Psikolinguistik dan Pembelajaran Bahasa Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek –aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubunga n bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa. Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran. A. PENDAHULUAN Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima. Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa seperti social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya. Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks. Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik .[i] Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik, obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblang akan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran ( otak ) manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan kegagalan pendidikan dan pengajaran. B. PEMBAHASAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan
berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga study linguistik
perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebutpsikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia
yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek –
aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah
hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa.
Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa
dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli
sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari
kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang
menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan
bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam
memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran.
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatudengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalamsegala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidakdisertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa
itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempatbahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isipikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat untukmengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan,semuanya dapat diterima.
Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secarainternal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari strukturfonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternalberkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluarbahasa seperti social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunyadilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin inidiperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang
semakin kompleks.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaandengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi jugaberlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalamproses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam kaitannya denganpembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplinantara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikol inguist ik .[i]
Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik,obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblangakan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran ( otak )manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua bidang
ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan.
Namun keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai obyek formalnya. Hanya obyek materinya yang
berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau
proses berbahasa.[ii]
Robert Lado seorang ahli dalam bidang pembelajaran bahasa mengatakan bahwa psikolinguistik adalah
pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa,
bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak
begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau
sendiri-sendiri.
Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang
meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau
membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut.[iii]
Paul Fraisse menyatakan bahwa :” Psycholinguistics is the study of relations between our needs for
e xpression and communication and the means offered to us by a language learned in one’s childrood
and later”. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan – kebutuhan kita untuk
berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap
selanjutnya.[iv]
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang
jmengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimanakemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama
psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara
psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik
mencoba menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada
waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat peneturan itu.
Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama
berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran
dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasan- batasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan
sebagai berikut :[v]
a. Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak.
b. Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan kode.
c. Psikolinguistik sebagai pendekatan
d. Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa.
e. Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah.
Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa,
dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki
kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik )
Subdisiplin ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurology
telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak
itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan
bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.
f. Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada
satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g. Psikolinguistik Terapan
Sundisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam
bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini ialah psikologi, linguistik,
pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurology,psikistri,
komunikasi dan sastra.
4. Induk Disiplin Psikolinguistik
Karena nama psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik, maka timbul pertanyaan :
apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi. Beberapa pakar berpendapat,
psikolinguistik berinduk pada psikologi karena istilah itu merupakan nama baru dari psikologi bahasa
yang telah dikenal pada beberapa waktu sebelumnya.
Namun di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik,
meskipun Noam Chomsky , tokoh linguistik transformasi yang terkenal itu, cenderung menempatkan
psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada tahun enam puluhan, psikolinguistik
dikembangkan oleh pakar psikologi. Sedangkan di Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakarlinguistik yang bekerjasama dengan beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di
Rusia psikolinguistik telah dikembangkan oleh para pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow.
Sebaliknya di Rumania ada kecenderungannya menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin
mandiri, tetapi penerapannya lebih banyak diambil oleh linguistik.
Bagaimana di Indonesia? Tampaknya psikolinguistik dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas
pendidikan bahasa dan belum pada program nono kependidikan bahasa. Psikolinguistik yang
dikembangkan dalam pendidikan bahasa sudah seharusnya diserasikan dengan perkembangan
linguistik dan perkembangan psikologi. Untuk itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang akan teori
psikologi. Lalu yang patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa adalah subdisiplin psikolinguistikperkembangan dan psikolinguistik pendidikan.
Dengan adanya berbagai pertimbangan diatas, hendaknya dapat kita upayakan bahwa dalam
pembelajaran bahasa diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk merealisasikan sebuah hasil kongkrit
yang mungkin sampai saat ini kurang yakni pertimbangan psikolinguistik sebagai suatu ilmu yang
mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara actual dalam berkomunikasi.
Dari paparan diatas dapat kita garis bawahi bahwa psikolinguistik sebagai bidang ilmu yang
menitikberatkan pada penerapan bahasa secara actual dan komunikasi harus bisa terwujud. Tentunya
dengan dukungan berbagai pihak, sebab dalam belajar bahasa asing perlu diberikan asumsi bahwa
belajar bahasa asing itu mudah. Dan yang harus kita lakukan adalah menerpkan berbagai metode dan
pendekatan yang memungkinkan siswa mudah memahaminya. Satu yang tak dapat kita pungkiri bahwa
bahasa merupakan satu bentuk kebiasaan.
10.Kegagalan Pendidikan Dan Pengajaran
Sebagai salah satu institusi yang paling bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa, pendidikan kita tampaknya gagal mengembangkan daya imajinatif peserta didik. Pengajaran
bahasa masih sarat dengan muatan struktur yang mengakibatkan anak didik terbiasa berfikir structural.
Padahal struktur hanya bagian kecil dari bahasa
Sedangkan pengajaran sastra seperti dongeng, drama, roman sejarah dan sejenisnya belum berhasil
membangun watak dan jati diri anak didik dan mengembangkan daya kreatifitas mereka. Padahal lewat
sastra kita bisa mengasah kemahiran bahasa, melalui dongeng bisa dikembangkan kesadaran bahwa
hidup ini tidak mudah dan penuh cobaan dan toh manusia bisa mengatasinya asal memiliki semangat
dan etos kerja yang tinggi. Lewat roman sejarah bisa dikembangkan persoalan kemasyarakatan, sebab
roman sejarah bukan hanya memberi informasi tentang peristiwa atau keadaan social, budaya ekonomi
tentang peristiwa atau keadaan social budaya ekonomi politik masa lalu, melainkan juga menumbuhkan
ikatan bathin suatu bangsa dengan masa lalunya.
Sulit diingkari bahwa kegagalan pengajaran bahasa kepada anak didik kita telah melahirkan pemakai-
pemakai bahasa yang tidak bermatabat, sehingga yang terjadi adalah prilaku berbahasa yang jauh dari
nilai estetika karena mengandalkan emosi dan ambisi pribadi. Bahasa menjadi piranti saling hujat dan
menjatuhkan sebagaimana kita saksikan pada realitas berbahasa masyarakat kita akhir-akhir ini.
Padahal kesatunan, prilaku bahkan tingkat kemajuan kehidupan atau peradaban suatu bangsa terlihat
dari bahasanya. Kekayaan kosakata suatu bahasa memperhatikan kemajuan peradaban bangsa
pemiliknya. Sementara itu, keteraturan dan ketataasasan kaedah berbahasa kita mengalami persoalanyang cukup serius. Kita dapat mencermati dalam masyarakat betapa kata-kata yang ditulis dalam
bahasa Indonesia dengan sangat jelas, tetapi diucapkan dengan salah. Salah satu contoh yang dapat
dikemukakan misalnya psikologi diucapkan saikoloji.
Menghadapi realitas pengunaan bahasa demikian, pengajar bahasa memainkan peran sangat penting,
bukan saja bagaimana mengajar bahasa sesuai kaidah dan aturan sehingga menghasilan anak didik
yang mampu berbahasa dengan baik dan benar tetapi lebih dari itu adalah bagaimana menanamkan
gambaran kebangsaan kepada anak didik.Dalam amanatnya pada Kongres Bahasa Indonesia VIII di
Jakarta ( 17/10/2003) lalu Mendiknas Prof A Malik Fadjar menyatakan bahwa pengajar bahasa harus
kreatif melahirkan karya bagi setiap generasi. Kita harus sadar bahwa bahan dapat melahirkan generasi
yang mampu menunjukkan orang-orang berperadaban.[xx]
Mengutip amanat Malik Fadjar , untuk menyongsong kehidupan kedepan yang sangat kompleks dan
membangun peradaban bangsa dalam arti luas, serta mengantarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
yang ―bermakna “ setidaknya terdapat lima upaya yang harus dilalui oleh para pakar, peminat dan
pengajar bahasa adalah
1. Menanamkan dan menumbuhkan keberaksaraan ( literacy) secara fungsional.
2. Menekankan kemampuan berkomunikasi yang baik.
3. Menjalankan pendekatan keilmuan
4. Memainkan peran pemeliharaan terhadap temuan dan kelayakan bahasa.
5. Memainkan peran pemugaran, pemeliharaan dan perbaikan bahasa sehingga bahasa Indonesia
menjadi bahasa yang hidup dieraglobalisasi untuk ketahanan nasional.
Persoalan bahasa Indonesia sekarang ini tidak bisa dipandang hanya sebagai sebuah
symbol kebahasaan semata. Agar memperoleh jawaban akar permasalahan secara komprehensif
diperlukan cara pandang linguistik dengan melibatkan analisis multidimensional artinya permasalahanbahasa tidak saja dipandang sebagai persoalan linguistik semata, tetapi juga persoalan social, budaya,
dan politik. Sejauh ini perspektif baik ilmu psikolinguistik maupun sosiolinguistik yaitu ― chaika‖ ( 1982)
tampaknya sangat tepat untuk memahami bahwa wajah dunia kebahasaan kita seperti sekarang ini
tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat kita yang dari aspek social, politik, ekonomi dan budaya
memang sedang terpuruk. Dengan gambaran kebahasaan kita saat ini memang sangat sulit untuk
menggali otentisitas kebudayaan dan peradaban kita. Wajar pula kija persoalan keindonesiaan kita
memang mulai ada yang mengungat.
11. Faktor-Faktor Bagi Keberhasilan Pembelajaran Bahasa
Metode dan teknik pengajaran itu bukanlah satu-satunya factor yang menentukan keberhasilan datau
kegagalan pengajaran bahasa. Keberhasilan pengajaran bahasa membutuhkan beberapa hal sebagai
factor penunjang yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :[xxi]
1. Fasilitas Fisik, salah satu misalnya ruang belajar yang jumlahnya memadai berdasarkan setiap ruang
kelas sebaiknya memuat hanya maksimum 30 orang pelajar.
2. Textbook, textbook yang sesuai dengan tujuan dan metode pengajaran, sebaiknya sudah tersedia
lengkap sebelum program pengajaran dimulai. Selanjutnya sewaktu-waktu adalah perlu textbooks
tersebut ditinjau kembali untuk disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang selalu berubah
dalam jangka waktu tertentu.3. Pengajar ( guru ) yang qualified. Pelaksana program pengajaran bahasa adalah para pengajar bahasa
yang kwalitasnya sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu metode yang sudah dianggap
baik. Karena itu pengadaan pengajar yang qualified ( berkelayakan ) mutlak perlu baik melalui program
latihan, penataran atau pendidikan khusus, dan sebagainya.
4. Tujuan yang jelas. Betapapun baik dan sempurna sesuatu metode pengajaran yang dipergunakan dan
meskipun tersedia tenaga pengajar yang berkelayakan, tetapi apabila tujuan program pengajaran
bahasa tidak jelas, maka tidak terjamin hasil dicapai dapat memuaskan. Dari itu tujuan dari program
pengajaran bahsa harus digariskan secara jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pengajaran bahasa.
5. Lingkungan yang favourable. Pengaruh lingkungan terhadap perasaan dan pemikiran seseorang adalah
suatu hal yang tak dapat diingkari, baik itu lingkungan itu berupa pergaulan manusiawi yang dibentuk
Antropologi merupakan kajian mengenai masyarakat, seperti asal usul budaya, adat
istiadat, dan kepercayaan. Antropologi memandang bahwa budaya yang dimiliki masyarakat
memiliki kaitan dengan bahasa. Jika kita menengok linguistik bandingan historis yang di
dalamnya mengkaji asal usul bahasa menyebutkan bahwa suatu daerah yang mempunyaipersamaan bahasa pasti memiliki kesamaan budaya atau terletak dalam daerah yang tidak
saling berjauhan. Misalnya antara Indonesia dengan Malaysia yang mempunyai bahasa yang
sama, yakni bahasa melayu austronesia.
Sosiolinguistik mengkaji ulang apa yang ditemukan oleh antropologi adanya kaitan
antara budaya dan bahasa. Sehingga muncullah berbagai pandangan yang juga
mempengaruhi penggunaan bahasa seperti hipotesis Saphir-Whorf. Kemudian melalui
budaya yang dikaji oleh antropologi akan diketahui sistem kekerabatan yang kemudian
diambil alih oleh sosiolinguistik dalam kaitannya dengan terms of addres atau kata sapaan.
Selain itu, antropologi juga memberikan pengetahuan yang cukup bagaimana seorang
penutur dari daerah lain berkomunikasi dengan warga yang berasal dari daerah yang
berbeda. Hal tersebut merupakan kajian sosiolinguistik (Sumarsono dan Partana, 2004: 13-
14).
g. Sosiolinguistik dengan Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian penggunaan bahasa yang dihubungkan dnegan konteks,
yakni topik pembicaraan, tujuan, tempat dan sarana yang digunakan. Fakta ini digunakan
oleh sosiolinguistik dalam menelaah variasi bahasa atau ragam bahasa. Jika pragmatik
melihat tuturan dengan konteks, sosiolinguistik juga meilihat peristiwa tutur dengan
mempertimbangkan konteks namun dilihat dari sisi yang berbeda. Konteks yang ada di
dalam sosiolinguistik berkaitan dengan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan kelas sosial
pengguna bahasa yang nantinya akan muncul slang, jargon dan register sedangkan
pragmatik melihat konteks dari tempat, tujuan dan penutur. Meskipun demikian, keduanya
harus memiliki dasar pengetahuan bersama “common ground ” untuk memiliki pemahaman
yang sebenarnya.
Penutup
Berdasarkan pemaparan yang telah diberikan dapat disimpulkan bahwa
sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang mengkaji fenomena sosial
berkaitan antara bahasa dan pengguna bahasa. Selain itu sosiolinguistik juga
memiliki kaitan dengan cabang ilmu lainnya seperti sosiologi,
dialektologi, psikologi, retorika, linguistik umum, antropologi dan pragmatik serta
masih banyak hubungan dengan cabang ilmu yang lainnya yang dapat memperkaya
kajian sosiolinguistik serta dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu
S= variabel sosiokultural: apa dan bagaimana sikap lingkungan
L= variabel pengajar: apa yang dilakukan oleh pelajar.
Lalu dimanakah fungsi sosiolinguistik dalam pengajaran bahasa? Para ahli
bahasa tidak menjamin bahwa penemuan teoritis mereka akan berguna dalam pengajaran
bahasa. Hal ini tercermin dari kontroversi pendapat mereka tentang peranan teori linguistik
dalam pembelajaran bahasa. Ada dua kubu yang saling bertentangan. Yang pertama kontra
dengan pendapat yang mengatakan bahwa teori mempunyai peranan dalam pengajaran
bahasa. Pendapat ini dipeloporiRobert Stokwell dan Sol saporta sedangkan yang kedua pro
bahwa teori linguistik mempunyai peranan penting dalam pengajaran bahasa tokohnya
adalah S.Pit Corder ( melalui Wahab, 1998: 112-114)
Beralih dari kontroversi ini melalui berbagai kajian menunjukkan bahwa sumber yang
paling kuat dan tepat untuk menentukan silabus pembelajaran bahasa adalah linguistik baik
sebagai ilmu murni ataupun terapan. Melalui kajian ini penulis mendukung bahwa teori
linguistik mempunyai peranan penting dalam pengajaran bahasa. Berawal dari sinilah akan
diketahui nilai praktis seperti apa yang akan diberikan sosiolinguistik. Kita bisa melihatkontribusi sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa melalui aplikasi linguistik, yakni
bagaimana sumbangan sosiolinguistik dalam menentukan bahan pembelajaran, silabus dan
pelaksanaan pengajaran bahasa. Merujuk pendapatParera (1989:11-13) bahwa terdapat tiga
tahap aplikasi linguistik berkaitan kontribusi linguistik dalam pengajaran bahasa sebagai
berikut.
Tahap aplikasi pertama adalah tahap deskripsi linguistik . Tahapan ini memberi
jawaban atas pertanyaan general tentang hakekat bahasa yang diajarkan. Tahapan ini tidak
menjawab tentang apa yang akan diajarkan atau bagaimana suatu bahan akan disusun. Hal
ini dikarenakan sumbangan atau kontribusi linguistik kepada pengajaran bahasa bersifat tidak
langsung linguistik hanya memberikan sumbangan tersebut berupa bahan begitu jugasosiolinguistik. Gambaran dari aplikasi tahap pertama ini terlihat dalam bagan berikut.
Tahap aplikasi kedua berhubungan dengan soal isi silabus. Kita tidak akan mengajarkan
keseluruhan bahasa. Dalam tahapan ini kita akan melakukan desain hasil. Untuk itu akan
dilakukan pemilihan bahan. Kriteria pemilihan bahan pembelajaran bisa bermacam-
macampandangan Misalnya saja, manfaat bagi pembelajar , apa yang diperlukan pembelajar
dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan bahasa yang akan dipelajarinya, perbedaan
antara bahasa ibu dan bahasa yang akan dipelajarinya, kesulitan apa yang dihadapi oleh
pembelajar bahasa asing pada umumnya, variasi dialek perbandingan interlingual, dan perbedaan antara dua bahasa, sepertiantara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa
Indonesia dengan bahasa Arab dan sebagainya (lebih luas lagi baca Richards, 2002: 51-
89). Pemilihan bahan ini sangat erat sekali dengan aplikasi kajian sosiolinguistik terutama jika
bahan pembelajaran ingin menyiapkan bagi pembelajar asing, seluk-beluk variasi dialek
perbandingan interlingual dan perbandingan antara dua bahasa. Aplikasi tahapan kedua ini
tergambar dalam bagan berikut.
Tahap aplikasi ketiga merupakan tahap kegiatan pembelajaran bahasa karena padatahapkedua belum bisa membuat silabus yang lengkap dan utuh tentang bahasa, maka
PSIKOLINGUISTIK DAN SOSIOLINGUISTIK DALAM PENGAJARAN
BAHASA
Pengajaran
Sajak de Saussure membuat tanggapan dan pencerapan bagi menjalankan
pengkajian bahasa dari segi struktur bentuk, maka linguistik berkembang
dengan majunya. Bidang linguistik berkembang dengan begitu pesat dalam
kurun ke-20 ini. Ini bermakna kajian linguistik telah lama bermula. Sejak
manusia mula berasa kagum terhadap bahasanya, mereka telah mula
mengkaji dan mempelajari bahasa mereka itu. Manusia mula belajar mengkajibahasanya kerana keperluan untuk menguasainya. Oleh itu, Panini, seorang
ahli agama Hindu, telah mula mempelajari bahasa Sanskrit sejak 3000 tahun
dahulu demik kepentingan mengekalkan sebutan dan bacaan yang tepat bagi
kitab suci Veda. Hasil kajian dan pengamatan itu masih dimanfaati oleh
masyarakat Hindu hingga ke hari ini. Sarjana Yunani juga demikian, mereka
berusaha menggolongkan kata-kata mengikut sifat benda-benda di dunia.
Sehingga hari ini pun, penggolongan kata yang dibuat oleh orang Yunani itu
seperti nama, perbuatan, sifat, sendi , dan seruan, masih kita pakai. Begitu juga Al-Khalil dalam kurun ke-7 M telah mengkaji bunyi-bunyi al-Qur’an yang
tersusun pada zaman itu dapat dibakukan sistem sebutan dan ejaannya
sehingga bacaannya masih kekal tidak berubah hingga sekarang.
Daripada apa yang saya perkatakan ini terlihat bagaimana linguistik
Istilah psikolinguistik muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Psycolinguistics : A Survey of Theory and Research Problems. Namun
sebenarnya sejak jaman Panini, ahli tata bahasa dari India, dan Sokrates, ahli filsafat dari
Yunani, pengkajian bahasa dan berbahasa telah dilakukan. Tentu saja kajian mereka tidakterlepas dari aliran filsafat yang mereka anut, karena memang filsafat merupakan induk
dari semua disiplin ilmu.
Pada awalnya, psikolinguistik bermula dari adanya pakar linguistik yang berminat pada
psikologi, dan adanya pakar psikologi yang berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan
dengan adanya kerja sama antara pakar linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian
muncullah pakar-pakar psikolinguistik sebagai disiplin ilmu.
Posisi Psikolinguistik dalam Kajian Linguistik
Dalam kajian linguistik, Psikolinguistik berperan sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi
dan linguistik yang mengkaji bahasa dan hakikat bahasa sebagai objek formalnya. Karena
berasal dari dua displin yang berbeda; yaitu psikologi dan linguistik, maka objek
materialnya pun berbeda. Linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi
mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa.
Pentingnya Psikolinguistik dalam Studi Linguistik
Psikolinguistik berperan penting karena mencoba menerapkan pengetahuan psikologi dan
llinguistik pada masalah-masalah seperti pada pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan,
penyakit bertutur kata seperti afasia, gagap, dan lainnya; serta masalah-masalah sosial lain
yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa
pemerolehan berbahasa oleh manusia ditentukan oleh perkembangan kognitif umum dan
mekanisme nurani umum yang berinteraksi dengan pengalaman.
2. Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti ’kertas kosong’, dalam arti belum ditulisi apa-apa. Lalu,hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti
kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.
Menurut Skinner (1957) berbicara merupakan satu respon operan yang dilazimkan kepada
suatu stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Untuk
menjelaskan hal ini Skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respon bahasa yang
hampir serupa fungsinya dengan ucapan, yaitu:
a. Mands
Kata Mands adalah akar dari kata command, demand, dan lain-lain. Satu Mand adalah satu
operan bahasa di bawah pengaruh stimulus yang bersifat menyingkirkan, merampas, atau
menghabiskan. Di dalam tata bahasa, Mand ini sama dengan kalimat imperatif.
b. Tacts
Tacts adalah benda atau peristiwa kongkret yang muncul akibat adanya stimulus.
c. Echoics
Yaitu auatu perilaku berbahasa yang dipengaruhi oleh respons orang lain sebagai stimulus
dan kita meniru ucapan itu.
d. Textuals
Yaitu perilaku berbahasa yang diatur oleh stimulus tertulissedemikian rupa sehingga bentuk
perilaku itu mempunyai korelasi dengan bahasa yang tertulis itu.
e. Intra verbal operant
Yaitu operan berbahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa terdahulu yang dilakukan atau
dialami penutur.
3. Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Menurut teori ini, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor.
Srtuktur ini diperoleh anak-anak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di
sekitarnya.
Dewasa ini, seperti juga dalam linguistik, dalam kognitifisme perhatian juga lebih ditujukan
pada masalah makna (semantik) serta peranannya dalam pemerolehan bahasa.
7. Dapat mengetahui bagaimana proses yang terjadi di dalam otak ketika
berbahasa.
PEMBERDAYAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
DENGAN PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN
PENGETAHUAN LINGUISTIK
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Posisi ilmu tentang bahasa (linguistik) sangat erat kaitannya dengan kegiatan
pengajaran bahasa. Hal ini ditegaskan oleh Soenardji (1989: 95) yang menyatakan
“Kedudukan linguistik dalam lingkup kegiatan pendidikan (dan dengan sendirinya
tercakup pula kegiatan pengajaran) sudah bersifat aksiomatik”. Aksiomatik berarti pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian (Depdikbud,
1990: 16)
Corder (1974) dalam Pateda (1991: 24) menyatakan “Pengajaran linguistik adalah
pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan oleh peneliti
bahasa yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilgunaan tugas-tugas praktis
yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti”.
Dalam batasan tersebut terlihat adanya keterkaitan antara pengajaran linguistik
dengan pengetahuan linguistik. Pengetahuan linguistik digunakan untuk kepentingan praktis, tetapi bidang yang tetap berkaitan dengan bahasa.
Penerapan pengetahuan linguistik di dalam berbagai objek adalah suatu aktifitas.
Aktifitas dalam pengajaran bahasa bukanlah studi teoritis, melainkan penerapan
temuan dalam studi teoritis. Orang yang bergerak dalam pengajaran linguistik (guru
bahasa) adalah pengguna teori dan bukanlah penghasil teori bahasa. Mereka hanya
pengguna teori yang dihasilkan oleh pakar bahasa atau ahli bahasa.
Memang, ahli bahasa dengan guru bahasa berbeda dalam beberapa hal, misalnya hal
yang berhubungan dengan tujuan, metode, dan sikap. Tujuan ahli bahasa yakni
menghasilkan teori dan rincian bahasa, sedangkan guru bahasa bertujuan agar siswa
segera terampil berbahasa dalam bahasa yang sedang diajarkan. Dilihat dari segi
metode, metode ahli bahasa bersifat formal dan abstrak, sedangkan metode guru
bahasa bersifat fungsional dan praktis. Dilihat dari segi sikap, seorang ahli bahasa
melihat bahasa sebagai seperangkat sistem, sedangkan guru bahasa melihat bahasa
sebagai seperangkat keterampilan.
Linguistik menghasilkan teori dan rincian bahasa tertentu. Teori dan rincian bahasa
tersebut diterapkan dalam proses belajar mengajar bahasa yang bersangkutan,
termasuk bahasa Indonesia. Untuk mengajarkan bahasa Indonesia dibutuhkan
pengeta-huan linguistik yang cukup. Pengetahuan tentang linguistik tersebut yang
akan membantu pengajar bahasa sehingga teori dan rincian bahasa tadi dapat
diajarkan dengan baik melalui pengajaran bahasa.
Guru bahasa Indonesia yang tidak memiliki wawasan linguistik selalu ragu-ragu, baik
ketika menjelaskan materi yang diajarkan atau menjawab pertanyaan siswa. Guru
tersebut ragu-ragu apakah yang dijelaskan memang betul atau kurang tepat? Misalnya
seorang siswa bertanya “Manakah yang benar, menerjemahkan ataumenterjemahkan?”
Apabila guru tersebut menjawabmenerjemahkan yang benar tentu siswa bertanya lagi
mengapa bukan menterjemahkan karena bentuk itu yang selalu digunakan oleh
mayarakat untuk berkomunikasi? Guru bingung. Guru yang tidak bijaksana akan
marah atau akan menjawab “Ya, dua-duanya benar.” Siswa tidak memperoleh
pegangan. Siswa menangkap kesan bahwa dalam bahasa Indonesia boleh begini,
boleh begitu, tidak ada kaidah yang pasti.
Contoh lain, siswa bertanya, “Apakah kata meja, kata benda?” Guru menjawab “ya”.
Kalau bermeja-meja, misalnya dalam kalimat “Hidangan di pesta itu diatur bermeja-
meja”. Guru bingung lagi. Tadi ia menjawab bahwa bentuk meja adalah kata benda,
tetapi kini ada bentuk bermeja-meja, yang jelas bermeja-meja dan meja masih ada
hubungan bentuk. Guru bingung. Guru yang tidak bijaksana akan marah atau akan
menakut-nakuti siswa yang bertanya tadi. Sikap yang demikian mengakibatkan
wibawanya turun di mata siswa. Guru dikatakan bodoh dan tidak heran kalau siswa
memperolok-olok guru atau tidak mempedulikan guru. Siswa akan ribut, kelas akansulit dikendalikan, tidak jarang ada guru yang lari menghadap kepala sekolah atau
tidak bersedia mengajar di kelas itu.
2. Batasan dan Ruang Lingkup Pokok Bahasan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang
akan dikemukakan pada makalah ini perlu dibatasi pada pemberdayaan pengajaran
bahasa Indonesia melalui peningakatan dan pengembangan pengetahuan linguistik.
Dengan demikian, rumusan masalah pada makalah ini dikemukakan dalam bentuk
pertanyaan, yaitu “Bagaimanakah peningkatan dan pengembangan pengetahuan
linguistik dapat memberdayakan pengajaran bahasa Indonesia?”
3. Tujuan Pembahasan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan dan pengem-
bangan pengetahuan linguistik dapat memberdayakan pengajaran bahasa Indonesia.
4. Manfaat Pembahasan
Berdasarkan tujuan pembahasan di atas, maka makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat:
a) sebagai bahan masukan bagi pengajar bahasa Indonesia dalam pemberdayaan
pendekatan otomatis. Pendekatan terakhir ini menandai ilmu bahasa abad ke-19
dan sebelumnya.
4) Linguistik bersifat dinamis dan bukan bersifat statis. Linguistik selalu berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya pemakainya. Oleh sebab itu,
pendekatan kepada bahasa dapat dilakukan secara deskriptif (sinkronis), yaitu
dengan mempelajari berbagai aspeknya pada suatu masa tertentu. Selain itu, dapat
juga dilakukan pendekatan secara historis(diakronis) yaitu dengan mempelajari
perkembangannya dari waktu ke waktu.
5) Linguistik mendekati dan mendekati bahasa sebagai yang diucapkan yang berupa
bunyi; sedangkan bahasa tulisan hanya bersifat sekunder.
b. Bahasa sebagai Objek Linguistik
Bertitik tolak dari definisi linguistik, dapat diambilkesimpulan bahwa objek linguistik
adalah bahasa. Bahasa sebagai objek linguistik yang menyebabkan linguistik
diputuskan menjadi satu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Berkaitan dengan kemajuan teknologi sekarang, kita dapat berbicara langsung dengan
orang lain meskipun orang itu tinggal beratus-ratus kilometer dari tempat tinggal kita.
Kiata dapat menghubunginya dengan jalan menelepon jarak jauh yang berarti kita
telah menggunakan bahasa. Semestinya kita harus berlayar menemuinya, tetapi
dengan menggunakan bahasa melalui jasa telepon, kita dapat meminta — misalnya —
agar ia mengirim uang kepada kita.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berkata, “Toni, ambilkan buku itu!” Tidak beberapa lama kemudian, buku yang kita maksud sudah berada di tangan kita. Ini
berarti dengan menggunakan beberapa patah kata, ada kegiatan manusia yang diganti.
Ini berarti pula bahwa bahasa berfungsi mengganti diri kita dan kegiatan kita.
Menggunakan bahasa mengirimkan lambang-lambang dari pembicara menuju
pendengan. Oleh karena bahasa yang berwujud kata-kata dan kalimat yang digunakan
berasal dari pribadi seseorang, maka dapat dikatakan bahwa bahasa bersifat individual.
Bahasa berfungsi menghubungkan pribadi dengan pribadi. Bahasa bersifat personal
yang berarti berguna untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan kemauan individu.
Sesuatu yang dikatakan oleh pembicara akan ditafsirkan oleh pendengar. Dengan kata
lain, setelah kata atau kalimat yang berwujud bunyi-bunyi itu dihasilkan, orang yang
mendengarnya bisa saja menaatinya. Ini berarti terjadi kerja sama antara pembicara
dengan pendengar. Ini berarti pula bahwa hakikat bahasa yang bersifat individual itu
menjadi kooperatif. Maksudnya, antara pembicara dengan pendengar terjadi kerja
sama dengan jalan menggunakan bahasa.
Tanpa bahasa manusia tidak dapat melaksanakan amanah kehidupannya di dunia ini
secara sempurna. Bahasa menjadi alat yang sempurna untuk menghubungkan dunia
seseorang dengan dunia di luar dirinya. Bahasa sebagai alat mengacu juga sebagai alat
sosiolinguistik terapan, (6) pembinaan bahasa internasional, (7) pembinaan bahasakhusus, (8) linguistik medis, (9) grafologi, dan (10) mekanolinguistik.
Teori linguistik adalah cabang linguistik yang memusatkan perhatian pada teori
umum dan metode-metode umum dalam penelitian bahasa. Linguistik deskriptif
adalah bidang linguistik yang menyelidiki sistem bahasa pada masa tertentu. Cabang
ini terbagi atas fonologi, deskriptif, morfologi deskriptif, sintaksis deskriptif dan
leksikologi deskriptif. Fonologi meneliti ciri-ciri dan fungsi bunyi, baik bahasa pada
umumnya maupun pada bahasa tertentu. Morfologi menyelidiki kata seta hubungan
antara satuan-satuan itu. Morfologi dan sintaksis lazim juga disebut tata bahasa atau
gramatika. Leksikologi berkenaan dengan perbendaharaan kata atau kosa kata.
Linguistik historis komparatif (diakronis) menyelidiki perkembangan bahasa dari
suatu masa ke masa yang lain, serta menyelidikiperbandingan bahasa yang satu
dengan bahasa yang lain.
Fonetik adalah ilmu yang mengkaji tentang bunyi. Stilistika adalah ilmu yang
menyelidiki bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk sastra. Stilistika merupakan
ilmu antardisiplin antara linguistik dan kesusastraan.
Filsafat bahasa adalah ilmu yang menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa
sebagai kegiatan manusia, serta menyelidiki dasar-dasar konseptual dan teoritis
linguistik. Jadi, filsafat bahasa merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik dengan
filsafat.
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan
perilaku dan akal budi manusia. Psikolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara
linguistik dan psikologi.
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan
masyarakat. Jadi, sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara linguistik
dengan sosiologi.
Filologi mempelajari naskah-naskah kuno yang yang menjadi bukti
perkembangan budaya manusia. Filologi merupakan ilmu antardisiplin antara
linguistik, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bagsa yang terdapat dalam bahan-
bahan tertulis.
Semiotika mempelajari lambang-lambang atau tanda-tanda lalu lintas, kode
morse, dan sebagainya. Epigrafi mempelajari tulisan kuno yang terdapat pada
prasasti-prasasti.
Pengajaran bahasa merupakan ilmu terapan. Bidang ini mencakup bahan
pengajaran, teknik mengajar, penyusunan bahan dan evaluasi pengajaran bahasa, dan
lain-lain.
Bidang terapan lainnya adalah masalah penterjemahan. Dalam penterjemahan
ini tercakup metode alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa lainnya yang berkaitan
dengan linguistik, antara lain leksikografi, yaitu ilmu yang berkenaan dengan metodedan penyusunan kamus. Fonetik terapan merupakan ilmu yang berkenaan dengan
teknik pengucapan bunyi, seperti melatih orang gagap, dan lain-lain. Di samping itu
masalah pembinaan bahasa juga merupakan bidang terapan ilmu bahasa, terutama
dalam pem-binaan bahasa internasional atau bahasa-bahasa khusus yang perlu dibina
dan dikembangkan. Grafologi adalah ilmu yang berkenaan dengan seluk-beluk bahasa
tulis.
Semantik termasuk ke dalam ilmu linguistik umum yang menitikberatkan
kajian bahasa dari segi makna, baik yang bersifat teoritis maupun yang bersifat
deskriptif serta bersifat historiskomparatif. Bidang yang menkaji khusus dalam bidang
penggunaan bahasa lainnya adalah Pragmatik. Pragmatik mengkaji bagaimana makna
dikomunikasikan dengan kata atau kalimat dalam aspek-aspek konteks bahasa.
Pengkomunikasian makna selalu dilihat dari penggunaannya berdasarkan waktu,
tempat, hubungan sosial antara pembicara dan pendengar. Selain itu, juga dikaji
asumsi si pembicara terhadap reaksi pendengar dan pengertiannya.
metodologi penelitian, latar belakang teori yang digunakan, maupun cara
pelaporannya. Hasil akhir pekerjaan ahli bahasa adalah menyusun suatu perian bahasa
atau mengembangkan teori kebahasaan tertentu. Pekerjaan itu ditujukan untuk
pengembangan teori linguistik, kepentingan bahasa tertentu dan hasilnya ditujukan
kepada sesama ilmuwan yang bergerak dalam bidang linguistik dan praktisi-praktisi
kebahasaan, misalnya guru bahasa. Hal itu berbeda dengan guru bahasa yang
pekerjaannya ditujukan kepada siswa.
Menurut Stevick (1982) dalam Pateda (1991: 38), tugas guru bahasa meliputi tiga hal.
Ketiga tugas itu adalah (1) mengembangkan potensi komunikasi, (2) mengembangkan
potensi linguistik, dan (3) mengembangkan potensi personal.
Tugas guru yang berhubungan dengan upaya mengembangkan kompentensi
komunikasi mengacu pada upaya agar siswa mampu berkomunikas, baik sesama
teman maupun dengan manusia lain. Tugas utama di sini adalah berusaha agar siswa
berani dan tidak ragu-ragu untuk mengemukakan pikiran, perasaan dan kehendaknya.
Ketiga domain itu tentu harus menggunakan bahasa yang benar. Siswa harus
memahami kaidah-kaidah bahasa yang digunakan ketika ia berkomunikasi. Hal itu
perlu agar tidak terjadi salah paham.
Kompentensi berkomunikasi dan kompentensi linguistik bersama-sama akan
memperkuat kemandirian siswa sebagai makluk yang berkembang dan didengar
pendapatnya. Keberanian berkomunikasi menggunakan bahasa yang tepat
menimbulkan rasa kepercayaan pada diri sendiri bahwa ia merupakan pribadi yang berarti. Ia tidak akan ragu-ragu karena ia mengetahui kemampuan dirinya. Dalam
keadaan tertentu ia dapat menentukan sikap terhadap sejumlah alternatif yang
dihadapinya karena kompentensi personalnya telah berkembang sedemikian melalui
interaksi positif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dan siswa dengan
lingkungan.
Kompentensi berkomunikasi dan kompentensi linguistik berkembang secara baik
apabila pada diri siswa sendiri terdapat motivasi. Motivasi yang dimaksud adalah
berkomunikasi, mengembangkan komunikasi linguistik bahkan mengembangkan
komunikasi personal. Dikaitkan dengan motivasi, ada empat faktor utama yang turut
menentukan. Keempat faktor itu adalah (1) sosiolinguistik, (2) siswa, (3) metode,
dan (4) guru.
Faktor sosiolinguistik mengacu kepada hubungan siswa dengan lingkungan sosialnya.
Ini berarti pilihan bahasa siswa dikaitkan dengan fungsi dan situasi. Faktor siswa
mengacu pada upaya sadar yang muncul dari siswa sendiri untuk mengembangkan
poteni yang dimiliki. Faktor metode mengacu pada cara yang dilaksanakan sehingga
siswa secara sadar berkeinginan berkomunikasi. Faktor guru mengacu pada upaya
Mengajarkan bahasa berarti “aktivitas terpogram menyediakan fasilitas yang
memungkinkan siswa mengembangkan potensi dan keterampilannya” (Pateda, 1991:
39). Sebagai guru bahasa Indonesia sebaiknya ia:
1) menguasai semua metode pegajaran bahasa dan dapat menerapkan metode itu
dalam proses belajar mengajar,
2) menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan,
3) melaksanakan semua kegiatan sekolah, misalnya melaksanakan ulangan,
4) menguasai semua jenis dan prosedur penilaian,
5) menguasai semua tipe latihan berbahasa,
6) menguasai pengelolaan kelas, misalnya dapat mengatasi keributan siswa karena
gangguan,
7) menguasai teknik pegajaran individual,
8) dapat menentukan dan menguasai silabi pelajaran,
9) dapat memanfaatkan media pengajaran yang tersedia,
10) menguasai tujuan pengajaran dan aktivitas untuk mencapai tujuan tersebut, dan
11) menguasai teknik-teknik pendidikan.
C. Pembahasan
Tugas guru memang berat karena guru bukanlah manusia yang menghadapi benda
mati, bukan menghadapi tumpukan kertas, guru bukanlah guru tik yang kalau salah
mengetik tersedia tip ex untuk memperbaiki kesalahan itu. Guru adalah manusia biasa
yang penuh keterbatasan. Selain itu, ia menghadapi manusia yang sedang berkembangyang memiliki sejumlah potensi yang harus dilacak dan dikembangkan. Dalam
kegiatannya, guru harus dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan ilmu dasar, misalnya ilmu alamiah dasar, ilmu sosial dasar, dan ilmu budaya
dasar. Guru juga harus dibekali dengan ilmu pendidikan, misalnya dasar-dasar
pendidikan, layanan bimbingan belajar, pengelolaan kelas, interaksi belajar mengajar,
penilaian, dan perencanaan pengajaran bahasa. Tentu saja ilmu yang berhubungan
dengan bidang studi harus mempunyai porsi yang banyak dalam pengalokasian waktu.
Secara ideal, seorang guru bahasa Indonesia adalah seorang ahli bahasa Indonesia,
peneliti, dan penulis bahan pelajaran kebahasaan. Ia juga harus selalu mendalami dan
mengikuti perkembangan ilmu yang diajarkannya. Seorang guru bahasa Indonesia
mau tidak mau harus menguasai linguistik. Sekali pun harapan ideal pertama, yaitu
menjadi ahli bahasa dapat diperlunak, tetapi dengan pengetahuan linguistik yang
dimiliki, guru bahasa Indonesia dapat mengajarkan aspek bahasa Indonesia sehingga
siswa dengan mudah menguasai bahan yang diajarkan. Bagaimanakah seorang guru
bahasa Indonesia menerangkan kata menanamkan dan menanami kalau tidak
menguasai tata bahasa Indonesia. Bagaimana pula guru bahasa Indonesia
mengajarkan pengimbuhan ber + ajar menjadi belajar dan bukan berajar , kalau guru
Dalam kegiatan berbahasa, tugas guru bahasa Indonesia adalah mengelola kebahasaan
kelas sedemikian rupa sehingga siswa yang dihadapi mengalami perubahan dalam
keterampilan berbahasa dari suatu keadaan tertentu menuju keadaan yang lebih
meningkat dari keadaan sebelumnya. Keterampilan berbahasa tersebut adalah (1)
berbicara, (2) mendengar, (3) membaca, dan (4) menulis.
Dalam keterampilan berkomunikasi, dijabarkan tujuan agar siswa dapat melafalkan
kata-kata secara tepat. Guru bahasa Indonesia tentu harus menguasai prinsip-prinsip
fonologi bahasa Indonesia. Demikian juga kalau dirumuskan tujuan belajarnya agar
siswa dapat menyusun kalimat yang benar, guru bahasa Indonesia harus menguasai
prinsip-prinsip sintaksis. Kalau guru dapat menjelaskannya dengan baik dan siswa
dapat memahami dengan baik pola kebahasaan yang diajarkan, niscaya perubahan
tingkah laku berbahasa siswa terlihat setiap hari. Kalau guru bahasa Indonesia dapat
menjawab pertanyaan siswa secara meyakinkan — karena dilandasi teori linguistik —
niscaya keper-cayaan siswa kepada gurunya bertambah kuat. Dengan demikian, hal
tersebut akan meningkatkan wibawa guru di hadapan anak didiknya.
2. Kegunaan secara Teoritis
Setiap ilmu pengetahuan diusahakan berkembang terus oleh ahlinya, termasuk di sini
linguistik. Dewasa ini, linguistik berkembang pesat berkat kegigihan para ahli di
bidang ini. Disiplin ilmu ini makin meluas dan melahirkan subdisiplin baru, misalnya
telah muncul neurolinguistik, biolinguistik, dan linguistik statistik. Guru bahasa
Indonesia seharusnya mengikuti terus perkembangan ilmu ini karena profesinya berkaitan erat dengan linguistik. Guru bahasa Indonesia yang profesional mendalami,
memburu, dan meningkatjan terus mutu pengajaran bahasa Indonesia yang
diajarkannya. Sebagai guru yang bersifat pemburu ilmu, harus membaca, mengikuti
siaran radio, televisi, ceramah, pertemuan ilmiah kebahasaan. Guru sebagai orang
yang bersifat suka mening-katkan mutu pengajarannya, sering mengadakan
pembaharuan, baik yang berhubungan dengan materi yang diajarkannya maupun yang
berhubungan dengan metode mengajar.
Guru bahasa Indonesia yang mendalami bidang studinya selalu bertanya apakah teori
kebahasaan yang diketahuinya masih cocok dengan perkembangan ilmu itu? Seba-gai
seorang pemburu ilmu, guru harus bertanya apakah sudah ada pendapat baru yang
berkaitan dengan bahan yang diajarkan? Apakah ada buku baru? Apakah ada
penemuan baru di negara lain yang berkaitan dengan bahan yang diajarkan? Hal ini
memaksa guru untuk berlangganan majalah kebahasaan, setia mengikuti siaran,
menyisihkan waktu membaca surat kabar, dan selalu berusaha mengikuti pertemuan
Seorang guru bahasa Indonesia bukan menjelaskan teori linguistik tetapi teori
linguistik dimanfaatkannya secara maksimal untuk meningkatkan mutu pengajaran
bahasa Indonesia yang dilaksanakannya.
Pengetahuan tentang teori linguistik belum cukup bagi guru bahasa. Kalau hanya
pengetahuan teori linguistik saja yang diketahui, guru bahasa akan sama dengan
seorang ahli bahasa. Guru bahasa Indonesia, selain harus memahami teori linguistik,
ia harus meningkatkan profesinya dengan jalan mendalami ilmu pendidikan dan
keguruan. Betapa pun ahlinya guru bahasa dalam bidang linguistik, kalau ia sendiri
tidak mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang berdayaguna dan
berhasilguna maka usahanya akan gagal. Guru itu akan lebih banyak berceramah,
berteori, dan akan kurang berhasil mengubah tingkah laku berbahasa siswa. Pendek
kata, seorang guru bahasa Indonesia harus berwawasan luas, baik dalam bidang studi
yang diajarkan, ilmu kependidikan, maupun ilmu bantu lainnya yang akan turut
menunjang proses belajar mengajar.
3. Kegunaan secara Praktis
Kalau berbicara tentang guru bahasa Indonesia, banyak tuntutan aktivitas yang harus
dilaksanakannya. Guru tersebut adalah seorang yang menghadapi sejumlah siswa di
dalam kelas, penulis buku teks, atau seorang yang membuat perencanaan bahan
pengajaran yang siap disajikan.
Selain itu, guru bahasa Indonesia adalah pelayan masyarakat dalam bidang bahasa
Indonesia. Konsekwensinya, guru bahasa Indonesia harus siap menghadapi pertanyaan anggota masyarakat tentang bahasa Indonesia. Untuk itu tidak ada pilihan
lain selain meningkatkan profesi kependidikan dan sekaligus pengetahuannya di
bidang kebahasaan.
Guru bahasa Indonesia harus banyak melaksanakan kegiatan penunjang agar dapat
meningkatkan mutu profesi dan pengetahuan di bidang kebahasaan. Kegiatan
penunjang itu dapat dilaksanakan dengan dua jalur, yakni jalus formal dan jalur
informal. Kalau melalui jalur formal, guru tersebut dapat berusaha menambah
pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal. Pendidikan formal ini,
misalnya dapat diikuti melalui Universitas Terbuka. Kegiatan penunjang yang dapat
dilaksanakan melalui jalur informal antara lain:
a) menambah pengetahuan melalui buku baru yang diperoleh dengan membeli atau
meminjam di perpustakaan,
b) membaca surat kabar atau majalah yang ada hubungannya dengan persoalan
pendidikan atau kebahasaan,
c) mengikuti siaran radio dan televisi,
d) mengikuti kegiatan ilmiah berupa seminar, lokakarya, konfrensi, simposium, dan