Top Banner
FEBRUARI 2017 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA
122

PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

Jun 10, 2019

Download

Documents

vomien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Page 2: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Page 3: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi

Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek

pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan

pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,

ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek

perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan

untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam

merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem

pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para

stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan

sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya.

Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV

2016 tumbuh terakselerasi akibat adanya percepatan pertumbuhan yang

terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan.

Sementara itu, tekanan inflasi mengalami penurunan terutama dari

komponen volatile food dan administered prices. Berbagai upaya juga terus

dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan

inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor

rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi

keuangan (perbankan) yang melambat.

Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta

informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan

liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut,

pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran

maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan

reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan

untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Kendari, 22 Februari 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

Minot Purwahono

Kata

Pengantar

Page 4: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

ii

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di

regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang

stabil

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas

transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif

dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal

dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan

lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas

moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan

nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank

Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan

berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan

tugas yang diamanatkan Undang-Undang

NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia,

manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau

berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public

Interest – Coordination and Teamwork

Page 5: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Kata Pengantar i

Visi Misi Bank Indonesia ii

Daftar Isi iii

Daftar Grafik v

Daftar Tabel viii

Tabel Indikator Terpilih Ix

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5

1.1. KONDISI UMUM 7

1.2. SISI PERMINTAAN 8

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 9

1.2.2. Konsumsi Pemerintah 11

1.2.3. Investasi 12

1.2.4. Ekspor dan Impor 13

1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 17

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 17

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 19

1.3.3. Industri Pengolahan 20

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 21

1.3.5. Konstruksi 23

1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25

BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 29

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 29

2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 29

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 32

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 33

3.1. KONDISI UMUM 35

3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 35

3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 37

3.2. DISAGREGASI INFLASI 39

3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 40

BOKS 1. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis 43

Daftar

Isi

Page 6: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

iv

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 45

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 47

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 47

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 49

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 51

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 52

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 57

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 57

4.2.2. Kinerja Korporasi 58

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 62

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 64

4.3.1. Aset Bank Umum 64

4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi Tenggara 64

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

4.3.4. Perbankan Syariah 67

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 68

4.4. AKSES KEUANGAN 68

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 68

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 70

BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 71

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 73

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 73

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 74

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 74

5.2.1. Aliran Uang Kartal 74

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 75

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu 76

BOKS 2. Kendari Peduli Koin- Uang Logam Masih Dibutuhkan 77

BOKS 3. Kampanye Non Tunai di Pemkot Kendari 79

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 81

6.1. KETENAGAKERJAAN 83

6.2. KESEJAHTERAAN 85

BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 87

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 89

7.2. PROSPEK INFLASI 92

Daftar Istilah

Tim Penyusun

Page 7: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7

Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan I 2016 7

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 9

Grafik 1.4 Persentase Penghasilan Rumah Tangga Untuk Aktivitas Konsumsi 9

Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi 10

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 12

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara 13

Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor 13

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra 14

Grafik 1.11 Nilai Ekspor Feronikel oleh Salah Satu Korporasi 14

Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra 14

Grafik 1.13 Arus Muat Barang 14

Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra 15

Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan 15

Grafik 1.16 Pangsa Sub Lapangan Usaha Pertanian 18

Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara 18

Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel 19

Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 19

Grafik 1.20 Produksi Feronikel 20

Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 20

Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 22

Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 22

Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 23

Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 23

Grafik 1.26 Arus Penumpang Kapal Laut 25

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 29

Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 29

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan 31

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target 31

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 35

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok 35

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan per Kota 36

Grafik 3.4 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan III 2016 & Tracking Okt-16 36

Grafik 3.5 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 37

Daftar

Grafik

Page 8: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

vi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan II 2016 37

Grafik 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Disagregasi Inflasinnya 38

Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen Berdasarkan Kelompok Inflasi 38

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 47

Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 47

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini 48

Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang 48

Grafik 4.5 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang 48

Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan 48

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang 49

Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi 49

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 49

Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 49

Grafik 4.11 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 51

Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang 51

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 52

Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 52

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara 52

Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 52

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53

Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM 53

Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara 53

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi 54

Grafik 4.22 Hubungan Antara Pertumbuhan Kredit Perseorangan & Suku Bunga 54

Grafik 4.23 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara 58

Grafik 4.24 Harga Nikel Internasional 58

Grafik 4.25 Kinerja Korporasi di Sulawesi Tenggara Berdasarkan Liaison 59

Grafik 4.26 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara 60

Grafik 4.27 Perkembangan Upah Minimum Provinsi 60

Grafik 4.28 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sultra 61

Grafik 4.29 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 61

Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 62

Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi 62

Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 63

Grafik 4.33 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 63

Grafik 4.34 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 64

Grafik 4.35 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi 64

Grafik 4.36 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 64

Grafik 4.37 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 64

Grafik 4.38 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 64

Grafik 4.39 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 64

Grafik 4.40 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 65

Grafik 4.41 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 65

Page 9: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Grafik 4.42 Spread Suku Bunga Bank Umum 66

Grafik 4.43 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 66

Grafik 4.44 Pangsa Perbankan Syariah 67

Grafik 4.45 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah 67

Grafik 4.46 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara 68

Grafik 4.47 Pangsa Kredit UMKM 68

Grafik 4.48 Pertumbuhan Kredit UMKM 69

Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 69

Grafik 4.50 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 69

Grafik 4.51 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 69

Grafik 4.52 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 70

Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 70

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 73

Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 73

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 73

Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 73

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 74

Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 74

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 75

Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 75

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 76

Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 76

Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 83

Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja 83

ivi

I

Page 10: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Tabel 1.1 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 17

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara Triwulan II

30

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara Triwulan II

31

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

50

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan

Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

50

Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara 55

Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara 55

Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 56

Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna 57

Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan 61

Daftar

Tabel

Page 11: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

PDRB DAN IHK

I II III IV I II III

Indeks Harga Konsumen

- Kendari 114,65 115,67 118,00 118,06 120,18 120,72 121,65

- Baubau 121,39 123,88 124,87 126,70 126,94 128,20 129,58

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

- Sulawesi Tenggara 7,81 7,35 7,24 2,27 4,75 3,49 3,28

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.984 4.253 4.323 4.360 4.411 4.491 4.575

2. Pertambangan dan Penggalian 3.687 3.920 4.222 3.915 3.350 3.938 3.841

3. Industri Pengolahan 1.069 1.128 1.092 1.151 1.162 1.191 1.243

4. Pengadaan Listrik, Gas 8 9 8 10 9 9 9

5. Pengadaan Air 36 36 35 36 40 39 40

6. Konstruksi 1.986 2.269 2.444 2.738 2.205 2.517 2.661

7. Perdagangan Besar & Eceran, 2.057 2.195 2.224 2.274 2.205 2.354 2.652

8. Transportasi dan Pergudangan 740 768 817 847 830 885 956

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 99 104 106 114 106 113 115

10. Informasi dan Komunikasi 384 401 421 434 437 459 476

11. Jasa Keuangan 382 373 403 426 437 456 459

12. Real Estate 302 310 314 307 303 314 287

13. Jasa Perusahaan 37 39 39 40 40 42 42

14. Adm Pemerintahan, 938 1.000 1.033 1.066 969 1.083 1.084

15. Jasa Pendidikan 843 844 857 931 937 951 995

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 175 180 180 187 191 188 195

17. Jasa Lainnya 258 267 273 282 279 292 290

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8.409 8.565 8.859 8.982 8.955 9.138 9.403

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 177 181 196 208 189 194 203

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.202 2.627 2.784 3.159 2.308 3.079 3.007

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.483 7.117 7.676 8.730 7.145 7.768 8.018

5. Perubahan Inventori 153 152 111 (89) (22) 12 22

6. Eksport Luar Negeri 856 932 712 714 431 658 694

7. Import Luar Negeri 988 945 1.000 1.504 763 1.207 1.038

8. Net Eksport Antar Daerah (310) (542) (540) (1.084) (330) (320) (390)

Total PDRB (Rp Miliar) 16.984 18.095 18.791 19.117 17.913 19.321 19.920

Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,7 7,2 7,0 7,5 5,5 6,8 6,0

Indikator2015 2016

Indikator

Terpilih

Page 12: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

x

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III

Total Asset (Rp miliar) 20.871 21.796 22.718 22.770 22.768 23.837 23.837

- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 19.702 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562 21.562

- BPR 200 234 240 261 271 292 274

- Syariah 969 1.169 916 947 935 943 987

Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 12.597 13.675 14.883 14.517 15.367 15.690 15.442

- Giro 3.475 4.169 4.548 2.829 4.211 4.030 3.790

- Tabungan 5.887 5.923 6.619 8.129 7.245 7.665 7.717

- Deposito 3.235 3.583 3.716 3.558 3.912 3.995 3.934

Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 14.444 15.174 15.644 16.092 16.915 17.910 18.119

- Modal Kerja 3.967 4.266 4.313 4.288 4.669 5.002 5.061

- Investasi 1.689 1.701 1.692 1.791 1.823 1.962 1.920

- Konsumsi 8.787 9.206 9.639 10.013 10.423 10.946 11.140

NPL Bank Umum(%) 2,88 3,06 2,95 2,45 2,61 2,48 2,79

LDR (%) 115 111 105 111 110 114 117

Kredit UMKM (Rp miliar) 4.859 5.144 5.212 5.200 5.797 6.255 6.190

NPL Kredit UMKM (%) 5,87 6,47 6,34 5,31 5,70 5,35 5,86

- Inflow 939 431 754 262 1.279 579 1.140

- Outflow 230 923 1.757 1.807 282 1.612 1.044

- Net (Inflow - Outflow) 708 (492) (1.003) (1.545) 997 (1.033) 96

- Volume (transaksi) 878 918 1.051 1.748 2.084 2.437 2.172

- Nominal (Rp miliar) 41 42 44 55 58 64 56

- Volume (transaksi) 5.462 5.891 6.821 4.010 481 529 478

- Nominal (Rp miliar) 12.863 18.445 18.698 10.959 848 874 689

*Lokasi Bank

RTGS dari Perbankan Sultra

Indikator20162015

Kas (Rp miliar)

Perbankan

Kliring

Page 13: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

GAMBARAN

UMUM

Pada Triwulan IV 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara

(Sultra) tumbuh sebesar 7,6% (yoy) mengalami

akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Akselerasi tersebut disebabkan oleh percepatan

pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor

Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai

2,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28%

(yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama

bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi

komponen volatile food dan administered prices.

Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga.

Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja

korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan

ekonomi global

Ringkasan

Eksekutif

Page 14: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Peningkatan kinerja

ekspor Sulawesi

Tenggara

menyebabkan terjadi

akselerasi

perekonomian Sultra

Tekanan inflasi Sultra

mengalami

penurunan akibat

adanya penurunan

harga komoditas

bahan makanan dan

angkutan udara

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar

7,0% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0%(yoy). Akselerasi tersebut

disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi

Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja

lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju

pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju

pertumbuhan.

Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi

perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan

yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,

lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran.

Inflasi Daerah

Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan

dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan

laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi

yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama

penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok

bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi

dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu,

dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap

harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun

Baru.

Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan I 2016 diperkirakan akan

mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan

oleh peningkatan kelompok administered prices seiring adanya

penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari

dan Maret

Page 15: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

3

Stabilitas keuangan

daerah masih terjaga

terutama dari

ketahanan rumah

tangga

Realisasi Pendapatan

APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara

mengalami

peningktan

dibandingkan

dengan tahun

sebelumnya, namun

untuk realisasi

belanja mengalami

penurunan

Sistem pembayaran

non tunai mengalami

peningkatan dan

transaksi tunai

terjadi net outflow

Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor

rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku

berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga

berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor

korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah

pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem

keuangan di Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja

institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami

perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan

meskipun masih dalam batas terkendali.

Keuangan Pemerintah

Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara

pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

anggaran tahun 2015. Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun

2015 menjadi 94,4% di periode laporan.

Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya

mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun

sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui

sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan

baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow

uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank

Page 16: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

4

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

NO

VEM

BER 2

016

Kondisi

ketenagakerjaan

belum mengalami

perbaikan.

Sementara tingkat

kesejahteraan

mengalami

penurunan

Pertumbuhan

ekonomi Sultra pada

triwulan II 2017

diperkirakan akan

meningkat disertai

dengan peningkatan

tekanan inflasi

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan

kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun

terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut.

Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami

penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang

menurun di periode laporan.

Prospek Perekonomian

Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan

mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal

ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan

dapat tumbuh sebesar 6,5% - 7,0%.

Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia

dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha

pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih

merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode

triwulan mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan

akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok

volatile food dan administered prices.

Page 17: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

tumbuh sebesar 7,6% (yoy), mengalami akselerasi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 6,0% (yoy).

Akselerasi tersebut didorong oleh percepatan pertumbuhan

yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi

permintaan.

Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan

pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju

pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama

terjadinya percepatan laju pertumbuhan.

Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong

oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan

penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran.

Bab 1

Page 18: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 19: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

7

1.1. KONDISI UMUM

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan

IV 2016 mampu tumbuh sebesar 7,6% (yoy)1,

jauh mengalami akselerasi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang hanya mampu

tumbuh sebesar 6,0% (yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi

permintaan, akslerasi tersebut disebabkan oleh

peningkatan yang terjadi pada ekspor luar

negeri dari Sulawesi Tenggara. Sementara itu

dari sisi penawaran, peningkatan kinerja

lapangan usaha pertambangan dan penggalian

serta akselerasi laju pertumbuhan yang terjadi

pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan

perikanan menjadi sumber utama akselerasi

perekonomian Sulawesi Tenggara di periode

tersebut.

Kondisi tersebut berbeda dengan pertumbuhan

ekonomi nasional yang cenderung melambat

dari 5,0% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi

4,9% (yoy) di triwulan IV 2016. Hal ini

menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan

perekonomian Sulawesi Tenggara masih berasal

dari kondisi eksternal dan sangat dipengaruhi

juga oleh kondisi perekonomian global.

1Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 7,64% (yoy).

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan

Sulawesi

Sumber: BPS, ADHK, diolah Berdasarkan spasial kawasan Sulawesi,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara dan

Sulawesi Selatan yang tercatat tumbuh sebesar

7,6% (yoy) merupakan pertumbuhan yang

tertinggi di kawasan. Pada periode triwulan IV

2016, perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara

menyumbang 14,5% terhadap perekonomian

Kawasan Sulawesi. Nilai tersebut mengalami

kenaikan dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang memberikan andil sebesar

13,5% terhadap perekonomian di kawasan

Sulawesi. Perekonomian Kawasan Sulawesi

secara dominan disumbang oleh Provinsi

Sulawesi Selatan (45,8%), diikuti oleh Provinsi

Provinsi III - 2016 IV - 2016

Sulawesi Selatan 6.8 7.6

Sulawesi Barat 5.7 7.5

Sulawesi Tenggara 6.0 7.6

Sulawesi Tengah 7.9 3.8

Gorontalo 7.0 7.0

Sulawesi Utara 6.0 6.5

PDRB 6.7 6.8

Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian

Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016

6,0%

7,6%

5,0%4,9%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

8,0%

9,0%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional

%, yoy

Sultra2014=6,3%

Sultra2015=6,9% Sultra

2016=6,5% 23,120,36,0

14,212,5

Pertanian

Industri

Pengolahan

Konstruksi

Perdagangan

Lainnya

Pertambangan

Page 20: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

8

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Sulawesi Tengah (17,2%) dan provinsi Sulawesi

Tenggara (14,1%).

Namun demikian, untuk pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 tercatat

mengalami perlambatan jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016

perekonomian Sultra hanya mampu tumbuh

6,5% (yoy), setelah pada tahun sebelumnya

dapat tumbuh sebesar 6,9%( yoy). Dari sisi

permintaan, perlambatan tersebut disebabkan

oleh perlambatan konsumsi pemerintah dan

peningkatan impor luar negeri Sulawesi

Tenggara. Sedangkan dari sisi penawaran,

perlambatan kinerja lapangan usaha

pertambangan dan penggalian dan lapangan

usaha konstruksi merupakan penyebab utama

perlambatan yang terjadi pada periode tahun

2016.

Memasuki triwulan I 2017, perkembangan

beberapa indikator ekonomi di Sulawesi

Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan

dengan tren melambat dan diperkirakan hanya

tumbuh pada kisaran 5,8% - 6,2% (yoy). Hasil

survei yang dilakukan oleh KPw Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Tenggara dan pendalaman

informasi yang dilakukan melalui liaison juga

mengindikasikan akan terjadi perlambatan

pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi yang

diperkirakan akan mengalami perlambatan yaitu

lapangan usaha konstruksi dan perdagangan

besar dan eceran. Namun demikian, lapangan

usaha pertanian dan lapangan usaha

pertambangan serta lapangan usaha industri

pengolahan diperkirakan akan mengalami

akselerasi sehingga mampu menahan laju

perlambatan ekonomi yang terjadi. Sementara

dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara diperkirakan berasal

dari adanya peningkatan impor Sulawesi

Tenggara.

1.2. SISI PERMINTAAN

Realisasi Triwulan IV 2016

Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen

pengeluaran pada PDRB), akselerasi laju

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada

triwulan IV 2016 disebabkan oleh peningkatan

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga

Sumber: BPS, ADHK, diolah

2017 Rasio

I II III IV I II III IV I Tw III 2016

Konsumsi Rumah Tangga 4.5 5.0 5.3 5.6 5.1 6.7 6.8 6.0 5.1 6.1 6.1 - 6.5 46.1

Konsumsi LNPRT -11.0 -9.0 5.1 5.5 -2.5 6.6 7.2 3.2 1.5 4.5 6.3 - 6.7 1.0

Konsumsi Pemerintah 2.5 3.9 6.8 4.3 4.5 4.8 11.4 1.2 -6.9 2.0 7.3 - 7.7 14.3

PMTB 2.2 10.3 2.8 2.5 4.3 11.5 10.9 7.0 2.6 7.6 4.9 - 5.3 43.4

Perubahan Inventori -275.0 -71.3 -79.2 -81.6 -33.9 -110.5 -16.5 44.3 -230.1 18.1 -44.9 - 45.3 0.6

Eksport Luar Negeri -40.3 27.8 -21.9 -27.9 -20.9 -49.7 -29.7 -3.0 63.2 -8.5 105.5 - 105.9 5.7

Import Luar Negeri -5.6 -15.0 -39.1 -24.6 -23.4 -22.7 28.0 4.0 6.3 3.9 55.6 - 56.0 7.8

Net Eksport Antar Daerah -67.3 -10.3 -40.3 10.3 -28.3 36.9 -22.8 -4.3 -38.8 -18.1 14.1 - 14.5 (3.3)

PDRB 5.8 7.2 7.0 7.5 6.9 5.5 6.8 6.0 7.6 6.5 5.8 - 6.1

Keterangan:

Meningkat

Melambat

Komponen Pengeluaran2015 2016

2015 2016

Page 21: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

9

yang tinggi pada ekspor Sulawesi Tenggara,

setelah sebelumnya mengalami trend

pertumbuhan yang negatif. Perbaikan tersebut

dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga

nikel internasional. Berdasarkan hasil liaison,

peningkatan permintaan nikel olahan dari

Sulawesi Tenggara masih dipengaruhi adanya

pemangkasan produksi nikel dari negara

kompetitor nikel, terutama Filipina ditengah

peningkatan produksi stainless steel2 di

Tiongkok.

Namun demikian, perlambatan konsumsi rumah

tangga dan kontraksi pada konsumsi

pemerintah di periode triwulan IV 2016

menahan laju akselerasi perekonomian Sulawesi

Tenggara. Perlambatan konsumsi rumah tangga

disebabkan telah telah kembali normalnya

konsumsi masyarakat pasca perayaan Hari Raya

Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha di periode

sebelumnya. Sedangkan untuk kontraksi dari

sektor pemerintah masih disebabkan oleh

adanya penundaan transfer Dana Alokasi Umum

(DAU) oleh pemerintah pusat.

Dari sisi rasio komponen pengeluaran terhadap

total PDRB, konsumsi rumah tangga masih

mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara

dengan rasio sebesar 46,1% diikuti oleh

pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar

43,4%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga

masih memiliki peran yang cukup besar dengan

rasio mencapai 14,13% sehingga realisasinya

perlu mendapat perhatian agar dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

2 Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.

optimal dan berkelanjutan. Sementara itu,

ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya

menyumbang sebesar 5,7% jika dibandingkan

dengan keseluruhan PDRB yang tercipta (Tabel

1.2).

Realisasi Tahun 2016

Meskipun secara triwulanan perekonomian

Sulawesi Tenggara mengalami akselerasi,

namun secara tahunan Perekonmian Sulawesi

Tenggara masih mengalami perlambatan.

Perlambatan tersebut disebabkan oleh

perlambatan konsumsi pemerintah dan

peningkatan impor luar negeri Sulawesi

Tenggara. Konsumsi pemerintah pada tahun

2016 mengalami perlambatan akibat adanya

penghematan anggaran pemerintah dan

penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat.

Sementara untuk impor Sulawesi Tenggara

mengalami peningkatan didorong oleh adanya

impor mesin dan peralatan dalam rangka

pembangunan smelter.

Tracking Triwulan I 2017

Pada triwulan I 2017 yang sedang berjalan

diperkirakan akan terjadi perlambatan

pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh

peningkatan impor terutama untuk impor

barang modal dalam rangka pembangunan

smelter nikel. Disisi lain, konsumsi rumah tangga

dan konsumsi pemerintah di periode mendatang

diperkirakan akan mengalami akselerasi

sehingga relatif menahan laju pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara di periode berjalan.

Page 22: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

10

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga

Realisasi Triwulan IV 2016

Pada triwulan IV 2016 konsumsi rumah tangga

tercatat tumbuh sebesar 5,1% (yoy), mengalami

perlambatan laju pertumbuhan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

mampu tumbuh sebesar 6,0% (yoy).

Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga tersebut disebabkan oleh telah kembali

normalnya pengeluaran masyarakat pasca

perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul

Adha di periode sebelumnya.

Berdasarkan jenis pengeluaran konsumsinya,

pengeluaran rumah tangga yang mengalami

penurunan pada periode tersebut terjadi hampir

pada seluruh komponen konsumsi rumah

tangga, kecuali pada konsumsi pakaian dan alas

kaki dan konsumsi lainnya (Grafik 1.3). Konsumsi

rumah tangga Sulawesi Tenggara masih

didominasi oleh konsumsi makanan dan

minuman sebesar 46,6%, diikuti oleh konsumsi

untuk transportasi dan komunikasi sebesar

20,1%. Sementara itu konsumsi perumahan dan

peralatan rumah tangga berada pada posisi ke-

3 dengan pangsa sebesar 12,4%.

Perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga tersebut terlihat juga hasil Survei

Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI

Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil

survei tersebut terdapat penurunan Indeks

Pengeluaran dari 153,3 di triwulan III menjadi

147,3 di triwulan IV (Grafik 1.4).

Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit

konsumsi pada periode tersebut juga mengalami

perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan IV

2016, kredit konsumsi di Sulawesi Tenggara

tercatat sebesar Rp12,2 triliun atau tumbuh

sebesar 13,3% (yoy), sedangkan pada triwulan

sebelumnya tumbuh sebesar 14,1% (yoy) (Grafik

1.5).

Realisasi Tahun 2016

Pada tahun 2016 konsumsi rumah tangga

tercatat tumbuh sebesar 6,1% (yoy), mengalami

percepatan laju pertumbuhan jika dibandingkan

dengan periode tahun sebelumnya yang tercatat

hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Akselerasi

tersebut mampu menahan perlambatan yang

terjadi pada pertumbuhan tahunan Sulawesi

Tenggara. Percepatan pertumbuhan pada

konsumsi makanan dan minuman, konsumsi

Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan

Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat ini

0123456789

Ma

kan

an d

an

Min

um

an,

se

lain

Resto

ran

Pa

kaia

n d

an

Ala

sK

aki

Pe

rum

ah

an

da

nP

erle

ngka

pan

Ru

mah

Ta

ngg

a

Ke

seh

ata

n d

an

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

rta

si d

an

Ko

mun

ikasi

Resto

ran

dan

Ho

tel

Ko

nsu

msi la

innya

Tw III 2016 Tw IV 2016

%, yoy

147.3

145

150

155

160

165

170

175

180

185

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu

Page 23: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

11

perumahan dan perlengkapan rumah tangga

serta konsumsi kesehatan dan pendidikan

merupakan penyebab adanya peningkatan pada

konsumsi rumah tangga.

Tracking Triwulan I 2017

Memasuki triwulan I 2017, perkembangan

berbagai indikator terkini mengindikasikan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan

terakselerasi pada kisaran 6,1% - 6,3% (yoy).

Adanya peningkatan Upah Minimum Kota

(UMK) dari Rp2.007.000,-/bulan pada tahun

2016 menjadi Rp2.172.000,-/ bulan pada tahun

2017 atau meningkat sebesar 8,25%,

diperkirakan akan mendorong peningkatan daya

beli masyarakat. Selain itu, adanya perbaikan

harga nikel olahan diperkirakan turut

meningkatkan daya beli masyarakat seiring

adanya peningkatan pengeluaran terutama

untuk bahan makanan dan makanan jadi. Hal ini

tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang

menunjukkan indeks perkiraan pengeluaran 3

3 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut

bulan mendatang dibanding saat ini yang

mengalami peningkatan dari 146,0 di periode

sebelumnya menjadi 170,2 di periode triwulan I

2017 mendatang.

1.2.2. Konsumsi Pemerintah

Realisasi Triwulan IV 2016

Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja

pemerintah pada triwulan IV 2016 tumbuh

terkontraksi sebesar 6,9% (yoy), jauh menurun

jika dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang mampu tumbuh positif sebesar 1,2% (yoy).

Adanya penghematan anggaran pemerintah

dan penundaan transfer DAU dari pemerintah

pusat juga turut menyebabkan rendahnya

konsumsi pemerintah daerah di periode triwulan

IV 2016.

Hal tersebut tercermin dari realisasi anggaran

belanja pemerintah yang berasal dari APBN pada

triwulan IV 2016 yang hanya mencapai Rp2,02

triliun atau tumbuh negatif sebesar 51,0% (yoy)

jika di bandingkan dengan periode yang sama

pada tahun lalu dari total anggaran. Realisasi

tersebut jauh mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan periode yang sama pada

triwulan III yang tumbuh negatif sebesar 25,9%

(yoy).

Kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah

tersebut disebabkan oleh kontraksi

pertumbuhan konsumsi kolektif3 dan konsumsi

individual pemerintah4. Pada periode tersebut

kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.

4 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi

Tenggara

12.23

13.3%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

18%

19%

-

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 24: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

12

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

konsumsi kolektif pemerintah tumbuh sebesar -

6,3%(yoy), setelah pada periode sebelumnya

mampu tumbuh sebesar 1,0% (yoy). Sedangkan

untuk konsumsi individual pemerintah

mengalami kontraksi sebesar 7,7% (yoy).

Realisasi Tahun 2016

Adanya penghematan anggaran pemerintah

dan penundaan transfer DAU dari pemerintah

pusat juga menyebabkan pertumbuhan

konsumsi pemerintah di tahun 2016 melambat.

Pada tahun 2016 konsumsi pemerintah

mengalami perlambatan dari sebelumnya

mampu tumbuh sebesar 4,5% (yoy) pada tahun

2015 menjadi hanya tumbuh sebesar 2,0%

(yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh

melambatnya konsumsi kolektif pemerintah

maupun konsumsi individu pemerintah.

Tracking Triwulan I 2017

Pada triwulan I 2017, pertumbuhan konsumsi

pemerintah diperkirakan masih akan mengalami

perbaikan. Pada triwulan mendatang konsumsi

pemerintah diperkirakan akan kembali pada

kondisi normalnya dengan tumbuh sebesar

7,3% - 7,7% (yoy). Akselerasi tersebut

disebabkan oleh pemerintah pusat telah

individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan

melakukan pembayaran atas Dana Alokasi

Umum (DAU) yang sempat tertunda pada

triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut

menyebabkan pengeluaran pemerintah daerah,

beberapa kementerian dan lembaga negara

yang sempat tertunda dapat terealisasikan.

1.2.3. Investasi

Realisasi Triwulan IV 2016

Komponen investasi di Sulawesi Tenggara pada

triwulan IV 2016 tercatat melambat jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Aktivitas investasi Sulawesi Tenggara di triwulan

IV 2016 tercatat hanya dapat tumbuh sebesar

2,6% (yoy), setelah di periode sebelumnya

mampu tumbuh sebesar 7,0% (yoy).

Perlambatan yang terjadi dipengaruhi oleh

investasi bangunan yang stagnan. Hal tersebut

juga tercermin dari data konsumsi semen yang

tercatat mengalami perlambatan. Konsumsi

semen pada periode tersebut tercatat sebesar

174,2 ton atau tumbuh negatif sebesar 4,9%

(yoy), menurun jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat tumbuh

sebesar 10,4% (yoy) (Grafik 1.6). Selain itu,

investasi non bangunan juga tercatat mengalami

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara

174

-4,87%-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Thousands

Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)

Ton yoy

4.880,95

34,5%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 25: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

13

perlambatan dari 8,3% (yoy) menjadi sebesar

7,8% (yoy) di triwulan IV 2016.

Berdasarkan status penanaman modalnya,

Penamanam Modal Dalam Negeri (PMDN)

merupakan sumber perlambatan investasi di

Sulawesi Tenggara. Pada triwulan IV 2016,

jumlah PMDN adalah sebanyak 35 proyek

dengan total investasi Rp454,3 miliar. Dengan

demikian, realisasi investasi PMDN terkontraksi

sebesar 60,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi

sebesar 56,7%. Sedangkan untuk Penanaman

Modal Asing (PMA) tercatat mengalami

pertumbuhan. Pada triwulan IV 2016 jumlah

PMA adalah sebanyak 55 proyek dengan nilai

investasi sebesar US$ 246,0 ribu.

Meskipun demikian, penyaluran kredit investasi

untuk proyek-proyek yang ada di Sulawesi

Tenggara yang masih dapat tumbuh tinggi

sebesar 34,5% (yoy). Sampai dengan periode

tersebut, jumlah outstanding kredit investasi

adalah sebesar Rp4,88 triliun (Grafik 1.7).

Realisasi Tahun 2016

Secara tahunan komponen investasi di Sulawesi

Tenggara mampu tumbuh terakselerasi dari

4,3% (yoy) di tahun 2015 menjadi 7,6% (yoy) di

tahun 2016. Akselerasi tersebut disebabkan oleh

invetasi non bangunan yang meningkat menjadi

tumbuh sebesar 9,8% (yoy) setelah di tahun

sebelumnya terkontraksi sebesar 1,6% (yoy).

Kondisi tersebut terjadi seiring sudah dimulai

kembalinya investasi mesin guna pembangunan

smelter pengolahan nikel.

Tracking Triwulan I 2017

Di triwulan berjalan kegiatan investasi di Sultra

diperkirakan akan mengalami akselerasi jika

dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Pada

triwulan berjalan kegiatan investasi diperkirakan

akan tumbuh sebesar 4,9% - 5,3% (yoy).

Kondisi tersebut didorong oleh adanya

peningkatan investasi terutama dari belanja

modal pemerintah. Realisasi belanja modal

pemerintah diperkirakan akan mengalami

peningkatan di triwulan I 2017 mendatang

akibat kembali berjalannya proyek-proyek

pemeritah yang sempat tertunda seiring adanya

pembayaran DAU oleh pemerintah pusat.

Sementara itu, investasi swasta diperkirakan

masih relatif terbatas. Kondisi ini disebabkan

oleh harga nikel dunia yang cenderung turun di

awal tahun dan adanya relaksasi ekspor nikel

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi

Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor

76.53

52.7%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra

Juta US$ yoy Minyak Nilam1.692 2,2%

Perikanan4.911 6,4%

Aspal556

0,7%Mete1.550 2,0%

Kakao olah1.054 1,4%

Feronikel66.242 86,6%

Lainnya528

0,7%

Page 26: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

14

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

lowgrade diperkirakan akan menyebabkan

investor smelter memperlambat aktivitas

pembangunan smelternya.

1.2.4. Ekspor dan Impor

Realisasi Ekspor Triwulan IV 2016

Komponen ekspor luar negeri Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 tercatat

mengalami akselerasi yang tinggi di periode

laporan. Pada periode tersebut ekspor Sulawesi

Tenggara tercatat mampu tumbuh positif tinggi

hingga mencapai 63,2% (yoy), setelah pada

periode sebelumnya mengalami kontraksi

sebesar 3,0% (yoy) (Tabel 1.2). Perbaikan yang

terjadi pada ekspor luar negeri tersebut

dipengaruhi oleh akselerasi ekspor barang.

Sementara untuk ekspor jasa tercatat

mengalami perlambatan. Ekspor Sulawesi

Tenggara pada periode tersebut masih

didominasi oleh ekspor barang yang mencapai

95,4% sedangkan sisanya merupakan ekspor

jasa.

Berdasarkan nilai ekspor barang secara riil dari

data Bea Cukai, ekspor Sulawesi Tenggara pada

periode laporan mencapai USD76,5 juta.

Pencapaian tersebut lebih tinggi daripada

periode sebelumnya yang hanya tercatat sebesar

USD50,8 juta (Grafik 1.8).

Perbaikan kinerja ekspor tersebut secara

dominan didorong oleh peningkatan ekspor

komoditas utama Sulawesi Tenggara seperti

feronikel, ikan dan aspal. Komoditas ekspor

Sultra secara dominan diwakili oleh komoditas

nikel olahan dengan pangsa sebesar 86,6% dari

total ekspor atau senilai USD66,2 juta (Grafik

1.9). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

feronikel memberikan andil yang sangat besar

terhadap kinerja ekspor di Sulawesi Tenggara.

Perbaikan kinerja ekspor feronikel tersebut

sejalan dengan kondisi yang terjadi di salah satu

pelaku usaha ekspor nikel olahan di Sulawesi

Tenggara. Berdasarkan hasil liaison, korporasi

tersebut mengkonfirmasi bahwa pada triwulan

IV 2016 melakukan ekspor feronikel sebanyak

7.418,8 WMT atau mampu tumbuh sebesar

41,2% (yoy), jauh meningkat dibandingkan

periode sebelumnya yang tercatat melakukan

ekspor feronikel sebanyak 4.002,8 WMT (Grafik

1.11). Peningkatan ekspor feronikel tersebut

terjadi seiring dengan adanya peningkatan

harga nikel olahan dunia yang disebabkan oleh

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen Feni, diolah

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sultra Grafik 1.11 Ekspor Feronikel Oleh Salah Satu Korporasi

66

40.6%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

400%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

4,00

92%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

-

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)

Volume (WMT) yoy

Page 27: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

15

adanya pemangkasan produksi nikel dari

beberapa tambang dunia, terutama Filipina.

Selain itu permintaan feronikel untuk produsen

stainless steel di China mengalami peningkatan.

Ekspor komoditas perikanan pada periode

laporan juga menunjukkan adanya peningkatan

sehingga turut memberikan andil terhadap

ekselerasi pertumbuhan. Pada triwulan IV 2016,

ekspor komoditas perikanan mengalami

pertumbuhan yang tinggi sebesar 126,8% (yoy)

setelah pada periode sebelumnya tercatat

mampu tumbuh negatif (-14,1%- yoy). Pada

periode tersebut ekspor perikanan Sultra

tercatat meningkat senilai USD3,8 juta dari

triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut

utamanya disebabkan oleh peningkatan

pengiriman ekspor gurita senilai USD 850,6 ribu

dan udang senilai USD 502,5 juta (Grafik 1.12).

Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa

peningkatan ekspor komoditas perikanan

tersebut lebih disebabkan oleh bertambahnya

hasil tangkapan akibat faktor cuaca dan musim

produksi.

Selain itu, akselerasi ekspor Sulawesi Tenggara

dipengaruhi juga oleh peningkatan eskpor aspal.

Ekspor aspal pada triwulan IV 2016 senilai

USD556 ribu, lebih tinggi dibandingkan periode

sebelumnya yang hanya mampu mengekspor

sebesar USD2,4 ribu. Peningkatan tersebut

disebabkan hasil produksi aspal dari Sulawesi

Tenggara yang telah sesuai dengan permintaan

importir setelah pada periode sebelumnya

mengalami permasalahan.

Mitra dagang utama Sulawesi Tenggara untuk

ekspor mengalami sedikit perubahan

dibandingkan periode sebelumnya. Pangsa

terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi

Tenggara adalah Tiongkok yang mencapai

35,0%, lalu diikuti dengan pengiriman Korea

Selatan (23,2%) dan ke India (20,0%).

Sementara pada peridoe sebelumnya pangsa

terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi

Tenggara adalah Korea Selatan yang mencapai

52,8%, lalu diikuti dengan pengiriman ke

Tiongkok (23,2%) dan India (20,0%).

Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor juga

tercermin dari arus muat barang di pelabuhan

peti kemas yang pada periode laporan tercatat

berjumlah 89,3 ribu MT, meningkat setelah pada

periode sebelumnya terkontraksi tercatat

sebesar 68,8 ribu MT (Grafik 1.13).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah

Grafik 1.12 Nilai Ekspor Perikanan Sultra Grafik 1.13 Arus Muat Barang

-21%

-97%

-28%

-1%

-100%

-100%

-63%

57%

-150% -100% -50% 0% 50% 100%

Ikan Hidup

Tuna

Rajungan

Gurita

Tw III Tw IV

%,yoy

89,326

-24.2%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)

Volume (T/M3) yoy

Page 28: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

16

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Realisasi Impor Triwulan IV 2016

Sementara itu, aktivitas impor luar negeri di

Sulawesi Tenggara tercatat mengalami

peningkatan pada periode laporan. Selama

triwulan IV 2016, aktivitas impor tumbuh

sebesar 6,3% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh

sebesar 4,0% (yoy). Impor luar negeri Sulawesi

Tenggara didominasi oleh impor barang (97,3%)

yang pada periode laporan mengalami

peningkatan dan mampu tumbuh sebesar 6,3%

(yoy). Sementara untuk impor jasa juga tumbuh

positif sebesar 4,0% (yoy), setelah perido

sebelumnya tercatat tumbuh negatif (-2,0%-

yoy).

Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil

dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara

pada periode laporan adalah sebesar USD71,9

juta, meningkat dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tercatat sebesar USD17,3 juta

(Grafik 1.14). Impor Sultra pada periode laporan

masih didominasi oleh barang modal yang

mencapai 68,6% dan sisanya merupakan

barang antara. Pada triwulan IV 2016 impor

Sultra tersebut hanya berasal dari Tiongkok.

Realisasi Ekspor dan Impor Tahun 2016

Komponen ekspor luar negeri Sulawesi

Tenggara pada tahun 2016 tercatat mengalami

akselerasi yang tinggi. Pada tahun 2016 ekspor

Sulawesi Tenggara tercatat mampu tumbuh

positif sebesar 3,9% (yoy) setelah pada periode

tahun sebelumnya tercatat mengalami

pertumbuhan yang negatif sebesar 23,4% (yoy).

Perbaikan harga nikel olahan dunia terutama

pada akhir tahun merupakan faktor utama

penyebab adanya peningkatan pertumbuhan

ekspor tersebut. Selain itu, kondisi cuaca yang

lebih kondusif juga menyebabkan produksi

komoditas ikan mengalami peningkatan.

Sementara untuk komoditas aspal juga

mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan kontrak penjualan dengan Negara

Tiongkok.

Kondisi impor Sulawesi Tenggara mengalami

peningkatan yang signifikan pada tahun 2016

dan merupakan faktor utama penyebab

perlambatan ekonomi yang terjadi pada periode

tersebut. Pada tahun 2016, impor Sulawesi

Tenggara tercatat tumbuh positif sebesar 3,9%

(yoy), jauh mengalami peningkatan yang

sebelumnya tercatat mengalami pertumbuhan

negatif sebesar 23,4% (yoy). Peningkatan impor

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah

Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sultra Grafik 1.15 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan

72

21%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

343.319

-7,1%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)

Volume (T/M3) yoy

Page 29: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

17

tersebut terjadi seiring adanya peningkatan

impor barang modal akibat adanya

pembangunan smelter. Hal tersebut tercermin

dari adanya peningkatan volume import barang

modal dari 42,7 ribu ton di tahun 2015 menjadi

59,1 ribu ton di tahun 2016

Tracking Triwulan I 2017

Memasuki triwulan I 2017, kinerja ekspor luar

negeri diperkirakan masih akan membaik. Pada

triwulan mendatang ekspor Sulawesi Tenggara

diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar

103% - 105% (yoy). Hal ini disebabkan oleh

adanya peningkatan ekspor komoditas nikel

olahan seiring dengan mulai adanya

peningkatan harga komoditas nikel olahan

dunia. Selain itu, faktor base effect juga turut

memberikan pengaruh yang kuat pada

akselerasi ekspor di triwulan mendatang. Pada

tahun sebelumnya, ekspor Sulawesi Tenggara

mengalami penurunan akibat rendahnya harga

komoditas nikel dunia pada saat itu.

Berdasarkan perkiraan penjualan dari salah satu

eksportir komoditas nikel olahan di Sulawesi

Tenggara akan terjadi peningkatan penjualan

yang lebih tinggi selama triwulan IV 2016.

Korporasi tersebut berencana akan melakukan

ekspor feronikel sebanyak 4.000 MWT atau

masih terakselerasi cukup tinggi mencapai

sebesar 52,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan IV yang tercatat sebesar 41,2%

(yoy). Namun demikian, ekspor komoditas

perikanan diperkirakan akan mengalami

perlambatan seiring dengan faktor cuaca yang

kurang kondusif dalam meningkatkan produksi

pada periode mendatang.

Sedangkan impor Sulawesi Tenggara pada

triwulan berjalan diperkirakan juga akan

mengalami peningkatan. Pada periode tersebut

impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 56% -

60% (yoy). Peningkatan tersebut terutama

terjadi pada impor barang modal seiring

terjadinya akselerasi pada kegiatan investasi

pembangunan smelter pengolahan nikel. Selain

itu, adanya faktor base effect memberikan

pengaruh yang kuat pada peningkatan impor

ekspor di triwulan mendatang. Pada tahun

sebelumnya, impor Sulawesi Tenggara

mengalami penurunan akibat masih

terhambatnya pembangunan Smelter periode

saat itu, terutama karena harga nikel yang masih

rendah.

1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA

UTAMA

Realisasi Triwulan IV 2016

Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV

2016 disebabkan oleh peningkatan kinerja

lapangan usaha pertambangan dan penggalian

serta akselerasi yang terjadi lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan di periode

laporan. Namun akselerasi tersebut sedikit

tertahan oleh adanya perlambatan pada kinerja

lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha

industri pengolahan serta lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran.

Peningkatan kinerja lapangan usaha

pertambangan dan penggalian tersebut terjadi

seiring peningkatan produksi nikel mentah

sebagai bahan baku untuk produksi nikel olahan

maupun perdagangan nikel mentah antar

daerah. Sedangkan untuk akselerasi lapangan

Page 30: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

18

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

usaha pertanian disebabkan oleh akselerasi

pertumbuhan sub lapangan usaha pertanian,

perburuan dan jasa pertanian serta usaha

kehutanan dan penebangan kayu seiring

masuknya musim panen tanaman bahan

makanan.

Realisasi Tahun 2016

Kinerja lapangan usaha pertambangan dan

penggalian dan lapangan usaha konstruksi yang

melambat merupakan penyebab utama

perlambatan yang terjadi pada periode tahun

2016. Perlambatan yang terjadi pada lapangan

usaha pertambangan disebabkan oleh

penurunan jumlah produksi ore nikel seiring

dengan adanya penurunan harga nikel pada

semester I 2016. Sedangkan untuk lapangan

usaha konstruksi dipicu oleh rendahnya realisasi

pembangunan terutama yang dilakukan oleh

pemerintah.

Tracking Triwulan I 2017

Sementara itu, pada triwulan I yang sedang

berjalan diperkirakan akan terjadi perlambatan

pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh

perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan

usaha pertambangan dan penggalian serta

lapangan usaha perdagagan besar dan eceran.

Namun demikan, pertumbuhan yang cukup

tinggi pada lapangan usaha industri pengolahan

dan lapangan usaha konstruksi diperkirakan

memberikan andil yang positif sehingga mampu

menahan perlambatan laju pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara di periode tersebut.

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Realisasi Triwulan IV 2016

Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan

(selanjutnya disebut usaha pertanian)

mengalami akselerasi pertumbuhan. Kinerja

lapangan usaha tersebut mampu tumbuh

Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra

Sumber: BPS, ADHK, diolah

Pangsa %

I II III IV I II III IV Tw III 2016

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.3) (1.8) (3.8) 6.5 0.04 11.0 5.7 5.5 9.0 7.7 5.5 - 5.9 23.08

Pertambangan dan Penggalian 9.3 10.6 16.1 4.2 10.0 (7.4) 3.7 (6.0) 10.2 0.1 1.7 - 2.1 20.35

Industri Pengolahan 18.2 11.0 3.5 0.4 7.7 8.6 5.4 13.7 8.1 8.9 11.6 - 12.0 6.04

Pengadaan Listrik, Gas 9.9 10.3 5.9 4.5 7.5 11.6 7.9 12.3 (6.5) 5.7 6.9 - 7.3 0.05

Pengadaan Air 3.0 8.1 0.2 0.3 2.8 8.8 3.0 14.3 9.8 8.9 14.1 - 14.5 0.19

Konstruksi 0.0 13.4 17.2 23.0 13.9 9.8 8.3 8.8 4.9 7.7 6.8 - 7.2 14.24

Perdagangan Besar dan Eceran 7.2 11.6 7.6 8.5 8.7 6.1 6.2 16.3 11.1 10.0 6.9 - 7.3 12.46

Transportasi dan Pergudangan 7.6 6.8 9.3 6.8 7.6 9.5 12.5 16.0 8.5 11.6 11.8 - 12.2 4.55

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.8 6.4 7.7 10.5 7.9 7.7 8.3 7.7 4.9 7.1 7.0 - 7.4 0.58

Informasi dan Komunikasi 6.5 6.5 7.7 7.6 7.1 13.2 9.2 8.2 8.7 9.8 9.3 - 9.7 2.35

Jasa Keuangan 8.3 2.1 8.8 11.5 7.7 14.5 21.6 14.0 11.1 15.1 4.6 - 5.0 2.30

Real Estate 4.0 5.5 6.9 2.8 4.8 0.4 1.2 (4.6) 6.6 0.9 2.7 - 3.1 1.59

Jasa Perusahaan 7.7 10.7 11.0 11.6 10.3 10.0 8.1 7.7 7.0 8.2 8.7 - 9.1 0.21

Administrasi Pemerintahan 7.6 9.9 2.0 1.7 5.1 2.7 8.2 1.0 (2.9) 2.1 3.7 - 4.1 5.03

Jasa Pendidikan 13.0 10.5 5.9 0.8 7.1 11.9 12.8 14.5 1.5 9.9 5.1 - 5.5 4.59

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.8 7.1 8.7 3.3 6.4 9.2 4.5 8.3 3.2 6.2 5.5 - 5.9 0.94

Jasa Lainnya 5.5 5.9 8.5 8.3 7.1 8.5 9.4 6.1 6.1 7.5 7.2 - 7.6 1.45

PDRB 5.8 7.2 7.0 7.5 6.9 5.5 6.8 6.0 7.6 6.5 5.8 - 6.1 100

Keterangan:

Meningkat

Melambat

2017P2016

Lapangan Usaha2015

2015 2016

Page 31: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

19

sebesar 9,0% (yoy), setelah pada periode

sebelumnya hanya tumbuh sebesar 5,5% (yoy).

Jika diperhatikan dari sub lapangan usahanya,

maka usaha pertanian, peternakan, perburuan

dan jasa pertanian serta usaha kehutanan dan

penebangan kayu mengalami akselerasi

sehingga mampu memberikan andil terhadap

pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Sementara

untuk sub lapangan usaha perikanan mengalami

perlambatan. Demikian juga untuk usaha

kehutanan dan penebangan kayu yang

mengalami kontraksi di periode tersebut.

Pangsa terbesar lapangan usaha ini adalah usaha

pertanian, peternakan, perburuan dan jasa

pertanian (54,5%), diikuti oleh usaha perikanan

(42,8%) dan usaha kehutanan dan penebangan

kayu (2,7%) (Grafik 1.16).

Penyebab utama dari akselerasi pertumbuhan

usaha pertanian dipengaruhi oleh produksi

tanaman bahan makanan. Pada triwulan IV

2016, cuaca kondusif serta upaya pemerintah

pusat maupun daerah guna meningkatkan

produksi melalui perluasan lahan pertanian,

pemberian bibit unggul dan penyediaan sarana

prasarana pertanian juga turut memberikan

pengaruh pada peningkatan kinerja usaha

tersebut. Hal tersebut tercermin juga dari luas

panen padi yang mengalami peningkatan. Pada

triwulan IV 2106 jumlah luas panen padi

mencapai 56,2 ribu Ha atau mampu tumbuh

sebesar 96,5% (yoy), jauh meningkat

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Selain itu,

jumlah luas panen jagung juga mengalami

peningkatan dari periode sebelumnya yang

tumbuh negatif sebesar 25,3% (yoy) menjadi

mampu tumbuh positif sebesar 7,0% (yoy) atau

seluas 1,2 ribu Ha.

Sejalan dengan pertumbuhan lapangan usaha

pertanian, penyaluran kredit pada lapangan

usaha tersebut juga mengalami akselerasi

dengan tercatat tumbuh sebesar 60,3% (yoy),

setelah di periode sebelumnya tercatat tumbuh

hanya sebesar 38,1% (yoy). Jumlah penyaluran

kredit pada lapangan usaha tersebut tercatat

sebesar Rp592,7 milliar dengan nilai resiko (NPL)

yang rendah yakni sebesar 1,0% (yoy) (Grafik

1.17).

Realisasi Tahun 2016

Sumber: Dinas Pertaniani, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.16 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.17 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara

56

96,5%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

-

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Thousands

Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)

Luas (ribu Ha)yoy

592,74

60,3%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

-

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 32: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

20

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Sejalan dengan kondisi tersebut, kinerja

lapangan usaha pertanian pada tahun 2016 juga

mengalami peningkatan. Selama tahun 2016

usaha tersebut tercatat tumbuh sebesar 7,7%

(yoy) sementara di tahun sebelumnya stagnan

(0,0%). Pertumbuhan tersebut mampu

memberikan andil terhadap pertumbuhan yang

terjadi di tahun 2016. Akselerasi tersebut

disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada sub

lapangan usaha pertanian, peternakan,

perburuan dan jasa pertanian serta sub lapangan

usaha perikanan. Makin kondusifnya kondisi

cuaca pada tahun 2016 setelah pada tahun

sebelumnya terjadi fenomena El Nino

merupakan faktor utama penyebab peningkatan

produksi tersebut.

Tracking Triwulan I 2017

Pada triwulan I mendatang, lapangan usaha

pertanian diperkirakan akan mengalami tren

penurunan. Pada periode mendatang lapangan

usaha ini diperkirakan hanya akan tumbuh

sebesar 5,5% - 5,9% (yoy). Penyebab utama

penurunan tersebut disebabkan oleh adanya

penurunan hasil produksi perikanan tangkap

akibat tingginya gelombang laut pada periode

mendatang. Namun demikian, masuknya musim

panen komoditas tabama dan kondisi cuaca

yang lebih kondusif dibandingakan tahun

sebelumnya diperkirakan akan menyebabkan

peningkatan produksi sehingga mampu

menahan laju perlambatan yang akan terjadi.

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian

Realisasi Triwulan IV 2016

Kinerja lapangan usaha pertambangan dan

penggalian pada periode laporan tercatat

mampu mengalami pertumbuhan yang positif

setelah pada periode sebelumnya tumbuh

negatif dan mengakibatkan terjadinya akselerasi

ekonomi di Sulawesi Tenggara. Pada triwulan IV

2016 kinerja lapangan usaha ini tercatat

mengalami akselerasi sebesar 10,2% (yoy), jauh

meningkat dibandingkan periode sebelumnya

yang kontraksi cukup dalam sebesar 6,0% (yoy).

Adanya perbaikan harga nikel olahan dunia

menyebabkan peningkatan kebutuhan akan

nikel mentah di Sulawesi Tenggara. Peningkatan

kebutuhan bahan baku nikel olahan tersebut

selain berasal dari dalam Sulawesi Tenggara juga

berasal dari luar provinsi (Sulawesi Tengah dan

Banten). Terjadinya peningkatan harga nikel

olahan dunia tersebut terjadi seiring adanya

penurunan produksi nikel mentah maupun nikel

olahan di Filipina sebagai produsen penghasil biji

Sumber: Produsen Nikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.18 Produksi Ore Nikel Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara

221

99,3%

-100%

100%

300%

500%

700%

900%

1100%

-

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Thousands

Produksi nikel (MWT) yoy

Volume (WMT)yoy

2.381,75

78,6%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Pertambangan

Rp Miliar yoy

Page 33: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

21

nikel terbesar di dunia. Filipina menyumbang

sekitar 25% produksi nikel global.

Berdasarkan data yang diperoleh dari salah satu

perusahaan pertambangan terbesar di Sulawesi

Tenggara pada periode laporan tercatat

melakukan produksi sebesar 220,7 ribu MWT

atau mampu tumbuh positif sebesar 99,3%

(yoy), setelah pada periode sebelumnya hanya

melakukan produksi sebesar 155,7 ribu MWT

atau tumbuh negatif 2,75% (yoy). Peningkatan

tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan

untuk kebutuhan pembuatan nikel olahan

(Grafik 1.18).

Selain itu, berdasarkan hasil liaison diketahui

bahwa terjadi peningkatan penjualan komoditas

aspal yang disebabkan oleh tingginya kebutuhan

aspal khususnya dari beberapa Daerah Otonomi

Baru (DOB) pemekaran yang berada di Sulawesi

Tenggara seperti Kabupaten Muna, Kabupatan

Muna Barat, Kabupaten Bombana dan

Kabupaten Buton Utara juga turut memberikan

andil terhadap percepatan pertumbuhan yang

terjadi di lapangan usaha pertambangan dan

penggalian.

Sejalan dengan akselerasi yang terjadi,

penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut

juga mengalami percepatan. Pada triwulan IV

2016, kredit sektor pertambangan dan

penggalian di Sulawesi Tenggara tumbuh

sebesar 78,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tercatat

tumbuh sebesar 60,4% (yoy) (Grafik 1.19).

Realisasi Tahun 2016

Secara tahunan lapangan usaha pertambangan

dan penggalian mengalami perlambatan. Pada

tahun 2016 sektor ini tercatat hanya mampu

tumbuh sebesar 0,1% (yoy), menurun

dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 10,0% (yoy). Perlambatan pada

lapangan usaha tersebut berdampak pada

perlambatan ekonomi Sulawesi Tenggara pada

tahun 2016. Perlambatan yang terjadi

disebabkan oleh penurunan jumlah produksi ore

nikel seiring dengan adanya penurunan harga

nikel pada semester I 2016.

Tracking Triwulan I 2017

Memasuki triwulan I 2017, kinerja lapangan

usaha ini diperkirakan akan mengalami

pertumbuhan positif pada kisaran sebesar 1,7%

- 2,1% (yoy). Kondisi tersebut mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan periode

triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh

masih tingginya stok nikel olahan pada triwulan

sebelumnya dan harga nikel olahan dunia yang

cenderung masih rendah pada awal tahun.

Berdasarkan data dari salah satu produsen nikel

olahan terbesar di Sulawesi Tenggara, pada

triwulan I mendatang hanya berencana

melakukan eksplorasi nikel sebanyak 150 ribu

MWT, lebih rendah dibandingkan periode

sebelumnya yang melakukan eksplorasi

sebanyak 306,1 ribu MWT.

1.3.3. Industri Pengolahan

Realisasi Triwulan IV 2016

Pada triwulan IV 2016 kinerja lapangan usaha

industri pengolahan mengalami perlambatan

sehingga menahan laju pertumbuhan

perekonomian Sulawesi Tenggara. Kinerja

Page 34: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

22

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

lapangan usaha industri pengolahan tumbuh

sebesar 8,1%(yoy), mengalami perlambatan

dibandingkan periode sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 13,7%(yoy). Perlambatan

tersebut berdasarkan data BPS Prov Sultra terjadi

akibat penurunan produksi industri manufaktur

besar dan sedang dari 6,94% (yoy) menjadi

6,45% (yoy) dan penurunan produksi industri

manufaktur mikro dan kecil dari 14,72% (yoy)

menjadi 12,60% (yoy).

Penurunan produksi industri besar dan sedang

tersebut disebabkan oleh adanya penurunan

produksi feronikel di Sulawesi Tenggara akibat

terganggunnya proses produksi akibat sempat

adanya kendala teknis pada tungku produksi

salah satu industri pengolahan nikel terbesar di

Sulawesi Tenggara. Dari hasil liaison, produksi

feronikel di salah satu perusahaan industri

pengolahan terbesar di Sulawesi Tenggara

mengalami penurunan. Pada periode laporan,

produksi feronikel di perusahaan tersebut

mampu tumbuh sebesar 34,9% (yoy), lebih

rendah daripada periode sebelumnya yang

tercatat mengalami tumbuh mencapai 79,3%

(yoy) (Grafik 1.20).

Sementara untuk industri manufaktur mikro dan

kecil, salah satu industri yang tercatat

mengalami penurunan adalah industri makanan

seiring dengan menurunnya konsumsi makanan

dan minuman pada komponen konsumsi rumah

tangga. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh

telah kembali normalnya permintaan masyarakat

pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya

Idul Adha di periode sebelumnya.

Sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada

lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit

lapangan usaha industri pengolahan mengalami

perlambatan yang cukup dalam. Pada triwulan

IV 2016, outstanding kredit ke lapangan usaha

industri pengolahan mencapai Rp439,6 miliar

atau tumbuh sebesar 115,6% (yoy), menurun

jika dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang tumbuh sebesar 125,6% (Grafik 1.21).

Realisasi Tahun 2016

Pada tahun 2016, kondisi lapangan usaha

industri pengolahan mengalami akselerasi jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya

sehingga mampu menahan laju perlambatan

yang terjadi di tahun tersebut. Pada tahun 2016

lapangan usaha tersebut tercatat tumbuh

sebesar 8,9% (yoy), sementara untuk tahun

2015 hanya mampu tumbuh sebesar 7,7%

(yoy). Percepatan pertumbuhan tersebut

Sumber: Produsen Feronikel Utama Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.20 Produksi Feronikel Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara

5.900

34,95%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Produksi feni g Produksi feni

Volume (WMT) yoy

439,63

115,6%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 35: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

23

disebabkan oleh adanya perbaikan harga nikel

dunia di tahun 2016.

Tracking Triwulan I 2017

Pada periode mendatang, kondisi lapangan

usaha industri pengolahan diperkirakan masih

akan tumbuh tinggi dengan kecenderungan

yang stabil. Pertumbuhan pada lapangan usaha

tersebut pada triwulan I 2017 diprakirakan akan

tumbuh pada kisaran 18,0% -18,4% (yoy).

Tingginya pertumbuhan tersebut utamanya

disebabkan oleh tingginya realisasi produksi

feronikel pada triwulan I mendatang seiring

dengan telah berfungsinya tungku baru serta

telah selesainya perbaikan tungku produksi yang

sempat menggangu proses produksi di triwulan

IV 2016 pada salah satu industri pengolahan

nikel terbesar di Sulawesi Tenggara. Selain itu,

adanya peningkatan produksi pada komoditas

kakao olahan diperkirakan juga turut

menyumbang akselerasi pertumbuhan lapangan

usaha industri pengolahan.

Selain itu, untuk industri manufaktur mikro dan

kecil diperkirakan juga akan mengalami

akselerasi laju pertumbuhan seiring adanya

akselerasi konsumsi rumah tangga di awal tahun

2017.

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran

Realisasi Triwulan IV 2016

Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran pada triwulan IV 2016 tercatat masih

mampu tumbuh tinggi dengan kencenderungan

melambat. Pada triwulan tersebut lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran mampu

tumbuh sebesar 11,1% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 16,3% (yoy). Perlambatan yang

terjadi pada triwulan tersebut disebabkan oleh

penurunan perdagangan domestik. Sementara

untuk kinerja ekspor mengalami akselerasi

sehingga menyumbang pertumbuhan yang

tinggi pada lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran.

Kondisi penurunan perdagangan domestik

tersebut tercermin dari menurunnya aktivitas

bongkar muat yang mendominasi kegiatan di

pelabuhan Kendari. Dari data PT. Pelindo IV,

diketahui bahwa pada triwulan IV 2016

pertumbuhan arus muat barang tercatat

mengalami kontraksi sebesar 24,2% (yoy).

Sejalan dengan aktivitas muatnya, aktivitas

bongkar barang juga tercatat mengalami

kontraksi sebesar 11,3% (yoy) (Grafik 1.24).

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri

58.90

57.3%

-150.0%

-100.0%

-50.0%

0.0%

50.0%

100.0%

150.0%

200.0%

-

20

40

60

80

100

120

140

II III IV I II III IV I II III IV

2015 2016

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)

Volume (ribu ton) yoy

77

72

-

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nilai Eksport Nilai Import

Juta USD

Page 36: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

24

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Secara total, aktivitas di pelabuhan Kendari

sebagai salah satu sentra aktivitas bongkar-muat

di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh negatif

sebesar 11,3% (yoy), jauh lebih rendah

dibandingkan kinerja di triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 34,1% (yoy).

Sementara itu, kinerja perdagangan ekspor luar

negeri pada periode laporan mengalami

akselerasi sehingga menahan laju perlambatan

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran. Pada triwulan IV 2016, total

ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat

sebesar 58.899 ton atau tumbuh cukup tinggi

mencapai 57,4% (yoy), setelah pada periode

sebelumnya hanya mampu tumbuh 3,4% (yoy)

(Grafik 1.22),.

Pada triwulan tersebut, komoditas utama yang

menyebabkan akselerasi pertumbuhan pada

perdagangan luar negeri adalah komoditas

aspal. Perdagangan ekspor komoditas aspal

tercatat sebesar 27.518 ton lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya yang hanya

dapat mengeskpor 18.000 ton. Sementara itu,

ekspor komoditas perikanan juga mengalami

peningkatan. Pada triwulan IV 2016 ekspor

komoditas perikanan tercatat sebesar 741,9 ton

atau bertambah sebesar 548,7 ton

dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan

untuk komoditas nikel olahan meningkat dari

yang sebelumnya tercatat sebesar 24,0 ribu ton

di triwulan III menjadi 29,1 ribu ton di triwulan

IV 2016.

Sejalan dengan perlambatan pada lapangan

usaha perdagangan, laju pertumbuhan

penyaluran kredit ke lapangan usaha tersebut

juga mengalami penurunan. Pada periode

laporan total penyaluran kredit pada lapangan

usaha tersebut tercatat sebesar Rp4,88 triliun

atau tumbuh sebesar 13,2% (yoy), melambat

dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh

sebesar 16,4%(yoy) (Grafik 1.25).

Realisasi Tahun 2016

Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran pada tahun 2016 mengalami akselerasi

dibandingkan dengan periode tahun

sebelumnya. Pada tahun 2016 lapangan usaha

tersebut tercatat mampu tumbuh sebesar

10,0% (yoy), sementara pada periode

Sumber: PT Pelindo, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.24 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat

Pelabuhan Kendari Grafik 1.25 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara

-7,1%

-24,2%

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015 2016

Arus bongkar Arus muat

%, yoy

4.881,26

13,2%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 37: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

25

sebelumnya tercatat hanya tumbuh sebesar

8,7% (yoy). Akselerasi tersebut disebabkan oleh

adanya peningkatan perdagangan domestik

maupun luar negeri. Peningkatan perdagangan

domestik disebabkan oleh adanya peningkatan

daya beli masyarakat sementara untuk

peningkatan perdagangan luar negeri

disebabkan oleh adanya peningkatan harga

nikel olahan dunia serta perbaikan produksi

komoditas ikan seiring dengan membaiknya

kondisi cuaca.

Tracking Triwulan I 2017

Memasuki triwulan I, kinerja usaha perdagangan

besar dan eceran diperkirakan masih tumbuh

cukup tinggi namun terdapat indikasi

kecenderungan menurun yakni pada kisaran

7,0% - 7,4% (yoy). Perlambatan kinerja usaha

tersebut dipengaruhi oleh faktor base effect

seiring dengan tingginya perdagangan domestik

pada saat itu. Namun demikian, tingginya

ekspor serta masih terjaganya daya beli

masyarakat di periode mendatang

menyebabkan lapangan usaha tersebut

diperkirakan masih mampu tumbuh cukup

tinggi.

1.3.5. Konstruksi

Realisasi Triwulan IV 2016

Pada triwulan IV 2016, kinerja lapangan usaha

konstruksi tercatat mengalami perlambatan

sehingga menahan laju pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara di periode laporan secara

umum. Pada periode tersebut, pertumbuhan

usaha konstruksi hanya mencapai 4,9% (yoy),

lebih rendah dibandingkan kinerja periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,8% (yoy).

Kondisi tersebut terjadi karena adanya

penurunan realisasi pembangunan oleh

pemerintah daerah. Namun masih tingginya

realisasi pembangunan yang dilakukan oleh

swasta dapat menahan terjadinya perlambatan

lebih dalam.

Dari sisi realisasi pembangunan pemerintah,

rendahnya realisasi proyek pembangunan

disebabkan karena adanya penundaan transfer

DAU dari pemerintah pusat sehingga menunda

realisasi pembangunan proyek- proyek

pemerintah.

Dari sisi realisasi pembangunan proyek swasta,

berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi

bahwa beberapa realisasi proyek pembangunan

smelter masih dihentikan pada semester I 2016

seiring dengan belum optimalnya harga

komoditas nikel olahan saat ini di pasar dunia.

Kontak liaison mengatakan bahwa

pembangunan akan dilanjutkan apabila harga

nikel dunia telah kembali pulih.

Perlambatan laju pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi tersebut juga tercermin dari konsumsi

semen di Sulawesi Tenggara yang mengalami

kontraksi. Pada triwulan IV 2016 konsumsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 1.26 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara

899,80

32,9%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Page 38: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

26

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

semen di Sulawesi Tenggara sebanyak 174,2 ton

atau terkontraksi sebesar 4,9% (yoy), jauh

mengalami penurunan jika dibandingkan

periode sebelumnya yang mampu tumbuh

positif sebesar 10,4%(yoy).

Selajan dengan dengan perlambatan laju

pertumbuhan ekonomi, penyaluran kredit pada

lapangan usaha tersebut juga mengalami

perlambatan. Pada triwulan IV 2016,

outstanding kredit ke lapangan usaha konstruksi

mencapai Rp899,8 milliar atau mengalami

pertumbuhan sebesar 32,9% (yoy). Kondisi

tersebut mengalami perlambatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mampu

tumbuh sebesar 67,2% (yoy).

Realisasi Tahun 2016

Pada tahun 2016, kondisi lapangan usaha

Konstruksi juga mengalami perlambatan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Pada tahun 2016 lapangan usaha konstruksi

tercatat tumbuh sebesar 7,7% (yoy), melambat

jika dibandingkan dengan periode tahun 2015

yang mampu tumbuh sebesar 13,9% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama

terjadi pada semester 2 2016 akibat adanya

penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat

sehingga menunda realisasi pembangunan

proyek- proyek pemerintah.

Tracking Triwulan I 2017

Pada triwulan I 2017, lapangan usaha kontruksi

diperkirakan akan mengalami akselerasi kembali

seiring adanya peningkatan kegiatan investasi di

Sulawesi Tenggara. Pada triwulan mendatang

lapangan usaha tersebut diperkirakan mampu

tumbuh sebesar 6,8% - 7,0% (yoy). Peningkatan

tersebut terutama dari pembangunan proyek

pemerintah akibat kembali berjalannya proyek-

proyek pemerintah yang sempat tertunda seiring

adanya pembayaran DAU oleh pemerintah pusat

Sementara itu, investasi swasta diperkirakan

masih relatif terbatas. Kondisi ini disebakan oleh

diperkirakan melambatnya pembangunan

smelter seiring harga nikel dunia yang

cenderung turun di awal tahun dan adanya

relaksasi ekspor nikel lowgrade diperkirakan

akan menyebabkan investor smelter

memperlambat aktivitas pembangunan

smelternya.

Page 39: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

KONDISI

FISKAL DAERAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan

jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2015.

Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 105,5%.

Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1%

di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan.

Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun

2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada

periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.

Bab 2

Page 40: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

28

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 41: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

29

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN

2016

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD

2016 meningkat dibandingkan tahun 2015.

Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp

2,47 triliun atau naik 9,7% dibanding tahun

2015. Begitu pula dengan anggaran belanja

yang meningkat menjadi Rp 2,30 triliun atau

naik sebesar 22,7%.

Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran

pendapatan tersebut terjadi pada anggaran

Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan

transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun

2016 ditargetkan mencapai Rp638,18 miliar

atau meningkat 20,9% jika dibandingkan tahun

sebelumnya. Sementara untuk pendapatan

transfer pada tahun 2016 ditargetkan mencapai

Rp1,83 triliun atau meningkat 5,5% dari tahun

sebelumnya.

Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan

anggaran belanja pada tahun 2016 didorong

oleh meningkatnya anggaran belanja modal

pada tahun 2016 yang mencapai Rp832,42

miliar. Anggaran belanja modal tersebut

meningkat sebesar 40,5% jika dibandingkan

tahun sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan

upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan

kuantitas dan kualitas infrastruktur di Sulawesi

Tenggara. Sedangkan untuk anggaran belanja

operasional juga mengalami peningkatan

sebesar dibandingkan tahun lalu.

Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara

selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.

Bahkan pada APBD tahun 2016, defisit

anggaran tercatat lebih tinggi jika dibandingkan

tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016

adalah sebesar Rp349,43 atau meningkat

sebanyak Rp84,34 miliar dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp306,09 miliar.

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD PROVINSI

2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang

disediakan pada tahun 2016 relatif lebih tinggi

jika dibandingkan realisasi pendapatan

pemerintah daerah di periode yang sama tahun

sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi

Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran

Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja

Provinsi Sulawesi Tenggara

2.474

10

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pendapatan Growth Pendapatan

2.823

17

0

5

10

15

20

25

30

35

40

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Belanja Growth Belanja

Page 42: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

30

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Sulawesi Tenggara di akhir tahun 2016

terealisasi melebihi target yang yakni senilai

Rp2,79 triliun, atau sebesar 113,6% dari target

total pendapatan dalam APBD 2016. Angka

serapan tersebut tercatat lebih tinggi jika

dibandingkan dengan realisasi pada periode

yang sama pada tahun 2015 yang tercatat

sebesar 109,5% dari target dalam APBD tahun

2015 atau sebesar Rp2,47 triliun. Realisasi

pendapatan pada tahun 2016 tersebut juga

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir

yaitu sebesar 100,6%. Peningkatan realisasi

tersebut disebabkan oleh adanya penurunan

target pendapatan dalam APBD Perubahan

2016.

Sumber utama pendapatan daerah Sulawesi

Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper).

Pangsa PAD Sulawesi Tenggara menurun

menjadi 26,6% dari sebelumnya 27,0% pada

tahun 2015. Penurunan ini mengindikasikan

menurunnya kemandirian fiskal pemerintah

provinsi. Sementara itu, pangsa Daper

meningkat menjadi 72,8% pada tahun 2016

dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar

56,0%.

Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2016

tercatat mampu mencapai 111,9% dari total

target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar

Rp2,03 triliun. Padahal pada periode yang sama

tahun 2015, realisasi pendapatan hanya sebesar

103,8% dari total target pendapatan transfer

tahun 2015 atau senilai Rp1,38 triliun.

Berdasarkan komponennya, sumber

pendapatan utama pemerintah Sulawesi

Tenggara adalah berasal dari Dana Alokasi

Umum (DAU) dengan pangsa sebesar 58,9%

dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi

Khusus/DAK (36,3%) dan Dana Bagi Hasil/DBH

4,8%. Berbeda dengan pola historisnya yang

selalu stabil, realisasi DAU pada tahun 2016

tercatat sebesar Rp1,2 triliun atau sebesar

122,11%, meningkat dibandingkan dengan

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

PENDAPATAN 2.136,55 2.178,20 101,95 2.342,79 2.471,39 105,49 2.474,02 2.798,17 113,10

PENDAPATAN ASLI DAERAH 570,19 555,24 97,38 539,90 667,08 123,56 638,18 744,75 116,70

Pendapatan Pajak Daerah 467,50 413,20 88,39 415,49 516,47 124,31 500,31 575,42 115,01

Hasil Retribusi Daerah 23,04 18,29 79,38 16,67 17,73 106,38 10,88 13,39 123,04

Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 24,00 23,32 97,15 23,45 22,65 96,60 23,45 24,27 103,49

Lain-lain PAD 55,65 100,43 180,47 84,30 110,23 130,76 103,54 131,68 127,18

PENDAPATAN TRANSFER 1.526,47 1.549,73 101,52 1.785,51 1.786,93 100,08 1.825,36 2.042,10 111,87

Transfer Pemerintah Pusat 1.212,20 1.236,02 101,96 1.383,88 1.383,85 100,00 1.820,36 2.037,10 111,91

Dana Bagi Hasil Pajak 60,04 62,48 104,06 66,42 47,46 71,46 58,87 60,57 102,87

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 39,77 61,15 153,76 54,64 73,57 134,64 34,53 37,09 107,40

Dana Alokasi Umum 1.053,64 1.053,64 100,00 1.176,42 1.176,42 100,00 983,24 1.200,63 122,11

Dana Alokasi Khusus 58,75 58,75 100,00 86,40 86,40 100,00 743,71 738,81 99,34

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 314,27 235,28 74,86 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00

Dana Penyesuaian 314,27 313,71 99,82 401,63 403,08 100,36 5,00 5,00 100,00

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 39,89 73,23 183,60 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11

Pendapatan Hibah 39,89 39,89 100,00 17,38 17,38 100,00 10,47 11,32 108,11

Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - -

Pendapatan Lainnya - 33,35 - - - - - - -

U R A I A N

APBD 2014 APBD 2015 APBD 2016

Page 43: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

31

tahun sebelumnya yang tercatat mencapai

100%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh

adanya penurunan alokasi DAU pada APBD

perubahan 2016 serta adanya pembayaran

transfer dari pemerintah pusat yang sempat

tertunda.

Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi

Tenggara pada tahun 2016 tercatat sebesar

Rp774,8 miliar atau mencapai 116,7%,

menurun dibandingkan dengan realisasi tahun

sebelumnya yang mampu mencapai 129,1%.

Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal

dari komponen pajak daerah, dengan peran

77,3% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (17,7%), hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan (3,3%) dan sisanya

adalah retribusi daerah (1,8%).

Adapun pajak daerah yang dipungut oleh

provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan

bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,

pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak

air permukaan dan pajak rokok. Sementara

untuk realisasi hasil pengeloaan yang dipisahkan

juga sudah mencapai 103,5% dari target. Pos

pendapatan ini berasal dari badan usaha milik

daerah (BUMD) yang dimiliki oleh Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan

Daerah yang Sah tercatat mengalami

peningakatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi

pos ini tercatat sebesar 100%, meningkat

dibandingkan dengan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang hanya mencapai

98,8%. Keseluruhan pendapatan tersebut

berasal dari pos hibah.

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja

Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan,

penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara pada akhir 2016 juga tercatat

lebih rendah dibandingkan dengan realisasi

anggaran tahun 2015. Realisasi belanja

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada

periode laporan mencapai 94,36% atau sebesar

Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang mampu

merealisasikan anggaran sebesar 102,1%.

Menurunnya persentase realisasi ini terutama

didorong oleh penghematan yang dilakukan

Pemrov Sultra.

Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara

Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi

Tenggara

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan

Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015 . 2016Target Realisasi

0%

25%

50%

75%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2015 . 2016

Target Realisasi

Page 44: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

32

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja

operasional maupun belanja modal. Realisasi

belanja operasional mencapai 96,5% atau

sebesar Rp1,6 triliun. Rendahnya pencapaian

tersebut disebabkan oleh belum optimalnya

realisasi pegawai yang hanya mencapai 94,9%

dan belanja barang yang hanya mencapai

99,4%.

Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode

laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang

maksimal dengan tingkat realisasi sebesar

90,3% atau senilai Rp751,9 miliar. Kondisi

tersebut jauh menurun dibandingkan dengan

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

dapat mencapai 115,4%. Penurunan tersebut

disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja

bangunan dan gedung yang mencapai 91,5%

dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang

hanya sebesar 89,4%. Pangsa kedua pos

tersebut mencapai 90,4% dari total anggaran

belanja modal.

Berdasarkan data Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja

keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi

Tenggara selama triwulan IV 2016 relatif rendah

dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Pada akhir tahun 2016, kondisi realisasi

keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 91,5%

di bawah target 100%. Sementara itu kondisi

penyelesaian fisik baru mencapai 90,7%, di

bawah target yang selesai seluruhnya (100%).

Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika

dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 88,2% untuk realisasi

keuangan dan 79,6% untuk realisasi fisik.

Sementara untuk proses pengadaan barang dan

jasa hingga akhir tahun 2016 tercatat bahwa

dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 790

paket atau senilai Rp1,2 triliun, hanya sebanyak

70,0% yang berstatus provisional hand over

(PHO) atau telah di lakukan serah terima.

Sedangkan yang sedang dalam tahap

pelaksanaan mencapai 3,3%. Sementara untuk

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

AnggaranRealisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%) Anggaran

Realisasi

(Miliar Rp)Serap (%)

BELANJA 2.450,85 2.088,45 85,21 2.300,96 2.349,27 102,10 2.823,45 2.663,85 94,35

BELANJA OPERASI 1.453,54 1.331,74 91,62 1.445,49 1.448,44 100,20 1.686,18 1.627,61 96,53

Belanja Pegawai 576,08 517,03 89,75 593,62 546,98 92,14 624,16 592,46 94,92

Belanja Barang 406,15 362,83 89,33 313,54 374,40 119,41 406,27 384,02 94,52

Belanja Bunga 25,54 22,63 88,58 24,16 21,13 87,44 18,81 18,81 100,00

Belanja Hibah 326,75 324,56 99,33 412,99 419,57 101,59 582,64 579,24 99,42

Belanja Bantuan Keuangan 119,01 104,70 87,98 101,18 86,36 85,35 54,30 53,08 97,75

BELANJA MODAL 727,63 553,49 76,07 592,53 683,51 115,35 832,42 751,92 90,33

Belanja Tanah 42,35 26,00 61,39 21,81 32,08 147,10 14,30 11,84 82,79

Belanja Peralatan dan Mesin 49,46 38,40 77,64 51,72 52,58 101,66 64,34 59,86 93,03

Belanja Bangunan dan Gedung 198,61 160,07 80,59 185,48 160,15 86,35 293,89 268,98 91,52

Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan 436,02 328,43 75,32 331,64 436,70 131,68 459,26 410,62 89,41

Belanja Aset Tetap Lainnya 1,17 0,59 50,27 1,89 2,00 105,95 0,64 0,62 97,84

BELANJA TIDAK TERDUGA 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -

Belanja Tak Terduga 20,00 - - 38,03 - - 15,46 - -

TRANSFER 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25

Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 249,68 203,22 81,39 224,91 217,33 96,63 289,39 284,33 98,25

Bagi Hasil Pajak - - - - - - - - -

APBD 2015APBD 2014

U R A I A N

APBD 2016

Page 45: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

33

sisanya 26,7% atau sebanyak 210 belum

dilakukan pengadaan.

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBN PROVINSI

Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN

tahun 2016 menyebabkan alokasi Anggaran

APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun

2016 mengalami penurunan. Kebijakan ini

dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang

terjadi pada tahun 2016. Tercatat, terjadi

penurunan anggaran APBN sebesar 19,8% dari

sebelumnya Rp8,43 triliun pada tahun 2015

menjadi Rp6,77 triliun di tahun 2016.

Berdasarkan jenisnya, belanja barang

dianggarakan sebesar Rp2,75 triliun atau

sebesar 40,6% dari total APBN Provinsi Sulawesi

Tenggara 2016, diikuti oleh belanja modal

sebesar Rp2,09 triliun (30,9%), belanja pegawai

sebesar Rp1,91 triliun (28,2%) dan belanja

bantuan sosial Rp18,13miliar (0,3%). Komposisi

tersebut sedikit berbeda dibandingkan dengan

periode tahun 2015 dimana pos belanja modal

memiliki pangsa terbesar yakni 45,1%, diikuti

oleh belanja modal (31,0%)

Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan

mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2016,

realisasi APBN tercatat sebesar Rp 5,85 triliun,

menurun dibandingkan tahun 2015 yang

tercatat sebesar Rp7,86 triliun atau 93,2% dari

APBN provinsi Sulawesi Tenggara 2015.

Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada

tahun 2016 terutama didorong dari belanja

barang yakni sebesar 30,2% dari total belanja.

Sementara itu, belanja modal memiliki peran

30,2% dari total realisasi belanja, diikuti oleh

belanja pegawai (29,9%) dan belanja bantuan

sosial (0,3%). Penurunan serapan APBN pada

tahun 2016 dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis

belanja kecuali belanja bantuan sosial. Jenis

belanja yang mengalami penurunan terbesar

terjadi pada belanja pegawai.

Realisasi belanja barang pada tahun 2016

sebesar Rp2,31 triliun atau 84,2% dari total

yang dianggarkan dalam APBN 2016. Angka

tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun

2015 yang tercatat sebesar Rp2,3 atau 91,7%

dari total anggaran belanja barang dalam APBN

2015. Penurunan tersebut utamanya

dipengaruhi oleh adanya penundaan DAU yang

terjadi di bulan September.

Sementara itu, realisasi belanja modal pada

tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,77 atau 84,5%

dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APDN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Pagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % Realisasi

Belanja Pegawai 1.591,5 1.588,6 99,82 1.907,1 1.748,6 91,69

Belanja Barang 2.614,5 2.398,5 91,74 2.749,9 2.314,9 84,18

Belanja Modal 3.804,3 3.476,9 91,39 2.091,0 1.766,2 84,47

Belanja Bantuan Sosial 424,4 400,2 94,31 18,1 17,3 95,13

Total 8.434,6 7.864,2 93,24 6.766,1 5.847,0 86,42

Tahun 2015 Tahun 2016Jenis

Page 46: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

34

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp3,48 atau 91,7%. Penurunan

tersebut terjadi sejalan dengan adanya

penundaan beberapa proyek infrastruktur di

Sulawesi Tenggara.

Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar

Rp1,75 triliun atau sebesar 91,7%, menurun jika

dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp1,58 triliun atau 99,8%.

Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada

akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 17,3 miliar

atau 95,1%. Persentase tersebut lebih baik

dibandingkan tahun 2015 sebesar 94,4%,

meskipun secara nominal masih lebih rendah

yakni senilai Rp400,2 miliar. Realisasi yang lebih

baik ini salah satunya disebabkan oleh

pengurangan pagu belanja sosial.

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI

ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN

2.3.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi 9

(sembilan) Kota/Kabupaten di Sulawesi

Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih

rendah daripada capaian realisasi pendapatan

provinsi. Dari 9 (sembilan) daerah tidak terdapat

Kota/Kabupaten yang realisasi pendapatan

melebihi realisasi anggarannya melebihi provinsi.

Kabupaten capaian realisasi anggaran tertinggi

adalah Kab. Konawe Selatan yang mencapai

100.8%. Capaian tinggi tersebut disebabkan

oleh capaian realisasi anggaran pendapatan

transfer yang mencapai 102,5%. Sementara

kabupaten dengan capaian realisasi anggaran

terendah adalah Kab. Kolaka (81,0%),

rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh

rendahnya capaian pendapatan transfer yang

hanya sebesar 90,4%.

2.3.2. Realisasi Anggaran Belanja

Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran

pendapatan, realisasi anggaran belanja 9

(sembilan) Kota/Kabupaten juga masih belum

optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat

daerah yang realisasi belanja di bawah 80%

yakni Kab Kolaka (78,7%) dan Kab Konawe

(77,7%).

Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten

yakni kabupaten Kolaka Utara yang realisasi

anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi

belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian

realisasi pada akhir tahun 2016 Kab. Kolaka

Utara mencapai 95,5%. Tingginya capaian

realisasi anggaran belanja tersebut disebabkan

oleh tingginya realisasi belanja operasional

(97,1%).

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Kabupaten/Kota Sultra Kendari Kolaka Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara Muna Muna Barat Wakatobi

Pendapatan 113,1 88,8 81,0 99,4 97,1 100,8 97,1 97,4 99,2 99,8

Pendapatan Asli Daerah 116,7 62,0 55,3 102,7 63,1 59,7 61,8 80,4 204,8 99,6

Pendapatan Transfer 111,9 94,2 90,4 98,9 96,0 102,5 97,2 98,2 97,3 99,8

Pendapatan Lain-Lain Yang Sah 108,1 104,6 3,7 152,3 123,7 100,0 101,2 - 100,0 -

Belanja 94,3 88,4 78,7 95,5 77,7 89,9 92,9 91,2 86,7 92,7

Belanja Operasi 96,5 89,0 83,2 96,3 93,0 88,4 97,1 91,7 94,7 93,2

Belanja Modal 90,3 87,5 69,8 94,3 53,3 94,3 89,9 90,5 80,0 92,2

Belanja Tak Terduga - 4,2 - 98,5 96,5 70,0 - 25,0 - 0,7

Page 47: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

35

Page 48: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 mengalami

penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi

2,69% (yoy).

Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan

oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari

maupun di Kota Baubau.

Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan

tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan

koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan

TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga

ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.

Bab 3

Page 49: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Page 50: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

35

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

3.1. KONDISI UMUM INFLASI

3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on

year)

Realisasi Triwulan IV 2016

Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi

Tenggara1 tercatat sebesar 2,69% (yoy) pada

Triwulan IV 2016, menurun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang mencapai

3,28%(yoy) (Grafik 3.1). Sumber utama

menurunnya tekanan inflasi berasal dari

penurunan harga kelompok bahan makanan

dan deflasi yang terjadi pada kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan.

Penurunan tekanan inflasi bahan makanan

tersebut disebabkan oleh penurunan harga

komoditas padi dan cabai rawit akibat adanya

panen pada periode tersebut. Sedangkan untuk

deflasi pada kelompok transport, komunikasi

dan jasa keuangan disebabkan oleh deflasi tarif

angkutan udara yang terjadi seiring adanya

penambahan frekuensi dan pembukaan rute

baru penerbangan dari dan menuju Baubau

pada bulan November 2016. Sementara untuk

kelompok yang lain tercatat relative stabil (Grafik

1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

3.3). Hal tersebut membuat inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada

di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat

sebesar 3,02% (yoy).

Namun demikian, secara spasial wilayah

Sulawesi, inflasi tahunan Provinsi Sulawesi

Tenggara pada periode laporan berada di posisi

kedua tertinggi setelah Provinsi Sulawesi

Selatan. Tingginya tekanan inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh

adanya based effect setelah pada tahun

sebelumnya tercatat memiliki tekanan inflasi

tahunan yang terendah (Grafik 3.2).

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara

Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi

2.69%

3.02%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Sultra Nasional

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Ba

ha

n M

akan

an

Ma

kan

an J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

ang

Ke

seh

ata

n

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

r

Tw III Tw IV

% y

oy

-0.21

0.71

0.150.29 0.30

0.500.23

-0.50

0.00

0.50

1.00

% a

nd

il

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Sulsel Sulbar Sultra

Sulteng Gorontalo Sulut

Sulawesi

Page 51: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

36

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Dilihat dari kota yang menjadi daerah

perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi

tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh

penurunan yang terjadi baik di Kota Baubau

maupun Kota Kendari. Inflasi di Kota Baubau

jauh menurun dari 3,77% (yoy) pada triwulan III

2016 menjadi 1,71% (yoy) pada Triwulan IV

2016. Sementara untuk inflasi di Kota Kendari

mengalami penurunan dari 3,09% (yoy) menjadi

3,07% (yoy).

Seperti halnya inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota

Baubau juga disebabkan oleh penurunan

tekanan kelompok bahan makanan dan deflasi

kelompok transport, komunikasi dan jasa

keuangan. Inflasi pada kelompok bahan

makanan menurun dari 5,63% (yoy) menjadi

2,14% akibat deflasi komoditas beras dan

bumbu-bumbuan. Sementara untuk kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan

tercatat mengalami deflasi sebesar 3,51% (yoy),

jauh menurun dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar

1,73% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan

oleh deflasi tarif angkutan udara yang mencapai

3,26% (yoy), setelah sebelumnya tercatat inflasi

sebesar 9,72% (yoy). Kondisi tersebut

disebabkan oleh adanya pembukaan rute

penerbangan baru dari Baubau- Kendari dan

penambahan penerbangan Baubau-Makassar

menjadi 3 (tiga) kali sehari.

Hal sedikit berbeda terjadi di Kota Kendari,

penurunan tekanan inflasi tahunan pada

triwulan IV hanya disebabkan oleh penurunan

kelompok bahan makanan yang didorong oleh

deflasi komoditas cabai rawit (dari 37,61%-yoy

menjadi -13,87%-yoy). Sementara untuk

komoditas angkutan udara pada periode

tersebut mengalami peningkatan tekanan

sehingga menahan laju penurunan yang terjadi.

Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok

angkutan udara tersebut terjadi seiring adanya

peningkatan permintaan akibat adanya Hari

Natal dan libur akhir tahun. Angkutan udara

meningkat di triwulan IV sebesar 21,05% (yoy)

setelah sebelumnya 16,23% (yoy) (Grafik 3.4).

Tracking Triwulan I 2017

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa

terdapat penurunan tekanan pada awal triwulan

2017. Inflasi pada bulan Januari kembali

menurun dan berada pada level 2,03% (yoy)

(Grafik 3.5). Penurunan tersebut terutama

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan

Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada

Triwulan IV 2016 dan Tracking Oktober 2016

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

% y

oy Kendari

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Ba

ha

n M

akan

an

Ma

kan

an J

ad

i

Pe

rum

ah

an

Sa

nd

ang

Ke

seh

ata

n

Pe

nd

idik

an

Tra

nspo

r

Tw III Tw IV

% y

oyBaubau

3.07%

1.71%

2.69%3.02% 2.90%

2.45%

0.94%

2.03%

3.49%3.42%

Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur

Tw IV 2016 Jan-17

Page 52: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

37

disebabkan oleh penurunan kelompok bahan

makanan akibat based effect setelah pada bulan

Januari 2016 terjadi kenaikan harga bahan

makanan, terutama untuk komoditas ikan segar,

sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta

komoditas beras seiring dengan berkurangnya

pasokan dari sentra-sentra produksi maupun

luar Sulawesi Tenggara.

Sementara untuk kelompok transport,

komunikasi dan jasa keuangan pada bulan

Januari 2017 tercatat mengalami peningkatan

tekanan sehingga menahan laju penurunan.

Peningkatan tersebut terjadi akibat adanya

peningkatan biaya perpanjangan STNK yang

tercatat mengalami inflasi 107,01% (yoy) dan

tarif pulsa ponsel sebesar 16,30% (yoy).

Sedangkan untuk komoditas angkutan udara

tercatat masih mengalami deflasi sebesar

8,57%(yoy) akibat deflasi yang terjadi di Kota

Baubau.

Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada

akhir triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi

daripada inflasi di Triwulan IV 2016. Salah satu

risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir

triwulan I 2017 menjadi lebih tinggi adalah

tekanan yang terjadi karena terdapat

penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA

yang terjadi pada bulan Januari dan Maret

sehingga berpotensi mendorong peningkatan

inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan

bahan bakar.

3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan (month

to month)

Realisasi Triwulan IV 2016

Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi

Tenggara selama Triwulan IV 2016 mengalami

tren peningkatan. Dimulai dengan kondisi inflasi

sebesar 0,20% (mtm) pada bulan Oktober,

diikuti dengan terjadinya deflasi cukup dalam

sebesar 0,59% (mtm) pada bulan November dan

kembali terjadi inflasi pada bulan Desember

sebesar 0,26% (mtm) (Grafik 3.6). Apabila

dibandingkan dengan pola bulanannya selama

tahun 2014-2015, inflasi yang terjadi pada

Triwulan IV tersebut relatif lebih rendah.

Penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan

Oktober dipengaruhi oleh meningkatnya harga

komoditas ikan segar seiring adanya penurunan

pasokan akibat faktor cuaca, penyesuaian tarif

tenaga listrik serta peningkatan tarif angkutan

udara. Namun demikian mulai masuknya panen

di beberapa sentra penghasil beras tercatat

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi BulananSulawesi

Tenggara Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan

Kota Baubau Triwulan IV 2016

TW IV

0.20

(0.59)

0.26

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

%, mtm

0.120.42

-0.22

-1.54

0.13

0.59

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

Kendari Baubau

Okt-16 Nov-16 Des-16

%, mtm

Page 53: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

38

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

mampu berdampak pada penurunan harga

komoditas beras sehingga mampu menahan laju

peningkatan inflasi.

Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di

bulan November disebabkan oleh koreksi harga

pada tarif angkutan udara dan komoditas bahan

makanan. Penurunan harga komoditas

angkutan udara tersebut disebabkan oleh

adanya pembukaan rute baru Baubau-Kendari

dan penambahan frekuensi penerbangan

Baubau-Makassar. Sementara untuk komoditas

bahan makanan disebabkan oleh penurunan

harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran

seiring dengan faktor cuaca yang makin

kondusif sehingga tidak menggangu hasil

tangkapan nelayan dan produksi komoditas

holtikultura.

Selanjutnya terjadi peningkatan inflasi pada

bulan Desember disebabkan oleh peningkatan

tarif angkutan udara seiring dengan adanya

peningkatan permintaan saat libur Natal dan

Tahun Baru. Sementara untuk komoditas bahan

makanan tercatat masih mengalami deflasi

walaupun mengalami peningkatan tekanan

karena berkurangnya pasokan komoditas ikan

segar akibat faktor cuaca.

Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju

inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama

Triwulan IV 2016. Kota Baubau tercatat

mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm) di bulan

Oktober, lalu mengalami deflasi cukup dalam

yang mencapai 1,54% (mtm) di bulan November

dan pada bulan Desember, kembali terjadi

peningkatan tekanan inflasi sebesar 0,59%

(mtm)(Grafik 3.7).

Kondisi yang sama terjadi di Kota Kendari,pada

awal triwulan IV, Kota Kendari mengalami inflasi

sebesar 0,12% (mtm), lalu menurun dengan

tercatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) di bulan

November dan kembali mengalami meningkat di

bulan Desember dengan mencatat inflasi

sebesar 0,13% (mtm).

Tracking Triwulan I 2017

Mengawali triwulan I 2017, inflasi Sulawesi

Tenggara pada Januari 2017 tercatat sebesar

0,76% (mtm). Kondisi tersebut berada di atas

rata-rata pola bulanannya selama tahun 2014-

2016 (0,64%, mtm). Adapun sumber

peningkatan tekanan inflasi didorong oleh

kelompok bahan makanan yakni pada

komoditas ikan segar dan sayur-sayuran,

kelompok makanan jadi yakni pada komoditas

rokok kretek serta kelompok transportasi dan

komunikasi yakni pada komoditas angkutan

dalam kota dan tarif pulsa telepon selular. Di

samping itu, kenaikan tarif tenaga listik dan

biaya perpanjangan STNK juga turut

memberikan kontribusi atas kenaikan inflasi di

periode Januari 2017 tersebut.

Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Februari

dan Maret, diperkirakan akan terjadi penurunan

laju inflasi pada bulan Februari namun kembali

mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2017.

Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada

bulan Februari mendatang diperkirakan

disebabkan oleh koreksi harga pasca kenaikan

tarif perpanjangan STNK di bulan Januari serta

terjaganya ketersediaan stok bahan makanan

khususnya komoditas beras, bumbu-bumbuan

dan sayuran. Sementara untuk peningkatan

yang terjadi pada bulan Maret diperkirakan

Page 54: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

39

disebabkan oleh potensi kenaikan tarif tenaga

listrik akibat kebijakan penyesuaian subsidi listrik

pelanggan 900 VA.

3.2. DISAGREGASI INFLASI2

Realisasi Triwulan IV 2016

Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara pada Triwulan IV 2016 disebabkan

oleh penurunan pada seluruh komponen

disagregasi (administered prices, volatile food

dan inflasi inti). Penurunan kelompok

administered prices terutama didorong oleh

deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara

khususnya di kota Baubau. Pada akhir tahun

2016 tarif angkutan udara di Kota Baubau

tercatat mengalami deflasi sebesar 16,33%,

sementara pada triwulan sebelumnya tercatat

mengalami inflasi 9,72% (yoy). Deflasi tersebut

disebabkan oleh adanya penambahan frekuensi

penerbangan Baubau-Makassar dari semula

sebanyak 2(dua) kali sehari menjadi 3(tiga) kali

sehari serta pembukaan rute baru Baubau-

Kendari dengan frekuensi 1(satu) kali sehari di

bulan November 2016. Selain itu, tarif tenaga

listrik juga turut memberikan andil terhadap

penurunan yang terjadi dengan tercatat

menurun dari 3,01% (yoy) di triwulan III 2016

menjadi 2,18% (yoy) di triwulan IV 2016.

Sementara untuk kelompok volatile food yang

juga mengalami penurunan harga di Triwulan IV

2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya,

penurunan disebabkan oleh penurunan

komoditas beras dan cabai rawit. Penurunan

2Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan

pasokan baik dari sentra-sentra produksi di

Sulawesi Tenggara maupun dari luar seperti

Sulawesi Selatan dan Jawa Timur seiring telah

masuknya musim panen komoditas tersebut di

akhir tahun 2016.

Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei

Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh

KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota

Kendari. Komoditas beras dan cabai rawit

menunjukkan adanya penurunan harga. Harga

komoditas beras kualitas medium dan kualitas

super di Pasar Mandonga pada triwulan IV

mengalami penurunan sekitar Rp200,-/kg jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sedangkan komoditas cabai rawit di Pasar Kota

pada akhir Triwulan IV adalah Rp55.000,-/kg

menurun jika dibandingkan pada triwulan IV

yang tercatat sebesar Rp57.500,-/kg. Kondisi

tersebut juga sesuai dengan indeks perkiraan

pengeluaran konsumen di Sulawesi Tenggara

pada Triwulan IV 2016 yang mengalami

penurunan pada kelompok bahan makanan.

(Grafik 3.9) .

Sejalan dengan komponen administered prices

dan volatile food, perkembangan komponen

inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara

juga mengalami penurunan. Komoditas inti yang

mengalami penurunan adalah komoditas

makanan jadi dan sandang yang terjadi baik di

Kota Kendari maupun Kota Baubau. Komoditas

sandang mengalami penurunan dari 4,70%

(yoy) di triwulan III menjadi 4,18% (yoy) di

Page 55: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

40

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

Triwulan IV seiring telah kembali normalnya

permintaan masyarakat pasca adanya perayaan

Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di triwulan

sebelumnya. Sementara untuk kelompok

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi

8,08% (yoy) di triwulan IV 2016. Penurunan ini

merupakan efek lanjutan dari adanya penurunan

harga bahan makanan.

Tracking Triwulan I 2017

Mengawali triwulan I 2017, inflasi tahunan

Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat

adanya deflasi pada komponen volatile food.

Sementara untuk kelompok administered prices,

dan inflasi inti tercatat mengalami peningkatan

sehingga menahan laju penurunan yang terjadi

di bulan Januari 2017.

Deflasi kelompok volatile food yang terjadi pada

bulan Januari 2017 terutama disumbang oleh

komoditas beras, ikan segar (bandeng,

baronang, cakalang dan layang), sayur sayuran

(bayam, terong panjang dan tomat sayur) dan

bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai

rawit) akibat terjaganya pasokan komoditas

tersebut. Sebaliknya, kelompok administered

prices tercatat mengalami peningkatan tekanan

akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan

STNK dan kebijakan serta kebijakan penyesuaian

subsidi listrik pada pelanggan 900 VA.

Melihat perkembangan yang ada dan hasil

liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara

pada triwulan I 2017 diperkirakan akan

mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan

tersebut utamanya masih disebabkan oleh

peningkatan kelompok administered prices

akibat adanya potensi kenaikan tarif listrik dan

penyesuaian kembali di bulan Maret terhadap

pelanggan 900 VA. Selain itu, kelompok volatile

food juga diperkirakan akan mengalami

peningkatan tekanan seiring dengan tingginya

gelombang laut sehingga berpotensi

mengganggu pasokan komoditas ikan segar.

Peningkatan tekanan inflasi pada periode

mendatang juga terindikasi dari hasil survei yang

dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi

Tenggara yakni Survei Konsumen (SK).

Berdasarkan hasil SK diperoleh informasi bahwa

indeks pengeluaran konsumen di 3 bulan

mendatang meningkat dari 146,0 di Triwulan IV

2016 menjadi 170,2 di triwulan I 2017. Sejalan

dengan kondisi tersebut indeks harga pada 3

bulan mendatang juga meningkat menjadi

185,6 di triwulan I 2017 setelah pada triwulan

sebelumnya tercatat sebesar 172,0. Peningkatan

tersebut disebabkan oleh peningkatan

pengeluaran kelompok bahan makanan (174,0

di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I

2017) dan kelompok transport, komunikasi dan

jasa keuangan (174,0 di triwulan IV 2016

menjadi 187,3 di triwulan I 2017).

3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah bersama Bank Indonesia

selama Triwulan IV 2016 difokuskan untuk

melaksanakan pemantauan harga kebutuhan

strategis di pasar serta menjaga ekspektasi

masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis

terutama di akhir tahun. Secara ringkas langkah-

langkah pengendalian inflasi yang ditempuh

adalah sebagai berikut:

Page 56: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

41

1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi

antar TPID.

Pada tanggal 28 November 2016 telah

dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten

Buton Tengah. Rapat tersebut bertujun

untuk membangan komitmen bersama

dalam rangka pengendalian harga

komoditas di kabupaten tersebut.

2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat

Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga

dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi

masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan

TPID untuk mengarahkan ekspektasi

konsumen yakni dengan meningkatkan arus

informasi melalui media massa. Informasi

mengenai kecukupan stok barang dan

aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui

media massa untuk mencegah terjadinya

panic buying yang menyebabkan terjadinya

pembelian berlebihan yang menyebabkan

berkurangnya ketersediaan barang di pasar.

Pada triwulan IV 2016 telah dilakukan sidak

kebeberapa pasar tradisional maupun pasar

modern dan kunjungan ke gudang Bulog

serta distributor kebutuhan pokok untuk

memastikan kestabilan harga dan

ketersediaan stok komoditas strategis

menjelang libur Natal dan Tahun Baru.

Selain itu Tim Pengendalian Daerah (TPID)

Provinsi Sultra bekerjasama dengan PT.

Pertamina melakukan operasi pasar

terhadap komoditas LPG 3 kg mengantipasi

adanya peningkatan harga komoditas

tersebut di masyarakat.

Page 57: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N II 2016

STABILITAS

KEUANGAN DAERAH

Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari

ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat

yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan

risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada

stabilitas sistem keuangan.

Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai

membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu

menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.

Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi

keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja

penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit

mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit

menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas

terkendali.

Bab 4

Page 58: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 59: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

49

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor

Rumah Tangga

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi

keuangan rumah tangga adalah tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat

konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh

rumah tangga. Secara umum, tingkat

pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat

konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi

oleh kinerja perekonomian.

Pada triwulan IV 2016, kondisi perekonomian

Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan (lihat

Bab 1). Peningkatan tersebut hanya didorong

oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri,

sementara komponen lainnya seperti

pengeluaran pemerintah dan investasi

mengalami perlambatan. Kondisi demikian

ternyata belum mampu meningkatkan aktivitas

konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah

tangga pada periode tersebut tercatat hanya

tumbuh sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah

daripada periode sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 6,0% (yoy) (Grafik 4.1).

Meskipun melambat namun konsumsi rumah

tangga masih berkontribusi besar terhadap

perekonomian Sulawesi Tenggara dengan

pangsa sebesar 46,1%.

Secara tahunan konsumsi rumah tangga di

Sulawesi Tenggara tumbuh meningkat dari

5,1% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,1% (yoy)

di tahun 2016. Apabila dibandingkan dengan

provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, peningkatan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif

cukup tinggi dan telah berada di atas

pertumbuhan rata-rata konsumsi se-Sulawesi

(Grafik 4.2).

Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga

selama tahun 2016 tersebut turut meningkatkan

optimisme rumah tangga dalam melakukan

kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari rata-rata

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama

triwulan IV 2016 yang mencapai 139,9 dan terus

bergerak dalam tren yang meningkat (Grafik 4.2).

Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen

masih tinggi pada triwulan tersebut adalah

adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan

yang relatif meningkat. Hal tersebut didorong

oleh perkiraan rumah tangga mendapatkan

peningkatan pendapatan/ penghasilan pada

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap

PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah

Tangga Setahun se-Sulawesi

47,346,1

6,0

5,1

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

40,0

45,0

50,0

55,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)

Pangsa thd PDRB (%) %, yoy

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

45,0 50,0 55,0 60,0 65,0

2016

2015

Gorontalo

Sulsel

SULAWESI

Sulbar

SultengSultra

Sulut

Pert

um

buha

n K

onsum

si R

T

%, yoy

Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB

%

Page 60: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

50

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

rentang 6 bulan ke depan. Selain itu, ekspektasi

bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin

banyak juga memperkecil kerentanan sektor

rumah tangga dalam sektor keuangan di

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).

Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang

dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,

peningkatan penghasilan rumah tangga pada

triwulan IV 2016 dialami oleh 45% responden,

sementara hanya 5% saja yang mengalami

penurunan penghasilan dan 50% masih

mendapatkan penghasilan yang sama

dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan

sektornya, hampir seluruh sektor usaha

mengalami peningkatan penghasilan, kecuali

sektor pertambangan, konstruksi, jasa

kesehatan dan jasa kebudayaan. Bahkan semua

responden yang bekerja di bidang transportasi

dan persewaan memiliki penghasilan yang lebih

baik daripada 6 bulan sebelumnya. (Grafik 4.5).

Sumber kerentanan yang berasal dari sisi

penghasilan rumah tangga diperkirakan masih

dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil

dari Survey Konsumen juga menunjukkan

bahwa responden masih memperkirakan

terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan

berikutnya. Secara aggregat, responden

memperkirakan akan terdapat penambahan

gaji/upah sebesar 8,8%. Secara sektoral, rumah

tangga yang bekerja pada sektor jasa profesional

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Kondisi Saat Ini Grafik 4.4 Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap

Ekonomi 6 Bulan Mendatang

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini

dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan

mendatang Berdasarkan Sektoral

60

80

100

120

140

160

180

200

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2014 2015 2016IKE (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)

indeks

Kenaikan harga BBM

Kenaikan harga BBM

Penurunan harga BBM Penurunan

harga BBM

optim

ispesim

is

Penurunan harga BBM

163 160

174168

182 186

171162 162

60

80

100

120

140

160

180

200

EkspektasiPenghasilan

EkspektasiLapangan Kerja

EkspektasiKegiatan Usaha

Est. Apr 17 Est. Mei 17 Est. Jun 17

indeks

optim

ispesim

is

25%0%

25%0%

46%50%50%50%

100%100%

40%62%

0%0%

43%100%

17%

20%5%

25%17%

2%4%

5%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

PertanianPertambangan

ListrikKonstruksi

PerdaganganTransportasi

Hotel RestoranJasa Keuangan

Jasa ProfesionalPersewaan

PemerintahanPendidikanKesehatan

KebudayaanLainnya

Perorangan

Lebih baik Sama Lebih Buruk

10

10 10

10

5

10

7

10

15

04

1310

0

5

10

15

20

25

Pe

rtan

ian

Pe

rtam

ba

ng

an

Lis

trik

Ko

nstr

uksi

Pe

rda

ga

ng

an

Tra

nspo

rta

si

Ho

tel R

esto

ran

Jasa K

eu

an

ga

n

Jasa P

rofe

sio

na

l

Pe

rse

wa

an

Pe

me

rinta

han

Pe

nd

idik

an

Ke

seh

ata

n

Ke

bu

da

ya

an

Lain

nya

Pe

rora

ng

an

% kenaikanmax

rata-rata

min

Page 61: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

51

memiliki optimisme peningkatan penghasilan

yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan

di bidang pendidikan (13%) (Grafik 4.6).

Sumber kerentanan keuangan rumah tangga

lainnya adalah terkait dengan adanya potensi

tekanan harga. Namun pada triwulan IV 2016,

sumber kerentanan ini masih dalam level yang

terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada

periode tersebut mengalami penurunan (lihat

Bab 1). Sumber utama menurunnya tekanan

inflasi berasal dari penurunan harga kelompok

bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada

kelompok transport, komunikasi dan jasa

keuangan.

Meskipun demikian, pada triwulan I 2017,

rumah tangga akan menghadapi tekanan harga

dari sisi administered prices dan bahan makanan

(Grafik 4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan

kondisi cuaca diperkirakan akan mempengaruhi

pasokan bahan makanan. Hal ini juga sudah

diperkirakan oleh rumah tangga yang

memperkirakan inflasi akan meningkat pada

bulan Februari 2017 (Grafik 4.8).

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Secara umum, penggunaan keuangan rumah

tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan

konsumsi. Pada triwulan IV 2016, pengeluaran

untuk konsumsi mengambil porsi sebesar

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah

Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan

Mendatang Berdasarkan Komoditi

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

-2

-1

0

1

2

3

4

5

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

180,0

190,0

200,0

210,0

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2015 2016 2017

Ekspektasi Perubahan harga (moving 3 mo)

Inflasi Sultra qtq

indeks inflasi %, qtq

Idul Fitri80

100

120

140

160

180

200

220

Est.Jan 17 Est.Feb 17 Est.Mar 17

indeks perubahan harga

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Tw IV 2016Tw III 2016

56,1%20,1%23,9%

51,4%20,1%28,6%

55,2%

54,5%

55,7%

53,8%

61,1%

17,5%

18,7%

22,5%

22,0%

19,6%

27,3%

26,7%

21,8%

24,1%

19,3%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

Pengelu

ara

n/b

ula

n

Page 62: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

52

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

56,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Hal tersebut

dikompensasi dengan mengurangi dana rumah

tangga yang ditabung dari 28,6% menjadi

23,9% dari keseluruhan penggunaan dana

rumah tangga. Pada periode tersebut pangsa

dana rumah tangga yang disisihkan untuk

membayar cicilan hutang sebesar 20,1%, tidak

mengalami perubahan dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya,

tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi

dilakukan oleh kelompok rumah tangga

berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran

>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak

terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi

konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.

Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada

porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi

pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar

adalah pada rumah tangga yang memiliki

pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.

Sementara rumah tangga yang memiliki

pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,

relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih

rendah dengan pangsa sebesar 17,5% (Grafik

4.10).

Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,

maka terdapat penurunan risiko dari sisi kredit

karena secara agregat terjadi penurunan jumlah

Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan

Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan

TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

>0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 1,7% 3,0% 1,7% 2,0% 12,0% Rp1 - 2 jt 2,7% 3,0% 5,0% 7,0% 2,7%

Rp2,1 - 3 jt 5,0% 20,3% 5,7% 3,7% 15,3% Rp2,1 - 3 jt 6,0% 13,0% 17,0% 10,7% 3,3%

Rp3,1 - 4 jt 2,0% 3,0% 4,3% 2,3% 6,7% Rp3,1 - 4 jt 4,7% 5,3% 4,0% 3,7% 0,7%

Rp4,1 - 5 jt 1,0% 1,7% 1,0% 0,7% 0,7% Rp4,1 - 5 jt 1,0% 2,3% 0,7% 1,0% 0,0%

>Rp5 jt 1,7% 2,7% 0,3% 0,7% 1,0% >Rp5 jt 2,0% 3,0% 0,7% 0,3% 0,3%

Total 11,3% 30,7% 13,0% 9,3% 35,7% Total 16,3% 26,7% 27,3% 22,7% 7,0%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMP

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 1,0% 2% -1% -1,0% -13,3% Rp1 - 2 jt 1,0% -2,0% -2,0% -8,0% -1,0%

Rp2,1 - 3 jt 2% 13% 3% 0,0% 0,3% Rp2,1 - 3 jt 1,3% 6,7% 8,7% 4,0% -1,7%

Rp3,1 - 4 jt 2% 1% 2% -3% -10,3% Rp3,1 - 4 jt 1,3% 3,7% -3,3% -7,0% -3,7%

Rp4,1 - 5 jt 1% 1% 0% -1% -1,0% Rp4,1 - 5 jt 0,0% 1,7% -1,3% 0,3% -1,3%

>Rp5 jt 0% 2% 0% 0% 0,3% >Rp5 jt 1,3% 2,7% 0% 0,0% -1,0%

Total 6,3% 19,3% 3,7% -5,3% -24,0% Total 5,0% 12,7% 1,7% -10,7% -8,7%

Pengelu

ara

n/

bln

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan DSR*

Pengelu

ara

n/

bln

Triwulan IV 2016

Debt Service Ratio (DSR) Tabungan

TMP

Triwulan IV 2016

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan Tabungan*

Page 63: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

53

rumah tangga yang memiliki debt service ratio

lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan IV

2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30%

berkurang 5,3% dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Institusi keuangan menilai bahwa

rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko

yang tinggi dan dapat menjadi penyebab NPL

(non performing loan) (Tabel 4.1). Sementara itu,

peningkatan konsumsi dan pendapatan rumah

tangga juga mendorong aksesibilitas rumah

tangga dalam memperoleh pinjaman. Pada

periode tersebut, jumlah responden yang tidak

memiliki pinjaman berkurang sebesar 24,0%.

Di sisi lain, penurunan dana rumah tangga yang

disimpan sebagai tabungan terkonfirmasi oleh

adanya penurunan sebesar 10,7% pada kategori

rumah tangga yang menggunakan lebih dari

30% pendapatannya sebagai simpanan (Tabel

4.2). Meskipun demikian, terdapat penurunan

sebesar 8,7% dari rumah tangga yang tidak

memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin banyak rumah tangga yang memiliki

simpanan pada institusi keuangan. Rumah

tangga yang tidak dapat menabung berisiko

pada stabilitas sistem keuangan karena dapat

mengganggu likuiditas institusi keuangan dari

sisi sumber dana.

Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur

bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga

menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga

masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak

57,95% responden menyatakan bahwa

pendapatan yang diterima masih cukup untuk

memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,

bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung

guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan

pendidikan.

Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat

pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang

dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat

sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih

dari cukup (sebagian besar untuk investasi,

berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi

pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran

antara Rp3,1 juta s.d Rp4 juta. Adapun pada

rumah tangga dengan tingkat pengeluaran

antara Rp4,1 juta s.d Rp5 juta terdapat cukup

banyak responden dengan kondisi keuangan

yang pas-pasan karena pendapatan yang

didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank

Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar

Cicilan

Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan

Mendatang Debitur Bank

-11,8%

-5,1%

-20,0%

-6% 11,8%

23,1%

36,4%

40,0%

11,8%

12,8%

9,1%

20,0%

-40,0% -20,0% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Pas-pasan Tidak Cukup Sangat cukup Lebih dari cukup

Pe

ng

elu

ara

n/b

ln

% pangsa

cukup

-38,5%

-52,8%

-57,9%

-60,0%

-80,0%

-30,8%

-16,7%

-10,5%

8,3%

5,3%

-100,0% -50,0% 0,0% 50,0%

Rp1 - 2 jt

Rp2,1 - 3 jt

Rp3,1 - 4 jt

Rp4,1 - 5 jt

>Rp5 jt

Berkurang Signifikan RencanaBerkurang Signifikan PercepatanBertambah Signifikan Rencana

Pe

ng

elu

ara

n/b

ln

% pangsa

berubah tidak signifikan

Page 64: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

54

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

hari dan membayar cicilan tanpa bisa menabung

(Grafik 4.11).

Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan

juga akan semakin membaik karena beban

cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan

semakin ringan. Rumah tangga yang

memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka

pada 6 bulan mendatang akan berkurang

sebanyak 69,3%. Pengurangan tersebut

sebagian besar karena sesuai dengan jadwal

pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil

yang karena adanya percepatan pelunasan.

Sementara itu rumah tangga yang

memperkirakan posisi pinjaman akan sama

hanya sebanyak 25,6%, bahkan yang

memperikirakan akan bertambah hanya

sebanyak 5,1% (Grafik 4.12).

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di

Perbankan

Sektor rumah tangga masih mendominasi dana

pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan

Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa

DPK perseorangan yang mencapai 77,9% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik

4.13). Penambahan pangsa DPK perseorangan

tersebut dipengaruhi oleh DPK bukan

perseorangan (korporasi dan pemerintah) yang

mengalami penurunan sebesar 19,5% (yoy)

sementara DPK perseorangan masih tumbuh

sebesar 10,7% (yoy) meskipun melambat

dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 4.14).

Preferensi rumah tangga dalam melakukan

penempatan masih didominasi oleh fasilitas

tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan

perseorangan pada perbankan Sulawesi

Tenggara mencapai 96,7% dibandingkan

dengan total keseluruhan DPK tabungan.

Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito

juga masih dominan dilakukan oleh nasabah

perseorangan dengan porsi mencapai 76,4%

dan sisanya merupakan nasabah bukan

perseorangan (Grafik 4.13).

Dari sisi pertumbuhannya, perlambatan DPK

perseorangan disebabkan oleh adanya

perlambatan pada fasilitas tabungan. Pada

triwulan IV 2016, tabungan perseorangan hanya

tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah

daripada sebelumnya yang dapat tumbuh

sebesar 17,1% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan

DPK perseorangan dalam bentuk fasilitas

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara

60,576,4

12,0 16,3

96,796,7

66,777,9

39,5 23,6 88,0 83,7 3,3 3,3 33,3 22,1

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Tw III2016

Tw IV2016

Deposito Giro Tabungan Total

Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

2,2 10,7

-19,5-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan

%, yoy

Page 65: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

55

deposito tumbuh sebesar 32,7% (yoy), lebih

tinggi daripada triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 18,1% (yoy) (Grafik 4.16).

4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah

Tangga

Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di

Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi

penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa

kredit untuk perseorangan pada triwulan IV

2016 yang mencapai 77,5% dibandingkan

keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk

daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,

sebagian besar kredit perseorangan tersebut

digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,3%,

sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan

produktif seperti untuk modal kerja dan investasi

dengan pangsa masing-masing sebesar 23,3%

dan 8,4% (Grafik 4.18).

Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas

produktif menggunakan jalur perseorangan

menunjukkan bahwa banyak UMKM yang

belum menggunakan badan usahanya dalam

mendapatkan fasilitas pembiayaan dari

perbankan. Pada periode laporan, nominal

kredit modal kerja perseorangan yang diakses

oleh UMKM mencapai 94,7%, sementara pada

kredit investasi mencapai 95,7% (Grafik 4.19).

Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan

rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis

Penempatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah

Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi

Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan

di Sulawesi Tenggara

4,4 3,6

72,3 72,0

23,3 24,4

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Giro Tabungan Deposito

pangsa

-15,4

6,4

32,7

6,02

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

-50,0

0,0

50,0

100,0

150,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Giro Tabungan

Deposito Sk. Bg Deposito (sb.kanan)

%, yoy %

78,5

21,5

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Perseorangan Bukan Perseorangan

pangsa

Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi

68,323,38,4

Multiguna KPR KKB Alat RT

73,319,2

6,21,3

*Lokasi Proyek

Tw IV 2016

Page 66: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

56

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat

meningkatkan risiko pada kondisi keuangan

rumah tangga.

Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan

untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah

dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai

pangsa sebesar 73,3% dari keseluruhan kredit

konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua

terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR)

yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu

kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)

dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif

kecil dengan pangsa masing-masing sebesar

6,2% dan 1,3% (Grafik 4.18).

Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit

perseorangan tumbuh sebesar 13,6% (yoy) pada

triwulan IV 2016, lebih rendah daripada triwulan

sebelumnya yang mencapai 15,1% (yoy).

Perlambatan kredit perseorangan tersebut

disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi,

termasuk kredit multiguna. Sementara itu, kredit

kepemilikan kendaraan bermotor sudah

menunjukkan perbaikan dan dapat tumbuh

sebesar 9,4% (yoy) setelah sejak triwulan II 2015

selalu mengalami kontraksi (Grafik 4.20).

Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga

kredit perseorangan menunjukkan arah yang

mengarah ke suku bunga yang lebih rendah.

Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif

Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di

Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga &

Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe

Tw IV 2016

99,5%

94,7%5,3%

0,5%

Nominal

Rekening

95,7%4,3%

Nominal

98,9%1,1%

Rekening

UMKM Bukan UMKM

KREDIT MODAL KERJA

PERORANGAN

KREDIT INVESTASI

PERORANGAN

Tw IV 2016

13,6

2,19,4

17,9

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Perseorangan Kredit KonsumsiKPR KKBMultiguna

%, yoy

12,78

13,00

2,28

1,09

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

11,40

11,60

11,80

12,00

12,20

12,40

12,60

12,80

13,00

13,20

13,40

13,60

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Sk.Bunga K. RT Sk.Bunga K. Kons

NPL K. RT (sb.kanan) NPL K.Kons (sb.kanan)

%, tertimbang %, NPL

2,1

15,6

9,0

-17,0

-4,7

-20,0-15,0-10,0

-5,00,05,0

10,015,020,025,0

I II III IV I II III IV

2015 2016KPR/KPA TIpe sd 21 Tipe >21-70Tipe >70 Ruko

%, yoy

pangsa

<T.21 >T.21 - T.70 >T.70 Ruko

8 61 15 19

Page 67: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

57

kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara

mencapai 12,78% per tahun, sedikit lebih

rendah daripada periode sebelumnya yang

mencapai 12,98%. Meskipun demikian, kondisi

suku bunga kredit konsumsi perseorangan

masih stabil dan bahkan lebih tinggi daripada

suku bunga kredit perseorangan secara

keseluruhan, yaitu sebesar 13,00% per tahun

(Grafik 4.21).

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih

menunjukkan tekanan yang minimal. Hal ini

tercermin dari NPL kredit perseorangan yang

berada pada level 2,28%. Bahkan NPL pada

kredit konsumsi perseorangan hanya berada

pada level 1,09% (Grafik 4.21).

Kredit Kepemilikan Rumah

Pada triwulan IV 2016, KPR di Sulawesi Tenggara

mulai menunjukkan adanya peningkatan dan

tumbuh sebesar 2,1% (yoy), sedikit lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

hanya tumbuh sebesar 1,1% (yoy) (Grafik 4.22).

Meskipun sudah menunjukkan peningkatan,

namun kondisi ini belum mampu menurunkan

risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi

perumahan dan penjualan real estate secara

umum. Hal ini tercermin dari melambatnya

kinerja sektor konstruksi (PDRB) pada triwulan IV

2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy)

dari sebelumnya 8,8% (yoy).

Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan KPR

didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit

untuk membeli rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21)

dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70).

Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh

sampai 15,6% (yoy), sementara tipe sedang

tumbuh sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan IV

2016. Peningkatan tersebut salah satunya

dipengaruhi oleh kebijakan program subsidi

perumahan rakyat (KPR bersubsidi) (Grafik 4.22).

Sebaliknya penyaluran KPR untuk tipe besar (>

T.70) dan KP Ruko masih melanjutkan kontraksi

bahkan lebih dalam dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya.

Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga

dalam melakukan pembayaran cicilan

pembayaran rumah masih terjaga meskipun

tekanan lebih tinggi daripada triwulan

sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, NPL gross

KPR mencapai 3,39%, lebih rendah dari

sebelumnya yang mencapai 3,98%. Risiko kredit

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis

2,64

3,07

6,22

3,39

12,79

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

I II III IV I II III IV

2015 2016

KPR/KPA sd 21 KPR/KPA >21-70

KPR/KPA >70 KP Ruko

KPR/KPA Sk. Bunga (sb.kanan)

NPL % sk. bunga %

14,4

-16,2

20,19,4

-40,0

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

Mobil Spd. Motor Kend. Lain KKB

Tw III 2017

Tw IV 2017

%, yoy pangsa

77,4

13,5

9,1

mobil

spd.motor

kend.lain

Page 68: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

58

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

yang perlu mendapatkan perhatian dari institusi

keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko yang

masih melampaui threshold 5%.

Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor

Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 menunjukkan

peningkatan setelah pada periode sebelumnya

mengalami kontraksi. Dilihat dari jenis

kendaraan yang dibeli, kredit kendaraan roda 4

(mobil) mulai menunjukkan adanya perbaikan,

dan sudah dapat tumbuh positif sebesar 14,4%

(yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar

1,0% (yoy) (Grafik 4.24). Secara nominal terdapat

penambahan baki debet untuk pembiayaan

pembelian mobil sebesar Rp18,3 miliar selama 1

triwulan. Jika diasumsikan harga sebuah mobil

keluarga sebesar Rp250 juta/unit maka dalam 1

triwulan tersebut jumlah mobil yang dibeli

melalui pembiayaan perbankan sekitar 73 unit.

Sementara itu, pembiayaan pembelian

kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih

terkontraksi sebesar 16,2% (yoy) (Grafik 4.24).

Selama satu triwulan terjadi penurunan baki

debet sebesar Rp12,6 miliar, atau terjadi

penurunan jumlah sepeda motor baru yang

dibiayai perbankan sekitar 837 unit (asumsi

harga sepeda motor Rp15 juta/unit).

Berdasarkan hasil liasion kepada salah satu

dealer kendaraan bermotor, pola pembayaran

pembelian kendaraan didominasi dengan

pembelian melalui lembaga pembiayaan (bank

dan leasing) sebesar 70%, sisanya melakukan

pembelian secara tunai.

Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB

menunjukkan adanya peningkatan dari 1,64%

menjadi 2,34% pada triwulan IV 2016 (Grafik

4.25). Peningkatan risiko kredit tersebut

dipengaruhi oleh peningkatan risiko pada kredit

kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21%

dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan

NPL sebesar 1,73%.

Kredit Multiguna

Besarnya penggunaan kredit konsumsi

perseorangan secara multiguna menunjukkan

bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga

lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan

untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor

maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi

karena pengajuan kredit multiguna relatif

mudah dengan menggunakan jaminan/agunan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna

2,3

2,21

1,73

4,40

13,5

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III IV

2015 2016KKB MobilSpd. Motor Kend. Lainsk.bunga (sb.kanan)

%, NPL %, sk.bunga

16,8

-16,0-19,0

35,8

1,6

-20,0

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

Multiguna <Rp50jt

>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt

>Rp500jt

%, yoy pangsa

5%

19%

75%

2%

Page 69: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

59

yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu

penggunaan dana yang diterima dapat secara

leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam

melakukan aktivitas konsumsi seperti

merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya

pendidikan, biaya pengobatan, maupun

pembelian barang berharga/elektronik, dan

bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.

Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh

sebesar 16,8% (yoy), lebih rendah daripada

periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar

19,6% (yoy) (Grafik 4.26). Perlambatan tersebut

disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna

dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100

juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar

35,8% (yoy). Sementara itu kredit multiguna

dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta

masih terkontraksi.

Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk

fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko

yang rendah. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit

multiguna hanya sebesar 0,36% dan NPL pada

pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya

sebesar 0,19% (Grafik 4.27). Adapun kredit

multiguna dengan risiko kredit terbesar berada

pada pembiayaan dengan nominal di atas Rp500

juta namun NPL-nya masih dibawah threshold

5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa eksposur

keuangan rumah tangga masih berdampak

minimal pada institusi keuangan maupun pada

sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.

4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI

4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara

pada triwulan IV 2016 bersumber dari

peningkatan kinerja usaha pertambangan dan

penggalian dan usaha pertanian. Kondisi ini

dapat menurunkan kerentanan sistem keuangan

di Sulawesi Tenggara yang berasal dari sektor

korporasi.

Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di

Sulawesi Tenggara yaitu usaha konstruksi, usaha

perdagangan dan industri pengolahan

mengalami perlambatan. Beberapa sektor

dominan yang mengalami perlambatan tersebut

dapat menjadi sumber kerentanan sistem

keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi

Tenggara. Perlambatan kinerja konstruksi

sebagai dampak dari melambatnya kegiatan

investasi pemerintah dan swasta pada periode

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.28 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara

0,36

2,02

0,19

4,59

13,36

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

I II III IV I II III IV

2015 2016Multiguna <Rp50jt>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt>Rp500jt Sk.bunga

%, NPL %, sk. bungaMinyak Nilam1.692 2,2%

Perikanan4.911 6,4%

Aspal556

0,7%Mete1.550 2,0%

Kakao olah1.054 1,4%

Feronikel66.242 86,6%

Lainnya528

0,7%

Page 70: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

60

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

tersebut berpengaruh kepada permintaan bahan

bangunan yang berasal dari komoditas

pertambangan dan galian (batu, kerikil dan

pasir).

Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor

Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel

menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor

industri pengolahan nikel. Meskipun demikian,

kinerja ekspor feronikel yang mengalami

perbaikan pada triwulan IV 2016 dapat

meminimalkan risiko default pada sektor-sektor

pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor

feronikel mencapai 86,6% dari keseluruhan

ekspor (Grafik 3.28). Harga nikel yang sudah

mengalami rebound menunjukkan peningkatan

permintaan dari negara tujuan ekspor terhadap

produk olahan nikel. Harga nikel pada triwulan

IV 2016 secara rata-rata sebesar

USD10.778/metric ton, lebih tinggi daripada

harga pada triwulan sebelumnya yang hanya

sebesar USD8.227/metric ton (Grafik 4.29).

Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel

(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan

harga nikel yang mulai membaik, maka akan

mengurangi risiko lanjutan pada korporasi

pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa

peralatan berat pertambangan, dan korporasi

penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain

berpengaruh kepada korporasi lainnya,

peningkatan pada permintaan nikel olahan juga

berdampak pada potensi perbaikan kondisi

ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat

penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan

secara langsung maupun tidak langsung.

Bahkan secara tidak langsung, dampak dari

kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi

penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).

4.2.2. Kinerja Korporasi

Omzet Penjualan

Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi

di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016,

terdapat peningkatan omzet penjualan domestik

pada korporasi pertambangan nikel, aspal, ritel

dan akomodasi. Peningkatan omzet paling besar

dirasakan oleh korporasi tambang nikel dan ritel

dengan skala likert sebesar +3,0 (peningkatan

berada di atas rata-rata normalnya) (Grafik 4.31).

Peningkatan yang terjadi pada korporasi

tambang nikel tersebut didorong oleh

peningkatan permintaan dari smelter mitra kerja

di luar provinsi, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah

dan Provinsi Banten. Hal tersebut seiring dengan

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara

10.789

14,3

-50,0

-40,0

-30,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan)

USD/metric ton %, yoy

-12,80%

6,21%

26,66%

16,69%14,33%

-20,00%

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

I II III IV I II III IV

2015 2016

saldo bersih

Page 71: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

61

peningkatan permintaan nikel olahan khususnya

dari Tiongkok. Di sisi lain, mulai berkuranganya

pasokan ore nickel maupun nikel olahan dari

Filipina turut memberikan dampak positif atas

naiknya tingkat permintaan ore nickel terhadap

Indonesia sebagai salah satu negara produsen

ore dan nikel olahan. Peningkatan tersebut juga

dipengaruhi oleh dikeluarkannya kebijakan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terkait

relaksasi/izin untuk melakukan penjualan ore

nickel antar daerah pada semester II 2015 yang

lalu. Kebijakan tersebut dikeluarkan kepada

beberapa pelaku usaha pertambangan yang

telah berkomitmen dan sedang dalam proses

pembangunan smelter sekaligus dalam rangka

mendukung kondisi finansial perusahaan.

Peningkatan omzet penjualan domestik juga

dirasakan oleh korporasi pertambangan aspal.

Kondisi tersebut didorong oleh tingginya

kebutuhan aspal untuk pembangunan

infrastruktur jalan khususnya dari beberapa

Daerah Otonomi Baru (DOB) pemekaran yang

berada di provinsi Sulawesi Tenggara seperti

Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat,

Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton

Utara. Permintaan domestik secara umum

datang dari Kementerian Pekerjaan Umum

maupun dari kontraktor yang terafiliasi atau

merupakan rekanan dari Kementerian Pekerjaan

Umum. Di samping itu, dengan adanya

kebijakan mengenai penggunaan aspal buton

untuk kebutuhan aspal nasional diharapkan

tingkat penjualan dapat lebih ditingkatkan lagi.

Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang

bergerak di sektor yang berhubungan langsung

dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran

(PBE) ritel dan lapangan usaha akomodasi

(perhotelan). Pada korporasi perdagangan

kendaraan dan perdagangan ritel memiliki skala

likert penjualan domestik mencapai +3,0

(peningkatan berada di atas rata-rata normal).

Kinerja positif penjualan korporasi ritel tersebut

didorong oleh membaiknya daya beli seiring

dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi. Dan

adanya promosi yang dilakukan untuk menarik

konsumen pada triwulan IV 2016.

Sementara itu pada usaha perhotelan, skala

likert penjualan domestik mencapai +2,0

(peningkatan berada pada rata-rata normal).

Kondisi tersebut disumbangkan oleh

peningkatan tamu pemerintahan dan bisnis

Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison

(4,00)

(3,00)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

PenjualanDomestik

PenjualanEkspor

KapasitasUtilisasi

Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin

Pertanian Perikanan Tambang-Nikel Tambang-Aspal Industri Ritel Akomodasi

Skala Likert

Page 72: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

62

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

terkait dengan pembangunan proyek

infrastruktur pemerintahan. Secara umum,

sumbangan omzet penjualan korporasi hotel

dari pemerintahan mencapai 40%, diikuti oleh

tamu dari segmen corporate, dan umum

masing-masing sekitar 30%.

Kinerja penjualan yang masih menunjukkan

adanya optimisme secara umum terlihat pula

dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara.

Pada triwulan IV 2016, kegiatan usaha

menunjukkan saldo bersih sebesar 14,33%. Nilai

saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan

bahwa korporasi yang mengalami peningkatan

permintaan lebih banyak daripada korporasi

yang mengalami penurunan permintaan (Grafik

4.30).

Biaya

Pada triwulan IV 2016, semua korporasi yang

menjadi responden liaison menyatakan

mengalami peningkatan biaya produksi.

Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi

pertanian dan korporasi perdagangan ritel

dengan likert scale sebesar +1,80 (Grafik 4.31).

Peningkatan biaya pada korporasi pertanian

(penggilingan beras) disebabkan karena

komponen biaya bahan baku yang bertambah.

Hal ini terjadi karena suplai gabah relatif rendah

seiring dengan adanya kemarau panjang pada

periode sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada

komponen biaya tenaga kerja pengolahan

sawah yang sebesar Rp3.000/orang/kuintal

menjadi Rp4.000/orang/kuintal.

Hal yang serupa juga dialami oleh korporasi

perdagangan ritel. Peningkatan biaya berasal

dari komponen biaya pengadaan barang

dagangan dan biaya tenaga kerja. Kenaikan

biaya pengadaan barang dagangan yang paling

signifikan berasal dari komoditas barang

elektronik yakni berkisar 10%-20%, sementara

untuk komoditas bahan pangan/kebutuhan

pokok peningkatan antara 5%-10% sejalan

dengan laju inflasi tahunan yang ada. Untuk

biaya upah/tenaga kerja korporasi tersebut

mengungkapkan terjadinya kenaikan, namun

masih berada di level moderat. Adapun kenaikan

biaya upah tersebut guna menyesuaikan dengan

kenaikan tingkat UMR dari tahun ke tahun.

Marjin Keuntungan

Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau

margin keuntungan secara umum relatif stabil.

Pada triwulan IV 2016, peningkatan margin

hanya dialami oleh korporasi korporasi pertanian

dengan skala likert +2,00 dan korporasi

pertambangan nikel dengan skala likert +1,50.

Sementara itu pada korporasi akomodasi/hotel

mengalami penurunan marjin (skala likert -1,00)

(Grafik 4.31).

Peningkatan margin keuntungan yang terjadi

pada korporasi pertanian dilakukan dengan

meningkatkan harga jual yang lebih besar

daripada peningkatan biayanya. Hal ini

dilakukan untuk meningkatkan investasi yang

dilakukan oleh korporasi yaitu berupa perluasan

area gudang penyimpanan gabah dan beras. Ke

depan, korporasi juga akan menambah mesin

pengering (dryer) untuk meningkatkan kapasitas

produksi.

Sementara itu, peningkatan marjin yang dialami

oleh korporasi pertambangan nikel terjadi

Page 73: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

63

seiring dengan adanya peningkatan harga nikel

internasional. Dengan penambahan marjin

tersebut, korporasi memiliki dana untuk

melanjutkan pembangunan smelter.

Kondisi likuiditas keuangan korporasi

Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas

keuangan korporasi menunjukkan posisi yang

baik. Pada triwulan IV 2016, pangsa korporasi

yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai

65,9%, lebih tinggi daripada triwulan

sebelumnya yang hanya sebanyak 37,4% dari

total responden korporasi di Sulawesi Tenggara

(Grafik 4.32). Selain itu pangsa korporasi dengan

kondisi likuiditas yang buruk relatif tidak

berubah pada kisaran 0,6% (Grafik 4.28).

Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang

berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah

korporasi yang bergerak di sektor pertambangan

dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki

likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut

mencapai 87,5%. Sementara itu, korporasi pada

sektor industri memiliki kondisi likuiditas baik

yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 23,1%

dari keseluruhan responden pada sektor

tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi

sektor industri dan sektor jasa-jasa yang memiliki

kondisi likuiditas yang buruk (Grafik 4.33).

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan

Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.33 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi

Berdasarkan Sektoral

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.34 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

Tw IV 2016Tw III 2016

65,9%

33,5%0,6%

37,4%

62,0%0,6%

Baik Cukup Buruk

23,1

40,0

54,5

65,6

75,0

76,0

79,2

87,5

69,2

60,0

45,5

31,3

25,0

24,0

20,8

12,5

7,7

3,1

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Jasa jasa

Transportasi

Hotel Resto

Pertanian

Tambang

Baik Cukup Buruk

-50,0

-10,0

-14,3

-6,4

12,5

100,0

20,0

10,0

14,9

-100,0 -50,0 0,0 50,0 100,0 150,0

Pertanian

Pertambangan

Industri

Konstruksi

Perdagangan

Hotel Restoran

Angkutan

Jasa

Total

Tambah Berat Tambah Ringan

Pangsa %

TETAP

18,60

37,50

15,38

40,00

30,30

40,00

41,67

22,58

27,65

Responden Sebagai Debitur Bank (%)

Page 74: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

64

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dari sisi kemampuan membayar hutang,

korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum

masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi

ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2016 yang

menunjukkan bahwa terdapat 78,7%

responden korporasi yang merasakan bahwa

beban angsuran perbankan tetap seperti periode

sebelumnya. Bahkan terdapat 14,9% korporasi

yang sedang memiliki kredit perbankan

menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke

depan akan semakin ringan terhadap

pendapatan perusahaan. Jumlah responden

SKDU sebagai debitur perbankan bertambah

dari 24,56% menjadi 27,65% dari keseluruhan

responden (Grafik 4.34).

4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor

Korporasi

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,

kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi

tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur

kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar

21,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara

(berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut

terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah

tangga yang menjadi eksposur dominan kredit

perbankan di Sulawesi Tenggara juga

dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,

terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan

tenaga kerja.

Kredit perbankan pada sektor korporasi di

Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016

mencapai Rp4,87 triliun, tumbuh sebesar 40,6%

(yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 38,6% (yoy) (Grafik 4.36).

Pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi

daripada pertumbuhan kredit rumah tangga

(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar

13,6% (yoy).

Peningkatan yang terjadi pada kredit korporasi

tersebut bersumber dari peningkatan kredit

investasi dapat tumbuh sebesar 55,4% (yoy),

lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 42,3% (yoy). Karena pangsa

kredit investasi mendominasi kredit korporasi

sebesar 69,6% maka kondisi tersebut sangat

mempengaruhi kredit korporasi secara

keseluruhan. Sementara itu, kredit modal kerja

korporasi hanya tumbuh sebesar 19,0% (yoy),

lebih rendah daripada sebelumnya yang

mencapai 33,0% (yoy).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi

30,0%

69,6%0,4%

Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

Kredit Konsumsi

40,619,0

55,4

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi

%, yoy

Page 75: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

65

Kredit Modal Kerja Korporasi

Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan

IV 2016 mencapai Rp1,46 triliun, tumbuh

melambat sebesar 19,0% (yoy). Perlambatan

yang terjadi disebabkan karena perlambatan

penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan

sektor pertambangan. Kredit modal kerja pada

sektor konstruksi tumbuh sebesar 13,7% (yoy)

(Grafik 4.37). Dari sisi pangsanya, kredit modal

kerja didominasi oleh kredit kepada sektor

konstruksi (pangsa 39,7%) dan sektor

perdagangan (pangsa 36,2%). Sementara itu,

pangsa sektor pertambangan menempati posisi

ke-3 dengan pangsa sebesar 13,2%.

Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan

tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini

terlihat dari NPL yang meningkat dari 3,87%

pada triwulan II 2016 menjadi 5,29% pada

periode laporan (Grafik 4.38). Peningkatan

tekanan risiko kredit tersebut berasal dari

peningkatan risiko pada sektor perdagangan.

Kredit Investasi Korporasi

Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV

2016 mencapai Rp3,38 triliun, tumbuh

meningkat sebesar 55,4% (yoy). Berbeda

dengan kredit modal kerja, pangsa terbesar

kredit investasi korporasi berada pada sektor

pertambangan dan penggalian (pangsa 65,3%).

Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi

Sektor Dominan Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi

66,6

18,2

58,6

13,719,8

53,1

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

Konstruksi Perdagangan Pertambangan

TwIII 16 TwIV 16

%, yoyp

an

gs

a

(%)

39,7 36,2 13,2

0%

5%

10%

15%

Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi

TwIII 16 TwIV 16

%, NPL

risiko meningkat

risiko terkendali

risiko terkendali

threshold

risiko meningkat

60,9

21,4 16,1

82,6

-1,4

63,0

-10,00,0

10,020,030,040,050,060,070,080,090,0

Pertambangan Perhotelan Pertanian

TwIII 16 TwIV 16%, yoy

pangsa (%) 65,3 7,8 6,5

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

Tambang Perhotelan Pertanian InvestasiKorporasi

TwIII 16 TwIV 16

%, NPL

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

risiko terjaga

threshold

Page 76: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

66

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

perhotelan (pangsa 7,8%) dan sektor pertanian

(pangsa 6,5%) (Grafik 4.39).

Peningkatan kredit investasi korporasi

dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor

pertambangan dan sektor pertanian. Pada

triwulan IV 2016, baki debet kredit di sektor

pertambangan tumbuh sebesar 82,6% (yoy),

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 60,9% (yoy). Hal ini sejalan

dengan skala likert investasi sektor

pertambangan yang meningkat terutama pada

korporasi tambang aspal (Grafik 4.31).

Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit

investasi korporasi masih memiliki risiko yang

terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan IV

2016, NPL kredit ini hanya sebesar 1,36% (Grafik

4.40).

4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN

(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA

4.3.1. Aset Bank Umum

Aset bank umum yang berada di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai

Rp23,04 triliun, atau tumbuh sebesar 13,1%

(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut

lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang

mencapai 2,0% (yoy) (Grafik 4.41). Peningkatan

tersebut didorong oleh penambahan aset bank

pemerintah dan bank swasta nasional. Secara

umum berdasarkan pangsanya, bank

pemerintah masih mendominasi industri

perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.43 Perbandingan Pertumbuhan Aset Bank di

Sulawesi Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank

13,1

9,4

7,1

7,7

7,5

19,2

8,4

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

Tw III 16 Tw IV 16

10,0 11,7 54,5 16,9 4,3 2,65

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

14,86

2,3-10,1

6,03,8

0

5

10

15

20

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

I II III IV I II III IV

2015 2016DPK (sb.kanan) gDPK

gDPK Giro gDPK Tabungan

gDPK Deposito

%, yoy Rp triliun

23,04

13,1

15,0

4,8

18

19

20

21

22

23

24

25

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

Aset Bank (sb.kanan) gAset Total

gAset Bank Pemerintah gAset Bank Swasta

%, yoy Rp triliun

82,9%

17,1%

Aset Bank Pemerintah

Aset Bank Swasta

Rp19,09triliun

Rp3,94triliun

Page 77: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

67

aset mencapai 82,9%, sedangkan total bank

swasta nasional hanya sebesar 17,1% dari total

aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik

4.42).

Dibandingkan dengan perbankan se-Sulawesi,

peningkatan aset yang terjadi di Sulawesi

Tenggara merupakan yang paling tinggi, dan

pertumbuhannya menempati urutan kedua

setelah Sulawesi Barat yang dapat tumbuh

sebesar 19,2% (yoy) pada triwulan IV 2016.

Namun secara nominal, aset perbankan Sulawesi

Tenggara hanya sebesar 10% dari total aset

bank se-Sulawesi (Grafik 4.43).

4.3.2. Intermediasi Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun

oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2016 kembali

mengalami perlambatan pertumbuhan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu

dari 3,8% (yoy) di triwulan III menjadi 2,3% (yoy)

di triwulan IV 2016. Perlambatan penyerapan

DPK tersebut terjadi karena perlambatan

deposito dan tabungan sementara giro masih

terkontraksi. Pada periode tersebut giro

terkontraksi sebesar 10,1% (yoy), tabungan

tumbuh sebesar 6,0% (yoy) dan untuk deposito

hanya tumbuh sebesar 3,8% (yoy) (Grafik 4.44).

Jumlah DPK yang dihimpun oleh bank umum

Sulawesi Tenggara sampai dengan periode

tersebut mencapai Rp14,86 triliun, atau

berkurang sebesar Rp585,2 miliar dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Dari jenis

penempatannya, sebanyak 58,0% berada pada

fasilitas tabungan, sementara untuk giro

memiliki pangsa sebesar 17,1% dan deposito

24,9%.

Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-

Sulawesi dalam menghimpun DPK,

melambatnya DPK di Sulawesi Tenggara juga

berkontribusi pada perlambatan DPK se-

Sulawesi. Pada periode triwulan IV 2016, hanya

ada 2 provinsi yang mengalami perlambatan

DPK, yaitu Sulawesi Selatan (pangsa 58,1%) dan

Sulawesi Tenggara (pangsa 10,4%) (Grafik 4.45).

Kredit

Seiring dengan kinerja penghimpunan dana

yang mengalami perlambatan, fungsi

penyaluran kredit perbankan oleh bank umum

yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara

keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.45 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.46 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara

2,3

1,95,1

-1,2

5,8

2,53,4

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00TwIII 16 TwIV 16

10,4 11,2 58,1 14,8 3,1 2,4

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

18

18,3

7,2

12,6

13,5

0

5

10

15

20

25

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

I II III IV I II III IV

2015 2016Kredit (sb.kanan) gKr.Modal KerjagKr.Investasi gKr.KonsumsigKredit

%, yoy Rp triliun

Page 78: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

68

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

triwulan IV 2016, kredit perbankan tumbuh

sebesar 13,5% (yoy) lebih rendah dibandingkan

dengan kinerja periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Secara nominal,

kredit perbankan yang disalurkan sampai

dengan triwulan IV 2016 mencapai Rp18,3

triliun (Grafik 4.46).

Perlambatan penyaluran kredit tersebut

disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit

konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi

kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit

konsumsi mencapai 61,7% dari total penyaluran

kredit pada triwulan IV 2016. Pada periode

tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar

12,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya

tumbuh sebesar 15,6% (yoy). Sedangkan untuk

kredit investasi tercatat sebesar Rp1,92 triliun

dan tumbuh sebesar 7,2% (yoy), lebih rendah

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

dapat tumbuh sebesar 13,4% (yoy). Sementara

itu, kredit modal kerja tercatat sebesar Rp5,1

triliun, terakselerasi sebesar 18,3% (yoy), setelah

sebelumnya tumbuh sebesar 17,3% (yoy).

Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-

Sulawesi dalam menyalurkan kredit,

melambatnya kredit perbankan di Sulawesi

Tenggara juga dialami oleh sebagian besar

provinsi lainnya. Pada periode triwulan IV 2016,

dari 6 provinsi hanya ada 1 provinsi yang

mengalami peningkatan kredit, yaitu Sulawesi

Utara (Grafik 4.47).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Kondisi intermediasi perbankan yang

diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit

Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada

triwulan IV 2016 LDR bank umum di Sulawesi

Tenggara mencapai 122,9%, lebih tinggi

daripada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 117,3% (Grafik 4.48). Hal tersebut terjadi

karena selama 1 triwulan tersebut terdapat

penambahan penyaluran kredit sementara DPK

mengalami penurunan. Nilai LDR yang lebih dari

100 juga menunjukkan bahwa kapasitas

pembiayaan perekonomian di Sulawesi

Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.

Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan

kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor

bank yang sama di daerah lain) sebesar 1,97%

(qtq) pada triwulan IV 2016.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.47 Perbandingan Pertumbuhan Kredit di

Sulawesi Grafik 4.48 Perkembangan Loan To Deposit Rasio

Sulawesi Tenggara

13,510,8 9,5

6,3 7,5

23,6

9,7

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

Tw III 16 Tw IV 16

9,4 11,9 54,6 16,2 5,0 2,9

%, yoy

%, pangsa thd Sulawesi

114,7111,0105,1110,9110,1114,1117,3

122,9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV

2015 2016

DPK (sb.kanan) Kredit (sb.kanan) LDR

LDR (%) Rp triliun

Page 79: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

69

Non Performing Loans (NPL)

Sementara itu dari sisi risiko kredit, penyaluran

kredit oleh bank umum yang ada di Sulawesi

Tenggara masih berada pada batas yang aman.

Hal ini terlihat dari indikator Non Performance

Loans (NPLs) Gross pada triwulan IV 2016 yang

hanya sebesar 2,93%, lebih tinggi daripada

periode sebelumnya yang mencapai 2,79%

(Grafik 4.41).

Pada periode tersebut penyaluran kredit

investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu

dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu

kredit modal kerja juga masih memiliki NPL

relatif tinggi meskipun masih berada dalam

batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,93%. Di sisi

lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki

risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar

1,19%.

4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi

Tenggara

Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari

kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset

yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan

efisiensi biaya. Pada triwulan IV 2016, kondisi

rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara

relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini

diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin

(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,90%

(Grafik 4.50). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi

karena terdapat peningkatan pendapatan bunga

sebesar 5,6% (yoy), sementara beban bunga

hanya naik sebesar 1,2% (yoy). Kondisi tersebut

juga terjadi karena spread suku bunga (selisih

antara bunga kredit dengan bunga DPK) di

Sulawesi Tenggara relatif membesar dari

sebelumnya pada kisaran 9,8% menjadi 10,2%

(Grafik 4.51).

Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga

masih terjaga terlihat dari BOPO (Biaya

Operasional per Pendapatan Operasional) yang

relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, BOPO

perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar

61,87%, sedikit lebih tinggi daripada periode

sebelumnya yang mencapai 61,56% (Grafik

4.50). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka

rentabilitas bank semakin baik karena bank

dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya.

Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka

bank semakin tidak efisien dalam menjalankan

kegiatan operasionalnya.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.49 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi

Tenggara Grafik 4.50 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum

535,1

2,93

4,93

7,88

1,19

0

100

200

300

400

500

600

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

I II III IV I II III IV

2015 2016Nominal NPL (sb.kanan) NPLNPL K.MK NPL K.InvNPL K.Kons

%, NPL Rp miliar

61,87%

9,90%

8,00%

9,00%

10,00%

11,00%

12,00%

50%

60%

70%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)

% %

Page 80: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

70

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

4.3.4. Perbankan Syariah

Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara

masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat

yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah

hanya memiliki aset sebesar Rp1,03 triliun, atau

sebesar 4,5% dari keseluruhan aset bank umum

di Sulawesi Tenggara. Kondisi yang sama juga

terjadi pada penghimpunan dana dan

penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2016,

pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari

total realisasi kredit oleh bank umum.

Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah

hanya sebesar 4,4% dari seluruh DPK se

Sulawesi Tenggara (Grafik 4.52).

Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan

syariah di Pulau Sulawesi, maka perkembangan

aset bank syariah di Sulawesi Tenggara

menunjukkan arah yang lebih baik.

Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi

Tenggara mencapai 9,1% (yoy), lebih tinggi

daripada rata-rata pertumbuhan aset bank

syariah se-Sulawesi yang terkontraksi sebesar

2,1% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara

itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi

Tenggara yang mencapai 4,5% sudah berada di

atas rata-rata pangsa aset bank syariah di

Sulawesi Tenggara yang hanya sebesar 4,3%.

Meskipun demikian, pangsa aset bank syariah

yang terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan

yang mencapai 5,3% terhadap keseluruhan aset

perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.53).

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.53 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset

Syariah se-Sulawesi Grafik 4.54 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.51 Spread Suku Bunga Bank Umum Grafik 4.52 Pangsa Perbankan Syariah

9,1

1,9

-3,7-7,7 -6,8

-2,1 -2,1

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0

Tw III 16

Tw IV 16

%, yoy

Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan

SULTRA

SulutGorontalo

Sulbar

SULAWESI

Sulsel

Sulteng

5,45,8

4,96

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

I II III IV I II III IV

2015 2016gDPK gPembiayaan NPF (sb.kanan)

%, yoy %, NPL

9,96

10,23

4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00

8

8,5

9

9,5

10

10,5

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7 DRR (sb.kanan)

% %

4,5%Aset

4,7%PembiayaanRp1,03

triliunRp859,5miliar

4,4%DPK

Rp657,1miliar

Bank Konvensional Bank Syariah

Page 81: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

71

Sampai dengan triwulan IV 2016, penyaluran

pembiayaan syariah sudah dapat tumbuh positif

setelah sebelumnya mengalami kontraksi sejak

triwulan III 2015. Pada periode tersebut

pembiayaan syariah tumbuh sebesar 5,8% (yoy)

dengan baki debet sebesar Rp859,5 miliar (Grafik

4.54).

Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan

syariah menunjukkan perlambatan. Pada

periode tersebut jumlah DPK bank syariah

mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar 5,4%

(yoy), lebih rendah dibandingkan sebelumnya

yang dapat tumbuh sebesar 11,1% (yoy).

Perlambatan tersebut disebabkan karena terjadi

pelambatan pada penempatan DPK fasilitas

serupa deposito yang tumbuh sebesar 5,1%

(yoy) dan tabungan sebesar 5,9% (yoy).

Meskipun demikian, terjadi peningkatan DPK

pada fasilitas tabungan syariah yang tumbuh

sebesar 3,0% (yoy) setelah sebelumnya

terkontraksi sebesar 7,6% (yoy).

Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko

tersebut mulai terjaga. Hal ini terlihat dari NPF

(Non Performance Financing) yang mulai

menurun dari 6,11% menjadi 4,96%.

4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat

Di triwulan IV 2016, kinerja BPR tetap tumbuh

tinggi terutama untuk penyaluran kredit dan

peningkatan aset. Aset BPR tumbuh sebesar

18,4% (yoy), lebih tinggi dari periode

sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,0%

(yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai

Rp308,9 miliar (Grafik 4.55). Peningkatan aset

BPR di Sulawesi Tenggara juga diikuti oleh

peningkatan kinerja penyaluran kredit yang

dapat tumbuh sebesar 30,3% (yoy), meningkat

dari sebelumnya hanya tumbuh 23,2% (yoy)

dengan nominal kredit sebesar Rp228,8 miliar.

Sementara itu, penghimpunan dana dari

masyarakat mengalami kontraksi.

Penghimpunan DPK turun 3,1% (yoy) atau

tercatat sebesar Rp119,0 miliar, padahal periode

sebelumnya dapat tumbuh sebesar 7,6% (yoy).

Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan

IV 2016 mencapai 192,3 yang berarti kredit yang

disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari

institusi keuangan lainnya. Dengan demikian

risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan

risiko pada institusi keuangan lainnya.

Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.55 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.56 Pangsa Kredit UMKM

-3,1

30,3

18,4

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

I II III IV I II III IV

2015 2016

gDPK BPR gKredit BPR gAset BPR

%, yoy

Non UMKM73,1%

UMKM26,9%Rp6,13triliun

UsahaMenengah

UsahaKecil

UsahaMikro

24,6%

45,1%

30,3%

Page 82: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

72

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

relatif tinggi yaitu sebesar 10,65%, di atas

threshold 5%. Meskipun demikian, risiko

tersebut relatif turun dari periode sebelumnya

dengan NPL sebesar 12,25%

4.4. AKSES KEUANGAN

4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM

Pada triwulan IV 2016, kredit yang diterima oleh

UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi

proyek) mencapai Rp6,13 triliun. Secara pangsa

mencapai 26,9% dibandingkan total kredit di

Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1

tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha

kecil sebesar 45,1% dan usaha mikro dengan

pangsa sebesar 30,3%. Sedangkan untuk usaha

menengah memiliki pangsa sebesar 24,6% dari

total kredit UMKM (Grafik 4.56).

Meskipun kredit perbankan secara umum

mengalami perlambatan, namun laju

pertumbuhan kredit UMKM tercatat stabil pada

kisaran 10,3% (yoy). Hal ini terjadi karena

terdapat peningkatan pada kredit usaha kecil

sebesar 13,5% (yoy), sementara itu kredit usaha

1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha

dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.

mikro melambat dan kredit usaha menengah

masih terkontraksi (Grafik 4.57).

Secara sektoral, stabilnya pertumbuhan kredit

UMKM dipengaruhi oleh melambatnya

penyaluran kredit di sektor perdagangan namun

disisi lain kredit ke sektor pertanian tumbuh

cukup tinggi. Penyaluran kredit ke sektor

perdagangan dengan pangsa kredit terbesar

(69,6%) yang semula tercatat mampu tumbuh

sebesar 14,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya,

namun pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh

sebesar 6,3%(yoy). Sementara itu, penyaluran

kredit UMKM kepada sektor pertanian,

mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya

tumbuh 13,5% (yoy), menjadi 37,2% (yoy)

(Grafik 4.58).

Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit

UMKM mulai terkendali namun masih berada

sedikit di atas threshold 5%. Pada triwulan IV

2016 NPL kredit UMKM mencapai 5,36%,

mengalami penurunan dari sebelumnya yang

tercatat sebesar 5,86%. Kondisi tersebut

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek

Grafik 4.57 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral

17,9

13,5

-2,310,3

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV

2015 2016

Mikro Kecil Menengah UMKM

%, yoy

69,6%6,2%

5,4%4,1%

3,5%

14,0

-2,0

13,5

48,8

4,56,3

-7,5

37,222,1

6,0

-20,0

-10,0

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

Tw III 16

Tw IV 16

%, yoy

pangsa

Page 83: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

73

dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko kredit

pada hampir semua sektor (Grafik 4.59).

Seiring dengan adanya perubahan kebijakan

KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,

terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut

kepada UMKM. Sampai dengan triwulan IV

2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara

mencapai Rp392,1 miliar dengan jumlah debitur

aktif mencapai 9.282 usaha (Grafik 4.60). Salah

satu kebijakan yang mendorong peningkatan

adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif

per tahun menjadi 9% efektif.

4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi

kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap

penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara

tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana

pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat

sebesar 134,6% (Grafik 4.61).

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi

kredit. Rasio yang lebih besar dari 100%

menunjukkan bahwa terdapat penduduk

angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang

memiliki rekening simpanan lebih dari satu.

Selain itu rasio lebih dari 100% juga

mengindikasikan adanya penduduk bukan

angkatan kerja yang juga memiliki rekening

seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.

Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit

terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi

Tenggara juga menunjukkan peningkatan

menjadi 18,4% (Grafik 4.62). Meskipun

demikian, rasio tersebut masih rendah karena

pada 2 triwulan sebelumnya rasio dapat

mencapai 22,0. Masih rendahnya rasio rekening

kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan

masih sedikit digunakan oleh masyarakat di

provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk

meningkatkan penyaluran kredit di masa yang

akan datang.

Upaya pengembangan akses keuangan memiliki

peran penting dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan dan mendorong pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw

BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya

memberikan dan memfasilitasi berbagai

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank

Grafik 4.59 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan Grafik 4.60 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi

Tenggara

0,0

5,0

10,0

15,0

Pe

rda

ga

ng

an

Ko

nstr

uksi

Pe

rtan

ian

Indu

str

i

Tra

nspo

rta

si

Tw III 16 Tw IV 16

%, NPL

theshold

392,1

9.289

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV

2015 2016

KUR Rekening (sb.kanan)

Baki Debet (Rp miliar)

Nasabah

Page 84: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

74

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan

untuk memberikan informasi mengenai produk

dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan

kesadaran masyarakat pada umumnya untuk

menabung dan melakukan pengelolaan

keuangan. Dalam rangka mendukung upaya

tersebut, pada bulan Oktober dan November

2016, telah dilakukan kegiatan edukasi

keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.

Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah

Grafik 4.61 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.62 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja

1.641

115,5118,0

125,1

133,7

126,9

130,6

133,1

134,6

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV

2015 2016

Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK

% nasabah (ribu)

224

19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0

18,1 18,4

200

210

220

230

240

250

260

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV

2015 2016

Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit

% nasabah (ribu)

Page 85: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

SISTEM PEMBAYARAN &

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai

melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara

mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah

transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi

net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya.

Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga

terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal

dan meminimalkan peredaran uang palsu.

Bab 5

Page 86: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 87: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

73

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FERBRU

ARI 2

017

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM

PEMBAYARAN NON TUNAI

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran non-tunai melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) mengalami peningkatan pada

triwulan IV 2016, baik dari sisi volume

maupun nominalnya. Peningkatan tersebut

sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

ekonomi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada

periode tersebut. Nominal transaksi kliring hanya

tercatat sebesar Rp2,4 triliun atau tumbuh

37,5% (yoy) (Grafik 5.1), lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, dari

sisi jumlah transaksi juga mengalami

peningkatan dari semula tercatat sebanyak 56,1

ribu transaksi menjadi sebesar 62,1 ribu

transaksi (Grafik 5.2). Pada triwulan IV 2016,

perputaran kliring mencapai Rp38 miliar/hari

dengan jumlah transaksi mencapai 986

transaksi/hari (Grafik 5.3).

Sementara untuk tingkat kepatuhan juga

menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini

diindikasikan dari menurunnya jumlah

penarikan cek dan BG kosong. Pada periode

tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong

menurun dari 819 ribu lembar menjadi 803

lembar (Grafik 5.4).

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS

Transaksi pembayaran non-tunai nominal

besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV juga

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi

Sulawesi Tenggara

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi

Tenggara Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)

2,404

37

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyRp miliar

62

14

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)

%, yoyTransaksi

38

986

0

200

400

600

800

1,000

1,200

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)

TransaksiRp miliar

Page 88: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

74

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

mengalami peningkatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai

transaksi maupun volume transaksi.

Disamping itu, transaksi sampai dengan triwulan

IV tahun 2016 tersebut juga jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Tingginya transaksi pembayaran BI-RTGS

tersebut sejalan dengan adanya akselerasi

ekonomi yang terjadi pada periode laporan.

Pada triwulan IV 2016, nilai traksaksi BI-RTGS

dari perbankan Sulawesi Tenggara tercatat

sebesar Rp801,1 miliar, mengalami peningkatan

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

hanya tercatat sebesar Rp688,7 miliar (Grafik

5.5). Sementara untuk volume transaksi, pada

triwulan IV 2016 tercatat mencapai 539

transaksi, meningkat dibandingkan dengan

triwulan III 2016 yang hanya sebesar 478

transaksi (Grafik 5.6).

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI

5.2.1. Aliran Uang Kartal

Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV

2016 memiliki pola yang sama dengan periode

tahun-tahun sebelumnya yang terjadi net-

outflow. Net-outflow berarti suatu kondisi

dimana lebih banyak uang yang keluar

dibandingkan dengan uang yang masuk dari

KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut

dikarenakan pada periode laporan terdapat

peluncuran uang rupiah tahun emisi 2016

sehingga permintaan masyarakat akan uang

baru tersebut mengalami peningkatan.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara

Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di

Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank

Sentral Sulawesi Tenggara

848 874

689 801

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

I II III IV

2016

Rp Miliar

481

529

478

539

440

450

460

470

480

490

500

510

520

530

540

550

I II III IV

2016

Transaksi

88

(14) (100)

(50)

-

50

100

150

200

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Inflow Outflowg Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)

%, yoyRp Miliar

96

(1,058)

(2,000)

(1,500)

(1,000)

(500)

-

500

1,000

1,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

net inflow

net outflow

Page 89: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

75

Pada triwulan IV 2016 terdapat aliran inflow

atau masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara

mencapai Rp 492,2 miliar, jauh menurun

dibandingkan periode sebelumnya yang

mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara itu untuk

aliran outflow atau keluar dari KPwBI Provinsi

Sulawesi Tenggara pada periode tersebut

mencapai Rp1,55 triliun, meningkat

dibandingkan periode sebelumnya yang

mencapai Rp1,04 triliun. Karena jumlah outflow

masih lebih besar daripada inflow-nya maka

pada triwulan IV 2016 terjadi net-outflow

sebesar Rp1,06 triliun (Grafik 5.8). Kondisi net-

outflow yang terjadi tersebut disebabkan karena

pada awal triwulan terjadi peningkatan

kebutuhan uang kartal di masyarakat di akhir

tahun serta peningkatan permintaan masyarakat

terhadap uang rupiah baru tahun emisi 2016.

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara berkala terus menjaga

ketersediaan uang layak edar (ULE) di

masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015,

Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan

terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak

edar dengan mengajak perbankan yang ada di

Sulawesi Tenggara. Sementara itu Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi

Tenggara juga tetap berupaya secara langsung

menyediakan uang layak edar dengan

melakukan kas keliling. Kas keliling tersebut

dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar

Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit

dijangkau. Selama bulan Oktober hingga

Desember 2016, kegiatan kas keliling telah

dilakukan sebanyak 24 (dua puluh empat) kali,

dengan rincian 8 (delapan) kali di Kota Kendari

dan 16 (enam belas) kali di Luar Kota Kendari.

Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut

dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten

Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten

Konawe, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe

Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten

Wakatobi.

Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga

melakukan distribusi uang ke daerah Kota

Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka

dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan

bekerjasama dengan salah satu bank umum

yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi

menjaga agar kualitas uang yang diterima

Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang

Ditemukan

83

(67.5) (100)

(50)

-

50

100

150

200

250

300

0

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)

Rp, Miliar %, yoy

30,1

69,9

Pecahan 100.000 Pecahan 50.000

Page 90: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

76

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank

Indonesia juga secara berkala melakukan

kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar

(UTLE).

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak

Asli

Pecahan besar masih mendominasi peredaran

uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan

IV 2016. Selama triwulan IV 2016, telah

ditemukan uang tidak asli sebanyak 83 lembar,

meningkat dibandingkan dengan penemuan

pada triwulan III sebanyak 48 lembar. Temuan

uang tidak asli selama triwulan IV 2016

didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,-

sebanyak 58 lembar dan sisanya pecahan uang

Rp100.000,- sebanyak 25 lembar.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran

uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi

masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang

rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa

melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian

uang rupiah. Selama triwulan IV 2016 kegiatan

tersebut telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali

di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Konawe.

Page 91: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

KETENAGAKERJAAN

& KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan

IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang

signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode

tersebut.

Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut

mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar

Pertani (NTP) yang menurun di periode laporan.

Bab 6

Page 92: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Page 93: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

83

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

6.1. KETENAGAKERJAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara

pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum

mengalami perbaikan yang signifikan meskipun

terjadi akselerasi ekonomi pada periode

tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah tergantung pada penawaran lapangan

pekerjaan (labor demand) dan angkatan kerja

yang tersedia (labor supply). Masih belum

adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang

signifikan pada triwulan IV 2016 tercermin dari

peningkatan kondisi labor demand yang masih

relatif kecil.

Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI

Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum

pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga

kerja yang sama sejak awal tahun 2016 (85,9%

responden). Sementara itu yang melakukan

penambahan tenaga kerja sebanyak 10,0%

responden, lebih banyak daripada responden

yang melakukan pengurangan tenaga kerja

(4,1%).

Dari hasil survey tersebut juga didapatkan

tenaga kerja di sektor usaha konstruksi dan

pertanian relatif tidak mengalami perubahan.

Tenaga kerja pada kedua sektor tersebut

memiliki pangsa sebesar 45,6% dari total tenaga

kerja di Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian

terdapat beberapa sektor yang masih dapat

menyerap tenaga kerja seperti sektor jasa dan

pertambangan (Grafik 6.1). Beberapa alasan

pelaku usaha melakukan penambahan tenaga

kerja adalah 1) Terdapat tambahan investasi

mesin/peralatan, 2) perluasan usaha/menambah

cabang perusahaan, 3) terdapat faktor

musiman. Berdasarkan kondisi tersebut

diperkirakan kondisi tenaga kerja di Sulawesi

Tenggara berada pada trend yang meningkat.

Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia

tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan

penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2016.

Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)

yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi

Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja

menurun dari 94,0 di triwulan III 2016 menjadi

88,1 di triwulan IV 2016. (Grafik 6.2).

Sebagai tambahan informasi, berdasarkan data

BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah

penduduk bekerja tercatat sebanyak 1,3 juta

Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah

Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja

Berdasarkan Sektor Usaha Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi

Tenaga Kerja

8,0%

7,7%

19,4%

12,1%

2,3%

25,0%

8,3%

92,0%

84,6%

71,0%

100,0%

78,8%

97,7%

75,0%

91,7%

7,7%

9,7%

9,1%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Akomodasi

Industri

Jasa

Konstruksi

Perdagangan

Pertanian

Tambang

Transport

Meningkat Tetap Menurun% pangsa responden

88

85

95

105

115

125

135

145

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Page 94: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

84

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

jiwa (posisi Agustus 2016). Pangsa terbesar

pekerjaan di Sulawesi Tenggara adalah di sektor

pertanian (38,9%), diikuti sektor perdagangan

dan rumah makan (20,0%) dan sektor jasa

(18,5%).

6.2. KESEJAHTERAAN

Berbeda dengan kondisi perekonomian yang

mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan

Sulawesi Tenggara terindikasi mengalami

penurunan pada triwulan IV 2016. Hal ini terlihat

dari penurunan indeks penghasilan masyarakat

dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode

tersebut jika dibandingkan dengan periode

sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator

kemampuan tukar produk pertanian untuk

keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh

karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk

tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya

yang bekerja di sektor pertanian.

Pada triwulan IV 2016, NTP Sulawesi Tenggara

tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 98,9

atau menurun dibandingkan dengan triwulan II

2016 yang tercatat lebih dari 100 yakni sebesar

100,4 (Grafik 6.4). Penurunan tersebut terutama

disebabkan oleh penurunan NTP yang terjadi

pada subsektor tanaman perkebunan rakyat,

dari 104,7 pada triwulan III 2016 menjadi 99,9

di triwulan IV 2016 seiring dengan telah

berlalunya panen komoditas kakao pada

triwulan III 2016. Selain itu, sumber penurunan

juga berasal dari subsektor Hotlikultura dari 89,8

menjadi 88,9. Selain kedua subsektor tersebut,

masih terdapat subsektor dengan NTP di bawah

100 yaitu subsektor tanaman pangan. Hal ini

menunjukkan bahwa total pendapatan yang

diterima oleh para petani pada subsektor

tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

total pengeluaran untuk memproduksi hasil

usahanya. NTP subsektor tanaman pangan di

triwulan IV 2016 adalah sebesar 99,9.

Namun demikian, untuk tingkat konsumen

terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan

yang tercermin dari peningkatan penghasilan

masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei

Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi

Sulawesi Tenggara yang menunjukkan

peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK)

dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0

pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3).

Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah

Grafik 6.3 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.4 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara

140

130

132

134

136

138

140

142

144

146

148

150

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Indeks

98,9

92,1

88,9

99,9

106,9

113,4

100,4

91,4

89,8

104,7

106,7

111,6

- 50,0 100,0 150,0

Total

Tanaman Pangan

Hortikultura

Perkebunan Rakyat

Peternakan

Perikanan

NTP Tw III NTP Tw IV

Page 95: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

85

Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi

Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk

miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan

Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa

atau sebesar 12,8% dari total penduduk

Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut

menurun jika dibandingkan dengan data pada

bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak

12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.

Perbaikan tersebut terjadi pada daerah

pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan

mengalami penurunan. Perbaikan kondisi

kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis

kemiskinan juga mengalami peningkatan karena

inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari

Rp277.288/kapita/bulan di bulan Maret 2016

menjadi Rp282.161/kapita/bulan di bulan

September 2016.

Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8%

atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan

sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2 ribu

jiwa berada di daerah perkotaan. Konsentrasi

jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi

tantangan pembangunan ekonomi dan wilayah

oleh pemangku kepentingan khususnya

pemerintah daerah, mengingat potensi sumber

daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan

berada di daerah pedesaan khususnya di sektor

primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya

belum secara optimal mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara

lebih luas.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.5 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi

Tenggara.

53,18

274

13

12

12

13

13

14

14

15

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16

Penduduk Miskin Desa

Penduduk Miskin Kota

Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)

ribu jiwa %

Page 96: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

FEBRU

ARI 20

17

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 97: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

TRIWULAN I 2016

PROSPEK

PEREKONOMIAN DAERAH

Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara

diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada

kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian

Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar

6,5% - 7,0%.

Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian

Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan.

Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan

penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor

pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan

mendatang.

Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017

diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan

harga pada kelompok volatile food dan administered prices.

Bab 7

Page 98: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

2

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARI 2017

Page 99: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

91

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARI 2017

7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.1. Triwulan II 2017

Dengan didasarkan pada beberapa indikator

pendukung, hasil survei dan liaison,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada

triwulan II 2017 diprakirakan berada pada

kisaran 6,2% - 6,6% (yoy), mengalami

peningkatan jika dibandingkan periode triwulan

IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami

pertumbuhan sebesar 6,0% (yoy).

Perkiraan peningkatan yang terjadi pada

triwulan II 2017 tersebut sesuai dengan arah

perkiraan kegiatan usaha yang diungkapkan

oleh para pelaku perekonomian, baik dari sisi

konsumen (Grafik 7.1) maupun dari sisi pelaku

usaha (Grafik 7.2).

Dari sisi penawaran, para pelaku usaha di

lapangan usaha pertanian, konstruksi dan

perdagangan memperkirakan akan terjadi

peningkatan kegiatan usaha pada triwulan II

2017, dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya(Grafik 7.4).Hal ini sesuai dengan hasil

liaison kepada pelaku usaha yang

memperkirakan bahwa terdapat peningkatan

omzet penjualan pada triwulan tersebut(Grafik

7.3).

Peningkatan kinerja yang terjadi pada lapangan

usaha pertanian didorong oleh adanya

peningkatan target luas tanam padi dan jagung

Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi

Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku

Usaha

Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Kegiatan Usaha

gPDRB Sultra (Sb. Kanan)

SBT %, yoy

-5,0%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Realisasi Usaha Estimasi usaha (mov 3 tw)

SBT

(2,0)

(1,0)

-

1,0

2,0

3,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017LS Penj. DomestikLS Penj. EksporLS Ekspektasi Penjualan

skala likert

0,00%

1,00%

2,00%

3,00%

4,00%

5,00%

6,00%

7,00%

8,00%

9,00%

10,00%Est.Tw I 2017 Est.Tw II 2017

Page 100: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

92

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARI 2017

pada tahun 2017. Sesuai hasil Focus Group

Discussion (FGD) dengan Dinas Pertanian dan

Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, pada

tahun 2017 terdapat penambahan target

tanam padi sebesar 16,17% dan tanaman

jagung

sebesar 75,57%. Selain itu, kinerja dari sub

lapangan peternakan juga diperkirakan akan

mengalami peningkatan seiring dengan adanya

program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)

untuk meningkatkan populasi sapi di Sulawesi

Tenggara.

Peningkatan pada lapangan usaha konstruksi

diperkirakan akan terjadi pada triwulan II 2017,

sejalan dengan mulai dilakukannya pekerjaan

proyek-proyek pemerintah. Hal ini sejalan

dengan masa pengadaan proyek infrastruktur

APBD Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebagian

besar mulai berjalan di bulan Maret 2017. Dari

24 proyek dengan nominal pengerjaan di atas

Rp5 miliar, terdapat 11 proyek yang dimulai

pada bulan Maret 2017 (Grafik 7.5). Sesuai

dengan skema kurva S untuk pengerjaan

proyek, maka diperkirakan pada bulan Juni

2017 terjadi aktivitas pada korporasi konstruksi

sebesar 86,2 miliar yang hanya berasal dari

proyek APBD Prov. Sultra(Grafik 7.6).

Sedangkan dari sisi permintaan,

peningkatanperekonomian Sulawesi Tenggara

pada triwulan II 2017 disumbangkan oleh

Sumber: Sirup LKPP, diolah

Ket: Paket pembangunan APBD Prov. Sultra nominal >Rp5 miliar Sumber: Sirup LKPP, diolah

Ket: Perkiraan menggunakan pengeluaran skema Kurva S

Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur

APBD Prov. Sulawesi Tenggara Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur

APBD Prov. Sultra

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rp15,0 MPelabuhan Kendari

Rp7,8 M

Rp20,0 M

Rp20,0 MRp11,5 M

Rp9,6 MRp6,5 MRp5,3 MRp5,3 M

Rp9,8 M

Rp99,2 MRp5,5 MRp10,3 M

Rp26,0 M

Rp11,0 M

Rp5,8 M

Rp9,5 MRp29,2 M

Rp10,0 MRp8,0 M

Rp5,8 M

Rp10,7 M

Rp7,3 MRp7,3 M

Gedung Kantor Dinas

Jalan Kendari-Konsel

Jalan Kendari-KonselJembatan S. Wanggu

PLTS Muna BaratPLTS Muna BaratJembatan S.Ambolili

PLTS KonaweRehab Tugu MTQMasjid Al Alam

Jalan Wanci-MatahoraGedung RS

Jalan Muna-ButengGedung Kantor Diknas

Jalan Konawe

Gedung KantorJalan Ambaipua-Motaha

Jalan Saranani

Jalan Akses Masjid Al AlamJalan Kendari

Jembatan Akses Al AlamArea Parkir Al Alam

Jalan Konsel

periode pengerjaan

8,7

21,8

49,0

86,279,6

66,2

24,5

10,47,2

2,5

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tw I2017

Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017

Rp miliar

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Penghasilan

gKonsumsi PDRB (Sb. Kanan)

SBT %, yoy

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

LS Ekspektasi Investasi

Pertumbuhan Investasi PDRB (sb.kanan)

Likert Scale

%, yoy

Page 101: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARAI 2017

93

peningkatan aktivitas konsumsi, investasi dan

ekspor.

Peningkatan konsumsi rumah tangga pada

periode tersebut sejalan dengan perkiraan

penghasilan yang diperkirakan meningkat oleh

para responden Survei Konsumen (Grafik 7.7). Hal

ini salah satunya didorong oleh adanya

peningkatan UMP tahun 2017. Pada tahun

2017, UMP Provinsi Sulawesi Tenggara

ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar

8,25% dari UMP tahun sebelumnya.

Sementara itu, aktivitas investasi pada triwulan

II 2017 diperkirakan meningkat, baik dari sisi

investasi pemerintah maupun investasi pelaku

usaha. Peningkatan investasi pelaku usaha

dicerminkan dari likert scale ekspektasi investasi

yang meningkat pada triwulan tersebut (Grafik

7.8). Beberapa korporasi masih melanjutkan

kegiatan pembangunan smelter nikel,

penambahan gudang, dan penambahan mesin.

Dari sisi ekspor, pada triwulan II 2017

diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor

terutama pada komoditas ore nickel. Pada awal

tahun 2017, pemerintah mengeluarkan

kebijakan untuk memperbolehkan ekspor ore

nickel kadar dibawah 1,7% dengan beberapa

persyaratan tertentu. Kondisi ini akan disikapi

oleh beberapa korporasi pertambangan nikel

yang sudah atau sedang membangun smelter

untuk melakukan penjualan ore nickel tersebut.

7.1.2. Tahun 2017

Berdasarkan beberapa indikator pendukung,

hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2017

diprakirakan berada pada kisaran 6,5% - 7,0%

(yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

IV IP IIP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 9,0 5,7 5,6 - 6,0 7,7 6,7 - 7,1

Pertambangan dan Penggalian 10,2 1,9 1,9 - 2,1 0,1 3,1 - 3,5

Industri Pengolahan 8,1 11,8 9,3 - 9,7 8,9 11,1 - 11,5

Konstruksi 4,9 7,0 9,7 - 10,1 7,7 10,4 - 10,8

Perdagangan Besar dan Eceran 11,1 7,1 8,4 - 8,8 10,0 7,9 - 8,3

Transportasi dan Pergudangan 8,5 11,6 12,8 - 13,2 11,6 11,6 - 12,0

PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0

2017Lapangan Usaha

20162016 2017P

IV IP IIP

Konsumsi Rumah Tangga 5,1 6,3 6,4 - 6,8 6,1 6,3 - 6,7

Konsumsi Pemerintah -6,9 7,5 11,8 - 12,2 2,0 9,6 - 10,0

PMTB 2,6 5,1 7,8 - 8,2 7,6 8,6 - 9,0

Eksport Luar Negeri 63,2 105,7 73,2 - 73,6 -8,5 105,6 - 106,0

Import Luar Negeri 6,3 58,8 16,1 - 16,5 3,9 54,7 - 55,1

Net Eksport Antar Daerah -38,8 14,3 145,3 - 145,7 -18,1 45,1 - 45,5

PDRB 7,6 6,0 6,2 - 6,6 6,5 6,6 - 7,0

20172016 2017PKomponen Pengeluaran

2016

Page 102: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

94

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARI 2017

pertumbuhan pada periode 2016 yang tumbuh

sebesar 6,5% (yoy).Perkembangan

perekonomian di Sultra tersebut searah dengan

prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia

yang juga diperkirakan mengalami

peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian,

pertambangan dan industri pengolahan yang

masih mendominasi perekonomian Sultra

secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi

ekonomi global.

Beberapa asumsi yang menjadi pendorong

perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017

adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha

utama, (2) peningkatan konsumsi rumah

tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan

(4) meningkatnya ekspor komoditas utama.

7.2. PROSPEK INFLASI

7.2.1. Triwulan II 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada

triwulan II 2017 mendatang diperkirakan akan

berada pada tekanan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perkiraan inflasi pada

akhir triwulan I 2017. Inflasi pada triwulan II

2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,2%

s.d 4,6% (yoy).

Kondisi ini juga searah dengan perkiraan

konsumen sesuai dengan hasil Survei

Konsumen. Konsumen memperkirakan akan

Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah

Grafik 7.9 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

dan Dunia Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional

Sumber: SK KPw BI Sultra diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah

Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

2013 2014 2015 2016 2017

Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)

%, yoy

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Nickel Kakao (sb.kanan)

US$/mt US$/kg

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Perkiraan Harga 6 bln Perkiraan Harga 3 bln

Inflasi (sb.kanan)

%, yoySBT

(1,5)

(1,0)

(0,5)

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

LS Harga Jual LS Eks. Harga Jual

Likert Scale

Page 103: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARAI 2017

95

terjadi peningkatan harga pada triwulan II

2017, lebih tinggi daripada periode sebelumnya

(Grafik 7.11).Hal ini didorong oleh adanya

peningkatan konsumsi masyarakat pada bulan

Mei dan Juni seiring dengan adanya bulan

Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1438 H.

Kondisi peningkatan tekanan harga dari sisi

produsen juga terjadi seiring dengan indikator

ekspektasi harga jual sesuai hasil Liaison. Pada

triwulan mendatang, korporasi berencana

menaikkan harga jualnya untuk

mempertahankan margin korporasi. Salah satu

tekanan kenaikan biaya produksi adalah dari

biaya bahan baku dan tenaga kerja (Grafik 7.12).

7.2.2. Tahun 2017

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun

2017 mendatang diperkirakan akan meningkat

namun masih berada pada sasaran inflasi

nasional yang sebesar 4% + 1%. Meskipun

demikian, kondisi supply demand yang terjadi

di Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih

tinggi dan berada pada kisaran batas atas

sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi

pada tahun tersebut didorong oleh

peningkatan tekanan administered prices

terkait dengan kebijakan energi.

1. Tekanan inflasi volatile foods menurun

Kinerja produksi bahan pangan di Sultra

pada tahun 2017 diperkirakan akan

meningkat dan membantu tersedianya

pasokan bahan makanan baik serelia

maupun dari komoditi ikan dan unggas.

Program kerja peningkatan bahan pangan

sebagai salah satu program Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra

diperkirakan turut mendorong peningkatan

kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan

terbentuknya TPID di seluruh

Kota/Kabupaten maka

kerjasama/koordinasiantar daerah dalam

rangka penyediaan pasokan dan distribusi

bahan pangan diperkirakan akan semakin

lancar. Selain itu, terbangunnya jalan dan

pelabuhan yang memadai diperkirakan

akan meningkatkan jumlah dan

memperlancar arus barang di Sultra.

2. Tekanan inflasi administered

pricemeningkat.

Peningkatan kelompok administered price

di Sultra banyak dipengaruhi oleh

pengaturan subsidi, terutama pada listrik

dan BBM. Hal ini untuk lebih meningkatkan

kapasitas keuangan negara.

3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat

Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh

faktor domestik dan faktor eksternal.

Permintaan domestik diperkirakan masih

tinggi seiring dengan peningkatan

penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya

pertambangan dan harga nikel dunia yang

sudah berangsur membaik menyebabkan

tingkat penghasilan masyarakat juga akan

meningkat. Kondisi tersebut akan

mendorong terciptanya lapangan kerja baru

dan adanya migrasi tenaga kerja dari

daerah maupun negara lain.

Page 104: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

96

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FEBRUARI 2017

Tabel 7.3Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017

Faktor Risiko PotensiDampak thdp

Inflasi IHK

Volatile Food

a. Pasokan:

• Tingginya curah hujan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan

• Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.

• Peningkatan pasokan komoditas aneka cabai akibat mulai masuknya panen.

LOW

b. Distribusi:

• Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara.

• Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.

Adm.Prices

• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.

• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.

• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.

Medium

Core • Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.

• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah.

• Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.

LOW

Page 105: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx. PENINGKATAN DAYA SAING

KOMODITAS KAKAO SULAWESI TENGGARA MELALUI PROGRAM KLASTER

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia. Pada tahun

2015, luas area perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara mencapai 255.468 ha dengan jumlah

produksi sebesar 135.932 ton. Meskipun demikian, pada tahun 2015 tersebut produksi kakao

mengalami penurunan sebesar 36,3% dibandingkan dengan produksi pada tahun 2014.

Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan komoditas kakao di

Sulawesi Tenggara adalah keterbatasan sumber daya manusia. Petani kakao Indonesia secara

umum memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk tanaman kakao. Mereka hanya

mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal

perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Masalah lainnya adalah

petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Selain itu,

produktivitas kakao per hektar juga masih rendah karena sebagian besar tanaman kakao sudah

berusia tua (rata-rata di atas 25 tahun), adanya hama sehingga biji kakao sebagian rusak dan

sebagian petani menanam kurang sesuai dengan pola tanam (jarak) ideal tanaman kakao.

Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Tenggara telah

berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dan UMKM termasuk untuk pengembangan

kakao untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang pada akhirnya diharapkan dapat

menopang perekonomian Sulawesi Tenggara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan

petani. Dalam pengembangan komoditas kakao, Bank Indonesia telah melakukan pembentukan

klaster kakao sejak tahun 2011. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan program klaster Bank

Indonesia fokus pada pengembangan komoditas unggulan daerah, ekspor dan komoditi

penyumbang inflasi. Program klaster tersebut bertujuan mendorong peningkatan produksi dan

daya saing petani terhadap rantai nilai usaha pertanian, pengembangan dan penguatan

kelembagaan petani sebagai local champion dan kerjasama kemitraan.

No LEM Sejahtera Desa/Kecamatan Kabupaten Waktu

Pelaksanaan

1 Andomesinggo Andomesinggo/Besulutu Konawe Program Kerja

Tahun 2011 -

2013

2 Penanggoosi Penanggoosi/Lambandia Kolaka Timur

3 Tinete Tinete/Aere Kolaka Timur

4 Iwoi Menggura Iwoi Menggura/Aere Kolaka Timur

5 Teteinea Teteinea/Lalembuu Konawe Selatan

6 Bou Bou/Lambandia Kolaka Timur Program Kerja

Tahun 2013 -

2016

7 Ulundoro Ulundoro/Aere Kolaka Timur

8 Awalo Awalo/Benua Konawe Selatan

9 Puurema Puurema/Lalembuu Konawe Selatan

10 Kapuwila Kapuwila/Lalembuu Konawe Selatan

Klaster kakao berada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan yang meliputi 5

desa, yaitu 2 desa Kabupaten Kolaka Timur dan 3 desa Kabupaten Konawe Selatan. Klaster

tersebut merupakan program kerja klaster tahun 2014 sd. 2016. Disamping itu, terdapat klaster

kakao 5 desa di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe dan Konawe Selatan yang telah berakhir

masa programnya, namun tetap dilakukan pembinaan dan monitoring.

Page 106: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

Progress Aspek Kelembagaan

Partisipasi masyarakat (petani) terhadap keanggotaan dari 5 LEM Sejahtera lokasi klaster

dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan dengan jumlah anggota mencapai 754

orang pada Desember 2016 atau tumbuh sebesar 68,30% dari jumlah 448 anggota pada

Desember 2014.

Pada umumnya LEM Sejahtera lokasi klaster telah menyelenggarakan unit usaha simpan

pinjam. Hingga Desember 2016 total dana simpanan anggota LEM Sejahtera mencapai

sebesar Rp519,3 Juta atau meningkat sebesar 42,27% dibandingkan total simpanan

anggota pada tahun 2014.

Untuk pengembangan usaha jual beli kakao, LEM Sejahtera di lokasi klaster pada tahun

2015 telah membangun kerjasama perdagangan dengan salah satu perusahaan

pengolahan kakao di Sultra dengan target perdagangan sebesar 30.000 Ton/Tahun. Uji

coba fermentasi dan uji mutu telah dilakukan pada akhir tahun 2015 dengan hasil uji

klasifikasi memenuhi standar mutu A (cukup baik).

Progress Aspek Produksi Total luas lahan perbaikan tanaman kakao tidak produktif hingga tahun 2016 mencapai

seluas 2.214 hektar atau sekitar 73,14% dari total luas lahan kakao dengan rincian 965

hektar dilaksanakan pada tahun 2014, 857 hektar pada tahun 2015 dan 52 hektar di tahun

2016. Dari total luas lahan perbaikan tanaman tersebut di atas, terdapat seluas 2.162 hektar

merupakan dukungan pemerintah melalui program gernas kakao dan seluas 97 hektar

melalui pola swadaya dengan mereplikasi aspek teknis budidaya sesuai dengan lahan

percontohan.

Dari sisi produktivitas tanaman, terutama tanaman yang telah diperbaiki (rehabilitasi,

peremajaan dan intesifikasi) selama kurun waktu 3 tahun secara umum menunjukan

peningkatan dengan proyeksi produktivitas dari rata-rata 540 Kg/Ha/Thn pada 2014 menjadi

980 Kg/Ha/Thn pada tahun 2016 atau meningkat sebesar 70,37%.

KPw. BI Prov. Sultra telah mengembangkan lahan percontohan budidaya tanaman kakao

di masing-masing lokasi klaster dengan mereplikasi model PTPN 12 Jember Jawa Timur

seluas 5 hektar. Hal ini untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya dalam rangka

mendukung percepatan peningkatan jumlah dan mutu produksi. Hasil lahan percontohan

adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar petani di lokasi klaster telah menerapkan metode pemeliharaan

tanaman sesuai dengan lahan percontohan.

b. Kondisi pertumbuhan tanaman, kesehatan dan proses pembuahan pada umumnya

lebih baik dari sebelumnya.

c. Pada umumnya petani di lokasi klaster telah menerapkan tata kelola kebun yang

efisien dan efektif melalui pemangkasan bentuk pada tanaman yang telah

direhabilitasi (sambung samping).

d. Produktivitas tanaman kakao pada lahan percotohan seluruhnya telah memasuki

usia tanaman menghasilkan (TM) minimal 18 bulan pemeliharaan dan umumnya

mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi dengan produktivitas rata-rata

mencapai 1,6 ton/hektar/tahun atau sekitar 196,4%.

e. Tingkat serangan hama penyakit busuk buah relatif kecil

f. Kondisi panen raya memiliki durasi waktu yang lebih panjang yaitu dimulai bulan

April hingga bulan Agustus, bahkan tanaman kakao pada beberapa lahan

percontohan masih melaksanakan panen pada bulan November - Desember.

Page 107: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

g. Pada umumnya lahan percontohan telah melaksanakan ujicoba sistem budidaya

tumpang sari kakao – lada, dimana tanaman lada dibudidayakan pada tanaman

pelindung (pohon gamal) dengan jarak tanam 6m x 6m.

Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII

Dampak terjadinya perbaikan dan peningkatan produksi tanaman kakao pada lahan

percontohan tersebut mendorong 114 petani di lokasi klaster melakukan ujicoba replikasi teknis budidaya tanaman kakao sesuai dengan petunjuk teknis yang diterapkan pada kebun/lahan percontohan.

Untuk memacu percepatan dan efisiensi dalam proses replikasi dan pembelajaran petani sesuai dengan lahan percontohan, dibentuk kelompok kerja (pokja) pada masing-masing lokasi klaster. Kelompok kerja dimaksud bersifat gerakan sosial pemeliharaan kebun secara bergotong-royong dengan pendekatan arisan pemeliharaan kebun.

Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Oleh Pokja

Dampak lain dari keberhasilan perbaikan kondisi tanaman tidak produktif baik pada lahan demplot maupun pada lahan-lahan petani yang mereplikasi teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan, turut mendapat respon dan perhatian yang tinggi dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Prov. Sultra selaku mitra utama dalam program klaster kakao di Sultra. Bentuk respon dan perhatian tersebut diwujudkan melalui realisasi program Gernas Kakao yang relatif besar pada lokasi klaster di tahun 2015 dengan luasan sebanyak 1.177 hektar terdiri dari rehabilitasi 100 ha, peremajaan 240 hektar dan intensifikasi 837 hektar.

2014 2015 2016

1 Ulundoro 1 Des-13 Intensifikasi TM 3 Thn 800 1.500 1.800

2 Bou 1 Jan-14 Intensifikasi TM 2,8 Thn 500 1.500 2.000

3 Awalo 1 Nov- 2014 Intensifikasi TM 2 Thn 400 150 800

4 Puurema 1 Nov- 2014 Intensifikasi TM 2 Thn 500 1.600 2.500

5 Kapuwila 1 Nov- 2014 Rehabilitasi TM 2 Thn 600 200 1.200

560 990 1660

Produktivitas

(Kg/Ha/Tahun)No LEM Sejahtera

Luas

Lahan

(Ha)

Waktu

Pelaksanaan

Jenis

Perlakuan

Kondisi

Tanaman

Saat Ini

Rata - Rata

Pokja Anggota

Luas Lahan

Terolah

(Ha)

Sebelum Sesudah

1 Ulundoro 1 5 5 700 1.300

2 Bou 4 40 23 400 1.100

3 Awalo 4 20 20 350 900

4 Puurema 4 24 24 500 1.100

5 Kapuwila 4 25 25 500 1.200

490 1.120

Catatan : Tanaman Menghasilkan Umur 20 Bulan

LEM Sejahtera

Jumlah

Rata-rata

Produktivitas

(Kg/Ha/Tahun)

Rata-Rata

No

Page 108: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx. ALIRAN TRANSAKSI

KLIRING KREDIT DARI DAN KE SULAWESI TENGGARA

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa

salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung

stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan

sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

atau dikenal dengan nama SKNBI.

SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang

penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank

Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi

pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value

Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100

juta.

Selama tahun 2016, kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,7 triliun.

Kliring kredit merupakan aktivitas transfer dana dari pengirim dana ke penerima dana. Hal ini

berbeda dengan kliring debet yang merupakan pencairan cek atau bilyet giro. Dari kliring kredit

yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, sebesar 75,8% dana ditransfer ke luar Sultra dan hanya

24,2% yang merupakan transfer pada rekening bank di Sulawesi Tenggara. Secara nominal

besarnya dana yang keluar dari perbankan Sultra selama periode tahun 2016 mencapai Rp4,3

triliun Sementara itu kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara dari daerah lainnya tercatat

sebesar Rp1,3 triliun, sehingga terdapat net outflow sebesar Rp3,03 triliun.

Grafik 1. Aliran Kliring Kredit Dari-Ke Sulawesi Tenggara Tahun 2016

Dilihat secara kawasannya, kliring kredit yang ditransfer ke luar Sulawesi Tenggara paling besar

ditujukan ke DKI Jakarta sebesar Rp2,59 triliun atau sebesar 45,1%. Dana dari DKI Jakarta juga

merupakan yang paling besar dari seluruh kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara, yaitu

sebesar 78,2% atau senilai Rp1,02 triliun. Besarnya aliran dana keluar-masuk antara Sulawesi

Tenggara dengan DKI Jakarta karena terdapat aktivitas perdagangan dan keuangan yang cukup

tinggi. Selain itu, beberapa korporasi Sultra merupakan cabang dari perusahaan di Jakarta

sehingga dapat terjadi pengiriman hasil usaha ke kantor pusatnya.

Sultra

DKI Jakarta

Sumatra

Kalimantan

Jawa

Sulawesi

Balinustra

Maluku

Papua

Rp13,6 M

Net-outflow

Net-inflow

Page 109: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

Selain itu, daerah yang mendapatkan aliran dari kliring kredit terbesar berikutnya adalah ke

kawasan Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kliring kredit ke daerah tersebut lebih banyak bersifat

net-outflow, hal ini terutama karena masih banyaknya barang dan jasa yang dipasok dari luar

Sulawesi Tenggara. Hal ini juga diperlihatkan dari PDRB net ekspor antar daerah yang selalu

bernilai negatif. Pada tahun 2016, PDRB ekspor antar provinsi dari Sultra mencapai Rp4,14

triliun sementara impor antar provinsi ke Sultra lebih besar hingga mencapai Rp6,22 triliun.

Page 110: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx. LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)

UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS MASYARAKAT KEPADA LAYANAN BANK

Menjawab tantangan kemudahan dan ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah

Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang

diluncurkan pada bulan Mei 2013. Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5

provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji

coba dimaksud adalah untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan

provider, bentuk model bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

Branchless banking ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan

telepon genggam, serta kerjasama dengan unit lokal atau agen.

Selanjutnya dari kajian di berbagai negara, disadari bahwa perbankan tidak dapat melakukan

kegiatan branchless banking dengan efisien secara sendiri, namun dibutuhkan kerjasama

dengan pihak lain, terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya

berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya

peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,

maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD adalah

kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan

tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain

mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan

masyarakat unbanked dan underbanked.

Gambar 1. Skema Layanan Keuangan Digital

Page 111: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

Perkembangan LKD di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan arah yang positif. Sampai dengan

bulan Januari 2017, tercatat sudah ada sebanyak 1.106 LKD di Sulawesi Tenggara, yang

merupakan partner dari 3 bank yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI.

Gambar 2. Jumlah LKD pe Kabupaten/Kota per Januari 2017

Sejalan dengan penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata nasional,

diperlukan peningkatan jumlah agen LKD (Layanan Keuangan Digital) di kabupaten tersebut.

Melalui program tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan Kabupaten Wakatobi

menjadi destinasi wisata nasional bahkan dunia, terutama dalam hal kemudahan bertransaksi

keuangan, sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan akses keuangan dan optimalisasi Layanan Keuangan Digital di Kabupaten

Wakatobi.

Implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Tenggara akan terus dikembangkan. Saat

ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Dinas Sosial

dan Bank Rakyat Indonesia akan mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan sosial

melalui pemanfaatan Layanan Keuangan Digital. Penyaluran tersebut akan dilakukan secara

non tunai dalam 1 (satu) akun pada satu kartu kombo.

362

260 251

7658

39 38

11 9 2

Kota Bau-Bau

Kab.Kolaka

KotaKendari

Kab. Muna Kab.Buton

Kab.Wakatobi

Kab.KolakaUtara

Kab.KonaweSelatan

Kab.Konawe

Kab.Bombana

Page 112: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx. DAMPAK

RELAKSASI EKSPOR ORE NIKEL <1,7% (LOW GRADE) TERHADAP PEREKONOMIAN SULTRA

Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui sebagai salah satu provinsi penghasil nikel terbesar di

Indonesia. Berdasarkan data dari Disperindag Prov. Sultra, cadangan potensi nikel di Sulawesi

Tenggara diperkirakan dapat mencapai hingga 90 miliar WMT yang tersebar di beberapa

Kabupaten Di Sulawesi Tenggara yakni Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara,

Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten

Buton. Pada tahun 2013 bahkan terdapat sekitar 400 IUP di Sulawesi Tenggara yang melakukan

kegiatan ekspor ore nikel ke beberapa negara khususnya Tiongkok. Kondisi tersebut

memberikan kontribusi positif terhadap tingginya pertumbuhan ekonomi Sultra yang ditopang

oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan, khususnya selama periode tahun 2008 s/d tahun

2013.

Gambar 1. Potensi Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara

Sejak diberlakukannya UU Minerba No.4 Tahun 2009 pada 12 Januari Tahun 2014, aktivitas

pertambangan di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan signifikan yang turut berdampak

pada terkontraksinya kinerja ekspor komoditas pertambangan di Sulawesi Tenggara. Dari total

400 IUP yang sebelumnya terdaftar di Sulawesi Tenggara, hanya sedikit yang bertahan dan

mulai membangun smelter untuk mengolah nikel menjadi NPI (Nikel Pig Iron). Sampai dengan

saat ini, terdapat 5 industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara, yakni PT. Antam Tbk, PT.

Ifishdeco, PT. CMMI, PT. MMI dan PT. Virtue Dragon. Disamping itu, berdasarkan info dari dinas

terkait, saat ini diketahui terdapat sekitar 30 perusahaan yang mengajukan izin pembuatan

smelter.

Kolaka• Luas Potensi 57rb ha• Potensi Produksi 12

miliar WMT

Konawe Utara & Selatan• Luas Potensi 85rb ha• Potensi Produksi 50

miliar WMT

Tambang Nikel• Luas Potensi 5rb ha• Potensi Produksi 1,7

miliar WMT

Konawe• Luas Potensi 61rb ha• Potensi Produksi 1,7

miliar WMTKolaka Utara• Luas Potensi 80rb ha• Potensi Produksi 2,8

miliar WMT

Nikel

NikelNikel

Nikel

Nikel

Page 113: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

Sejalan dengan hal itu, pemberlakuan UU Minerba No.4 Tahun 2009 mulai tahun 2014 turut

memberikan dampak signifikan atas melambatnya perkembangan ekonomi di Sulawesi

Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Sultra yang sebelumnya berada di kisaran 8%-15% (yoy),

mengalami perlambatan yang cukup signifikan dan berada di kisaran 5%-6% (yoy). Lebih lanjut,

kondisi tersebut diperburuk dengan turut menurunnya harga nikel dunia yang menggambarkan

penurunan demand dan perekonomian secara global, dari sebelumnya berada di kisaran

USD13 ribu s/d USD 14 ribu per MT nikel, turun menjadi sekitar USD9 ribu per MT nikel.

Gambar 2. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel

Meski demikian, Pemerintah saat ini telah mengeluarkan ketentuan terbaru yang mengatur

mengenai relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yakni PP No.1 Tahun 2017, Permen

ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017 pada tanggal 11 Januari 2017.

Kebijakan ini secara umum mengatur pembukaan keran ekspor untuk komoditas ore nickel

dengan kadar <1,7% (low grade). Lebih lanjut, ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa setiap

pelaku usaha yang akan melakukan ekspor mineral mentah, wajib telah atau sedang

membangun smelter. Dengan mengacu kepada ketentuan dimaksud, maka setiap pelaku usaha

yang saat ini sedang atau telah memiliki smelter dapat melakukan ekspor ore.

Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan kepada beberapa pelaku usaha tambang dan industri

olahan nikel di Sulawesi Tenggara, para pelaku usaha memberikan respon positif atas

dikeluarkannya kebijakan tersebut dan berharap agar implementasi dari kebijakan tersebut

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

-

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

-20,00

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Nilai Ekspor (Juta US$)

Harga Nikel Int(US$/WMT)

Pemberlakukan UU Minerba No.4 tahun 2009

gPDRB Sultra(%, yoy)

gTambang(%, yoy)

gTambang (rhs)

gPDRB

R2 = 0,77

Filipina Menutup 2 Tambang masalah lingkungan

Korelasi antara pertumbuhan sektor tambang dengan pertumbuhan ekonomi Sultra

R2 = 0,68Korelasi antara ekspor Feni sultra dengan harga nikel internasional

Page 114: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

dapat segera dijalankan. Mereka mengungkapkan bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut

dapat mendukung kondisi finansial perusahaan yang saat ini sedang dalam proses

penyelesaian pembangunan smelter. Senada dengan hal tersebut, salah satu responden liaison

mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha industri olahan nikel di dalam

negeri, membutuhkan biji nikel dengan kadar >1,8% (medium to high grade) untuk kebutuhan

produksi nikel olahannya, sehingga pihaknya menegaskan bahwa biji nikel dengan kadar <1,7%

(low grade) merupakan cadangan yang tidak terpakai karena relatif tidak mendukung dan tidak

efisien untuk digunakan dalam proses pengolahan nikel, Dengan dikeluarkannya kebijakan

tersebut diyakini tidak akan mempengaruhi perkembangan proses hilirisasi nikel yang saat ini

sudah berjalan, khususnya di Sulawesi Tenggara. Disamping itu, dengan dikeluarkannya izin

ekspor atas komoditas dimaksud, maka efisiensi biaya ekploitasi/penggalian dapat lebih

ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan beban biaya yang semula secara penuh timbul dan

diperhitungkan hanya kepada biji nikel high grade saja, kedepannya dapat diproporsikan

kepada nikel kadar rendah yang ikut tergali sebelum kemudian dlakukan penjualan/ekspor.

Gambar 3. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel

Lebih lanjut, menanggapi rencana implementasi kebijakan tersebut, para pelaku usaha

mengungkapkan komitmen dan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam melakukan penjualan

ekspor ore nickel kadar <1,7% (low grade) sambil terus melanjutkan penyelesaian

pembangunan smelter. Korporasi juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat

senantiasa melakukan pengawasan secara ketat atas diberlakukannya ketentuan dimaksud

sehingga tidak menimbulkan potensi risiko di kemudian hari.

Dengan mengacu kepada kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sultra di waktu yang akan

datang diperkirakan dapat bertambah sebesar 0,4% s/d 1,4% dari pertumbuhan ekonomi

baselinenya. Kondisi tersebut baru memperhitungkan peningkatan kinerja ekspor yang

diperkirakan akan tumbuh signifikan dengan kisaran 75% s/d 120% (yoy).

PP No.1 tahun 2017

Perubahan Keempat Atas PP No.23/2010

Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan

Batubara

11 Januari 2017

Pasal 112C

Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan

pertambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan

pengolahan, dapat melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri

dalam jumlah tertentu

Permen ESDM No.6 tahun 2017

Tata cara dan persyaratan pemberian rekomendasi pelaksanaan penjualan

mineral ke luar negeri hasil pengolahan dan pemurnian

Persyaratan untuk Nikel:- Nikel kadar <1,7%- Wajib memperoleh Rekomendasi- Surat pernyataan keabsahan

dokumen- Pakta integritas untuk melakukan

pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri

- Sertifikat CNC- ROA atau COA produk mineral logam- Pelunasan PNBP- Rencana pembangunan fasilitas

pemurnian di dalam negeri- Rencana kerja dan anggaran biaya- Rencana penjualan LN

11 Januari 2017

Permen ESDM No.5 tahun 2017

11 Januari 2017

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan

Pemurnian di Dalam Negeri

Bab VPemanfaatan Mineral

Logam dg Kriteria Tertentu• Nikel dengan kadar <1,7%• Harus memanfaatkan

sekurang-kurangnya 30% dari total kapasitas input fasilitas pengolahan nikel dimiliki

• Penjualan ke LN dibatasi jumlahnya dan jangka watu selama 5 tahun

Ketentuan tersebut masih akan ditambah dengan ketentuan perubahan Bea Keluar Ekspor yang diisukan naik dari 5% menjadi 10% dan ketentuan teknis lainnya

Page 115: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx. SOSIALISASI UANG RUPIAH BARU TAHUN EMISI 2016

DAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NKRI

Pada tanggal 19 Desember 2016 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara,

Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan

uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 di Bank Indonesia, Jakarta. Peresmian tersebut sekaligus

menandai berlakunya 11 pecahan uang rupiah baru yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang

Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam untuk selanjutnya diedarkan ke

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang Rupiah Kertas TE 2016

terdiri dari pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan

Rp1.000. Sementara untuk uang Rupiah logam TE 2016 terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500,

Rp200 dan Rp100.

Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar

pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar

pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara

Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan

nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Tidak

hanya itu, untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia,

uang Rupiah juga menampilkan gambar keragaman budaya dan alam Indonesia dalam bentuk

tarian nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah. Keragaman dan keunikan alam

dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan

kecintaan terhadap tanah air Indonesia.

Peluncuran dan Pengedaran Uang Rupiah TE 2016 merupakan pelaksanaan amanat Undang-

Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), dimana salah satu ciri umum

Rupiah yakni pencantuman frasa “NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” dan adanya

tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam prosesnya persiapan pengeluaran

uang Rupiah TE 2016 telah dikoordinasikan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui

Keputusan Presiden No.31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 Pemerintah menetapkan

Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Uang Rupiah Kertas

dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan tersebut kemudian

ditindaklanjuti dengan pembuatan desain gambar uang yang dikonsultasikan diantaranya

dengan Kementerian Sosial RI, Badan Arsip Nasional, ahli sejarah, akademisi, dan mendapat

persetujuan dari pihak keluarga para pahlawan.

Terdapat beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan pada uang rupiah yaitu: belum pernah

digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), keterwakilan daerah, keterwakilan gender,

dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Keterwakilan berbagai daerah di NKRI dalam gambar

Uang Rupiah TE 2016 sangat terasa dengan adanya pahlawan nasional dari wilayah paling

timur Indonesia yakni Frans Kaisiepo – Papua, wilayah paling barat (Tjut Meutia – Aceh), wilayah

utara (Sam Ratulangi – Sulawesi Utara) dan wilayah paling selatan (Herman Johanes – Rote,

NTT), tidak hanya itu keterwakilan daerah juga tercermin pada gambar tarian dan pemandangan

alam pada sisi belakang uang. Sementara keterwakilan gender ditandai dengan adanya gambar

pahlawan wanita yaitu Tjut Meutia.

Page 116: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

Selain perubahan pada gambar pahlawan, dalam Uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan

penguatan unsur pengaman uang untuk memitigasi risiko pemalsuan uang dan memudahkan

masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Penguatan unsur pengaman

dilakukan dengan memasang pengaman berupa colour shifting, rainbow feature, latent image,

ultraviolet (UV) feature, blind code dan rectoverso. Colour shifting adalah unsur pengaman

berupa warna pada bidang tertentu yang akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang

yang berbeda. Rainbow feature adalah unsur pengaman yang akan memunculkan gambar

tersembunyi multiwarna berupa angka nominal jika dilihat dari sudut tertentu. Sementara

pengaman berupa latent image yakni gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan

dan angka nominal pada bagian belakang yang akan terlihat dari sudut tertentu. Adapun

penguatan UV feature yang hanya terlihat jika menggunakan alat bantu UV dilakukan dengan

penambahan ornamen batik dan gambar satwa khas Indonesia yang akan terlihat dibawah sinar

UV.

Sementara itu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mengenali uang rupiah asli,

pada uang rupiah emisi baru juga dilakukan perubahan desain rectoverso. Rectoverso sendiri

merupakan unsur pengaman yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar

akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan jika dilihat di bagian depan atau belakang

saja, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Pada uang rupiah

rectoverso akan membentuk logo BI secara sempurna jika diterawangkan ke arah cahaya.

Penggunaan rectoverso berupa logo BI sebagai unsur pengaman pada uang rupiah sudah

dilakukan sejak tahun 2000 dan terus mengalami perubahan pada setiap tahun penerbitan.

Pemilihan desain rectoverso berupa logo Bank Indonesia (BI) pada uang rupiah TE 2016

semata-mata dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan untuk menghindari

pemalsuan, bukan dimaksudkan untuk memuat logo/simbol-simbol tertentu. Penggunaan

rectoverso sebagai pengaman pada Uang Rupiah bertujuan untuk memudahkan masyarakat

dalam mengenali uang rupiah baru dengan cara yang sederhana (diterawang). Meski demikian

sejauh ini unsur pengaman rectoverso masih sulit untuk dipalsukan/ditiru. Selain Rupiah,

Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negara-negara lain seperti Euro, Thailand Baht,

Poundsterling, dan Korea Won.

Unsur pengaman uang rupiah lainnya yang juga mengalami perubahan adalah kode tertentu

yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat penyandang tuna netra (blind code). Jika pada

emisi sebelumnya blind code menggunakan desain berupa gambar persegi panjang, lingkaran

dan segitiga yang akan terasa kasar bila diraba, maka pada Uang Rupiah TE 2016 kode tuna

netra (blind code) yang dipergunakan berupa pasangan garis yang akan terasa kasar bila diraba

dan terdapat pada kedua sisi pinggir uang. Pembedaan blind code yang digunakan pada setiap

pecahan tidak lagi dalam perbedaan bentuk namun dalam jumlah pasangan garis yang

dicantumkan. Pada uang pecahan Rp100.000,- TE 2016 blind code yang digunakan adalah 1

pasangan garis, sementara pada uang pecahan Rp50.000,- TE 2016 berupa 2 pasangan garis,

dan seterusnya bertambah 1 pasang garis untuk setiap pecahan uang yang lebih kecil

dibawahnya.

Dalam upaya lebih mengenalkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 hingga akhir Januari 2017

KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara telah melaksanakan kegiatan Sosialisasai

Page 117: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

kepada masyarakat sebanyak 5 kali masing-masing pada tanggal 22 Desember 2016 kepada

responden survei SKDU, tanggal 13 Januari 2017 kepada masyarakat Wakatobi (daerah yang

terdapat pada sisi belakang uang Rp10.000,-), tanggal 18 Januari 2017 melalui RRI Kendari,

20 Januari 2017 melalui TVRI Sultra dan 25 Januari 2017 kepada kelompok petani rumput laut

binaan KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, upaya

lain yang ditempuh yakni dengan memasang iklan di surat kabar serta adlibs yang diputar

melalui RRI Kendari.

Kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 di Kabupaten Wakatobi mendapatkan sambutan

hangat dari masyarakat setempat, karena daerahnya secara khusus diabadikan dalam uang

pecahan Rp10.000,-. Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE dalam sambutannya menyampaikan

apresiasi dan terima kasih karena secara tidak langsung daerah Wakatobi dipromosikan ke

seluruh masyarakat Indonesia. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal

Wakatobi, dirinya berharap akan semakin banyak pula wisatawan yang berkunjung ke

daerahnya. Selain Wakatobi, destinasi wisata lain yang dicantumkan dalam gambar Uang

Rupiah TE 2016 adalah TN Komodo, Gunung Bromo, Derawan, Raja Ampat, Ngarai Sihanok,

dan Banda Neira.

Selain memperkenalkan desain Uang Rupiah TE 2016, dalam setiap kesempatan sosialisasi

juga disampaikan mengenai cara memperlakukan uang yang benar agar uang yang diedarkan

memiliki masa edar yang lebih lama dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di

masyarakat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam memperlakukan uang

diantaranya yakni dengan tidak melipat, tidak mensteples/melobangi, tidak dibasahi, dan tidak

mencoret-coret uang yang dipegang. Meski telah dikeluarkan Uang Rupiah baru Tahun Emisi

2016, uang rupiah tahun emisi sebelumnya dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran

sepanjang belum dicabut dari peredaran.

Khusus untuk wilayah Sulawesi Tenggara, sampai dengan akhir bulan Januari 2017, jumlah

Uang Rupiah TE 2016 yang telah diedarkan oleh KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara

berjumlah Rp27,06 miliar. Pengedaran uang rupiah TE 2016 tersebut dilakukan baik melalui

kegiatan layanan penukaran di loket kantor, layanan kas keliling maupun kas titipan luar kota

yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun bekerjasama dengan perbankan.

Kewajiban Menggunakan Rupiah

Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran Uang Rupiah TE 2016 tanggal 19 Desember

2016, mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan Rupiah dalam

Page 118: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

BOKS xx.

setiap transaksi di dalam negeri dan Menjaga wibawa Rupiah dengan TIDAK menyebar

isu/gosip yang tidak benar tentang Rupiah, serta menyimpan Rupiah dalam tabungan. Arahan

presiden tersebut sekaligus sebagai bentuk penegasan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang

Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang

sah di wilayah NKRI. Selain itu Rupiah juga merupakan salah satu simbol kedaulatan negara

yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian,

menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam

setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia.

Untuk mendukung penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, dalam setiap

kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi perihal

kewajiban penggunaan uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat baik melalui jalur

pendidikan (sekolah, guru, kampus), media massa, pelaku usaha (Persatuan Hotel dan

Restoran Indonesia Cabang Kendari), dll. Selain sosialisasi upaya lain yang dilakukan dalam

mengkampanyekan kewajiban penggunaan rupiah yakni dengan pemasangan banner di lokasi-

lokasi strategis seperti bandara, hotel/penginapan, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan.

Sosialisasi menjadi cara yang efektif untuk memberikan informasi yang benar seputar desain

dan penggunaan uang rupiah seperti isu simbol palu arit pada uang rupiah, desain rupiah yang

mirip mata uang negara lain, pencetakan yang melebihi kebutuhan, dan tidak dicetak oleh

Peruri. Menanggapi isu-isu tersebut dalam setiap kesempatan Bank Indonesia selaku pihak

yang diberikan mandat untuk mengedarkan rupiah menegaskan bahwa semua isu tersebut tidak

benar. Ke depan, kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dan Kewajiban Penggunaan

Rupiah Di Wilayah NKRI kepada masyarakat Sulawesi Tenggara akan terus dilakukan di

seluruh daerah, sehingga Rupiah semakin berdaulat.

Page 119: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

Administered

price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok

barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan

tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan

daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap

tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan

melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk

mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Dana Pihak

Ketiga (DPK)

Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan

di suatu bank.

Faktor

Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat

dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-

penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi

masyarakat

Faktor Non

Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada

di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun

distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang

ditentukan oleh pemerintah (administered price)

Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30%

Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless

steel

Imported

inflation

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh

perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks

Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,

dengan skala 1---100.

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga

barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode

tertentu.

Daftar

Istilah

Page 120: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan

konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.

Indeks

Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi

ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan

mendatang, dengan skala 1---100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui

peningkatan modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat

kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai

perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang

sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Loan to Deposit

Ratio (LDR)

Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang

disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu

waktu tertentu.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup

industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan

sebelumnya.

NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.

Non Performing

Loan (NPL)

Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding

dengan total keseluruhan kreditnya

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang

mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah

tertentu.

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah

seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi

perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan

triwulan sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban

meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan

jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .

Page 121: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo

bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot

sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi

dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga

mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara

keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang

perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor

tertentu.

West Texas

Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan

minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun

sebelumnya.

Page 122: PROVINSI SULAWESI TENGGARA - bi.go.id · Perdagangan Besar dan Eceran 21 1.3.5. Konstruksi 23 1.3.6. Transportasi dan Pergudangan 25 BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 27 2.1. STRUKTUR

KA

JIA

N E

KO

NO

MI &

KEU

AN

GA

N R

EGIO

NA

L

PRO

VIN

SI SU

LAW

ESI TE

NG

GA

RA

TRIW

ULA

N I 2

016

PENANGGUNG JAWAB

Minot Purwahono

([email protected])

KOORDINATOR PENYUSUN

Harisuddin

([email protected])

TIM PENULIS

Daniel Agus Prasetyo

([email protected])

Argo Hadianto

([email protected])

KONTRIBUTOR

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan

Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM

Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan

Unit Pengelolaan Uang Rupiah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

Tim

Penyusun