BAB I KAJIAN TEORI PEMERIKSAAN MOTORIK Anatomi Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompok-kelompok otot, yaitu inisisasi gerakan volunter dan terampil. Serabut serabut motorik bersama sama input yang berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam kontrol gerakan yang meliputi sistem ekstrapiramidal, vestibular, serebellar dan propioceptive afferent semuanya bergabung didalam badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla spinalis. Dari sel cornu anterior impuls dibawa ke otot (Gambar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
KAJIAN TEORI
PEMERIKSAAN
MOTORIK
Anatomi
Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompok-
kelompok otot, yaitu inisisasi gerakan volunter dan terampil. Serabut serabut motorik
bersama sama input yang berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam kontrol gerakan
yang meliputi sistem ekstrapiramidal, vestibular, serebellar dan propioceptive afferent
semuanya bergabung didalam badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla
spinalis. Dari sel cornu anterior impuls dibawa ke otot (Gambar
Gambar 1. The Motor Pathway
Prinsip-prinsip Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik diperiksa dalam hal :
Bentuk/ massa otot
Tonus otot
Kekuatan otot
Selain ketiga poin tersebut kita juga perlu menilai
1. Grakan volunteer
2. Gerakan involunter
3. Gerakan Koordinasi
Jenis-jenis Pemeriksaan
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :
1. Inspeksi
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran, dan adanya gerak abnormal yang
tidak dapat dikendalikan.
a. Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap
pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan. Jika pasien berdiri,
perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Pasien
dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah kontralateral
terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi.
Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan,
lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak
jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan
terlihat tremor kasar, terutama di tangan.
Pada anak dengan distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia
berjalan, panggul seolah-olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke
tungkai yang sedang bertumpuh.
Pada penderita hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan berada dalam sikap
fleksi, sedangkan tungkai dalam ekstensi. Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak
sirkumdiksi.
Pada pasien dengan paraparese jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu
tungkai seolah-olah menyilang. Penderita dengan gangguan di serebelumberjalan
dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita tabes dorsalis.
Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan
jalannya, sebab kalau tidak, ia akan jatuh.
Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu tungkai difleksikan tinggi-tinggi pada
persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang kurang mampu melakukan
dorsofleksi.
b. Bentuk :
Perhatikan adanya deformitas.
c. Ukuran
Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang
dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang
lumpuh lebih pendek daripada yang sehat.
Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi.
Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya
berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya
atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana
dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3
cm di atas olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula
bentuk otot. Hal ini dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu
berkontraksi. Bila didapatkan atrofi, kontur biasanya berubah atau berkurang.
Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya
kurang. Hal ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau
jaringan ikat. Hal ini didapatkan pada distrofia muskulorum progresiva, dan terjadi di
otot betis dan gluteus.
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal
merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis
dalam menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh
karenanya harus diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian
tubuh. Ia timbul karena terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks,
serabut yang turun dari korteks, ganglia basal, batang otak dan pusat-pusatnya,
serebelum dan hubungan-hubungannya, medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau
ototnya sendiri. Sifat gerakan dipengaruhi oleh letak lesi dan kelainan patologiknya.
Lesi pada tempat yang berlainan kadang dapat menyebabkan gerakan yang identik, dan
proses patologis yang berlainan pada tempat yang sama kadang dapat mengakibatkan
bermacam bentuk gerakan abnormal.
Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya
dan manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponen-
komponennya.
Bila gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai nama, nama
ini digunakan untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan melukiskan
gerakan tersebut, daripada hanya memberi suatu nama saja. Kadang-kadang untuk
mengetahui gerakan abnormal ini dibutuhkan palpasi, terlebih bila gerakannya sangat
lemah dan terbatas pada sebagian dari kelompok otot.
Bentuk/ Massa Otot
Pemeriksaan motorik dimulai dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Setelah pasien
berbaring, seluruh otot pasien perlu diamati, termasuk kelompok otot yang tidak tampak
saat pasien berbaring datar. Bandingkan kesimetrisan kontur massa otot, inspeksi baik
proksimal dan distal. Amati apakah ada kelemahan otot/ atropi, hipertropi, hipotropi.
Otot yang mengecil tampak dari berkurangnya massa dan penampakan yang kendur.
Cari juga ada tidaknya fasikulasi dan gerakan involunter (spontan) pada anggota gerak
atau tremor pada jari tangan. Gerakan involunter tersebut dapat diperkuat dengan menjentik
otot dengan lembut.
Atropi otot merupakan lanjutan dari pengurangan massa otot. Hal ini dapat
diakibatkan dari penyakit-penyakit pada system saraf perifer; misalnya pada neuropathi
DM. Penyebab lain dari atropi ini adalah kelainan-kelainan pada motor neuron, disuse
otot, remathoid arthritis dan malnutrisi kalori protein. Atropi otot tangan terjadi normal
pada proses penuaan (Gambar 2B)
A. B.
Gambar 2. Tangan Wanita Umur 40-an (A) dan Umur
80-an (B)
Hipertropi otot adalah peningkatan massa otot disertai dengan kekuatan yang proporsional.
Peningkatan massa otot dengan kekuatan yang menurun disebut pseudohipertropi.
Fasikulasi terlihat seperti ‘desiran’ atau ‘kedutan’ tidak teratur di bawah kulit pada
saat otot istirahat. Fasikulasi dapat terjadi pada kelainan lower motor neuron, biasanya
pada otot-otot yang mengecil. Fasikulasi non patologi kadang terjadi setelah olahraga berat
pada orang sehat.
2. Pergerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
a. Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
b. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
c. Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
d. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
e. Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
f. Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
g. Gerakan jari- jari kaki.
3. Kekuatan Otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
Cara menilai kekuatan otot
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot
tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat ( gravitasi ).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 :Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Cara menilai kekuatan otot ada dua cara.
Dengan menggunakan angka dari 0 – minus 4
Nilai 0 -1 -2 -3 -4
a. Gerakan bebas + + + + -
b. Melawan gravitasi + + + - -
c. Melawan pemeriksa + + - - -
Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese hebat, -4
paralisis.
Anggota gerak atas.
a. Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)