PTERIGIUM Definisi Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular yang bersifat degenerative dan invasive. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Epidemiologi Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40 o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 o . Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini. Pterigium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita. Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi
16
Embed
Pterigium Pseudopterigium Uveitis Posterior by Fadil
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular yang bersifat degenerative dan invasive.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang
meluas ke daerah kornea.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan
Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-
15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya
meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis
lintang utara ini.
Pterigium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita. Jarang
sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun
mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai
insidensi pterigium yang paling tinggi
Etiopatofisiologi
Etiologi belum diketahui pasti. Teori yang dikemukakan :
1.Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya pterigium. Hal
ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat
equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.
2.Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan
bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis,
transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi
seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid
kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran
Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskular.
Klasifikasi
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat
terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-
sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense, gejala dapat timbul
lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit
naik/terangkat dan ini dapat menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan pembedahan.
Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang luas
(extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke
fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.
Gambar : Tampak jaringan fibrovaskuler konjungtiva.
Gejala
Merasa seperti kelilipan saat berkedip, dapat tidak memberikan keluhan.
Dapat memberikan keluhan mata iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang
akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak dibagian sentral atau di daerah kornea. Pterogium
dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi
(“iron line” dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium.
Pembuluh yang terdapat pada konjungtiva akan memberikan mata lebih merah.
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
1. Pemeriksaan Visus
2. Slit lamp
Tatalaksana
Pengobatan pterigum adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmatisma irregular atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu, atau udara kering dengan kacamata pelindung.
Bila terdapat tanda radang diberi air mata buatan bila perlu diberikan steroid. Bila terdapat delen (lekukan
kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu control dalam 2
minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan dihentikan.
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan penglihatan,
pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan
bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi membuat
permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan pterigium
menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai
dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan Tenon,
karena kadang menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya
dilakukan kauter untuk hemostasis sclera.
Komplikasi
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
Gangguan penglihatan
Kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Prognosis
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat ditolerir
pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan
setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus
terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga
beratnya atau derajat pterigium. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan
eksisi dan grafting.
PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini
terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak
pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
2.Progresifitas Bisa progresif atau
stasioner
Selalu stasioner
3.Riwayat peny. Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
4.Tes sondase Negatif Positif
Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat mengganggu visus,
atau alasan kosmetik.
UVEITIS POSTERIOR
Definisi
Uveitis posterior merupakan salah satu klasifikasi uveitis berdasarkan anatomis. Uveitis posterior
adalah radang uvea bagian posterior yang biasanya disertai dengan keradangan jaringan disekitarnya.
Inflamasi ini terletak dibagian uvea di belakang dengan batas basis vitreus. Jika mengenai retina disebut
retinitis dan jika mengenai vitreous disebut vitritis.
Gambar : Klasifikasi Uveitis secara Anatomi
Epidemiologi / Insidensi
Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000
penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Toxoplasma dianggap
sebagai penyebab 30-50% uveitis posterior. Syamsoe pada penelitiannya dalam periode Januari 1981 –
Maret 1982 terhadap 144 penderita uveitis menemukan 8 (5,56%) kasus disebabkan oleh toksoplasmosis.
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai
berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster,
dan afakia.
Etiologi
Penyebab dari uveitis posterior dapat dibagi atas dari penyakit infeksi (uveitis granulomatosa) dan