Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Geografi
2016, dengan Tema “Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran dan Perencanaan
Pembangunan”, dapat diterbitkan.
Tema tersebut dipilih, karena saat ini telah semakin intensif dan meluas
penggunaan informasi geospasial berupa Teknologi Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis (SIG), baik dalam pembelajaran maupun perencanaan
pembangunan yang pada intinya membutuhkan kecerdasan spasial. Oleh karena
itu, perlu dibangun kecerdasan spasial, salah satunya melalui kegiatan seminar.
Seminar Nasional Geografi 2016 dilaksanakan agar berbagai kalangan baik
peneliti, praktisi, dosen, guru, dan mahasiswa dapat bertukar pengalaman dan
wawasan dalam membangun kecerdasan spasial.
Kumpulan makalah dalam bentuk prosiding ini merupakan wujud
ketertarikan dari akademisi, praktisi dan mahasiswa untuk berkomunikasi dan
bertukar gagasan. Mudah-mudahan prosiding ini dapat disebarluaskan dan
dimanfaatkan, demi tercapainya peningkatan kecerdasan spasial di berbagai
kalangan. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS
sebagai pemakalah kunci, Dr.rer.nat. Nandi, S.Pd, MT, M.Sc dan Prof. Dr. Syafri
Anwar, M.Pd sebagai pemakalah utama, selanjutnya para tamu undangan, dan
para peserta Seminar Nasional Geografi 2016. Ucapan terima kasih juga ditujukan
kepada Rektor Universitas Negeri Padang, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
seluruh panitia yang terdiri dari Dosen, Staf Administrasi dan Mahasiswa Jurusan
Geografi, serta pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang telah
membantu terselenggaranya seminar dan terwujudnya prosiding ini.
Semoga Allah SWT meridhai semua langkah dan perjuangan kita, serta
berkenan mencatatnya sebagai amal ibadah. Aamiin.
Padang, 19 November 2016
Ketua Pelaksana
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Kecerdasan Spasial dalam Pembelajaran
dan Perencanaan Pembangunan
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
JILID 1. GEOGRAFI
Padang, 19 November 2016
Jurusan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI 2016
KECERDASAN SPASIAL DALAM PEMBELAJARAN DAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Editor:
Dra. Yurni Suasti, M.Si
Ahyuni, ST, M.Si
Penerbit:
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Dr. Hamka, Kampus UNP Air Tawar, Padang 25171
Telp./ Fax. (0751) 7055671
Email: [email protected] Web: http://fis.unp.ac.id
Buku ini diterbitkan sebagai Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 yang
diselenggarakan di Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, pada tanggal 19 November
2016
ISBN : 978-602-17178-2-0
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
DAFTAR ISI
JILID 1. GEOGRAFI Penulis Judul Hal
Hartono Pemanfaatan Kartografi Penginderaan Jauh dan
SIG dalam Peningkatan Kecerdasan Spasial untuk
Pembangunan
1
Nandi Kecerdasan Spasial dan Pembelajaran Geografi:
Pemanfaatan Media Peta, Penginderaan Jauh dan
SIG dalam Pembelajaran Geografi dan IPS
23
Syafri Anwar Pengembangan Instrumen Kecredasan Spasial
sebagai Alat Ukur Kemampuan Awal Siswa:
Aplikasi Instrumen Penilaian dalam Pembelajaran
Geografi
38
Iswandi Umar Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman
Pada Wilayah Rawan Banjir di Kota Padang
Provinsi Sumatera Barat
44
M. Aliman Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis
Spatial Thinking
58
Hendry Frananda Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi di Bidang Kelautan
69
Ahmad Nubli Gadeng,
Epon Ningrum,
Mirza Desfandi
Mengembangkan Kecerdasan Spasial Melalui
Model Pembelajaran Games Memorization
Tournament
84
Ernawati Penginderaan Jauh dan Kecerdasan Spasial 97
Nofrion,
Ikhwanul Furqon,
Jeli Herianto
Penggunaan Media Prezi Sebagai Media
Pembelajaran Geografi Pada Materi Penginderaan
Jauh
105
Dukut Wido Utomo,
Fani Rizkian Julianti
Sistem Informasi Geografis untuk Memetakan
Kerentanan Pencemaran DAS Cikapundung
112
Rahmanelli Wujud Kecerdasan Spasial (Spatial Inteligence)
dalam Kajian Geografi Regional Dunia
128
Zeffitni Model Agihan Spasial Sistem Akuifer Cekungan
Air Tanah Palu Berdasarkan Pendekatan
Geomorfologi dan Geologi
143
Pitri Wulandari Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model
Discovery Learning pada Materi Mitigasi Bencana
Sosial
154
Ahyuni Pengembangan Bahan Ajar Berfikir Spasial Bagi
Calon Guru Geografi
163
Supriyono Sistem Informasi Geografi untuk Pengendalian 176
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Bencana Tanah Longsor di DAS Sungai Bengkulu
Febriandi Pemanfaatan Informasi Geospasial untuk
Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
188
Yuli Astuti Upaya Peningkatan Kecerdasan Spasial Peserta
Didik di sekolah Menegah Atas Melalui Teknologi
Sistem Informasi Geografi
198
Fevi Wira Citra Pembelajaran Geografi dalam Konsep Geo-Spasial 218
Azhari Syarief Pemanfaatan Teknologi Informas Geospasial
untuk Pemetaan Potensi Nagari dalam
Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan
(Studi Kasus Nagari Simarasok Kecamatan Baso
Kabupaten Agam)
223
Gracya Niken Nindya
Sylvia
Peran Kecerdasan Spasial Terhadap Hasil Belajar
Geografi Melalui Problem Based Learning Kelas
XII SMA Negeri 1 Belitung Kabupaten Oku Timur
231
Debi Prahara,
Yurni Suasti,
Ahyuni
Pengembangan Potensi Objek dan Rute Perjalanan
Ekowisata di Nagari Koto Alam Kecamatan
Pangkatan Koto Baru
242
T.Putri Tiara,
Revi Mainaki
Tingkat Kerentanan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Kecamatan Cimahi
Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat Indonesia
253
Helfia Edial Analisis Spasial Daerah Rawan Longsor di
Sepanjang Jalur Transportasi Darat Padang Aro
Kabupaten Solok Selatan
269
Khoirul Mustofa Meningkatkan Kecerdasan Spasial Melalui Model
Pembelajaran Examples Non Examples dan Media
Peta
277
Muhammad Hanif,
Tommy Adam
Prediksi Dinamika Total Suspendended Sediment
dengan Algoritma Transformasi Citra untuk
Pengelolaan Perairan Kawasan Teluk Bayur dan
Bungus Teluk Kabung
288
Yudi Antomi Analisis Ketimpangan Regional di Provinsi Riau
Tahun 2007-2011
298
Widya Prarikeslan Variasi Musim dan Kondisi Hidrolik 309
Surtani Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam Secara Efektif dan Efisien
320
Ratna Wilis Pola Sebaran Tanaman Pangan di Kabupaten
Tanah Datar
326
David Oksa Putra,
Rery Novio
Dampak Kerusakan Lingkungan Penambangan
Bijih Besi PT. Royalty Mineral Bumi di
Kenagarian Pulakek, Kecamatan Pauh Duo,
Kabupaten Solok Selatan
340
Sri Mariya Fenomena Mobilitas Sirkuler Penduduk (Ulak
Alik) ke Wilayah Bagian Utara Kota Padang
348
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Provinsi Sumatera Barat
Affandi Jasrio Arahan Pemanfaatan Lahan di Kota Pariaman
Berbasis Sistem Informasi Spasial Geografi
356
Deded Chandra Penggunaan Radio Isotop dalam Bidang Hidrologi 366
JILID 2. PENELITIAN TINDAKAN KELAS Asli
Penerapan Model Pembelajaran Kuis Kartu
Bervariasi Pada Mata Pelajaran PKn untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa di Kelas V
SDN 02 Koto Nopan Saiyo
371
Ali Udin
Upaya Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa
Melalui Metode CIRC Pada Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di Kelas IX.5 SMPN 1 Panti
379
Bahrul
Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada
Pembelajaran IPA Melalui Penggunaan Model
Cooperative Learning Tipe Time Token di Kelas
IX.2 SMPN 1 Panti
385
Dermirawati
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Melalui Penerapan Media Gambar Berseri Pada
Pembelajaran Tematik di Kelas I Semester Januari-
Juni 2016 SDN 03 Koto Nopan Saiyo Kecamatan
Rao Utara
393
Ennida Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Menggunakan Model Pembelajaran Contextual
Teaching And Learning (CTL) di Kelas I.A SDN
03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
401
Ety Herawati
Peningkatan Partisipasi Belajar Siswa Melalui
Metode Example Non Example Dalam
Pembelajaran Tematik Di Kelas II SDN 10 Koto
Nopan Saiyo Kecamatan Rao Utara
408
Gusmiati
Penerapan Model Pembelajaran Reciprocal
Teaching untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di
Kelas V SDN 08 Lubuk Layang
Kecamatan Rao Selatan
416
Hodijah
Penerapan Model Pembelajaran Picture And
Picture untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar
Siswa Pada Pembelajaran Tematik di Kelas I.A
SDN 03 Beringin Kecamatan Rao Selatan
424
Nurmaini
Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa Dalam
Pembelajaran Tematik Pada Tema Selalu
Berhemat Energi Melalui Metode Example Non
Example Di Kelas IV.B SDN 01 Pauh Kurai Taji
431
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
Kecamatan Pariaman Selatan
Raisen Marjon Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa
Melalui Model Pembelajaran Talking Stick Pada
Mata Pelajaran PJOK di Kelas Vi.A SDN 03
Beringin Kecamatan Rao Selatan
438
Masniari
Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa Melalui
Metode Cooperative Integrated Reading And
Comprehension (CIRC) Pada Pembelajaran IPS di
Kelas VII.5 SMPN 1 Padang Gelugur Kabupaten
Pasaman
445
Saruddin
Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Pkn Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And
Comprehension (CIRC ) di Kelas IV Semester
Juli-Desember 2016 SDN 08 Lubuk Layang
455
Syafiar
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui
Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Co-
Op Co-Op Pada Mata Pelajaran Pkn Di Kelas IV.B
Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin
Kecamatan Rao Selatan
463
Syukrina Hidayati
Penerapan Model Pembelajaran Group
Investigation untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas
V.A Semester Juli-Desember 2016 SDN 03
Beringin Kecamatan Rao Selatan
470
Yani Wati Ningsih
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Menggunakan Model Pembelajaran Example Non
Example Pada Pembelajaran IPA di Kelas VI.A
Semester Juli-Desember 2016 SDN 03 Beringin
Kecamatan Rao Selatan
478
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
298
ANALISIS KETIMPANGAN REGIONAL
DI PROVINSI RIAU TAHUN 2007-2011
Yudi Antomi
Staf Pengajar Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang, Padang- Sumatera Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sudah berjalan kurang lebih
selama sebelas tahun, yaitu mulai tahun 2001 sampai saat ini, masih
mengalami kasus klasik yakni, pelaksanaan desentralisasi secara signifikan
menumbuhkan ekonomi regional tiap kabupaten/ kota, namun di sisi lain
ketimpangan juga terjadi antar kabupaten/ kota di Riau, yang tidak
mengalami perubahan signifikan untuk menuju pemerataan. Paper ini
bertujuan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi,
ketidakseimbangan pembangunan yang dihasilkan dari ketidakseimbangan
proporsional dalam PDRB per kapita, bentuk pengembangan hubungan dan
ketimpangan pertumbuhan ekonomi. Analisis ini menggunakan Indeks
Williamson, dengan tujuan untuk menjelaskan pola persebaran ketimpangan
pembangunan secara spasial dibantu dengan analisis laju pertumbuhan
ekonomi dan analisis Location Quotient (LQ) lahan terbangun dan kerapatan
jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perekonomian
Provinsi Riau selama periode tahun 2007-2011 mengalami fluktuasi dari
tahun ke tahun, perkembangan wilayah di Provinsi Riau yang masih
tergolong kurang merata serta ketimpangan pembangunan ekonomi antar
daerah semakin melebar tiap tahunnya.
Kata Kunci: Ketimpangan, Ekonomi, Indeks Williamson
PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah
terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/ akselerasi
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan
yang absolut (Todaro, 2000), sedangkan menurut Sukirno (dalam Arifin, 2009)
pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan
per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.
Pembangunan ekonomi di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
299
suatu lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
didalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999). Akan tetapi kondisi daerah di
Indonesia yang secara geografis dan sumberdaya alam yang berbeda,
menimbulkan daerah yang lebih makmur dan lebih maju dibandingkan daerah
yang lainnya. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dilakukan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan
sumberdaya yang ada dan berbeda-beda bagi masing-masing daerah. Proses
tersebut dilakukan agar pembangunan dapat dirasakan secara lebih merata. Untuk
itu perhatian pemerintah harus tertuju pada semua daerah tanpa ada perlakuan
khusus pada daerah tertentu saja. Namun hasil pembangunan terkadang masih
dirasakan belum merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah.
Pembangunan ekonomi daerah dimulai pada saat terjadi gelombang
reformasi yang melahirkan sistem demokrasi dan desentralisasi menjadi
pendorong disahkannya kerangka hukum baru mengenai hubungan pemerintah
pusat dan daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Otonomi daerah sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 dan Undang-Undang 25 Tahun 2009 memfokuskan pada
pendayagunaan potensi daerah. Sejalan dengan hal ini, maka perlu upaya agar
setiap kabupaten memiliki keunggulan tertentu yang berbeda dengan kabupaten
lain. Otonomi daerah memberi hak serta wewenang kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terdapat konsep
desentralisasi dalam kebijakan otonomi daerah yang merupakan penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya. Tuntutan
reformasi akan keadilan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat daerah
diwujudkan dalam kebijakan desentralisasi fiskal. Kebijakan ini diperkuat oleh
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang mengalami perubahan menjadi
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kebijakan desentralisasi fiskal ini
dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu menjalankan fungsinya dengan baik
serta dapat mendukung dan meningkatkan keuangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan otonomi (Saragih, 2003). Pelimpahan wewenang dalam
pengelolaan keuangan menuntut pemerintah daerah agar dapat mandiri yang
berarti bahwa dapat menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah
serta dapat mengelola keuangan untuk melaksanakan pemerintahannya.
Hal yang terpenting dalam pembangunan daerah adalah bahwa daerah
tersebut mampu mengidentifikasi setiap potensi sektor-sektor potensial yang
dimilikinya, kemudian menganalisisnya untuk membuat sektor-sektor tersebut
memiliki nilai tambah bagi pembangunan ekonomi daerah. Tujuan utamanya
adalah meningkatkan kesejahteraan penduduknya, sehingga salah satu upaya yang
dilakukan yaitu melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Indikator
keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat laju pertumbuhan
ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan target laju
pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan pembangunan
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
300
daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, yang disebabkan karena
terus terjadinya pertambahan penduduk, maka dibutuhkan penambahan
pendapatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output
secara agregat baik barang maupun jasa atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap
tahunnya. Jadi, menurut ekonomi makro, pengertian pertumbuhan ekonomi
merupakan penambahan PDRB yang berarti juga penambahan pendapatan
nasional (Tambunan, 2001).
Dampak penerapan konsep desentralisasi fiskal pada pelaksanaan otonomi
daerah terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah juga dirasakan pada
kabupaten/ kota di Provinsi Riau. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sudah
berjalan kurang lebih selama sebelas tahun, yaitu mulai tahun 2001 sampai saat
ini, masih mengalami kasus klasik, seperti pelaksanaan desentralisasi secara
signifikan dapat menumbuhkan ekonomi regional tiap kabupaten/ kota, namun di
sisi lain ketimpangan juga terjadi antar kabupaten/ kota di Riau tidak mengalami
perubahan yang signifikan untuk menuju pemerataan.
Masalah yang timbul dan dijumpai di masyarakat sebagai konsekuensi logis
dari hal tersebut di atas antaralain adalah terjadinya pemusatan wilayah akibat
pertumbuhan pembangunan yang tidak merata. Pertumbuhan yang berbeda antar
wilayah, secara alami menyebabkan terjadiya hirarki dan skala interaksi antar
wilayah yang berbeda. Semakin tinggi hirarki antar wilayah akan semakin tinggi,
maka semakin pertumbuhan pembangunan suatu wilayah. Beberapa indikator
utama yang berkaitan dengan tinggi rendahnya hirarki dan skala interaksi antar
wilayah terhadap proses pertumbuhan pembangunan adalah antara lain: kepadatan
penduduk, pertumbuhan ekonomi pola penggunaan lahan terbangun, ketersediaan
aksebilitas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, upaya melihat sejauh mana
ketimpangan pembangunan yang terjadi di kabupaten/ kota di Riau setelah
berjalan otonomi daerah melalui kajian ini diharapkan dapat menggambarkan
permasalahan ketimpangan pembangunan di Provinsi Riau.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Studi ini
mengambil daerah studi kasus di Provinsi Riau yang terdiri atas 10 kabupaten dan
2 kota, yakni Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten
Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti,
Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Metode analisis yang digunakan untuk melihat
ketimpangan pertumbuhan pembangunan wilayah di Riau adalah analisis Indeks
Wiliamson, sehingga untuk menjelaskan pola persebaran ketimpangan
pembangunan secara spasial dibantu dengan analisis laju pertumbuhan ekonomi
dan analisis Location Quotient (LQ ) lahan terbangun dan kerapatan jalan.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
301
Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis
ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Yusuf, 1999). Variabel yang
digunakan dalam perhitungan tersebut adalah luasan lahan terbangun. LQ adalah
suatu teknik perhitungan yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif
(kemampuan) wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu (Rondinelli,
1985). Teknik ini menyajikan perbandingan antara kemampuan suatu sektor di
daerah yang sedang diteliti dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah
yang lebih luas. Kontribusi sektor lahan terbangun di kabupaten/kota Provinsi
Riau digunakan formulasi model LQ sebagai berikut:
Keterangan:
Yij : Luas lahan terbangun/panjang jalan padakabupaten x
Yj : Luas lahan terbangun /panjang jalan seluruhRiau
Yi : Luas kabupaten x
Y : Luas wilayah Provinsi Riau
Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di Riau
(BPS, 2007) tahun 2007-2011, digunakan rumus :
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt – PDRB(t-1) x 100 %
PDRB(t-1)
Keterangan:
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
PDRB(t-1) : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1
Lalu untuk melihat ketimpangan regional dilihat dari sektor unggulan di
Riau digunakan rumus indeks dari Jeffery G. Williamson (Upall dan Sri
Handoko, 1986), dengan formulasi indeks VW sebagai berikut:
VW = ( Yi – Yr ) 2 . Pj/P
Yr
Keterangan:
VW : Indeks Ketimpangan Williamson
Yj : PDRB per kapita kabupaten/kota j
Yr : PDRB per kapitaRiau
Pj : Jumlah penduduk kabupaten/kota j di wilayah geomer (Riau)
P : Jumlah pendudukRiau
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
302
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Per Kapita
Laju pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau selama periode tahun 2007-
2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah
ini:
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Provinsi Riau Periode 2007-2011
NO Kabupaten/Kota
TAHUN
Total Rata-
rata 2007 2008 2009 2010 2011
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Kuantan Singingi 0 8.26 6.90 7.03 7.19 29.38 5.88
2 Indragiri Hulu 0 7.31 7.25 5.69 7.44 27.70 5.54
3 Indragiri Hilir 0 7.95 7.14 7.31 7.38 29.78 5.96
4 Pelalawan 0 7.07 8.10 6.71 6.83 28.72 5.74
5 Siak 0 7.61 7.15 7.36 7.46 29.59 5.92
6 Kampar 0 5.77 1.49 9.06 2.13 18.45 3.69
7 Rokan Hulu 0 8.05 6.50 4.75 8.94 28.23 5.65
8 Bengkalis 0 4.17 1.95 12.70 9.38 28.20 5.64
9 Rokan Hilir 0 4.99 1.76 -1.30 1.20 6.65 1.33
10 Kepulauan Meranti 0 5.70 3.56 4.41 4.82 18.49 3.70
11 Pekanbaru 0 9.05 8.81 8.98 9.05 35.88 7.18
12 Dumai 0 5.18 2.74 4.10 5.00 17.03 3.41
Sumber : Hasil Analisis Data BPS, 2013.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat selama tahun 2007-2011, laju
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau dari tahun 2007 sampai tahun 2011 cukup
baik meski sempat mengalami penurunan pada tahun 2009, penurunan laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 tersebut terjadi hampir di semua
kabupaten/ kota di Provinsi Riau, kecuali Kabupaten Pelalawan. Penurunan
tersebut tergambar pada penurunan laju pertumbuhan PDRB pada masing-masing
sektor di kabupaten/ kota tersebut. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 hingga
tahun 2011 menunjukkan kinerja yang membaik, hal ini ditunjukkan oleh laju
pertumbuhan ekonomi yang meningkat yang signifikan yang sebesar 1.50 % pada
tahun 2009 menjadi 8.56 % pada tahun 2010. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
tersebut disebabkan peningkatan laju pertumbuhan yang cukup pesat di
Kabupaten Bengkalis yaitu dari 1,95% menjadi 12.70% dengan kata lain
peningkatannya mencapai 10.75%. Perincian laju pertumbuhan PDRB perkapita
tiap kabupaten/ kota di Provinsi Riau tahun 2007-2011 sendiri pun berbeda-beda,
dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
303
Tabel 2. PDRB Perkapita Kabupaten/ Kota Provinsi Riau Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Tahun 2007-2011 (jutaan Rp)
Sumber: Hasil Analisis data BPS, 2013
Besarnya PDRB per kapita kabupaten/ kota di Provinsi Riau relatif
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat Kabupaten
Bengkalis merupakan daerah yang memiliki pendapatan per kapita rata-rata yang
tertinggi di Provinsi Riau yaitu mencapai 47,874,704.64 juta rupiah. Kemudian
diikuti oleh Kabupaten Rokan Hilir yaitu 21,518,540.74 juta rupiah, sedangkan
daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang terendah yaitu Kabupaten
Rokan Hulu sebesar 5,896,507.97 juta rupiah. Dari data pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high
income) adalah Kota Pekanbaru.
N
o
Kabupate
n/ Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Total
Rata-
rata
1 Kuantan
Singingi
9,381,51
1.81
9,910,69
3.53
10,305,5
42.24
10,770,1
17.81
10,683,9
02.59
51,051,76
7.98
10,210,3
53.60
2 Indragiri
Hulu
10,747,8
43.20
11,132,9
23.41
11,518,4
53.23
11,788,9
38.80
12,253,7
84.47
57,441,94
3.10
11,488,3
88.62
3 Indragiri
Hilir
8,315,51
1.00
8,965,05
4.75
9,632,04
0.45
10,206,6
79.96
10,898,9
80.54
48,018,26
6.70
9,603,65
3.34
4 Pelalawan 9,974,64
1.31
10,600,7
58.99
11,186,0
75.27
11,235,2
11.42
11,058,7
20.08
54,055,40
7.07
10,811,0
81.41
5 Siak 9,759,34
7.15
9,940,24
8.68
9,986,58
0.10
10,311,7
36.29
10,186,8
31.93
50,184,74
4.16
10,036,9
48.83
6 Kampar 13,359,4
02.84
13,461,8
66.55
12,885,6
04.98
13,547,3
45.21
12,720,6
49.73
65,974,86
9.31
13,194,9
73.86
7 Rokan
Hulu
5,971,26
5.61
5,975,18
2.58
5,866,46
8.87
5,839,19
7.38
5,830,42
5.39
29,482,53
9.83
5,896,50
7.97
8 Bengkalis 31,632,4
28.00
39,921,3
50.95
51,436,1
62.42
56,466,6
14.59
59,916,9
67.25
239,373,5
23.21
47,874,7
04.64
9 Rokan Hilir 21,948,7
61.11
22,159,5
15.29
22,068,7
98.09
20,958,2
34.19
20,457,3
95.04
107,592,7
03.72
21,518,5
40.74
10 Kepulauan
Meranti - -
13,171,9
11.73
13,690,7
14.25
13,637,2
74.44
65,999,96
9.35
13,199,9
93.87
11 Pekanbaru 9,120,71
1.60
9,450,60
4.13
9,755,51
6.08
10,252,5
76.42
10,749,3
90.49
49,328,79
8.73
9,865,75
9.75
12 Dumai 14,475,7
42.97
14,807,9
67.89
14,740,2
10.69
14,863,5
46.44
15,100,3
56.13
73,987,82
4.12
14,797,5
64.82
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
304
Ketimpangan Daerah di Provinsi Riau
1. Indeks Williamson
Besar kecilnya ketimpangan PDRB Provinsi Riau memberikan gambaran
tentang kondisi dan perkembangan pembangunan daerah di Provinsi Riau.
Untuk mengukur ketimpangan yang terjadi di Provinsi Riau digunakan indek
ketimpangan regional (regional inequality) atau biasa disebut dengan nama
Indeks Williamson. Semakin kecil atau mendekati angka nol (0), maka
ketimpangan akan semakin kecil sehingga pendapatan semakin merata.
Demikianlah sebaliknya, semakin besar angka Indeks Williamson maka
semakin timpang pendapatannya atau pendapataannya semakin tidak merata.
Berikut Tabel Indeks Williamson di Provinsi Riau tahun 2007-2011.
Tabel 3. Indeks Williamson di Provinsi Riau tahun 2007 2011
Tahun Indeks Williamson
2007 0.51
2008 0.55
2009 0.69
2010 0.75
2011 0.79
Rata- Rata 0.66
Sumber: Hasil Analisis Data BPS, 2013.
Nilai ketimpangan menurut Indeks Williamson terletak antara 0 sampai
dengan 1 dimana semakin mendekati nol menunjukkan ketimpangan sangat
ringan dan semakin mendekati satu menunjukkan ketimpangan sangat berat.
Koefisien ketimpangan yang tinggi tersebut disebabkan pola pembangunan
ekonomi lebih bersifat sektoral, dimana sektor industri dan pengolahan, listrik,
gas dan air bersih, bangunan dan konstruksi, perdagangan, komunikasi dan
angkutan, keuangan serta jasa-jasa diutamakan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Menurut Tabel 3, rata-rata nilai Indeks Williamson
kabupaten/ kota Provinsi Riau Tahun 2007-2011 adalah 0,66. Indeks
Williamson mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada periode
pengamatan, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan yang terjadi semakin
meningkat (melebar) dari tahun ke tahunnya, sehingga ketimpangan ekonomi
di Provinsi Riau ini termasuk ketimpangan yang sedang.
2. Analisis Location Quotient (LQ) Lahan Terbangun dan Aksesibitas Antar
Wilayah.
Ketimpangan pembangunan wilayah dapat dapat dianalisis dengan
menggunakan LQ (Location Quotient) dengan menggunakan data peta
penggunaan lahan dan data kerapatan jalan. Berikut hasil dari analisis data LQ
lahan terbangun dan kerapatan jalan Provinsi Riau. Berdasarkan hasil
perhitungan menggunakan formulasi Location Quotient (LQ) pada data luas
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
305
lahan terbangun dan kerapatan jalan di dapat peta perkembangan wilayah
Provinsi Riau (Gambar 1). Dari peta tersebut dapat kita lihat bahwa dari 12
kaupaten/ kota di Provinsi Riau terdapat hanya 1 (satu) daerah yang
dikategorikan memiliki perkembangan wilayah yang maju yaitu Kota
Pekanbaru, dilihat dari luas lahan terbangun dan kerapatan jalannya. Selain itu
terdapat 6 (enam) daerah yang dikategorikan berkembang yaitu Kota Dumai,
Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu,
Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Serta 5 (lima)
kabupaten terbilang kurang maju yaitu Kabupaten Kuantan Singingi,
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak dan
Kabupaten Rokan Hilir.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah di Provinsi Riau masih
tergolong kurang merata karena hanya terdapat satu daerah yaitu Kota
Pekanbaru yang tergolong maju dan nilai LQ yang diperolehnya rentangnya
sangat jauh dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh
posisi Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi yang merupakan pusat
perekonomian dari Provinsi Riau. Selain itu, ketimpangan yang terjadi juga
ditandai dengan masih banyaknya daerah yang tergolong kurang maju dilihat
dari luas lahan terbangun dan kerapatan jalannya.
Tabel 4. Hasil Location Quotient (LQ) Lahan terbangun dan Kerapatan Jalan
Provinsi Riau
N
O
Kabupaten
/Kota
LQ
Total Rata-rata Lahan
Terbangun
Kerapatan
Jalan
1 Kuantan
Singingi 0.19 1.23 1.43 0.71
2 Indragiri Hulu 1.07 1.08 2.15 1.08
3 Indragiri Hilir 0.12 0.59 0.71 0.36
4 Pelalawan 0.67 0.67 1.34 0.67
5 Siak 0.79 0.81 1.60 0.80
6 Kampar 0.95 1.12 2.06 1.03
7 Rokan Hulu 1.59 1.38 2.97 1.49
8 Bengkalis 1.76 1.21 2.97 1.48
9 Rokan Hilir 0.51 1.18 1.69 0.85
10 Kepulauan
Meranti 1.46 1.24 2.70 1.35
11 Pekanbaru 15.35 3.06 18.40 9.20
12 Dumai 3.54 0.94 4.48 2.24
Sumber: Hasil Analisis Data, 2013
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
306
Berdasarkan peta penggunaan lahan yaitu Kabupaten Kuantan Singingi,
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak dan Kabupaten
Rokan Hilir merupakan wilayah pertanian, sedangkan Kabupaten Indragiri Hilir
dan Rokan Hilir merupakan daerah yang paling jauh dari pusat wilayah sehingga
dalam perkembangannya kurang diperhatikan.
Gambar 1. Peta Ketimpangan Regional Provinsi Riau Tahun 2007-2011
Yudi Antomi
Universitas Negeri Padang
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
307
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Riau
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau selama periode tahun 2007-
2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
2. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Riau yang
dihitung dengan menggunakan Indeks Williamson selama periode 2007-2011
menunjukkan semakin melebar.
3. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan formulasi Location Quotient
(LQ) pada data luas lahan terbangun dan kerapatan jalan menunjukkan bahwa
perkembangan wilayah di Provinsi Riau masih tergolong kurang merata.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2009. Kesenjangan dan Konvergensi Ekonomi Antar Kabupaten
Pada Empat Koridor di Provinsi Jawa Timur Malang: Fakultas Ekonomi.
Jurusan IESP. Universitas Muhammadiyah: Malang
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah, EdisiPertama, Penerbit PBFE-Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.
BPS. 2012. Pendapatan Regional Provinsi Riau Tahun 2007-2011. Jakarta
Fik, T.J. 2000. The Geography of Economic Development: Regional Changes,
Global Challenges (2nd Ed.). The McGraw-Hill Companies: Boston
Engerman, S.L., dan Sokoloff. 2000. Factor Endowment Factor Endowments:
Institutions, and Differential Paths of Growth Among New World. Journal
of Economic Perspectives, Vol 14, No. 3, Hal.217-232.
Hagget, P. 2001. Geography: A Global Synthesis. Pearson Education Limited:
Harlow
Johnston, R. 2003. Geography and the social science. Dalam Holloway, L., Rice,
S.P., dan Valentine, G. (Eds.). Concepts in Geography (Hal. 51-72). Sage
Publications: London
Knox, P. dan Agnew, J. 1994.The Geography of the World Economy (2nd Ed.).
Arnold: London
Lee, S.F. dan Ko, A.S.O. 2000. Building balanced scorecard with SWOT analysis,
and implementing “Sun Tzu’s the art of bussines management strategies”
on QFD methodology. Journal of Managerial Auditing. Hal.68-76.
Prosiding Seminar Nasional Geografi 2016 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang Padang, 19 November 2016
308
Leonataris, Citra. 2012. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan
Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.Tesis .Institut Pertanian Bogor.
Todaro, M.P. 2000. Economic Development, Seventh Editions. Addition Wesley
Longman, Inc: New York,
Saragih, PJ. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.
Ghalia Indonesia: Jakarta
Tambunan. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. PT.
Ghalia Indonesia: Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Wijaya, Bayu. Dan Atmanti,Hastarini. Analisis Pengembangan Wilayah dan
Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan Di Kota Salatiga.
Universitas Diponogoro.