regulasi terkait PRG

6 Kerja sama nasional dan internaional

Page 213: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

190

7 Pedoman (guidelines) untuk pengajuan keamanan hayati PRG

8 Kerangka waktu (time frame) yang jelas untuk proses pengajuan keamanan hayati PRG

4. Penentuan Alternatif Strategi Dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik (PRG) untuk Padi Transgenik

Mohon diberikan tanda () pada kolom A, B, C, D atau E pada masing-masing pernyataan sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu jika pernyataan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai kriteria Alternatif yang diterapkan dalam Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik untuk padi transgenik, dimana:

A : Sangat sesuai B : Sesuai C : Cukup sesuai D : Kurang sesuai E : Tidak sesuai

Kriteria alternatif strategi yang diterapkan dalam pengelolaan padi transgenik adalah:

No Alternatif A B C D E

1 Menetapkan pedoman pengajuan keamanan lingkungan untuk persiapan komersialisasi

2 Mengembangkan kemampuan SDM di bidang bioteknologi dan pengujian keamanan hayati

3 Membuat skala prioritas nasional untuk mengembangkan PRG dalam negeri

4 Mengembangkan penelitian dan pengujian keamanan hayati untuk padi PRG berdasarkan metode ilmiah

5 Melakukan analisis sosial ekonomi terhadap prospek keberlanjutan padi PRG

6 Persiapan dana yang memadai dan konsisten sejak awal penelitian sampai pengujian keamanan hayati

7 Menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak luar

Page 214: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

191

191

Lam

pir

an 6

. K

uis

ioner

untu

k a

nal

isis

keb

erla

nju

tan p

engel

ola

an t

anam

an P

RG

den

gan m

etode

MD

S

Dim

ensi

Ek

olo

gi

dan

Kes

eha

tan

N

o

Atr

ibu

t S

kala

B

uru

k

Baik

N

ilai

Ket

1

. K

ond

isi

mer

ugik

an t

erhad

ap o

rgan

ism

e

no

n t

arget

dan

kea

nekar

agam

an h

ayat

i

po

tensi

al

(PP

No

21

/2

00

5 p

asal

8 &

27)

0 =

mem

usn

ahkan

1 =

meng

ub

ah p

op

ula

si

2 =

tid

ak m

erub

ah p

op

ula

si

0

2

S

ehar

usn

ya

tid

ak a

da

per

bed

aan p

op

ula

si

org

anis

me

pad

a la

han

yan

g

dit

anam

i

tanam

an P

RG

den

gan n

on P

RG

2.

Pen

gar

uh t

idak

lan

gsu

ng (

ind

irec

t

imp

act

) d

ari

tanam

an P

RG

ter

had

ap

eko

sist

em

0 =

Mem

pengar

uhi

eko

sist

em

1 =

Kem

ung

kin

an m

em

pen

garu

hi

2 =

Tid

ak a

da

pen

gar

uh

0

2

P

engar

uh

tid

ak

lang

sun

g

tid

ak

dap

at

dip

red

iksi

pad

a sa

at s

ekar

ang

3.

Dam

pak

ter

had

ap o

rgan

ism

e p

erai

ran

di

lokas

i p

enanam

an P

RG

0 =

mem

usn

ahkan

1 =

ter

jad

i p

erub

ahan

ju

mla

h p

op

ula

si

2 =

tid

ak m

erub

ah p

op

ula

si

0

2

T

erca

ntu

m

dal

am

p

edo

man

p

eng

kaj

ian

kea

manan

hayat

i P

RG

ta

hu

n

20

05

S

eri

Tan

aman

4.

Po

tensi

tan

am

an P

RG

menja

di

gulm

a

pad

a ar

eal

per

tanam

an

0 =

Mem

ilik

i p

ote

nsi

u

ntu

k b

erko

mp

etis

i

1 =

Kem

ung

kin

an b

erp

ote

nsi

men

jd g

ulm

a

2 =

Tid

ak b

erpo

tensi

menja

di

gulm

a

0

2

B

erd

asar

kan

P

edo

man

P

engkaj

ian

Kea

manan

H

ayat

i P

RG

. S

eri

T

anam

an

20

05

5.

Ter

jad

inya

per

pin

dah

an m

ater

ial

gen

etik

dar

i ta

nam

an P

RG

kep

ada

tanam

an n

on P

RG

(Ped

om

an p

engkaj

ian k

eam

anan

hayat

i

PR

G S

eri

tanam

an 2

00

5)

0 =

ter

jad

i p

erp

ind

ahan

genet

ik d

an

per

sila

ngan d

gn t

anam

an n

on P

RG

1 =

ter

jad

i p

erp

ind

ahan

genet

ik t

api

tid

ak

ada

per

sila

ngan

2 =

ti

dak

ad

a p

erp

ind

ahan

mate

rial

gen

eti

c

0

2

B

elu

m a

da

kes

epakat

an j

um

lah p

erse

nta

se

mat

eria

l genet

ik

yan

g

am

an

ji

ka

terj

adi

per

sila

ngan d

gn t

anam

an n

on P

RG

6.

Per

bai

kan

kuali

tas

lin

gk

ungan

akib

at

ber

kura

ng

nya

pen

ggu

naa

n p

esti

sid

a

0 =

kual

itas

lin

gku

ngan

leb

ih b

uru

k

1=

ti

dak

ad

a p

erb

edaa

n

thd

kual

itas

lin

gk

ungan

2 =

kual

itas

lin

gku

ngan

menja

di

leb

ih b

aik

0

2

T

anam

an

PR

G

tahan

h

am

a ak

an

men

gura

ngi

pen

gg

unaa

n

inse

kti

sid

a sh

g

ko

nd

isi

lin

gku

ngan

leb

ih b

aik

7.

Kea

manan

PR

G t

erhad

ap k

esehat

an

man

usi

a

(PP

No

21

/200

5 d

an P

edo

man

pen

gkaj

ian k

eam

anan

pan

gan )

0 =

menim

bulk

an g

ang

guan

th

d k

eseh

atan

man

usi

a

1 =

tid

ak m

enim

bulk

an p

engaru

h

2 =

Mem

buat

kese

hat

an m

enja

di

leb

ih b

aik

0

2

Page 215: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

192

192

Dim

ensi

Ek

on

om

i

No

Atr

ibu

t S

kala

B

uru

k

Baik

N

ilai

Ket

1

. S

tab

ilit

as p

rod

uk

si t

anam

an P

RG

leb

ih

terj

amin

0 =

tid

ak s

tab

il/l

ebih

ren

dah

1 =

tid

ak a

da

per

bed

aan j

um

lah

2 =

pro

duksi

tanam

an P

RG

leb

ih b

aik

0

2

D

engan

keun

ggula

n

sifa

t ta

nam

an

pad

i ta

han

ham

a,m

aka

kese

mp

ata

n

tanam

an b

erp

rod

uksi

leb

ih t

inggi

2.

Men

gura

ngi

bia

ya

pro

duksi

, k

aren

a

men

uru

nn

ya

bia

ya

sap

rota

n

0 =

bia

ya

pro

duksi

leb

ih t

ing

gi

1 =

tid

ak m

eng

ura

ngi

bia

ya

pro

duksi

2 =

bia

ya

pro

duksi

leb

ih r

end

ah

0

2

T

anam

an P

RG

tah

an s

erang

ga

ham

a

akan

m

en

gura

ngi

bia

ya

pem

beli

an

inse

kti

sid

a

3.

Ber

tam

bahn

ya

pen

dap

atan

pet

ani

pen

ggu

na

PR

G

0 =

pen

dap

atan

pet

ani

jad

i b

erkura

ng

1 =

tid

ak a

da

pen

ing

kat

an p

end

apat

an

2 =

pen

dap

atan

pet

ani

menin

gkat

0

2

4.

Har

ga

bel

i b

enih

pad

i P

RG

yang

terj

angkau o

leh p

etan

i

0 =

har

ga

ben

ih l

ebih

tin

ggi

1 =

har

ga

sam

a d

gn b

enih

no

n P

RG

2 =

har

ga

ben

ih l

ebih

mura

h

0

2

U

ntu

k m

em

per

ole

h b

enih

PR

G p

erlu

bia

ya

tin

ggi,

sehin

gga

har

ga

jual

juga

leb

ih

tin

ggi

dib

and

ing

kan

d

engan

ben

ih b

iasa

5.

Tin

gkat

ket

ergantu

ngan p

etan

i p

ada

ben

ih P

RG

0 =

har

us

sela

lu

mem

bel

i b

enih

b

aru ag

ar

dip

ero

leh k

ual

itas

yg s

am

a

1=

sa

ma

den

gan b

enih

no

n P

RG

2=

ti

dak

p

erlu

b

eli

ben

ih

seti

ap

kal

i ak

an

dit

anam

0

2

U

ntu

k

mem

per

ole

h

ben

ih

den

gan

kual

itas

op

tim

al h

aru

s m

em

beli

ben

ih

bar

u

6.

Jum

lah t

enaga

ker

ja d

i la

han

per

tania

n

0 =

le

bih

ban

yak

1 =

sa

ma

dengan l

ahan

per

tan

ian n

on P

RG

2 =

leb

ih s

edik

it

0

2

D

engan

keun

ggula

n

sifa

t ta

nam

an

PR

G,

dih

arap

kan

mam

pu

men

gura

ngi

jum

lah t

enaga

ker

ja

7.

Kes

ejah

tera

an p

etan

i p

eng

gun

a

0 =

menuru

n

1 =

tid

ak a

da

per

ub

ahan

2 =

menin

gkat

0

2

D

engan

keu

ngg

ula

n

sifa

t p

ada

tanam

an

PR

G,

akan

m

en

gura

ng

i

bia

ya

pro

duk

si.

Page 216: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

193

193

Dim

ensi

Sosi

al

Kem

asy

ara

ka

tan

N

o

Atr

ibu

t S

kala

B

uru

k

Baik

N

ilai

Ket

1

. P

erse

psi

dan

pen

erim

aan m

asy

arak

at

0 =

per

sep

si n

egat

if (

meno

lak)

1 =

tid

ak m

em

aham

i

2 =

per

sep

si p

osi

tif

(men

erim

a)

0

2

M

em

per

hat

ikan

pas

al

23

d

ari

Pro

toko

l C

arta

gen

a t

tg k

esad

ara

n d

an

par

tisi

pas

i m

asy

arakat

2.

Pen

did

ikan

yan

g b

enar

bag

i m

asyar

akat

tenta

ng P

RG

0 =

tid

ak a

da

sam

a se

kali

1 =

bel

um

mencuk

up

i

2 =

masy

arakat

tel

ah t

erd

idik

0

2

K

elan

juta

n

dar

i p

asal

2

3

(ayat

1

b)

dar

i P

roto

ko

l C

arta

gen

a

3.

Per

ub

ahan

ter

had

ap p

rinsi

p p

ener

apan

PH

T

0 =

bel

um

dit

erap

kan

1 =

han

ya

seb

agia

n d

itra

pkan

2 =

sud

ah d

iter

apkan

0

2

P

rod

uk p

adi

PR

G b

elu

m t

erse

dia

di

pas

aran

.

4.

Su

mb

er i

nfo

rmas

i te

rkai

t P

RG

0

= t

idak

men

cu

kup

i

1 =

han

ya

pad

a kal

angan t

erte

ntu

2 =

sud

ah m

encuk

up

i

0

2

M

erup

akan b

agia

n d

ari

tugas

BK

KH

Ind

ones

ia

seb

agai

sum

ber

in

form

asi

terk

ait

PR

G

5.

Keb

ebas

an p

etan

i d

alam

mem

ilih

PR

G

atau

no

n P

RG

0 =

tid

ak a

da

keb

ebas

an

1=

ti

dak

men

get

ahu

i

2=

m

em

ilik

i keb

ebas

an d

alam

mem

ilih

0

2

6.

Tin

gkat

pen

did

ikan

fo

rmal

pet

ani

pen

ggu

na

PR

G

0 =

ti

dak

sek

ola

h-S

D

1 =

S

MP

-SM

A

2 =

Sar

jana-

dst

0

2

B

erd

asar

kan

has

il su

rvey p

enuli

s d

i

lap

angan

7.

Pem

ber

dayaa

n p

etan

i d

alam

keg

iata

n

sosi

alis

asi

PR

G

0 =

tid

ak p

ernah

1 =

kad

ang

-kad

ang

2 =

ser

ing

0

2

B

erd

asar

kan

has

il su

rvey p

enuli

s d

i

lap

angan

8.

Per

an k

elo

mp

ok t

ani

dal

am

so

sial

isasi

PR

G

0 =

tid

ak a

da

per

an

1 =

kad

ang

-kad

ang

2 =

ser

ing

0

2

B

erd

asar

kan

has

il su

rvey p

enuli

s d

i

lap

angan

9.

Kei

kuts

erta

an p

ub

lik d

alam

kep

utu

san

pem

an

faat

an P

RG

0 =

tid

ak d

ilib

atkan

1 =

kad

ang

-kad

ang

2=

sela

lu

dil

ibat

kan

pad

a se

tiap

pen

gam

bil

an k

eputu

san t

enta

ng P

RG

0

2

K

eik

uts

erta

an p

ub

lik,

sesu

ai d

gn P

P

21

/20

05

pas

al 1

7 a

yat

1 d

an p

asal

21

Page 217: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

194

194

Dim

ensi

Tek

nolo

gi

N

o

Atr

ibu

t S

kala

B

uru

k

Baik

N

ilai

Ket

1

. K

em

am

puan S

DM

un

tuk m

elaku

kan

rise

t te

kno

logi

reko

mb

inan D

NA

0 =

bel

um

mm

ilik

i kem

am

puan

1 =

masi

h s

edik

it y

ang m

em

ilik

i

kem

am

puan

2 =

sud

ah b

anyak

yg m

em

ilik

i

kem

am

puan

0

2

T

erca

ntu

m d

alam

PP

21

/ 2

00

5 p

asal

11

d

an

20

te

nta

ng

kem

am

puan

mel

aku

kan

pen

elit

ian

d

an

pen

gem

ban

gan

utk

m

eng

has

ilkan

PR

G

Ber

das

arkan

surv

ey .

NF

P t

ahu

n 2

00

5

2.

Mem

ban

gun k

em

am

puan

(ca

pa

city

bu

ild

ing

) d

alam

mel

aku

kan

peng

uji

an

kea

manan h

ayat

i

0 =

bel

um

ad

a sa

ma

sekal

i

1 =

sud

ah a

da

tap

i b

elu

m m

em

adai

2 =

sud

ah m

encuk

up

i

0

2

M

em

ban

gun

kem

am

puan

d

an

kap

asit

as

SD

M

dan

kel

em

bagaa

n

mer

up

akan

am

anat

dar

i P

roto

ko

l

Car

tagena

pas

al

22

ser

ta P

P 2

1/2

005

pas

al 2

0

3.

Jum

lah S

DM

ter

lati

h y

ang m

em

ilik

i

kem

am

puan

dal

am

pen

elit

ian

reko

mb

inan D

NA

0 =

kura

ng d

ari

10

%

1 =

sek

itar

10

– 5

0 %

2 =

leb

ih d

ari

50

%

0

2

Ju

mla

h

SD

M

yan

g

mel

aku

kan

ri

set

reko

mb

inan D

NA

d

iam

bil

d

ari

tota

l

jum

lah p

enel

iti

bid

ang b

iote

kn

olo

gi

4.

Jum

lah P

RG

hasi

l L

itb

ang s

en

dir

i yan

g

tela

h d

ilep

as

0 =

bar

u s

atu p

rod

uk

1 =

1 –

10

2 =

leb

ih d

ari

10 P

RG

0

2

D

ata

dia

mb

il

dar

i has

il

kep

utu

san

KK

H y

ang t

elah d

ipub

likas

i m

elal

ui

BK

KH

Ind

ones

ia

Page 218: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

195

195

F. D

imen

si H

uk

um

dan

Kel

em

bagaan

No

Atr

ibu

t S

kala

B

uru

k

Baik

N

ilai

Ket

1

. L

abel

ing u

ntu

k P

RG

yan

g s

ud

ah

dik

om

ersi

alis

asik

an

(UU

69

/199

9)

0 =

bel

um

dit

erap

kan

1 =

masi

h d

alam

per

enca

naa

n

2 =

sud

ah d

iim

ple

menta

sikan

0

2

B

erd

asar

kan

pasa

l 35:

Pad

a la

bel

untu

k

pan

gan

h

asil

rekayas

a gen

etik

a w

ajib

dic

antu

mkan

tuli

san P

an

gan

R

ekayasa

G

enet

ika

2.

Ket

erse

dia

an p

eran

gkat

huk

um

dal

am

pen

gel

ola

an P

RG

0 =

bel

um

ter

sed

ia

1 =

masi

h d

alam

per

enca

naa

n

2 =

sud

ah d

iim

ple

menta

sikan

0

2

B

erd

asar

kan

UU

32

Tah

un 2

00

9 p

asal

69

dan

10

1

tenta

ng

Per

lind

un

gan

dan

P

engel

ola

an

Lin

gk

un

gan H

idup

3.

Sin

kro

nis

asi

keb

ijak

an d

ianta

ra L

PN

K

den

gan k

elem

bag

aan t

erkai

t

0 =

bel

um

ter

lak

sana

sin

kro

nis

asi

1 =

bar

u s

ebag

ian t

erla

ksa

na

2 =

sud

ah t

erla

ksa

na

dgn b

aik

0

2

4.

Ket

erse

dia

an p

erat

ura

n p

eru

nd

angan

terk

ait

PR

G

0 =

tid

ak t

erse

dia

1 =

bel

um

len

gkap

2 =

sud

ah t

erse

dia

den

gan

len

gkap

0

2

S

ud

ah

ters

edia

d

alam

b

entu

k

PP

, K

ep

Men

dan

UU

5.

Ket

erse

dia

an p

edo

man

dal

am

pen

gel

ola

an

PR

G

0 =

tid

ak t

erse

dia

1 =

bel

um

len

gkap

2 =

sud

ah t

erse

dia

den

gan

len

gkap

0

2

B

erd

asar

kan

PP

21

/200

5 p

asal

20

ayat

3 d

an 4

6.

Pen

gat

ura

n k

ew

enan

gan

dal

am

pen

angan

an P

RG

0

=

kel

em

bag

aan

terk

ait

tid

ak

mem

ilik

i kew

enan

gan

1=

bel

um

dii

mp

lem

enta

sikan

2=

su

dah

ber

jala

n d

engan

bai

k

0

2

B

erd

asar

kan

Per

pre

s N

o 3

9 /

20

10

7.

Per

an k

elem

bagaa

n t

erkai

t P

RG

0

= b

elu

m m

em

ilik

i p

eran

1 =

han

ya

seb

agia

n y

an

g b

erper

an

2 =

sud

ah b

erp

eran

dgn b

aik

0

2

B

erd

asar

kan

P

erp

res

39

/

20

10

te

nta

ng

Kel

em

bag

aan K

KH

PR

G

8.

Mek

anis

me

ker

ja a

nta

r kel

em

bag

aan

terk

ait

0 =

bel

um

ber

jala

n

1 =

bel

um

sep

enu

hn

ya

ber

jala

n

2 =

sud

ah b

erja

lan d

gn b

aik

0

2

P

P 2

1 /

20

05

pas

al 2

8

9.

Pea

ksa

naa

n k

erang

ka

waktu

dal

am

pro

sed

ur

pen

gaj

uan

kea

manan

hayat

i

0 =

bel

um

dil

aksa

nakaa

n

1 =

bar

u

seb

agia

n

2=

sd

h b

erja

lan s

esuai

dg

n a

tura

n

0

2

B

erd

asar

kan

atu

ran d

alam

PP

21

tah

un 2

00

5

pas

al 1

4 s

/d p

asal

17

dan

pas

al 2

1

Page 219: PUSPITA DESWINA - repository.ipb.ac.id · strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor,

196